proposal farid
TRANSCRIPT
PROPOSAL
STUDI KARAKTERISTIK PENDERITA KEHAMILAN EKTOPIK (UMUR, PARITAS, PENDIDIKAN, PEKERJAAN)
DI RSUD Dr. R. KOESMA TUBAN 2005 - 2008
Oleh :YAYIK IKE LUSGIANTI
Nim : 06. 04. 205
PENDIDIKAN TENAGA KESEHATANAKADEMI KEBIDANAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
JL. DIPONEGORO 17 TUBANTAHUN 2009
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Sedangkan yang
disebut kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang
mengalami abortus ruptur pada dinding tuba. Sebagian besar kehamilan ektopik
terganggu berlokasi dituba (90%). Terutama diampula tuba dan isthmus sangat
jarang terjadi diovarium, rongga abdomen, maupun uterus keadaan yang me-
mungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah peyakit radang panggul,
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device) riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas kontrasepsi yang memakai progestin
dan tindakan abortus. (Prawirahardjo , 2005)
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi
dari implantasi dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi
ditempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan
pasif, intertilitas dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka
mortalitas dan morbilitas ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan
cepat. (Arifin 2003)
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua
wanita terutama pada usia lebih dari 30 tahun. adanya kecenderungan pada
kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut
menyebabkan keadaan gawat pada reproduksi yang sangat berbahaya.Di rumah
sakit Dr, Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik
1
1
diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan.dalam kepustakaan
kehamilan ektopik dilaporkan antara 1 : 28 sampai 1 : 329 tiap kehamilan.
Dari penilitian RSUP manado 2001 dari 67 penyakit kehamilan ektopik
terbanyak usia 25-29 tahun 23 kasus (34,33 %) paritas 2-31 kasus (46,27%),
Tingkat pendidikan SMA 21 kasus (83,58 %). (Arifin 2003 )
Dari hasil penelitian diperoleh 7498 Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
2003-2005 jumlah kebidanan termasuk 133 diantaranya adalah kehamilan
ektopik terganggu (1,77%), Penderita kehamilan ektopik terganggu yang
terbanyak terdapat pada umur 30-34 tahun (40, 60%) dengan paritas penderita
1 sebanyak (35,34%). Lokasi kehamilan ektopik terganggu terbanyak adalah
pada daerah ampula tuba (82, 70%) dimana jumlah ibu yang meninggal
(1,5%). (Arifin 2003 )
Berdasarkan survei awal diRSUD Dr koesma tuban pada akhir tahun 2005
sebanyak 11 (15,2 % ) penyakit kehamilan ektopik frekuensi pada tahun 2006
naik menjadi 17 (23,6 % ) penyakit kehamilan ektopik frekwensi pada tahun
2007 naik menjadi 18 (25 % ) penyakit kehamilan ektopik dan frekwensi pada
tahun 2008 naik menjadi 25 (34,7 % ) penyakit kehamilan ektopik.untuk
mencapai prognosa yang baik bagi penderita, tindakan laparotomi untuk
kehamilan ektopik dini yang berlokasi diovarium bila dimungkinkan dirawat, bila
tidak ada perbaikan maka dilakukan tindakan sistektomi/oovorektomi sedangkan
kehamilan ektopik terganggu diservik uteri yang sering mengakibatkan
perdarahan dilakukan histeroktomi.
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. tiap kehamilan dimulai dengan
2
pembuahan telur dibagian ampulla tuba dan dalam perjalanan ke uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih dituba atau nidasinya tuba
dipermudah.(prawiroharjo 2005)
Penangganan terhadap kehamilan ektopik terganggu harus segera dioperasi
untuk menyelamatkan penderita dari bahaya terjadinya gangguan kehamilan
tersebut. operasi yang dilakukan ialah Salpingektomi yakni penanganan tuba yang
mengandung kehamilan. pada abortus tuba walaupun tidak selalu ada bahaya
terhadap jiwa penderita sebaiknya juga tidak dilakukan operasi.
Kekukarangan dari terapi konservatif (non operatif)yaitu walaupun darah
berkumpul dirongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian
dapat dikeluarkan dengan kolpotomi(pengeluaran melalui vagina dari darah
dikavum douglas). (Prawirahardjo 2005)
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut
tentang karateristik (usia, paritas, pendidikan pekerjaan ibu dengan kehamilan
ektopik ) di RSUD Dr. R koesma tuban.
1.2 Identifikasi masalah
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Sedangkan
yang disebut kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik
yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba. Dari survey yang didapat
dari rumah sakit Dr.R kusma tuban Kehamilan ektopik meningkat dari
tahun ketahun dan sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
ektopik berumur antara 20 - 40 tahun dengan umur rata – rata 30 tahun di
indonesia kehamilan ektopik sering dijumpai pada usia muda karna
3
pernikahan diusia mada dinegara berkembang kehamilan ektopik sering
ditemukan pada multigravida tapi di indonesia sering dijumpai pada
multipara.
1. 3 Rumusan Masalah
Bagaimana Karakteristik (Usia, Paritas, Pendidikan, Pekerjaan) pada
penderita kehamilan ektopik di RSUD Dr. R Koesma Tuban ?
1. 4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya Karakteristik (Usia, Paritas, Pendidikan dan Pekerjaan)
pada penderita kehamilan ektopik di RSUD Dr. R Koesma Tuban.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Mengidentifikasi kejadian kehamilan ektopik di RSUD Dr. R Koesma
Tuban.
1.4.2.2 Mengidentifikasi faktor Usia, pada penderita kehamilan ektopik di RSUD
Dr. R Koesma Tuban.
1.4.2.3 Mengidentifikasi paritas pada penderita kehamilan ektopik di RSUD Dr. R
Koesma Tuban.
1.4.2.4 Mengidentifikasi pendidikan pada penderita kehamilan ektopik di RSUD
Dr. R Koesma Tuban.
1.4.2.5 Mengidentifikasi pekerjaan pada penderita kehamilan ektopik di RSUD
Dr. R Koesma Tuban.
1. 5 Manfaat Penelitian
4
1. 5. 1 Bagi Peneliti
Menerapkan teori dan konsep yang diperoleh di bangku perkuliahan
terutama pelajaran metode penelitian dan statistik, serta di harapkan dapat
memberikan tambahan informasi bagi peneliti tentang studi karastristik
(usia, paritas, pendidikan dan pekerjaan) dengan penderita kehamilan
ektopik.Dapat dijadikan gambaran untuk penelitian lebih lanjut dalam ruang
lingkup yang lebih luas.
1. 5. 2 Bagi Masyarakat
Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang kejadiaan kehamilan
ektopik
1. 5. 3 Bagi Institusi
Sebagai referensi sehingga dapat digunakan dalam rangka pengembangan,
dan peningkatan taraf pendidikan dan pengetahuan guna mencapai
keberhasilan pendidikan.
1. 5. 5 Bagi Profesi
Sebagai tambahan pengetahuan bagi profesi untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Karakteristik
2.1. 1 Definisi Karakteristik
Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Sedangkan karaktristik adalah sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.
(Depdikbud, 1990 : 389)
2.1. 1. 1 Faktor Usia
Umur adalah umur individu yang terhitung mulai dari saat dilahirkan
sampai saat berulang tahun (nursalam 2003) dan Usia reproduksi pada wanita
dimulai sekitar usia 11 – 15 tahun yang ditandai dengan datangnya menstruasi
atau haid. Hal ini menandakan mulai berfungsinya organ – organ reproduksi
wanita (Hurlock, 1990 : 185). Seiring dengan dimulainya usia reproduksi maka
mulai adanya berbagai masalah yang berhubungan dengan kesehatan alat
reproduksi salah satunya yaitu Kehamilan ektopik (Manuaba, 1999 : 5)
Menurut penelitian Di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru frekuensi terbanyak
pada usia 30-34 tahun (40, 60%) & umur 25- 29 tahun (34, 33 %).
(Arifin 2003 )
6
6
2.1. 1.2 Faktor Paritas
Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang
dimiliki oleh ibu mulai dari anak pertama sampai terakhir (Ahmad, 1996 : 256)
Paritas dibagi menjadi :
1. Nulipara : wanita yang belum pernah melahirkan anak.
2. Primipara : wanita yang telah melahirkan seorang anak.
3. Multipara : wanita yang telah melahirkan lebih dari 1 anak.
4. Grande multi : wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih
Dari penelitian Di RSUD Arifin Achmad pekanbaru 2003-2005
kehamilan ektopik menurut paritas sebanyak (35, 34 %). (http / karateristik KET).
2.1. 1. 3 Faktor Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992,
dikutip oleh Nursalam dan Pariani, 2001). Makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997, dikutip oleh Nursalam dan Pariani,
2001). Faktor pendidikan mempengaruhi usaha untuk meningkatkan derajat
kesehatan reproduksi karena jika tingkat pendidikan wanita rendah maka akan
semakin sempit informasi yang diperoleh wanita tentang kesehatan reproduksinya
salah satunya tentang kehamilan ektopik. Bila pendidikan rendah maka lapangan
pekerjaan bagi wanita yang rendah yang menyebabkan status sosial ekonomi
rendah (Manuaba, 1999 : 9).
7
2.1. 1. 4 Faktor Sosial Ekonomi (Pekejaan)
Bila pendidikan rendah maka lapangan pekerjaan bagi wanita rendah yang
menyebabkan status sosial ekonomi keluarga rendah. Keadaan sosial ekonomi
keluarga yang buruk merupakan salah satu penyebab munculnya berbagai
penyakit. Hal ini karena rendahnya pemenuhan gizi yang baik. (Manuaba,
1999 : 9)
Diakui sejak krisis ekonomi (1997) jumlah penduduk miskin Indonesia
meningkat. Dampak kemiskinan di Indonesia memunculkan berbagai penyakit
pada kelompok resiko tinggi serta wanita usia subur, ibu hamil, ibu menyusui,
bayi, balita dan wanita lanjut usia. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia
menyebabkan cakupan gizi rendah, pemeliharaan kesehatan kurang, lingkungan
buruk mengakibatkan penduduk mudah terserang berbagai macam penyakit salah
satunya kehamilan ektopik. (Edwin, 2002)
2.2 Kehamilan Ektopik Terganggu
2.2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang di buahi
berimplantasi dan melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni
di luar rongga rahim.Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada
dinding tuba. (Prawirohardjo 2005 )
2.2.2 Etiologi.
Etiologi kehamilan ektopik baik yang terganggu maupun yang belum
terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak
8
diketahui. tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur dibagian ampulla tuba
dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat
nidasi masih dituba ayau nidasinya tuba dipermudah. faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu. (prawiroharjo 2005)
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang
dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:
a. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
b. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen.
c. Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
d. Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
e. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksia.
f. Penggunaan IUD
9
2. Faktor fungsional
a. perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor hormonal dan
defek fase luteal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban,
sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri.
b. meningkatnya usia akan diiringi dengan penurunan aktivitas mioelektrik
tuba. Teknik-teknik reproduktif seperti gamete intrafallopian transfer dan
fertilisasi in vitro juga sering menyebabkan implantasi ekstrauterin. Ligasi
tuba yang tidak sempurna memungkinkan sperma untuk melewati bagian
tuba yang sempit, namun ovum yang telah dibuahi sering kali tidak dapat
melewati bagian tersebut
c. Alat kontrasepsi dalam rahim selama ini dianggap sebagai penyebab
kehamilan ektopik. Namun ternyata hanya AKDR yang mengandung
progesteron yang meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik. AKDR
tanpa progesteron tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi
bila terjadi kehamilan pada wanita yang menggunakan AKDR, besar
kemungkinan kehamilan tersebut adalah kehamilan ektopik.
2.2.3 Klasifikasi
Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam bukunya
mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain :
1. Tuba Fallopii
a) Pars-interstisialis
b) Isthmus
c) Ampula
d) Infundibulum
10
e) Fimbrae
2. Uterus
a) Kanalis servikalis
b) Divertikulum
c) Kornu
d) Tanduk rudimenter
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a) Primer
b) Sekunder
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.
2.2.4 Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik
terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal
didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi.
Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian
kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu,
yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%). (Arifin 2003 )
Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami
infeksi tetapi perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tub
KETa terganggu sehingga menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari
ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba. (Arifin 2003 )
11
Penelitian Cunningham Di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan
etopik terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit
putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit
hitam.Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang berulang adala 1-14, 6%.
(Arifin 2003 )
Di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia, pada RSUP
Pringadi Medan (1979-1981) frekuensi 1:139, dan di RSUPN Cipto
Magunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi 1:24, sedangkan di RSUP. DR.
M. Djamil Padang (1997-1999) dilaporkan frekuensi 1:110. (Arifin 2003 )
Kontrasepsi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik
terhadap persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa
faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan
kontrasepsi, sehingga jumlah persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik
terhadap kelahiran secara relatif meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah
secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian
kehamilan ektopik. (Arifin 2003 )
Dari hasil penelitian diperoleh 7498 Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
2003-2005 jumlah kebidanan termasuk 133 diantaranya adalah kehamilan
ektopik terganggu (1, 77%), Penderita kehamilan ektopik terganggu yang
terbanyak terdapat pada umur 30-34 tahun (40, 60%) dengan paritas penderita 1
sebanyak (35, 34%). Lokasi kehamilan ektopik terganggu terbanyak adalah
pada daerah ampula tuba (82, 70%) dimana jumlah ibu yang meninggal
(1, 5%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%). Pada daerah
12
fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal (1-2%), ovarium (1%), servikal (0,
5%). (Arifin 2003 )
2.2.5 Patogenesis
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba
(lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium,
rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi
tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang
pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit
mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada
implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah
bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua,
yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping
dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di
tempat tersebut dan hasil konsepsi tersebut berkembang. (prawiroharjo 2005 )
perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat
implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi
trofoblas. Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun
mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron,
sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun
ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa
trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya
menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian
disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat implantasi pada kehamilan
ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan
13
ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi pada kehamilan ektopik adalah:
1) Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.
2) Abortus ke dalam lumen tuba.
3) Ruptur dinding tuba. (Prawiroharjo 2005 )
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica.
Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas,
maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi
sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan
(hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga
abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel
retrouterina. Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih
awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan
di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi
tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali
kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal
karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu
kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas
tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga
histerektomi pun diindikasikan. Ruptur baik pada kehamilan fimbriae, ampulla,
isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat
trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin
14
terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan
plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen.
Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya kejaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen.
(prawiroharjo 2005)
2.2.6 Gambaran Klinik
Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada
lokasinya . Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau
tidaknya kehamilan tersebut . Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium
antara lain : (prawiroharjo 2005)
a. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik
terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan
gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut
mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan
taraf perdarahannya di samping keterlambatan diagnosis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya
dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus
kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang
tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya.
c. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih.Salah
satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang
15
lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan
demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya
tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah
tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan
tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-
putus atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa
ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum
terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat.Uterine cast akan
dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien.
Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa dengan
peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti
yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu
kenaikan ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi serta
hipotensi.
g. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk
merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume
16
darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi
setelah timbul hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk
membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan
salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis
Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut mempunyai
ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran
5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya
infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras.
Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus.
Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis
dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan
diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba,
kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan
bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus merembes
akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya
perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis.
17
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu tentunya ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. KET harus dipikirkanbila seorang
pasien dalam usia reproduktif mengeluhkan nyeri perut bawah yang hebat dengan
tiba-tiba, disertai keluhan perdarahan per vaginam setelah keterlambatan haid,
dan pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda akut:
abdomen, kavum Douglas menonjol, nyeri goyang porsio, atau massa di samping
uterus. Adanya riwayat penggunaan AKDR, infeksi alat kandungan, penggunaan
pil kontrasepsi progesteron dan riwayat operasi tuba serta riwayat faktor-faktor
risiko lainnya memperkuat dugaan KET. ( Arifin 2003 )
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga
pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada
kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami ruptur pada dinding tuba
sulit untuk dibuat diagnosis . (prawiroharjo 2005)
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis
kehamilan ektopik:
1. HCG-β
Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini
dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
Kadar HCG membantu penegakan diagnosis, meskipun tidak ada konsensus
mengenai kadar HCG yang sugestif untuk kehamilan ektopik. Kehamilan
ektopik dapat dibedakan dari kehamilan normal dengan pemeriksaan kadar
HCG secara serial. Pada usia gestasi 6-7 minggu,kadar HCG serum
18
meningkat dua kali lipat setiap 48 jam pada kehamilan intrauterin normal.
Peningkatan yang subnormal (< 66%) dijumpai pada 85% kehamilan yang
nonviable, dan peningkatan sebanyak 20% sangat prediktif untuk kehamilan
nonviable. Fenomena ini, bila disertai dengan terdeteksinya kavum uteri
yang kosong mengindikasikan adanya kehamilan ektopik. Secara klinis,
penegakan diagnosis KET dengan pemantauan kadar HCG serial tidak praktis,
karena dapat mengakibatkan keterlambatan diagnosis. Selain itu peningkatan
kadar HCG serum dua kali lipat setiap 48 jam tidak lagi terjadi setelah minggu
ke-7 kehamilan.Oleh sebab itu, umumnya yang diperiksakan adalah HCG
kualitatif untuk diagnosis cepat kehamilan.
2. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas.Adanya darah yang diisap
berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di
kavum Douglasi kuldosentesis sudah tidak terlalu sering dilakukan. Meskipun
demikian, tindakantersebut masih dilakukan bila tidak ada fasilitas USG atau
bila pada pemeriksaan USG kantong gestasi tidak berhasil terdeteksi.
3. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
4. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila
hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik
terganggu meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai
untuk terapi.
19
5. Ultrasonografi
Bila pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan kantong gestasi dengan
denyut jantung janin dengan kavum uteri yang kosong, maka diagnosis pasti
dapat ditegakkan.USG transvaginal dapat mendeteksi tubal ring (massa
berdiameter 1-3 cm dengan pinggir ekhogenik yang mengelilingi pusat yang
hipoekhoik) gambaran tersebut cukup spesifik untuk kehamilan ektopik. USG
transvaginal juga memungkinkan evaluasi kavum pelvis dengan lebih baik,
termasuk visualisasi cairan di kavum Douglas dan massa pelvis. Keunggulan
cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya tidak
perlu memasukkan rongga dalam rongga perut.Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan
apakah kavum Douglas berisi cairan.
6. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya
kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong
janin dapat diraba suatu tumor.
7. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa.
Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
8. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan
ektopik tergangu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI
(Magnetic Resonance Imagine).
20
Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore.
2.2.8 Diagnosis Diferensial
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah:
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan
yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada
infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0, 5 0C, selain itu
leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes
kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih
merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median
dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di
perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus
incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
3. Tumor/ Kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan
pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan
lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.
21
4. Appendisitis
Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik
uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut
bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik McBurney .
2.2.9 Terapi
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain
lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaankehamilan
tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu perlu
dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari
kehamilan ektopik terganggu. Ada 3 cara penatalaksanaan kehamilan pada tuba:
Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% pasien
HCG. Pada dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar
HCG yang penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan
kadar stabil atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu tidak
semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan
seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada keadaan-keadaan berikut:
1) kehamilan HCG yang menurun, 2) kehamilan tuba, 3) tidak ada ektopik
dengan kadar perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan 4) diameter massa
ektopik tidak HCG awal harus kurangmelebihi 3.5 cm. Sumber lain
menyebutkan bahwa kadar dari 1000 mIU/mL, dan diameter massa ektopik
22
tidak melebihi 3,0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif
pada 47-82% kehamilan tuba.
Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis
harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil,
bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan
bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani
terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan
pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak
menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi
ginjal, hepar dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi
terhadap pemberian methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode
terminasi kehamilan ektopik secara medis.
Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien
dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel
trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya
dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya,
kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis
dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal. Harus diketahui
23
pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum mempunyai
angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia
gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari
4 cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis,
pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk
kemungkinan menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan
ektopik terganggu harus selalu diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien
harus sesegera mungkin menjalani pembedahan. Senggama dan konsumsi
asam folat juga dilarang. Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek
samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar,
stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang.Beberapa prediktor
keberhasilan terapi dengan methotrexate yang HCG, progesteron, aktivitas
disebutkan dalam literatur antara lain kadar jantung janin, ukuran massa hasil
konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun
disebutkan dalam sumber lain bahwa hanya kadar HCG-lah yang bermakna
secara statistik.Untuk memantau keberhasilan terapi, HCG serial dibutuhkan.
Pada hari-hari pertama setelah dimulainya pemeriksaan pemberian
methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang
diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation
pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi
HCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 dengan analgetik
nonsteroidal. hari setelah pemberian methotrexate. Pada hari-hari pertama pula
massa hasil konsepsi kan tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi
akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan
24
terapi. setelah terapi HCG masih perlu diawasi setiap minggunya hingga
kadarnya diberhasil, kadar bawah 5 mIU/mL. Methotrexate dapat diberikan
dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang diberikan
adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan
adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari
ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam
regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular) dan diberikan
pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya
memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi
methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui
injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi.Terapi
methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk
kehamilan ektopik yang belum terganggu.
Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama
5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan
kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.
Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan
alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu.Yeko dan
kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar
dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi
methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu,angka kegagalan dengan terapi
25
injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi,sehingga alternatif ini jarang
digunakan.
Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan
tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu.Tentu saja pada
kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba,
yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan
pembedahan radikal di mana salpingektomi dilakukan.Pembedahan
konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan
salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat
dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh
ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per
laparoskopi.
Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii.
Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di
atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil onsepsi
segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan
yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter.
Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per
sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun
26
laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk
kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel
membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate
per laparoskopi.Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama
daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate,namun grup
salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens
aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian
angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan
intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara
bermakna.
Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan
tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun
yang sudah terganggu,dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun
laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu). 2) pasien tidak
menginginkan fertilitas pascaoperatif. 3) terjadi kegagalan sterilisasi. 4) telah
dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya. 5) pasien meminta
dilakukan sterilisasi. 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi. 7) kehamilan
tuba berulang. 8) kehamilan heterotopik. 9) massa gestasi berdiameter lebih
27
dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang
dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini
lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan
jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah
sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula
histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada
salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem,
digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi.Arteria
tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan.Tuba yang
direseksi dipisahkan dari mesosalping.
Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi.Dengan menyemburkan cairan di
bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat
terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa
hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi
dengan cairan bertekanan.
2.2.10 Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu
turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan)
28
setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami
kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai
resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas
wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih
10% mengalami kehamilan ektopik berulang.
29
2. Faktor Mekanis 3. Faktor fungsional
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3. 1 Kerangka konseptual
Kerangka konseptual pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep – konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian–penelitian
yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005 : 69).
Kerangka Konseptual
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 3. 1 Kerangka konseptual faktor-faktor karasteristik (usia, paritas, pendidikan, perkerjaan) dengan terjadinya kehamilan ektopik.
Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya kehamilan ektopik antara
lain faktor karakteristik dan faktor mekanis faktor fungsional. Faktor karakteristik
terdiri dari : usia, paritas, pendidikan dan pekerjaan. Pada penelitian ini yang
diteliti adalah faktor karakteristik yang berhubungan dengan kehamilan ektopik.
30
Faktor yang mempengaruhiKehamilan ektopik:
1. faktor Karakteristika. Umurb. paritasc. pendidikand. pekerjaan
Kehamilan ektopik
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara menyelesaikan masalah dengan
menggunakan metode keilmuan (Nursalam dan Pariani, 2001). Pada bab ini akan
disajikan tentang desain penelitian, kerangka kerja, populasi, sampel, besar
sampel dan sampling, identifikasi variabel, definisi operasional, instrumen
penelitian, lokasi dan waktu penelitian, prosedur penelitian dan pengumpulan
data, analisa data, dan etika penelitian.
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian yang
memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
akurasi suatu hasil. (Nursalam, 2003)
Dalam penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu suatu jenis
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat suatu
gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif. (Notoatmodjo. S. 2002).
Disini peneliti hanya ingin mengetahui karakteristik (Usia, paritas, pendidikan,
pekerjaan) kehamilan ektopik.
3118
31
4. 2 Kerangka Kerja
Gambar 4. 2 Kerangka Kerja Penelitian Studi Karakteristik wanita dengan kehamilan ektopik di RSUD Dr. R Koesma Tuban.
4. 3 Populasi, Sampel dan Sampling
4. 3. 1 Populasi
Populasi adalah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk di pelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2006 : 55)
32
20PopulasiSeluruh Penyakit kehamilan ektopik Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban
sejumlah 72 pada tahun 2005-2008
SampelPenyakit kehamilan ektopik Di RSUDDr. R. Koesma Tuban sejumlah 72
pada tahun 2005-2008
SamplingSampling jenuh
Pengumpulan dan pengambilan data- Data Sekunder- Register Pasien di Rekam Medik RSUD Dr. R. Koesma Tuban
Analisis Data- Deskriptif
Kesimpulan
- Penyajian
Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh Penyakit kehamilan ektopik
di RSUD Dr R Koesma Tuban pada tahun 2005-2008 sebesar 72 orang.
4. 3. 2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005 : 79).
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah semua Penyakit kehamilan
ektopik di RSUD Dr. R Koesma Tuban pada tahun 2005-2008.
4 3. 3 Sampling
Sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan
sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan
subjek penelitian. (Nursalam, 2003 : 97)
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah to
sampling jenuh. sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel.
4. 4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
4.4.1 Identifikasi Variabel
Variabel merupakan suatu konsep yang mempunyai variasi nilai dan variasi
nilai itu tampak jika variabel itu didefinisikan secara operasional atau ditentukan
tingkatannya. (Arikunto, 2003). Variabel pada penelitian ini adalah karakteristik
(usia, Paritas, Pendidikan, Pekerjaan) penderita kehamilan ektopik
33
4. 4. 2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003 : 106)
Tabel 4. 1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Kode
Karakteristik wanita penderita kistoma ovarii :Usia wanita
Paritas
Pendidikan
Pekerjaan
Umur wanita dalam tahun berdasarkan catatan di kartu rekam medik.
Jumlah anak yang hidup dilahirkan ibu berdasarkan catatan di kartu rekam medik.
Pendidikan / sekolah yang ditempuh oleh ibu selama ini berdasarkan catatan di kartu rekam medik.
Aktifitas yang dijalani ibu sehari-hari baik dalam rumah ataupun di luar rumah berdasarkan catatan rekam medik
Umur wanita :- 15 - 25 tahun- 26 - 35 tahun- 36 - 45 tahun- 46 - 55 tahun- > 55 tahun
Jumlah anak :- 0 anak- 1 – 4 anak- > 4 anak
-Pendidikan Dasar(SD, SMP)sederajat. -Menengah (SMA)sederajat-Tinggi (PT, Akademik)sederajat
- Tidak bekerja (IRT)- Bekerja (PNS, Swasta, Wiraswasta, buruh)
Data rekam medik
Data rekam medik
Data rekam medik
Data rekam medik
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Nominal
Umur wanita :- 15 - 25 tahun =1- 26 - 35 tahun =2- 36 - 45 tahun =3- 46 - 55 tahun =4- > 55 tahun =5
-0 = 1-1 – 4 = 2-> 4 = 3
- Dasar = 1- Menegah = 2- Tinggi = 3
-Bekerja = 1-Tidak bekerja = 2
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah lembar
pengumpulan data meliputi data karakteristik dan kehamilan ektopik yang didapat
melalui catatan rekam medik di RSUD Dr. R Koesma Tuban.
34
4.5 Lokasi dan waktu Penelitian
4. 6. 1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang digunakan adalah RSUD Dr. Koesma Tuban.
4. 6. 2 Lokasi waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan februari – April 2009.
4.6 Prosedur Penelitian
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses
pengumpulan karakteristik subyek yang dikumpulkan dalam suatu penelitian
(nursalam, 2003)
Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan mengumpulkan
data direkam medik berdasarkan jumlah kasus menderita kehamilan ektopik yang
melakukan kunjungan ke RSUD Dr. R. Koesma Tuban.
4.7 Cara Analisa data
Analisa merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan,
dimana tujuan pokok penelitian adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti
dalam mengungkapkan fenomena. (Nursalam, 2003)
Data yang terkumpul dilakukan pengolahan data dengan menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing, yaitu memeriksa dan menyesuaikan data dengan rencana semula
seperti apa yang diinginkan.
2. Coding, adalah memberi kode pada data dengan merubah kata-kata menjadi
angka.
35
3. Sorting adalah mensortir dengan memilah atau mengelompokkan data sesuai
jenis yang dikehendaki.
4. Entry data adalah memasukkan data dengan cara manual atau melalui
pengolahan.
5. Cleaning adalah proses untuk meyakinkan bahwa data yang telah dimasukkan
benar-benar bersih dari kesalahan.
6. Mengeluarkan informasi yang diinginkan
7. Pengolahan data
Setelah data terkumpul, kemudian data tersebut dikelompokkan atau
diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian angka-angka hasil
perhitungan atau pengukuran dapat diproses dengan cara dijumlahkan dan
dikalikan 100% kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk prosentase. Dalam
penelitian ini pengolahan data menggunakan metode diskriptif dengan rumus
proporsi sebagai berikut :
Keterangan :
P = Proporsi
∑x = Banyaknya subyek dalam kelompok
∑max = Banyaknya subyek seluruhnya
4.8 Etika Penelitian
36
1. Tanpa nama (Anominity)
Nama dari subjek tidak perlu dicantumkan pada lembar pengumpulan data,
untuk mengetahui keikutsertaan peneliti cukup dengan menuliskan nomor kode
pada masing-masing lembar pengumpulan data.
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikempulkan dari subjek dijamin
kerahasiaan oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan
atau dilaporkan pada hasil riset.
37
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dimana pengumpulan
data dilaksanakan pada bulan juli 2008 di RSUD Dr. R Koesma Tuban sebanyak
75 responden. Hasil Penelitian ini meliputi data umum dan hasil penelitian.
5. 1 Data Umum
5.1.1 Kejadian Kistoma ovarii
Tabel 5. 1 Distribusi kejadian kistoma ovarii di RSUD Dr. Koesma Tuban Tahun 2007
No Kejadian Kistoma ovarii frekuensi % 1 Kistoma ovarii 2 Tidak kistoma ovarii
75104
41, 8958, 11
Total 179 100Sumber : Data sekunder register Pasien di RM Tahun 2007
Berdasarkan tabel 5. 1 dijelaskan bahwa dari 179 sebanyak 75 orang (41,
89%) sebagai kelompok terpapar kistoma ovarii.
5.1.2 Data Usia
Tabel 5. 2 Distribusi usia Penderita Kistoma Ovarii di RSUD Dr. Koesma Tuban Tahun 2007.
No Usia Frekuensi Prosentase (%)12345
15 – 25 tahun26 – 35 tahun36 – 45 tahun46 – 55 tahun>55 tahun
12819342
16, 00%10, 67%25, 33%45, 33%2, 66%
JUMLAH 75 100, 00Sumber : Data sekunder register Pasien di RM Tahun 2007
38
Berdasarkan tabel 5. 2 dapat diketahui bahwa mayoritas karakteristik usia
penderita kistoma ovarii adalah 46 – 55 tahun sebanyak 34 orang (45, 33
%).
5. 1. 3 Data Paritas
Tabel 5. 3 Distribusi Paritas Penderita Kistoma Ovarii di RSUD Dr. Koesma Tuban Tahun 2007
No Paritas Frekuensi Prosentase (%)123
01-4>4
40341
53, 33 %45, 33 %1, 33 %
JUMLAH 75 100, 00Sumber : Data sekunder register Pasien di RM Tahun 2007
Berdasarkan tabel 5. 3 dapat memberikan gambaran bahwa mayoritas
Paritas Penderita Kistoma Ovarii adalah 0 (tidak mempunyai anak)
sebanyak 40 orang (53, 33%).
5. 1. 4 Data Pendidikan
Tabel 5. 4 Distribusi Pendidikan Penderita Kistoma Ovarii di RSUD Dr. Koesma Tuban Tahun 2007
No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)1
2
3
Pendidikan Dasar(SD, SMP)Pendidkan Menengah(SMA)Pendidikan Tinggi(Akademik, Sarjana)
59
15
1
78, 66%
20, 00%
1, 33%
JUMLAH 75 100, 00Sumber : Data sekunder register Pasien di RM Tahun 2007
Berdasarkan tabel 5. 4 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat
pendidikan mayoritas pendidikan penderita kistoma ovarii adalah
pendidikan dasar sebanyak 59 orang (78, 66%).
39
5. 1. 5 Data Pekerjaan
Tabel 5. 5 Distribusi Pekerjaan Penderita Kistoma Ovarii di RSUD Dr. Koesma Tuban Tahun 2007
No Pekerjaan Frekwensi Prosentase (%)1
2
Bekerja(PNS, swasta, Wiraswasta, Tani)Tidak bekerja (IRT)
38
37
50, 66%
49, 33%
JUMLAH 75 100, 00Sumber : Data sekunder register Pasien di RM Tahun 2007
Berdasarkan tabel 5. 5 dapat memberikan gambaran bahwa mayoritas
penderita kistoma ovarii adalah bekerja dengan jumlah 38 orang (50,
66%).
40
BAB 6
PEMBAHASAN
berdasarkan hasil penelitian, maka sesuai dengan tujuan penelitian yang
telah ditetapkan pada bab ini akan dibahas :
6.1 Identifikasi Kejadian Kistoma ovarii di RSUD Dr. R Koesma Tuban.
Berdasarkan tabel 5. 1 dijelaskan bahwa dari 179 responden sebanyak 75
orang responden (41, 89%) sebagai kelompok terpapar kistoma ovarii di RSUD
Dr. R Koesma Tuban.
Kista Ovarium adalah suatu kantung yang berisi cairan atau materi
semisolid yang tumbuh pada atau sekitar ovarium. Terdapat berbagai macam
tumor yang dapat timbul pada ovarium. Ada yang neoplastik dan nonneoplastik.
Beberapa di antara tumor neoplastik bersifat jinak (noncancerous) dan tidak
pernah menyebar di luar ovarium. Tipe lainnya adalah maligna atau ganas
(cancerous) dan dapat menyebar ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Akibat pertumbuhan kistoma ovarii ini biasanya terdapat tumor di dalam
perut bagian bawah yang bisa menyebabkan bejolan perut yang dapat menekan
terhadap alat-alat disekitarnya dan disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya
dalam perut.
Sebagian ahli berpendapat Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal
disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal
yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi
41
30
oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin
yang berlebih. Makanya, sangat jarang ditemukan pada anak-anak usia pubertas,
bahkan nyaris tidak pernah. Anak usia ini, kan, belum ada rangsangan
estrogennya. ( Sugi, 2002).
"Sekarang, semua penyakit memang diarahkan ke faktor genetik sebagai
penyebab. Kanker payudara misalnya, sudah diketahui gen-nya. Kalau si ibu
kena kanker payudara, anaknya harus siap-siap. Tapi mioma, kista, dan
endometriosis ini belum, " terang Sugi dalam salah satu artikelnya. (Sugi, 2002).
Di RSUD dr R. KOESMA kabupaten Tuban pada akhir tahun 2006 terdapat
59 kasus Kistoma ovarii. Frekuensi pada tahun 2007 naik sebesar 11, 9% menjadi
75 kasus kistoma ovarii. Dari data – data di atas dapat diketahui bahwa kejadian
kistoma ovarii di RSUD Dr. R Koesma Tuban Tahun 2007 yaitu 75 kasus
sedangkan yang tidak terpapar kistoma ovarii 104 kasus.
Dalam hal keluhan kistoma ovari ini jika sudah sangat mengganggu dan
nyeri, biasanya ilmu kedokteran akan memberikan obat hormon untuk
menghentikan haid, dan pada tahap selanjutnya pengangkatan indung telur, atau
rahim akan menjadi saran yg diberikan pada penderita kistoma ovari.
Bagi tenaga kesehatan hendaknya lebih sering memberikan penyuluhan
kepada masyarakat tentang apa dan bagaimana kistoma ovarii itu serta cara
menangani agar tidak berubah ketingkatan lanjut atau terlambat menangani.
6. 2 Identifikasi Usia Pada Penderita Kistoma ovarii di RSUD Dr. R.
Koesma
Tuban
42
Berdasarkan tabel 5. 1 dapat diketahui bahwa mayoritas karakteristik usia
responden adalah 46 – 55 tahun sebanyak 34 orang responden (45, 33 %).
Usia adalah waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan). Usia sangat
mempengaruhi dalam menentukan tingkat kedewasaan seseorang dan
kebijakan dalam mengambil keputusan (Depdikbud, 1999 : 989). Semakin
cukup usia kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang berfikir
dan bekerja.
Kista Neoplasia merupakan kira-kira 60% dari seluruh ovarium, sedang
kistadenoma ovari musinosum 40% dari seluruh kelompok neoplasma
ovarium. Di Indonesia Hariadi (1970) menemukan frekuensi sebesar 27% ;
sedangkan Gunawan (1977) menemukan 29, 9% ; Sapardan (1970) 37, 2% ;
dan Djaswadi 15, 1%. Tumor paling sering terdapat pada wanita berusia
antara 20 – 50 tahun, dan jarang sekali pada masa prapubertas. Kira-kira 60
% terdapat pada usia peri-menopausal, 30 % dalam masa reproduksi dan 10
% pada usia yang jauh lebih muda. (Prawirohardjo, 1999 : 400).
Klimakterium dimulai dari akhir fase rproduksi sampai awal fase senium.
Periode ini berlangsung beberapa tahun antara usia 40 sampai 65 tahun.
Masa klimakterium meliputi masa pramenopause, menopause,
pascamenopause, dan ooforepause. Pada umumnya menopause terjadi antara
45 – 50 tahun.
Perimenopause merupakan fase peralihan antara pramenopause dan
pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur.
Pada kebanyakan wanita siklus haidnya > 38 hari, dan sisanya < 18 hari.
Meskipun terjadi ovulasi, kadar progesteron tetap rendah. Kadar FSH, LH,
43
dan estrogen sangat bervariasi. Pada umumnya wanita telah mengalami
berbagai jenis keluhan klimakterik. Bila pada usia perimenopause ditemukan
kadar FSH dan estradiol yang bervariasi (tinggi atau rendah), maka setelah
memasuki usia menopause akan selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi
(>40 mlU/ml).
Sebagian ahli berpendapat Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi
normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular
dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut
dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista
fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau
sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Makanya, sangat jarang
ditemukan pada anak-anak usia pubertas, bahkan nyaris tidak pernah. Anak
usia ini, kan, belum ada rangsangan estrogennya. ( Sugi, 2002).
Kanker ovarium sulit terdeteksi, hanya sekitar 10 % dari kanker ovarium
yang terdeteksi pada stadium awal, keluhan biasanya nyeri daerah abdomen
disertai keluhan–keluhan: Pembesaran abdomen akibat penumpukan cairan
dalam rongga abdomen (ascites), Gangguan sistem gastrointestinal;
konstipasi, mual, rasa penuh, Menstruasi tidak teratur, Keluarnya cairan
abnormal pervaginam (vaginal discharge), Nyeri saat berhubungan seksual.
Dari pernyataan di atas ada kesesuaian antara teori dengan hasil penelitian
yang dilakukan di RSUD Dr. R. Koesma Tuban tentang usia, dimana
penderita kistoma ovarii mayoritas berusia 46 – 55 termasuk dalam masa
klimakterium atau perimenopause dan diharapkan melakukan pemeriksaan
44
penunjang untuk menegakan diagnosis. Semakin dini tumor ovarium
ditemukan dan mendapat pengobatan harapan hidup akan semakin baik.
Faktor biologis yang menyebabkan kistoma ovarii tetap belum diketahui.
Beberapa faktor (hormonal, kesehatan lingkungan, dan variabel genetik)
diduga juga mempengaruhinya, walaupun sebenarnya setiap wanita
mempunyai resiko untuk terkena penyakit ini.
Diharapkan bagi wanita berusia 20 – 50 tahun hendaknya rutin
memeriksakan diri jika wanita tersebut menderita kistoma ovarii agar dapat
diberikan penanganan cepat dan tepat.
6. 3 Identifikasi Paritas Pada Penderita Kistoma ovarii di RSUD Dr. R.
Koesma Tuban
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5. 2 dapat memberikan gambaran
bahwa mayoritas Paritas Penderita Kistoma Ovarii adalah 0 (tidak
mempunyai anak) sebanyak 40 responden (53, 33%).
Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang
dimiliki (Ahmad, 1996 : 256). Paritas adalah riwayat kehamilan dan buah
kehamilan yang dilahirkan hidup (Manuaba, 1999 : 9). Kistoma ovarii lebih
sering ditemukan pada wanita nulipara. Terbanyak pada penderita nullipara
sebanyak 16 kasus (43, 24%). pada penderita dengan paritas 1 (primipara)
sebanyak 6 kasus (16, 22%) dan pada penderita dengan paritas 2-5
(multipara) sebanyak 5 kasus (13, 52%) (Silvia Wilson, 2008).
Menurut Winkjosastro (1999) kista lebih sering didapati pada wanita
nulipara atau yang kurang subur : pendapat senada juga di ungkapkan oleh
45
Ridwan Amiruddin (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar penderita
kista adalah wanita nulipara dan atau wanita yang kesuburannya rendah.
Menurut penelitian beberapa ahli bahwa salah satu dugaan penyebab kista
adalah faktor hormonal yaitu rangsangan estrogen yang salah satu fungsinya
adalah untuk mengatur haid pada wanita (Sastrawinata, 1983). Jika estrogen
terganggu fungsinya maka siklus haid pada wanita juga terganggu dan
terdapat kemungkinan kesuburan juga terganggu sehingga dapat
memepengaruhi jumlah paritas yang dimiliki oleh seorang wanita yang
menderita kista.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti di RSUD
Dr. Koesma Tuban. Didapati pula bahwa sebagian besar penderita kista
adalah wanita dengan paritas ≤ 1 maka dari sini di dapat Sejarah Menstruasi
/sejarah kehamilan/kesuburan banyak ahli percaya bahwa ada hubungan
antara usia siklus menstruasi wanita dengan kanker ovarium. Bahwa resiko
kanker ovarium meningkat pada wanita yang mengalami menstruasi sebelum
usia 12 tahun dan atau wanita yang mengalami menopause setelah usia 50
tahun. Nullipariti (tidak dapat melahirkan anak yang dapat hidup) juga
merupakan resiko berkembangnya kanker ovarium, juga pada mereka yang
baru memiliki anak pada usia setelah 30 tahun. Dengan kata lain wanita yang
tidak pernah melahirkan memiliki resiko kanker ovarium lebih tinggi
dibanding yang pernah. Kehamilan yang berulang dapat memicu adanya efek
protektif. Sama halnya dengan wanita yang mengkonsumsi atau pernah
mengkonsumsi pil KB akan mengurangi resiko kanker ovarium sekitar 40%-
50%. Sehingga timbul pemikiran bahwa efek protektif pada kehamilan,
46
penggunaan pil KB, dan pemberian asi dapat menekan ovulasi, dan dengan
makin sedikitnya siklus ovulasi maka yang dialami wanita, maka akan
memperkecil pula resiko terhadap kanker ovarium.
Pada penelitian lebih lanjut hendaknya dilakukan penelitian pada faktor
Lain misalnya faktor hormonal terhadap kejadian kistoma ovarii.
6. 4 Identifikasi Pendidikan Pada Penderita Kistoma ovarii di RSUD Dr. R.
Koesma Tuban
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5. 3 dapat memberikan gambaran
bahwa tingkat pendidikan mayoritas pendidikan penderita kistoma ovarii
adalah pendidikan dasar sebanyak 59 orang responden (78, 66%).
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu
(Suwarno, 1992, dikutip oleh Nursalam dan Pariani, 2001). Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya,
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997,
dikutip oleh Nursalam dan Pariani, 2001). Faktor pendidikan
mempengaruhi usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan reproduksi
karena jika tingkat pendidikan wanita rendah maka akan semakin sempit
informasi yang diperoleh wanita tentang kesehatan reproduksinya salah
satunya tentang kistoma ovarii.
47
Menurut Lourense Green (1980 ) menyatakan bahwa perilaku
seseorang atau tentang kesehatan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi dari orang atau masyarakat (Notoatmodjo, 1996).
Sedangkan teori yang kemukakan oleh Notoatmodjo, (2002) bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pula
pengetahuan yang di miliki. Teori ini didukung oleh pendapat
Kuncoroningrat (1997) yang di kuitip Nursalam Pariani (2001 : 133) yaitu
semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang maka semakin tinggi pul;a
tingkat pengetahuan yang di miliki.
Dari pernyataan diatas ada kesesuaian antara teori dengan hasil
penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. R Koesma Tuban tentang
pendidikan, dimana penderita kistoma ovarii yang berpendidikan SD,
SMP sangat sulit untuk menerima informasi kesehatan dalam hal iini
kistoma ovarii bila dibandingkan berpendidikan SMA ataupun perguruan
tinggi.
Maka diharapkan pada wanita – wanita berpendidikan rendah
dianjurkan untuk banyak membaca buku yang berkaitan dengan kistoma
ovarii. Karena mayoritas penderita kistoma ovarii dari kalangan
pendidikan rendah menyebabkan wanita segan untuk memeriksakan diri
maka sebaiknya petugas kesehatan sebaiknya memberikan penyuluhan
tentang kistoma ovarii.
6. 5 Identifikasi Pekerjaan Pada Penderita Kistoma ovarii di RSUD Dr. R.
Koesma Tuban
48
Berdasarkan tabel 5. 4 dapat memberikan gambaran bahwa mayoritas
responden adalah responden yang bekerja dengan jumlah 38 orang (50, 66%).
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan, tugas, kewajiban, hasil bekerja
sebagai mata pencaharian atau suatu kewajiban yang harus dilakukan untuk
menunjang kehidupan keluarga, tetapi lebih banyak diartikan sebagai cara
mencari nafkah. (Depdikbud, 1990).
Karakteristis pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, ststus
sosial ekonomi, resiko cidera atau masalah kesehatan dalam suatu kelompok
populasi. Penyakit, kondisi, atau gangguan tertentu dapat terjadi dalam
suatu pekerjaan. (Timmreck, 2004:306).
Bahwa dengan adanya pekerjaan seseorang akan melakukan banyak waktu
dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan dan dianggap penting dan
cenderung mempunyai banyak waktu untuk tukar pendapat atau pengalaman
antar teman dalam tempat kerja. (Notoatmojdo, 1993).
Dari pernyataan diatas hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. R
Koesma Tuban tentang responden yang bekerja dengan jumlah 38 orang (50,
66%) yang mayoritas wanitanya bekerja sebagai tani atau buruh tani,
pekerjaan menghabiskan banyak waktu dan tenaga.
Dimana seseorang yang bekerja sebagai tani atau buruh tani kebanyakan
berpendidikan rendah atau kurang sehingga penderita kistoma ovarii yang
berpendidikan SD, SMP sangat sulit untuk menerima informasi kesehatan
dalam hal iini kistoma ovarii bila dibandingkan berpendidikan SMA ataupun
perguruan tinggi.
49
Diakui sejak krisis ekonomi (1997) jumlah penduduk miskin Indonesia
meningkat. Dampak kemiskinan di Indonesia memunculkan berbagai
penyakit pada kelompok resiko tinggi serta wanita usia subur, ibu hamil,
ibu menyusui, bayi, balita dan wanita lanjut usia. Kemiskinan yang terjadi
di Indonesia menyebabkan cakupan gizi rendah, pemeliharaan kesehatan
kurang, lingkungan buruk mengakibatkan penduduk mudah terserang
berbagai macam penyakit salah satunya kistoma ovarii (Edwin, 2002).
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan di bahas mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian
yang berjudul “Studi Karakteristik Wanita Penderita Kistoma Ovarii di RSUD Dr.
Koesma Tuban”.
7.1 Kesimpulan
50
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
7.1.1 Jumlah penderita kistoma ovarii di RSUD Dr. Koesma Tuban Tahun 2007
sebanyak 75 orang (41, 89 %).
7.1.2 Mayoritas penderita kistoma ovarii adalah dengan usia 46-55 tahun.
7.1.3 Mayoritas penderita kistoma ovarii memiliki paritas ≤ 1.
7.1.4 Mayoritas pendidikan penderita kistoma ovarii adalah pendidikan dasar
(SD, SMP / sederajat).
7.1.5 Mayoritas pekerjaan penderita kistoma ovarii adalah Ibu yang bekerja.
7.2 Saran
7. 2.1 Diharapkan bagi tenaga kesehatan hendaknya lebih sering memberikan
penyuluhan kepada masyarakat tentang apa dan bagaimana kistoma ovarii
itu serta cara menangani agar tidak berubah ketingkatan lanjut atau
terlambat menangani.
Dalam hal keluhan kistoma ovari ini jika sudah sangat mengganggu dan
nyeri, biasanya ilmu kedokteran akan memberikan obat hormon untuk
menghentikan haid, dan pada tahap selanjutnya pengangkatan indung
telur, atau rahim akan menjadi saran yg diberikan pada penderita kistoma
ovarii.
7. 2.2 Diharapkan bagi wanita berusia 20 – 50 tahun hendaknya rutin
memeriksakan diri jika wanita tersebut menderita kistoma ovarii agar
dapat diberikan penanganan cepat dan tepat.
7. 2.3 Pada penelitian lebih lanjut hendaknya dilakukan penelitian pada faktor
lain misalnya faktor hormonal terhadap kejadian kistoma ovarii.
51
39
7. 2.4 Diharapkan pada wanita – wanita berpendidikan rendah dianjurkan untuk
banyak membaca buku yang berkaitan dengan kistoma ovarii. Karena
mayoritas penderita kistoma ovarii dari kalangan pendidikan rendah
menyebabkan wanita segan untuk memeriksakan diri maka sebaiknya
petugas kesehatan sebaiknya memberikan penyuluhan tentang kistoma
ovarii.
DAFTAR PUSTAKA
Ari . (2008) Karsinoma Ovarium http:// www. medicastore. com (berHONcode) , Jumat 09 Mei 2008.
52
Arikunto, Suharsimi (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Rineka Cipta. Jakarta.
Cunningham, Gary. (2006). Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta
Edwin. (2002). Kemiskinan di Indonesia Munculkan Penyakit. http : //www. gatra. com , Jumat 09 November 2007
Iwan. (2002). Mengenal Kesehatan Reproduksi Wanita. http://www. infosehat. com Jumat 09 November 2007
Machfoed, Ircham. (2005) Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, dan Kebidanan. Fitramaya. Yogyakarta.
Manuaba, Ida bagus Gde. (1999). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta.
Medlinux. (2007) Kista ovarii Artikel Kedokteran. http : //www. Google. com Rabu 12 September 2007
Nursalam Pariani (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Sagungseto: Jakarta
Nursalam. (2003) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo (2005) Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Sugi. (2002) Mengenal kista, Mioma dan Endometriosis. http : //www. nova. com
Sugiyono. (2006). Statitiska Untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung.
Sutri. (2006). Faktor Lingkungan Manusia. http : //www. infosehat . com
Thomas C, Timmreck. (2004). Epidemologi Suatu Pengantar Edisi 2. Jakarta: EGC
Wiknjosastro, Hanifa. (1999). Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Lampiran 2
53
41
LEMBAR PENGUMPULAN DATA
No No RMNama
(Inisial)Usia Paritas Pendidikan Pekerjaan
54
Lampiran
LEMBAR KONSULTASI
KARYA TULIS ILMIAH (KTI)
55
NAMA : EMI DWI YULISTYA RATNA WATI
NIM : 05. 03. 113
JUDUL : STUDY KARAKTERISTIK WANITA PENDERITA
KISTOMA OVARII DI RSUD Dr. R. KOESMA TUBAN.
PEMBIMBING : DWI RUKMA SANTI, SST.
No Tanggal Keterangan TTD Pembimbing
1
2
3
4
5
17 – 05 - 2008
17 – 05 - 2008
25 – 08 – 2008
28 – 08 – 2008
29 – 08 –2008
Perbaikan BAB 1, 2, 3, 4
Perbaikan BAB 1, 2, 3, 4
Konsul BAB 5
Konsul BAB 5, 6
Perbaikan BAB 5, 6 Konsul BAB 7
1.
2.
3.
4.
5
STUDI KARAKTERISTIK WANITA PENDERITA KISTOMA OVARII DI RSUD Dr. R. KOESMA TUBAN
56
Karya Tulis IlmiahDiajukan Dalam Rangka Memenuhi PersyaratanMenyelesaikan Program Diploma III Kebidanan
Oleh :EMI DWI YULISTYA RATNA WATI
Nim : 05. 03. 113
PENDIDIKAN TENAGA KESEHATANAKADEMI KEBIDANAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
JL. DIPONEGORO 17 TUBANTAHUN 2008
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
57
menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Studi Karakteristik wanita penderita
Kistoma Ovarii di RDUD Dr. R. Koesma Tuban”.
Dalam pembuatan karya tulis ini tidak lepas dari kesulitan serta hambatan,
namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak akhirnya
karya tulis ini selesai pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. H. Miftahul Munir, SKM, M. Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan
Nahdlatul Ulama Tuban.
2. Dwi Rukma Santi, SST selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran
dan ketekunan dalam meluangkan waktunya untuk memberikan dorongan,
perhatian, bimbingan, pengarahan serta saran yang terbaik dalam pembuatan
karya tulis ini.
3. Dr. H. Bambang Suhariyanto selaku Direktur RSUD Dr. R Koesma yang
telah member ijin penelitian
4. Seluruh dosen dan staf Akademi Kebidanan Nahdlatul Ulama Tuban
5. Bapak, Ibu, Kakak, Kakak Ipar, Adik, Keponakan dan Kerabatku atas
segala do’a dan dukungan yang sangat berarti dalam menempuh
pendidikan AKBID NU Tuban
6. Semua teman-temanku yang telah membantu dalam terselesaikannya
Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat
penulis harapkan demi perbaikan isinya.
Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini berguna bagi pembaca
umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.
Tuban, Agustus 2008
Penulis,
SURAT PERNYATAAN
58
viii
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Emi Dwi Yulistya Ratna wati
NIM : 05. 03. 113
Tempat, Tgl Lahir : Tuban, 20 juli 1987
Institusi : AKADEMI KEBIDANAN NAHDATUL ULAMA TUBAN
Menyatakan bahwa karya tulis ilmiah (KTI) yang berjudul :
“Studi Karakteristik Wanita Penderita Kistoma Ovarii di RSUD Dr. R. Koesma
Tuban” adalah bukan Karya Tulis Ilmiah orang lain baik sebagian maupun
keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar, kami bersedia mendapatkan sangsi akademis.
Tuban, Agustus 2008
Yang Menyatakan
EMI DWI YULISTYA RATNAWATINIM. 05. 03. 113
Mengetahui Pembimbing
DWI RUKMA SANTI, SSTNIK. 45115013
RINGKASAN
59
v
Kista Ovarium adalah suatu kantung yang berisi cairan atau materi semisolid yang tumbuh pada atau sekitar ovarium. Terdapat berbagai macam tumor yang dapat timbul pada ovarium. Ada yang neoplastik dan nonneoplastik. Beberapa di antara tumor neoplastik bersifat jinak (noncancerous) dan tidak pernah menyebar di luar ovarium. Tipe lainnya adalah maligna atau ganas (cancerous) dan dapat menyebar ke bagian-bagian tubuh lainnya. Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Faktor karakteristik yang mempengaruhi kejadian kistoma ovarii antara lain faktor usia, faktor paritas, faktor pendidikan, faktor pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Karakteristik (Usia, Paritas, Pendidikan dan Pekerjaan) wanita penderita Kistoma Ovarii di RSUD dr. R Koesma Tuban.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif. Populasinya adalah semua kasus kistoma ovarii di RSUD Dr. R Koesma Tuban tahun 2007 yang diperoleh dari mengumpulkan data melalui rekam medic. Tehnik sampling yang digunakan adalah Total sampling.
Hasil penelitian didapatkan jumlah penderita kistoma ovarii di RSUD Dr. Koesma Tuban Tahun 2007 sebanyak 75 orang (41, 89 %). Mayoritas penderita kistoma ovarii adalah dengan usia 46-55 tahun Mayoritas penderita kistoma ovarii memiliki paritas ≤ 1. Mayoritas pendidikan penderita kistoma ovarii adalah pendidikan dasar (SD, SMP / sederajat). Mayoritas pekerjaan penderita kistoma ovarii adalah Ibu yang bekerja
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor karakteristik wanita penderitta kistoma ovarii mayoritas usia 46-55 tahun, mayoritas penderita kistoma ovarii memiliki paritas ≤ 1, mayoritas pendidikan penderita kistoma ovarii adalah pendidikan dasar (SD, SMP / sederajat), mayoritas pekerjaan penderita kistoma ovarii adalah Ibu yang bekerja
Diharapkan bagi tenaga kesehatan hendaknya lebih sering memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang apa dan bagaimana kistoma ovarii itu serta cara menangani agar tidak berubah ketingkatan lanjut atau terlambat menangani serta diharapkan bagi wanita berusia 20 – 50 tahun hendaknya rutin memeriksakan diri jika wanita tersebut menderita kistoma ovarii agar dapat diberikan penanganan cepat dan tepat.
HALAMAN PERSETUJUAN
60
Karya Tulis : EMI DWI YULISTYA RATNAWATI
judul : “Studi Karakteristik wanita penderita Kistoma Ovarii di RSUD
Dr. R. Koesma Tuban”
Telah disetujui untuk diajukan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah pada
tanggal : Agustus 2008.
Oleh :
Pembimbing
DWI RUKMA SANTI, SSTNIM. 45115013
Mengetahui,
Direktur Akademi Kebidanan Nahdhatul Ulama Tuban
H. MIFTAHUL MUNIR, SKM, M. KesNIK. 140 334 122
MOTTO
61
“A bird in the hand is worth in the
bush”
Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan
mohonlah ampun untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhan-Mu pada
waktu petang dan pagi (Q. S. Al-Mu’min : 55).
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri,
jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri” (Q. S. Al-
Isra’:7).
Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dan (kenikmatan)
duniawi”. (Q. S. Al-Qososh : 77)
Allah adalah cahaya langit dan bumi, Perumpamaan cahaya-Nya adalah
ibarat misykat, dalam misykat itu ada pelita, Pelita itu dalam kaca, Kaca itu
laksana bintang berkilau, dinyalakan dengan pohon yang diberkati, pohon zaitun
yang bukan di timur atau barat, yang minyaknya hampir menyala dengan
sendirinya, walau tiada api menyentuhnya, Cahaya di atas cahaya, Allah
menuntun kepada cahaya-Nya, siapa saja yang Ia kehendaki”.
(Q. S An Nur 25 - 35).
62
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya Tulis ini kupersembahkan :
Ucapan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
meridhoi atas semuanya
Yang terhormat abah dan ibu ku tercinta terima kasih
atas do’a dan dukungannya,kalian adalah
semangatku.
Kakak-Kakak ku tercinta, adik ku,kakak ipar,
Keponakan ku,
Ibu Tien Hariatien,SST.M.Pd. dan Bpk.Ahmad
Maftukhin,SST.MPd yang tidak lelah membimbing
dan mengarahkan hingga saya bisa menyelesikan
tugas akhir ini.
Almamater ku AKES RAJEKWESI BOJONEGORO yang
menghantarkanku menjadi ahli madya kebidanan.
Teman-teman Angkatan 3 yang senyumnya mampu
menghidupkan semangatku.
63
viiDAFTAR RIWAYAT HIDUP
Biodata
Nama : EMI DWI YULISTYA RATNAWATI
Tempat, tanggal lahir : Tuban, 20 juli 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Pahlawan Gg. Guo Rejo II no. 785 Tuban
Pendidikan
1. SDN SIDOREJO 1 Tuban lulus tahun 2000
2. SLTP Negeri 6 Tuban lulus tahun 2003
3. SMA PGRI 1 Tuban lulus tahun 2005
4. Akademi Kebidanan Nahdlatul Ulama Tuban
64
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN.........................................................................i
HALAMAN SAMPUL DALAM.......................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................iv
SURAT PERNYATAAN...................................................................................v
HALAMAN MOTTO. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ......vi
PERSEMBAHAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . vii
KATA PENGANTAR.......................................................................................viii
RINGKASAN....................................................................................................ix
DAFTAR ISI.......................................................................................................x
DAFTAR TABEL..............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH ......................xv
BAB 1 PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang.....................................................................................11.2 Rumusan Masalah................................................................................41.3 Tujuan Penelitian.................................................................................41.4 Manfaat Penelitian...............................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 6
65
2.1 Konsep Dasar Karakteristik................................................... 62.1. 1 Definisi Karakteristik................................................. 62.1. 1. 1 Faktor umur.............................................................. 62.1. 1.2 Faktor Paritas............................................................ 72.1. 1. 3 Faktor Pendidikan.................................................... 72.1. 1. 4 Faktor Sosial Ekonomi (Pekerjaan)......................... 82.1.2 Faktor Hormonal........................................................... 8
2.2 Konsep Dasar Kistoma Ovarii............................................... 92.2.1 Definisi Kistoma ovarii ............................................. 92.2.2 Klasifikasi.................................................................. 92.2.3 Patofisiologi............................................................... 112.2.4 Gejala dan Tanda..........................................................122.2.5 Diagnosa.......................................................................132.2.6 Pemeriksaan Penunjang................................................142.2.7 Penanganan...................................................................152.2.8 Komplikasi....................................................................162.2.9 Prognosis.......................................................................17
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL............................................................ 183.1 Kerangka Konseptual............................................................. 183.2 Hipotesis................................................................................ 19
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 204.1 Desain Penelitian .................................................................. 204.2 Kerangka Kerja...................................................................... 214.3 Populasi, Sampel dan Sampling............................................ 22
4. 3. 1 Populasi...................................................................... 224.3.2 Sampel........................................................................ 224.3.3 Sampling.................................................................... 22
4.4 Identifikasi Variabel dan Definisi operasional ..................... 244.5 Instrumen penelitian............................................................... 254.6 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 254.7 Prosedur dan Pengumpulan Data........................................... 254.8 Analisis Data.......................................................................... 264.9 Etika Penelitan....................................................................... 264.10 Keterbatasan........................................................................... 26
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5. 1 Hasil Penelitian ................................................................................27
BAB 6 PEMBAHASAN 6. 1 Identifikasi kejadiaan Kistoma Ovarii di RSUD Dr. R Koesma Tuban..................................................................................................306. 2 Identifikasi Usia Pada Penderita Kistoma Ovarii di RSUD Dr. R Koesma Tuban ........................................................................316. 3 Identifikasi Paritas Pada Penderita Kistoma Ovarii di RSUD Dr. R Koesma Tuban......................................................................... 346. 4 Identifikasi Pendidikan Pada Penderita Kistoma Ovarii di RSUD
66
x
Dr. R Koesma Tuban.........................................................................356. 5 Identifikasi Pekerjaan Pada Penderita Kistoma Ovarii di RSUD Dr. R Koesma Tuban.........................................................................37
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7. 1 Kesimpulan .......................................................................................397. 2 Saran..................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................41LAMPIRAN
Daftar arti lambang, Singkatan dan istilah
Daftar arti lambang
% = Persen
/ = Per
- = Sampai
< = Kurang
> = Lebih
= = Sama Dengan
( = Buka Kurung
) = Tutup Kurung
= Jumlah
Daftar Singkatan
FSH = Follicle Stimulating Hormone
67
xi
HCG = Human Chorionic Gonadotropin
LH = Luteinizing Hormone
RM = Rekam Medik
RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah
68
xvi
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diuji dan disetujui Tim Penguji pada Ujian Sidang di Program Dploma III Kebidanan Akademi Kebidanan Nahdlatul Ulama Tuban
Tanggal : 15 September 2008
TIM PENGUJI
Penguji Tanda Tangan
Ketua : Eva Silviana R, SST NIK. 45115005
Anggota : 1. Miftahul Munir SKM, MKes NIK. 140 334 122
2. Supartini, SKM NIK. 45115001
MengetahuiProgram Diploma III Kebidanan
Akademi Kebidanan Nahdlatul Ulama Tuban
Direktur
MIFTAHUL MUNIR, SKM, M Kes
69
NIP. 140 334 122
70