proposal experimen

57
PROPOSAL PENELITIAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN HEURISTIK VEE TERHADAP HASIL BELAJAR SAINS SISWA KELAS III SD SE-GUGUS 3 KECAMATAN MENDOYO, KABUPATEN JEMBRANA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 OLEH : I GEDE EKA RAI BAWA (0911021053) Dosen Pengampu Mata Kuliah: Prof. Dr. Anak Agung Gede Agung, M.Pd. Dr. I Made Tegeh, S.Pd, M.Pd. JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Upload: deco-luph-myabi

Post on 25-Jul-2015

601 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Experimen

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN HEURISTIK VEE

TERHADAP HASIL BELAJAR SAINS SISWA KELAS III SD

SE-GUGUS 3 KECAMATAN MENDOYO, KABUPATEN

JEMBRANA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

OLEH :

I GEDE EKA RAI BAWA (0911021053)

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Prof. Dr. Anak Agung Gede Agung, M.Pd.

Dr. I Made Tegeh, S.Pd, M.Pd.

JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2012

Page 2: Proposal Experimen

A. Judul : Pengaruh Model Pembelajaran Heuristik Vee terhadap Hasil Belajar

Sains Siswa Kelas III SD Se-Gugus 3 Kecamatan Mendoyo, Kabupaten

Jembrana Tahun Pelajaran 2012/2013

B. Latar belakang

Mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta dalam rangka

meningkatkan pembangunan bangsa, diperlukan sumber daya manusia yang

berkualitas. Salah satu faktor yang dapat ditingkatkan untuk mencapai tujuan

bangsa tersebut adalah faktor di bidang pendidikan. Pendidikan adalah usaha

sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,

dan pelatihan bagi peranannya di masa depan. Dalam hal ini pendidikan sangat

menentukan tercapainya sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan dapat

membangun bangsa ke depan.

Salah satu kebijakan pendidikan yang dituangkan dalam Propenas 1999-

2004 adalah peningkatan mutu pendidikan nasional. Pemerintah dan berbagai

instansi pemerintah, telah melakukan renovasi dan reformasi sistem pendidikan

untuk meningkatkan mutu kelulusan. Pembaharuan dalam bidang pendidikan,

seperti: (1) perubahan dan penyempurnaan kurikulum secara berkesinambungan,

(2) program pelatihan dan penataran guru-guru (SD, SLTP, dan SMU), (3)

kerjasama LPTK dengan lembaga pendidikan formal melalui program ASD, (4)

program musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), (5) proyek peningkatan

kualitas guru melalui program penyetaraan, (6) Bantuan pemerintah berupa Dana

BOS untuk memenuhi fasilitas sekolah.

Selain itu program yang sudah dikembangkan oleh pemerintah sebagai

upaya untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia adalah mengadakan program

sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik

kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk

(1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik

profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan

kesejahteraan guru, dan (4) meningkatkan martabat guru dalam rangka

mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu (Dikti, 2009).

Page 3: Proposal Experimen

Sertifikasi guru diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru. Bentuk

peningkatan kesejahteraan tersebut berupa pemberian tunjangan profesi bagi guru

yang memiliki sertifikat pendidik. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru

yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus bukan

pegawai negeri sipil (Dikti, 2009).

Dasar hukum pelaksanaan sertifikasi guru berdasarkan Dikti (2009)

adalah: a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional; b) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; c)

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan; d) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005

tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik; e) Peraturan Pemerintah

No. 74 Tahun 2008 tentang Guru; f) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan yang sedang

dalam proses perubahan Kepmendiknas yang baru; g) Peraturan Mendiknas

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur

Pendidikan; h) Keputusan Mendiknas Nomor 056/O/2007 tentang Pembentukan

Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG); i) Keputusan Mendiknas Nomor 057/O/2007

tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam

Jabatan yang sedang dalam proses perubahan Kepmendiknas yang baru.

Sertifikasi guru bertujuan untuk membentuk guru yang profesional, dengan guru

yang profesional pemerintah mengharapkan mutu pendidikan di Indonesia dapat

meningkat.

Dilihat dari segi perencanaan, pemerintah berupaya untuk meningkatkan

mutu pendidikan dengan cara melakukan pembaharuan kurikulum. Sampai saat

ini terdapat beberapa perubahan kuriukulum dari kurikulum 1994 menjadi

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004 yang kembali

mengalami revisi menjadi kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP). Kuriukulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan paradigma

baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pemberlakuan KTSP diharapkan

mampu membawa perbaikan di dunia pendidikan dimana salah satu cerminan

kualitas pendidikan di sekolah adalah hasil belajar peseta didik. KTSP

Page 4: Proposal Experimen

mengharapkan agar peserta didik belajar secara aktif dan mewajibkan guru dalam

melaksanakan pembelajaran menyesuaikan dengan kondisi sekolah yang ada.

Namun sampai sekarang masih saja terdapat beberapa permasalahan

formal yang menyebabkan pendidikan di Indonesia menduduki peringkat 65 pada

tahun 2010 dan peringkat 69 pada tahun 2011 dari 127 negara di dunia. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat penurunan pada kualitas pendidikan Indonesia dari

tahun 2010 sampai 2011 bahkan yang lebih menyedihkan lagi peringkat Indonesia

berada di bawah Malaysia yang menduduki peringkat 65 pada tahun 2011

(Napitupulu, 2011).

Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia erat kaitannya dengan masalah

proses pembelajaran yang pada hakekatnya adalah proses komunikasi yaitu proses

penyampaian pesan atau pikiran dari seseorang kepada orang lain yang di

dalamnya terdapat berbagai macam kegiatan. Salah satu kegiatan tersebut di

antaranya adalah penyampaian materi pelajaran. Penyampaian materi pelajaran

adalah kegiatan yang penting dalam proses pembelajaran, karena proses belajar

mengajar menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran yang

berlangsung.

Proses penyampaian materi pelajaran merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Selain itu, faktor terpenting yang

harus diperhatikan untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik adalah

pendidik itu sendiri. Guru merupakan salah satu profesi yang berlandaskan

intelektual. Dalam melakukan profesi tersebut dituntut adanya kemampuan yang

mantap dan digunakannya pertimbangan yang rasional. Agar dapat melakukan

profesi tersebut, guru harus mendapatkan pendidikan terstruktur yang

mempelajari teknik dan prosedur ilmiah sebagai spesialisasi dari jabatan

intelektual tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang meyakinkan dan

memperoleh kepercayaan dari pihak yang memerlukannya. Sebagai sebuah

profesi, guru dibebani beberapa tugas yang harus dilaksanakan dengan melandasi

atas panggilan hati nurani, ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang

bertumpu pada pengabdian dan sikap kepribadian yang mulia.

Seorang guru memiliki fungsi utama untuk membelajarkan, mendidik,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Page 5: Proposal Experimen

Dalam menjalankan tugasnya, guru secara langsung berhubungan dengan

kepentingan dan kebutuhan peserta didik untuk tumbuh dan berkembang ke arah

kedewasaan dan kemandirian melalui proses pembelajaran. Melalui interaksi

edukatif antara guru dengan peserta didik akan dapat mengembangkan proses

kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga dihasilkan suatu hasil belajar yang

berguna untuk masa depan anak didik, masyarakat, dan bangsa. Selain itu, guru

juga dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) dengan dukungan fasilitas yang ada.

Cara pembelajaran guru juga sangat menentukan kualitas dari output yang

dihasilkan. Kebiasaan umum pendidik dalam cara mengajar hanyalah ceramah.

Pada cara pembelajaran ceramah, guru hanya mengaktifkan ingatan jangka

pendek “short term memory” peserta didik dan tidak memotivasi peserta didik

untuk aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta didik tidak memahami lebih

mendalam apa yang telah diajarkan. Sedangkan pada cara mengajar dengan

diskusi, hanya menekankan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran. Cara ini

terkadang mampu merespon memori peserta didik dalam jangka waktu panjang

tetapi kebanyakan cara mengajar diskusi hanya sebagai variasi mengajar agar

kelas menjadi lebih hidup. Kedua cara tersebut belum efektif dalam meningkatkan

kualitas peserta didik untuk memahami materi yang telah diajarkan oleh guru.

Cara mengajar guru tersebut digunakan pada SD di Gugus 3 Kecamatan

Mendoyo, Kabupaten Jembrana berdasarkan obsevasi dan wawancara yang telah

peneliti lakukan dengan guru mata pelajaran yang memegang mata pelajaran

Sains. Hal ini menyebabkan dampak negatif pada hasil belajar mereka.

Rendahnya hasil belajar Sains, dapat dilihat dari banyaknya peserta didik yang

harus mengikuti remidi setelah diberikanya tes oleh guru.

Rendahnya nilai rata-rata ulangan harian yang diperoleh peserta didik yang

berada di SD Se-gugus 3 disebabkan oleh cara mengajar guru yang cenderung

menggunakan metode konvensional mengakibatkan peserta didik tidak bisa

bereksplorasi dalam artian tidak bisa menggali pengetahuan sendiri berdasarkan

petunjuk-petunjuk dari guru. Hal tersebut berdampak pada pengetahuan yang

dimiliki peserta didik tidak bersifat “long term memory” sehingga tidak jarang

Page 6: Proposal Experimen

ada peserta didik yang sudah melupakan pembelajaran dengan begitu cepat karena

konsep yang dimiliki hanya bersifat hafalan, bukan pemahaman.

Para ahli pendidikan telah banyak mengemukakan dan mengenalkan

model-model pembelajaran yang inovatif yang bertujuan untuk

mengefektifitaskan proses belajar mengajar. Sarya (dalam Wibawa, 2010:1481)

berpendapat setiap proses belajar mengajar menuntut upaya penyampaian suatu

tujuan tertentu. Arends (dalam Wibawa, 2010:1481) juga berpendapat setiap

tujuan menuntut pula suatu model bimbingan untuk terciptanya suatu model

bimbingan untuk terciptanya situasi belajar tertentu. Pada proses belajar mengajar,

tidak ada suatu model yang paling baik. Dari hal tersebut, guru perlu menguasai

dan dapat menerapkapkan berbagai model pembelajaran agar dapat mencapai

tujuan pembelajaran yang beranekaragam. Bermodalkan kemampuan

melaksanakan berbagai model pembelajaran, guru dapat memilih model yang

sesuai dengan lingkungan belajar serta kelompok peserta didik tertentu. Memilih

suatu model pembelajaran, guru harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang

hendak dicapai, dan tidak sesuai materi harus diajarkan dengan model yang sama.

Berdasarkan pandangan dan indentifikasi masalah yang telah diuraikan di

atas, maka perlu dilakukan upaya perancangan pembelajaran dengan

menggunakan berbagai model pembelajaran untuk dapat meningkatkan hasil

belajar Sains. Untuk maksud tersebut akan dirancang model pembelajaran

Heuristik Vee terhadap hasil belajar Sains.

Model Heuristik Vee merupakan salah satu model yang dikembangkan

oleh Gowin sejak tahun 1977 sebagai suatu pendekatan untuk membantu peserta

didik dalam memahami struktur pengetahuan dan proses berbagai pengetahuan

dikonstruksikan (Suastra, 2009).

Beberapa kelebihan model Heuristik Vee yaitu (1) Konstruksi Heuristik

Vee dapat membantu peserta didik dalam menangkap makna pada praktek-praktek

laboratorium yang sebelumnya telah diterapkan fokus-fokus pertanyaan yang

menuntut peserta didik berpikir reflektif. (2) Model Heuristik Vee membantu

peserta didik menemukan konsep antara apa yang mereka miliki atau ketahui

dengan pengetahuan baru yang berusaha dikonstruksi atau dipahami. (3) Model

Heuristik Vee juga memiliki nilai psikologis sebab pendekatan Heuristik Vee

Page 7: Proposal Experimen

tidak hanya mendorong belajar secara bermakna, tetapi juga membantu peseta

didik memahami proses penemuan pengetahuan.

Berdasarkan uraian di atas, maka untuk meningkatkan hasil belajar

peserta didik kelas III, maka dikembangkan pembelajaran dengan Model

Heuristik Vee. Peneliti menuangkan ide ini ke dalam penelitian yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Heuristik Vee terhadap Hasil Belajar IPA Siswa

Kelas III Se-Gugus 3, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana Tahun

Pelajaran 2012/2013”. Dengan adanya penelitian tersebut, diharapkan hasil

belajar peserta didik meningkat sehingga pada nantinya peserta didik memiliki

pengetahuan lebih dan sikap ilmiah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan

yang lebih tinggi sehingga mutu pendidikan bisa menjadi lebih baik.

C. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang di atas terdapat beberapa permasalahan yang dapat

diidentifikasi, antara lain Rendahnya hasil belajar peserta didik kelas III pada

pelajaran Sains, rendahnya aktivitas ilmiah peserta didik pada pelajaran Sains,

kurang bervariasinya model pembelajaran yang digunakan oleh guru pada saat

proses belajar mengajar sehingga rendahnya hasil belajar mata pelajaran Sains,

sistem pembelajaran berpola satu arah (teacher centered), rendahnya motivasi

yang dimiliki oleh peserta didik untuk belajar, kurang aktifnya peserta didik

dalam proses belajar mengajar baik dalam menjawab pertanyaan maupun

mengajukan pertanyaan.

D. Pembatasan Masalah

Sebagaimana yang telah diuraikan pada identifikasi masalah diatas maka

tampak jelas permasalahan perilaku belajar peserta didik sangatlah kompleks

sehingga perlu dilakukkan penelitian yang komperhensif serta mendalam. Akan

tetapi menyadari keterbatasan peneliti, baik keterbatasan waktu, tenaga, maupun

biaya maka subjek penelitian ini hanya dibatasi pada hasil belajar peserta didik

dalam mata pelajaran Sains

E. Rumusan masalah

Page 8: Proposal Experimen

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “Apakah ada

perbedaan hasil belajar sains yang signifikan atara kelompok siswa yang

dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Heuristik Vee dengan

kelompok yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional pada siswa kelas III di SD Se-gugus 3 Kecamatan Mendoyo,

Kabupaten Jembrana Tahun Pelajaran 2012/2013?”

F. Tujuan Penelitian

Secara operasional tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaaan hasil belajar sains yang signifikan atara kelompok siswa

yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Heuristik Vee

dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

konvensional pada siswa kelas III di SD Se-gugus 3 Kecamatan Mendoyo,

Kabupaten Jembrana Tahun Pelajaran 2012/2013.

G. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritik

maupun dari segi praktis. Dari segi teoritik, hasil penelitian ini dapat memberikan

sumbangan dalam bidang pendidikan terutama dalam memperbaiki kualitas

pembelajaran sains di SD dan dapat melatih kemampuan keterampilan kerja

ilmiah peserta didik. Dari segi praktis, manfaat yang diperoleh adalah sebagai

berikut.

1. Bagi guru, penerapan model heuristik Vee diharapkan dapat menjadi alternatif

model pembelajaran untuk menciptakan situasi kondusif dalam proses

pembeajaran sehingga mutu pendidikan sains meningkat.

2. Bagi peserta didik, penelitian ini bermanfaat untuk melatih peserta didik agar

lebih aktif dalam proses bejar mengajar.

3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh pengalaman

langsung tentang melakukan penelitian eksperimen dan dapat digunakan

sebagai acuan untuk mengajar ketika telah lulus dari perguruan tinggi.

Page 9: Proposal Experimen

H. Kajian Pustaka

1.1 Pembelajaran Sains

Sains merupakan bagian kehidupan manusia dari sejak manusia itu

mengenal diri dan alam sekitarnya (Suastra, 2009:1). Secara sederhana dapat

dikatakan bahwa sains merupakan pengalaman individu manusia yang oleh

masing-masing individu itu dirasakan atau dimaknai berbeda atau sama. Sains

berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan

suatu proses penemuan. Pendidikan sains diharapkan dapat menjadi wahana

bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi

dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk

inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Permendiknas No.22

Tahun 2006).

Sains diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan sains perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan

pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat)

yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu

karya melalui penerapan konsep sains dan kompetensi bekerja ilmiah secara

bijaksana. Suastra (2009) juga berpendapat tujuan dari pembelajaran sains di

SD yaitu: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha

Esa berdasarkan keberadaan keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2)

mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3)

mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi, dan

Page 10: Proposal Experimen

masyarakat, (4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) meningkatkan

kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan

lingkungan alam, (6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan

segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaa Tuhan, (7) memperoleh bekal

pengetahuan, konsep dan keterampilan sains sebagai dasar untuk melanjutkan

pendidikan ke SMP/MTs.

Pembelajaran sains sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah

(scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan

bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting

kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran sains di SD/MI menekankan

pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan

pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan sains mencakup dua

dimensi yaitu dimensi sains sebagai produk dan sains sebagai proses. Sains

sebagai produk merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa konsep-

konsep, prinsip-prinsip (generalisasi), fakta, teori, dan hukum-hukum. Artinya

substansi sains perlu dikuasai oleh peserta didik melalui pendidikan.

Penguasaan peserta didik terhadap sains mempermudah peserta didik dalam

pemecahan masalah dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK). Sedangkan Sains sebagai proses berisi sekumpulan keterampilan-

keterampilan sains meliputi: mengamati, mengklarifikasi, mengukur/

melakukan pengukuran, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis,

merencanakan percobaan, menginterpretasikan hasil pengamatan dan

berkomunikasi.

1.2 Tujuan Pembelajaran Sains

Mata Pelajaran Sains di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut.

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

Page 11: Proposal Experimen

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan,

teknologi dan masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan sains sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (Permendiknas No.22

Tahun 2006).

1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran Sains di SD

Ruang Lingkup bahan kajian sains untuk SD/MI meliputi aspek-aspek

berikut.

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya (Permendiknas No.22 Tahun 2006).

2. Model Pembelajaran Heuristik Vee

2.1 Pengertian Heuristik Vee

Kata Heuristik Vee Berasal dari bahasa Yunani yaitu heuriskein yang

berarti “saya menemukan”. Pengertian ini menurut Rusman (dalam suryatini,

2010) adalah fakta psikologis yang muncul sebagai kodrat manusia yang

memiliki nafsu menyelidiki dari sejak bayi. Keinginan memperoleh

pengetahuan dan informasi dari orang lain adalah dorongan yang terdapat pada

setiap manusia. Candiasa (dalam Ariana, 2011) mendefinisikan proses heuristik

sebagai aturan dengan tujuan utama mengurangi proses pencarian

Page 12: Proposal Experimen

penyelesaian. Sejalan dengan pendapat diatas Salim (dalam Suastra, 2009:127)

menyatakan bahwa Heuristik merupakan suatu cara yang dipakai untuk

memecahkan masalah dengan menggunakan prosedur-prosedur penemuan

dalam ilmu pengetahuan. Sedangkan Vee dalam Heuristik Vee merupakan

diagram yang berbentu “V”. Jadi Heuristik Vee dapat diartikan sebagai cara

memecahakan masalahdengan menggunakan prosedur-prosedur penemuan

dalam ilmu sains yang dituangkan dalam diagram “V” .

Model pembelajaran Heuristik Vee dikembangkan oleh Gowin sejak tahun

1977 sebagai suatu model untuk membantu peserta didik dalam memahami

struktur pengetahuan dan proses bagaimana pengetahuan dikonstruksi (Suastra,

2009). Model pembelajaran Heuristik Vee merupakaan suatu cara yang dipakai

untuk memecahakan masalah dengan prosedur-prosedur penemuan dalam ilmu

pengetahuan alam (Suastra, 2009). Model pembelajaran Heuristik Vee

dikembangkan untuk melihat secara jelas sifat dan maksud dari praktek-

praktek laboratorium. Menurut Novak & Gowin (dalam Wibawa, 2009:18)

pengkonstruksian pengetahuan pada model pembelajaran Heuristik Vee

dikembangkan melalui lima buah pertanyaan yaitu: (1) apakah fokus

pertanyaan? (2) apakah konsep-konsep pokoknya? (3) metode inkuiri apakah

yang dikembangkan? (4) pertanyaan pokok apakah yang diklaim? (5) nilai

apakah yang diklaim?

Sisi Konseptual Pertanyaan Kunci Sisi Metodelogi

Teori yang sesuai Pengetahuan/Nilai

Prinsip-prinsip Transpormasi Data

Konsep-konsep Catatan (Record)

Kejadian/Objek

Gambar 1.1 Diagram Vee (Novak & Gowin, 1985)

Page 13: Proposal Experimen

(dalam Wibawa, 2009:18)

Gambar Diagram Vee diatas dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada bagian

kiri Diagram Vee adalah sisi konseptual dan bagian kanan adalah sisi

metodologi. Pada sisi konseptual (sebelah kiri “V”) berisi teori-teori, prinsip-

prinsip, dan konsep-konsep. Teori dibangun dari prinsip-prinsip dan prinsip

dibangun oleh konsep-konsep. Gagasan atau sejenis “teori anak” mengenai

pristiwa-pristiwa alam perlu dibuktikan kebenarannya dengan mengamati suatu

objek atau pristiwa-pristiwa (bagian bawah “V”) melalui suatu percobaan. Pada

sisi metodelogi (sisi kanan “V”) berisi catatan-catatan yang harus dibuat,

trasformasi, serta klaim pengetahuan (generalisasi dan nilai). Pembuatan

catatan perlu mempertimbangkan konsep dan catatan yang dibuat sesuai. Pada

bagian atas “V” diletakan pertanyaan kunci yang berfungsi untuk menuntun

siswa dalam melakukan penyelidikan (Suastra, 2009).

Novak & Gowin (dalam Wibawa, 2009:19) menyatakan bahwa manusia

memiliki suatu kebutuhan untuk mempelajari pengetahuan mengenai

bagaimana pengetahuan diproduksi atau dihasilkan. Model pembelajaran

Heuristik Vee adalah alat untuk memperoleh pemahaman bagaimana

pengetahuan dikonstruksi serta digunakan. Di laboratorium IPA, peserta didik

mungkin terbuai ketika mencatat kejadian atau objek dan

mentransformasikannya dalam grafik, tabel, dan mengemukakan pengetahuan

atau generalisasi. Peserta didik jarang secara sadar menetahui mengapa suatu

peristiwa terjadi karena peserta didik jarang mengunakan konsep, prinsip, teori

yang relevan dalam memahami suatu kejadian atau objek. Hal ini juga disebab

oleh tidak adanya saling keterkaitan antara pemikiran peserta didik (bagian kiri

Heuristik Vee) dengan kegiatan peserta didik (bagian kanan Heuristik Vee).

Akibatnya, praktek dilaboratrium sering menjadi hal yang tidak bermakna.

Balajar sains bukanlah pembelajaran yang bersifat hafalan saja tapi perlu

pemahan darimana suatu konsep itu didapat dan pembelajaran sains juga tidak

bisa dimana guru bisa mentrasfer ilmu yang dimiliki secara utuh kepada

peserta didik oleh karena itu model konstruktivis mengkehendaki pergeseran

pandangan guru yang dulunya guru sebagai sumber informasi sekaran hanya

Page 14: Proposal Experimen

menjadi seorang fasilitator sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih

aktif dalam kegiatan pembelajaran.

2.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Heuristik Vee

Kelebihan model pembelajaran Heuristik Vee menurut Suastra (dalam

Sudarma, 2011) adalah sebagai berikut

1. Konstruksi Heuristik Vee dapat membantu peserta didik dalam menangkap

makna pada praktek-praktek laboratorium yang sebelumnya telah

diterapkan fokus-fokus pertanyaan yang menuntut peserta didik berpikir

reflektif.

2. Model Heuristik Vee membantu peserta didik menemukan konsep antara

apa yang mereka miliki atau ketahui dengan pengetahuan baru yang

berusaha dikonstruksi atau dipahami.

3. Model Heuristik Vee juga memiliki nilai psikologis sebab model Heuristik

Vee tidak hanya mendorong belajar secara bermakna, tetapi juga

membantu peseta didik memahami proses penemuan pengetahuan (dalam

Suastra, 2009: 21).

Selain terdapat kelebihan dari model ini, Heuristik Vee tentu memiliki

kelemahan yaitu.

1. Terkadang pembelajaran di laboraturium bisa berbahaya, jika siswa teledor

dan tidak mengikuti tata tertib maka kemugkinan akan tejadi kecelakaan

baik disengaja maupun tidak disengaja.

2. Memerlukan biaya yang cukup untuk penerapan model ini, karena tidak

semua sekolah memiliki ruang laboratorium sehingga memerlukan dana

untuk melengkapi sesuai dengan kegiatan penelitian yang akan dilakukan.

3. Bagi siswa yang kurang mampu mengikuti pembelajaran di sekolah akan

sulit mengikuti kegiatan laboratorium, sehingga kemungkinan besar tidak

semua berpartisipasi dalam kegiatan itu dan pembelajaran tersebut tidak

berjalan secara maksimal.

2.3 Tahap-Tahap Penerapan Model Heurisik Vee

Lima tahap model pembelajaran Heuristik Vee dalam pembelajaran sains

terangkum dalam Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Heuristik Vee

Page 15: Proposal Experimen

TAHAPAN PERILAKU GURU

Tahap 1

Orientasi

Guru memusatkan perhatian peserta didik

dengan menyebutkan beberapa fenomena

dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan

dengan topik yang akan dipelajari

Tahap 2

Pengungkapan Gagasan Peserta

didik

Guru meminta peserta didik untuk

mengungkapkan gagasan konseptual yang

dimilkinya dengan memberikan pertanyaan-

pertanyaan yang ada kaitanya dengan

kehidupan sehari-hari

Tahap 3

Pengungkapan permasalahan/fokus

pertanyaan

Guru mengajukan permasalahan yang

berkaitan dengan penyelidikan yang

dilakukan dalam bentuk pertanyaan kunci

Tahap 4

Pengkonstruksian pengetahuan

baru

Untuk mengkonstruksi pengetahuan baru

peserta didik diminta melakukan

eksperimen. Guru mengawasi siwa dan

memberikan bimbingan seperlunya. Guru

meminta peserta didik untuk memberikan

komentar terhadap hasil pengamatan serta

menuangkanya dalam diagram Vee

Tahap 5

Evaluasi

Untuk mengevaluasi gagasan mana yang

paling benar untuk menjelaskan fenomena

yang dipelajari dan pengkonstruksian

pengetahuan yang baru, peserta didik

diminta melakukan tanya jawab (diskusi)

yang dipandu oleh guru. Guru mencatat ide-

ide pokok yang sesuai dengan konsep

ilmiah dan mendiskusikan jawaban peserta

didik yang salah. Dengan demikian peserta

didik dapat melihat ketidak sesuaian

gagasan yang dimiliki sebelumnya dan

Page 16: Proposal Experimen

kemudian mengubahnya (merekonstruksi).

Suastra (dalam Wibawa, 2009:21)

Belajar menggunakan model pembelajaran Heuristik Vee adalah belajar

memecahkan masalah dengan menggunakan ide-ide atau konsep-konsep yang

telah dimiki oleh peserta didik sebelumnya yang dituangakan dalam diagram

Vee dan menggunakan prosedur-prosedur penemuan dalam ilmu sains.

3. Model Pembelajaran Konvensional

3.1 Pengertian Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional adalah suatu model pembelajaran yang

cenderung menekankan guru sebagai pusat informasi (teacher centered).

Model pembelajaran tersebut masih didasarkan atas asumsi bahwa

pengetahuan dapat dipindah secara untuh dari pikiran guru ke pikiran siswa.

Burowes (dalam Purnamiyati, 2011) menyatakan bahwa model konvensional

menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup

kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan,

menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya atau menerapkan pada

kehidupan nyata. Sejalan dengan pendapat diatas Sudjana (dalam Suryanti,

2010) menyatakan bahwa model pembelajaran konvensional merupakan

model pembelajaran yang menekankan penyampaian materi dari guru kepada

siswa. Pembelajaran ini lebih didominasi oleh guru dan siswa bersifat pasif

selama pembelajaran berlangsung.

Pembelajaran konvensional dalam penerapannya guru mentrasfer

pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik dengan teknik ceramah.

Menurut Winatapura dan Suherman (dalam Muhfida, 2008) metode ceramah

adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan Menurut St. Vembriarto (dalam

Muhfida, 2008) pengajaran tradisional adalah pengajaran yang diberikan pada

siswa secara bersama-sama. Sedangkan menurut Ruseffendi pengajaran

tradisional adalah pengajaran yang pada umumnya biasa kita lakukan sehari-

hari (dalam Muhfida, 2008).

Page 17: Proposal Experimen

Berdasarkan uraian diatas maka model pembelajaran konvensional adalah

upaya penyampaian pengetahuan dari guru kepada peserta didik secara lisan.

Dalam hal ini guru sebagai sumber informasi berperan aktif dalam proses

pembelajaran sedangakan peserta didik sebagai objek yang bersifat pasif

hanya mendengarkan dan menghafal pengetahuan yang ditrasfer oleh guru.

Model pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru sehari-hari di kelas.

Secara umum, tahapan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di

kelas konvensional adalah apersepsi, kegiatan Inti, dan penutup. Jadi,

pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian

keterampilan proses.

3.2 Tahap-Tahap Penerapan Model Konvensional

Tiga fase model pembelajaran konvensional terangkum dalam tabel 3.1

berikut.

Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Konvensional

Fase Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Apersepsi Menyampaikan pokok

bahasan atau materi yang

akan diberikan

Mendengarkan informasi yang

disampaikan dan menerima

materi baru

Kegiatan

Inti

Mendemonstrasikan

keterampilan atau

menyajikan materi tahp

demi tahap

Memperhatikan penjelasan

guru

Memberikan contoh soal

yang relevan dengan materi

yang diberikan

Mencatat soal

Menyuruh siswa

menyelesaikan soal-soal

yang ada dalam LKS

Menyelesaikan soal-soal yang

ada dalam LKS

Penutup Memberikan pekerjaan

rumah (PR)

Mencatat pekerjaan rumah

(PR)

Page 18: Proposal Experimen

Sumber: Wibawa (2009)

3.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Konvensional

Suatu model pembelajaran pastilah memiliki keunggulan dan kelemahan

dalam penerapannya, berikut adalah keunggulan model kovensional menurut

Mulyani Sumantri dan Johar Permana (dalam Agung, 2005) yaitu.

1. Murah dalam arti efisien dalam pemanfaatan waktu dan biaya dengan

seorang guru menhadapi peserta didik.

2. Mudah dalam arti materi dapat disesuaikan dengan keterbatasan waktu,

karakter peserta didik tertentu, pokok permasalahan dan keterbatasan

peralatan serta dapat disesuaikan dengan jadwal guru terhadap

ketersediaan bahan-bahan tulis.

3. meningkatkan daya dengar pesrta didik dan menumbuhkan minat belajar

dari sumber lain.

4. Memperoleh penguatan bagi guru dan peserta didik yaitu guru

memperoleh penghargaan kepuasan dan sikap percaya diri dari peserta

didik.

5. Memberikan wawasan yang luas daripada sumber lain karena guru dapat

menjelaskan topik dengan mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh model pembelajaran

konvensional yaitu

1. Dapat menimbulkan kejenuhan kepada siswa apalagi guru kurang dapat

mengorganisasikannya.

2. Menimbulkan verbalisme pada peserta didik.

3. Materi terbatas pada apa yang diingat oleh guru.

4. Merugikan peserta didik yang lemah dalam keterampilan mendengarkan.

5. Menjejali peserta didik dengan konsep yang belum tentu diingat terus.

6. Informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan jaman.

7. Tidak merangsang perkembangan kreativitas peserta didik.

8. Terjadi proses satu arah yaitu dari guru kepada siswa.

4. Hasil belajar

4.1 Pengertian Hasil Belajar

Page 19: Proposal Experimen

Oemar Hamalik (2011) mengatakan bahwa hasil belajar adalah bila

seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang

tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti

menjadi mengerti. Sedangkan Dimyati dan Moedjiono (dalam Agung,

2005:74) menyatakan bahwa “hasil belajar merupakan hasil dari suatu

interaksi tindak mengajar atau tindak belajar”. Dengan kata lain, dapat

dikatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah

ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan

penting dalam proses pembelajaran. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya

akan sangat berguna bagi guru untuk mengetahui seberapa jauh tujuan

pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.

Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang

meliputi domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.

Dalam ranah kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam

tingkatan tersebut ialah, (1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman,(3)

Penerapan, (4) Sintesis, (5) analisis dan (6) evaluasi. .

. Ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, 1) Peniruan

(menirukan gerak), 2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan

gerak), 3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), 4) Perangkaian

(melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), 5) Melakukan gerak

secara wajar (naturalisasi).

Terakhir ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, 1) Pengenalan

(ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), 2) Merespon (aktif

berpartisipasi), 3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai

tertentu), 4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang

dipercaya) dan 5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari

pola hidup).

Oemar Hamalik (2001) menyatakan bahwa hasil belajar dalam kelas

harus dapat dilaksanakan kedalam situasi-situasi di luar sekolah. Dengan kata

lain, murid dapat mentrasfer hasil belajar itu kedalam situasi-situasi yang

sesungguhnya di dalam masyarakat. Tentang transfer hasil belajar, Oemar

Hamalik (2001) mengemukakan tiga teori, yaitu sebagai berikut.

Page 20: Proposal Experimen

1. Teori disiplin formal (The Formal Discripline theory)

Teori ini menyatakan, bahwa ingatan, sikap, pertimbangan , imajinasi,

dan sebagainya dapat diperkuat melalui latihan-latihan akademis. Mata

pelajaran- mata pelajaran seperti geometri bahasa latin sangat penting dalam

melatih daya pikir. Demikian pula halnya dengan daya pikir kritis, ingatan

pengamatan dan sebagainya dapat dikembangkan melalui latihan-latihan

akademis tadi.

2. Teori Unsur-Unsur yang Identik ( The Identical Elements Theory)

Trasfer tejadi apabila diantara dua situasi atau dua kegiatan terdapat

unsur-unsur yang bersamaan (identik). Latihan di dalam satu situasi

mempengaruhi perbuatan tingkah laku dalam situasi yang lainnya. Teori ini

banyak digunakan kursus latihan jabatan, dimana kepada peserta didik

diberikan respons-respons yang diharapkan diterapkan dalam situasi

kehidupan yang sebenarnya. Para ahli psikologi, banyak menekankan kepada

persepsi para peserta didik terhadap unsu-unsur yang identik ini.

3. Teori Generalisasi ( The Generalization Theory)

Teori ini merupakan revisi terhadap teori unsur-unsur yang identik.

Tetapi generalisasi menekankan kepada kompleksitas dari apa yang

dipelajari. Internalisasi daripada pengertian-pengertian, keterampilan, sikap-

sikap, dan apresiasi dapat mempengaruhi kelakuan seseorang. Teori ini

menekankan kepada pembentukan pengertian (Concept formation) yang

dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman lain. Transfer terjadi apabila

peserta didik menguasai pengertian-pengertian umum atau kesimplan-

kesimpulan umum, lebih daripada unsur-unsur yang identik.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat artikan bahwa hasil belajar

adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan

berulang-ulang serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan

tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam

membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik

lagi sehingga akan merubah cara berpikir.

4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Page 21: Proposal Experimen

Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut

Ngalin Purwato (dalam Agung, 2005: 76) menyatakan bahwa:

mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menjadi

dua kelompok yaitu: (1) faktor dalam diri siswa yang terdiri atas faktor

fisiologis (kondisi fisik, panca indra) dan faktor psikologis (minat, bakat,

kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif; (2) faktor dari luar diri

yang terdiri dari faktor lingkungan (alam dan sosial) serta faktor

instrumental (kurikulum, sarana, fasilitas, guru).

Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Sumadi Suryabrata (dalam

Agung, 2005:76) yang menyatakan bahwa “faktor-faktor yang mempe-

ngaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua yakni; faktor luar dan

faktor dalam diri siswa”.

Menurut Tabrani Rusyan (dalam Agung, 2005:76) “mengatakan bahwa

ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: (1) faktor kesiapan,

yaitu kapasitas baik fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu, (2)

motivasi, yaitu dorongan dari diri sendiri untuk melakukan sesuatu, (3) tujuan

yang ingin dicapai”.

Muhammad Ali (dalam Agung, 2005:76) menyatakan bahwa “faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor guru, siswa, kurikulum

dan lingkungan. Keempat faktor tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut.

1). Faktor Guru

Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri.” Pola mengajar

ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu mengajar atau

melaksanakan pengajaran. Gaya mengajar yang dilakukan guru

mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru

bersangkutan, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang

mengajar, konsep, psikologi dan kurikulum.

2). Faktor Siswa

Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun

kepribadian, kecakapan yang dimiliki masing-masing itu meliputi

kecakapan potensial maupun kecakapan yang diperoleh dari hasil

belajar.

Page 22: Proposal Experimen

3) Faktor Kurikulum

Bahan-bahan pengajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada

tujuan yang hendak dicapai.

4) Faktor Lingkungan

Lingkungan meliputi kadaan ruangan, tata ruang dan berbagai situasi

fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya

proses belajar mengajar”.

Menurut Gagne (dalam Agung, 2005:76) “hasil belajar dipengaruhi

faktor internal (yang berasal dari dalam diri orang yang belajar) dan faktor

eksternal (dari luar diri si pebelajar)”.

Berdasarkan berbagai pernyataan sebelumnya, ada beberapa faktor yang

mempengaruhi hasil belajar sains adalah faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal tersebut terdiri atas: faktor fisiologi psikologis. Sedangkan

faktor eksternal terdiri atas faktor lingkungan (fisik dan sosial) dan faktor

instrumental (kurikulum, sarana- prasarana, guru, metode dan media serta

manajemen).

5. Penelitian yang Relevan

Penelitian pertama tentang model pembelajaran Heuristik Vee telah

dilakukan oleh Suastra (1996) yang berjudul penerapan model pembelajaran

Heuristik Vee dengan peta konsep dalam pembelajaran fisika. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran

Heuristik Vee denga peta konsep dapat medapat meningkatkan prestasi

belajar fisika siswa.

Penelitian kedua tentang model pembelajaran Heuristik Vee dilakukan

oleh Sarya (2004) melakukan penelitian yang berjudul penerapan model

pembelajaran Heuristik Vee dan model pembelajaran langsung pada

pembelajaran fisika.

Penelitian ketiga tentang model pembelajaran Heuristik Vee dilakukan

oleh Wibawa (2009) dengan penelitian yang berjudul pengaruh model

pembelajaran Heuristik Vee terhadap prestasi bejar IPA ditinjau dari

kemampuan berpikir divergen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Page 23: Proposal Experimen

pengaruh model pembelajaran Heuristik Vee ditinjau dari kemampuan

berpikir divergen dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa.

6. Kerangka berpikir

Sains diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan sains perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan

pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat)

yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat

suatu karya melalui penerapan konsep sains dan kompetensi bekerja ilmiah

secara bijaksana (Permendiknas No.22 Tahun 2006). Oleh karena itu, sebagai

seorang guru harus mampu menerapkan model pembelajaran yang tepat bagi

peserta didik yang menguasai kompetensi yang diinginkan. Salah satu model

pembelajaran yang dicoba adalah model pembelajaran Heuristik Vee dan

model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran Heuristik Vee

pertama kali dikenalkan oleh Novak & Gowin. Pada model pembelajaran

Heurstik Vee, guru lebih menekankan gagasan-gagasan peserta didik yang

dimiliki sebelumnya, kemudian dikaitkan dengan pengalaman yang didapat

dilaboratorium dan peserta didik diharapkan dapat mengkonstruksi

pengetahuan sendiri. Pengkonstruksian ini dilakukan dengan menggunakan

diagram Vee. Di dalam diagram Vee peserta didik dibantu dalam menangkap

makna dalam praktek-praktek laboratorium yang sebelumnya telah ditetapkan

fokus pertanyaan yang menuntut peserta didik berfikir secara reflektif.

Model Heuritik Vee membantu peserta didik menemukan konsep antara

apa yang mereka miliki atau ketahui dengan pengetahuan baru yang berusaha

dikonstruksikan. Disamping itu, model Heuristik Vee juga memiliki nilai

psikologis, sebab model pembelajaran Heuristik Vee tidak hanya mendorong

belajar secara bermakna tetapi juga membantu peserta didik memahami

bagaimana proses menemukan pengetahuan

Pada model pembelajaran konvensional, penyelenggaraan pembelajaran

hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus

Page 24: Proposal Experimen

“ditelan” oleh peserta didik, yang wajib diingat dan dihafal. Guru dalam

mengajar kurang memperhatikan gagasan-gagasan yang dimiliki oleh peserta

didik sebelumnya. Guru hanya menyajikan atau mendemonstrasikan

pengetahuan atau keterampilan dimiliki langkah demi langkah agar siswa

dapat memahami materi yang diajarkan Guru sebagai subjek yang aktif dan

siswa sebagai objek yang pasif sehingga gagasan yang dimiliki siswa menjadi

tidak berkembang dan ide-ide cemerlang yang dimiliki siswa tidak

tersalurkan.

Dari dua model yang berbeda tersebut, tentunya akan membuahkan hasil

yang berbeda dalam hal hasil belajar karena hasil perubahan tingkah laku

dari apa yang kita ajarkan. Berdasarkan uraian di atas, digunakan hasil belajar

sains kelompok siswa yang mengkuti model pembelajaran Heuristik Vee

lebih baik daripada hasil belajar sains kelompok siswa yang mengikuti model

pembelajaran konvensional.

I. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan dan kajian

pustaka yang dikemukakan, dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu “Ada

perbedaan hasil belajara sains yang signifikan atara kelompok siswa yang

dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Heuristik Vee dan kelompok

siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional

pada siswa kelas III di SD se-gugus 3 Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan

Tahun Pelajaran 2011/2012”.

J. METODE PENELITIAN

1. Populasi Dan Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Menurut Fraenkel and Wallen (dalam Wibawa, 2009:43) populasi adalah

kelompok yang menarik perhatian peneliti, kelompok di mana peneliti menyukai

Page 25: Proposal Experimen

E X O1

K O2

untuk menggeneralisasikan hasil-hasil penelitiannya. Arikunto (dalam Wibawa,

2009:43) populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah 9 sekolah yang ada di SD Gugus 3 di

Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.

b. Sampel Penelitian

Menurut Hadi (dalam Wibawa, 2009:45) sampel adalah sejumlah

penduduk yang diambil dari populasi. Sampel penelitian diambil secara random

sampling (teknik pengambilan sampel secara acak), dalam pengambilan sample

teknik sampling yang digunakan adalah multi objek sampling.

Sampling tahap pertama dilakukan secara random dengan populasi

sembilan sekolah yang ada di Gugus 3. Dari hasil sampling tahap pertama diambil

dua sekolah yaitu SD No. 5 Penyaringan dan SD No. 8 Penyaringa sebagai sampel

penelitian. Kemudian dari dua sekolah yang terpilih, dipilah lagi secara random

kelas III yang nantinya akan dikelompokkan menjadi kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Dari hasil random didapatkan kelas III SD No. 8 Penyaringa sebagai

kelas eksperimen dan kelas III SD No. 5 Penyaringa sebagai kelas kontrol.

2. Rancangan Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian eksperimen semu (Quasi

Experiment), dimana tidak semua variabel yang muncul dan kondisi eksperimen

dapat diatur dan dikontrol secara ketat (full randomize) (Sukardi, 2003).

Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran

Heuristik Vee terhadap Hasil Belajar Sains Siswa Kelas III SD Se-Gugus 3

Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana Tahun Pelajaran 2012/2013.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Posstest-only control group desigen

karena dalam penelitian ini hanya ingin mengetahui perbedaan hasil belajar sains

antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Masing-masing kelompok

dipilih secara random (acak). Secara sistematis desain penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut.

Page 26: Proposal Experimen

(Sugiyono, 2009:112)

Gambar 3.1 Posttest Only Control Group Design

Keterangan :

E = Kelompok Eksperimen

K = Kelompok Kontrol

X = Perlakuan berupa pembelajaran sains menggunakan model

Heuristik Vee

O1 , O2 = Post-test

Dalam Posttest Only Control Design ini, subjek penelitian merupakan

kelompok-kelompok yang memiliki kemapuan yang sama. Kelompok pertama

diberi perlakuan atau treatmen (X) berupa pembelajaran sains dengan

menggunakan model Heuristik Vee yang disebut dengan kelompok eksperimen.

Sedangkan kelompok kedua tidak diberi perlakuan atau treatmen (dengan

menerapkan pembelajran konvensional) dan disebut dengan kelompok kontrol.

3. Variabel Penelitian Dan Definisi Variabel

a. Variabel Penelitian

Variabel ialah objek penelitian atau segala sesuatu yang menjadi titik

fokus perhatian dalam suatu penelitian (Agung. 2010:44). Berikut merupakan

pengertian variabel menurut beberapa ahli.

1) Menurut F.N. Kerlinger ( dalam Agung, 2010:41) variabel sebagai

“sebuah konsep” seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf

dalam konsep kesadaran.

2) Menurut Sutrisno Hadi ( dalam Agung, 2010:41) variabel merupakan

“gejala yang bervariasi” misalnya kelamin, karena jenis kelamin

mempunyai variasi: laki-laki, perempuan.

3) Menurut Sumadi Suryabrata ( dalam Agung, 2010:41) variabel adalah

segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Sering

pula dikatakan variabel penelitian itu sebagai faktor-faktor yang berperan

dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.

Page 27: Proposal Experimen

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang akan melibatkan dua

variabel yaitu variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat

(dependent variabel).

a) Variabel Bebas (independent variabel)

Variabel bebas yang disimbolkan dengan X adalah satu atau lebih dari

variabel-variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel

tergantung (Agung, 2010:43). Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah

pendidikan sains dengan menggunakan model pembelajaran Heuristik Vee

dan model pembelajaran konvensional.

b) Variabel Terikat (dependent variabel)

Variabel terikat yang biasa disimbolkan dengan Y adalah variabel yang

keberadaanyya atau munculnya bergantung pada variabel bebas (Agung,

2010:44) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar sains

siswa kelas III.

b. Definisi Variabel

1) Definisi Konsep

a) Model Pembelajaran Heuristik Vee

Model pembelajaran Heuristik Vee adalah suatu model pembelaaran yang

dipakai untuk memecahakan masalah dengan menggunakan prosedur-prosedur

penemuan dalam pembelajaran sains, serta mengaitkan antara konsep-konsep

dengan kajian-kajian alam dengan menggunakan Diagram Vee. Dalam model

pembelajaran Heuristik Vee tedapat lima langkah yang utama yang dilakaukan

oleh guru yaitu: (1) orintasi, (2) pengungapan gagasan siswa, (3) pengungkapan

permasalahan/fokus pertanyaan, (4) pengkonstruksian pengetahuan baru, dan (5)

evaluasi.

b) Model Pembelajaran Konvensional

Metode konvensional adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan,

pengajaran konvensional juga bisa diartikan sebagai pengajaran yang diberikan

pada siswa secara bersama-sama yang biasa digunakan sehari-hari. Dalam

pembelajaran konvensional guru lebih aktif dari pada peserta didik, peserta didik

hanya menerima dan menghafal konsep-konsep yang disampaikan oleh guru.

Page 28: Proposal Experimen

c) Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang

telah dilakukan berulang-ulang serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama

atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta

dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih

baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir

2) Definisi Operasional

Secara operasional data hasil belajar diperoleh dengan menggunakan tes

objektif pilihan ganda mengenai indikator yang diambil, yaitu: (1) mendaftar alat

dan bahan untuk membuat kincir angin, (2) menyebutkan kegunaan dari alat

tersebut, (3) memberi alasan atas pemilihan alat dan bahan, (4) membuat

rancangan kerja, (5) melaporkan cara kerja dari alat tersebut, (6) membuat

rancangan yang akan dibuat modelnya, (7) mendemonstrasikan hasil percobaan

bahwa energi angin dapat dirubah menjadi energi gerak, (8) menyebutkan cara

menghemat energi, (9) menjelaskan manfaat menghemat energi, (10) menerapkan

cara penghematan energi dalam kehidupan sehari-hari. Skor yang akan didapatkan

berupa skala interval.

4. Metode Pengumpulan Data dan Instrumentasi

a. Metode Pengumpulan Data

Data hasil belajar siswa yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan

dengan tes objektif pilihan ganda. Tes diberikan di akhir pertemuan (post test)

atau setelah diberikan perlakuan terhadap kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Tes yang sama diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol.

b. Instrumen Tes

Tes objektif pilihan ganda disusun berdasarkan SK, KD, dan indikator dalam

silabus mata pelajaran sains. Instrumen yang digunakan mengumpulkan data

tentang hasil belajar sains adalah tes objektif pilihan ganda yang berjumlah 20

soal. Setiap soal disertai tiga alternatif jawaban yang dipilih siswa ( alternatif a, b,

dan c).

Page 29: Proposal Experimen

1) Cara Pemberian Skor

Setiap butir soal akan diberikan skor 1 bila siswa menjawab dengan

benar dan skor 0 untuk siswa yang menjawab salah. Skor yang diperoleh setiap

siswa kemudian dijumlahkan, jumlah skor-skor tersebut merupakan skor hasil

belajar sains siswa. Skor hasil belajar sains akan bergerak dari 0-20. Skor 0

merupakan skor minimal ideal dan skor 20 merupakan skor maksimal ideal.

c. Prosedur Eksperimen

1) Validasi Tes Hasil Belajar Sains

Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas emperis (validitas butir

tes) dalam penelitian ini adalah dengan teknik korelasi korelasi point biserial

dengan rumus lengkapnya sebagai berikut.

rpbi=¿

M p−M t

St

¿ √ pq

(Koyan, 2007:87)

Keterangan:

r pbi = koefesien korelasi point biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari

validitasnya

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar

q = proprsi siwa yang menjawab salah

(q= 1-p)

2) Reliabilitas Tes dengan rumus KR-20

Dalam penelitian ini untuk menguji realibilitas instrument hasil belajar

sains siswa digunakan rumus Kuder-Richardson (KR- 20). Rumus ini secara

khusus untuk menghitung reliabilitas tes yang datanya dikotomi.

r1.1 = ( kk−1 )( SDt−∑ ( pq)

2

SDt2 )

Page 30: Proposal Experimen

(Koyan 2007: 90)

Keterangan:

r1.1 = koefesien reliabilitas tes

p = proporsi testee yang menjawab benar

q = proporsi testee yang menjawab benar

SDt2 = varian total tes

k=¿ jumlah responden

Untuk menentukan derajat reliabilitas tes, dapat digunakan kriteria yang

dikemukakan oleh Guilford 1951 (dalam Koyan, 2007:93) sebagai beikut.

≤ 0,20 : sangat rendah

0,20 ≤ 0,40 : rendah

0,40 ≤ 0,60 : sedang

0,60 ≤ 0,80 : tinggi

0,80 ≤ 1,00 : sangat tinggi

3) Taraf Kesukaran Tes

Taraf kesukaran tes adalah kesulitan tes dipandang dari kemampuan

peserta didik untuk menjawab soal tersebut; artinya, tes tersebut akan lebih

banyak dapat dijawab benar oleh peserta didik yang pandai dan lebih banyak

dijawab salah oleh peserta didik yang bodoh, taraf kesukaran yang baik adalah

antara 20%-80% atau antara 30%-70% (Koyan, 2007:94-95).

Tingkat kesukaran perangkat tes adalah bilangan yang menunjukkan rata-

rata proporsi testee yang dapat menjawab seluruh tes tersebut, dengan rumus:

(Koyan, 2007:95)

Keterangan:

Pp = tingkat kesukaran perangkat tes

P = tingkat kesukaran tiap butir

n = banyaknya butir tes

Pp = ΣPn

Page 31: Proposal Experimen

Tingkat kesukaran tiap butir tes merupakan bilangan yang menunjukkan

proporsi peserta ujian yang dapat menjawab betul butir soal tersebut, dihitung

dengan rumus:

(Koyan, 2007:95)

Keterangan:

P = tingkat kesukaran tiap butir

nB = banyak subyek yang menjawab soal dengan betul

n = jumlah subyek seluruhnya

Kriteria tingkat kesukaran (P):

0,00 – 0,29 = sukar

0,30 – 0,70 = sedang

0,71 – 1,00 = mudah

Tes yang baik adalah tes yang memiliki taraf kesukaran antara 0,25 – 0,75

(Fernandes dalam Koyan, 2007:95).

4) Daya Pembeda Tes

Daya beda tes adalah kemampuan tes untuk membedakan antara peserta

didik yang pandai dan bodoh; artinya, jika tes tersebut diberikan kepada anak

yang tergolong pandai akan lebih banyak dapat dijawab dengan benar, sedangkan

bila diberikan pada peserta didik yang tergolong bodoh akan lebih banyak dijawab

salah. Daya pembeda yang baik adalah antara 20%-80% atau antara 30%-70%

(Koyan, 2007:95-96).

Rumus untuk menghitung tingkat daya beda tes adalah sebagai berikut

(Koyan, 2007:96)

P = nBn

Dp=∑( PA−PB )

n

Page 32: Proposal Experimen

Keterangan:

Dp = daya beda tes

n = jumlah butir tes

rumus untuk menghitung daya beda butir tes adalah sebagai berikut:

atau

(Koyan, 2007:96)

Keterangan:

nBA = jumlah subyek yang menjawab betul pada kelompok atas

nBB = jumlah subyek yang menjawab betul pada kelompok bawah

nA = jumlah subyek atas

nB = jumlah subyek bawah

Kriteria daya beda (D):

0,00 – 0,19 = kurang baik

0,20 – 0,39 = cukup baik

0,40 – 0,70 = baik

0,71 – 1,00 = sangat baik

Jika “D” negatif, soal tersebut sangat buruk dan harus dibuang. Tes yang

baik adalah tes yang memiliki D antara 0,15 – 0,20 (Fernandes dalam Koyan,

2007:96).

5) Analisis Pengecoh

Pengecoh atau distractor yang baik adalah pengecoh yang dapat mengecoh

peserta didik; artinya, pengecoh tersebut dapat mengecoh peserta didik atau

paling sedikit pengecoh tersebut dipilih oleh 2% atau 3% dari peserta tes.

DB=nBA

nA

−nBB

nB

D=P A−PB

Page 33: Proposal Experimen

Pengecoh yang baik (efektif) ialah pengecoh yang dipilih minimal oleh 2-3%

dari pengikut tes (Koyan, 2007:96)

6. Metode Analisi Data

a. Deskriptif Data

1) Modus (Mode)

Modus adalah skor yang paling sering muncul (frekuensi terbanyak/tertinggi)

(Koyan, 2007:72)

(Koyan 2007: 72-73)

Keterangan:

Mo = modus

b = batas kelas interval dengan frekuensi terbanyak (batas bawah)

p = panjang kelas (i = interval) dengan frekuensi terbanyak

b1 = Frekuensi pada kelas modus (frekuensi pada kelas interval yang terbanyak)

dikurangi frekuensi kelas interval terdekat sebelumnya

b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval berikutnya

2) Median (Md)

Median atau nilai tengah adalah nilai yang menunjukkan bahwa di bawah dan

di atas nilai tersebut, masing-masing terdapat 50% nilai (data) (Koyan 2007: 73)

(Koyan 2007: 74)

Keterangan:

Md = median

Mo=b+ p (b1

b1+b2

)

Md=b+ p( 1/2n−Ff

)

Page 34: Proposal Experimen

b = Batas bawah, dari daerah median

P = panjang kelas (interval)

n = banyak data/jumlah sampel

F = f kumulatif sebelum kelas median (jumlah semua frekuensi sebelum kelas

median)

f = frekuensi kelas/daerah median

3) Mean (M = nilai rerata hitung)

Untuk menghitung mean atau nilai rata-rata hitung digunakan rumus berikut:

(Koyan 2007: 74)

4) Standar Deviasi

Standar deviasi atau simpangan baku adalah akar varians, yang dinyatakan

dengan rumus berikut.

s=√ ∑ x2

(n−1)=√∑ ( X−X )2

(n−1 )=√ n∑ X2−(∑ X )2

n( n−1 )

(Koyan 2007: 75)

b. Uji Prasyarat Analisis

Sebelum uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yaitu (1)

Uji Normalitas sebaran data dan (2) Homogenitas Varians

1) Uji Normalitas sebaran data

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk menyajikan bahwa sampel benar-benar

berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas data dilakukan

dengan uji Liliefors dengan rumus sebagai berikut.

M=∑ X

n=X

M=∑ fX

∑ f

Page 35: Proposal Experimen

Z =

X−XSD

Koyan (2007:84)

Keterangan:

Z = skor baku

X = mean

X = skor tes

SD = standar deviasi

2) Homogenitas Varians

H0 = σ12 = σ2

2 = σ32 = σ4

2

H1 = salah satu tanda ≠ tidak berlaku

s2 gab .=∑( dk . s2 )

∑ dk

B = (∑dk) log.s2gab

Harga χ2 = (Ln 10) {B – (∑dk) log s2 }

Koyan (2007: 87-88)

Keterangan:

s2 = varian tiap kelompok

s2 gab = varian gabungan

B = nilai barlett

dk = derajat kebebasan

Ktriteria pengujian sampel jika χ2 hitung > χ2tab maka sampel tidak homogen dan

jika χ2 hitung < χ2tab maka sampel homogen. Pengujian dilakukan pada taraf

signifikansi 5% dengan derajat kebebasan untuk dk = k-1.

b. Uji-t Untuk Sampel Independent

Dalam penelitian ini untuk menganalisis data digunakan t-tes kelompok

independen dengan rumus

Page 36: Proposal Experimen

t=X1−X2

√ s12

n1

+s

22

n2

Keterangan :

X1 = Rata-rata sampel 1

X 2 = Rata-rata sampel 2

n1 = jumlah responden sampel 1

n2 = jumlah responden sampel 2

S12 = varians sampel 1

s12

= ∑ X1

n1

S22 = varians sampel 2

s22=¿

∑ X2

n2

c. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis-hipotesis tersebut dijabarkan menjadi hipotesis nol

(H0) melawan hipotesis alternatif (H1).

Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak atau H1 diterima, ini berarti terdapat perbedaan

yang signifikan.

Jika thitung < ttabel maka H0 diterima atau H1 ditolak, ini berarti tidak terdapat

perbedaan yang signifikan

Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan db = n1 + n2 – 2.

Page 37: Proposal Experimen

K. Daftar Pustaka

Agung, A.A.Gede. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

Ardiana, I Wayan. 2011. Implementasi Model Pembelajaran Heuristik-V dengan Peta Konsep untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII A6 SMP Negeri 1 Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan): Universitas Pendidikan Ganesha

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. “Sertifikasi Guru”. Tersedia pada http://www.dikti.go.id (Diakses tanggal 28 November 2011)

Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Bumi Aksara

Kasim, Meilani. 2009. Masalah Pendidikan di Indonesia. Tersedia pada http://meilanikasim.wordpress.com (diakses tanggal 25 November 2011)

Koyan, Wayan. 2007. Statistik Terapan (Teknik Analisis Data Kuantitatif). Singaraja: Unit Penerbit Universitas Pendidikan Ganesha.

Muhfida.2008. Pembelajaran Konvensional. Tersedia pada http://muhfida.com/pembelajaran-konvensional/ (diakses pada tanggal 14 Pebruari 2012)

Nurkancana, Wayan. 2007. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Nugroho, Fitroh Sapto, dkk. 2006. Keterpurukan Dunia Pendidikan Berdampak pada Penurunan Kualitas Sumberdaya Manusia Indonesia. Tersedia pada http://Repository.ipb.ac.id/handle/123456789/32495/KETERPURUKANDUNIAPENDIDIKAN.pdf (diakses tanggal 28 November 2011)

Permendiknas. No. 22. 2006. Standar Isi. Jakarta: Depdiknas RI

Suastra, I Wayan. 1996. Penerapan Model Pembelajaran Heuristik Vee dengan Peta Konsep dalam Pembelajaran Fisika. Thesis (tidak diterbitkan). IKIP Bandung.

Suryantini, Ni Luh Gede. 2010. Pengeruh Model Pembelajaran Heuristik Vee dengan Peta Konsep Terhadap pemahaman konsep Fisiska Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Kediri. Skripsi (tidak diterbitkan): Universitas Pendidikan Ganesha

Page 38: Proposal Experimen

Wibawa, I Made Citra. 2009. Pengaruh Pembelajaran Heuristik Vee terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Divergen. Thesis (tidak diterbitkan). Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja