proposal aseclofenak

58
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengembangan inovasi bentuk sedian farmasi yang dapat menunda pelepasan obat merupakan hal yang mempunyai peluang besar, misalnya bentuk sedian farmasi dengan teknologi penyalutan. Contoh yang penting misalnya bentuk sedian mikrokapsul ( Chella, 2010 ) Mikroenkapsulasi merupakan salah satu bidang yang paling menarik di bidang teknologi farmasi sejak awal bertahun-tahun yang lalu. Mikroenkapsulasi ini adalah bidang interdisipliner yang membutuhkan pengetahuan tentang pemakain polimer dan teknologi emulsi ( Simon. B, 2006 ). Mikrokapsul merupakan teknologi yang berkembang pesat karena menawarkan keuntungan berbagai bidang diantaranya bidang farmasi, teknologi pangan, dan industri kertas. 1

Upload: iaafriani

Post on 18-Jul-2016

94 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

aceklofenak dan eldraugit

TRANSCRIPT

Page 1: proposal aseclofenak

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pengembangan inovasi bentuk sedian farmasi yang dapat menunda

pelepasan obat merupakan hal yang mempunyai peluang besar, misalnya

bentuk sedian farmasi dengan teknologi penyalutan. Contoh yang penting

misalnya bentuk sedian mikrokapsul ( Chella, 2010 )

Mikroenkapsulasi merupakan salah satu bidang yang paling

menarik di bidang teknologi farmasi sejak awal bertahun-tahun yang lalu.

Mikroenkapsulasi ini adalah bidang interdisipliner yang membutuhkan

pengetahuan tentang pemakain polimer dan teknologi emulsi ( Simon. B,

2006 ).

Mikrokapsul merupakan teknologi yang berkembang pesat karena

menawarkan keuntungan berbagai bidang diantaranya bidang farmasi,

teknologi pangan, dan industri kertas. Mikroenkapsulasi adalah teknologi

penyalutan yang tipis pada pertikel – partikel kecil zat padat, cair, maupun

dispersi dengan ukuran sampai 5000 µm ( Martin, Swarbrick, dan

Cammarata, 1993 )

Mikrokapsul sebagai hasil dari proses mikroenkapsulasi

mempunyai ukuran antara 1-5.000 μm, memiliki kelarutan dan stabilitas

yang lebih baik. Keunikan dari mikrokapsul adalah kecilnya partikel yang

1

Page 2: proposal aseclofenak

tersalut dan dapat digunakan lebih lanjut terhadap berbagai bentuk sediaan

farmasi (Lachman, 1986 ; Miah et al, 2013 )

Dalam penelitian ini digunakan aceklofenak yang mempunyai

absorbsi yang cepat dan efektif diserap setelah pemberian oral, namun

memiliki waktu paruh yang pendek. Efek samping terapi dari aseklofenak,

seperti NSID lainnya yaitu gangguan pada gastrointestinal seperti

pendarahan (Kumar, et al, 2011; British, 2009).

Aseklofenak merupakan obat golongan analgesik antiinflamasi

non stroid (AINS). Aseklofenak digunakan untuk terapi osteoarthritis,

arthritisrhematoid, dan ankylosing spondylitis, praktis tidak larut dalam

air, tetapi di absorbsi cepat disaluran cerna, maka dari itu penambahan

matriks hidrofilik dilakukan untuk memperlambat pelepasan zat aktifnya

dengan menggunakan Polimer yang digunakan pada pembuatan

mikroenkapsul ini adalah Eudragit L 100. Polimer ini banyak digunakan

sebagai penyalut pada pembuatan tablet salut enterik (Martindale, 2009 ,

Sandile, 2010).

Eudralgit L 100 merupakan kopolimer asam metakrilat, yang

digunakan sebagai bahan penyalut sensitif pH untuk menahan pelepasan

obat dilambung dan diperioritaskan pelepasan diusus ( Reddy,

Gnanaprakash, Badarinth, dan Chetty, 2009 ). Faktor penting yang

mempengaruhi kinerja polimer adalah nilai pH terjadinya disolusi. Tidak

ada pelepasan polimer pada pH rendah dilambung namun pelepasan terjadi

2

Page 3: proposal aseclofenak

pada deudenum sehingga Eudralgit L 100 dipilih sebagai polimer

penyalut ( Purwinda, 2011 ).

Untuk mengatasi hal tersebut antara lain dengan memberikan

sediaan obat dalam bentuk sustained release, sediaan ini akan melepaskan

obat secara tunggal (Lachman, et al., 1986). Untuk itu dalam ranggka

mempertahankan konsetrasi terapi aseklofenak, sifat fisikokimia obat, dan

memperpanjang waktu paruh yang relatif pendek dan masalah yang

berhubungan dengan gastrointestinal, maka aseklofenak dibuat dalam

sedian mikroenkapsul pelepasan terkontrol, untuk menghindari pemakaian

obat berulang dan untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan

(fluktuasi kadar obat dalam plasma) maka aseklofenak didesain dalam

bentuk sediaan pelepasan dimodifikasi. Pengurangan frekuensi pemberian

akan memudahkan pasien dan mengurangi resiko kesalahan dan kelupaan

(Ansel,1989)

Proses untuk mendapatkan sediaan ini, salah satunya adalah

dengan mikroenkapsulasi, dimana bahan-bahan padat, cairan bahkan gas

pun disalut, dilapisi atau dijadikan kapsul dengan ukuran partikel

mikroskopik, dengan membentuk salutan tipis sekitar bahan yang akan

dijadikan kapsul (Ansel, 1989).

Pada penelitian ini aseklofenak dimikroenkapsulasi agar dapat

menahan pelepasan obat dilambung dan dilepas diusus sehingga

mengurangi efek samping yang merugikan seperti iritasi lambung,

3

Page 4: proposal aseclofenak

khususnya pada penderita dengan riwayat penyakit persendian yang

mendapat kan terapai aseklofenak. Sistem pelepasan yang dikontrol oleh

polimer tersebut diharapkan dapat mengatur pelepasan aseklofenak pada

organ yang tepat yaitu diusus.

4

Page 5: proposal aseclofenak

I.2 Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Apakah Eudragit L 100 dapat digunakan sebagai penyalut pada

mikrokapsul aseklofenak

2. Apakah metode yang digunakan dapat memperoleh mikrokapsul dalam

bentuk sediaan lepas lambat

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah Eudragit L 100 dapat digunakan sebagai

penyalut pada pembuatan sediaan lepas lambat mikrokapsul.

2. Untuk mengkarakterisasi sifat-sifat fisika dan fisikokimia mikrokapsul

aseklofenak dengan menggunakan polimer Eudragit L 100.

3. Untuk mengevaluasi profil disolusi dari natrium diklofenak setelah

dibuat menjadi mikrokapsul dengan metode emulsifikasi penguapan

pelarut dengan sebagai penyalut Eudragit L 100.

I.4 Hipotesa Penelitian

Eudragit L 100 dapat digunakan sebagi matriks dalam sedian

mikrokapsul lepas lambat dengan bahan ini aseklofenak.

5

Page 6: proposal aseclofenak

I.5 Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan bentuk

sediaan pelepasan dimodifikasi aseklofenak dengan teknik

mikroenkapsulasi menggunakan polimer Eudragit L 100.

6

Page 7: proposal aseclofenak

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monografi Zat2.1.1 Aseklofenak

Gambar 1 : Rumus Bangun Aseklofenak ( Martindale, 2009 )

Nama kimia : Aceklofenakas; Aseklofenaakki; Aseklofenak. [o- (2,6

Dichloroanilino) fenil] asetat ester asam glikolat; 2-

(2,6-Dichloroanalino) Asam phenylacetoxyacetic

Rumus Molekul : C12H13Cl2NO4 (British, 2002 )

Bobot Molekul : 354.2 ( British, 2002 )

Pemerian : Serbuk kristal, putih atau putih gading.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut didalam alkohol, dan

sangat mudah larut didalam aseton. (Martindale, 2009)

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung dari

7

Page 8: proposal aseclofenak

cahaya matahari ( British, 2002 )

Identifikasi : A. Larut 50 mg dalam metanol dan encerkan

sampai 100 ml dengan pelarut yang sama.

Diperiksa solusinya menunjukkan maksimum

serapan antara 220 nm sampai 370 nm.

.B. Spektrofotometri serapan

inframerah, perbandingan Ph. Eur,

spektrum referensi Acelofenak

( European, 2002 )

C. Larut sekitar 10 mg dalam 10 ml etanol 96 %.

Untuk 1 ml larutan, ditambahkan 0,2 campuran

kalium ferricynide 6 gram dan larutan besi

klorida, diamkan selama 5 menit dan

terlindung dari cahaya. Kemudian tambahkan

1 ml larutan asam klorida, biarkan 15 menit

sampai terlihat warna biru dan terbentuk

endapan ( British, 2002 )

2.1.2 Farmakodinamik

Aseklofenak merupakan turunanan asam phenylacetic,

Aseklofenak merupakan kelompok NSID yang digunakan untuk terapi

arthritis rematoid, osthereoatritis, dan ankylosing spondylitis.

8

Page 9: proposal aseclofenak

Aseklofenak bekerja menghambat enzim syclooksigenase atau

inhibitor syclooksigenase ( COX – 1 ) ( Martindale, 2009 ).

2.1.3 Farmakokinetik

Aceclofenac baik diserap dari saluran pencernaan,

mempunyai kontentrasi puncak plasma yang mencapai 1- 3 jam

setalah pemberian oral. Aseclofenak lebih dri 99% terikat protein

plasma, mempunyai waktu paruh eliminasi sekitar 4 jam.

Diekresikan melalui urin yang berupa hydroxymetabolite

( Martindale, 2009 ).

2.14 Indikasi, Efek samping, Kontraindikasi, dan Interaksi Obat

Aseklofenak digunakankan untuk terapi pengobatan pada

osteoarthritis, rheumatoid arthritis, dan ankylosing spondylitis.

Aseklofenak mempunyai efek samping seperti NSID pada umumnya pada

saluran pencernaan, seperti gastrointestinal, mual, muntah, diare, dan dapat

terjadi pendarahan berat pada gastrointerstinal pada pasien ulkus peptikum

hal ini terjadi karena penghambatan cyclo – oxygenase 1 ( COX – 1 ) yang

mempunyai peran penting dalam pencernaan, efek samping yang jarang

terjadi seperti : sakit kepala, bronkospasme, maningitis, dll ( Martindale,

2009 ).

Aseklofenak mempunyai kontra indikasi pada pasien gangguan

ginjal, dan pada pasien penderita ulkus peptikum. Interaksi aseklofenak

dengan penggunaan aspirin secara bersamaan akan meningkatkan efek

samping, meningkatkan efek antikoagulan oral, meningkatkan nefrotoksik

9

Page 10: proposal aseclofenak

jika diberikan bersamaan dengan obat – obat ACE Inhibitor seperti :

spalosporin, tacrolimus, atau diuretik lainnya ( Martindale, 2009 )

2.1.5. ELDRAUGIT

Sumber : [ Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006 ]

Gambar 2.Struktur Kimiaa Eudralgit L 100 – 55

Eudralgit L 100 adalah polimer turunan metaklirat yang

mengandung kopolimer anionik poli ( asam metakrilat, etil akrilat ) 1:1.

Berbentuk serbuk berwarna putih dengan kandungan polimer 95%.

Eudralgit L 100 larut dalam metanol, etanol, isopropil, alkohol dan

aseton, serta praktis tidak larut dalam etil asetat, metilen klorida,

petroleum eter dan air ( Skalsky, Felisiak, dan petereit, 2009).

Polimer penyalutan yang tergantung pH yang umum digunakan

adalah kopolimer asam metakrilat, salah satunga dikenal Eudralgit,

komposisi yang tepat digunakan pada derivat metakrilat digunakan untuk

menargetkan obat pada lapisan pH tertentu. Eldraugit L 100 pada pH 6,0

di jejunum, dirancang untk pelepasan obat pada usus besar. Nilai - nilai ini

mengasumsikan bahwa pasien memiliki pH yang khas atau daerah dari

saluran gastrointestinal yang mungkin diperlukan modifikasi untuk pasien

tertentu (Peppas, wood, dan Blanchette, 2004).

10

Page 11: proposal aseclofenak

Kopolimer asam metakrilat, juga diketahui digunakan sebagai

bahan penyalut yang sensitif pH untuk menjaga obat dan diperioritaskan

pelepasannya diusus (Rahmadevi, 2011).

2.2 Mikrokapsul

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan secara langsung

terhadap zat aktif dalam bentuk partikel halus dari zat padat, tetesan

cairan, dan bentuk terdispersi. Dalam bidang farmasi mikroenkapsulasi

bertujuan untuk mengubah bentuk zat aktif, perlindungan, penutupan rasa,

dan pelepasan zat aktif secara terkendali. Mikrokapsul sebagai hasil dari

mikroenkapsulasi mempunyai ukuran antara 1- 5000 µm (Lachman, et al.,

1994).

Tabel 2.1 Proses Mikroenkapsulasi dan ukuran Partikel yang Dihasilkan

Proses mikroenkapsulasi

Bahan inti yang diterapkan

Ukuran partikel (µm)

Suspensi udara Padat 35 – 5000

Pemisahan fase koaservasi

Padat dan cair 2 – 5000

Lubang ganda sentry fungal

Padat dan cair 1−¿5000

Penyalutan dalam panic

Padat 600 –5000

Penguapan pelarut Padat dan cair 5 – 5000

Pengeringan dan pembekuan semprot

Padat dan cair 600

[ Sumber : Lacman, Herbert, dan Kanig, 1994 ]

Mikroenkapsulasi dapat digunakan untuk mengubah cairan,

menjadi zat padat, mengubah sifat koloidal dan sifat – sifat permukaan,

memberikan perlindungan terhadap lingkungan, serta mengontrol

11

Page 12: proposal aseclofenak

pelepasan obat. Keunikan dari mikroenkapsulasi adalah kecilnya partikel

yang tersalut dan adaptasi terhadap bentuk takaran penggunaan produk,

yang tadinya belum dapat dikerjakan. Partikel mikrokapsul yang kecil,

mengakibatkan bagian – bagian obat dapat didistribusikan secara merata

melalui saluran cerna, sehingga menaikan potensi penyerapan obat

( Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994 )

2.2.1 Morfologi Mikrokapsul ( Ghosh, 2006 )

Morfologi mikroenkapsul yang dihasilkan tertama tergantung pada

bahan inti dan proses pembentukan dinding mikrokapsul. Berdasarkan

morfologinya mikrokapsul dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu

mononuklear, polinuklear, dan matriks.

Tipe mononuklear terdiri dari satu inti yang dikelilingi bahan

penyalut ( dinding mikrokapsul ), sedangkan tipe polinuklear terdiri dari

banyak inti dalam satu mikrokapsul. Pada tipe matriks, bahan inti

terdistribusi secara homogen pada bahan penyalut.

[ Sumber : Ghosh, 2006 ]

12

Page 13: proposal aseclofenak

Gambar 2.1 Morfologi mikrokapsul

2.2.2 Tujuan Mikroenkapsulasi ( Deasy, 1984; Benita, 1991; Lachman,

et al., 1994).

Ada beberapa alasan suatu zat dimikroenkapsulasi, antara lain sebagai

berikut:

1. Mendapatkan sediaan lepas lambat atau obat dengan kerja diperpanjang.

2. Pengamanan terhadap zat yang beracun atau zat yang mempunyai bau dan

rasa tidak enak.

3. Perlindungan selama penyimpanan terhadap kemungkinan terjadinya

oksidasi oleh cahaya, penguaan dan kelembapan. Mencegah terjadinya

terjadinya reaksi antara zat-zat yang saling tidak tercampurkan, misalnya

pada pembuatan tablet atau serbuk campur.

4. Mengurangi efek iritasi lambung dan intestinal (sediaan lepas tunda)

5. Penutupan rasa pada tablet kunyah.

2.2.3 Bahan Dasar dalam Proses Mikroenkapsulasi (Deasy, 1984;

Lachman, et al., 1994)

Dalam proses mikroenkapsulasi pada dasarnya ada 2 bahan yang

terlibat di dalamnya :

1. Bahan inti

Inti merupakan bagian yang disalut, dapat berbentuk padatan atau

cairan. Komposisi bahan inti dapat bervariasi, seperti inti cairan dapat

meliputi bahan terdispersi atau bahan terlarut. Ukuran bahan-bahan ini

berbeda-beda tergantung dari teknik mikroenkapsulasi yang digunakan.

13

Page 14: proposal aseclofenak

2. Bahan penyalut

Pemilihan bahan penyalut yang tepat sangat menentukan sifat

fisika kimia dari mikrokapsul, sehingga pemilihan ini harus mendapat

pertimbangan semestinya.

Bahan penyalut yang digunakan harus mampu memberikan suatu

lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia

dan tidak bereaksi dengan bahan inti dan dapat memberikan sifat penyalut

yang diinginkan seperti kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas dan

stabilitas.

2.3 Metode Pembuatan Mikroenkapsulasi

Secara umum metoda pembuatan mikrokapsul dapat dibagi

menjadi dua bagian besar, yaitu tipe A (proses kimia) dan tipe B ( proses

mekanik). Tipe A terdiri dari metoda penguapan pelarut, koaservasi, dan

polimerasi, sedangkan tipe B terdiri dari metoda suspensi udara,

pengeringan semprotdan pembekuan semprot,penyalutan dalam panci,

lubang ganda sentrifugal dan “fuidized bed” (Benita, 1991; Lachman, et

al., 1994).

1. Proses Kimia

a. Penguapan pelarut

Teknik ini didasari oleh penguapan fasa dalam dari suatu emulsi

melalui proses pengadukan dan telah digunakan oleh perusahaan-

perusahaan untuk mikrokapsul. Hal ini dilakukan dengan suatu alat

pembuat cairan dimana penyalut dilarutkan dengan suatu pelarut yang

14

Page 15: proposal aseclofenak

mudah menguap, yang tidak bercampur dengan fasa cairan pembawa,

diikuti dengan penambahaan bahan berkhasiat. Dengan pengadukan,

campuran bahan penyalut dan inti terdispersi dalam fase cairan pembawa

untuk mendapatkan ukuran mikrokapsul yang sesuai. Pada tahap akhir

dilakukan penguapan pelarut dari penyalut (Benita, 1991; Lachman, et al.,

1994).

b. Koaservasi

Koaservasi ini merupakan pemisahan fase dalam sistem koloid

yaitu pemisahan lapian fase yang kaya koloid dan yang miskin koloid.

Koaservasi berarti agregasi dan awalan “ko” untuk menjelaskan adanya

kesatuan partikel koloid. Secara umum proses ini dilakukan dalam tiga

pengerjaan dibawah kondisi pengadukan secara berkesinambungan, yaitu

pembentukan fase yang saling tidak bercampur, penempelan materi

penyalut inti dan pengerasan dari penyalut (Deasy, 1984; Lachman, et al.,

1994; Ansel, 1989).

c. Polimerasi

Pada metoda ini terjadi reaksi unit monomer yang diletakan pada

interfase diantara zat aktif. Fase pembantu ini biasanya berbentuk cairan

dan gas. Karena itu reaksi polimerasi terjadi pada fase cair-cair, gas-cair,

padat-cair dan padat-padat.

2. Proses mekanik

a. Suspensi Udara

15

Page 16: proposal aseclofenak

Pada prinsipnya metoda ini adalah disperse fase padat dari inti

dalam udara yang mengalir melalui fase pendukung kemudian

disemprotkan dengan penyalut (Deasy, 1984; Lachman, et al., 1994).

Partikel ini berupa zat padat yang akan disalut diresirkulasikan melalui

penyalut yang berupa polimer yang disemprotkan. Proses ini terjadi

berulang-ulang sampai ketebalan yang diinginkan. Aliran udara selain

untuk sirkulasi juga berfungsi mengeringkan hasil yang didapat (Deasy,

1984; Lachman, et al., 1994).

b. Pengeringan semprot

Pada metoda ini didispersikan dalam larutan penyalut, kemudian

campuran diatomisasikan ke dalam ruangan yang berisi aliran udara panas

secara berkesinambungan untuk menghilangkan larutan penyalut dan

menghasilkan mikrokapsul (Deasy, 1984; Lachman, et al., 1994)

[ Sumber : Rattes dan Oliviera, 2007 ]

Gambar 2.3 Skema alat spray dry

16

Page 17: proposal aseclofenak

c. Pengeringan Beku

Metoda ini hampir sama dengan metoda pengeringan semprot,

bedanya hanya pada pengerasan mikrokapsul yaitu melalui pembekuan

materi penyalut yang meleleh dengan mencampurkan terlebih dahulu

campuran penyalut inti dengan penyalut yang bukan melarutkan

campuran. Kemudian pelarut dihilangkan dengan teknik evaporasi (Deasy,

1984; Lachman, et al., 1994).

d. Penyalut dalam panci

Biasanya dilakukan untuk mikrokapsul dengan ukuran partikel

besar dari 600 µm. Zat padat disemprotkan dengan penyalut pada panci

penyalut. Untuk mengeringkan penyalut digunakan aliran udara panas

pada zat yang telah disalut atau dikeringkan dalam oven (Deasy, 1984).

e. Lubang ganda sentrifugal

Southwest Research Institute (SWRI) telah mengembangkan suatu

prosess mekanik untuk memproduksi mikrokapsul yang menggunakan

gaya sentrifugal untuk melingkari suatu bahan inti melalui envelope

membrane mikrokapsulasi, sehingga menpengaruhi mekanika

mikrokapsulasi. Proses ini membuat mikroenkapsulasi cairan dan padatan

dari berbagai kiaran ukuran, dengan berbagai bahan penyalut (Lachman, et

al., 1994).

Ukuran mikrokapsul bervariasi antara 1-5000 µm. Perbedaan

proses mikrokapsul, jenis bahan penyalut yang digunakan menyebabkan

17

Page 18: proposal aseclofenak

adanya variasi ukuran partikel mikrokapsul yang dihasilkan (Lachman, et

al., 1994)..

2.3 Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikrokapsul

Pelepasan obat dari bentuk mikrokapsul dapat melalui berbagai

cara, yaitu melalui proses difusi melewati lapisan polimer, erosi dari

lapisan polimer, atau melalui kombinasi dari erosi dan difusi. Proses

pe;epasan obat yang umum terjadi pada mikrokapsul adalah proses difusi.

Cairan dari saluran pencernaan berdifusi melalui membaran ke sel,

kemudian obat berdifusi melalui membaran dari daerah berkosentrasi

tinggi di dalam mikrokapsul kedaerah berkonsentrasi rendah pada cairan

saluran pencernaan ( Krowezynski, 1987 ).

[ Sumber : Krowenzynski, 1987 ]

Gambar 2.4 Skema pelepasan obat pada mikrokapsulasi

Pelepasan obat dari mikrokapsul dapat dilihat dari kinetika

pelepasan bahan aktifnya mengikuti kinetika orde nol, maka antara persen

18

Page 19: proposal aseclofenak

zat terdisolusi terhadap waktu akan didapatkan suat garis lurus.

Persamaan untuk kinetika orde nol yaitu (Shargel, 1988;Lachman, et al.,

1994) :

Q = Qo – kot

Dimana : Qo = Jumlah awal obat dalam mikrokapsul

Q = Jumlah obat yang dilepaskan pada waktu t

ko = Kontanta laju orde not

t = Waktu

Apabila pelepasan zat aktif mengikuti kinetika orde satu, maka

antara persen log zat tertinggal terhadap waktu akan member garis lurus.

Persamaan untuk model kinetika orde satu adalah :(Shargel,

1988;Lachman, et al., 1994).

Ln Q = Ln Qo – Kt

Atau

Log Q = log ko −Kt2,303

Dimana K = konstanta laju orde satu

2.4 Disolusi

2.4.1 Defenisi dan tujuan umum disolusi

Disolusi adalah suatu proses dimana bahan padat melarut ke dalam

medium pelarutnya. Gambaran umum tentang disolusi pada sediaan padat

telah dikembangkan oleh Noyes dan Whitney. Mereka menyatakan

kecepatan disolusi ditentukan oleh laju disolusi suatu lapisan yang sangat

19

Page 20: proposal aseclofenak

tipis dari larutan jenuh yang terbentuk pada sekeliling zat padat. Dimana

laju disolusi adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi larutan

dalam medianya dalam waktu trtentu. Dalam menentukan kecepatan

disolusi dari bentuk sediaan obat, terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan sesuai dengan persamaan Noyes dan Whitney (Swabrick,

1990 ; Abdou,1985).

Disolusi dapat memperkirakan ketersediaan hayati dari suatu obat.

Uji disolusi adalah penentuan jumlah obat terlarut dalam selang waktu

tertentu. Sedangkan desintegrasi merupakan proses pecahnya suatu sediaan

menjadi partikel – partikel sehingga obat terbebaskan dari bentuk

sediaannya. Langkah - langkah desintegrasi sampai disolusi sangat

menentukan kecepatan obat diabsorbsi masuk ke sirkulasi sistemik. Laju

disolusi senyawa padat ditentukan oleh laju disolusi suatu lapisan yang

sangat tipis dari larutan jenuh yang terbentuk di sekeliling zat padat

(Martin, 1990).

2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi (Abdou, 1989)

Adapun faktor – faktor yang dpat mempengaruhi laju disolusi

adalah sebagi berikut:

1. Lingkungan

a. Pengadukan

Kecepatan pengadukan media dipengaruhi ketebalan lapisan

difusi, makin besar intensitas pengadukan makin tipis lapisan difusi dan

20

Page 21: proposal aseclofenak

makin cepat proses disolusi. Pengadukan bertujuan untuk mempercepat

cairan berkontak dengan permukaan zat aktif dan menyeragamkan suhu.

b. Suhu medium

Kelarutan zat aktif dipengaruhi oleh suhu medium, jika suhu tinggi

maka viskositas akan turun, sehingga koefisien difusi akan menaikkan laju

disolusi.

c. pH Medium

Laju disolusi dari senyawa yang bersifat asam lemah akan naik

dengan naiknya pH. Pemilihan kondisi pH akan berbeda di sepanjang

saluran cerna sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan laju disolusi.

d. Metoda uji yang digunakan

Metoda penentuan laju disolusi yang berbeda mempengaruhi laju

disolusi yang berbeda pula.

1. Sifat fisikokimia zat aktif

a. Ukuran zat aktif

Semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan semakin besar

sehingga laju disolusi semakin meningkat.

b. Kelarutan zat aktif

Menurut persamaan Noyes - Whitney kelarutan zat aktif berbanding

lurus dengan laju disolusinya.

1. Faktor formulasi

a) Bentuk sediaan

21

Page 22: proposal aseclofenak

Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung pada

kecepatan pelepasan obat terkandung di dalamnya. Secara umum laju

disolusi akan menurun menurut urutan berikut : larutan, suspensi, kapsul,

tablet.

a. Bahan pembantu

Penggunaan bahan pembantu dalam proses formulasi dapat

meningkatkan atau memperlambat laju disolusi tergantung dari bahan

pembantu yang digunakan.

b. Proses pengolahan

Metoda pengolahan dalam pembuatan tablet sangat mempengaruhi

laju disolusi, contohnya pada metoda granulasi kelembaban granul,

tekanan saat mengempa sangat mempengaruhi karakteristik laju disolusi

dari akhir produk.

Bahan tambahan yang digunakan dalam memformulasi suatu sediaan

akan mempengaruhi laju disolusi zat aktif. Secara umum bila bahan

tambahan yang digunakan bersifat hidrofil maka kecepatan disolusi akan

bertambah, sebaliknya bila bahan tambahan bersifat hidrofob maka

kecepatan disolusi akan berkurang (Abdou, 1989).

Persamaan Noyes dan Whitney :dCdt =KS (Cs-C)

dC = laju disolusi

K = konstanta laju disolusi (cm3/detik)

S = luas permukaan padat yang melarut

22

Page 23: proposal aseclofenak

Cs = konsentrasi jenuh obat dalam lapisan larutan (g/ cm3)

C = konsentrasi obat dalam medium disolusi pada waktu t (g/ cm3)

Dimana K diperoleh dari persamaan :

K = Dδ

D = konstanta disolusi ( m2 / detik) δ = ketebalan lapisan difusi (m)

2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi dari suatu

sediaan padat (Abdou, 1989; Banakar, 1992)

Laju disolusi sediaan obat padat tergantung pada beberapa faktor yaitu:

a. Lingkungan selama percobaan, seperti pengadukan, suhu, pH dan pH

medium, serta metoda uji yang digunakan.

b. Sifat fisikokimia zat aktif, seperti ukuran partikel dan kelarutan zat

aktif.

Faktor formulasi, seperti bentuk sediaan dan bahan-bahan pembantu yang

digunakan

2.4.3 Metode penentuan disolusi

Metode penentuan disolusi ada beberapa macam, yaitu

(Departemen Kesehatan RI, 1995):

1. Metoda keranjang (rotating basket apparatus)

23

Page 24: proposal aseclofenak

Gambar 4. Metoda basket/ keranjang (Departemen Kesehatan RI,

1995)

Alat ini terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca

atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor dan keranjang

berbentuk slinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang

sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam

wadah pada 370 + 0,50 selama pengujian berlangsung dan menjaga agar

gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk

lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan,

goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat

perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan

pengamatan dan pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih

dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola,

tinggi 160 mm hingga 175mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm

24

Page 25: proposal aseclofenak

dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya

melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang

pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya

tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar

dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur

kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan

putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang

tertera dalam maasing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%.

Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian

dari keranjang yang merupakan bagian dari pengaduk terbuat dari baja

tahan karat tipe 316 atau yang sejenis. Kecuali dinyatakan lain dalam

masing-masing monografi, gunakan kasa 40 mesh. Dapat juga digunakan

keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 µm). Sediaan dimasukkan

kedalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak antara

dasar bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm + 2 mm selama

pengujian berlangsung.

2. Metoda dayung (paddle apparatus)

25

Page 26: proposal aseclofenak

Gambar 5. Metoda dayung (Departemen Kesehatan RI, 1995)

Metoda ini sebenarnya sama dengan metoda keranjang tadi,

bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang

sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga

sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal

wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun

melewati diameter batang sehingga dasar-dasar daun dan batang rata.

Dayung memenuhi spesifikasi pada jarak 25 mm + 2 mm antara daun dan

bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung.

Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut

26

Page 27: proposal aseclofenak

dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam

kedasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan

yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat

digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.

2.5 Spektrofotometer Ultraviolet dan Visibel (UV-Vis)

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang

dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh

sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup

untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang

lebih tinggi. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara

kuantitatif, kosentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan

menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Kebanyakan molekul obat menyerap radiasi dalam daerah ultraviolet

spektrum tersebut, meskipun sebagian diwarnai sehingga menyerap radiasi

dalam daerah visible, misalnya suatu zat berwarna biru menyerap radiasi

pada daerah merah spectrum tersebut. Serapan radiasi UV Vis terjadi

melalui eksitasi elektron–elektron di dalam struktur molekular menjadi

keadaan energi yang lebih tinggi. Transisi dari suatu energi keadaan dasar

ke salah satu dari sejumlah keadaan tereksitasi memberikan lebar pada

spektrum UV (Watson, 2010).

Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm

sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm.

27

Page 28: proposal aseclofenak

Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk (Dachriyanus,

2004) :

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjungasi dari

suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang

maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan

menggunakan hukum Lambert-Beer.

28

Page 29: proposal aseclofenak

III.METODE PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan selama 5 bulan (Desember 2013 -

April 2014) di Laboratorium Teknologi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu

Farmasi (STIFARM) Padang.

III.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah : Timbangan digital analitik, Mikroskop

optik, alat uji disintegrasi, homogenizer, difraktometer sinar-X,

Spektrofotometer FT-IR, Spektrofotometer UV-Vis, alat uji disolusi metoda

dayung, Scanning Electron Microscopy atau SEM, Differential Thermal

Analysis atau DTA, alat- alat gelas lainnya yang menunjang pelaksanaan

penelitian.

Bahan yang digunakan: Aseklofenak, Eldralgit L 100 - 55, span 80,

paraffin cair, etanol, aseton, KH2PO4, NaOH 0,2 N, NaCl, air suling

III.3 Prosedur Penelitian

III.3.1 Pemeriksaan Bahan Baku Ciprofloksasin HCl

Pemeriksaan Aseklofenak dilakukan menurut metode yang

tercantum dalam British Pharmacopea, meliputi: pemerian, kelarutan,

identifikasi dan susut pengeringan.

29

Page 30: proposal aseclofenak

III.3.2 Pemeriksaan Bahan Eldraugit L 100 – 55

Pemeriksaan Eldraugit L 100 dilakukan menurut metode yang

tercantum dalam Handbook of Pharmaceutical Excipient, meliputi:

pemerian, kelarutan dan identifikasi (Rahmadevi, 2011).

III.3.3 Formula Mikrokapsul

Formula

Bahan

Jumlah ( gram )

F1 F2 F3

Aseklofenak 1 1 1

Eldraugit L 100 1 2 3

Tabel II. Formulasi Mikrokapsul Aseklofenak

III.3.4 Pembuatan Mikrokapsul

Mikrokapsul aseklofenak dibuat dengan metoda penguapan pelarut

menggunakan polimer eldraugit L 100. Aseklofenak dilarukan kedalam

parafin yang telah berisi span 80, kemudian pada wadah lain Eldraugit L

100 – 55 dilarutkan dengan aceton. Setelah semuanya larut maka

campuran didispersikan kedalam campuran parafin secara perlahan dengan

bantuan homogenizer. Setelah 1 jam diemulsifikasi, aseton diuapkan

berlahan dan akan terbentuk mikrokapsul. Kemudian mikrokapsul dicuci

dengan n-hexan pada suhu kamar (Hardenia, et al., 2011).

30

Page 31: proposal aseclofenak

III.3.5 Evaluasi Mikrokapsul

III.3.5.1 Analisis Pengukuran Partikel

Ukuran partikel mikrokapsul ditentukan dengan metoda mikroskop

optik, sekitar 1000 mikrokapsul dihitung dengan analsis ukuran partikel

dengan kalibrasi mikroskop optic dengan range dari 60 – 80 mikron

(Navee, et al., 2010).

III.3.5.2 Bentuk dan Morfologi Permukaan

Permukaan dan bagian dalam dari mikrokapsul diamati melalui

Scanning Electron Microscop (SEM). Wadah aluminium yang digunakan

untuk SEM pertama kali dilapisi dengan cat logam, kemudian dibilas

dengan etanol dan dilapisi dengan selapis tipis logam atau emas (Hardenia,

et al., 2011).

III.3.5.3 Uji Differential Thermal Analysis (DTA)

Analisis dilakukan menggunakan alat DTA pada suhu dan waktu

tertentu. Analisis diferensial termal berdasarkan pada perubahan

kandungan panas akibat perubahan temperatur dan titrasi termometrik.

Dalam DTA (Differential Thermal Analysis), panas diserap atau

diemisikan oleh sistem kimia bahan yang dilakukan dengan pembanding

yang inert (Alumina, Silikon, Karbit atau manik kaca) dan suhu keduanya

ditambahkan dengan laju yang konstan (Gennaro, 1985).

III.3.5.4 Difraksi sinar X

Sampel berupa serbuk padatan kristalin diuji menggunakan alat

difraktrometer pada skala sudut difraksi 2θ antara 5 sampai 50o dengan

31

Page 32: proposal aseclofenak

sumber CuKα. Sejumlah sampel dimampatkan pada wadah sampel berupa

bak kecil berukuran kurang lebih 5x8 cm, selanjutnya diletakkan dalam

sample chamber. Alat dioperasikan dengan kecepatan pengukuran 4o per

menit. Sinar X tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian

mendispersikan ke segala arah. Bentuk keluaran difraktometer dapat

berupa data analog atau digital (Chiou, et al, 1971; Soewandhi, et al,

2007).

III.3.5.5 Spektrofotometer FT-IR

Spektrofotometri merupakan alat untuk mendeteksi gugus

fungsional, mengidentifikasi senyawa dan menganalisa campuran dan

hampir menyerupai alat untuk cahaya tampak dan ultraviolet dengan sinar

ganda. Uji dilakukan terhadap sampel mikrokapsul Aseklofenak. Sampel

digerus sampai menjadi serbuk dengan KBr, lalu dipindahkan kecetakan

die dan sampel tersebut kemudian dikempa ke dalam suatu cakram pada

kondisi hampa udara. Spektrum serapan direkam pada bilangan

gelombang 4000-400 cm-1 (Watson, 2009).

III.3.5.6 Penetapan Kadar Aseklofenak

A. Penentuan panjang gelombang serapan maksimal Aseklofenak

Pengukuran serapan larutan Aseklofenak dalam aquadest 50 mL

dalam 100 mL kemudian encerkan 2 mL larutan dari 50 mL dilakukan

pada panjang gelombang 220 sampai 370 nm, kemudian buat kurva

serapan terhadap panjang gelombang

32

Page 33: proposal aseclofenak

B. Pembuatan kurva kalibrasi Aseklofenak dalam aquadest

Dibuat larutan dengan konsentrasi 2, 3, 4, 5 dan 6 µg/mL kemudian

dibuat kurva serapan terhadap panjang gelombang.

Penetapan kadar Aseklofenak

Sejumlah mikrokapsul yang setara dengan 50 mg ditimbang

seksama, kemudian dilarutkan dalam aguadest sampai 100 mL. Kemudian

dari larutan induk di pipet 1 mL kemudian dicukupkan 25 mL. Serapan di

ukur pada panjang gelombang maksimal yang diperoleh. Kadar

Aseklofenak dihitung menggunakan kurva kalibrasi

III.3.5.7 Uji Pelepasan Obat Secara In Vitro (Disolusi)

a. Penentuan panjang gelombang maksimum

Pengukuran serapan larutan Aseklofenak dalam aquaest

10µg/mL dilakukan pada panjang gelombang 220 sampai 370 nm,

kemudian buat kurva serapan terhadap panjang gelombang.

b. Pembuatan kuva kalibrasi dalam Aquadest

Dibuat larutan dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 µ/mL

kemudian dibuat kurva serapan terhadap panjang gelombang.

c. Penentuan profil disolusi dari mikrokapsul

Penentuan profil disolusi menggunakan alat disolusi metoda

dayung (USP, 2007). Wadah diisi dengan larutan buffer phosphate pH 6,8

sebanyak 900mL dan suhunya diatur 37º ± 0,5º C. Kemudian mikrokapsul

yang setara dengan 50 mg Aseklofenak dimasukan kedalam wadah dan

dicelupkan, wadah slinder diputar 100 rpm. Larutan disolusi dipipet 5 mL

33

Page 34: proposal aseclofenak

pada menit ke 5, 10, 15, 30, 60, 90, 120, 180, 240, 300 dan 360. Pada

setiap pemipetan diganti dengan medium disolusi (Volume dan suhu yang

sama dengan pemipetan). Serapan larutan dipipet dari medium disolusi

diukur dengan panjang gelombang serapan maksimum dengan

spectrophotometer UV – Visible. Kadar Aseklofenak yang terdisolusi pada

setiap waktu dapat dihitung menggunakan kurva kalibrasi.

34

Page 35: proposal aseclofenak

DAFTAR PUSTAKA

Abdou, H. M. (1989). Dissolution, Bioavaibility and Bioequivalence.

Pennsylavania: Mark Publishing Company Easton.

Ansel, H. C. (1989). Introduction to pharmaceutical dosage form, diterjemahkan

oleh F. Ibrahim. Pengantar bentuk sediaan farmasi, edisi IV. Jakarta:

Universitas Indonesia.

B.Simon, (2006). Microencapsulation: Methods and industrial aplications, 2nd id.

Drugs Pharmaceutical Sci. Marcel Dakker. Inc. N.Y., 158 : 1-55

Banakar, U. V . (1992). Pharmaceutical Dissolution Testing. New York: Marcell

Dekker Inc.

Benita, S. (1991). Microencapsulation: Methods and Industrial Application. New

York :Marcel Dekker Inc

British Pharmacopeia, (2002). Govt. Of London. Vol.1 35-38.

Chiou, W. L. & Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical Applications of Solid

Dispersion System. Jurnal of Pharmaceutical Science, 60 (9), 1281 – 1302

Clella,N., Yada, K.K., dan Vempati, R. (2010). Preparation and Evalution Of Etyl

Celulosa Micropheres Containing Diclofenac Sodium By Novel W/O/O

Emulsion Methods. Journal of Pharmaceutical Science and Reseach.

Dacriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organilk Secara Spektroskopi.

Padang: Andalas University Press

Deasy PB . (1984). Microencapsulation and related drug processes. New York,

NY: Marcel Dekker.

35

Page 36: proposal aseclofenak

Deasy, P. P. (1984). Microencapsulation and related drug process. New York.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. (Edisi

IV). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi

ke – III, KORPRI Sub Unit Direktorat Jendral, Jakarta.

Dewi, Rahma. (2011). Penggunaan Eldraugit L 100 dalam Formulasi

Mikrokapsul Natrium Diklofenak Dengan Teknik Emulsifikasi Penguapan

Pelarut (Tesis). Padang. Universitas Andalas.

European Pharmacopeia, (2002). Published In Accordance Witha The Convention

On The Elaboration Of A European pharmacopoeia (European Treaty Series

no. 50). Fourth Edition. Strasbourg. Council of Europe. Vol .1 572-573.

Gennaro, A. R. (1985). Remington Pharmaceutical Sciences. (17th ed). Easton:

Mack Publishing Company.

Ghosh. S. (2006). Microencapsulation : A General Perspective Dalam. S. Ghosh.

Functional Coating by Polymer Microencapsulation. ( hal 1-20 ).

Weinheim: Willey – VCH Verlag GmBH dan Co. KgaA.

J. R. Reddy, K. Gnanaprakash, A. V. Badarinath, C. Madhusudhanachetty ,

(2009) Formulation and Evaluation of Microparticles of MetronidazoleIn J.

Pharm. Sci. & Res. Vol.1,131-136.

Krowezynski, L. (1987). Extended-Release Dosage Forms. Boca Paton: CRS

Press. Inc 31-34, 122-124.

36

Page 37: proposal aseclofenak

Lachman, L., H. A. Lieberman & Kanig, J. L. (1994). Teori dan praktek farmasi

industri I (Edisi II). Penerjemah: S. Suryatmi. Jakarta: Universitas Indonesia

Press.

Lachman,Leon,dkk. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi Ketiga.

Jilid 2. Jakarta : UI-Press.

Maliansih, Herlin, Purwinda. (2011).Pembuatan dan Karakterisasi Mikrokapsul

Natrium Diclofenac Menggunakan HPMCP – 55 dan Eudralgit L 100 -55

Sebagai Sedian lepas Tunda .(Skripsi). Depok. Universitas Indonesia.

Martin, A., Swarbick, J, & Cammarata, A. (1990). Physical Pharmacy (2nd ed).

Philadelyphia: Lea & Febiger.

Martindale The Complete Drug Reference. Thirty- sixth edition. London The

Pharmaceutical Press.

Peppas N.A., Wood K.M, dan Balnchette, J.O. (2004). Hydrogels For Oral

Delivery Of Therapetic Protein. Expert Opin. Biol. Ther. Vol. 4(6). 1-7.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J & Owen, S.C. (2006). Handbook of Pharmaceutical

Excipients, fifth edition. Washington: Pharmaceutical Press and American

Pharmacist Association.

Santhosh,Kumar,M. Chowdary, K.A, Sammaiah, G ( 2011 ). Controlled Release

Formulation and Evaluation of Aceclofenac By Microencapsulasion.

International Journal of Advances In Pharmaceutical Sciences, vol.2 (2-3)

Sharger, L., & B.C, Yu, Andrew. (1988), Biofarmasetika dan Farmakookinetika

Terapan, Edisi II, diterjemahkan oleh Faisch, UNAIR Press, Surabaya

37

Page 38: proposal aseclofenak

Sium, Md. Miah Hossain, UI ( 2013 ). Spreading Out of Aceclofenac Sustained

Release Microcspsules Based on HPMC 50 CPS By Emulsion Solvent

Evaporayion Tecnique. International Journal of Pharmaceutical Sciences

Research, vol 4(9), 3432-3239

Swarbrick.J., dan Boylan, J (1994). Encyclopedia Of Pharmaceutical Teknologi.

Vol. 9. New York: Marcel.Dekker.Inc.

The United States Pharmacopeial Convention Inc. (2007). The United States

Pharmacopeia. (Edisi XXX). New York: The United States Pharmacopeial

Convention Inc.

Watson, D. G. (2010). Analisis Farmasi, Edisi 2. Penerjemah: Winny R. Syarief.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

38

Page 39: proposal aseclofenak

39