proposal

56
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sekarang ini sedang mengalami berbagai persoalan diberbagai bidang kehidupan, dibidang pembangunan yang dibarengi dengan proses perubahan sosial, dimana bangsa Indonesia masih memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dengan persebaran yang tidak seimbang antara wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan. Fenomena ini merupakan implikasi dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang, sehingga menimbulkan berbagai dampak, antara lain terjadinya mobilitas penduduk dari desa kekota. Dari berbagi fenomena tersebut, migrasi merupakan salah satu fenomena penting dalam hubungan antar bangsa, perubahan-perubahan cepat ekonomi pembangunan global paling sedikit dipengaruhi oleh berkembangnya aktivitas yang banyak dikenal dengan migrasi intrnasonal sampai kepada migrasi sirkuler, oleh karena 1

Upload: dewi-nurhayati

Post on 03-Jan-2016

81 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia sekarang ini sedang mengalami berbagai

persoalan diberbagai bidang kehidupan, dibidang pembangunan yang

dibarengi dengan proses perubahan sosial, dimana bangsa Indonesia

masih memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dengan

persebaran yang tidak seimbang antara wilayah pedesaan dan wilayah

perkotaan. Fenomena ini merupakan implikasi dari pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang, sehingga menimbulkan

berbagai dampak, antara lain terjadinya mobilitas penduduk dari desa

kekota.

Dari berbagi fenomena tersebut, migrasi merupakan salah satu

fenomena penting dalam hubungan antar bangsa, perubahan-perubahan

cepat ekonomi pembangunan global paling sedikit dipengaruhi oleh

berkembangnya aktivitas yang banyak dikenal dengan migrasi intrnasonal

sampai kepada migrasi sirkuler, oleh karena itu merupakan hal yang

paling penting dan positif untuk disoroti. Hal yang patut diwaspadai adalah

bahwa aktivitas mobilitas yang dilakukan terutama pada Negara-negara

berkembang ke Negara-negara maju adalah sering dilakukakan dan di

ikuti oleh berkembangnya perdagangan manusia dengan berbagai

dimensi.

1

Page 2: Proposal

Fenomena ini tidak banyak orang yang memberikan perhatian

pada masalah migrasi dan berbagai rentetan resiko yang ada di dalam

seluruh aktivitas tersebut. Perubahan-perubahan cepat realitas sosial,

ekonomi dan politik dunia telah memberikan peluang besar bagi

terciptanya iklim perdebatan yang jauh lebih luas. Mobilitas penduduk

sebagai sebuah disiplin ilmu yang dianggap marginal pada masa lalu,

mengambil peran penting dalam proses perubahan dimasa kini dan masa

yang akan datang. Terbukanya isolasi antar Negara meleburkan batas-

batas formal politik ke dalam satu sistem global.

Persoalan migrasi secara umum sebenarnya sangat terkait

dengan pola hubungan antar manusia yang terbangun jauh sebelum

peradaban manusia modern terbangun. Dalam berbagai dimensi yang

mengikutinya aktivitas migrasi yang berkembang telah mengalami

berbagai pergeseran makna maupun konsepsi, disini jelas membicarakan

proses migrasi dalam konteks pembangunan regional, nasional maupun

lokal secara makro hampir tidak dapat dihindari, disamping itu

kecenderungan terjadinya konsentrasi kelompok-keompok migran baru di

suatu wilayah terutama di perkotaan menjadi sebuah fenomena yang tidak

bisa terhindarkan.

Melihat fenomena migrasi yang lebih kontemporer, aktivitas

migrasi diartikan sebagai suatu perubahan tempat tinggal, baik parmanen,

maupun semi parmanen yang dapat mencakup pendatang, imigran

pekerja temporer, pekerja tamu, mahasiswa maupun pendatang illegal

2

Page 3: Proposal

yang menyeberangi suatu batas wilayah tertentu, pengertian

mengesampingkan, kelompok wisatawan dan komunitas diplomatik yang

tidak berkaitan langsung dengan aktivitas ekonomi produksi, (Samuel

dalam, Abdul Haris, 2005).

Melihat sejarah perkembangan demografi di Indonesia, dikenal

adanya pola migrasi sirkuler yang merupakan salah satu gambaran dan

ketidak mampuan sistem ekonomi desa untuk memenuhi kebutuhan hidup

penduduknya, sehingga gerak perpindahan penduduk yang terjadi adalah

dari wilayah yang kering secarah ekonomi (desa), menuju wilayah yang

mudah memperoleh pendapatan (kota), kota dijadikan sentral kegiatan

non agraris dan wadah untuk memperoleh pekerjaan yang lebih luas

dengan upaya yang lebih menarik. Pada tahun 1970-an menunjukkan

bahwa luasnya migrasi sirkuler terdeteksi kira-kira seperlima dari seluruh

migran antar provinsi sekitar 1,53 juta orang (Rahbini, 1994). Ini

mengindikasikan bahwa fenomena ini merupakan suatu persoalan yang

patut diperhatikan.

Data yang diungkapkan oleh Menteri Pembangunan Desa

Tertinggal kala itu, diketahui bahwa jumlah desa di Indonesia adalah

sekitar 70.611 desa, dan 45 % diantaranya masuk ke dalam kategori desa

tertinggal. Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia,

tentunya tak dapat lepas dari pembangunan ekonomi di desa-desa yang

ada di negara ini. Oleh karena itu, kiranya menarik untuk mengkaji lebih

jauh dan dalam mengenai hubungan antara migrasi dan pertumbuhan

3

Page 4: Proposal

ekonomi di desa, dalam artian sejauh mana peranan pembangunan

ekonomi desa melalui migrasi sirkuler dapat meningkatkan pembangunan

dan pemerataan kesejahteraan ekonomi di Indonesia dalam rangka

pengentasan kemiskinan di daerah-daerah tertinggal tersebut.

Secara sosiologis, migrasi desa-kota tidak sekedar gerak yang

berkenaan dengan lintasan batas-batas geografi. Lebih mendasar lagi,

gerak ini merupakan wahana melintasi batas-batas budaya agraris-

tradisional dengan budaya industrial–modern. Migran berasal dari desa,

dimana wujud kesatuan atas dasar tinggal dekat dan atas dasar keturunan

masih dijunjung tinggi. Kehidupan sosial dan ekonomi bertumpangtindih

dalam tindakan kolektif karena adanya saling ketergantungan ekologi

maupun proses-proses biologi dalam berproduksi (Everett, dalam

terjemahan Hans Daeng; 1984). Interaksi antar tetangga rumah, tetangga

dusun dan tetangga desa berlangsung dengan berhadapan muka dan

bersifat mendalam. Waktu senggang yang digunakan untuk membangun

hubungan silaturahmi dan bercengkerama dengan masyarakatnya cukup

besar dan dipandang sebagai kebutuhan mendasar.

Dengan menyandang konsep diri berupa nilai-nilai agraris

tradisional di atas, para migran bekerja di kota, dimana interaksi antar

warga relatif longgar. Pekerja terpisah dari hasil kerja maupun dari alat-

alat produksinya. Pekerja industri dituntut bersifat efisien, rajin, teratur,

tepat waktu, sederhana, dan rasional dalam memutuskan tindakan.

Sebagian besar indikator produksi dan status dinilai dengan uang.

4

Page 5: Proposal

Perubahan tempat bekerja dari desa ke kota atau dari agraris ke industri

yang memiliki kebiasaan, simbol-simbol, nilai dan norma yang berbeda,

mensyaratkan adanya proses adaptasi yang meliputi seluruh tindakan

sosial-ekonomi-budaya seorang migran.

Wilayah Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara

merupakan salah satu wilayah yang masih memerlukan akselerasi

pembangunan guna mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lain di

Sulawesi tenggara, sementara bila kita buka lembaran sejarah tertoreh

dengan jelas kontributor Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulawesi

tenggara awalnya adalah Buton dengan aspalnya, menyusul kemudian

Muna dengan jatinya dan Kolaka dengan nikelnya. Kendari saat itu baru

berupa wilayah yang membentang dari Mata-Kendari Caddi hingga Tipulu

(kawasan Kendari Beach saat ini). Saat ini bila kita lihat perkembangan

pembangunan yang terjadi di daratan Kendari patutlah kita yang berada

digugusan kepulauan membulatkan tekad untuk melakukan perubahan

yang lebih fundamental menuju kesejahteraan. Upaya kearah itu

sesungguhnya telah dilakukan baik oleh pemerintah Kabupaten Buton

maupun masyarakat di jazirah Buton itu sendiri, meski dengan resiko

wilayah Buton yang demikian luas harus terbagi-bagi dalam bentuk

wilayah pemerintahan otonomi baru.

Kecamatan Lapandewa, khususnya Desa Gaya Baru adalah salah

satu wilayah daerah pesisir yang masyarakatnya memiliki mobilitas yang

5

Page 6: Proposal

cukup tinggi hampir sebagian lebih anggota keluarga yang melakukan

migrasi sirkuler setiap tahunnya.

Dari latar belakang dan permasalahan diatas, maka melalui

proposal tesis ini penulis tertarik meneliti tentang pola hubungan sosial

ekonomi keluarga migrasi sirkuler di Desa Gaya Baru Kecamatan

Lapandewa Kabupaten Buton dan dampak migrasi sirkuler oleh kepala

keluarga atau salah satu anggota keluarga terhadap kondisi sosial

ekonomi keluarga di pedesaan.

B. Rumusan Masalah

Dari Latar belakang pemikiran yang ada dan melihat

permasalahan sesuai dengan judul penelitian yakni Pola Hubungan sosial

keluarga migrasi Sirkuler Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi di Desa

Gaya Baru Kecamatan Lapandewa Kabupaten Buton, maka penulis

mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Proses faktor pendorong terjadinya migrasi sirkuler di Desa

Gaya Baru.

2. Bagaimana pola hubungan sosial ekonomi keluarga migrasi

sirkuler pada masyarakat Desa Gaya Baru.

3. Dampak migrasi sirkuler terhadap kehidupan sosial ekonomi

pada keluarga di Desa Gaya Baru.

6

Page 7: Proposal

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisa pola hubungan keluarga migrasi sirkuler

pada masyarakat Desa Gaya Baru.

2. Untuk menganalisa dampak migrasi sirkuler terhadap

kehidupan sosial ekonomi pada keluarga di Desa Gaya Baru.

3. Untuk menganalisa faktor pendorong terjadinya migrasi

sirkuler di Desa Gaya Baru.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai,

maka penelitian ini diharapkan berguna:

1. Menjadi sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi pihak

yang ingin memperdalam kajian tentang migrasi sirkuler

khususnya di desa Gaya Baru Kecamatan Lapandewa

Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Menghasilkan kajian ilmiah untuk menjadi salah salah satu

referensi tentang migrasi sirkuler sekaligus sebagai bahan

masukan untuk pemerintah Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi

Tenggara.

7

Page 8: Proposal

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Migrasi Sirkuler

Dalam konsep sosiologi, menurut Kimball Young dan Raymond W.

Mack (dalam Soekamto, 1999) menyatakan bahwa gerak sosial (social

structure) yaitu: pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu

kelompok social. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara

individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan

kelompoknya. Misalnya seseorang yang berprofesi sebagai guru

kemudian pindah dan beralih pekerjaan menjadi pemilik toko buku, maka

ia melakukan gerak sosial (mobilitas sosial).

Menurut Sorokin (Soekamto, 1999) tipe-tipe gerak sosial yang

prinsipil ada dua macam yaitu: gerak sosial yang horizontal dan gerak

sosial vertikal. Gerak sosial yang horizontal adalah merupakan peralihan

individu atau objek-objek sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan gerak

sosial yang vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek

sosial dari suatu kedudukan sosial kekedudukan lainnya, yang tidak

sederajat, dan melihat makna gerak sosial penduduk (population mobility)

sebagai gerak spesial, fisik atau geografis dengan berbagai tujuannya.

Namun sebenarnya makna utamanya adalah untuk kepentingan

peningkatan ekonomi dan perbaikan tingkat pendidikan. Gerak penduduk

tersebut berlangsung dari desa ke kota, jarang terjadi sebaliknya.

8

Page 9: Proposal

Berdasarkan bentuk-bentuk/pola gerak penduduk menurut

dimensi ruang, waktu dan hasrat sebelum pindah dengan penduduk

digolongkan atas:

1. Migrasi permanen, yaitu meninggalkan desa asal dan tinggal

secara permanen ditempat tujuan paling kurang satu tahun,

seterusnya dengan hasrat sebelum pindag ingin menetap atau

nanti muncul hasrat setelah lebih satu tahun ditempat tujuan.

2. Migrasi semi permanen adalah meninggalkan desa asal atau

lebih banyak menetap di tempat tujuan atau mengubah tempat

tingggal sementara, minimal satu hari sampai satu tahun dan

seterusnya 5 tahun sampai dengan 10 tahun, dan masih punya

rencana untuk kembali ke desa asal.

3. Gerak sirkuler adalah gerak penduduk keluar desa asal secara

teratur dan berulang kali tetapi tempat tinggal di daerah asal

minimal satu hari sampai dengan satu tahun dan sama sekali

tidak beminat akan pindah.

4. Gerak ulang aling adalah gerak penduduk keluar dan kembali

dari desa asal secara teratur dalam waktu beberapa jam

(sekitar 6 jam sampai satu hari atau sampai 24 jam), (Abustam,

dalam Baso; 1991).

Singhanarto (Jumadi, 2000) mengemukakan bahwa migrasi

adalah mengubah tempat tinggal secara pasti dan sekurang-kurangnya

satu minggu sampai perpindahan secara pasti dan sekurang-kurangnya

9

Page 10: Proposal

satu minggu sampai perpindahan secara mutlak, gerak sirkulasi adalah

gerak meninggalkan desa selama satu minggu sampai selama satu tahun,

dan komutasi adalah gerak penduduk setiap hari atau setiap minggu untuk

bekerja atau untuk tujuan bersekolah dan pergi untuk musiman.

Perpindahan penduduk atau migrasi merupakan suatu gejala yang

sudah ama dikenal dalam sejarah kehidupan Manusia. Andi Lolo (dalam

Baso, 1990) mengemukakan bahwa migrasi seumuran dengan usia

kemanusiaan dan telah berlangsung dari waktu dengan jumlah serta jarak

perpindahan yang semakin meningkat.

Dalam arti luas, migrasi adalah perubahan tempat secara

permanen tanpa memperhatikan jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu

apakah bersifat sukarela atau terpaksa, serta tidak dibedakan antara

perpindahan dalam dan migrasi keluar negeri. (Everett, terjemahan Hans

Daeng; 1984).

Migrasi biasanya juga disebut mobilitas permanen, sedang

sirkulasi atau migrasi sirkuler disebut mobilitas non permanen. Perbedaan

kedua pengertian itu tergantung pada adanya niat untuk menetap atau

tidak di daerah tujuan. (Everett, terjemahan Hans Daeng; 1984).

Mantra (1984) mengatakan bahwa migrasi sirkuler adalah

perpindahan penduduk dari dusun dalam waktu lebih dari satu hari, tetapi

kembali dalam waktu paling lama satu tahun. Biasanya perpindahan ini

akan di ulangi pada musim-musim tertentu.

10

Page 11: Proposal

Zelinsky (Pardoko, 1984) mengatakan bahwa migrasi sirkuler

dibedakan dengan Commuter sebab walaupun keduanya mencakup

perpindahan, namun yang pertama berlangsung dalam jangka waktu

singkat, berulang-ulang tetapi tidak bermaksud menetap di suatu tempat

secara permanen.

Menurut Petersen (Baso, 1990) ada dua tipe migrasi, yaitu migrasi

konservatif (Konservative migration) dan migrasi inovatif (innovative

migration). Migrasi Koservatif adalah perpindahan dari satu tempat

ketempat lain untuk mempertahankan gaya hidup tertentu, sedangkan

migrasi inovatif adalah migrasi yang bertujuan untuk memperoleh gaya

hidup baru.

Selanjutnya Patersen (dalam Baso,1990) mengemukakan adanya

empat macam migrasi, yaitu:

1. Migrasi primitif (Primitive migration) yaitu migrasi yang

disebabkan oleh semakin menurunnya daya dukug alam.

2. Migrasi paksaan (impelled or forced migration), yaitu migrasi

yang disebabkan oleh kekuatan politis atau kekuatan ekonomis

yang memaksa orang untuk pindah.

3. Migrasi bebas (Free migration), yaitu migrasi yang didasarkan

pada keinginan individu untuk pindah.

4. Migrasi massal (mass migration), yaitu migrasi yang terjadi

karena adanya kekuatan-kekuatan sosial atau pola-pola sosial

yang merupakan suatu kebiasaan atau tingkah laku sosial.

11

Page 12: Proposal

Selain keempat macam migrasi diatas di Indonesia setidak-

tidaknya dikenal dua tipe migrasi, yaitu :

1. Transmigrasi, yaitu migrasi struktural yang direncanakan dan

dikendalikan oleh pemerintah,

2. Migrasi yang bersifat sosio-kultural.

Ravenstein (dalam Haris, 1990) yang dikenal sebagai peletak

dasar teori gravitasi, mengemukakan suatu hukum migrasi yang kemudian

popular sebagai “hukum Ravenstein”. Hukum itu terdiri atas tujuh bagian,

yaitu:

1. Semakin jauh jarak, semakin kurang volume migrant.

2. Turunnya jumlah penduduk di pedesaan sebagai akibat

migrasi, akan diganti secara bertahap oleh migran dari daerah-

daerah yang terpencil.

3. Setiap arus yang besar akan menimbulkan arus balik sebagai

penggatinya.

4. Adanya perbedaan desa dengan kota akan mengakibatkan

timbulnya migrasi.

5. Wanita cenderung migrasi kedaerah-daerah yang dekat

letaknya.

6. Kemajuan teknologi akan mengakibatkan intensitas migrasi.

7. Motif utama migrasi adalah ekonomi.

Pada dasarnya migrasi penduduk merupkan reaksi atas adanya

kesempatan ekonomi yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah

12

Page 13: Proposal

lain. Sehingga merupakan refleksi atas terjadinya perbedaan

pertumbuhan dan ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara satu

daerah dengan daerah lainnya. Pola migrasi penduduk di Negara-negara

maju biasanya sangat kompleks yang menggambarkan kesempatan

ekonomi yang lebih seimbang dan saling ketergantungan antara wilayah

didalamnya. Sedangkan pada negara-negara berkembang, biasanya pola

mobilitas menunjukkan pemusatan arus migrasi kewilayah-wilayah

tertentu saja, khususnya kota-kota besar.

Konsep “Merantau” sebagai bentuk migrasi spontan, oleh Naim di

beri batasan sebagai “Meninggalkan batas kebudayaan secara sukarela

untuk jangka waktu singkat atau lama dengan tujuan untuk mencari

penghidupan, pengetahuan atau pengalaman dan biasanya masih berniat

untuk kembali kedaerah asal” (Baso, 1990).

Mirip dengan konsep merantau diatas menurut Hugo (Baso, 1990)

pada migrant sirkuler para migrant tetap mempertahankan tempat

tinggalnya didaerah asal selama berada dikota. Lagi pula, migran

semacam itu dikaitkan dengan adanya pekerjaan tetap pada daerah

tujuan, walaupun biasanya mereka hanya terlibat pada pekerjaan tidak

tetap dalam sektor informal. Oleh karenanya, migran sirkuler tetap

terorientasi pada pekerjaan di desa, sedangkan frekuwensi melakukan

migrasi ditentukan oleh jarak dan biaya yang dikeluarkan, tujuan yang

ingin dicapai didaerah tujuan dan tidak tersedianya pekerjan di daerah

13

Page 14: Proposal

asal. Pada umumnya migrant sirkuler bersifat musiman, biasaya antara

musim menanam padi dan musim panen.

Menurut Mantra (1991) model yang sering digunakan untuk

menganalisa migrasi penduduk disuatu wilayah adalah model dorong tarik

(push pull factors) kondisi sosial ekonomi didaerah asal yang tidak

menginginkan untuk memenuhi kebutuhan (needs) menyebabkan orang

tersebut ingin pergi kedaerah lain yang dapat memenuhi kebutuhan

tersebut, jadi antara daerah asal dan daerah tujuan terdapat perbedaan

nilai kefaedahan wilayah (place utility). Daerah tujuan mempunyai nilai

kefaedahan yang tinggi dibandingkan dengan daerah asal sehingga

menimbulkan terjadinya mobilitas penduduk.

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan sebelumnya maka

penulis berkesimpulan bahwa yang dimaksud dengan migrasi sirkuler

adalah penduduk yang meninggalkan desa menuju kota dalam waktu

lebih dari satu hari dan kurang dari satu tahun serta tidak punya

niat/hasrat untuk menetap didaerah tujuan (kota). Jadi meskipun para

pelaku migrasi sirkuler bekerja di kota tetap bertempat tinggal di desa

bersama dengan keluarga.

B. Faktor-Faktor Migrasi

Faktor ekonomi masih merupakan alasan yang dominan sehingga

seseorang melakukan migrasi, walaupun juga terdapat faktor-faktor lain.

Dari hasil penelitian Mantra (1991) menunjukkan bahwa kekuatan yang

mendorong orang meninggalkan daerahnya timbul karena adanya ketidak

14

Page 15: Proposal

puasan penduduk dalam bidang pertanian, kurang kesempatan kerja, dan

terbatasnya fasilitas pendidikan. Tadaro (Ananta 1993) mengemukakan

bahwa bahwa migrasi terjadi melalui keputusan yang rasional untuk

memaksimumkan penghasilan dimasa depan. Menurut J.H. De Goode,

Kemiskinan di desa adalah faktor pendorong terjadinya migrasi (Schrool,

1981); sebab-sebab kemiskinan itu bermacam-macam seperti cepatnya

pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi kecepatan pertambahan

persediaan tanah pertanian baru, mekanisasi pertanian, terdesaknya

kerajinan rumah tangga di desa-desa oleh produk industri modern.

Dalam konteks perdebatan panjang menyangkut persoalan

migrasi paling kurang ada tiga hal yang patut dipetimbangkan (Haris:

2005); pertama. Leburnya batas-batas negara ke dalam sistem ekonomi

dan politik global yang melahirkan unionisme ekonomi memberikan

peluang aktivitas yang lebih bebas, baik secara individu maupun kolektif

untuk melakukan aktivitas ekonomi produktif diberbagai wilayah.

Kebebasan melakukan aktivitas tersebut tentu saja mengandung banyak

resiko yang tidak dapat diperediksi berdasarkan fakta-fakta spesifik.

Berubahnya geo-ekonomi geo-politis telah mengubah pula status tenaga

kerja yang menjadi bebas nilai, ini berarti bahwa tenaga kerja yang

melakukan aktivitas produksi tidak memilki ikatan-ikatan kepemilikan

abadi oleh suatu Negara tertentu kecualai dalam konteks hukum legal

dalam kerangka perlindungan yang lebih luas.

15

Page 16: Proposal

Kedua, realitas kemiskinan yang ada dibanyak Negara

berkembang patut pula dicurigai sebagai faktor penting berkembngnya

volume migrasi antar negara maupun antar daerah, yang seringkali

menimbulkan kerumitan-kerumitan dalam membangun hubungan-

hubungan ekonomi yang lebih berimbang. Ketergantungan ekonomi dan

politik Negara-negara berkembang terhadap Negara-negara maju telah

menciptakan jurang kemiskinan yang semakin besar. Hal ini pada

gilirannya memaksa tercipta peluang mobilitas penduduk atau juga

migrasi tanpa ada perlindungan yang pasti.

Ketiga, instabilitas ekonomi kawasan atau daerah telah

menciptakan “gudang” penganngguran tidak terkendali yang melahirkan

munculnya kegelisahan-kegelisahan sosial. Dalam kerangka yang lebih

spesifik kegelisahan tersebut, menciptakan peluang munculnya bentuk-

bentuk kriminalitas yang menghambat terjadinya perubahan positif dalam

bidang ekonomi politik. Lebih jauh kondisi tersebut juga telah melahirkan

berbagai bentuk penyakit sosial yang makin mempersulit posisi tawar

pemerintah dalam melaksanakan berbagai program pembangunan

nasional dalam berbagai tingkatan.

Sementara Everett (terjemahan oleh Hans Daeng: 1984)

menganalisis pengaruh orang mengambil keputusan untuk bermigrasi dan

proses migrasi yang disingkat menjadi empat pokok pembicaraan, yaitu:

pertama faktor-faktor yang terdapat didaerah asal; kedua, faktor-faktor

yang terdapat di tempat tujuan; ketiga penghalang antara, dan; ke-empat

16

Page 17: Proposal

faktor-faktor pribadi. Selanjutnya ia mengemukan dalam kaitan empat

faktor tersebut persepsi seseorang terhadap faktor-faktor itu adalah yang

utama sebagai daya pendorong orang untuk bermigrasi. Kepekaan

pribadi, kecerdasan, kesadaran tentang kondisi dilain tempat

mempengaruhi evaluasinya tentang keadaan di tempat asal; pengetahuan

tentang keadaan di tempat tujuan tergantung kepada hubungan-hubungan

seseorang atau berbagai sumber informasi yang tidak tersedia secara

umum.

C. Keluarga Sebagai Suatu Sistem Sosial

Suparto (1987) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit

sosial kecil yang terdiri atas; suami, istri, dan anak-anak mereka

(termasuk anaak tiri dan anak angkat). Selanjutnya dikemukakan bahwa,

keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting dalam

masyarakat, juga sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan laki-laki

dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk

menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk

yang murni merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri,

dan anak-anak yang belum dewasa.

Soekamto (1990) menyatakan bahwa keluarga adalah merupakan

kelompok-kelompok kecil (small group) dalam kerangka masyarakat

tertentu. Dari pandang sudut sosiologi, keluarga tidak semata-mata dilihat

sebagai “kinship group” yang terdiri dari ayah ibu, dan anak yang

17

Page 18: Proposal

terhimpun atas pertalian darah dan perkawinan, tetapi juga ditempatkan

sebagai unit terkecil dalam masyarakat (Usman, 1998).

“Keluarga” merupakan salah satu objek kajian sosiologi. Seorang

pakar teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton (Ritzer, 1992)

berpendapat bahwa, objek analisa sosiologi adalah fakta sosial seperti:

peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial, organisasi kelompok,

pengendalian sosial dan sebagainya. Dan secara terpencil fakta sosial itu

terdiri atas kelompok, kesatuan masyarakat tertentu (societies), sistem

sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan, dan

sebagainya.

Struktur keluarga sebagai suatu sistem keseluruhan yang kokoh

merupakan indikasi terciptanya ketangguhan keluarga itu sendiri. Semakin

kokoh dan utuh (daya tahan) suatu kelurga maka dapat dibuktikan dengan

terciptanya harmonisasi dan keakraban sesama anggota keluarga. Untuk

menjaga “kestabilan” keluarga sebagai suatu sistem social, maka semua

fungsi dan dinamika yang tumbuh dalam kehidupan keluarga harus selalu

dipelihara dan dikontrol/dikendalikan sehingga tercipta suatu keteraturan

(order) yang menuju kepada keseimbangan. Parson (Rirzer; 2004) yang

terkenal dengan analisanya tentang fungsional sistem sosial,

mengemukakan bahwa ada 4 persyaratan fungsional suatu sistem yang

dikenal dengan AGIL yaitu:

1. Adaptation: Setiap sistem harus menyesuaikan diri dengan

lingkungannya.

18

Page 19: Proposal

2. Goal Attainment: Setiap sistem harus memiliki suatu alat untuk

memobilitasi sumbernya supaya dapat mencapai tujuan-

tujuannya dengan demikian mencapai grafikasi.

3. Integration: Setiap sistem harus mempertahankan koordinasi

internal dari bagian-bagiannya dan membangun cara-cara yang

tidak berpautan dengan deviansi- dengan kata lain dia harus

mempertahankan kesatuannya.

4. Latent Pattern Maintenance: Setiap sistem harus

mempertahankan dirinya sedapat mungkin dalam keadaan

yang seimbang.

Keluarga sebagai suatu sistem sosial tentunya perlu menjaga

keharmonisan kehidupan keluarga tersebut dalam berbagai aspek demi

tercapainya keutuhan dan keseimbangan. Diharapkan bahwa semua

komponen (sub-sub sistem) yang ada didalamnya dapat menjalankan

fungsinya masing-masing. Sebagai salah satu teori yang mendasari

paradigma fakta sosial, teori fungsionalisme Struktural menganut

pandangan bahwa masyarakat (keluarga) merupakan suatu sistem sosial

yang terdiri dari bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan

saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu

bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Jadi

asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial

fungsional berpengaruh terhadap struktur atau elemen yang lain (Ritzer,

1992).

19

Page 20: Proposal

Fungsi adalah merupakan akibat-akibat yang dapat di amati yang

menuju pada adaptasi atau penyesuaian diri dalam suatu sistem.

Pernyataan yang lahir kemudian adalah, apakah setiap keluarga dapat

diharapkan berfungsi untuk menjaga keutuhan dan keseimbangannya

sebagai suatu sistem sosial. Menurut pendapat (Usman, 1998), semakin

dirasakan oleh banyak keluarga sekarang bahwa perbedaan dan

kepentingan yang terjadi di antara keluarga (suami, istri, dan anak)

semakin sulit dicari titik temunya. Kini semakin sering terjadi, suami

memiliki jalan pikiran tersendiri yang amat beberapa dengan jalan pikiran

istri dan demikian pula sebaliknya. Anak pun kerapkali mempunyai

kehendak sendiri yang tidak mudah dikompromosikan dengan kehendak

orang tua.

Robert K Merton (Ritzer, 2004) mengembangkan pula suatu

konsep yang disebutnya dengan: disfungsi. Sebagaimana struktur sosial

atau pranata sosial dapat menyumbang terhadap pemeliharaan fakta-

fakta sosial lainnya, sebaliknya ia juga menimbulkan akibat-akibat yang

bersifat negatif, atau dengan istilah fungsional dan disfungsional.

Selanjutnya Parson juga memperkenalkan konsep fungsi nyata dan fungsi

manifest. Fungsi nyata merupakan fungsi yang di harapkan dari suatu

sistem sosial. Sementara fungsi tersembunyi adalah fungsi yang tak

diharapkan dari suatu sistem social. Fungsi ini dapat juga dihubungkan

dengan konsep lain Merton, yaitu akibat yang tak diharapkan dari tindakan

20

Page 21: Proposal

sosial, di mana tindakan mempunyai akibat, baik yang diharapkan

maupun yang tak diharapkan.

Beberapa sosiolog telah mengidentifikasikan berbagai fungsi

keluarga. Seperti Horton dan Hunt (Kamanto, 1983) mengemukan

identifikasi fungsi-fungsi keluarga antara lain: Pengaturan seks,

reproduksi, sosialisasi, afeksi, defenisi status, perlindungan, dan ekonomi.

Khusus untuk fungsi afeksi yaitu keluarga memberikan cinta kasih pada

seorang anak. Berbagai studi telah memperlihatkan bahwa seorang anak

yang tidak menerima cinta kasih dapat berkembang menjadi menyimpang,

menderita gangguan kesehatan, dan dapat meninggal. Kemudian untuk

fungsi perlindungan kepada anggotanya (ayah terhadap seluruh anggota

keluarga) meliputi perlindungan fisik, maupun yang bersifat kejiwaan.

Untuk fungsi ekonomi, keluarga akan berfungsi secara tertentu seperti

produksi, distribusi, dan konsumsi.

D. Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga

Menurut Effendi secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan

sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kesejahteraan kelompok orang. Menurut pengertian ini,

kemiskinan dikatakan dengan pendapatan dan kebutuhan minimum.

Dengan kata lain, kemiskinan adalah ketidak cukupan seseorang atau

sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu pangan,

sandang, perumahan, dan lain-lain. Suhunaryo; (Supriyatna, 2000)

berpendapat bahwa yang dimaksud dengan golongan yang

21

Page 22: Proposal

berpendapatan rendah atau golongan miskin adalah golongan yang

memperoleh pendapatan atau penerimaaan sebagai imbalan terhadap

kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit apabila dibandingkan

dengan kebutuhan pokoknya.

Kemiskinan merupakan masalah utama bagi sebagian besar

penduduk pedesaan. Beberapa teori telah dikembangkan untuk mengatasi

kemiskinan ini terutama dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar.

Sebuah konsep yang disebut dengan sebutan’household strategy’ yang

dikemukakan oleh Bernnet (Ahimsa, 1985) menganut bahwa yang

dimaksud dengan household strategy adalah pola-pola yang dibentuk oleh

berbagai penyesuaian yang direncanakan oleh manusia untuk

mendapatkan serta menggunakan sumber-sumber daya dan untuk

memecahkan masalah yang langsung mereka hadapi.

James II Weaver (Susanto, 1984) membahas beberapa model

pembangunan yang berusaha mengatasi pemerataan yang belum

terwujud, berdasarkan pendekatan yang kurang memperhatikan para

petani di pedesaan. Pendekatan tersebut adalah:

1. sistem ‘employment generation’, yang mengutamakan

pencetakan kesempatan kerja baru dalam rangka kerja sama

dengan pihak swasta;

2. Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui peningkatan

kemampuan modal terutama untuk golongan ekonomi lemah,

22

Page 23: Proposal

ini merupakan teori dari Bank Dunia dan terutama Chnerey

yang memang mirip dengan teori pertama;

3. Memenuhi kebutuhan dasar sebagaimana dianjurkan oleh

menhub UI Haq dari Bank Dunia bersamaan dengan James

Grant dari ‘Overseas Development Council’ yang

menitikberatkan pendidikan dan pelayanan sosial lainnya; dan

4. Pendekatan John Mellor yang melihat unsur pemerataaan dari

segi pemilikan tanah, terutama untuk daerah pedesaan.

Untuk mengatasi masalah ekonomi di daerah pedesaan telah

ditemukan berbagai mekanisme sosial ekonomi yang dikenal pula istilah

gotong royong (social exchange), yang oleh James C. Scoot dalam

Susanto, (1984) menggunakan istilah etos subsistensi (subsistensi ethics).

Apabila suatu kelompok memiliki suatu etos tertentu terhadap

suatu masalah, hal ini berarti bahwa masalah tersebut bukan merupakan

hal yang baru pertama kali yang di alami oleh masyarakat tersebut, tetapi

telah merupakan suatu yang rutin, sehingga demi ketenangan sosial

kelompok yang bersangkutan di adakan suatu peraturan sosial intern

kelompok. Oleh karena itu, James C. Scoot (Susanto, 1984) mengatakan

bahwa etos subsistensi sebenarnya berakar pada praktek ekonomi dan

kegiatan sosial yang bersifat resiprokal dalam masyarakat. Susanto

(1984) mengemukakan bahwa ternyata kegotong-royongan telah

memungkinkan kampung bukan saja bertahan dalam hal eksistensi sosial

ekonomi, tetapi juga dalam memperbaiki kualitas hidupnya secara fisik.

23

Page 24: Proposal

Menurut James. C. Scott (Susanto,1984), ada tiga cara yang

umumnya dilakukan keluarga miskin dalam mengatasi masalah krisis.

Pertama ; mereka dapat meningkat sabuknya lebih kecang lagi dengan

jalan makan hanya sekali sehari dan beralih kemakanan yang

mutuhnya lebih rendah.

Kedua ; menggunakan alternatif subsistensi, yaitu swadaya dengan

mencakup kegiatan-kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan,

bekerja sebagai tukang, sebagai buruh lepas atau melakukan

migrasi untuk mencari pekerjaan.

Ketiga ; meminta bantuan kepada sanak saudara, kawan-kawan

sedesa atau memanfatkan hubungan dengan

perlindungannya (patron), dimana ikatan patron dan kliennya

(buruh) merupakan bentuk asuransi si kalangan petani.

E. Pemenuhan Kebutuhan Hidup Rumah Tangga Masyarakat Desa

Selain kebutuhan sosiologis dan psikologis, kelangsungan hidup

manusia juga ditentukan, dan erat kaitannya dengan kondisi dan

kemampuan sosial ekonomi seseorang. Semakin baik kondisi dan

kemampuan sosial ekonomi seseorang, maka semakin mudah memenuhi

tuntutan kebutuhan hidupnya, kualitas serta kuantitasnya juga bisa

mencapai standar kelayakan dan kecukupan. Sebaliknya, bagi orang-

orang dengan tingkat sosial ekonomi yang minim, khusnya orang-

orangyang tergolong miskin akan terasa berat dan susah untuk memenuhi

24

Page 25: Proposal

kebutuhan hidupnya, apalagi untuk mencapai standar kelayakan dan

kecakupan. Jadi analoginya, orang-orang yang berpenghasilan rendah

atau orang-orang miskin harus berusaha dengan berbagai macam cara

dan strategi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada umumnya para pelaku migrasi sirkuler yang bekerja pada

sektor informal tergolong miskin. Menurut Mantra (1991), migran sirkuler

hampir dapat dipastikan berasal dari masyarakat dengan ciri pendapatan

mereka di desa rendah. Manning dkk (1990) menyatakan bahwa buruh

dan tukang sebagian besar tidak mempunyai status ekonomi yang tinggi.

Di lain pihak, Rachbini dan Hamid (1994 mengemukakan bahwa pada

umumnya warga lapisan bawah di desa tesebut berhasil memperoleh

pekerjaan dengan cara migrasi sirkuler, sementara yang berpendapatan

menengah keatas tetap tinggal di desa karena kebutuhan hidupnya dapat

dipenuhi dari kegiatan pertanian dan karena pemilikan tanah yang cukup

luas. Sehubungan dengan hal tersebut, pelaku sirkuler dan keluarganya

tentunya memiliki beberapa strategi yang ditempuh untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti yang dikemukakan oleh wariso

(1989) bahwa dengan pola migrasi sirkuler, keluarga migran sirkuler

memiliki sumber nafkah ganda, yaitu di desa dan di kota. Sumber nafkah

ganda tersebut di samping bermanfaat untuk menambah penghasilan juga

dapat mempertinggi ketahanan substansi keluarga. Sementara itu

keluarga migran sirkuler tetap tinggal di desa, tetap dekat dengan

tetanggga, dan sanak saudara, mungkin dapat bercocok tanam, dapat

25

Page 26: Proposal

hidup berhemat, karena biaya hidup di desa lebih rendah dari pada di

kota.

Menurut Manning dan Effendi (1993), migrasi sirkuler adalah

merupakan strategi untuk memperoleh keuntungan maksimal dari

kesempatan pendapatan di sektor informal di kota dibandingkan jika

melakukan migrasi tetap (permanen). Ada 2 keuntungan migrasi sirkuler,

yaitu:

1. Dengan berpindah sendirian ke kota dan meninggalkan istri dan

keluarga didesa, pendatang secara efektif mengurangi biaya

hidup minimal yang harus dikeluarkan jika semua anggota

keluarga pindah ke kota. Ini tidak hanya karena biaya hidup di

desa lebih murah, melainkan karena seseorang pendatang

dapat bertahan dalam kondisi yang lebih murah dan kurang

menyenangkan dari pada yang dibutuhkan oleh keluarganya,

dan menekan biaya hidup pribadinya di kota sampai pada

tingkat yang paling rendah.

2. Migrasi sirkuler tetap memberikan pilihan seluas-luasnya

kepada pendatang untuk tetap tinggal di desa, sehingga resiko

tidak mampu memperoleh penghasilan subsistem dapat

dikurangi melalui penjagaan agar tetap terbuka kesempatan

memperoleh pendapatan di kota dan di desa.

Walaupun secara umum para pelaku mobilitas sirkuler yang

bekerja pada sektor informal tergolong miskin, tetapi masih sempat

26

Page 27: Proposal

memberikan konstribusi terhadap perkembangan perekonomian di daerah

asal (desa) khususnya terhadap keluarganya. Mantra (1991) menyatakan

bahwa migrant non permanen yang banyak terjadi di Indonesia secara

resmi masih tercatat sebagai penduduk daerah asal (desa). Anak, istri,

dan orang tua mereka masih tetap tinggal di daerah asal. Hal ini

menyebabkan hubungan mereka dengan daerah asal lebih intensif kalu

disbandingkan dengan migrasi ulang-alik yang setiap hari pulang ke desa

asal. Ada pula gabungan yang bersifat terbalik antara jarak dengan

identitas hubungan, dimana semakin dekat tempat tinggal migrant maka

semakin tinggi frekuensi kunjungan ke desa asal dan Intensitas dampak

mobilitas di desa atau daerah asal tersebut.

F. Sektor Informal di Kota

Migrasi penduduk dari desa kekota baik yang permanen maupun

yang non permanen dianggap sebagai penyebab utama meningkatnya

sektor informal di kota. Walaupun sebenarnya pilihan di sektor informal

bukan karena cocok atau tidak cocoknya jenis pekerjaan tersebut, akan

tetapi seperti yang dikemukakan oleh Hugo ( Rahchbini, 1994) bahwa

faktor keterpaksaan, karena tekanan berat dari sistem ekonomi yang tidak

memberi tempat bagi mereka yang kurang berpendidikan dan

berketerampilan. Jadi sektor informal itu sendiri dapat dikatan sebagai

pilihan terpaksa bagi para pelaku migrasi non permanen (sirkuler).

Pelaku migrasi sirkuler hampir identik dengan sektor informal

karena pada umumnya dari mereka bekerja pada sektor subsistern yang

27

Page 28: Proposal

produktivitasnya rendah tersebut. Hal tersebut sejalan dengan hasil

penelitian Hugo di Jawa Barat (Rachbini, 1994) yang menunjukkan

adanya beberapa alasan para pelaku mobilitas sirkuler sehingga bekerja

di sektor informal. Beberapa alasan tersebut pekerjaan yang tidak terikat

di sektor informal memungkinkan mereka ketika mereka meninggalkan

pekerjaannya yang biasa mereka lakukan tidak ada kewajiban khusus

yang sangat mengikat. Alasan selanjutnya dengan tingkat pendidikan

mereka yang rendah dan tidak disertai dengan keterampilan tertentu

bekerja disektor informal jauh lebih mudah.

Sektor informal di kota pada hakekatnya merupakan usaha yang

sangat efektif melayani rakyat, namun keberadaanya sering tidak

sepenuhnya diterimah baik oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri,

karena sektor ini dipandang menimbulkan berbagai permasalahaan di

kota. Menurut Rachbini dan Hamid (1994), kehadiran sektor informal yang

menggejala di kota-kota besar, juga menimbulkan berbagai persoalan

yang berkaitan dengan masalah ketertiban, keamanan serta kebersihan

kota. Persoalan ini menjadi lebih rumit karena kebanyakan para pelaku

sektor informal datang dari desa.

Tjiptoherijanto (1997) berpendapat bahwa sebagai akibat dari

konsetrasi kegiatan-kegiatan ekonomi (industri dan jasa) di daerah

perkotaan adalah terjadinya peningkatan migrasi dari desa ke kota. Sektor

informal perkotaan telah menjadi pilihan pekerjaan yang jelas bagi para

migran yang tidak memiliki keahlian, keterampilan dan kemampuan. Jadi

28

Page 29: Proposal

sektor informal ini telah memainkan peranan penting dalam penyediaan

lapangan kerja.

Sebagai bagian perekonomian, sektor informal dapat dipandang

sebagai upaya untuk survive bagi pelaku sektor informal itu sendiri, paling

tidak untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar. Bahkan

dapat dipandang bahwa sektor informal ternyata cukup efisien dalam

berbagai kegiatannya karena mampu menyediakan kebutuhan yang

murah bagi masyarakat miskin baik dalam penyediaan berbagai macam

kebutuhan sehari-hari, makanan, ataupun yang bersifat jasa.

G. Kerangka Pikir

Pada umumnya (Mantra dkk; 1991) bahwa migrasi sirkuler hampi

dapat dipastikan berasal dari masyarakat dangan ciri pendapatan mereka

rendah. Oleh karena itu maka keluarga pelaku migrasi sirkuler melakukan

beberapa upaya yang ditempuh dalam rangka pemenuhan kebutuhan

hidupnya. Pelaku keluarga migran sirkuler tersebut, yaitu dimana anak,

istri, dan orang tua mereka masih tetap tinggal didaerah asal. Hal ini

menyebabkan hubungan mereka dengan daerah asal lebih intensif.

Seseorang mengambil keputusan untuk mengadakan migrasi

sirkuler pada prinsipnya mengenai pemenuhan kebutuhan hidup tetapi

faktor-faktor proses pendorong seseorang untuk mempertimbangkan dan

memutuskan apakah ia akan mengadakan mobilitas atau bermigrasi

ditentukan oleh faktor pendorong yang terdapat didaerah asal, daerah

tujuan, faktor penghalang antara, dan faktor-faktor pribadi.

29

Page 30: Proposal

30

Proses faktor pendorong migrasi- Faktor yang terdapat didaerah asal- Faktor yang terdapat ditempat

tujuan- Penghalang antara, dan - Faktor pribadi

Migrasi sirkuler

Pola hubungan sosial-ekonomi migrasi sirkuler

Masyarakat Desa Gaya Baru

Keluarga migrant

Dampak kehidupan sosial ekonomi terhadap masyarakat dan keluarga migrasi sirkuler

Page 31: Proposal

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Metode

kualitatif ini digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu

data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya,

data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak,

oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan generalisasi,

tetapi lebih menekankan pada makna, artinya bahwa hasil penelitiannya

dapat digunakan di tempat laian, manakala tempat tersebut mempunyai

karakteristik yang tidak terlalu jauh berbeda. (Sugiyono, 2002).

Selanjutnya metode penelitian ini juga dapat digunakan untuk

meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya eksperimen)

dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, tekhnik pengumpulan

data dilakukan secara gabungan (trianggulasi), analisa data bersifat

induktif, dan hasil penlitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada

generalisasi.

B. Lokasi da Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Desa Gaya Baru,

Kecamatan Lapandewa Kabupaten Buton, Lokasi ini dipilih karena

masyarakat atau komunitas yang berada di desa tersebut adalah

masyarakat yang sering keluar daerah untuk mencari nafkah pada

31

Page 32: Proposal

daerah-daerah tertentu dan pada waktu-waktu tertentu pula.

Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian nanti adalah dua bulan

yakni dari Maret hingga April 2011, penetapan waktu yang singkat ini

ditetapkan karena penulis sendiri adalah putra daerah (Kabupaten Buton),

dimana penulis juga banyak mengetahui tentang bagaimana kondisi

masyarakat didaerah tersebut sehingga waktu yang singkat ini dianggap

cukup untuk menganalisa data dan penulisan laporan hasil penelitian

nantinya.

C. SUMBER DATA

Jenis sumber data yang penulis lakukan adalah :

1. Data Primer yakni data yang diperoleh langsung pada lokasi

penelitian. Dan yang menjadi informan utama dalam penelitian

ini adalah masyarakat yang pernah melakukan migrasi sirkuler

yang berjumlah empat orang yang mempunyai tujuan migran

yang berbeda beda, dan yang dapat mewakili data dari sekian

banyak masyarakat yang melakukan migrasi, kemudian yang

menjadi informan kunci adalah Kepala Desa Gaya Baru, Tokoh

agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat yang masing-masing

berjumlah satu orang, Sehingga total jumlah informan adalah

delapan orang.

2. Data sekunder yakni data-data pendukung yang diperoleh

berdasarkan hasil penelusuran berupa Peraturan Perundang-

Undangan, buku-buku literatur, jurnal serta dokumen-dokumen

32

Page 33: Proposal

yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode obsevasi dan wawancara secara mendalam (deep

interview) serta data dari kajian pustaka yang relevan dengan fokus

penelitian

Jenis observasi yang digunakan adalah observasi partisipatif

dimana peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari masyarakat

di lokasi penelitian, dimana masyarakat tersebut sebagai sumber data

dalam penelitian. Dalam melakukan pengamatan, peneliti ikut berinteraksi

dengan masyarakat, baik masyarakat yang melakukan migrasi maupun

yang menetap didesa. Menurut Sugiyono (2008) dengan observasi

partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan

dapat diketahui pada tingkat makna dari setiap prilaku yang nampak.

Wawancara yang mendalam dilakukan dengan tekhnik

wawancara tak berstruktur, dimana wawancara tak berstruktur ini adalah

wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya

berupa garis-garis besar permasalahan tetapi bisa bebas untuk

menelusuri pada hal-hal yang lebih spesifik. Dan untuk lebih menelusuri

permasalahan yang lebih sempurna penulis juga menggunakan dengan

tekhnik bola salju (snoballing sampels).

33

Page 34: Proposal

E. TEKNIK ANALISA DATA

Menurut Sugiyono, (2008), analisa data adalah adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat

mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya

kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih

mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Tahapan analisa yang penulis gunakan adalah model Miles dan

Haberman dalam (Sugiyono, 2008):

1. Tahapan Reduksi Data yakni data yang diperoleh lewat

penelitian di lapangan yang masih belum teratur dan

jumlahnya cukup banyak oleh karenanya data tersebut di

pilah-pilah sehingga lebih sederhana dalam memberikan

makna pada aspek-aspek tertentu melalui reduksi data

sehingga akhirnya dapat menjadi susunan yang sistematis

dan mudah diatur dengan jelas tentang hasil yang dicapai.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema

dan polanya, sehingga data tersebut dapat memberikan

gambaran yang jelas.

2. Tahapan Penyajian Data yakni setelah data-data direduksi,

34

Page 35: Proposal

maka langkah selanjutnya mendisplaikan data. Dengan

mendisplaikan data, maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja

selanjutnya, pada tahap ini data yang dikumpulkan dan sudah

dipilah berdasarkan fokus penelitian akan ditampilkan dalam

bentuk narasi serta penjelasan yang terperinci.

3. Tahapan Kesimpulan/verifikasi pada tahap ini, sebelum

mencapai kesimpulan dilakukan pemeriksaan keabsahan data

yang diperoleh dengan tujuan mengontrol hasil penelitian

sehingga narasi dibuat tidak membias dan tidak menimbulkan

hasil yang tidak diharapkan dalam penelitian. Dengan

demikian kesimpulan yang didapat dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan dalam penelitian.

F. Konsep-Konsep yang Digunakan

Adapun beberapa konsep yang digunakan oleh penulis dalam

rancangan penelitian ini adalah

1. Migrasi: perpindahan penduduk atau manusia dari sautu tempat

ke tempat lain baik secara permanen maupun semi permanen

yang tidak dibatasi oleh jarak serta bersifat sukarela maupun

paksaan.

2. Keluarga: unit pergaulan terkecil dalam masyarakat yang terdiri

dari suami/ayah, istri/ibu dan anak-anak yang belum menikah.

Yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah keluarga batih.

35

Page 36: Proposal

3. Pola-pola hubungan: bentuk-bentuk relasi yang terjalin antar

anggota keluarga, antara suami dan istri atau antara anak dan

orang tua. Bentuk-bentuk relasi ini didasarkan atas hubungan

salaing menyayangi.

36

Page 37: Proposal

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haris, 2005, Gelombang Migrasi Jaringan Perdagangan Manusia,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Agus, Salim, 2002, Perubahan Sosial Sketsa Teori Dan Refleksi

Metodologi Kasus Indonesia, PT Tiara Wacana, Yogya.

Anantas, Aris 1993, Ciri Demografi Kualitas Penduduk dan Pembagunan

Ekonomi, Lembaga Demografi dan Lembaga Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta

Baso A. Gani, 1990, Dampak Migrasi Sirkuler Pada Kehidupan Sosial

Masyarakat Pantai (Studi Kasus Pada Empat Tipe Desa Pantai di

Sulawesi Selatan), Tesis Pascasarjana, Universitas Hasanuddin,

Ujung Pandang.

Burhan, Bungin, 2007, Metode Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Brian, Turner, 2003, Teori-Teori Sosiologi Modernitas Posmodernitas,

Pustaka Pelajar, Jogyakarta.

Effendi, S, 1986, Studi Mobilitas Sirkuler Penduduk Ke Enam Kota Besar

di Indonesia, Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas gajah

Mada, Yogyakarta.

Effendi, Tajuddin Nur, 1993, Sumber Manusia, Peluang kerja dan

kemiskinan, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Everett S. Lee. Terjemahan. Hans Daeng, 1984, Suatu Teori Migrasi,

Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta

37

Page 38: Proposal

Gilbert, Alan, Josef Gugler,1996, Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia

Ketiga,PT. Tiara Wacana, Jakarta.

Goode, William. J. Tahun 1993, Sosiologi Keluarga, Bumi Aksara, Jakarta.

Herlianto, 1986, Urbanisasi dan Pembangunan Kota, PT. Alumni,

Bandung.

Husaini Usman dan Purnomo Setiady, 2008, Metodologi Penelitian Sosial,

PT Bumi Aksara, Jakarta.

Jumadi, 2000, Migrasi dan Integrasi Sosial di Daerah Perkotaan (Studi

Pada pengrajin Emas Asal Sidrap di Kecamatan Ujung Tanah

Kota Makassar). Tesisi S2 Universitas Hasanuddin, Makassar.

Leibo, Jefta, 1990, Sosiologi Pedesaan, Andi Offset, Yogyakarta.

Manning, Chris, Tadjuddin Noer Effendi, 1985, Urbanisasi, Pengangguran

dan Sektor Informal di Kota, Gramedia Jakarta.

Mantra, Ida Bagus, 1985, Migrasi Penduduk Indonesia: Suatu Analisa

Hasil Sensus Penduduk 1971 dan 1980. Pusat Penelitian

Kependudukan Universitas Gajah Mada, Yokyakarta.

M. Iman Santoso, 2004, Perspektif Imigrasi Dalam Pembangunan

Ekonomi dan Ketahanan Nasional, Jakarta, Universitas Indonesia

(UI-Press)

Piotr, Sztompka, 2008, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada Media

Group, Jakarta.

Prijono Tjiptoherijanto, 1997, Migrasi Urbanisasi dan Pasar Kerja di

Indonesia, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press).

Prijono Tjiptoherijanto, 2004, Kependudukan Birokrasi dan Reformasi

Ekonomi, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

38

Page 39: Proposal

Rachbini, Didik, J, Abdul Hamid, 1994, Ekonomi informal di Perkotaan.

LP3ES, Jakarta

R.H. Pardoko, 1986, Mobilitas Migrasi dan Urbanisasi, Angkasa bandung.

Ritzer, George 1992 Sosiologi Ilmu berpengetahuan Berparadigma

Ganda. Rajawali Pers, Jakarta.

Schrool, J.W, 1981, Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan

Negara-Negara Sedang Berkembang. Gramedia, Jakarta.

Simanjuntak, B, 1992, Perubahan dan Perencanaan Sosial, Tarsito

Bandung.

Soerjono, Soekanto, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo

Persada Jakarta.

Sugiyono, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif, CV Alfabeta, Bandung.

Sunyoto Usman, 2010, Pembangunan dan Pemberdayaaan Masyarakat,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Suparto, 1987, Sosiologi dan Antropologi. CV. ARMICO, Jakarta.

39