proposal

31
PROPOSAL PENELITIAN EKSTRAK DAUN PACAR KUKU (Lawsonia inermis L) SEBAGAI TERAPI PENGGANTI PENDERITA DEMAM REMATIK AKUT Oleh: 1. Arini Al Haq (131610101040) 2. Pungky Anggraini (131610101042) 3. Selvia Elga Zulfika (131610101043) 4. Nur Sita Dewi (131610101045) 5. Farah Firdha Abadhia (131610101046) 6. Cynthia Octavia Purnama S. (131610101047)

Upload: cynthia-octavia

Post on 17-Nov-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Proposal penelitian

TRANSCRIPT

PROPOSAL PENELITIAN

EKSTRAK DAUN PACAR KUKU (Lawsonia inermis L) SEBAGAI TERAPI PENGGANTI PENDERITA DEMAM REMATIK AKUT

Oleh:1. Arini Al Haq(131610101040)2. Pungky Anggraini(131610101042)3. Selvia Elga Zulfika(131610101043)4. Nur Sita Dewi(131610101045)5. Farah Firdha Abadhia(131610101046)6. Cynthia Octavia Purnama S.(131610101047)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS JEMBER2015HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL: EKSTRAK DAUN PACAR KUKU (Lawsonia inermis L) SEBAGAI TERAPI PENGGANTI PENDERITA DEMAM REMATIK AKUTOLEH: 1. Arini Al Haq(131610101040)2. Pungky Anggraini(131610101042)3. Selvia Elga Zulfika(131610101043)4. Nur Sita Dewi(131610101045)5. Farah Firdha Abadhia(131610101046)6. Cynthia Octavia Purnama S.(131610101047)

Proposal ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilakukan penelitian.

Menyetujui,Dosen Pembimbing

drg. Agustin Wulan Suci D., M. DSc

Mengetahui,Dekan Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Jember

drg. Hj. Herniyati, M.KesDAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1HALAMAN PENGESAHAN 2DAFTAR ISI 3BAB 1. PENDAHULUAN 41.1. Latar Belakang 41.2. Rumusan Masalah 51.3. Tujuan Penelitian 51.4. Manfaat Penelitian 6BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 72.1. Pacar Kuku (Lawsonia inermis L) 72.1.1. Karakteristik Umum 72.1.2. Taksonomi 82.1.3. Kandungan dan Manfaat 82.2. Demam Rematik Akut 92.2.1. Definisi 92.2.2. Etiologi 102.2.3. Patogenesis 102.2.4. Terapi 112.2.5. Diagnosis 12BAB 3. METODE PENELITIAN 15DAFTAR PUSTAKA 21

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDemam Rematik Akut (DRA) adalah penyakit yang disebabkan oleh reaksi imunologis infeksi dengan bakteri Streptococcus grup A. Ini menyebabkan respon inflamasi umum yang akut, dan merupakan penyakit yang mempengaruhi bagian tubuh tertentu, terutama jantung, sendi, otak, dan kulit. Individu dengan demam rematik akut sering merasa sangat tidak sehat, kesakitan, dan memerlukan rawat inap. Meskipun bersifat seperti itu, demam rematik akut tidak meninggalkan kerusakan tetap pada otak, sendi, atau kulit. Namun, kerusakan jantung atau lebih khususnya mitral dan/atau katup aorta, mungkin tetap setelah terobati. Ini dikenal sebagai Penyakit Jantung Rematik (PJR).7Sebuah tinjauan dari beban global mengenai penyakit yang terkait dengan Streptococcus grup A memperkirakan bahwa ada minimal 15,6 juta orang dengan PJR, 1,9 juta dengan riwayat DRA tetapi tidak ada karditis, 470.000 kasus baru setiap tahun DRA dan lebih dari 230.000 kematian akibat DRA per tahun. Hampir semua kasus dan kematian terjadi di negara berkembang.1 Data dibagian ilmu kesehatan anak Rumah Sakit Hasan Sadikin menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun belum terdapat penurunan dari kasus DRA dan PJR. Setiap tahunnya rata-rata ditemukan 55 kasus dengan DRA dan PJR. Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3 0,8 anak sekolah 5 15 tahun. DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak usia 5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio-ekonomi rendah dan lingkungan buruk.12Terapi umum untuk penderita DRA meliputi anti inflamasi, antibiotik, dan profilaksis.12 Namun, pada masyarakat pedesaan yang jauh dari kota umumnya memanfaatkan tanaman yang tumbuh di sekitar mereka untuk pengobatan berbagai penyakit. Dimana tanaman tersebut akan digunakan sebagai obat-obatan tradisional merupakan alternatif disamping penggunaan obat yang berasal dari bahan kimia sintetis. Salah satunya adalah daun Lawsonia inermis L yang dikenal dengan nama inai atau henna. Daun ini biasa digunakan untuk mewarnai rambut dan kuku, ternyata memiliki khasiat sebagai antibakteri, anti-iritan, antioksidan, anti-karsinogenik, anti-inflamasi, analgetik, dan antipiretik melalui pengujian secara in vitro dan invivo. Di dalam daun Lawsonia inermis L terdapat senyawa 2-hydroxy-1:4-napthoquinone (lawsone), asam p-coumaric, 2-methoxy-3-methyl-1,4-naphthoquinone, apiin, apigenin, luteolin, dan cosmosiin. Selain itu daun Lawsonia inermis L juga mengandung golongan senyawa aktif, seperti alkaloid, glikosida, flavonoid, fenol, saponin, tanin, dan minyak atsiri. Fenol dan flavonoid merupakan senyawa aktif yang paling banyak ditemukan.1Oleh karena itu, pada penelitian kali ini kami ingin meneliti lebih lanjut mengenai keefektifan dari ektrak daun Lawsonia inermis L (henna) sebagai terapi pengganti pada penderita DRA. 1.2 Rumusan MasalahApakah ekstrak daun Lawsonia inermis L (henna) dapat menjadi terapi pengganti pada penderita DRA?

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1.Tujuan UmumPenelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ekstrak daun Lawsonia inermis L (henna) dapat menjadi terapi pengganti pada penderita DRA?1.3.2.Tujuan KhususMengukur tingkat efektivitas ekstrak daun Lawsonia inermis L (henna) sebagai terapi pengganti pada penderita DRA. Dengan kelompok kontrol positif (penisilin dan salisilat) dan kontrol negatif (aquadestilata)1.4 Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak antara lain:1. Menjadikan ekstrak daun Lawsonia inermis L (henna) sebagai salah satu obat alternatif bagi penderita DRA yang murah dan mudah didapat.2. Sebagai sumber acuan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pacar Kuku (Lawsonia inermis L)2.1.1. Karakteristik UmumPacar Kuku (Lawsonia inermis L) merupakan tumbuhan asli daerah tropis dan subtropis seperti Afrika Selatan, Afrika timur dan utara, Asia dan Australia utara yang secara alamiah tumbuh juga di daerah-daerah tropis di Amerika, Mesir, India, dan sebagian daerah Timur Tengah. Lawsonia inermis L merupakan tumbuhan semak belukar dengan ukuran tinggi 2 sampai 6 m, bercabang banyak dengan cabang-cabang kecil berduri. Daun lonjong, saling berhadapan, bertangkai pendek, dengan ukuran antara 1,55,0 cm x 0,52 cm, dan berurat pada permukaan belakangnya. Dalam musim hujan tanaman ini tumbuh lebih cepat. Daunnya lama-kelamaan menguning dan rontok pada musim kering dan dingin.1Tumbuhan Lawsonia inermis L menghasilkan molekul berwarna kuning kemerahan yang disebut Lawsone. Molekul ini memiliki kemampuan mengikat protein, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai kulit, rambut, kuku, kain sutera, dan wol. Warna yang dihasilkan lebih pekat jika tanaman tumbuh pada temperatur antara 35C sampai 45C. Pada temperatur di bawah 11C tanaman tidak berkembang dengan baik, dan pada temperatur di bawah 5C tanaman akan mati. Lawsone sebagai molekul warna, terutama banyak terkandung di dalam daunnya, dan kandungan warna terpekat terdapat pada tangkai daunnya.1Di Indonesia Lawsonia inermis L mempunyai nama yang berbeda-beda yaitu pacar kuku atau pacar petok (Jawa); inai parasi (Sumatera); gaca, ineng (Aceh); daun laka (Ambon), kacar (Gayo), ine (Batak), inae batang (Minangkabau), bunga laka (Timor), daun laka (Ambon), kayu laka (Menado), pacar kuku (Jawa Tengah dan Sunda), pacar (Madura), pacar (Dayak), tilangga tutu (Gorontalo), kolondigi (Buol), karuntigi (Ujungpandang), pacel (Bugis), bunga jari (Halmahera), laka bobudo (Ternate), dan laka kahori (Tidore).1

Gambar 2.1. Pacar Kuku (Lawsonia inermis L)2.1.2. Taksonomi Pacar Kuku (Lawsonia inermis L)Klasifikasi tanaman pacar kuku adalah sebagai berikut2 :Divisio: SpermatophytaSub Divisio: AngiospermaeClassis: DicotyledoneaeSub Classis: DialypetalaeOrdo: MyrtalesFamilia: LythraceaeGenus: LawsoniaSpecies: Lawsonia inermis L.2.1.3. Kandungan dan Manfaat Pacar Kuku (Lawsonia inermis L)Pengujian pada ekstrak metanol daun Lawsonia inermis L melalui pola fraksinasi menghasilkan tujuh golongan senyawa, yakni asam p-coumaric, 2-methoxy-3-methyl-1,4-naphthoquinone, apiin, lawsone, apigenin, luteolin, dan cosmosiin. Semua golongan senyawa yang diisolasi ini memperlihatkan aktivitas antioksidan yang dapat dibandingkan dengan asam ascorbic.3Kemampuan antibakteri yang dimiliki Lawsonia inermis L dimungkinkan oleh adanya kandungan Gallic acid dan Lawsone. Gallic acid yang merupakan turunan phenol. Senyawa phenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara menginaktivasi enzim-enzim dan merusak dinding sel. Akibat terganggunya sintesa protein dan dinding sel yang tidak sempurna maka sel tidak mampu menahan tekanan osmosis sehingga lama kelamaan sel bakteri akan mati. Senyawa Lawsone merupakan turunan quinon yang juga berpotensi sebagai antimikroba. Sasaran target senyawa ini pada bagian dinding sel mikroba. Quinon dapat membentuk kompleks irreversibel pada bagian nukleofilik asam amino. Kondisi ini akan menginaktivasi protein sel sehingga tidak dapat berfungsi secara normal.4,5Pengujian potensi antibakteri dilakukan pada ekstrak kasar Lawsonia inermis L dengan tes minimum inhibitory concentration (MIC) melalui cara pengenceran. Didapat nilai MIC berkisar antara 1,3 sampai 8,2 mg/ml. Dari ekstrak kasar daun Lawsonia inermis L ditemukan juga adanya interaksi sinergis secara in vitro terhadap tetracycline. Pemeriksaan dari ekstrak tanaman-tanaman tersebut menunjukkan adanya kandungan senyawa fitokimia yang aktif, seperti alkaloid, glikosida, flavonoid, fenol, dan saponin. Fenol dan flavonoid merupakan senyawa aktif yang paling banyak ditemukan.6

2.3. Demam Rematik Akut2.2.1. Definisi Demam Rematik AkutDemam Rematik Akut adalah penyakit yang disebabkan oleh reaksi imunologis infeksi dengan bakteri streptococcus grup A. Ini menyebabkan respon inflamasi umum yang akut, dan merupakan penyakit yang mempengaruhi bagian tubuh tertentu, terutama jantung, sendi, otak, dan kulit. Individu dengan Demam Rematik Akut sering merasa sangat tidak sehat, kesakitan, dan memerlukan rawat inap. Meskipun bersifat seperti itu, demam rematik akut tidak meninggalkan kerusakan tetap pada sendi, otak, atau kulit. Namun, kerusakan jantung atau lebih khususnya mitral dan/atau katup aorta, mungkin tetap setelah terobati.72.2.2. Etiologi Demam Rematik AkutAgen penyebab adalah infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan utama atau pada serangan ulang.8Hubungan etiologis antara kuman Streptokokus dengan demam rematik diketahui dari data sebagai berikut9,10,11 :1. Pada sebagian besar kasus demam rematik akut terdapat peninggian kadar antibodi terhadap Streptokokus, atau dapat diisolasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A, atau keduanya.2. Insidensi demam rematik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidensi infeksi oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A yang tinggi pula. Kira-kira 3% penderita infeksi saluran nafas oleh kuman tersebut akan mengalami komplikasi demam rematik atau penyakit jantung rematik. Hal ini diamati pada masyarakat tertutup seperti asrama tentara. Di masyarakat diperkirakan sekitar 0,3% dari penderita infeksi saluran nafas bagian atas oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A akan menderita demam rematik atau penyakit jantung rematik. Sebaliknya insidensi demam rematik akan menurun bila infeksi kuman tersebut pada suatu golongan penduduk diobati dengan baik.3. Serangan ulang demam rematik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.2.2.3. Patogenesis Demam Rematik AkutTidak semua orang rentan terhadap penyakit Demam Rematik Akut, dan tidak semua bakteri streptococcus grup A mempunyai kemampuan untuk menyebabkan Demam Rematik Akut di suatu host yang rentan. Sekitar 3-5% dari populasi manusia yang mempunyai kerentanan terhadap Demam Rematik Akut, meskipun penyebab kerentanan tersebut masih belum diketahui. Sudah dipastikan bahwa ada bakteri streptococcus grup A ditemukan di penyakit Demam Rematik Akut, meskipun dasar dari sifat reumatogenik juga belum diketahui. Ajaran lama mengemukakan bahwa hanya dengan infeksi Demam Rematik Akut pada saluran nafas bagian atas bisa berpotensi menyebabkan Demam Rematik Akut. Bagaimanapun didapatkan bukti bahwa di populasi tertentu contohnya orang-orang aborigin, ditemukan adanya infeksi streptococcus grup A dikulit yang berperan pada patogenensis Demam Rematik Akut. Ketika host yang mengalami kerentanan terinfeksi dengan bakteri penyebab rematik ini terdapat periode bersifat laten kurang lebih 3 minggu sebelum gejala Demam Rematik Akut terjadi. Seiring gejala berkembang, bakteri penginfeksi biasanya telah diberantas oleh respon imun host.72.2.4. Terapi Demam Rematik AkutTerapi Demam Rematik Akut terbagi atas 4 bagian12:1. Terapi untuk streptokokus grup A, walaupun tidak meningkatkan prognosis dalam 1 tahun tetapi bisa untuk mencegah penyebaran strain rematogenik.2. Terapi umum untuk episode akut: Obat anti inflamasi digunakan untuk mengontrol artritis, demam dan gejala akut lainnya. Salisilat adalah obat yang direkomendasikan. Steroid hanya digunakan apabila tidak berhasil dengan salisilat. Tirah baring terutama pada pasien dengan karditis Chorea diatasi dengan asam valproate dan biladiperlukan diberi zat sedasi. 3. Gagal jantung disebabkan karditis diterapi sesuai terapi gagal jantung, dengan pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya aritmia. 4. Profilaksis dengan penisilin, untuk penderita yang alergi penicilin bisa diberi eritromisin atau sulfadiazine.Penggunaan antibiotik pada pencegahan primer ( pengobatan infeksi faringitis) akan menurunkan resiko DRA dan dianjurkan. Pencegahan sekunder bermanfaat untuk mencegah infeksi berulang terutama pada penderita dengan riwayat DRA sebelumnya. Terapi profilaksis mengikuti guideline WHO.12Tujuan dari pencegahan primer adalah eradikasi streptokokus grup A, penderita dengan faringitis bakterial dan hasil tes positif untuk streptokokus grup A harus diterapi sedini mungkin pada fase supuratif. Obat yang diberikan adalah penicillin oral diberikan selama10 hari, atau benzathine penicillin untuk intravena.12Pencegahan sekunder diberikan segera setelah pencegahan primer. Metode terbaik untuk mencegah infeksi berulang adalah benzatin penicilin intravena yang diberikan terus menerus setiap 4 minggu, dan pada daerah endemik disarankan setiap 3 minggu. Pemberian parenteral lebih disukai karena kepatuhan lebih baik dibandingkan pemberian oral 2 kali sehari, dan pemberian oral dianjurkan untuk pasien resiko rendah untuk infeksi berulang.122.2.5. Diagnosis Demam Rematik AkutKriteria Jones (revisi) untuk pedoman dalam diagnosis reumatik (1992)12,13Manifestasi MayorManifestasi Minor

KarditisKlinis

PoliartritisArtralgia

Khorea SydenhamDemam

Eritema marginatumLaboratorium

Nodulus subkutanReaktans fase akut

Laju endap darah (LED) naik

Protein C reaktif positif

Leukositosis

Pemanjangan interval PR pada EKG

Bukti adanya infeksi streptococcus grup A12,13: Kenaikan titer antibodi antistreptokokus: ASTO dan lain-lain Usapan farings positif untuk streptococcus beta hemoliticus grup A Demarn skarlatina yang baruDasar diagnosisnya antara lain12:1. Highly probable (sangat mungkin) 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor disertai bukti infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A ASTO Kultur (+)2. Doubtful diagnosis (meragukan) 2 mayor 1 mayor + 2 minor Tidak terdapat bukti infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A ASTO kultur (+)3. Exception (Kekecualian) Diagnosis DRA dapat ditegakkan bila hanya ditemukan Korea saja atau Karditis indolen sajaUntuk membuktikan manifestasi minor dibutuhkan pemeriksaan hematologi sebagai pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan Laju Endap Darah dan hitung leukosit. Pemeriksaan hematologi merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat dipakai sebagai penunjang diagnosis yang berkaitan dengan terapi dan prognosis. Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat diperlukan hasil yang teliti dan cepat. Dalam perkembangannya, berbagai tes laboratorik untuk diagnosis mengalami perbaikan dan kemajuan dalam menunjang pelayanan kesehatan yang efisien, teliti dan cepat. Salah satunya ialah tes laju endap darah. Tes laju endap darah (LED) ialah tes darah yang menggambarkan kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma sampel darah menggunakan antikoagulan natrium sitrat. Nilai rujukan LED di laki-laki 010 mm/jam dan perempuan 015 mm/jam.14,15,16Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain . Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.00030.000/l. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000 38.000 /l. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500 11.000/l. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 10.0004/1. Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/l.17Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebut leukositosis. Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik. Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat, gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus dan haid. Leukositosis yang terjadi sebagai akibat peningkatan yang seimbang dari masing-masing jenis sel, disebut balanced leokocytosis. Keadaan ini jarang terjadi dan dapat dijumpai pada hemokonsentrasi. Yang lebih sering dijumpai adalah leukositosis yang disebabkan peningkatan dari salah satu jenis leukosit sehingga timbul istilah neutrophilic leukocytosis atau netrofilia, lymphocytic leukocytosis atau limfositosis, eosinofilia dan basofilia. Leukositosis yang patologik selalu diikuti oleh peningkatan absolut dari salah satu atau lebih jenis leukosit.17Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/0 darah. Karena pada hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel yang paling tinggi persentasinya hampir selalu leukopenia disebabkan oleh netropenia.17

BAB 3METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup PenelitianRuang lingkup penelitian: Ilmu Patologi Klinik dan FarmakologiRuang lingkup tempat: Laboratorium Patologi Klinik FKG Universitas JemberRuang lingkup waktu: September Oktober 2015

3.2 Rancangan PenelitianPenelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan Post Test Only Controlled Group Design yaitu jenis penelitian yang hanya melakukan pengamatan terhadap kelompok kontrol dan perlakuan setelah diberi suatu tindakan.Ekstrak Daun Lawsonia Innermis

Obat HerbalDaun Lawsonia Innermis

Gallic acid, Aseton, Lawson, Steroid, Kumarin, Flavonoid, Etanol

Struktur & komponen membran sel bakteri ARF terganggu

Pemeriksaan darah pada hewan coba yang terinfeksi bakteri ARF

Ekstrak Daun Lawsonia Innermis sebagai terapi pengganti secara per oral

Terjadi hambatan pertumbuhan bakteri penyebab ARF

K(+)

K(-)

RKSP1

P2

P3

Keterangan :K: KelinciS: Skrining awal untuk kriteria inklusi ARFR: RandomisasiK(+): Kontrol positif, kelinci diberi penicillinK(-): Kontrol negatif, kelinci diberi pelarut (aqudestilata)P1: Perlakuan 1, kelinci diberi ekstrak daun Lawsonia Innermis dengan dosis 1 mg/kgBBP2: Perlakuan 2, kelinci diberi ekstrak daun Lawsonia Innermis dengan dosis 3 mg/kgBBP3: Perlakuan 3, kelinci diberi ekstrak daun Lawsonia Innermis dengan dosis 5 mg/kgBB

3.3 Sampel3.3.1.Besar sampelBesar sampel penelitian ditentukan berdasarkan rumus federer : (t-1) (n-1) 15t: Kelompok perlakuan n: Jumlah sampel tiap kelompokBanyaknya sampel dalam penelitian ini adalah : (t-1) (n-1) 15 (5-1) (n-1) 15 n-1 3,75 n 3,75 + 1 n 4,75 Berdasarkan penghitungan tersebut maka jumlah sampel yang diperlukan adalah 5 kelinci untuk setiap kelompok percobaan. Sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 25 ekor kelinci untuk delapan kelompok perlakuan.3.3.2.Cara pengambilan sampelKelinci dipilih berdasarkan kriteria inklusi a) Kelinci jantanb) Berat badan : 0,5 1 kgc) Umur : 1-2 tahund) Kondisi fisik kelinci dalam keadaan sehat, tidak ada kelainan anatomi yang tampak

3.4 Alat dan Bahan3.4.1.AlatInokulasi bakteri pada hewan coba Spuit 5cc Tabung reaksiEkstraksi daun Lawsonia Innermis Seperangkat alat destilasi uap Alat-alat gelas yang umum digunakan di laboratorium Pisau Jarum inokulasi Pinset Gunting tanaman Spatula alat Corong kacaPemeriksaan Leukosit Pipet thoma leukosit Kamar hitung (improved neubaure) Cover glass Tissue MikroskopPemeriksaan LED Karet penghisap Pipet wetergreen Rak tabung Rak Westergreen Syringe Tabung EDTA Tabung Serologi Tabung reaksi (kecil)

3.4.1 BahanInokulasi bakteri pada hewan coba Biakan bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A Aquadest steril Larutan Mc. Farland 3

Ekstraksi daun Lawsonia Innermis Daun dan batang Kertas saringPemeriksaan Leukosit Antikoagulan Larutan TurkPemeriksaan LED Kapas Alkohol Natrium Sitrat EDTA

3.5 Data yang dikumpulkanData yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu keefektivan ekstrak daun Lawsonia Innermis terhadap infeksi bakteri DRA.3.6 Prosedur penelitianInokulasi pada hewan cobaBiakan bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A umur 24 jam disuspensikan dalam aquadest steril. Jumlah bakteri yang tersuspensikan disetarakan dengan Mc Farland 3. Suspensi bakteri diinokulasikan secara per oral sebanyak 3 ml menggunakan spuit 3 ml.Pembuatan Ekstraksi daun Lawsonia Innermis1) Organ daun dan batang dari tumbuhan Lawsone inermis2) Sampel dicuci dan dikeringkan pada suhu kamar, dan ditimbang 500 gr.3) Kemudian dihancurkan4) Kemudian disaring dengan menggunakan corong kaca dan kertas saring sampai ampasnya terpisah.

3.7 Variabel Penelitian3.7.1.Klasifikasi Variabel Penelitian1. Variabel BebasVariabel bebas penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun Lawsonia Innermis

2. Variabel TergantungVariabel tergantung dalam penelitian ini adalah keefektivan ekstrak daun Lawsonia sebagai terapi pengganti yang diketahui dari hasil pemeriksaan LED dan leukosit pada darah kelinci.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zubardiah.L., Dewi, N. M., Ibrahim, A. 2008.Khasiat daun Lawsonia inermis L.sebagai Obat Tradisional Antibakteri. Surabaya. 1-10.2. Tjitrosoepomo, Gembong. 2003. Taksonomi Tumbuhan Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.3. Mikhaeil BR, Badria FA, Maatooq GT, Amer MM. Antioxidant and Immunomodulatory Constituent of Henna Leaves. Z Naturforsch [C] 2004; 59(7-8):468-76.4. Cowan, M. M. 1999. Plant products as microbial agents. Clinical Microbial Review. 12 (4): 564-582.5. Madigan, M. T., J. M. Martinko, and J. Parker. 2003. Brock Biology of Microorganism, 10th ed., Prentice Hall, New Jersey.6. Zubardiah L, Nurul D, Auerkari EA. The antibacterial effect of Henna (Lawsonia inermis) leaves from different parts of the plant against Streptococcus mutans. Paper Proceedings, Asialink International Conference On Biomedical Engineering & Technology 2007. Jakarta. Indonesia. 256-261.7. Carapetis, J., Brown, A., Maguire, G., Walsh, W., Noonan, S., Thompson, D. 2012. The Australian guideline for prevention, diagnosis and management of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease, 2nd ed. Australia. Menzies School of Health Research. 11-12.8. Rudolph, 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20, EGC, Jakarta.9. Fyler, D, 1998. Kardiologi Anak Nadas, Edisi 2, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.10. Kisworo, 2000. Demam Reumatik, Cermin Dunia Kedokteran Jurnal no:116, Surakarta.11. Thomas G., et al, 2005. Pediatrics Just The Fact, International Edition 05. Mc Graw Hill, Singapore.12. World Health Organization. Rheumatic fever and Rheumatic heart disease. Report of a WHO Expert Consultation. Geneva 200413. El-Said GM, El-Refaee MM, Sorour KA, El-Said HG: Rheumatic fever and rheumatic heart disease. Dalam: Garson A, Bricker JT, Fisher DJ, Neish SR, penyunting.The science and practice of pediatric cardiology, edisi ke-2. Baltimore, Williams & Wilkins, 1998,1691-1724.14. Hardjoeno, H., dkk., Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Makassar Edisi ke-3, Lephas, 2003, 5.15. Ganda Soebrata, R., Penuntun Laboratorium Klinik, cetakan ke-9, Jakarta, Dian Rakyat, 1999, 19.16. Widmann, FK., Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Ed. 9, Jakarta, EGC, 1995, 334.17. Miale JB. Laboratory Medicina Hematology. 4th .Ed. St. Louis; The C.V. Mosby Companya, 1972; p 759.

22