proposal

38
PROPOSAL PENELITIAN STRES DAN COPING LANSIA PADA MASA PENSIUN Pembimbing : dr. Rina K. Kusumaratna, M.Sc., Ph.D Disusun oleh : Christian Kevin (030.07.0) Ervan Surya (030.07.085) Fandi Ahmad (030.07.087) Subash (030.06.347) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: adelin-litan

Post on 05-Dec-2014

32 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ww

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal

PROPOSAL PENELITIAN

STRES DAN COPING LANSIA PADA MASA PENSIUN

Pembimbing :

dr. Rina K. Kusumaratna, M.Sc., Ph.D

Disusun oleh :

Christian Kevin (030.07.0)

Ervan Surya (030.07.085)

Fandi Ahmad (030.07.087)

Subash (030.06.347)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PUSKESMAS KECAMATAN TEBET

PERIODE 18 JUNI – 1 SEPTEMBER 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Proposal

STRES DAN COPING LANSIA PADA MASA PENSIUN

BAB 1

PENDAHULUAN

3.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sosial masyarakat usia lanjut sering dihubungkan dengan

menurunnya kemampuan produktifitas dan aktifitas fisik, sudah layak pensiun dari

aktifitas pekerjaan, pantas untuk dimanjakan, cukup menunggu cucu, dan harus

dihormati untuk dimintai nasihat, pandangan, dan pemikiran yang lebih arif dan

bijaksana, seseorang yang makin pikun, berlaku sewenang-wenang, sulit

menyesuaikan diri dengan perubahan, makin meningkat kegiatan ibadah sesuai

agamanya serta terjadi kemunduran fungsi organ tubuh.(1)

Proses menua didalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang

wajar yang akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang, proses ini

terjadi terus menerus dan berkelanjutan secara alamiah. Berdasarkan UU No.12

Tahun 1998 tentang usia lanjut disebutkan bahwa yang masuk dalam kategori lansia

adalah mereka yang berusia 60 tahun keatas. Namun yang terjadi di Indonesia

banyak individu yang berusia 56 tahun sudah pensiun dari pekerjaannya.(2)

Menurut Ronald (2005), persentase penduduk lanjut usia diatas 65 tahun pada

tahun 1998 di Swedia ada 17,4%, Belgia 16,4%, Inggris 16%, Jerman 15,9%, dan

Denmark 15,2%. Sedangkan di Indonesia pada tahun 1998 jumlah lansia ada 4,5%.

Pada tahun 2000 diperkirakan jumlah lansia meningkat 9,99 % dengan harapan hidup

65 sampai 70 tahun yang diperkirakan pada tahun 2020 terus meningkat menjadi

11,09 % dengan harapan hidup 70 sampai 75 tahun. Berdasarkan sensus penduduk

Indonesia tahun 2000 diperoleh data bahwa jumlah lansia mencapai 15,8 juta jiwa

atau 3,6% dan pada tahun 2005 diperkirakan jumlah lansia meningkat 18,2 juta jiwa

dan tidak menutup kemungkinan pada tahun 2015 menjadi 24,4 juta jiwa.

Banyak orang takut memasuki masa lanjut usia, karena asumsi mereka lansia

itu adalah tidak berguna, lemah, tidak punya semangat hidup, penyakitan, pelupa,

pikun, tidak diperhatikan oleh keluarga dan masyarakat, menjadi beban orang lain,

1

Page 3: Proposal

dan sebagainya. Pada kenyataannya, lansia mengalami berbagai perubahan, secara

fisik maupun mental. Akan tetapi, perubahan-perubahan tersebut dapat diantisipasi

sehingga tidak datang lebih dini. Proses penuaan pada setiap orang berbeda-beda,

tergantung pada sikap dan kemauan seseorang dalam mengendalikan atau menerima

proses penuaan itu.(3)

Kemunduran fisik dan psikologis pada lansia dapat memberikan masalah pada

lansia tersebut dan orang disekitarnya. Walaupun demikian menua tidak dianggap

suatu penyakit tetapi merupakan suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.(2)

Pada umumnya setelah orang memasuki usia lanjut maka ia akan mengalami

penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Penurunan fungsi kognitif meliputi proses

belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian sehingga menyebabkan reaksi

dan perilaku lansia semakin lambat. Sementara penurunan fungsi psikomotorik

meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,

tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Dan pada

umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.(4)

Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor

terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan, dan dapat

memperkuat harga diri). Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak

menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa stres

karena tidak tahu kehidupan macam apa yang dihadapi. Stres adalah respon individu

terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan

mengganggu seseorang untuk menanganinya. sumber stres dibagi tiga, yaitu, stres

yang bersumber dari diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.(5)

Untuk mengatasi stres pada lansia pensiun, lansia membutuhkan mekanisme

pertahanan diri yang disebut koping. Menurut Hidayat (2004), coping adalah

pemecahan masalah yang digunakan untuk mengelola stres atau kejadian yang

dialami oleh lansia. Kemampuan coping dengan adaptasi terhadap stres merupakan

faktor penentu yang penting dalam kesejahteraan manusia.

Individu dapat menanggulangi stres dengan menggunakan atau mengambil

sumber coping baik sosial, interpersonal, dan intrapersonal. Mekanisme coping yang

dapat dilakukan ada dua jenis yaitu reaksi yang berorientasi pada tugas (task oriented

2

Page 4: Proposal

reaction) dimana individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stres dengan

menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan

memenuhi kebutuhan. Sedangkan reaksi yang berorientasi pada ego (ego oriented

reaction) sering kali digunakan untuk melindungi diri sendiri sehingga disebut

mekanisme pertahanan ego.(6)

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di kelurahan Manggarai

Selatan Kecamatan Tebet, peneliti menemukan jumlah lansia sebanyak 130 orang

yang terdiri dari pensiunan dan bukan pensiunan. Pensiunan antara lain: pegawai

negeri sipil, pegawai swasta, wiraswasta, buruh/karyawan dan lain sebagainya.

Fenomena diatas menunjukkan bahwa sesungguhnya pensiun adalah situasi

yang merupakan stresor bagi lansia dan seringkali dianggap hal yang menakutkan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

stres dan coping lansia pada masa pensiun di Kelurahan Manggarai Selatan

Kecamatan Tebet.

3.2 Rumusan Masalah

Bagaimana coping pada lansia terhadap stres yang bersumber dari masalah

finansial, keluarga, pekerjaan, dan penurunan fungsional tubuh?

3.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum

Meningkatnya kualitas hidup lansia di Indonesia.

Tujuan Khusus

i. Mengidentifikasi bentuk stres dan coping yang digunakan lansia pada

masa pensiun yang bersumber dari masalah finansial

ii. Mengidentifikasi bentuk stres dan coping yang digunakan lansia pada

masa pensiun yang bersumber dari masalah keluarga.

iii. Mengidentifikasi bentuk stres dan coping yang digunakan lansia pada

masa pensiun yang bersumber dari masalah pekerjaan.

iv. Mengidentifikasi bentuk stres dan coping yang digunakan lansia pada

masa pensiun yang bersumber dari masalah fungsional tubuh.

3

Page 5: Proposal

3.4 Hipotesis

i. Bentuk stres masalah finansial berupa kelemahan finansial dan coping yang

digunakan adalah dengan mencari sumber uang, baik kerja sampingan

maupun pinjaman.

ii. Bentuk stres masalah keluarga berupa penelantaran dan coping yang

digunakan adalah dengan bersosialisasi dengan tetangga.

iii. Bentuk stres masalah pekerjaan berupa berkurangnya aktifitas rutin dan

coping yang digunakan adalah mencari kesibukan.

iv. Bentuk stres masalah fungsional tubuh berupa penurunan fungsi kognitif dan

psikomotor dan coping yang digunakan adalah dengan mengikuti kegiatan-

kegiatan di masyarakat.

3.5 Manfaat Penelitian

i. Bagi akademik/ilmiah

Memberikan informasi tentang stres yang dihadapi lansia pada masa

pensiun di Kelurahan Manggarai Selatan Kecamatan Tebet.

Memberikan informasi tentang coping pada lansia pada masa pensiun di

Kelurahan Manggarai Selatan Kecamatan Tebet.

ii. Bagi pelayanan masyarakat

Institusi yang berkaitan dengan pelayanan lansia dapat melakukan upaya

pendekatan terkait stres yang yang dihadapi lansia pada masa pensiun.

iii. Bagi pengembangan pendidikan

Memberikan informasi tentang jenis-jenis stres dan coping pansia pada

masa pensiun.

3.6 Ruang Lingkup

Ruang lingkup tempat

Lokasi penelitian adalah Kelurahan Manggarai Selatan Kecamatan Tebet.

Ruang lingkup waktu

Pada bulan Juli 2012.

4

Page 6: Proposal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Koping           

Koping  adalah perilaku pemecahan masalah yang secara langsung  dapat

mempengaruhi atau menyeimbangkan keadaan menjadi lebih baik setelah mengalami

stress.(7) Koping didefinisikan sebagai pemikiran realistis dan fleksibel serta tindakan

penyelesaian masalah sehingga dapat mengurangi stres. Koping adalah suatu proses

pengolahan tuntunan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melebihi

sumber yang dimiliki. Dalam kontek ini koping merupakan proses penyelesaian

masalah, tidak bersifat statis tetapi berubah dalam kualitas dan intensitas dengan

perubahan penilaian kognitif yang berkesinambungan.

Mekanisme koping menurut pada dasarnya adalah mekanisme pertahanan diri

terhadap perubahan yang terjadi baik dari dalam maupun luar diri. Ada dua macam

mekanisme koping yaitu:

a.       Adaptif (7)

Tingkah laku yang adaptif adalah suatu tindakan yang dapat menyesuaikan

diri dan perilaku dengan konstruktif. Selain itu, individu tersebut lebih mampu

bertahan dan menagantisipasi kemungkinan adanya bahaya. Selanjutnya, yang

termasuk dalam mekanisme koping yang konstruktif adalah:

1)     Mekanisme koping konstruktif survivol digunakan untuk kelangsungan hidup

dan berkaitan dengan suatu yang mengancam. Adapun yang merupakan tingkah

laku, misalnya memeriksakan kesehatan secara berkala ke puskesmas.

5

Page 7: Proposal

2) Mekanisme koping konstruktif  memotivasi digunakan untuk dapat memotivasi,

misalnya apabila mempunyai masalah baru, bercerita kepada keluarga atau

mempunyai masalah dengan kesehatan baru memeriksakan diri.

b. Maladaptif

Pada tingkah laku yang maladaptif, individu tidak dapat menyesuaikan diri

sehingga cenderung muncul tingkah laku destruktif sehingga menyebabkan respon

maladaptif. Respon maladaptif dapat timbul pada kecemasan berat dan panik.

Adapun yang termasuk mekanisme koping maladaptif adalah koping destruktif,

misalnya marah marah, mudah tersinggung, menyerang dan depresi. Adpun yng

termasuk dalam mekanisme koping maladaptif adalah reaksi yang lambat atau

berlebihan, menghindar, mencederai diri dan minum alkohol.

c.       Sumber koping

Sumber koping adalah evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi

seseorang.(8) Sedangkan macam macam sumber koping yang dapat digunakan antara

lain: kemampuan personal, dukungan sosial, asset materi, dan keyakinan positif.

Setiap individu mempunyai mekanisme penanggulangan atau pertahanan untuk

menghadapi setiap stressor yang dapat berubah:

1)      Mengadakan perubahan atau manipulasi pada situasi atau keadaan tersebut.

2)      Menghindar dan menjauhkan diri dari situasi tersebut.

3)      Berusaha dan belajar untuk hidup dengan ketidakamanan dan ketidakpuasan itu.

d. Mekanisme adaptasi psikologis

Merupakan proses penyesuaian secara psikologis akibat stressor yang ada,

dengan cara memberikan mekanisme pertahanan diri dengan harapan dapat

6

Page 8: Proposal

melindungi atau bertahan dari serangan serangan atau hal-hal yang tidak

menyenangkan.

Dalam proses adaptasi secara psikologis, ada dua cara untuk

mempertahankan diri dari stressor yaitu dengan cara melakukan koping atau

penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented reaction) dan ego

oriented atau mekanisme pertahanan diri. (8)

1)      Task Oriented Reaction (reaksi berorientasi ada tugas)

Reaksi ini merupakan koping yang digunakan dalam mengatasi masalah

dengan berorientasi pada proses penyelesaian masalah meliputi, afektif atau

perasaan, kognitif dan psikomotor. Reaksi ini dapat dilakukan seperti berbicara

dengan orang lain tentang masalah  yang dihadapi untuk menemukan jalan

keluarnya, mencari tahu lebih banyak tentang keadaan yang dihadapi melalui buku

bacaan, ataupun orang ahli, dapat juga berhubungan dengan kekuatan supranatural,

melakukan latihan yang dapat mengurangi stres serta membuat alternatif pemecahan

masalah dengan menggunakan strategi prioritas masalah.

2)      Ego Oriented Reaction (reaksi berorientasi pada ego)

Reaksi ini dikenal dengan mekanisme pertahanan diri secara psikologis agar

tidak mengganggu keadaan psikologis yang lebih dalam. Diantara mekanisme

pertahanan diri yang sering digunakan untuk melakukan adaptasi psikologis seperti

rasionalisasi, displacement, kompensasi, proyeksi, represi, supresi dan denial.

2.2 Lansia

2.2.1 Definisi(9)

Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih.

Belum ada kesepakatan tentang batasan umur lanjut usia disebabkan terlalu banyak

pendapat tentang batasan umur lanjut usia.

7

Page 9: Proposal

2.2.2 Batasan-batasan lansia(9)

Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara

45-59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara

75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu

pertengahan umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampak keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut

dini/prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun,

kelompok usia lanjut/ senium usia 65 tahun keatas dan usia lanjut dengan risiko

tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut

yang hidup sendiri, terpencil, tinggal dipanti, menderita penyakit berat atau

cacat.Saat ini berlaku UU No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang

menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

2.2.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi

kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi

seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan,

dan perubahan peran sosial di masyarakat.

2.2.3.1 Perubahan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya

kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin

keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra

pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan

fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk,

pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan keterasingan.

2.2.3.2 Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali

berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan

metabolisme, vaginitis, baru selesai operasi (prostatektomi), kekurangan gizi (karena

pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang), penggunaan obat-

obatan tertentu (antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer), dan faktor psikologis

8

Page 10: Proposal

yang menyertai lansia seperti rasa malu bila mempertahankan kehidupan seksual

pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat

oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam

kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena

perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi,

pikun, dan sebagainya.

2.2.3.3 Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan

fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,

persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan

reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik

(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti

gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

2.2.3.4 Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan

ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,

namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering

diartikan kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan

harga diri.

2.2.3.5 Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik,

dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada

lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,

penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal

itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama

yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika

keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain

dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis,

mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek

bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

2.2.4 Masalah kesehatan pada lansia

9

Page 11: Proposal

Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda

dari orang dewasa, yang menurut Kane & Ouslander sering disebut dengan istilah 14

I, yaitu Immobility (kurang bergerak), Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil

atau mudah jatuh), Incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar),

Intellectual impairment (gangguan intelektual/ dementia), Infection (infeksi),

Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin

integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction

(sulit buang air besar), Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak

punya uang), Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia

(gangguan tidur), Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), dan

Impotence (impotensi).

2.2.5 Status Kesehatan pada Lansia Indonesia

Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia, penyakit atau keluhan

yang umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit

paru-paru (bronkitis/ dispnea), diabetes mellitus, jatuh, paralisis/ lumpuh separuh

badan, TBC paru, patah tulang dan kanker. Lebih banyak wanita yang menderita/

mengeluhkan penyakit-penyakit tersebut daripada kaum pria, kecuali untuk bronkitis

(pengaruh rokok pada pria).

2.2 Stres(10)

3.2 PENGERTIAN STRES

Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan

tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi.

Sindrom adaptasi umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan

yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif

atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau

penyebab tertentu (Isaacs, 2004).

Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan

mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk

menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai

berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang

10

Page 12: Proposal

menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres;

semua sebagai suatu sistem.(10)

Stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan

beban atasnya.(11) Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada

satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan

fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala

stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik

(fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres

mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut

dikatakan eustres.

Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan

reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang

menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stressreaction acute (reaksi stres

akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya

gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang

sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan

kemampuan koping (copingcapacity) seseorang memainkan peranan dalam

terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya.

2.2.2 Kajian mengenai stres

Konsep milieu interieur (lingkungan internal tubuh), yang pertama kali

diajukan oleh Fisiologis Perancis, Claude Bernard. Dalam konsep ini, ia

menggambarkan prinsip-prinsip keseimbangan dinamis. Dalam keseimbangan

dinamis, kekonstanan, kondisi mapan (situasi) di lingkungan badan internal, sangat

penting untuk bertahan hidup.Oleh karena itu, perubahan dalam lingkungan eksternal

atau kekuatan eksternal yang mengubah keseimbangan internal harus bereaksi dan

mengkompensasi supaya organisme dapat bertahan hidup. Contoh kekuatan eksternal

adalah seperti suhu, konsentrasi oksigen di udara, pengeluaran energi, dan

keberadaan predator. Selain itu, penyakit juga stres yang mengancam keseimbangan

lingkungan internal tubuh.

11

Page 13: Proposal

2.2.3 Jenis-jenis stres

Terdapat dua jenis stres, yaitu eustres dan distres.(12)

Eustres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan

konstruktif (bersifat membangun).(12) Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu

dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas,

kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. Ini adalah semua bentuk

stres yang mendorong tubuh untuk beradaptasi dan meningkatkan kemampuan untuk

beradaptasi. Ketika tubuh mampu menggunakan stres yang dialami untuk membantu

melewati sebuah hambatan dan meningkatkan performa, stres tersebut bersifat

positif, sehat, dan menantang .

Di sisi lain, distres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak

sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi

individu terhadap penyakit sistemik dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang

tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. Distres

adalah semua bentuk stres yang melebihi kemampuan untuk mengatasinya,

membebani tubuh, dan menyebabkan masalah fisik atau psikologis. Ketika seseorang

mengalami distres, orang tersebut akan cenderung bereaksi secara berlebihan,

bingung, dan tidak dapat berperforma secara maksimal.(12)

2.2.4 Sumber stres

Sumber stres atau penyebab stres dikenali sebagai stresor. Antara

penyebabnya adalah, fisik, psikologis, dan sosial. Stresor fisik berasal dari luar diri

individu, seperti suara, polusi, radiasi, suhu udara, makanan, zat kimia, trauma, dan

latihan fisik yang terpaksa. Pada stresor psikologis tekanan dari dalam diri individu

dalam respon terhadap stres. Pelepasan neurotransmiter menyebabkan efek fisiologis

terlihat pada respon "fight or flight", misalnya, denyut jantung yang cepat,

peningkatan kewaspadaan, dan lain-lain.

Stres biasanya yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan (anxiety), rasa

bersalah, kuatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri

sendiri, serta rasa rendah diri, sedangkan stresor sosial yaitu tekanan dari luar

disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Banyak stresor sosial

yang bersifat traumatic yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang

12

Page 14: Proposal

dicintai, kehilangan pekerjaan, pension, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah

dan lain-lain.

Stres pada lansia biasanya disebabkan oleh masalah-masalah sebagai berikut :

Keluarga

Keluarga berperan besar dalam kejadian stress pada lansia. Jika terdapat

masalah dalam keluarga, hal ini dapat menjadi pemicu stress bagi lansia, misalnya

adanya konflik dalam keluarga, hubungan yang tidak harmonis, merasa jadi beban

keluarga. Sebaliknya, peran keluarga juga sangat besar dalam menjauhkan stress

pada lansia. Dukungan, penghargaan, rasa hormat, rasa peduli dan lain-lain sangat

besar pengaruhnya untuk menjauhkan atau meredakan stres pada lansia.

Lingkungan

Stress juga dapat dipicu oleh hubungan sosial dengan orang lain di sekitarnya

atau akibat situasi sosial lainnya. Contohnya seperti stres adaptasi lingkungan baru,

teman-teman yang sudah tidak ada lagi, dan lain-lain. Lansia juga bisa terkena stress

karena lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan yang padat, macet, dan bising bisa

menjadi sumber stress. Selain itu, lingkungan yang kotor, buruk, penuh dengan

pencemaran juga dapat membuat merasa tidak nyaman dan pikiran selalu was-was

akan dampak buruk pencemaran pada kesehatannya, sehingga lama-kelamaan dapat

membuat lansia stress.

Pekerjaan

Pekerjaan dapat menjadi pemicu stres bagi lansia. Penurunan kondisi fisik

dan psikis berpengaruh pada turunnya produktifitas para lansia. Jika pada waktu

mudanya ia telah mempersiapkan cukup "bekal" untuk masa tua, maka ia bisa

menikmati masa pensiunnya.Tetapi jika lansia merasa belum cukup mempersiapkan

bekalnya untuk masa pensiun, maka ia dituntut untuk terus bekerja.Beban kerja yang

tidak didukung oleh kondisi fisik dan psikis dapat memicu lansia stress. Apalagi

adanya tuntutan untuk pemenuhan nafkah keluarga.Jika lansia memilih bekerja,

pilihlah pekerjaan yang tidak terlalu berat, tidak perlu target-targetan, tidak perlu

persaingan, deadline, dll. Misalnya memelihara ayam atau ternak lain, atau berkebun,

buat kolam ikan di belakang rumah, sangat baik bagi lansia, selain sehat berolahraga

ada juga pendapatan bagi keluarga.

2.2.5 Mekanisme stres

13

Page 15: Proposal

Empat variabel psikologik yang mempengaruhi mekanisme respons stres:

1. Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor

yang mengurangi intensitas respons stres.

2. Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres

yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.

3. Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini

dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.

4. Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat

ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stres.

2.2.6 Gejala stres(13)

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis stres : kecemasan, ketegangan,

kebingungan dan mudah tersinggung, perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam

(kebencian), sensitif dan hyperreactivity, memendam perasaan, penarikan diri

depresi, komunikasi yang tidak efektif, perasaan terkucil dan terasing, kebosanan dan

ketidakpuasan kerja, kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan

konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas serta menurunnya rasa percaya

diri.

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres adalah: meningkatnya denyut

jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular,

meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin),gangguan

gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), meningkatnya frekuensi dari luka fisik

dan kecelakaan, kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan

yang kronis (chronic fatigue syndrome), gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari

kondisi yang ada, gangguan pada kulit, sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah,

ketegangan otot, gangguan tidur, rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi

kemungkinan terkena kanker.

Gejala-gejala perilaku dari stres adalah: menunda, menghindari pekerjaan, dan

absen dari pekerjaan, menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas,

meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan, perilaku sabotaj dalam

pekerjaan, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan), mengarah ke obesitas,

perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan

kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda

14

Page 16: Proposal

depresi, meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir

dengan tidak hati-hati dan berjudi, meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan

kriminalitas, menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

serta kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.

Pengalaman stres sangat individual. Stres yang luar biasa untuk satu orang tidak

semestinya dianggap sebagai stres oleh yang lain. Demikian pula, gejala dan tanda-tanda

stres akan berbeda pada setiap individu.

2.3 Tahapan Stres

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena

perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan bilamana

tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di

rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. an

Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Hawari (2001) membagi

tahapan-tahapan stres sebagai berikut :

Stres tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya

disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:

1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting);

2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya;

3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa

disadari cadangan energi semakin menipis.

Stres tahap II

Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana

diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang

disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena

tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan

tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang

mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang

berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut:

1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar;

15

Page 17: Proposal

2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang;

3) Lekas merasa capai menjelang sore hari;

4) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort);

5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar);

6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang;

7) Tidak bisa santai.

Stres Tahap III

Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa

menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan

keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:

a. Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan

“maag”(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare);

b. Ketegangan otot-otot semakin terasa;

c. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat;

d. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur

(early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur

(middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat

kembali tidur (Late insomnia); 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan

terasa oyong dan serasa mau pingsan).

Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk

memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh

memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang

mengalami defisit.

Stres Tahap IV

Gejala stres tahap IV, akan muncul:

3.1 Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit;

3.2 Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan

menjadi membosankan dan terasa lebih sulit;

3.3 Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan

untuk merespons secara memadai (adequate);

16

Page 18: Proposal

3.4 Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari;

3.5 Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan,

Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan

kegairahan;

3.6 Daya konsentrasi daya ingat menurun;

3.7 Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa

penyebabnya.

Stres Tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V,

yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan

psychological exhaustion);

b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan

dan sederhana;

c. Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder);

d. Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakinmeningkat, mudah

bingung dan panik.

Stres Tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan

panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami

stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun

pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh.

Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut:

1. Debaran jantung teramat keras;

2. Susah bernapas (sesak dan megap-megap);

3. Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran;

4. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan;

5. Pingsan atau kolaps (collapse).

Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih

didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal

17

Page 19: Proposal

(fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi

kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

2.3 Kerangka Teori

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

18

Ego Oriented Reaction

Denial

Projeksi

Regresi

Displacement

Mencari dukungan

Spiritual

Sosial

Reframing

Task Oriented Reaction

Agresif

Menarik diri

Kompromi

Perubahan Kondisi fisik

Penurunan fungsi organ

Perubahan Seksual

Perubahan kognitif

Proses belajarPersepsiPemahamanPengertianPerhatianMemori

Pekerjaan

Masalah keuangan

Masalah kesehatan

Perubahan Sosial dalam masyarakat

Keluarga

Lingkungan

Perubahan Psikomotor

Gerakan

Koordinasi

Lansia

STRESSOR

Keluarga

Pekerjaan

Keuangan

LANSIA COPING

EGOTASK

Page 20: Proposal

3.2 Variabel Penelitian

Dependent/ tergantung : lansia yang pensiunBebas :

- umur- jenis kelamin- coping- pekerjaan - pendidikan- finansial- keluarga- fungsional tubuh

4.1 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

No Variabel DefinisiAlat Ukur

dan Cara Ukur

Hasil UkurSkala Ukur

Kepustakaan

1. UmurUsia responden saat dilakukan penelitian.

Kuesioner

Cara Ukur: Wawancara

Umur > 60 tahun Nominal

2.Jenis

Kelamin

Ciri atau karakteristik yang menunjukkan bahwa seseorang adalah laki-laki atau perempuan.

Kuesioner

Cara Ukur:Wawancara

1. Laki-laki2. Perempuan

Nominal

3. CopingBentuk mekanisme pertahanan diri.

Kuesioner

Cara Ukur:Wawancara

1. Coping2. Tidak coping

Nominal

4. PekerjaanPekerjaan terakhir responden sebelum pensiun.

Kuesioner

Cara Ukur:Wawancara

1. PNS2. Pegawai swasta3. Wiraswasta4. Buruh/karyawan

Nominal

19

Page 21: Proposal

5. Pendidikan

Tingkat pendidikan formal terakhir yang diselesaikan responden.

Kuesioner

Cara Ukur: Wawancara

1. Pendidikan rendah (Tidak sekolah, SD, SLTP)

2. Pendidikan sedang (SMU)

3. Pendidikan tinggi (Akademi, Universitas)

Nominal

6. Finansial Kondisi keuangan.

Kuesioner

Cara Ukur: Wawancara

1. Lebih2. Cukup3. Kurang

Nominal

7. Keluarga

Anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah/perkawinan.

Kuesioner

Cara Ukur: Wawancara

1. Merawat2. Tidak merawat

Nominal WHO

8.Fungsional

tubuh

Kemampuan tubuh untuk melaksanakan aktivitas.

Kuesioner

Cara Ukur: Wawancara

1. aktif2. kurang aktif

Nominal

BAB IV

METODE PENELITIAN

20

Page 22: Proposal

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian purposif kualitatif yang menggunakan metode

survei dengan pendekatan cross-sectional atau pendekatan rancangan potong silang

untuk mengetahui stres dan coping lansia pada masa pensiun.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di puskesmas Tebet, Jakarta Selatan yang terdiri dari

subjek yang tinggal di Kelurahan Manggarai Selatan. Pemilihan populasi di

daerah ini karena populasi lanjut usia di daerah ini dianggap mampu

mewakili keadaan lansia secara keseluruhan di samping kondisi

masyarakatnya yang cukup padat.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Juli 2012.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah lansia berumur lebih dari 60 tahun yang sudah

pensiun sebanyak dari 130 orang lansia di Kelurahan Manggarai Selatan,

Jakarta Selatan per tahun 2012.

4.3.2 Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria inklusi lansia:

Berusia lebih dari 60 tahun dengan riwayat pensiun.

Lansia bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

Kriteria eksklusi lansia:

Lansia dengan gangguan jiwa.

Lansia dengan gangguan pendengaran.

Lansia dengan gangguan bicara.

21

Page 23: Proposal

4.3.3 Sampel Penelitian

Sampel penelitian diambil sebanyak 32 orang lansia dari jumlah populasi

penelitian lansia sebanyak dari 130 orang lansia yang berumur lebih dari 60

tahun yang sudah pensiun di Kelurahan Manggarai Selatan, Jakarta Selatan

per tahun 2012.

4.5.1 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian diambil dengan menggunakan wawancara langsung

menggunakan kuisioner.

4.5 Pelaksanaan Penelitian dan Pengumpulan Data

22

Peneliti mengajukan Proposal

Proposal disetujui

Peneliti ke Kelurahan Manggarai Selatan sewaktu sesi posyandu

lansia

Peneliti mengumpulkan data dengan wawancara

Peneliti mengumpulkan data

Peneliti mengolah dan menganalisis data

Penyajian data dalam bentuk presentasi

Page 24: Proposal

4.5.1 Data Primer

Data yang diperoleh dengan cara langsung yaitu dengan menggunakan alat

bantu berupa kuesioner kepada lanjut usia yang mengikuti posyandu lansia.

Daftar pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan yang berkaitan dengan

variabel yang diteliti.

4.7 Rencana Manajemen dan Analisis Data

Data yang telah berhasil diperoleh diolah secara elektronik setelah melalui

proses penyuntingan, pemindahan data ke komputer dan tabulasi. Data yang

terkumpul dari hasil kuesioner diolah, dianalisis.

Analisis Univariat

Dilakukan secara deskriptif masing-masing variabel dengan analisis pada

distribusi frekuensi.

4.7 Penyajian Data

Data yang telah terkumpul dan diolah akan disajikan dalam bentuk:

Tabular : penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan tabel

Tekstular : penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan kalimat

Grafik : penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan diagram

batang yang menggambarkan sifat-sifat yang dimiliki.

DAFTAR PUSTAKA

1. Samino. Sikap Hidup Dihari Senja. Jakarta: Salemba Medika; 2010. p. 20.

2. Nugroho W. Perawatan Lansia. Jakarta: EGC; 2008. p. 15.

3. Wirakusuma. Tetap bugar Di Usia Lanjut. Jakarta: EGC; 2008. p. 25.

4. Kuntjoro. Memahami Mitos dan Realita Tentang Lansia. Available at

http://www.e-psikologi.com/usia/lansia.html. Accessed on 23th July 2011.

23

Page 25: Proposal

5. Hidayat. Model Konsep dan Teori Keperawatan. Jakarta: EGC; 2004. p. 52-3.

6. Suliswati. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC; 2007. p.

34-6.

7. Indriana Y, Kristinaa IF, Sonda AA, Intanirian A. Tingkat Stress Lansia di Panti

Wredha Pucang Gading, Semarang. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas

Diponegoro 8:2;87-91.

8. Stuart GW, Sundeen SJ. Principles & Practices of Psychiatric Nursing. 6th Ed. St.

Louis Washington DC.

9. Lazarus RS, Folkman S. Stress, Appraisal, and Coping. New York.

10. Souza-Talarico JN, Chaves EC, Nitrini R, Caramelli P. 2009. Stress and coping

in older people with Alzheimer´s disease. J Clin Nurs. 18(3):457-65

11. Oniye AO. Retirement stress and Management Strategies Among Retired Civil

Servants in Kwara State. Counselling Implications and Interventions.

International Journal of Educational Management.

12. Schnurr, Lunney PP, Sengupta, Anjana, Avron. A Longitudinal Study of

Retirement in Older Male Veterans. Journal of Consulting and Clinical

Psychology. June 2005. 561-6.

13. Mein G, Higgs P, Ferrie, Stansfeld. Paradigm of Retirement: The importance of

Health and Ageing in the Whitehall Study. Departement of Epidermiology and

Public Health, University College London.

24