progres mei 2011

56
Mendobrak Tembok Kemiskinan Melalui Akses Finansial Melihat Agenda Kebijakan Keuangan Inklusif Pengusaha UKM Strategi Nasional Keuangan Inklusif Mei 2011 FINANCIAL INCLUSION Akses pendanaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah

Upload: majalah-progrs

Post on 30-Mar-2016

260 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Mendobrak Tembok Kemiskinan Melalui Akses Finansial Pengusaha UKM Strategi Nasional Keuangan Inklusif Akses pendanaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah Mei 2011

TRANSCRIPT

Page 1: Progres Mei 2011

Mendobrak Tembok Kemiskinan Melalui Akses Finansial

Melihat Agenda Kebijakan Keuangan Inklusif

Pengusaha UKMStrategi Nasional

Keuangan Inklusif

Mei 2011

financial inclusionAkses pendanaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah

Page 2: Progres Mei 2011

SEKRETARIAT NEGARA RISEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN TNP2K

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

instrumen utama Penanggulangan kemiskinan

sekretariat tnP2k : grand kebon sirih lt 4-6,

Jalan kebon sirih no 35 Jakarta Pusat 10110 l telp 62-21-3912812

l www.tnp2k.wapresri.go.idPenanggulangan kemiskinan BerBasis PemBerDaYaan usaHa ekonomi mikro Dan keciltuJuan:memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil.

KELOMPOK PROGRAM III

Bantuan sosial terPaDu BerBasis keluargatuJuan:mengurangi beban rumah tangga miskin melalui peningkatan akses terhadap kesehatan, pendidikan, air bersih, dan sanitasi.

Penanggulangan kemiskinan BerBasis PemBerDaYaan masYarakattuJuan:mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat.

KELOMPOK PROGRAM II

KELOMPOK PROGRAM II

KELOMPOK PROGRAM I

Page 3: Progres Mei 2011

1

Surat dari Redaksi

Kebijakan yang paling efisien untuk mengatasi kemiskinan itu adalah melakukan peningkatan

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Percepatan pertumbuhan ekonomi berperan sebagai syarat dasar yang paling strategis bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Untuk menunjang hal itu maka perlu adanya perbaikan terhadap akses pendanaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah.

Disisi lain, sebagian besar dari penduduk Indonesia, khususnya kelompok miskin dan rentan tidak memiliki akses pada layanan keuangan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan dan aksesibilitas layanan keuangan. Minimnya akses pada layanan keuangan membatasi kemampuan individu masyarakat untuk memitigasi risiko dan fluktuasi penghasilan serta berinvestasi di bidang kesehatan, pendidikan dan kegiatan produktif lainnya

Untuk itu pemerintah kini tengah membangun sistem keuangan inklusif. Melalui perbaikan sistem keuangan diharapkan pembangunan ekonomi dan sosial dapat menjangkau seluruh masyarakat. Dalam hal iniinstitusi keuangan memainkan peran penting dalam menyalurkan dana ke kegiatan ekonomi yang paling produktif serta mengalokasikan risiko ke pelaku ekonomi

yang paling siap untuk menanggung. Artinya, sistem keuangan yang berjalan baik berperan dalam mengatasi dampak negatif dari ketidakseimbangan informasi serta biaya transaksi – dua sebab klasik kegagalan pasar – sehingga pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesempatan dan kemakmuran serta mengurangi kemiskinan. Dengan demikian, sistem keuangan yang inklusif akan berkontribusi pada penurunan ketimpangan ekonomi serta membantu kelompok marjinal untuk bisa mendapat manfaat ekonomi yang lebih besar.

Dalam rubrik topik utama edisi kali ini, Majalah PROGRES mencoba mengangkat sebuah program pemerintah dalam membangun sistem keuangan inklusif yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapata n yang berujung pada menurunnya tingkat kemiskinan masyarakat.

Selain topik utama mengenai keuangan inklusif itu, pada edisi ini para pembaca juga dapat memperoleh informasi mengenai berbagai kemajuan pembangunan di berbagai daerah, serta artikel menarik lainnya. Semoga informasi yang kami sajikan ini dapat bermanfaat.

Selamat membaca.

Sistem Keuangan Inklusif

Redaksi menerima tulisan, opini, foto dan surat pembaca yang diketik satu setengah spasi, panjang tulisan maksimal 2 halaman folio. Untuk tulisan dan opini panjang 5.000 karakter dengan disertai foto penulis dan biodata.

Pelindung :Wakil Presiden RI

Penasehat :l Seswapres RIl Deputi Seswapres Bidang Kesral Staf Khusus Wapres

Penanggung Jawab :Kepala Sekretariat TNP2K

Pemimpin Redaksi : Hamka Kurniawan

Redaktur Pelaksana : Wilson B Lumi

Staf Redaksi : Utoyo HarjitoK Kuncoro

Tata Letak / Artistik : Sujarwadi

Alamat Redaksi: Sekretariat TNP2K, Gd. Grand Kebon Sirih Lt. 4 Jalan Kebon Sirih No. 35 Jakarta Pusat10110Telp. : 021-3912812 Fax. : 021-3912511, 3912513Email : [email protected]

PROGRES l Edisi 7 l MEI 2011

Cover : sujarwadi

Foto : sujarwadi/istimewa

Mendobrak Tembok Kemiskinan Melalui Akses Finansial

Melihat Agenda Kebijakan Keuangan Inklusif

Pengusaha UKMStrategi Nasional

Keuangan Inklusif

Mei 2011

FINANCIAL INCLUSIONAkses pendanaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah

Page 4: Progres Mei 2011

2 Edisi 5 l MarEt 2011 l PROGRES

Edisi 7 MEI 2011 PROGRES30

Kabar Daerah

30

Ke m i s k i n a n m e n j a d i salah satu permasalahan mendasar bagi Sumatera

Barat, sehingga selalu dijadikan sebagai salah satu isu/agenda dalam proses penyusunan dokumen perencanaan dan program strategis daerah. Upaya-upaya untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dilakukan antara lain dengan meningkatkan sinergitas program baik nasional, provinsi maupun kabupaten/kota yang ada di Sumatera Barat.

Pencapaian target penurunan jumlah penduduk miskin, tentunya tidak lepas dari keberadaan Tim

Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) ya n g d i p i m p i n l a n g s u n g oleh Bapak Wakil Gubernur Sumatera Barat . Beberapa aktivitas yang telah dilakukan oleh TKPKD Provinsi Sumatera Barat antara lain peningkatan sinkronisasi, sinergitas program/kegiatan, penyatuan database ke m i s k i n a n , p e n i n g ka t a n kapasitas TKPKD Kabupaten/Kota dan percepatan penyampaian laporan perkembangan program penanggulangan kemiskinan ternyata diberikan apresiasi oleh TNP2K (Provinsi Sumatera Barat,

pertama yang menyampaikan laporan kepada TNP2K). Apresiasi tersebut, memberikan motivasi dan suntikan darah segar bagi TKPKD Sumatera Barat untuk lebih kreatif, lebih inovatif pada masa mendatang. Keterbatasan yang dimiliki TKPKD Provinsi Sumatera Barat, tidak dijadikan hambatan yang serius dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat miskin di Sumatera Barat.

Dengan demikian, secuil pengalaman TKPKD Sumatera Barat yang dituangkan dalam tulisan ringkas dan singkat,

Kiprah Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPKD) Provinsi Sumatera Barat dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan

“KEMISKINAN merupakan permasalahan mendasar yang menjadi isu dan prioritas pembangunan di Sumatera Barat. Pencapaian penurunan penduduk miskin di bawah rata-rata nasional merupakan optimalisasi integrasi program Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. TKPKD Sumatera Barat, dinyatakan sebagai daerah yang pertama kali menyampaikan laporan program penanggulangan kemiskinan kepada TNP2K, dan pertama kali melakukan penguatan kapasitas TKPKD Kabupaten/Kota. Tulisan ringkas ini, merupakan secuil pengalaman TKPKD Sumatera Barat, dan kiranya sebagai bahan penguatan TKPKD dalam menjalankan peran, tugas dan fungsinya.”

Oleh: TKPKD Provinsi Sumatera Barat *)

Kegiatan TNP2K48Edisi 7 MEI 2011 PROGRES

Oleh: IWAN HAMKA Hingga tahun 2014 di-harapkan penurunan angka kemiskinan se cara

nasional bisa mencapai 8-10 persen dari total jumlah penduduk miskin di Indonesia. Demi mencapai target ini, semua sektor dan pemangku kepentingan dituntut untuk saling mendukung dalam suatu sistem kebijakan yang terkoordinasi dan terkendali di tingkat pusat maupun daerah, sehingga strategi percepatan penanggulangan kem-iskinan bisa dijalankan.

Kerjasama tersebut dapat ter-wujud jika semua pihak memiliki komitmen dan pemahaman yang cukup dalam meningkatkan efek tivitas kebijakan melalui pe rencanaan program dan anggaran yang lebih realistis, dan pengendalian secara tepat dan terukur terhadap pelaksanaannya. Oleh sebab itu, diperlukan kerja

advokasi yang intensif untuk me mantapkan komitmen dan pemahaman yang dimaksud ke-pada semua pihak.

Menyadari arti penting hal ter sebut, TNP2K berinisiatif melakukan pelatihan analisis ke bijakan penanggulangan ke-miskinan bagi TKPKD (Tim Koor dinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah), baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dari pelatihan ini diharapkan TKPK Daerah dapat menentukan prioritas intervensi kebijakan dalam se-tiap bidang penanggulangan ke-miskinan, berikut wilayah dimana intervensi itu harus dilakukan di setiap daerah. Selain itu, pe-latihan juga ditujukan untuk me-ningkatkan kapasitas TKPK Dae-rah dalam mengevaluasi relevansi dan efektivitas anggaran belanja publik yang dialokasikan di daerah,

50

Kegiatan TNP2K

Prinsip Advokasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan

Penanggulangan kemiskinan sudah menjadi kebutuhan nasional yang bersifat mendesak. Tanggungjawab atas agenda ini berada pada semua pihak, baik Pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak non pemerintah, yaitu pelaku usaha swasta, perguruan tinggi, NGO dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Sehingga tidak ada satu pihak pun yang bisa memonopoli peran di dalamnya.

50

PROGRES/IWAN HAMKA

Kegiatan Training of trainer

Laporan Utama

Kemiskinan adalah se-buah fenomena mul-t idimensi . Kondisi ini bukan hanya di -

sebabkan oleh hambatan eko no-mi, namun mungkin juga terkait dengan hambatan dari aspek sosial, politik, budaya, dan keamanan dari sebuah komunitas ataupun negara. Fenomena ini dapat dianalogikan seperti puzzle yang belum tersusun rapi. Ada banyak bagian yang belum tersusun untuk membentuk suatu gambar yang konkret. Dalam analogi tersebut,

keseluruhan gambar adalah kemiskinan. Kita harus memahami setiap bagian gambar dan bagaimana bagian-bagian gambar tersebut saling berhubungan satu sama lain, sebelum kita dapat ‘melihat’ gambar kemiskinan secara keseluruhan. Hanya dengan melihat dan memahami setiap puzzle yang membentuk kemiskinan, kita dapat mulai mengatasi masalah kemiskinan secara strategis.

Secara umum, kebijakan yang paling efisien untuk mengatasi

Mendobrak Tembok Kemiskinan Melalui Akses Finansial

Pemerintah tengah membangun sistem keuangan inklusif, yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta pemerataan pendapatan.

Oleh: EKO CAROKO

3PROGRES Edisi 7 MEI 2011 7PROGRES Edisi 7 MEI 2011

Pengusaha UKMStrategi Nasional Keuangan Inklusif

Sebagai sebuah strategi nasional, inisiatif keuangan inklusif harus menjadi upaya

bersama. Sejalan dengan visi dan misi yang ada, keuangan inklusif merupakan strategi pembangunan nas ional yang b er tu juan meningkatkan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan. Sejatinya, keuangan inklusif lebih dari sekedar program sektor perbankan atau sektor keuangan, karena ini merupakan upaya lintas sektor dan lintas lembaga. Dengan menjadikannya sebuah strategi nasional, maka sumber daya yang ada bisa dimaksimalkan untuk memastikan bahwa program ini dapat berjalan dan target yang diharapkan bisa tercapai.

Tak bisa dimungkiri, sektor perbankan akan menjadi tulang punggung keuangan inklusif. Berangkat dari kondisi bahwa perbankan adalah peyedia layanan keuangan yang dominan, dalam strategi keuangan inklusif bank akan memainkan peran sentral. Apa yang sudah menjadi kekuatan dalam sistem perbankan nasional

akan dioptimalkan, sementara apa yang masih kurang akan dibenahi atau disiasati. Ini bukan hanya soal memperkuat jaringan cabang perbankan, tetapi juga bagaimana membentuk kerangka aturan yang mendukung dalam memperluas cakupan layanan lembaga keuangan formal.

Kelompok masyarakat yang selama ini terhambat aksesnya p a d a l ay a n a n ke u a n g a n merupakan target dari sistem keuangan inklusif. Tujuan strategi nasional keuangan inklusif adalah meningkatkan akses masyarakat pada layanan keuangan. Dalam pelaksanaannya, strategi ini akan memberi perhatian khusus pada kelompok masyarakat yang selama ini memiliki keterbatasan akses pada layanan keuangan seperti kelompok miskin, penduduk di daerah terpencil atau kelompok masyarakat dengan kebutuhan khusus.

Seperti diketahui strategi

nasional keuangan inklusif bertujuan meningkatkan akses pada layanan keuangan. Untuk mencapai tujuan itu, implementasi strategi ini akan memberi perhatian khusus pada kelompok masyarakat yang selama ini memiliki keterbatasan akses pada layanan keuangan. Beberapa kelompok itu termasuk:

Masyarakat miskin atau b e r p e n d a p a t a n r e n d a h . Pendapatan yang minim dan tidak rutin, ketiadaan dokumentasi, serta keterbatasan pengetahuan tentang tata cara interaksi dengan layanan keuangan adalah sejumlah sebab utama rendahnya akses dari kelompok ini pada layanan keuangan.

Penduduk di daerah terpencil. Bank dan lembaga keuangan formal lainnya cenderung ada di daerah dengan skala dan aktifitas ekonomi yang tinggi. Ini menyebabkan banyak konsumen di daerah yang terpencil dan jauh

Salah satu strategi untuk mengembangkan program ini adalah memberi perhatian khusus pada kelompok masyarakat yang selama ini memiliki keterbatasan akses pada layanan keuangan.

Oleh: EKO CAROKO

Laporan Utama

Beberapa kegiatan yang mulai memperkenalkan

sistem keuangan inklusif sudah mulai berjalan.

Kegiatan itu mulai dari yang bersifat quick wins

hingga yang bersifat jangka panjang.

2 Edisi 7 l MEI 2011 l PROGRES

Secuil pengalaman TKPKD

Sumatera Barat sebagai bahan

penguatan TKPKD dalam

menjalankan peran, tugas dan

fungsinya.

ASEAN merupakan kekuatan

ekonomi yang masih akan

berkembang, harus diarahkan

untuk terus dapat memberikan

kontribusi bagi kesejahteraan.

Tanggungjawab Penanggulangan

kemiskinan berada pada semua

pihak, tidak ada satu pihak pun

yang bisa memonopoli peran di

dalamnya.

Kabar Daerah30

Nasional26Laporan Utama

Pemerintah tengah

membangun sistem

keuangan inklusif, yang

bertujuan untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi dan

penanggulangan kemiskinan serta

pemerataan pendapatan.

Salah satu strategi untuk

mengembangkan program

ini adalah memberikan

perhatian khusus pada kelompok

masyarakat yang selama ini memiliki

keterbatasan akses pada layanan

keuangan.

3

12

7

Daftar Isi

12 Edisi 7 MEI 2011 PROGRES 13PROGRES Edisi 7 MEI 2011

Laporan Utama Laporan Utama

Ada beberapa agenda kegiatan yang telah d i s i a p k a n u n t u k membangun sistem

ke uangan inklusif di negeri ini. Kegiatan itu ada yang bersifat jangka pendek, menengah maupun panjang. Ada juga agenda yang bisa diselesaikan segera sampai dengan pertengahan tahun 2011. Pada dasarnya kegiatan-kegiatan ini sudah mulai berjalan.

Ada banyak kegiatan yang dikelompokan sebagai kegiatan yang dapat segera dilakukan atau quick wins. Di antaranya adalah : Pilot project penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) melalui tabungan di perbankan. Dalam waktu dekat, Program Keluarga Harapan akan melakukan ekspansi dengan memasukkan sekitar 300 ribu keluarga ke dalam program.

Menurut rencana, keluarga tambahan peserta PKH itu akan dibukakan rekening tabungan di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Ke depan mereka akan mendapatkan pencairan dana bantuan melalui

tabungan itu. Tahap awal ekspansi PKH melalui tabungan ini bisa sekaligus digunakan sebagai pilot project untuk penyaluran bantuan PKH – dan bantuan sosial lainnya – di tahap-tahap selanjutnya. Proses penyaluran dana bantuan pemerintah melalui tabungan akan menguntungkan baik buat penerima (mereka tidak perlu mengantre untuk menerima bantuan) maupun penyelenggara, dalam hal administrasi dan ruang yang makin kecil untuk korupsi. Di sisi lain, ini juga akan meningkatkan akses pada tabungan di kalangan penduduk miskin.

Pilot project pemberian

tabungan dan kredit untuk kalangan masyarakat miskin dengan dana PKBL BUMN. Ada program yang sedang berjalan, d i l a k u k a n o l e h Yay a s a n Damandiri, yang memberikan akses pada kredit digabung dengan tabungan pada penduduk miskin. Model seperti itu punya peluang untuk diadopsi oleh pemerintah. Dana yang diperlukan bisa didapat dari program PKBL BUMN yang mewajibkan BUMN menyisihkan 5% keuntungan mereka untuk kegiatan sosial. Sebagian dari dana

yang ada bisa dialokasikan untuk pilot project inisiatif semacam ini.

P u b l i k a s i p e n d i r i a n Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah di Jatim dan Bali. Dua propinsi, Jatim dan Bali, baru-baru ini berhasil mendirikan Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD). Adanya PPKD merupakan salah satu langkah penting dalam mengembangkan peran Lembaga Keuangan Mikro dalam menyalurkan dana kredit ke UMKM. Kedua PPKD yang sudah berdiri tahun 2010 ini bisa dijadikan model untuk pembentukan lembaga serupa di daerah-daerah lain. Sebagai salah satu agenda awal, peluncuran inisiatif keuangan inklusif tingkat nasional bisa mengambil momen berupa publikasi atau peluncuran ulang kedua PPKD itu.

Program-program edukasi keuangan seperti “Ayo ke bank” dan “3P (Pastikan manfaatnya, Pahami resikonya dan Perhatikan biayanya)”. Kegiatan ini sudah ada dan berjalan. Momentum keuangan inklusif bisa digunakan untuk melanjutkan kegiatan ini dengan sejumlah inovasi seperti kampanye hari menabung nasional atau bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan Nasional untuk mengupayakan program edukasi ini masuk ke kurikulum sekolah, disesuaikan dengan jenjang pendidikan.

Edukasi keuangan untuk TKI

Melihat Agenda Kebijakan Keuangan Inklusif

Beberapa kegiatan yang mulai memperkenalkan sistem keuangan inklusif sudah mulai berjalan. Kegiatan itu mulai dari yang bersifat quick wins hingga yang bersifat jangka panjang.

Oleh: EKO CAROKO

Page 5: Progres Mei 2011

MenjagaLaporan Utama

Kemiskinan adalah sebuah fenomena multidimensi. Kondisi ini bukan hanya disebabkan

oleh hambatan ekonomi, namun mungkin juga terkait dengan hambatan dari aspek sosial, politik, budaya dan keamanan dari sebuah komunitas ataupun negara. Fenomena ini dapat dianalogikan seperti puzzle yang belum tersusun rapi. Ada banyak bagian yang belum tersusun untuk membentuk suatu gambar yang konkret. Dalam analogi tersebut, keseluruhan

gambar adalah kemiskinan. Kita harus memahami setiap bagian gambar dan bagaimana bagian-bagian gambar tersebut saling berhubungan satu sama lain, sebelum kita dapat ‘melihat’ gambar kemiskinan secara keseluruhan. Hanya dengan melihat dan memahami setiap puzzle yang membentuk kemiskinan, kita dapat mulai mengatasi masalah kemiskinan secara strategis.

Secara umum, kebijakan yang paling efisien untuk mengatasi kemiskinan adalah melalui

Mendobrak Tembok Kemiskinan Melalui Akses Finansial

Pemerintah tengah membangun sisitem keuangan inklusif, yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta pemerataan pendapatan.

Oleh: EKO CAROKO

3PROGRES Edisi 7 mEi 2011

progres/utoyo

Page 6: Progres Mei 2011

Edisi 7 mEi 2011 PROGRES4

Laporan Utama

peningkatan pertumbuhan ekonomi yang t inggi dan berkelanjutan. Percepatan pertumbuhan ekonomi berperan sebagai syarat dasar yang paling strategis bagi peningkatan kualitas kehidupan rakyat. Elemen penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi adalah mengoptimalkan kontribusi sektor keuangan melalui perbaikan akses terhadap pendanaan untuk usaha mikro, kecil dan menengah, yang merupakan esensi utama inklusi finansial.

Bukan pernyataan yang berlebihan bahwa ketiadaan akses terhadap pembiayaan yang memadai layaknya tembok menghalangi seseorang untuk keluar dari kemiskinan. Prof. Mohammad Yunus dari Bangladesh yang terkenal pernah mengatakan bahwa “akses terhadap pembiayaan merupakan hak asasi manusia yang mendasar.” Mohammad Yunus kemudian secara gamblang memperlihatkan kepada dunia bagaimana upaya serius untuk memberi masyarakat kurang

mampu hak untuk keluar dari kemiskinan dapat pula menjadi sebuah bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan. Bank Grameen merupakan salah satu bukti penting dari pernyataan tersebut.

Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik adalah salah satu prasyarat berhasilnya pembangunan ekonomi dan sosial yang menjangkau seluruh masyarakat. Pasar dan institusi keuangan memainkan peran penting dalam menyalurkan dana ke kegiatan ekonomi yang paling produktif serta mengalokasikan risiko ke pelaku ekonomi yang paling siap untuk menanggung. Artinya, sistem keuangan yang berjalan baik berperan dalam mengatasi dampak negatif dari ketidakseimbangan informasi serta biaya transaksi – dua sebab klasik kegagalan pasar – sehingga pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesempatan dan kemakmuran serta mengurangi kemiskinan.

B e rb a g a i s t u d i t e l a h m e n u n j u k ka n h u b u n g a n

sebab-akibat yang kuat antara penguatan sistem keuangan d e n g a n p e r t u m b u h a n kemakmuran. Pada dasarnya, sistem keuangan yang efisien dan inklusif akan memberdayakan individu, memfasilitasi pertukaran barang dan jasa, mengintegrasikan masyarakat dengan perekonomian serta memberi perlindungan terhadap guncangan ekonomi. Keuangan inklusif – melalui akses ke layanan keuangan sepert tabungan, kredit, asuransi, dana pensiun dan fasilitas pembayaran – akan sangat membantu kelompok marjinal dan berpendapatan rendah untuk mengakumulasi kekayaan, terlindung dari risiko serta keluar dari kemiskinan.

Saat ini, sebagian besar dari penduduk khususnya kelompok miskin dan rentan, tidak memiliki akses pada layanan keuangan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan dan aksesibilitas layanan keuangan. Minimnya akses pada layanan keuangan membatasi kemampuan individu untuk memitigasi risiko dan fluktuasi penghasilan serta berinvestasi di bidang kesehatan, pendidikan dan kegiatan produktif lainnya. Dengan demikian, sistem keuangan yang inklusif akan berkontribusi pada penurunan ketimpangan ekonomi serta membantu kelompok marjinal untuk bisa mendapat manfaat ekonomi yang lebih besar.

Melihat latar belakang yang ada, pemerintah kini tengah membangun sistim keuangan inklusif. Harapannya sistem keuangan inklusif ini akan menjadi sebuah komitmen di tingkat nasional. Untuk itu diperlukan sebuah upaya yang terkoordinasi dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, swasta serta masyarakat umum. Karena itulah diperlukan sebuah visi nasional tentang tujuan yang ingin dicapai,

4

istiMewa

Page 7: Progres Mei 2011

5PROGRES Edisi 7 mEi 2011

istiMewa

Laporan Utama

serta tantangan dan peluang yang dihadapi. Intinya dengan terbentuknya sistem keuangan inklusif sistem keuangan yang ada nantinya dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Sistem ini juga dibangun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta penanggulangan kemiskinan dan pemerataan pendapatan.

Lebih dari itu agar sistem ini dapat bermanfaat sesuai harapan, ada beberapa hal yang sebaiknya diterapkan oleh sistem keuangan inklusif sebagai strategi. Sudah sepantasnya strategi keuangan inklusif menjadi bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan. Seperti diketahui keuangan inklusif pada akhirnya adalah sebuah strategi dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang lebih luas, dalam hal ini penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kelompok miskin dan marjinal juga merupakan kelompok yang memiliki keterbatasan akses pada layanan keuangan. Artinya, terdapat hubungan timbal-balik antara kemiskinan dan akses pada layanan keuangan, yang keduanya saling mempengaruhi. Dengan demikian, meskipun tujuan keuangan inklusif adalah memberikan akses lebih banyak pada layanan keuangan bagi semua penduduk, namun ada kebutuhan untuk memberikan fokus lebih besar pada penduduk miskin.

Yang juga perlu diperhatikan a d a l a h m e n u m b u h k a n kesadaran dan kesiapan perilaku keuangan yang baik di masyarakat. Masih terbatasnya pengetahuan masyarakat terutama kelompok miskin dan marjinal mengenai layanan produk dan jasa keuangan merupakan salah satu kendala utama yang dihadapi di dalam upaya mencapai keuangan inklusif. Sebagai langkah awal di dalam menghubungkan

masyarakat terhadap layanan produk dan jasa keuangan adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai segala produk dan jasa keuangan beserta segala keuntungan dan risikonya. Disamping itu, pemahaman mengenai hak-hak dan perlindungan hukum bagi konsumen layanan keuangan juga perlu diketahui oleh masyarakat sehingga masyarakat akan merasa aman di dalam berinteraksi dengan lembaga keuangan. Sejatinya masalah ketidakpahaman keuangan (financial illiteracy) merupakan masalah yang tidak hanya dihadapi oleh negara berkembang tapi juga negara-negara maju. Oleh karena itu, peningkatan pemahaman masyarakat mengenai bagaimana cara mengelola keuangan akan mendorong masyarakat semakin terhubung dengan sis tem keuangan.

Kehadiran sistem keuangan inklusif seyogyanya, mampu meningkatkan kemudahan akses dan layanan keuangan

bagi masyarakat. Terhambatnya upaya pengembangan masyarakat miskin dalam mengakses layanan keuangan pada umumnya disebabkan antara lain dari sisi legalitas (masalah agunan, belum berbadan hukum, tidak adanya ijin usaha, tidak adanya identitas pribadi). Hal ini menyebabkan masyarakat dianggap tidak feasible untuk mendapatkan layanan keuangan. Oleh sebab itu, peningkatan kapabilitas masyarakat miskin serta adanya terobosan-terobosan di dalam memudahkan akses masyarakat miskin ke layanan keuangan tanpa mengesampingkan prinsip kehati-hatian dapat meningkatkan jumlah masyarakat yang belum feasible menjadi feasible terhadap layanan keuangan.

Dengan adanya sistem keungan inklusif diharapkan dapat menciptakan sinergi antara bank dan lembaga keuangan non-bank. Mengingat bank adalah lembaga keuangan yang paling luas cakupannya, strategi keuangan inklusif akan

Page 8: Progres Mei 2011

6 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

berpijak di atas sektor perbankan sebagai basis. Untuk mengisi celah-celah konsumen yang tidak terlayani, maka sinergi antara bank dengan lembaga keuangan non-bank, salah satunya dengan Lembaga Keuangan Mikro yang sudah banyak melayani kelompok miskin dan UMKM perlu didorong. Supaya sinergi itu bisa terjadi dan berjalan optimal, puluhan ribu LKM yang selama ini sudah melayani penduduk miskin dan UMKM harus memiliki badan hukum. Sesuai dengan arahan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Koperasi dan UKM serta dan Gubernur Bank Indonesia, LKM-LKM yang belum berbadan hukum akan diarahkan untuk menjadi salah satu dari empat kemungkinan badan hukum: koperasi, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan Modal Ventura.

Jangan dilupakan juga dengan hadirnya sistem

keuangan inklusif harus disiapkan juga sistem teknologi komunikasi dan informasi untuk memperluas cakupan layanan keuangan. Bank tanpa kantor cabang (branchless banking) dalam bentuk phone, internet banking atau transaksi menggunakan kartu/mesin elektronik adalah terobosan teknologi yang sangat potensial dalam memperluas jangkauan layanan keuangan ke konsumen yang selama ini tidak terlayani oleh bank (World Bank 2010). Tingginya akses penduduk Indonesia pada teknologi telepon selular makin memudahkan upaya perluasan akses layanan keuangan lewat teknologi . Inovasi ini bisa digabungkan dengan layanan e-money, serta memanfaatkan jaringan kantor pos dan ritel untuk menjadi outlet bagi bank.

Harus diingat pula sistem keuangan inklusif pada dasarnya menyediakan layanan jasa dan produk keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan

masyarakat. Mengingat tujuan utama yang ingin dicapai adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan, keuangan inklusif tidak bisa dibatasi pada satu produk atau inovasi tertentu. Strategi yang digunakan harus mencakup semua solusi dan layanan keuangan yang tersedia untuk menjangkau sebanyak mungkin segmen penduduk, terutama kelompok miskin. Dalam hal ini, strategi keuangan inklusif mencakup inisiatif yang lebih luas dari sekedar memperluas akses pada kredit tapi juga mencakup perluasan akses pada tabungan, fasilitas transfer dan pembayaran, asuransi serta investasi.

Adapun layanan produk dan jasa keuangan harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dari penduduk. Penduduk dari segmen sosial-ekonomi yang berbeda memiliki kebutuhan layanan keuangan yang berbeda. Bahkan kelompok miskin sendiri bisa dibedakan menjadi beberapa kelompok dengan kebutuhan yang berbeda. Kebutuhan utama kelompok miskin kronis, yang tidak punya aset produktif maupun sumber pendapatan tetap, adalah akses pada tabungan agar mereka bisa perlahan mengakumulasi aset. Kelompok lain mungkin punya aset dalam jumlah kecil dan kemampuan wirausaha. Kelompok ini bisa diarahkan untuk memperoleh kredit mikro sehingga bisa memulai usaha. Untuk kelompok lain yang berada dekat atau sedikit di atas garis kemiskinan dan sudah punya penghasilan reguler, yang diperlukan adalah akses pada asuransi, mikro dan sebagainya.Pemahaman yang baik tentang kebutuhan spesifik tiap kelompok menjadi penting agar layanan produk dan jasa keuangan yang diberikan juga sesuai dengan apa yang diperlukan. n

Laporan Utama

istiMewa

Page 9: Progres Mei 2011

7PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Meningkatkan Kesejahteraan Lewat MenAbung

Salah satu produk perbankan yang berpeluang besar dapat masuk ke dalam sis-

tem keuangan inklusif adalah TabunganKu. Produk ini mulai diperkenalkan oleh Bank Indo-nesia (BI) sejak Februari 2010. Boleh jadi produk ini diluncurkan oleh BI untuk mengantisipasi terbentuknya sistem keuangan inklusif di negeri ini. Berbeda dari produk tabungan yang lain, produk ini memang sejak awal dirancang agar mudah diakses oleh warga kebanyakan termasuk mereka yang tergolong berpenghasilan rendah.

Untuk mengingatkan kembali TabunganKu adalah tabungan untuk perorangan Warga Negara Indonesia dengan persyaratan mudah dan ringan yang diseleng-garakan secara bersama oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hingga

kini produk ini telah disediakan oleh 70 Bank umum dan 910 BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan BPR syariah. Di bank konvensional, jika penabung pasif, saldo minimal akan dipotong untuk bea, namun pada produk TabunganKu tidak dipotong bea.

Hanya dengan setoran awal Rp.20.000 dan setoran se-lanjutnya minimal Rp.10.000 nasabah sudah bisa membuka rekening TabunganKu. Deposan akan mendapatkan bunga sim-panan yang menarik dihitung ber-dasarkan saldo harian, tentunya ini lebih menguntungkan diban-dingkan dengan menyimpan uang tunai di rumah. Ciri khas yang unik dari produk ini adalah dana deposan dapat terus ber-kembang tanpa dikenakan biaya administrasi bulanan dan saldo minimal rekening hanya Rp.20.000. Seperti layaknya penabung lainnya, mereka yang menmpatkan dananya di produk ini juga akan mendapat buku tabungan Dengan Kartu

TabunganKu nasabah juga bisa menikmati kenyamanan bertransaksi melalui ATM yaitu transaksi penarikan uang dan informasi saldo rekening.

Perkembangan pengumpulan dana dari kampanye Gerakan Indonesia Menabung di bank-bank umum dan bank perkreditan rayat nasional dengan produk bernama Tabunganku selama sekitar setahun terakhir telah mencapai Rp.1,6 triliun. Jumlah pemilik rekeningnya yang boleh menabung saldo minimal Rp.10.000 ternyata mencapai 1,6 juta. Lima tahun mendatang diharapkan dana masyarakat penabung kecil ini bisa terkumpul Rp.50 triliun, dengan jumlah nasabah mencapai sekitar 40 - 50 juta orang.

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan jika rakyat gemar menabung, akan mengurangi beban pemerintah untuk mencari pinjaman. Lebih jauh produk tabunganKu ini merupakan bagian dari kampanye

Produk yang diluncurkan sejak 2010 ini terus mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Berbeda dari produk tabungan yang lain, produk ini memang sejak awal dirancang agar mudah diakses oleh warga kebanyakan termasuk mereka yang tergolong berpenghasilan rendah.

Oleh: EKO CAROKO

Laporan Utama

istiMewa

Page 10: Progres Mei 2011

8 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

pengurangan jumlah masyarakat miskin sejalan dengan cita-cita Millennium Development Goals yang bersifat pro-masyarakat miskin, pro-penciptaan lapangan kerja dan pro-pertumbuhan, serta pro-lingkungan.

TabunganKu sebenarnya juga merupakan salah satu produk perbankan yang diciptakan untuk menunjang Gerakan Indonesia Menabung (GIM). Gerakan yang bersifat nasional ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong masyarakat membiasakan diri memiliki tabungan sebagai salah satu sarana untuk mengurangi jumlah masyarakat miskin. GIM berlangsung bersama prak tik inclusion lainnya yang dikampanyekan komunitas perbankan bersama Bank Indonesia, yakni Ayo ke Bank, KUR (Kredit Usaha Rakyat), program dan pemberdayaan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah).

Masih ada 58 persen ma-syarakat tidak memiliki tabungan di bank. Melalui GIM, masyarakat tidak hanya didorong menabung, tetapi juga mendorong layanan perbankan pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

Tabunganku dilaksanakan oleh bank-bank nasional dan bank perkreditan rakyat dengan minimal saldo dikurangi dibandingkan ketentuan tabungan konvensional. Hanya sebesar Rp.20.000 saldo minimal untuk bank umum dan Rp.10.000 di BPR.

Tabunganku tumbuh pe-sat, terutama karena juga di-kampanyekan di sekolah-sekolah bagi siswa. Jumlah rekeningnya kini mencapai 6 juta, melebihi target sebesar 1 juta rekening. “Jawa Timur mencapai target tertinggi di antara provinsi lain karena hingga April 2011 berhasil mendapat 267.879 rekening, dengan nominal Rp 196 miliar atau sekitar 16 persen dari perolehan se-Indonesia dibanding provinsi lain,” kata Totok Hermiyanto, Pemimpin Bank Indonesia Malang.

Ketika ditemui disela acara Gerakan Indonesia Menabung ‘’TabunganKu Masa Depanku’’ yang dilaksanakan di Balai Kota Malang, Jawa Timur (29/5/2011).

Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad, satu tahun sejak 2010 diresmikan produk TabunganKu ternyata mendapatkan respon yang baik dari masyarakat. Menurutnya sudah lebih satu juta penabung, dan lebih dari Rp 1,6 triliun lebih dananya. Angka ini bisa ditingkatkan, untuk mencapainya harus dilakukan bersama dan keterlibatan Pemda di daerah jadi penting. Sementara ini BI ingin fokus ke beberapa daerah agar lebih terasa manfaatnya pleh rakyat. Dijelaskan Muliaman, produk TabunganKu mempunyai banyak manfaat khususnya bagi bank dan masyarakat, termasuk juga kepada negara. Bagi bank ini bisa menguntungkan, karena ini bukan produk sosial semata, harus ada komersial konsideration, masyarakat akan menabung dan menjadi bagus, kerana belakangan ini konsumerisme masih dominan

ketimbang menabung, dan bagi ekonomi itu kita masih memilih saving ratio rendah.

Ditambahkan oleh Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengungkapkan kelompok kerja BI bersama dengan Kementerian Pendidikan tengah merancang bahan dimana nantinya akan mengajak para anak sekolahan untuk menggunakan produk TabunganKu.

“Kelompok kerja kita juga kerjasama dengan Kementerian Pendidikan, untuk merancang bahan-bahan yang diajarkan bagi anak-anak sekolah mengenai menabung dengan cara menarik, bukan doktrinasi tetapi beri pengertian yang praktis menarik dan lucu, itu semua agar tertanam dan meningkatkan kesadaran sejak awal sejak mereka masih anak-anak,” paparnya. Hal ini sambung Darmin, perlu ditingkatkan dimana sekolah itu menjadi sasaran sosialisasi dari kampanyae ini. Jika ini dapat diusahakan, Darmin mengatakan saving ratio RI akan menjadi lebih tinggi.

Gerakan Indonesia Menabung (GIM), yang dicanangkan oleh Presiden RI pada 20 Februari 2010 merupakan lanjutan ke giatan Ayo ke Bank yang diluncur kan awal 2008.

Tujuan GIM adalah untuk memberikan pengetahuan tentang perbankan kepada masyarakat meningkatkan Saving Rate Indonesia yang masih rendah (44,2 persen) melalui budaya menabung, partisipasi masyarakat dalam pendanaan pembangunan nasional, serta untuk mendukung pelaksanaan salah satu Financial Inclusion khususnya terkait dengan edukasi masyarakat.Dan produk TabunganKu merupakan j awa b a n a t a s ke b u t u h a n masyarakat guna memperoleh layanan yang semakin ringan biayanya di seluruh Indonesia. n

Laporan Utama

istiMewa

Page 11: Progres Mei 2011

9PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Laporan Utama

Se t e l a h m e n g e t a h u i gambaran umum strategi yang akan dijalankan pada program keuangan

inklusif. Memperhatikan berbagai faktor seperti jenis-jenis layanan keuangan yang dicakup dalamnya, serta pemetaan target kelompok yang menjadi sasaran, strategi nasional keuangan inklusif rencananya akan dibangun atas lima pilar utama, yakni; edukasi dan perlindungan konsumen, eligibilitas, fasilitasi intermediasi, kebijakan dan regulasi, serta saluran distribusi.

Pilar edukasi dan perlindungan konsumen

Strategi kebijakan dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan, aspek perlindungan konsumen jasa keuangan, dan aspek pengeloaan keuangan, semua itu merupakan isi dari pilar pertama stratgei keuangan in klusif, yakni edukasi dan perlindungan konsumen. Diyakini bahwa pengetahuan yang memadai akan meningkatkan minat dan kepercayaan diri masyarakat dalam mengoptimalkan pe man-faatan produk keuangan.

M e m p e r k e n a l k a n d a n menanamkan pemahaman

terhadap produk-produk keuangan merupakan hal yang utama dalam pilar ini. Penekanan khusus dalam program edukasi ini adalah produk layanan keuangan yang mendasar seperti simpanan, kredit, sistem pembayaran dan asuransi. Hal yang juga penting adalah memberi pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana berbagai jenis lembaga keuangan baik formal maupun non formal agar masyarakat memahami karakteristik dan risiko dari setiap penyedia layanan keuangan tersebut. Pendekatan yang dilakukan dalam aspek edukasi ini tentunya akan memperhatikan kebutuhan, karakteristik dan kemampuan dari masing-masing masyarakat.

Pilar eligibilitasSasaran strategis dari pilar

ini adalah adalah meningkatnya jumlah masyarakat yang memenuhi standar kelayakan untuk mendapatkan jasa layanan keuangan. Hal ini dilakukan baik dengan menyediakan informasi yang lebih luas pada bank dan lembaga keuangan formal lainnya terhadap konsumen potensial dari kelompok miskin dan marjinal, maupun dengan upaya pengembangan masyarakat miskin dan UMKM. Sebagaimana diketahui, masyarakat miskin dan UMKM umumnya menghadapi kendala dalam menggunakan jasa keuangan khususnya kredit karena permasalahan pada individu atau UMKM itu sendiri. Misalnya dari segi legalitas, masih banyak UMKM yang belum memiliki badan hukum usaha sehingga tidak terdapat pemisahan yang jelas antara kekayaan pribadi dan kekayaan

usaha dan tidak mempunyai catatan atau pembukuan keuangan yang lengkap. Dari sisi produksi, kedala utama adalah kurangnya efisiennya proses produksi dan lemahnya pengawasan kualitas. Dari aspek kualitas sumber daya manusia, baik pemilik maupun tenaga kerja dirasakan masih terbatas keterampilannya dan masih rendahnya produktivitas. Selanjutnya dari aspek pemasaran, sebagian besar UMKM masih berorientasi pasar domestik dengan pasar yang terbatas. Hal ini menyebabkan perbankan mengalami kesulitan dalam menilai kelayakan pengajuan kredit dan dalam hal pembukaan rekening tabungan, masyarakat tidak bisa memenuhi persyaratan dokumen yang diperlukan.

Pilar kebijakan, aturan dan ketentuan

Membuat ketentuan yang mendukung dan menghilangkan berbagai aturan yang menghambat peningkatan akses masyarakat pada sistem keuangan, tampaknya akan menjadi target umum dari pilar ini. Ruang lingkup aturan yang mencakup pilar ini, tapi tidak terbatas pada:

Menyusun kebijakan pe-ngembangan lembaga keuangan mikro. Banyaknya jumlah lembaga keuangan mikro di Indonesia merupakan indikasi belum maksimalnya fungsi intermediasi lembaga keuangan formal. Oleh karena itu peran lembaga keuangan mikro sebagai partner lembaga keuangan formal harus dimaksimalkan.

Mendorong lembaga keuang-an non formal atau mikro yang potensial menjadi berbadan

Pilar-Pilar Penopang Strategi

Layaknya sebuah bangunan, strategi keuangan inklusif ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh. Ada lima pilar utama yang menjadi penyangganya.

Oleh: EKO CAROKO

Page 12: Progres Mei 2011

10 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Laporan Utama

hukum. Sasaran ini ditetapkan dengan meihat realita bahwa upaya meregulasi seluruh lembaga keuangan mikro non formal tidak hanya sulit dalam hal pelaksanaan dan konsekuensinya, juga secara ekonomis tidak semua lembaga keuangan ini memperoleh manfaat dari apabila diregulasi. Namun disadari bahwa beberapa lembaga ini sudah menjadi sedemikian besar baik dari segi aset maupun jumlah nasabahnya sehingga selain potensial untuk digunakan dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan, juga memiliki kerawanan apabila tidak terdapat lembaga yang mengawasi governance dan memastikan adanya aspek perlindungan bagi nasabah lembaga ini. Upaya mendorong lembaga keuangan keuangan non formal/mikro yang potensial ini menjadi berbadan hukum, akan dikaitkan dengan ketentuan dan persyaratan terkait pihak yang dapat menjadi agent banking.

Kebijakan untuk mendorong memasyarakatkan produk jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya banyak produk jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat kecil telah tersedia namun belum banyak diketahui oleh masyarakat baik karena kurangnya upaya mendiseminasikan produk ini secara luas maupun adanya keragu-raguan akan aspek legal dalam menerapkan produk ini. Misalnya adalah pemanfaatkan kantor pos sebagai agent banking dalam menerima tabungan dan produk asuransi mikro (life dan non life) .

Skema kredit yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Pada banyak kasus, masyarakat kecil umumnya membutuhkan kredit yang mudah dalam hal prosedur dengan nominal yang

relatif kecil dan berjangka pendek. Celah pangsa ini, umumnya banyak dilayani oleh lembaga-lembaga keuangan informal namun tidak merata di setiap daerah. Untuk itu perlu didorong agar lembaga keuangan formal dapat memformulasikan produk layanan keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat ini. Misal lain masyarakat yang memerlukan layanan keuangan khusus adalah masyarakat yang memerlukan produk keuangan berbasis Syariah.

Pilar fasilitasi intermediasiP i l a r i n i b e r t u j u a n

meningkatkan jangkauan sistem keuangan formal terutama perbankan terhadap kelompok masyarakat yang selama ini belum memiliki akses. Tujuan yang ingin dicapai dari pilar strategi ini adalah menjalin kerjasama dan sinergi antar lembaga. Misalnya antara bank dengan penyedia kredit mikro, koperasi dan sebagainya. Sementara target yang ingin dicapai: meningkatkan pembiayaan kepada masyarakat miskin, khususnya mereka yang aktif secara ekonomi.

Faktor informasi yang tidak seimbang antara lembaga keuangan dan masyarakat miskin yang telah bankable. Meskipun suatu masyarakat miskin produktif telah bankable, namun belum menjamin orang-orang tersebut secara langsung akan dapat memperoleh layanan kredit atau asuransi dari lembaga keuangan. Hal ini dikarenakan banyak lembaga-lembaga keuangan yang tidak mengetahui keberadaan masyarakat miskin yang bankable tersebut dan tidak mengetahui potensi dari masyarakat miskin produktif tersebut. Keterbatasan dana dan sumber daya perbankan untuk menemukan masyarakat miskin produktif yang bankable dan keterbatasan informasi dari

pihak masyarakat miskin produktif mengenai produk-produk bank yang sesuai dengan kebutuhan mereka menjadi faktor utama yang mendasari diperlukannya pilar fasilitasi intermediasi.

Faktor skala usaha lembaga keuangan. Disadari bahwa bank-bank umum mempunyai akses dan pengetahuan yang terbatas terhadap masyarakat miskin produktif, akan tetapi di sisi lain bank umum mempunyai likuidtas yang cukup besar yang potensial untuk disalurkan kepada masyarakat masyarakat miskin produktif. Sementara, BPR dan lembaga keuangan informal lainnya (termasuk koperasi) mempunyai akses dan pengetahuan yang memadai terhadap masyarakat miskin produktif, tetapi BPR dan lembaga keuangan informal lainnya (termasuk koperasi) memiliki keterbatasan dana yang dapat disalurkan kepada masyarakat miskin produktif. Kondisi perlu dijembatani agar potensi yang ada di lembaga keuangan yang lebih besar dapat disinergikan dengan potensi yang dimiliki oleh lembaga keuangan yang lebih kecil.

Meningkatkan kegiatan linkage program. Linkage program selama ini telah menjadi kerjasama yang saling menguntungkan antara lembaga keuangan yang tidak memiliki sumber dana yang memadai namun memiliki local knowledge yang tinggi mengenai calon-calon debitur yang potensil. Kedepan program ini akan terus ditingkatkan dan diperluas sehingga tidak hanya antar lembaga perbankan, namun juga dengan lembaga keuangan non bank bahkan tidak menutup kemungkinan dengan lembaga keuangan non formal.

Pilar saluran distribusi Target umum pilar ini

adalah masyarakat, terutama

Page 13: Progres Mei 2011

11PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Laporan Utama

kelompok miskin dan kelompok masyarakat yang yang belum terlayani/memiliki akses terhadap layanan keuangan, untuk bisa mendapatkan akses jasa keuangan dengan lebih mudah dan murah.

Secara umum peningkatan efisiensi (biaya dan waktu) serta kenyamanan (convenience) dapat difasilitasi melalui dua pendekatan utama berupa: a) memperpendek jarak antara

nasabah dengan lembaga penyedia layanan,

b) mendayagunakan Tekonologi Informasi dan Komunikasi (TIK), atau

c) mendayagunakan model layanan jasa keuangan bergerak yang selama ini sudah dimiliki.

Agen layanan keuangan: pada dasarnya adalah sebuah bentuk kemitraan antara lembaga penyedia layanan keuangan dengan lembaga non keuangan/bukan penyedia layanan keuangan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan lembaga keuangan dengan mendekatkan jarak layanan. Layanan ini dibangun berdasarkan perjanjian kerjasama untuk melakukan layanan antara lain meliputi cash-in (setor), cash-out (tarik), transfer (antar rekening lembaga keuangan), pengecekan sa ldo ( rekening lembaga keuangan), serta berbagai jenis pembayaran. Dalam beberapa hal layanan ini dapat pula mencakup fungsi pencairan/penarikan kredit (dan government transfer) kepada masyarakat. Salah satu kriteria yang dapat dipakai dalam menentukan efektifitas pola kerjasama kemitraan ini adalah luas/dalamnya jangkauan jaringan/cakupan usaha dari lembaga non keuangan/bukan penyedia layanan keuangan yang menjadi mitra, baik dari perspektif hukum, teknologi dan sumber daya manusia.

Contohnya adalah kerjasama

dengan kantor layanan pos atau dengan jaringan retailer. Dengan adanya agen layanan keuangan ini diharapkan masyarakat dapat mendapatkan akses jasa keuangan dengan lebih mudah dan murah, terutamabagi masyarakat di daerah pedesaan yang tidak lagi mengeluarkan biaya tinggi hanya untuk mencapai bank atau lembaga keuangan lain yang berada di luar daerahnya.

Pendayagunaan Teknologi In-formasi dan Komunikasi (TIK): TIK pada dasarnya adalah se-gala kegiatan yang terkait de-ngan pemrosesan, manipulasi, pe ngelolaan, pemindahan infor-masi dari pengirim kepada pene rima melalui perantaraan berbagai media dengan mem-pert imbangkan kecepatan, jangkauan, dan kemampuan sim-pan dari media yang digunakan. Pemanfaatan TIK akan membantu lembaga keuangan/penyedia la-yanan keuangan untuk mela-yani masyarakat tanpa harus mempertimbangkan lokasi maupun waktu. Secara umum, Pilar ini

mencakup berbagai upaya untuk menyediakan berbagai delivery channels berbasis elektronik/TIK, di antaranya seperti layanan mobile wallet/mobile money (setara prinsip e-money), layanan keuangan/perbankan mobile/internet, titik penerimaan/pembayaran (encashment point) layanan pengiriman uang (remittance), dll. Berbagai layanan ini, kendala biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk menikmati layanan keuangan akan direduksi secara signifikan.

Perluasan layanan jasa keuangan bergerak. Pilar ini sebenarnya merupakan suatu upaya untuk mendayagunakan fleksibilititas gerak layanan perbankan/kas keliling yang selama ini telah ada. Namun demikian, dengan TIK maka layanan keuangan yang disediakan bagi masyarakat menjadi lebih beragam, lebih aman (karena langsung tercatat secara online pada database lembaga keuangan/penyedia layanan keuangan) sekaligus lebih efisien bagi nasabah. n

Gambar 3.1. Lima Pilar Keuangan Inklusif

Lima Pilar Keuangan Inklusif

Page 14: Progres Mei 2011

12 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Laporan Utama

Ada beberapa agenda kegiatan yang telah d i s i a p k a n u n t u k membangun sistem

ke uangan inklusif di negeri ini. Kegiatan itu ada yang bersifat jangka pendek, menengah maupun panjang. Ada juga agenda yang bisa diselesaikan segera sampai dengan pertengahan tahun 2011. Pada dasarnya kegiatan-kegiatan ini sudah mulai berjalan.

Ada banyak kegiatan yang dikelompokan sebagai kegiatan yang dapat segera dilakukan atau quick wins. Di antaranya adalah : Pilot project penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) melalui tabungan di perbankan. Dalam waktu dekat, Program Keluarga Harapan akan melakukan ekspansi dengan memasukkan sekitar 300 ribu keluarga ke dalam program.

Menurut rencana, keluarga tambahan peserta PKH itu akan dibukakan rekening tabungan di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Ke depan mereka akan mendapatkan pencairan dana bantuan melalui

tabungan itu. Tahap awal ekspansi PKH melalui tabungan ini bisa sekaligus digunakan sebagai pilot project untuk penyaluran bantuan PKH – dan bantuan sosial lainnya – di tahap-tahap selanjutnya. Proses penyaluran dana bantuan pemerintah melalui tabungan akan menguntungkan baik buat penerima (mereka tidak perlu mengantre untuk menerima bantuan) maupun penyelenggara, dalam hal administrasi dan ruang yang makin kecil untuk korupsi. Di sisi lain, ini juga akan meningkatkan akses pada tabungan di kalangan penduduk miskin.

Pilot project pemberian

tabungan dan kredit untuk kalangan masyarakat miskin dengan dana PKBL BUMN. Ada program yang sedang berjalan, d i l a k u k a n o l e h Yay a s a n Damandiri, yang memberikan akses pada kredit digabung dengan tabungan pada penduduk miskin. Model seperti itu punya peluang untuk diadopsi oleh pemerintah. Dana yang diperlukan bisa didapat dari program PKBL BUMN yang mewajibkan BUMN menyisihkan 5% keuntungan mereka untuk kegiatan sosial. Sebagian dari dana

yang ada bisa dialokasikan untuk pilot project inisiatif semacam ini.

P u b l i k a s i p e n d i r i a n Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah di Jatim dan Bali. Dua propinsi, Jatim dan Bali, baru-baru ini berhasil mendirikan Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD). Adanya PPKD merupakan salah satu langkah penting dalam mengembangkan peran Lembaga Keuangan Mikro dalam menyalurkan dana kredit ke UMKM. Kedua PPKD yang sudah berdiri tahun 2010 ini bisa dijadikan model untuk pembentukan lembaga serupa di daerah-daerah lain. Sebagai salah satu agenda awal, peluncuran inisiatif keuangan inklusif tingkat nasional bisa mengambil momen berupa publikasi atau peluncuran ulang kedua PPKD itu.

Program-program edukasi keuangan seperti “Ayo ke bank” dan “3P (Pastikan manfaatnya, Pahami resikonya dan Perhatikan biayanya)”. Kegiatan ini sudah ada dan berjalan. Momentum keuangan inklusif bisa digunakan untuk melanjutkan kegiatan ini dengan sejumlah inovasi seperti kampanye hari menabung nasional atau bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan Nasional untuk mengupayakan program edukasi ini masuk ke kurikulum sekolah, disesuaikan dengan jenjang pendidikan.

Edukasi keuangan untuk TKI

Melihat Agenda Kebijakan Keuangan Inklusif

Beberapa kegiatan yang mulai memperkenalkan sistem keuangan inklusif sudah mulai berjalan. Kegiatan itu mulai dari yang bersifat quick wins hingga yang bersifat jangka panjang.

Oleh: EKO CAROKO

Page 15: Progres Mei 2011

13PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Laporan Utama

Gedung Bank Indonesia progres/sujar

Page 16: Progres Mei 2011

14 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

dan keluarganya. Kegiatan ini bertujuan menjadikan edukasi keuangan salah satu program ‘wajib’ sebelum pemberangkatan TKI. Materi yang akan diberikan adalah pembekalan TKI dengan kemampuan wirausaha.

Saat ini sebenarnya sudah ada program KUR TKI, tapi isi dari program tersebut dirasa tidak memperhatikan kebutuhan dari TKI. Dalam skala terbatas, inisiatif edukasi keuangan untuk TKI sudah berjalan dalam skala terbatas. BI pernah bekerjasama dengan KBRI Tokyo pernah melakukan pilot project Kensushei. Dengan momentum keuangan inklusif, diharapkan agar program edukasi keuangan untuk TKI bisa dilanjutkan dengan sejumlah perbaikan, dan memperluas fokus untuk mencakup juga keluarga TKI.

Selain lima kegiatan di atas, tiga agenda quick wins juga mencakup penguatan program “TabunganKu”, peluncuran situs info UMKM serta dikeluarkannya se jumlah peraturan yang mendorong pendirian biro kredit swasta.

Agenda Jangka Pendek (hingga akhir 2011)

Kegiatan yang termasuk ke g i a t a n j a n g k a p e n d e k merupakan kegiatan-kegiatan yang telah diinisiasi dan akan diselesaikan sampai dengan akhir tahun 2011. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan fondasi dan berkelanjutan untuk tahun tahun berikutnya. Agenda jangka pendek itu diantaranya

Promosi layanan keuangan yang lebih luas seperti kredit,

asuransi , dana pensiun, investasi.

D e n g a n k e g i a t a n i n i diharapkan konsumen bisa lebih paham akan adanya produk dan layanan keuangan yang lebih luas dan mereka bisa menyesuaikan dengan kebutuhan spesifik. Targetnya tahun ini telah selesai disusun strategi nasional mengenai edukasi keuangan.

Mengembangkan program cluster secara nasional.

Tujuan program cluster adalah menciptakan skala ekonomi yang lebih besar di antara sejumlah UMKM. Dengan skala ekonomi yang lebih besar, UMKM bisa lebih berkembang dan pada akhirnya permintaan akan akses pada layanan keuangan juga meningkat. Saat ini berbagai program cluster sebenarnya sudah ada dan

Laporan Utama

istiMewa

Page 17: Progres Mei 2011

15PROGRES Edisi 7 mEi 2011

berjalan di BI dan berbagai K/L, tapi sifatnya masih terpisah-pisah dan tidak terkoordinasi.

Membentuk credit rating UMKM.

Adanya lembaga rating kredit untuk UMKM memudahkan bank menyeleksi konsumen potensial dari kalangan UMKM. Dengan adanya rating, bank bisa melakukan penilaian risiko kepada UMKM secara individual, tidak lagi menyamaratakan seluruh UMKM. Saat ini kajian telah dilakukan, dan BI sudah memasuki tahap persiapan implementasi.

Implementasi awal Financial Identification Number FIN di beberapa daerah.

Ini akan dilakukan sejalan dengan, serta memanfaatkan, kemajuan dari program SIN (Single Identification Number). Tahun ini diharapkan sudh dimulai proses penandatanganan grant agreement dan implemetasi di beberapa wilayah sebagai pilot project.

Membuat kajian awal mengenai ketentuan yang mendukung serta memadai terkait metode distribusi berbasis teknologi. M

etode distriubusi berbasis teknologi mencakup e-payment, branchless banking, third party agents (termasuk mobile phone banking) dan mobile money. Berbagai layanan mobile dan internet banking sudah berjalan. Aturan yang ada sebenarnya sudah mendukung, tapi masih banyak batasan, misalnya tentang siapa yang bisa memberikan layanan uang elektronik.

Harmonisasi ketentuan perbankan yang mendukung kegiatan keuangan inklusif.

Sejumlah ketentuan yang akan dikaji mencakup:

Ke b i j a k a n t a n g g a l 2 3 Desember 2010 mengeluarkan ketentuan ATMR Resiko Kredit yang menurunkan bobot resiko

usaha mikro kecil dan menengah dari 85% menjadi 75%.

PBI No.11/2/PBI/2009 tentang Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

PBI no.9/6/PBI/2007 tentang Kualitas Aktiva Bank Umum untuk UKM sampai dengan Rp20 M apabaila Risk Control System (RCS) bank strong atau 10M apabila RCS risiko kredit banknya acceptable, maka penilaian KAP menggunakan 1 pilar yaitu ketepatan pembayaran.

Mendorong LKM dengan skala tertentu untuk memiliki badan hukum, dari 4 kemungkinan yang ditawarkan SKB.

Proses ini sudah dimulai sejak 2009, sebagai bagian dari strategi nasional pengembangan LKM. Namun proses saat ini berjalan lambat karena berbagai hambatan. Contohnya, untuk menjadi BPR ada hambatan modal, SDM, kepemilikan.

Pengembangan linkage program, bazaar dan database UMKM, baseline survey, lending model, serta pendampingan UMKM.

Kegiatan ini bertujuan agar lembaga keuangan terutama bank bisa lebih punya informasi tentang keberadaan UMKM. Di sisi lain, UMKM juga bisa didorong untuk lebih terkoneksi dengan layanan keuangan formal. Kegiatan-kegiatan dimaksud saat ini sudah ada dan berjalan.

Pemberdayaan UMKM (BMT dan pengusaha mikro) melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kerjasama perbankan syariah dan BAZNAS.

Kegiatan ini juga bertujuan untuk memperbanyak informasi bagi bank tentang keberadaan UMKM serta LKM, yang pada akhirnya meningkatkan sinergi antara bank, UMKM dan LKM, tapi fokus pada UMKM dan LKM syariah. Saat ini sudah ada MoU antara Perbankan syariah dengan

BAZNAS. Tahun ini ditargetkan dapat menerjemahkan MoU ke dalam terlaksananya kerjasama perbankan syariah dengan BAZNAS untuk tabungan dan pembiayaan.

Perluasan perusahaan p enjamin kredit daerah (PPKD).

Sebagaimana dijelaskan dalam program quick wins, adanya PPKD aman membantu perluasan akses kredit khususnya yang disalurkan oleh LKM.Saat ini Baru berdiri dua PPKD di Jatim dan Bali. Untuk perluasan ke daerah-daerah lain sebenarnya sudah ada technical assistance yang disediakan oleh JICA.

Mengoptimalkan peran jejaring kantor pos dan retailer sebagai agent banking. Jaringan

Laporan Utama

Jaringan retail dan kantor pos selama ini sudah berperan dalam menyediakan layanan transaksi keuangan (seperti cash out, remittance dan lain lain) dalam skala terbatas. Misalnya, kantor pos menjadi sarana distribusi program pemerintah (bLT dan PKH), dan banyak kantor pos sudah menjadi agent banking seperti sejumlah kantor pos yang bekerja sama dengan bTPn. Sejalan dengan tujuan keuangan inklusif, peran jejaring ini perlu lebih ditingkatkan.

Page 18: Progres Mei 2011

16 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

retail dan kantor pos selama ini sudah berperan dalam menyediakan layanan transaksi keuangan (seperti cash out, remittance dan lain lain) dalam skala terbatas. Misalnya, kantor pos menjadi sarana distribusi program pemerintah (BLT dan PKH), dan banyak kantor pos sudah menjadi agent banking seperti sejumlah kantor pos yang bekerja sama dengan BTPN. Sejalan dengan tujuan keuangan inklusif, peran jejaring ini perlu lebih ditingkatkan.

Melakukan kajian mengenai tentang pengembangan mobile money dan agent banking.

Yang perlu dikaji adalah seberapa jauh aturan yang ada mendorong atau membatasi perkembangan mobile money serta agent banking, pengaruh apa yang akan ditimbulkan jika ada revisi dari aturan-aturan yang ada, khususnya soal risiko yang ditimbulkan oleh agen terhadap sektor perbankan.

Melakukan pilot project pe ne rapan mobile money ber-dasarkan hasil kajian pen-dahuluan.

Layanan mobile dan internet banking yang ditawarkan bank sebenarnya sudah cukup luas, tapi tetap ada ruang yang besar untuk peningkatan akses serta penggunaan. Sementara Uang elektronik cakupannya masih terbatas. Indosat dan Telkomsel sudah punya layanan uang elektronik tapi penggunaan dan layanan yang ditawarkan masih sangat terbatas.

Jangka menengah-panjangUntuk jangka waktu 2012

hingga 2014, ada sejumlah kegiatan yang menjadi target pencapaian strategi nasional keuangan inklusif. Genda ini perlu dibahas lagi leih detail oleh Kementrian/Lembaga terkait. Beberapa kegiatan pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kegiatan quick wins dan jangka

pendek. Sejumlah. Sebagian lagi merupakan kelanjutan logis dari apa yang akan diselesaikan di tahun 2011, seperti pembentukan Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah, kajian tentang aturan Know Your Customer dan inovasi produk keuangan seperti asuransi mikro. Selain itu, percepatan terlaksananya Nomor Indentitas Kependudukan Tunggal merupakan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung strategi nasional keuangan inklusif di jangka panjang. Bebrpa agend yang tergolong kegiatan jangka menengah panjang.

Memberikan edukasi ke-uangan untuk masa depan yang lebih cerah.

Edukasi keuangan akan dilanjutkan, dengan generasi muda dan anak usia sekolah menjadi sasaran. Tujuannya adalah pembentukan kesadaran perilaku keuangan sejak dini sehingga perubahan perilaku akan terwujud di generasi mendatang.

Terus mendorong proses transformasi LKM menjadi salah satu dari empat kemungkinan badan hukum sesuai SKB tiga menteri dan Gubernur BI.

Dalam pelaksanaan, tidak semua LKM akan bisa memenuhi kriteria menjadi badan hukum. Artinya, yang akan menjadi badan hukum hanya yang akan memenuhi kriteria-kriteria terkait, misalnya besar modal dan kepemilikan. Di saat bersamaan, pemerintah dapat mempercepat proses ini dengan mendorong LKM-LKM bentukan program pemeritah seperti PNPM atau yang menjadi mitra binaan BUMN untuk bisa memenuhi criteria menjadi lembaga hukum sejak sekarang.

Mendorong terciptanya good governance di Lembaga Keuangan Mikro.

Langkah jangka panjang d a l a m p e n g u a t a n L K M

Laporan Utama

istiMewa

Page 19: Progres Mei 2011

17PROGRES Edisi 7 mEi 2011

adalah memastikan bahwa iklim pengaturan, tata kelola, pengawasan dan perlindungan konsumen di LKM bisa terwujud. Ini bisa dilakukan dengan antara lain adanya mekanisme pelaporan, pengawasan maupun perlindungan konsumen.

Mendorong inovasi-inovasi baru yang membuat makin banyak masyarakat bisa mengakses layanan keuangan lewat teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Pada dasarnya, inovasi ini diharapkan dimotori oleh pelaku swasta. Tapi pemerintah dan BI bisa mendorong terjadinya inovasi itu melalui mekanisme insentif serta adanya iklim regulasi yang mendukung.

Mendorong pembentukan Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah untuk propinsi yang potensial.

Adanya PPKD akan mendorong b e r ke m b a n g ny a ke g i a t a n pemberian kredit, khususnya kredit untuk UMKM yang dimotori oleh LKM dan BPR. Saat ini peran dan cakupan Jamkrindo serta Askrindo – dua perusahaan penjamin kredit tingkat nasional – masih terlalu terbatas. Peran Pemerintah Daerah untuk membentuk lembaga-lembaga semacam di tingkat daerah akan signifikan.

Melakukan kajian mengenai ketentuan Know Your Customer untuk small value customer dalam kaitannya dengan kegiatan outsourcing untuk meningkatkan akses kepada kelompok masyarakat yang belum terlayani.

Sebagai otoritas tertinggi perbankan nasional, Bank Indonesia dihadapkan pada tuntutan untuk menciptakan perbankan yang prudent lewat peraturan dan persyaratan yang ketat. Di sisi lain, inisiatif keuangan inklusif juga menyaratkan adanya

penyesuaian dari sisi regulasi. Artinya, perlu dicari keseimbangan antara kebutuhan perbankan yang hati-hati dan tujuan keuangan inklusif. Ruang yang tersedia adalah sedikit modifikasi dalam aturan KYC terbatas untuk kelompok nasabah kecil (low value, low risk, low transaction). Adanya modifikasi di ketentuan tersebut memungkinkan perbankan bisa melakukan outsourcing dalam menjaring nasabah.

Misalnya, dengan memung-kinkan jaringan ritel, kantor pos atau pegadaian menjadi gerai bank dimana konsumen berpendapatan kecil bisa membuka tabungan di sana tanpa perlu datang langsung ke bank. Terobosan seperti ini berpotensi menjangkau lebih banyak lagi konsumen yang selama ini terhambat aksesnya ke perbankan.

Mendorong tersedianya produk jasa keuangan untuk masyarakat miskin seperti asuransi mikro.

Sepe rti halnya inovasi di bidang TIK, ke depan diharapkan pihak swasta yang akan jadi ujung tombak. Fungsi pemerintah adalah untuk mendorong terjadinya inovasi itu lewat insentif dan iklim regulasi yang mendukung.

Mendorong percepatan t e r l a k s a n a n y a N o m o r Identifikasi Kependudukan Tunggal (Single Identification Number) yang mencakup semua data kependudukan dan keuangan individu.

NIK tunggal memang ada di luar lingkup keuangan inklusif. Tapi adanya NIK tunggal akan s e m a k i n m e m p e r m u d a h pengawasan perbankan dan transaksi keuangan, yang pada akhirnya akan mempermudah akses masyarakat lebih luas untuk bisa mendapatkan layanan keuangan. Adanya momentum keuangan inklusif diharapkan bisa digunakan untuk mendorong perecepatan terlaksananya NIK tunggal. n

Laporan Utama

istiMewa

Page 20: Progres Mei 2011

18 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Akses Terhadap Lembaga Keuangan Harus Lebih Ditingkatkan

Bagi mereka yang masih hidup dalam kemiskinan akses kepada lembaga keuangan masih rendah. Untuk itulah sistem keuangan inklusif sangat dibutuhkan mereka untuk membantu meningkatkan kesejahteraannya.

Oleh: EKO CAROKO

Laporan Utama

Sekitar 50% penduduk Indonesia diketahui tidak memiliki akses akan jasa

keuangan formal, dan hampir 20% sama sekali tidak memiliki akses akan jasa keuangan. Itulah hasil studi Bank Dunia pada 2010. Studi itu juga menyebutkan kurang dari separuh penduduk yang memiliki akses kepada bank dan koperasi, sementara 17% persen sama sekali tidak terlayani oleh sistem keuangan (lihat gambar). Secara umum rumah tangga menggunakan

bank, skema kesejahteraan sosial, bahkan arisan sebagai media untuk menabung, namun untuk kebutuhan meminjam uang, sektor informal (tetangga, teman, majikan, warung) lebih umum untuk digunakan.

Ada ketimpangan akses yang cukup signifikan terkait kondisi geografis, jenis pekerjaan, dan

tentu saja tingkat pendapatan. Penduduk luar Jawa dan mereka yang bekerja di sektor pertanian umumnya memiliki akses keuangan yang lebih kecil. Sekitar 4 dari 5 orang miskin di Indonesia tidak terlayani oleh jasa keuangan formal (bank, koperasi), dan hampir 40% dari penduduk miskin tersebut tidak memiliki

Menurut studi World Bank (2010), mereka yang tidak memiliki akses terhadap jasa keuangan tersebut umumnya adalah mereka yang tergolong masyarakat miskin pedesaan, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tinggal di luar Jawa. JIka begitu bisa diartikan, ada keterkaitan kuat antara akses pada layanan keuangan, kemiskinan serta marjinalisasi. Gambar: Kondisi Akses terhadap Jasa Keuangan Saat Ini

Sumber: World Bank (2010)

Gambar. Perbandingan Akses Masyarakat Terhadap Jasa Keuangan

55

61

104

129

150

205

211

298

384

543

Bangladesh

Sri Lanka

Indonesia

Philippines

Pakistan

Brazil

Thailanda

India

Malaysia

China

Total Financial Assets(% of GDP)

37.7

34.0

25.4

23.8

29.4

49.8

84.2

47.4

108.8

114.5

Credit to Private Sector (% of GDP)

Equity Market Capitalization (% of GDP)

10.0

23.3

48.9

71.6

48.9

104.3

79.8

155.4

180.2

189.8

GNI per capita(Atlas Method, in US$)

470

1,540

1,650

1,620

870

5,910

3,400

950

6,540

2,360

Sumber: World Development Indicators, 2008 (data for 2007) dan Bringing Finance to Pakistan’s Poor, 2009, World Bank

Kondisi Akses terhadap Jasa Keuangan Saat Ini

suMber: world bank (2010)

istiMewa

Page 21: Progres Mei 2011

19PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Laporan Utama

akses sama sekali kepada jasa keuangan (baik formal maupun informal).

Diantara negara berkembang lainnya, akses masyarakat kepada layanan keuangan di Indonesia tergolong moderat. Tingkat akses penduduk Indonesia pada layanan keuangan lebih besar dari dua emerging giants India dan Cina, dan hanya sedikit di bawah Thailand, Malaysia, bahkan Korea Selatan. Hal ini mengindikasikan adanya ruang dan keuntungan potensial yang besar dari usaha peningkatkan akses pada layanan keuangan. Beberapa studi bahkan menunjukkan keberadaan korelasi yang kuat antara akses ke layanan keuangan dengan latar belakang sosial-ekonomi masyarakat.

Menurut studi World Bank (2010), mereka yang tidak memiliki akses terhadap jasa keuangan tersebut umumnya adalah mereka yang tergolong masyarakat miskin pedesaan, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tinggal di luar Jawa. JIka begitu bisa diartikan, ada keterkaitan kuat antara akses pada layanan keuangan, kemiskinan serta marjinalisasi.

TabunganSekitar 60% penduduk

Indonesia memiliki tabungan dalam berbagai jenisnya.

Sebanyak 50% penabung menyimpan simpanannya di dalam rekening tabungan formal, kebanyakan di bank (sejumlah kecil di koperasi). Sisanya sekitar 18% menabung dalam skema informal seperti arisan, klub tabungan, atau kelompok dana bergulir (lihat gambar). Studi Bank Dunia (2010) mengemukakan, alasan umum kepemilikan rekening tabungan adalah untuk keamanan, sebagai media untuk mengakses layanan transaksi pembayaran atau transfer dana, untuk berjaga-jaga dari kondisi yang tidak pasti,

dan untuk memperoleh akses ke layanan perbankan lain seperti pinjaman.

Dalam studi yang sama ditunjukkan juga bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan dan jumlah aset rumah tangga, semakin besar kecenderungan seseorang untuk memiliki rekening tabungan di bank. Mereka yang tinggal di daerah perkotaan lebih besar besar kecenderungannya untuk memiliki tabungan. Probabilias kepemilikan tabungan di bank juga makin besar seiring dengan tingkat pendidikan yang

semakin tinggi. Temuan ini sekaligus menunjukkan bahwa akses pada tabungan formal dapat ditingkatkan melalui beberapa inisiatif kebijakan yang berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga.

Tidak memiliki uang adalah alasan utama untuk tidak membuka rekening tabungan di bank.

Dari sepertiga penduduk yang tidak menabung, 79% mengemukakan alasan tidak memiliki uang. Seiring dengan meningkatnya pendapatan,

Menurut studi World Bank (2010), mereka yang tidak memiliki akses terhadap jasa keuangan tersebut umumnya adalah mereka yang tergolong masyarakat miskin pedesaan, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tinggal di luar Jawa. JIka begitu bisa diartikan, ada keterkaitan kuat antara akses pada layanan keuangan, kemiskinan serta marjinalisasi. Gambar: Kondisi Akses terhadap Jasa Keuangan Saat Ini

Sumber: World Bank (2010)

Gambar. Perbandingan Akses Masyarakat Terhadap Jasa Keuangan

55

61

104

129

150

205

211

298

384

543

Bangladesh

Sri Lanka

Indonesia

Philippines

Pakistan

Brazil

Thailanda

India

Malaysia

China

Total Financial Assets(% of GDP)

37.7

34.0

25.4

23.8

29.4

49.8

84.2

47.4

108.8

114.5

Credit to Private Sector (% of GDP)

Equity Market Capitalization (% of GDP)

10.0

23.3

48.9

71.6

48.9

104.3

79.8

155.4

180.2

189.8

GNI per capita(Atlas Method, in US$)

470

1,540

1,650

1,620

870

5,910

3,400

950

6,540

2,360

Sumber: World Development Indicators, 2008 (data for 2007) dan Bringing Finance to Pakistan’s Poor, 2009, World Bank

Perbandingan Akses Masyarakat Terhadap Jasa Keuangan

Tingkat Penggunaan Tabungan di Indonesia

suMber: world bank (2010)

suMber: world developMent indicators, 2008 (data for 2007) dan bringing finance to pakistan’s poor, 2009, world bank

Page 22: Progres Mei 2011

20 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Laporan Utama

proporsi orang yang tidak menabung karena tidak memiliki uang semakin berkurang – terkait dengan kelompok miskin, faktor tidak adanya uang untuk ditabung jadi hambatan utama untuk membuka rekening tabungan. Beberapa alasan lain yang muncul adalah tidak memiliki pekerjaan (9%), tidak melihat adanya keuntungan dari memiliki tabungan (4%) dan tidak mengerti prosedur (3%).

Temuan ini sedikit banyak menunjukkan, ada persepsi kuat bahwa untuk memiliki tabungan, seseorang harus punya pendapatan yang cukup.

Persepsi ini bisa jadi didasarkan pada kenyataan bahwa bagi kebanyakan penduduk miskin, penghasilan mereka memang terlalu kecil hingga tidak ada yang tersisa untuk ditabung. Namun di lain pihak, terdapat kemungkinan keberadaan pengaruh preferensi rasional seseorang akan nilai riil uang.

Seseorang pada dasarnya dapat menabung dengan mengurangi konsumsi hari ini dengan harapan tambahan keuntungan potensial di masa datang. Bagi sebagian penduduk berpendapatan rendah, nilai Rupiah dari konsumsi hari ini yang hilang karena harus

menabung jauh lebih bernilai d ibandingkan keuntungan potensial di masa mendatang. Implikasinya, dalam perencanaan kebijakan yang mendorong orang untuk menabung, khususnya bagi kelompok berpendapatan rendah, perlu diberikan pendekatan tersendiri yang bersifat pemberian pemahaman atau edukasi, dan bukan sekedar promosi layanan tabungan.

Apabila dibandingkan dengan negara lain yang dilihat dari rasio DPK terhadap GDP, posisi Indonesia dalam hal menabung masih jauh tertinggal dibanding negara Asia lainnya. Angka DPK/GDP Indonesia untuk tahun 2009 masih mencapai 35,15% sementara Malaysia dan Thailand masing-masing telah mencapai angka 151,30% dan 147,7% (lihat gambar).

PinjamanT i n g k a t p e n g g u n a a n

pinjaman di Indonesia lebih rendah dari tabungan, dan lebih didominasi dari sumber informal.

Sebanyak 60% penduduk memiliki akses pada pinjaman. Walau sebagian besar orang menyimpan tabungannya di sektor formal seperti di bank,

akses akan pinjaman lebih umum diperoleh dari sumber-sumber informal seperti teman, keluarga, tetangga, majikan, hingga ’lintah darat’. Kredit perbankan hanya dapat menjangkau 17% populasi, sementara Lembaga Keuangan Mikro hanya 10%. Hal ini menjadi dilematis mengingat bahwa pinjaman y ang berasal dari lembaga informal umumnya memiliki suku bunga pinjaman yang t inggi dibandingkan lembaga formal, namun lebih rutin dan lebih banyak digunakan masyarakat. Besaran suku bunga yang dibebankan oleh pemberi kredit informal bisa mencapai 40% per tahun sementara pinjaman dari institusi formal berkisar 25% pertahun.

Mayoritas penduduk yang tidak meminjam pada dasarnya memiliki keinginan untuk meminjam.

Hanya 20% dari mereka yang saat ini tidak meminjam karena alasan tidak adanya kebutuhan akan kredit. Mayoritas alasan tidak meminjam adalah karena tidak terpenuhinya kriteria kelayakan atau tidak memiliki agunan. Dari sub-populasi yang pernah mengajukan permohonan kredit dalam 12 bulan terakhir, alasan utama penolakan adalah dokumen pendukung yang tidak lengkap, tidak adanya agunan, pendapatan yang terlalu kecil dan kondisi hutang saat ini yang sudah terlalu besar.

Kredit yang berasal dari bank dan LKM lebih sering digunakan untuk pembiayaan usaha dan investasi, sementara pinjaman dari sektor informal lebih sering digunakan untuk konsumsi.

Lebih dari 70% pinjaman bank digunakan untuk pembiayaan usaha dan investasi; kredit LKM lebih umum digunakan untuk ekspansi usaha. Sebaliknya, penggunaan utama pinjaman dari sumber informal adalah

Perbandingan Rasio DPK terhadap gDP di Asian emerging Market

suMber: bps (2010), bank indonesia (2010), lps (2010), dan bapepaM-lk (2010) dalaM bisnis indonesia intelligence unit (2010)

20

30

40

50

60

70

80

90

100

2004 2005 2006 2007 2008 2009Indonesia India Thailand Philipina

Rasio DPK Perbankan/GDP (%): Asian Emerging Markets

Page 23: Progres Mei 2011

21PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Laporan Utama

untuk konsumsi. Informasi penting yang diperoleh dari studi ini menyebutkan kondisi bahwa mayoritas bank dan lembaga keuangan mikro di Indonesia akan membebankan suku bunga yang lebih rendah kepada peminjam jika yang bersangkutan memiliki rekening tabungan. Hal ini mengindikasikan kemungkinan penggunaan rekening tabungan sebagai salah satu indikator dari kelayakan mendapatkan kredit bank.

Rasio kredit terhadap GDP Indonesia masih berada di bawah beberapa negara berkembang Asia lainnya, seperti India, Thailand, dan Filipina.

Untuk tahun 2009, rasio kredit terhadap GDP Indonesia adalah sebesar 26,20 %, sementara di Malaysia dan Thailand sudah mencapai 115,43% dan 101,86%. diharapkan dengan berbagai program yang akan dilakukan maka tingkat kredit terhadap GDP bisa berada pada kisaran lebih dari 30% dalam jangka waktu dua tahun mendatang (lihat gambar).

A k s e s p a d a l a y a n a n keuangan selain tabungan dan pinjaman masih relatif rendah dan terbatas pada konsumen perkotaan menengah atas Asuransi.

Tingkat kepemilikan asuransi juga masih rendah. Studi Bank Dunia 2010 menunjukkan bahwa asuransi lebih umum digunakan oleh masyarakat perkotaan dan berpendidikan tinggi. Diantara mereka yang tidak memiliki asuransi, alasan umum yang dikemukakan adalah ketidakmampuan mereka untuk membayar premi asuransi dan rendahnya pengetahuan mereka akan produk dan jasa asuransi. Hal ini mengedepankan pentingnya pendidikan konsumen dan opsi produk asuransi berbiaya rendah, misalkan asuransi mikro.

Pelayanan Bank UmumSistem keuangan di Indonesia

didominasi oleh bank. Dari total aset keuangan

keuangan formal di Indonesia, bank mengelola sekitar 79%. Meski jumlah bank menurun setelah krisis moneter tahun 1997-98, menyusul pengetatan aturan sektor perbankan, jangkauan s e kt o r p e r b a n ka n j u s t r u meningkat. Ini terlihat dari jumlah cabang beroperasi yang tumbuh sebesar 70 persen antara tahun 2000-2008. Di periode yang sama, jumlah ATM meningkat menjadi hampir tiga kali lipat. Dari segi dana yang dikelola, peran lembaga keuangan selain bank masih

belum signifikan. Perusahaan asuransi dan dana pensiun hanya mengelola sekitar 10 persen dana masyarakat. Lembaga keuangan formal lainnya yang lebih fokus dalam melayani konsumen pedesaan seperti pegadaian atau koperasi, hanya dapat mengelola dalam porsi kecil dari keseluruhan aset yang tersedia (World Bank 2010).

Bank cenderung hadir di daerah yang berpenduduk padat, yang terkait erat dengan volume kegiatan ekonomi.

Jumlah kantor cabang, cabang pembantu maupun kantor kas bank terkonsentrasi di Jawa. Dengan membandingkan

suMber: bps (2010), bank indonesia (2010), lps (2010), dan bapepaM-lk (2010) dalaM bisnis indonesia intelligence unit (2010)

suMber: world bank (2010)

Tingkat Penggunaan Kredit di Indonesia

Perbandingan rasio kredit / gDP di Asian emerging Market

10

20

30

40

50

60

70

80

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indonesia India Thailand Philipina

Rasio Kredit/GDP (%): Asian Emerging Markets

Page 24: Progres Mei 2011

22 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

kepadatan bank di suatu daerah, diukur dari jumlah kantor bank per seratus ribu penduduk, maka di luar Jakarta yang menjadi kasus khusus, perbedaan antara Jawa dan luar Jawa tidaklah terlalu besar. Dengan menggunakan pembanding jumlah cabang bank per seribu kilometer persegi. Dari lebih 400 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, terdapat sekitar sepertiga wilayah yurisdiksi kabupaten/kota tanpa kantor bank yang beroperasi. Sebagian besarnya adalah daerah terpencil dengan t ingkat kepadatan penduduk yang rendah seperti di Papua, Kalimantan dan Sulawesi. Memang terdapat korelasi positif antara pendapatan per kapita suatu daerah dengan jumlah cabang bank. Tapi korelasi ini tidak terlalu kuat, dan jika Jakarta dikeluarkan dari sampel maka korelasinya menjadi tidak signifikan. Ada dua hal yang bisa disimpulkan dari

temuan sederhana ini. Pertama, persebaran lokasi kantor bank mengikuti pola aglomerasi: sektor perbankan berkembang di wilayah yang kecil dengan kepadatan penduduk tinggi seperti Jakarta. Kedua, ini sedikit banyak berimplikasi pada ketimpangan akses karena layanan bank sangat berorientasi pada Jakarta.

Lembaga Keuangan MikroLayanan Keuangan Mikro

tersebar luas dari tataran sektor formal hingga sektor informal.

Layanan jasa keuangan dari sektor semi-formal lebih didominasi oleh institusi lembaga keuangan mikro. Di tataran formal, sektor perbankan melayani nasabah mikro melalui peranan BRI unit (4.538), DSP Danamon (693), UMM Bank Mandiri (300), serta Swamitra bank Bukopin (420), diikuti BPR (1.735), dan BKD (5,345). Bergerak ke tataran abu-

abu diantara formal dan informal, terdapat beberapa bentuk usaha seperti koperasi (36.376), serikat kredit (1,041), pegadaian (1), perusahaan finance (212), dan modal ventura (78). Dari sektor informal terdapat Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP, 907), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP, 18.812), Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP, 2.001), dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM, 1.501).

Meski dana yang dikelola relatif kecil dibandingkan bank, keberadaan Lembaga Keuangan Mikro penting dalam menjangkau konsumen ’kecil’.

Ada hampir 150.000 koperasi dan lebih dari 1.300 rumah gadai yang beroperasi di Indonesia. Di luar itu ada lebih dari 61.000 aktifitas keuangan informal yang diadakan oleh LSM, individu maupun komunitas yang bisa diklasifikasikan sebagai Lembaga

istiMewa

Page 25: Progres Mei 2011

23PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Keuangan Mikro. Mereka beroperasi di 25 propinsi, 198 kabupaten, 1192 kecamatan dan lebih dari 10 ribu desa di seluruh Indonesia. Total modal awal yang dihimpun LKM-LKM ini mencapai lebih dari Rp1 trilyun. Mereka memiliki 183 ribu anggota dan lebih dari 315 ribu konsumen yang tidak terlayani oleh bank, ter utama kelompok berpendapat-an rendah, tinggal di pedesaan, bekerja sebagai petani, nelayan atau kegiatan ekonomi berskala kecil lainnya.

Lembaga Keuangan SyariahDi Indonesia, lembaga

k e u a n g a n s y a r i a h b i s a memainkan peran penting dalam menjangkau segmen konsumen yang enggan bertransaksi dalam sistem konvensional.

Keuangan syariah secara umum merujuk pada sistem keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam. Ciri paling mendasar dari sistem syariah adalah ’transaksi tanpa bunga’, tidak adanya unsur-unsur spekulasi serta cakupan kegiatan ekonomi yang bisa dibiayai (misalnya: lembaga keuangan syariah tidak beroperasi di kegiatan yang melibatkan perjudian atau penjualan alkohol). Di negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim seperti Indonesia, sebagian konsumen mungkin memilih untuk tidak terlibat dengan kegiatan ekonomi berbasis bunga. Adanya lembaga keuangan syariah bisa mengakomodasi segmen ini.

Dalam beberapa tahun terakhir layanan keuangan syariah berkembang pesat, bahkan menjangkau segmen konsumen umum.

Layanan keuangan syariah kini mencakup jasa perbankan, BPR, koperasi , pegadaian bahkan investasi. Produk yang ditawarkan juga tidak lagi terbatas

pada tabungan dan kredit, tapi termasuk asuransi, kartu kredit, reksa dana dan saham. Di tahun ’90an, baru Bank Muamalat yang menawarkan jasa perbankan syariah. Saat ini banyak bank komersil, baik milik pemerintah, swasta bahkan asing juga bergerak di layanan syariah. Dari segi aset maupun besarnya dana yang dikelola, skala keuangan syariah masih sangat kecil. Tapi dalam satu dekade terakhir keuangan syariah mengalami pertumbuhan

aset, jumlah dana yang dikelola dan jumlah lembaga keuangan yang signifikan.

Lembaga Keuangan Informal

Walau keberadaan penyedia jasa ini tidak teregulasi secara khusus, namun peranannya teramat vital bagi sebagian masyarakat, terutama mereka yang berpendapatan rendah.

Kerumitan prosedural serta persyaratan penggunaan layanan keuangan di sektor formal bagi sebagian kelompok masyarakat menjadikan sektor ini sebagai satu-satunya penyedia layanan keuangan yang tersedia. Arisan, tengkulak/bank titil, kelompok tabungan informal, dana bergulir, tetangga, teman, keluarga, majikan, atau warung, merupakan pilihan yang hampir selalu tersedia untuk mereka, walaupun kadang bukan merupakan pilihan terbaik dari segi ’harga’ layanan yang ditawarkan. n

Laporan Utama

Meski dana yang dikelola relatif kecil dibandingkan bank, keberadaan Lembaga Keuangan Mikro penting dalam menjangkau konsumen ’kecil’.

istiMewa

Page 26: Progres Mei 2011

24 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Komitmen Indonesia untuk membantu masyarakat miskin sudah dimulai lebih dari 40 tahun lalu,

tepatnya pada tahun 1965 ketika Bank Indonesia melakukan Pro-gram Kredit Mikro, yang bertujuan meningkatkan pendapatan dan ke-sempatan kerja di pedesaan dan memperkuat lembaga keuangan di pedesaan. Memang kami cukup beruntung memiliki pengalaman yang agak panjang dalam menye-lenggarakan kredit untuk masya-rakat miskin.

Topik tentang penyediaan akses terhadap pembiayaan tidak dapat dilepaskan dari keikutsertaan sektor perbankan, terutama di negara se-perti Indonesia. tndustri perbankan Indonesia terus menjadi sumber do-minan dalam pendanaan negara.

Walaupun subsektor industri ke-uangan lain juga berkembang, sam-pai hari ini kurang lebih 80% aset yang dimiliki oleh industri keuang-an masih dimiliki industri perbank-an. karena itu, industri perbankan diharapkan terus menguat.

Beberapa waktu sebelum pro-gram KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang saat ini sukses, dari 1989 sampai 1999, Bank Indonesia (BI) memiliki program yang menghu-bungkan bank dengan kelompok swadaya masyarakat, yaitu PHBK

(Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya masyarakat. Program ini bertujuan memba-ngun dan memupuk hubungan simpan pinjam komersial antara kelompok pengusaha mikro dan bank di sektor tabungan dan pin-jaman; membantu industri per-bankan untuk memperluas dan memperdalam penetrasi di seg-men mikro; serta memperbanyak peluang untuk membangun bisnis, serta meningkatkan dan mem-perbaiki distribusi pendapatan masyarakat dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ke-uangan. Antara 1995 dan 1999 kami juga melaksanakan proyek kredit yang khusus dirancang un-tuk bisnis mikro yang disebut PKM (Proyek Kredit Mikro).

Di sisi lain, Indonesia memiliki Bank Rakyat Indonesia (BRI) de-ngan unit desanya. Melalui 4.000 kantor cabang BRI yang tersebar di seluruh Indonesia dengan program usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), kami telah mampu men-jangkau ke masyarakat miskin.

Sekalipun demikian, kami be-lum boleh puas terhadap diri sen-diri. Kami harus terus meningkat-kan upaya dalam menolong mas-yarakat miskin agar mereka dapat mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik.

Untuk itu Bank Indonesia telah meluncurkan banyak program un-tuk mendukung upaya perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Baru-baru ini BI meluncurkan pro-gram tabungan bebas biaya admi-nistrasi.

Program ini mengajak bank-bank komersial untuk mengeluar-kan produk tabungan yang tidak membebankan biaya administrasi

apapun. Hal yang menarik dari pro-gram tabungan bebas biaya ini ada-lah para nasabah dapat memiliki saldo yang sangat kecil tanpa perlu khawatir jumlah tabungannya akan berkurang karena potongan biaya administrasi yang lebih tinggi dari-pada bunga yang diterima. Program ini bernama “Tabunganku” yang se-suai namanya, dimaksudkan untuk meyakinkan semua pihak bahwa semua orang bisa – dan perlu – me-miliki tabungan.

Bank Indonesia juga sedang mengerjakan program Financial Identity Number atau yang lebih dikenal dengan FIN. Program ini dimaksudkan untuk memberikan nomor identifikasi tunggal yang unik bagi setiap orang, yang akan memungkinkan bank dan penyedia jasa keuangan lainnya mengakses riwayat kredit nasabah melalui sis-tem biro kredit yang tersentralisasi. Bagi masyarakat di negara maju, nomor identitas keuangan tunggal mungkin tampak tumpang tindih dengan nomor jaminan sosial dan lain-lain, tetapi di negara seperti Indonesia yang memiliki lebih dari 200 juta penduduk dan tersebar di lebih dari 13.000 pulau, FIN me-nawarkan nilai tambah bagi upa-ya peningkatan jumlah penduduk yang layak menjadi nasabah per-bankan.

Member ikan FIN kepada warga, tanpa memberikan pengetahuan tentang bagimana mengelola ke-uangan pribadi mereka, dan tanpa memberdayakan mereka untuk bertanggung jawab atas masa depan keuangan mereka sendiri, mung-kin tidak akan memberikan hasil yang kita harapkan. Untuk itu Bank Indonesia telah meluncurkan pro-gram pendidikan perbankan secara

Laporan Utama

Sistem Keuangan Inklusion Perlu Dukungan Berbagai Pihak

Dalam menyusun sistem keuangan inklusin dibutuhkan peran serta berbagai lembaga Negara. Termasuk didalamnya Bank Indonesia sebagai bank sentral serta kementrian dan lembaga lain.

Oleh: EKO CAROKO

Page 27: Progres Mei 2011

25PROGRES Edisi 7 mEi 2011

besar-besaran. Agenda ini menca-kup program pendidikan keuangan, standardisasi transparansi produk perbankan, dan mekanisme penye-lesaian mediasi perbankan. Semua program tersebut bertujuan untuk mendidik masyarakat mengenai keuntungan dan resiko berbagai macam produk perbankan yang ada.

Secara singkat, Bank Indonesia berusaha untuk membantu bank menciptakan jenis produk tabung-an yang memungkinkan masya-rakat miskin untuk ikut menabung, membantu bank untuk melayani masyarakat miskin melalui iden-tifikasi dan dokumentasi yang la-yak melalui FIN, serta membantu mengedukasi masyarakat tentang pengelolalan keuangan pribadi standar, supaya mereka mampu mengambil keputusan yang tepat, yang nantinya akan membuat me-reka tergugah untuk pergi ke bank.

Menurut Gubernur bak Indo-nesia, Darmin Nasution, ketiga pro-gram tersebut sebenarnya berada di bawah kerangka inklusi finansial.

Harus diakui, program terebut membutuhkan sumber daya yang sangat besar dari BI. Bagaimanapun, BI telah berkomitmen untuk mewu-judkannya. Komitmen yang kuat ini lahir tidak hanya dari tekad un-tuk dapat melihat masyarakat mis-kin mampu memperbaiki kualitas hidup mereka, melainkan juga dari kenyataan bahwa inklusi keuangan pada akhirnya akan mendukung tujuan penting para bank sentral dan otoritas keuangan lainnya di berbagai belahan dunia, yaitu ter-wujudnya stabilitas keuangan.

Stabilitas keuangan nantinya akanmendorong pertumbuhan eko-nomi dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi usaha mikro dan usaha kecil. Harapan kami, roda inklusi keuangan–stabilitas keuang-an ini pada akhirnya akan mulai berputar, namun saat ini menjadi tugas kita semua untuk memberi-kan dorongan awal.

Dukungan dari kementrian dan lembaga lain, dengan koor-dinasi yang kuat antarpemangku kepentingan adalah kunci keber-hasilan pelaksanaan keuangan inklusif.

Keuangan inklusif yang bertu-juan meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan ha-rus menjadi upaya bersama dari berbagai pemangku kepentingan. Dalam lingkup pengambil kebi-jakan, ini memerlukan kerjasama lintas lembaga dan lintas sektoral. Hal-hal terkait perbankan menjadi bagian dari Bank Indonesia, semen-tara yang terkait koperasi menjadi ruang lingkup Kementrian Nega-ra Koperasi dan UKM. Di sisi lain, keuangan inklusif juga memerlu-kan peran Kementrian Komunikasi dan Informasi terkait akses pada teknologi. Beberapa hal ada di ruang lingkup Kementrian Keuangan, se-mentara sejumlah program seperti PNPM, PKH dan KUR ada di bawah wewenang kementrian-kementri-an terkait. Pada prinsipnya, untuk memastikan agar strategi keuang-an inklusif bisa berjalan optimal, dibutuhkan komitmen untuk be-kerja sama seluruh pihak. Kunci dari kerjasama lintas lembaga dan

sektor adalah koordinasi. Ini tentu memerlukan peran satu atau be-berapa lembaga yang akan berpe-ran sebagai koordinator yang bisa menggerakkan dan mengerahkan lembaga lain untuk mencapai tu-juan bersama.

Untuk memastikan koordinasi bisa berjalan dengan baik, diusul-kan untuk membentuk sebuah Komite Nasional.

Komite Nasional berada di ba-wah pengawasan Presiden RI/Wakil Presiden RI dan terdiri dari 3 (tiga) Kementrian Koordinator yaitu Ke-menko Polhukam, Kemenko Kesra dan Kemenko Perekonomian serta Bank Indonesia dan Bappenas. Ko-mite Nasional ini bertugas untuk mengkoordinasi dan memonitor ke-giatan keuangan inklusif di Indone-sia. Di level teknis, Komite Nasional membawahi Tim Kerja FI Nasional yang terdiri dari Kementerian Tek-nis lainnya, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Bappenas. Dibawah Tim Kerja FI Nasional, 3 (tiga) Kemenko mengkoordinasi dengan Kementerian Teknis ter-kait Mekanisme koordinasi dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif digambarkan dalam Gambar 3.2. di bawah ini.

Laporan Utama

Page 28: Progres Mei 2011

Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Masih ada beberapa Negara anggota ASEAN yang memerlukan

perhatian, baik secara ekonomi, sosial, keamanan, dan budaya. Inilah tantangan ASEAN, untuk itu komunitas negara-negara Asia Tenggara harus dapat memberikan kontribusi pada kesejahteraan pada umumnya. Keterlibatan ini harus menyertakan semua pihak di kawasan ASEAN.

Dikatakan Wapres, ASEAN juga perlu mempercepat proses keterlibatan antara semua pihak di kawasan, terutama antara pemerintah dan kelompok Masyarakat Sipil.

“Tujuannya, untuk memastikan bahwa penciptaan Komunitas ASEAN memberikan kontribusi bagi kesejahteraan semua, bukan hanya kepada sektor swasta baik terhubung atau pemerintah elit,” katanya.

Sebuah komunitas yang peduli dan berbagi, seperti yang dibayangkan untuk sosial budaya masyarakat ASEAN, harus mencirikan upaya regional ASEAN.

“Dalam pandangan kami ada banyak ruang bagi kita untuk meningkatkan kerjasama untuk memperkuat pilar ketiga komunitas ASEAN,” kata Wapres.

Terkait dengan forum, Wapres mengharapkan diskusi dan pertukaran yang akan berlangsung akan memperkaya pemahaman tentang pentingnya Komunitas ASEAN 2015.

Keterlibatan pemain kunci utama di wilayah ini, kata Boediono, mulai dari akademisi, pembuat kebijakan, sektor publik dan swasta dalam forum ini merupakan langkah penting menuju yang lebih inklusif yang berpusat pada rakyat ASEAN.

Wakil Presiden Boediono juga mengatakan negara anggota ASEAN dalam menghadapi tantangan yang d ihadapi antarsesama anggota hendaknya memecahkan masalah dengan cara ASEAN.

“Ada peluang kaya mengintai di sudut jalan, tetapi pada saat yang sama kita juga menghadapi tantangan yang sulit. Di antara yang paling terlihat dari tantangan ini adalah isu-isu bilateral tersisa dan perselisihan antara negara anggota ASEAN,” kata Wapres Boediono saat berbicara dalam Forum Kepemimpinan ASEAN ke-8, di Jakarta, Minggu.

Hadir dalam forum itu PM Malaysia Dato Sri Mohamad Nadjib, Senior Menteri Kamboja Cham Prasidh, Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan, serta Ketua Forum Kepemimpinan ASEAN ke-8 Aburizal Bakrie.

Dalam pandangan Wapres, sangat penting bahwa dalam semangat ASEAN, setiap negara anggotanya harus bekerja dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan masalah ASEAN dengan cara ASEAN. n

26

Nasional

Komunitas ASEAN harus memberikan Kontribusi bagi Kesejahteraan

ASEAN merupakan kekuatan ekonomi yang masih akan berkembang, untuk itu sejak dini kekuatan itu harus diarahkan untuk terus dapat memberikan kontribusi bagi kesejahteraan semua.

Oleh: utOyO hArjitO

26

Page 29: Progres Mei 2011

27PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Konektivitas tentunya akan membawa kepada peningkatan kesejahteraan

masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. Untuk sebagian daerah yang masih terisolasi, hal ini merupakan awal mula dari suatu kemajuan masyarakatnya. Dengan konektivitas antar daerah atau kawasan akan dapat memudahkan mobilitas barang, jasa, dan manusia sekaligus mengurangi kesenjangan ekonomi di antara negara-negara Asia Tenggara.

Wakil Presiden Boediono

mengingatkan Konektivitas ASEAN harus berdampak kepada masyarakat terutama bagi mereka yang masih kurang mampu sehingga memerlukan kerjasama domestik dan internal yang andal.

“ M e l a l u i k o n e k t i v i t a s ditingkatkan, yang `pinggiran`, d a e r a h t e r i s o l a s i a k a n dihubungkan ke pusat-pusat ekonomi. ASEAN Konektivitas harus berdampak masyarakat kita, terutama mereka yang masih kurang mampu,” kata Wapres Bopediono saat berbicara dalam

Nasional

Oleh: utOyO hArjitO

Konektivitas sangat diperlukan antar daerah bahkan antar negara. Terutama kawasan yang masih terisolasi dan kurang mampu sehingga berdampak kepada masyarakat.

Konektivitas regional harus Berdampak kepada Kesejahteraan Masyarakat

Page 30: Progres Mei 2011

28 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Forum Kepemimpinan ASEAN ke-8, di Jakarta.

Hadir dalam forum itu PM Malaysia Dato Sri Mohamad Nadjib, Senior Menteri Kamboja Cham Prasidh, Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan, serta Ketua Forum Kepemimpinan ASEAN ke-8 Aburizal Bakrie.

W a p r e s m e n g a t a k a n , Indonesia kini juga bekerja keras untuk meningkatkan konektivitas domestik kami di kepulauan yang sangat luas melalui pengembangan enam koridor ekonomi.

Dikatakan Boediono, ASEAN juga akan terus memperkuat kerjasama dan mekanisme regional, untuk menjawab tantangan yang muncul dan diantara tantangan ini berhubungan dengan ketahanan pangan dan energi.

Boediono mengingatkan untuk mengingatkan Anda, populasi dunia akan mencapai sembilan miliar pada tahun 2045 sesuai dengan proyeksi PBB baru-baru ini.

“Sementara itu, menurut sensus nasional terakhir penduduk Indonesia sendiri saat ini mencapai 237 juta dengan peningkatan

tahunan sebesar 1,49 persen. ASEAN saat ini memiliki jumlah penduduk 590 juta,” kata Wapres.

Menanggapi situasi ini, kata Wapres, ASEAN sepakat pada sejumlah kerjasama bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat telah mengamankan akses terhadap pangan dan energi.

D i t a m b a h k a n Wa p r e s , pada 2009 ASEAN mengadopsi “ASEAN Integrated Food Security Framework”, dan Rencana Strategis Aksi Ketahanan Pangan di ASEAN sebagai rencana kerja rinci.

“Diingatkan komitmen ini penting, para pemimpin ASEAN dalam KTT mereka hanya menyimpulkan telah sepakat antara lain memprioritaskan penelitian dan pengembangan, dan juga memperbarui panggilan mereka pada meningkatkan investasi di sektor makanan,” kata Boediono.

Ditambahkan Boediono, ASEAN cukup menonjol dalam penelitian pertanian dan memiliki Institut Penelitian Beras Internasional di Filipina, disamping lembaga penelitian makanan yang bisa

ditemukan di setiap negara anggota ASEAN.

“Dengan jaringan lembaga penelitian

yang handal saya melihat alasan mengapa

ASEAN tidak harus merasa percaya

diri dalam usahanya untuk menjamin

keamanan pangan untuk wilayah mereka

sendiri, dan bahkan untuk membuat

kontribusi yang signifikan terhadap

keamanan pangan global,” kata Wapres.

Sektor energi, kata Wapres, juga menjadi perhatian penting dan pemimpin kami telah membuat janji untuk meningkatkan akses listrik untuk semua bangsa ASEAN sementara pada saat yang sama mengurangi ketergantungan wilayah kami pada minyak dan bahan bakar fosil lainnya.

Dalam kerangka ini, kata Wapres, satu-satunya pilihan untuk ASEAN adalah untuk meningkatkan upaya dalam menemukan sumber baru dan energi terbarukan.

ASEAN telah mengintegrasikan upaya untuk menjaga keamanan energi melalui penerapan Rencana Aksi ASEAN pada Kerja Sama Energi.

“Indonesia juga bergerak maju dengan komitmen untuk menghasilkan minimal 17 persen kebutuhan energi dari bahan bakar non-fosil pada tahun 2025,” kata Wapres.

Pemimpin Negara ASEAN Bahas Sepuluh Isu Utama

Konektivitas ini juga menjadi pembahasan para Kepala Negara ASEAN, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memasukan hal ini sebagai bahasan pertama dalam sepuluh masalah utama yang dibahas oleh para pemimpin Perhimpunaan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam pertemuan selama dua hari di Indonesia.

Masalah pertama, menurut Presiden Yudhoyono dalam konferensi pers menjelaskan hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-

Nasional

Page 31: Progres Mei 2011

29PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Nasional

Konektivitas ASEAN yang diharapkan dapat memudahkan mobilitas barang, jasa, dan manusia sekaligus mengurangi kesenjangan ekonomi di antara negara-negara Asia Tenggara.

18 ASEAN di Balai Sidang, Jakarta, Minggu, adalah konektivitas ASEAN yang diharapkan dapat memudahkan mobilitas barang, jasa, dan manusia sekaligus mengurangi kesenjangan ekonomi di antara negara-negara Asia Tenggara.

“Kami para p emimpin ASEAN menggarisbawahi bahwa tujuan untuk membangun konektivitas ASEAN itu harus segera diwujudkan. Oleh karena itu `master plan` yang berkaitan dengan ASEAN connectivity semua sependapat untuk ditindaklanjuti,” tuturnya.

Semua anggota ASEAN, menurut d ia , hendaknya m e l a ku ka n u p aya u n t u k meningkatkan keterhubungan di dalam negaranya maupun secara regional dengan negara-negara terdekat.

Sedangkan hal kedua yang dibahas oleh para pemimpin negara ASEAN, kata Presiden Yudhoyono, adalah masalah ketahanan pangan dan energi.

“Kami sepakat untuk ber-sama-sama melakukan kerja sama regional menghadapi ancaman kecukupan pangan, terutama harganya dan juga kecukupan atau ketahanan energi,” ujarnya.

ASEAN, lanjut dia, selain sepakat meningkatkan kerja sama investasi dan penelitian untuk meningkatkan produktivitas pangan juga ingin melanjutkan kerjasama dengan mitra plus tiganya dalam membangun cadangan pangan pada tingkat kawasan yang lebih luas.

Hal ketiga yang menjadi sorotan pemimpin negara ASEAN dan juga dunia adalah konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja.

“Pemimpin ASEAN memiliki sikap yang sama dan mendorong baik Thailand dan Kamboja untuk memilih `peaceful solution`

mencegah terjadinya ekskalasi konflik dan segera melakukan semua upaya untuk mencegah terjadinya kontak tembak di antara kedua militer Kamboja maupun Thailand,” tutur Presiden Yudhoyono.

Sedangkan hal keempat yang dibahas oleh pemimpin ASEAN berkaitan dengan arsitektur regional guna meningkatkan peran ASEAN di dalam forum-forum lain seperti APEC dan juga forum regional ASEAN.

Hal kelima yang dibahas oleh ASEAN pada KTT ke-18 di Jakarta adalah mengubah ASEAN menjadi organisasi yang berbasis pada masyarakat sehingga melibatkan hubungan antar rakyat dari negara-negara Asia Tenggara.

Sedangkan hal keenam yang dibicarakan adalah perlunya kerjasama yang terus menerus dan semakin efektif untuk menangani bencana alam. ASEAN, menurut Presiden Yudhoyono, telah sepakat untuk meningkatkan pelatihan dan simulasi penanganan bencana alam secara bersama-sama.

Hal ketujuh dan kedelapan yang dibahas oleh pemimpin negara ASEAN adalah materi yang akan dibawa pada KTT Asia Timur di Bali pada November 2011 yang akan dihadiri juga oleh mitra baru ASEAN di wilayah Asia Timur yaitu Amerika Serikat dan Rusia serta kerja sama area antara negara-negara Asia Tenggara.

Sedangkan hal kesembilan yang menjadi sorotan dalam KTT ke-18 ASEAN adalah permohonan Timor Leste yang mengajukan proposal untuk dipercepat menjadi anggota ASEAN.

Menurut Presiden, semangat dari pemimpin negara ASEAN sebenarnya menerima Timor Leste karena secara geografis Timor Leste memang berada di Asia Tenggara.

“Yang dibicarakan adalah

menyangkut kesiapan Timor Leste, kapasitasnya, kesiapannya untuk memenuhi kewajiban maupun kewajiban ASEAN sendiri untuk menerima keanggotaaan Timor Leste,” jelas Presiden.

Karena itu, para pemimpin negara ASEAN sepakat untuk m e m b a h a s l e b i h l a n j u t permohonan Timor Leste itu dalam KTT mendatang pada November 2011 setelah menerima rekomendasi dari masing-masing menteri luar negeri tentang kesiapan Timor Leste untuk menjadi anggota ASEAN.

“Kita juga harus ikut membantu kapasitas Timor Leste agar pada saatnya nanti bisa menjadi anggota ASEAN,” ujarnya.

Sedangkan hal kesepuluh yang dibahas dalam KTT ke-18 ASEAN adalah proposal Myanmar untuk menjadi Ketua ASEAN pada 2014 menggantikan giliran Laos. Presiden Yudhoyono menyatakan pada dasarnya pimpinan ASEAN tidak keberatan dengan proposal yang diajukan oleh Laos itu.

Namun, menurut dia, Myanmar diharapkan oleh ASEAN untuk terus menjalankan demokrasi dan rekonsiliasi sehingga ketika nanti menjadi ketua ASEAN tidak ada lagi penglihatan negatif dunia terhadap Myanmar. n

Page 32: Progres Mei 2011

Edisi 7 mEi 2011 PROGRES30

Kabar Daerah

30

Ke m i s k i n a n m e n j a d i salah satu permasalahan mendasar bagi Sumatera

Barat, sehingga selalu dijadikan sebagai salah satu isu/agenda dalam proses penyusunan dokumen perencanaan dan program strategis daerah. Upaya-upaya untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dilakukan antara lain dengan meningkatkan sinergitas program baik nasional, provinsi maupun kabupaten/kota yang ada di Sumatera Barat.

Pencapaian target penurunan jumlah penduduk miskin, tentunya tidak lepas dari keberadaan Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan Daerah (TKPKD) ya n g d i p i m p i n l a n g s u n g oleh Bapak Wakil Gubernur Sumatera Barat . Beberapa aktivitas yang telah dilakukan oleh TKPKD Provinsi Sumatera Barat antara lain peningkatan sinkronisasi, sinergitas program/kegiatan, penyatuan database ke m i s k i n a n , p e n i n g ka t a n kapasitas TKPKD Kabupaten/Kota dan percepatan penyampaian laporan perkembangan program penanggulangan kemiskinan ternyata diberikan apresiasi oleh TNP2K (Provinsi Sumatera Barat, pertama yang menyampaikan laporan kepada TNP2K). Apresiasi

tersebut, memberikan motivasi dan suntikan darah segar bagi TKPKD Sumatera Barat untuk lebih kreatif, lebih inovatif pada masa mendatang. Keterbatasan yang dimiliki TKPKD Provinsi Sumatera Barat, tidak dijadikan hambatan yang serius dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat miskin di Sumatera Barat.

Dengan demikian, secuil pengalaman TKPKD Sumatera Barat yang dituangkan dalam tulisan ringkas dan singkat, dapat dijadikan sebagai bahan berbagi pengalaman dan saling meningkatkan motivasi bagi

Kiprah Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPKD) Provinsi Sumatera Barat dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan

“KEMISKINAN merupakan permasalahan mendasar yang menjadi isu dan prioritas pembangunan di Sumatera Barat. Pencapaian penurunan penduduk miskin di bawah rata-rata nasional merupakan optimalisasi integrasi program Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. TKPKD Sumatera Barat, dinyatakan sebagai daerah yang pertama kali menyampaikan laporan program penanggulangan kemiskinan kepada TNP2K, dan pertama kali melakukan penguatan kapasitas TKPKD Kabupaten/Kota. Tulisan ringkas ini, merupakan secuil pengalaman TKPKD Sumatera Barat, dan kiranya sebagai bahan penguatan TKPKD dalam menjalankan peran, tugas dan fungsinya.”

Oleh: TKPKD Provinsi Sumatera Barat *)

FOTO: DOK TKPKD SUMATERA BARAT

Page 33: Progres Mei 2011

31PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Kabar Daerah

TKPKD Provinsi dan Kabupaten/Kota pada masa mendatang.

Agenda dan capaian tingkat kemiskinan tahun 2006 – 2010

Sebagaimana diketahui bersama bahwa kemiskinan merupakan masalah utama bagi pembangunan masyarakat di Indonesia, yang secara menyeluruh belum berhasil diselesaikan begitupun juga di Sumatera Barat. Berbagai rencana, program dan kegiatan baik sektoral maupun lintas sektoral untuk penanggulangan kemiskinan telah dilakukan di Sumatera Barat. Pada periode tertentu, capaian secara statistik menunjukan adanya kemajuan bermakna, namun upaya penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat belum sepenuhnya berhasil menekan persentase kemiskinan sampai tingkat yang diharapkan. Salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya integrasi perencanaan dan pelaksanaan seluruh program/kegiatan penanggulangan kemiskinan pada satu sasaran yaitu masyarakat penerima manfaat.

Berdasarkan kondisi yang ada, sejak tahun 2006, masalah kemiskinan telah menjadi salah satu prioritas pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006 – 2010, yang kemudian kembali dilanjutkan menjadi prioritas pembangunan pada RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010-2015. Hal ini dilakukan agar penurunan tingkat kemiskinan di Sumatera Barat akan selalu menjadi perhatian, bukan saja bagi pemerintah daerah, namun juga menjadi perhatian dan dukungan dari stakeholder lainnya baik dari dunia usaha maupun masyarakat umum lainnya.

Berdasarkan data BPS Provinsi

Sumatera Barat, pada tahun 2006, tingkat kemiskinan di Sumatera Barat sebesar 12,07 % dan Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebanyak 312.640 KK dan pada tahun 2008, capaian tingkat kemiskinan di Sumatera Barat mengalami penurunan menjadi 10,67% dengan jumlah RTS menjadi 257.412 KK. Pada tahun 2010, tingkat kemiskinan di Sumatera Barat menjadi 9,50%. Berdasarkan hasil capaian tersebut, maka rata-rata trend penurunan tingkat kemiskinan di Sumatera Barat dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 adalah sebesar 0,6%.

Di sisi lain penurunan tingkat kemiskinan di Sumatera Barat juga dibarengi dengan peningkatan kualitas income per kapita masyarakat sehingga dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, yang tergambar dari peningkatan garis kemiskinan di Sumatera Barat. Berdasarkan BPS Provinsi Sumatera Barat, Pada tahun 2006, garis kemiskinan di Sumatera Barat sebesar Rp.146.781 perkapita perbulan dan selalu naik dari tahun ke tahun menjadi Rp.230.823 per kapita per bulan pada tahun 2010.

P e r k e m b a n g a n i n d e k s k e d a l a m a n k e m i s k i n a n (P1) di Sumatera Barat juga menunjukkan kecenderungan penurunan dari 2006 sd. 2009 dan sedikit meningkat di tahun 2010. Secara umum indeks ke dalam kemiskinan di Sumatera Barat dipengaruhi oleh penurunan kemiskinan di perkotaan yang menunjukkan bahwa kondisi kesejahteraan penduduk miskin di perkotaan lebih baik dari pada di daerah perdesaan.

Kondisi Indeks keparahan kemiskinan di Sumatera Barat juga tidak jauh berbeda dengan indeks kedalaman kemiskinan. Indeks ini sedikit meningkat di tahun 2009-2010. Indeks keparahan kemiskinan untuk daerah

perkotaan di Sumatera Barat lebih rendah daripada daerah perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi penduduk miskin di daerah perkotaan di Sumatera Barat memiliki disparitas yang lebih rendah.

Penurunan capaian tingkat kemiskinan di Sumatera Barat sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 juga diikuti dengan penurunan capaian tingkat pengangguran di Sumatera Barat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, jumlah pengangguran di Sumatera Barat mencapai 243.525 jiwa dengan tingkat pengangguran mencapai 11,87%,

dan pada tahun 2010, tingkat pengangguran di Sumatera Barat dapat mencapai 6,95% dengan jumlah pengangguran sebesar 172.084 jiwa dari 2.273.111 jiwa jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat.

Berdasarkan realisasi capaian tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran di Sumatera Barat dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 maka capaian tersebut selalu berada di bawah rata-rata capaian tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran Nasional.

Implementasi Perpres Nomor 15 Tahun 2010 dan Permendagri Nomor 42 Tahun 2010

Penanggulangan masalah kemiskinan sangat disadari oleh Pemerintah Provinsi Sumatera

2005 2006 2007 2008 2009 2010PENDUDUK MISKIN

SUMBAR482.800 550.251 529.200 477.200 429.250 430.024

SUMBAR 10,89 12,51 11,90 9,80 9,54 9,50NASIONAL 15,97 17,75 16,68 15,42 14,15 13,33

482.800

550.251 529.200

477.200429.250 430.024

10,8912,51 11,90

9,80 9,54 9,50

15,9717,75 16,68

15,4214,15

13,33

024681012141618202224

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

2005 2006 2007 2008 2009 2010

PENDUDUK MISKIN SUMBARSUMBARNASIONAL

Jiwa %

TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARATTAHUN 2005 - 2010

Page 34: Progres Mei 2011

32 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

2005 2006 2007 2008 2009SUMBAR 13,35 11,87 10,31 8,04 7,90

NASIONAL 11,24 10,28 9,11 8,39 8,14

13,35

11,87

10,31

8,047,90

6,95

11,2410,28

9,118,39 8,14

7,14

5,00

7,00

9,00

11,00

13,00

15,00

2005 2006 2007 2008 2009 2010

SUMBARNASIONAL

TINGKAT PENGANGGURAN PROVINSI SUMATERA BARATTAHUN 2005 - 2010

Kabar Daerah

Barat bukan hanya merupakan masalah satu sektor saja tetapi merupakan masalah multi sektor, multi stakeholder, dan multi dimensi. Kondisi kemiskinan antara lain disebabkan oleh beberapa faktor seperti lemahnya kondisi daya sosial yakni yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar, lemahnya kondisi daya ekonomi yang terkait dengan kemampuan untuk mengembangkan usaha kerja guna meningkatkan income/pendapatan, dan lemahnya kondisi daya lingkungan yang terkait dengan perlindungan kepada masyarakat yang rentan menjadi

miskin seperti akibat inflasi, kenaikan BBM, dan bencana alam.

Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010, yang kemudian dijabarkan dengan Permendagri Nomor 42 Tahun 2010, Provinsi Sumatera Barat telah membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Sumatera Barat yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 050-129-2011 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Sumatera Barat.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPKD) Provinsi Sumatera Barat menganggap bahwa percepatan

penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya penanganan yang dilakukan secara sistematis, terintegrasi dengan melibatkan banyak pihak dan dilakukan dengan koordinasi secara terpadu antar lintas pelaku dari proses perencanaan, penyiapan perumusan, penyelenggaraan kebijakan, pelaksanaan kegiatan, monitoring dan evaluasi serta hingga tahap penyampaian laporan. Selain itu, langkah yang telah dilakukan antara lain pada setiap tahapan pelaksanaan kegiatan, TKPKD Provinsi Sumatera Barat juga selalu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota. Hal ini sangat disadari karena keberhasilan Provinsi menurunkan capaian tingkat kemiskinan merupakan dampak langsung dari hasil akumulasi capaian tingkat kemiskinan kabupaten/kota . Sehingga penyelenggaraan program penanggulangan kemiskinan yang akan dilakukan, selalu melibatkan peran aktif dari kabupaten/kota, masyarakat serta dunia usaha seperti penajaman-penajaman program/kegiatan penanggulangan kemiskinan di provinsi dan kabupaten/kota yang meliputi penetapan sasaran, perancangan dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi, serta penguatan kelembagaan penanggulangan kemiskinan baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Salah satu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pro gram p enanggulangan kemiskinan di Sumatera Barat yakni telah adanya kesepakatan bersama antara Gubernur d a n B u p at i / Wa l i ko t a s e -Sumatera Barat terkait dengan penggunaan data BPS yakni PPLS 08 sebagai data dasar dalam mengintervensi Rumah Tangga Miskin dengan program/kegiatan

penanggulangan kemiskinan di Sumatera Barat, sehingga diharapkan program yang dilaksanakan akan tetap fokus kepada RTS.

Agar penggunaan database PPLS 08 ini dapat efektif, maka sejak tahun 2009, Bappeda selaku Sekretaris TKPKD Provinsi Sumatera Barat berinisiatif untuk menyebarluaskan serta mensosialisasikan PPLS 08 tersebut kepada setiap stakeholder baik ditingkat Provinsi yakni kepada seluruh SKPD Provinsi Sumatera Barat dan stakeholder di tingkat Kabupaten/Kota yakni Bappeda dan BPM Kabupaten/Kota pada setiap kesempatan dan pertemuan baik pada acara rapat koordinasi ataupun ketika Bappeda selaku Sekretaris TKPK Provinsi Sumatera Barat diundang untuk menjadi pembicara baik di tingkat daerah maupun di tingkat Pusat.

B u ka n h a nya s e ka d a r mensosialisasikan saja, Sekretariat TKPK Provinsi Sumatera Barat juga ikut membantu para stakeholder yang juga merupakan pelaku langsung program penanggulangan kemiskinan di daerah untuk dapat menggunakan aplikasi PPLS 08, berdasarkan indikator dan kriteria yang disesuaikan dengan program penanggulangan kemiskinan yang akan dilakukan. Sehingga harapan adanya ketepatan RTS yang menerima program kemiskinan dapat terwujud kiranya.

Program Kredit Mikro Nagari (KMN)Salah satu upaya yang juga

telah dilakukan oleh TKPKD Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2006, dengan bersinergi dengan Kabupaten/Kota, adalah dengan melahirkan program s p e s i f i k p e n a n g g u l a n g a n kemiskinan di Sumatera Barat yakni Program Kredit Mikro Nagari yang kemudian disingkat

Page 35: Progres Mei 2011

33PROGRES Edisi 7 mEi 2011

dengan Program KMN yaitu sebuah program terobosan yang memberikan kemudahan akses modal serta bantuan modal usaha kepada kelompok/masyarakat miskin dengan menggunakan pendekatan kearifan lokal budaya Minangkabau. TKPKD Provinsi Sumatera Barat sangat meyakini bahwa program KMN dapat dengan berhasil mencapai target sasaran apabila didukung sepenuhnya dari kabupaten/kota. Untuk itu sejak tahun 2006, telah dirancang pola pemberian bantuan modal kepada Rumah Tangga Miskin, bersama dengan Pemerintah kabupaten/kota dengan dukungan sepenuhnya dengan sharing pembiayaan penganggaran di APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota, dan hasilnya adalah hingga tahun 2010, telah 656 Nagari/Desa/Kelurahan yang mendapatkan dana KMN, dan lebih dari 27.351 orang dan 6.910 kelompok usaha masyarakat yang telah mendapat bantuan modal usaha, dan selain itu Nagari/Desa/Kelurahan yang menerima program KMN telah membentuk Lembaga Pengelola Keuangan Nagar i (LPKN) dimasing-masing Nagari/Desa/ Kelurahan yang dapat berbentuk: Koperasi, atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau Baitul Mal Wat Tamwil, sebagai lembaga

pengelola keuangan yang berada di Nagari yang diharapkan dapat mengintegrasikan seluruh dana/hibah baik dari yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota atau dana yang berasal dari sumbangan pihak swasta.

Beranjak dari keberhasilan pelaksanaan program KMN, pada tahun 2009, TKPKD Provinsi Sumatera Barat juga telah melakukan penyusunan Buku “Melawan Kemiskinan Dari Nagari” yang merupakan konsep penanganan kemiskinan spesifik Sumatera Barat. Penyusunan buku ini bertujuan untuk menjadi sumber bahan bacaan dan referensi bagi para pemangku kepentingan lainnya untuk lebih mengenal metode penanganan khas Sumatera Barat. Selain itu, buku ini juga bertujuan agar masyarakat Sumatera Barat baik yang berada di daerah Sumatare Barat itu sendiri maupun yang berada diperantauan atau kota lain juga memperoleh informasi serta mengetahui secara jelas program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, agar masyarakat dapat langsung mengontrol praktek pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang berada di daerahnya. Buku

ini memuat beberapa kisah best practice dari beberapa Kepala Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Barat yang dinilai sukses melakukan beberapa program penanggulangan kemiskinan serta kisah sukses dari masyarakat yang menerima program KMN di Sumatera Barat dan termasuk sinergitas program nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

P a d a t a h u n 2 0 1 0 , Sekretariat TKPK Provinsi telah menyelenggarakan rapat koordinasi baik dengan SKPD terkait di lingkup pemerintah Provinsi maupun dengan TKPKD Kabupaten/Kota, dengan substansi peningkatan koordinasi program penanggulangan kemiskinan, baik dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring hingga evaluasi program. Hasil rapat koordinasi tersebut kemudian menjadi bahan utama dalam pelaksanaan rakor anggota TKPKD masing-masing Pokja dan Rakor antara Gubernur dengan Bupati/Walikota yang telah rutin dilaksanakan satu kali tiga bulan. Selain itu, TKPKD Provinsi Sumatera Barat juga aktif mengikuti berbagai rakor yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat seperti Rapat Koordinasi Presiden dengan Gubernur se-Indonesia di Istana Tampaksiring, Bali, dan Rakor antara Wakil

Kabar Daerah

FOTO: DOK TKPKD SUMATERA BARAT

Page 36: Progres Mei 2011

34 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Kabar Daerah

Presiden selaku Ketua TNP2K dengan Wakil Gubernur selaku Ketua TKPK Provinsi se-Indonesia, serta Rapat Koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga dalam perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan.

Salah satu hal yang menonjol pada tahun 2010 yakni, TKPKD Provinsi Sumatera Barat juga berperan aktif dalam melahirkan program Subsidi untuk Siswa Miskin Tingkat SLTA (SMA/SMK/MA) pada tahun 2011. Program ini bertujuan untuk mengurangi siswa putus sekolah Tingkat SLTA maupun yang akan menjadi siswa SLTA serta meningkatkan rata-rata lama sekolah di Sumatera Barat. Konsep program ini juga merupakan sharing pendanaan a n t a r a p r o v i n s i d e n g a n

kabupaten/kota dengan masing-masing sebesar 50%. Kebijakan ini sebelumnya juga merupakan hasil koordinasi dengan TKPK kabupaten/kota yang dibicarakan pada pertemuan antara Gubernur dengan Bupati/Walikota se-Sumatera Barat, pada forum Rapat Koordinasi Gubernur Sumatera Barat dengan Bupati/Walikota se Sumatera Barat.

Selain itu, TKPKD Provinsi Sumatera Barat juga telah melakukan pengintegrasian berbagai program penanggulangan ke m i s k i n a n d i S u m at e ra Barat antara lain Program

Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) dan program KMN yang kemudian diintegrasikan dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, dengan tujuan untuk dapat lebih mempercepat pengurangan masyarakat miskin dengan cara pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang diiringi dengan proses pemberdayaan masyarakat miskin.

S a l a h s a t u b e n t u k pengintegrasian pelaksanaan program/kegiatan di Provinsi Sumatera Barat yakni pada tahun 2011-2015, Gubernur selaku Penanggung Jawab TKPK Provinsi Sumatera Barat dan Wakil Gubernur Sumatera Barat selaku Ketua TKPK Provinsi Sumatera Barat telah mencanangkan membentuk 6 (enam) Gerakan Terpadu, yang terdiri dari lintas SKPD, lintas sektor yang bekerja secara bersama-sama program/kegiatan yang difokuskan kepada satu tujuan yang sama. Gerakan Terpadu tersebut yakni Gerakan Terpadu Pengamalan Agama dan Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah, Gerakan Terpadu Reformasi Birokrasi, Gerakan Terpadu Peningkatan S D M , G e r a k a n T e r p a d u Penanggulangan Kemiskinan, Gerakan Terpadu Peningkatan Kesejahteraan Pelaku UKM, dan Gerakan Terpadu Pensejahteraan Petani.

Penurunan Tingkatan Kemiskinan (Nasional dan Sumatera Barat)

Berdasarkan RPJMN Tahun 2010-2014, capaian tingkat kemiskinan di Sumatera Barat ditargetkan pada 4,4%-4,5% pada tahun 2014. Sesuai dengan surat Gubernur Sumatera Barat nomor 346/IX/KPKP-Sosbud/Bappeda-2010 tanggal 22 September 2010, disampaikan kepada Bappenas, UKP4 dan Deputi Seswapres

Bidang Kesra dan Penanggulangan Kemiskinan, agar target tersebut dapat disesuaikan kembali mengingat kondisi Sumatera Barat yang mengalami musibah bencana gempa bumi pada tanggal 30 September 2009 sehingga mengalami kerugian materil sebesar Rp.21 triliun, dan akibat lainnya adalah menurunnya secara drastis pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat dari 6,4% menjadi 4,16% setelah pasca gempa bumi 2009. Pada RPJMD Sumatera Barat tahun 2010-2015, telah disepakati target penurunan kemiskinan tahun 2015 sebesar 6,95%.

Namun, target yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014 akan tetap menjadi prioritas dalam pembangunan Sumatera Barat hingga tahun 2015 dengan cara melakukan penguatan TKPKD agar mampu melakukan penajaman program/kegiatan dalam menjalankan fungsi yakni koordinasi dan pengendalian pro gram p enanggulangan kemiskinan.

Agenda TKPK Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011

Berdasarkan hal tersebut, dibentuklah kembali keanggotaan TKPKD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011, sesuai dengan Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 di pimpin oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat, bertanggungjawab langsung kepada Gubernur Sumatera Barat yang merupakan revisi dari Keputusan Pembentukan TKPK Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010, dengan keanggotaan yang terdiri dari unsur SKPD Provinsi, Instansi Vertikal, Perguruan Tinggi, Tim Penggerak PKK, Kelompok Masyarakat, serta BUMD. Sedangkan Sekretariat TKPKD Provinsi berada di Bappeda Provinsi Sumatera Barat.

Pada tahun 2011, TKPK Provinsi

2011 2014 2015SUMBAR 8,55 7,35 6,95

NASIONAL 11,50 8,00

8,55

7,35 6,95

11,50

8,00

5,00

7,00

9,00

11,00

13,00

15,00

2011 2014 2015

SUMBAR

NASIONAL

%

TARGET PENURUNAN KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARATTAHUN 2011 - 2015

Page 37: Progres Mei 2011

35PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Kabar Daerah

Sumatera Barat mempunyai fokus aktifitas yakni penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan daerah (SPKD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2015, hal ini dikarenakan untuk melakukan penyesuaian terhadap dokumen RPJMD Provinsi Sumatera Barat yang baru disusun untuk Tahun 2011-2015.

TKPK Provinsi Sumatera Barat juga berkeyakinan bahwa kedepan penanggulangan kemiskinan di Sumatera Barat tidak hanya akan sanggup diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi saja, namun juga diperlukan keterlibatan aktif dari TKPK Kabupaten/Kota. Berdasarkan hal tersebut, maka peran TKPK Provinsi Sumatera Barat selain juga melakukan koordinasi dan pengendalian pro gram p enanggulangan kemiskinan, namun juga ikut

melakukan pembinaan, advokasi serta dukungan kepada TKPK Kabupaten/Kota.

Untuk itu, pada tanggal 7 sampai dengan 9 Maret 2011, TKPK Provinsi Sumatera Barat bekerjasama dengan TNP2K melakukan pelatihan Analisa Data dan Informasi Untuk Mendukung P e l a k s a n a a n K o o r d i n a s i Penanggulangan Kemiskinan untuk anggota Sekretariat TKPK Kabupaten/Kota (berdasarkan informasi TNP2K, Sumatera Barat merupakan Provinsi pertama yang menyelenggarakan penguatan kapasitas TKPKD Kabupaten/Kota). Pelatihan ini merupakan tindaklanjut dari pelatihan serupa yang juga telah dilaksanakan oleh TNP2K pada bulan Oktober 2010, dengan dilatihnya anggota TKPKD Provinsi se-Indonesia melalui pelatihan analisa data

dan informasi penanggulangan kemiskinan.

Hasil pelatihan tersebut sangat bermanfaat bagi TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota terutama dalam menjalankan fungsi koordinasi dan pengendalian pelaksanaan program kemiskinan. Sehingga kedepan, pelaksanaan koordinasi dan pengendalian akan lebih diutamakan untuk difokuskan kepada 5 (lima) dimensi kemiskinan yakni Ketenagakerjaan, Pendidikan, Ke s e h a t a n , I n f r a s t r u k t u r Dasar dan Ketahanan Pangan, sebagaimana yang diatur dalam Buku Pegangan Resmi TKPK daerah yang dikeluarkan oleh TNP2K. Selain itu hasil penelitian ini juga telah memberikan konsep dan substansi yang jelas bagi daerah untuk menyusun Laporan Pencapaian Penanggulangan

FOTO: DOK TKPKD SUMATERA BARAT

Page 38: Progres Mei 2011

36 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Kabar Daerah

Kemiskinan Daerah (LP2KD) dan dalam penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD).

Pada tahap selanjutnya, draft LP2KD yang dibuat bersama antara TKPK Provinsi Sumatera Barat dan TKPK Kabupaten/Kota akan menjadi bahan utama rapat yang akan ditindaklanjuti dalam Rapat Koordinasi antara Wakil Gubernur Sumatera Barat selaku Ketua TKPKD Provinsi Sumatera Barat dengan Wakil Bupati/Wakil Walikota selaku Ketua TKPKD Kabupaten/Kota yang direncanakan akan dilaksanakan pada akhir bulan Mei 2011.

Penyelenggaraan beberapa aktifitas dan kegiatan TKPKD Provinsi Sumatera Barat tersebut dapat berjalan secara maksimal berkat dukungan dan perhatian penuh dari Gubernur selaku Penanggung Jawab Pengentasan Penanggulangan Kemiskinan di Sumatera Barat dan Wakil Gubernur Sumatera Barat selaku Ketua TKPK Provinsi Sumatera Barat yang sangat menyadari bahwa pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara sistematis, terencana serta terintegrasi dengan melibatkan semua stakeholder baik langsung maupun tidak langsung.

Pada tahun anggaran 2011, Sekretariat TKPK Provinsi juga

telah berencana untuk membangun sistem pelayanan terpadu informasi penanggulangan kemiskinan di Sumatera Barat dengan melakukan penyusunan model database kemiskinan, yang dengan harapan akan dapat dikembangkan kepada setiap Kabupaten/Kota. Database ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait keberadaan Rumah Tangga Miskin, kondisi kemiskinan suatu daerah, sarana dan prasarana sosial pada suatu lokasi, dan program penanggulangan kemiskinan yang berada di lokasi tersebut, dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) berupa data spasial peta tematik. Dan sebagai langkah awal, Sekretariat TKPK Provinsi Sumatera Barat juga telah melakukan inventarisasi pro gram p enanggulangan kemiskinan yang berasal dari APBD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011, yang kemudian akan diikuti dengan inventarisasi program penanggulangan kemiskinan yang berasal dari APBD Kabupaten/Kota tahun 2011.

Selain itu, berdasarkan h a s i l ko o r d i n a s i d e n g a n TKPK Kabupaten/Kota, akan d i l a k s a n a k a n p e n g u a t a n kapasitas anggota TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota secara berjenjang dan secara periodik,

dan disarankan bahwa peserta pelatihan yang dilatih untuk diberi sertifikat resmi dari TNP2K (untuk hal ini sedang ditindaklanjuti oleh TNP2K), dan untuk pelatihan selanjutnya hanya diikuti oleh peserta pelatihan yang telah bersertifikasi. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi perubahan peserta pelatihan yang selalu berbeda dikirim oleh instansi antara pelatihan yang satu dengan pelatihan selanjutnya.

Pada tahun 2011, juga disepakati akan dilakukan pertemuan secara berkala antara Sekretariat TKPK Provinsi Sumatera Barat dengan Sekretariat TKPK Kabupaten/Kota dan dilaksanakan secara bergilir di Kabupaten/Kota. Untuk kemudahan informasi untuk masyarakat umum dan stakeholder lainnya, maka direncanakan juga akan dilakukan pembuatan website TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menampilkan informasi umum aktifitas TKPK di Sumatera Barat dan program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan di Sumatera Barat.

PenutupTKPKD Provinsi Sumatera Barat

secara bertahap berupaya terus menerus untuk meningkatkan kapasitas melalui capacity building baik d itingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, penyiapan model software untuk penyiapan laporan perkembangan penanggulangan kemiskinan, dan penyiapan hardware sehingga lebih optimal dalam menjalankan peranan, tugas dan fungsi TKPKD untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus percepatan penurunan penduduk miskin. Akhirnya, semoga pengalaman TKPD Provinsi Sumatera Barat dapat memberikan manfaat.

*) Bappeda Provinsi Sumatera Barat:

email: bappedasumbar@gmail. com

FOTO: DOK TKPKD SUMATERA BARAT

Page 39: Progres Mei 2011

Kabar Daerah

37PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Masyarakat di Kabupaten Raja Ampat kini bisa tersenyum bahagia.

Pasalnya mereka sudah bisa me­lakukan berbagai perjalanan dari ibukota Waisai ke berbagai distrik dengan menggunakan sarana transportasi darat yang murah. Mereka tidak lagi mengandalkan jasa transportasi ojek karena telah tersedia angkutan umum yang mampu melayani semua jurusan di Kota Waisai hingga ke Teluk Mayalibit dan kampung Saporkren,

Distrik Waigeo Selatan. Lancarnya arus mobilisasi

ba rang dan jasa di kota Waisai tersebut tak terlepas dari peng­operasian tujuh unit kendaraan roda empat di Kota Waisai dan sekitarnya belum lama ini. Ketujuh kendaraan yang dilresmikan pengoperasiannya oleh Bupati Raja Ampat, Drs. Marcus Wanma, M.Si tersebut masing­masing melayani trayek Waisai­Warsamdin, Distrik Teluk Mayalibit 1 unit, Waisai­Saporkren, Distrik Waigeo Selatan

Membangun Sarana Transportasi Raja Ampat

Arus transportasi di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat mulai lancar. Angkutan umum yang baru diresmikan Bupati beberapa waktu lalu, telah mampu melayani kesemua jurusan di kota Waisai, bahkan hingga ke Teluk Mayalibit dan kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan.

Oleh: iwan hamka

Page 40: Progres Mei 2011

Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Kabar Daerah

1 unit, Waisai – perumahan 300 1 unit, Waisai­Perumahan 200 1 unit sedang tiga unit lainnya melayani trayek dalam Kota Waisai hingga Pelabuhan Logbon, Kabupaten Raja Ampat.

Drs. Marcus Wanma, M.si mengakui pengoperasian ken­daraan tersebut untuk menjawab kebutuhan dan permasalahan transportasi bagi masyarakat

Waisai dan sekitarnya yang s e m a k i n h a r i s e m a k i n berkembang.

“Ini merupakan wujud per­hatian pemerintah daerah te­tapi juga sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat yang mendiami Kota Waisai dan sekitar akan masalah trans­portasi. Diharapkan dengan beroperasinya kendaraan roda

empat tersebut akan mendorong dan memacu peningkatan ekonomi bagi mayarakat Kota Waisai, bahkan masyarakat yang berada di Warsamdin, Distrik Teluk Mayalibit, dan masyarakat yang ada di Kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan. Karena dengan adanya sarana tersebut akan membuka ruang gerak bagi masyarakat untuk melakukan

38 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Page 41: Progres Mei 2011

39PROGRES Edisi 7 mEi 2011

berbagai kativitas, baik di bidang ekonomi, pendidikan, sosial budaya maupun maupun di sektor lainya dalam melakukan interaksi sosial,” ujar Marcus Wanma.

Selain itu, kata Wanma, ber­operasinya tersebut akan men­dorong pertumbuhan dan per­kembangan pariwisata di Raja Ampat. Sebab tidak semua wisa­tawan yang masuk Raja Ampat

langsung ke obyek wisata­wisata yang ada di distrik atau kampung tetapi ada juga yang melalui Waisai, sebagai entry point bagi kegiatan wisata di Raja Ampat.

“Ini juga akan memacu sektor pariwisata mengingat Waisai sebagai entry point kegiatan wisata di Raja Ampat. Dengan demikian akan membantu wisatawan yang datang ke Raja Ampat melalui Waisai,” ujar Wanma.

Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Raja Ampat, Sem Bel seran, S.Sos melaporkan tujuh unit kendaraan tersebut merupakan bantuan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal yang diharapkan akan mem­per cepat pembangunan dan pelayanan publik di Kota Waisai.

Tarif untuk sekitar Waisai bagi orang dewasa Rp3.000, anak sekolah Rp1.000. Kemudian dari pasar rakyat ke perumahan, bagi penumpang dewasa Rp5.000 dan anak pelajar Rp2.000. Sedangkan untuk keluar kota dari pasar rakyat sampai ke Warsambin bagi orang dewasa Rp25.000, pelajar Rp10.000. Sementara dari pasar ke Sapokrem dewasa dikenakan Rp20.000, dan para pelajarRp10.000.

“Inilah adalah tarif sementara karena nantinya tarif ini akan dibahas lagi oleh DPRD Kabupaten Raja Ampat,” kata Sem Belseran, S.Sos.

Pembangunan Jalan Poros Kota

Sementara di sisi lain, di­nas pekerjaan umum pemda Raja Ampat juga tengah gen car melakukan berbagai pem ba­ngunan jalan. Diantaranya adalah jalan poros Waisai ke pelabuhan dan Jembatan Bandara Waisai, juga sejumlah proyek fisik lainnya yang akan segera dituntaskan di tahun 2011 ini.

Pembangunan infrastruktur transportasi itu dilakukan untuk

meningkatkan pelayanan publik di Kota Waisai, Ibukota Kabupaten Raja Ampat.

Hal itu dijelaskan Kepala Di­nas PU Kabupaten Raja Ampat, Mu hamad Antoni Nasution, ST di Waisai belum lama ini.

“Pem bangunan jembatan bandara Waisai akan menjadi ‘PR’ DPU dan Dinas Perhubungan Kabupaten Raja Ampat. Selain pembangunan jembatan itu, DPU juga tetap konsentrasi untuk menuntaskan pembangunan jalan poros dari pelabuhan menuju kantor bupati dengan panjang 1,8 km,” terang Kadis PU Raja Ampat.

“Pembangunan jalan poros itu masih tersisa 500 sampai 600 meter. Untuk lebar jalan ukuran 12 meter sisi kanan dan kiri, itu juga baru selesai 6 meter,” tambahnya.

Dia menargetkan, pem­bangunan dan peningkatan jalan itu akan rampung tahun 2011. “Kita berusaha agar tahun 2011 ini jalan ini bisa diselesaikan, demikian sejumlah pekerjaan fisik yang belum tuntas di tahun 2010 akan di tuntaskan tahun 2011 ini,” terang Antoni.

Diakuinya, material menjadi kendala yang dihadapi dinas PU Raja Ampat dalam melaksanakan pembangunan, sebab semua material pembangunan jalan harus di datangkan dari luar Raja Ampat.

“Untuk material pembangunan jalan, seperti Pasir didatangkan dari Palu, sedangkan Batu didatangkan dari Saoka,” tandasnya. n

Kabar Daerah

39PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Dengan adanya sarana tersebut akan membuka ruang gerak bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kativitas,

baik di bidang ekonomi, pendidikan, sosial budaya maupun maupun di sektor lainya dalam melakukan interaksi sosial

Page 42: Progres Mei 2011

40 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Kabar Daerah

40 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Suaranya menggebu­gebu. Dari balik telepon ia ba­nyak mencer i terakan

per kembangan transportasi di kampungnya. Ia adalah Harun Sapua , tokoh masyarakat Kampung Harapan Jaya, Distrik Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat.

“Sore ini masyarakat Kampung Harapan Jaya sangat bangga karena dua kapal Perintis sandar bersamaan di dermaga Harun Sapua, Kampung Harapan Jaya, Bagi kami ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa. Sebab selama ini kami belum pernah mengalami hal seperti ini,” kisah Harun Sapua via telepon selular di Kampung Harapan Jaya, Waisai, Kabupaten Raja Ampat, awal Pebruari 2011 yang lalu.

Bagi masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan, sarana tran sportasi laut merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi mobilisasi barang, jasa bahkan sebagai faktor pendukung mem­percepat sosialisasi dan mobilisasi manusia dari satu kampung ke kampung lain, dan dari satu pulau ke pulau yang lain. Maka tak heran, kata Harun Sapua, masuknya dua kapal perintis di Harapan Jaya

disambut dengan suka cita oleh masyarakat setempat.

“KM Kasuari Pasifik dan KM Kurisi sandar hampir bersamaan,” jelas Harun Sapua.

Dijelaskannya, KM Kurisi merupakan kapal yang sering singga di Harapan Jaya, namun KM Kasuari Pasifik yang biasanya melintasi Pulau Papua baru kali itu berlabuh di Harapan Jaya. Singgahnya KM Kasuari Pasifik di Dermaga “Harun Sapua” Kampung Harapan Jaya tak lepas dari upayanya melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat.

Selain dua kapal tersebut, KM Manusela juga secara rutin singgah di Kampung Harapan Jaya. Bukan saja karena kampung tersebut memiliki dermaga, tetapi

letaknya yang strategis, dimana mudah dijangkau oleh masyarakat kampung sekitar. Misalnya, Biga, Magei, Yellu, Kapacol, dan kampung lain di Distrik Misool Selatan dan Misool Barat.

“Sekarang enam kali dalam sebulan, kapal singgah di dermaga “Harun Sapua” kampung Harapan Jaya,” kata Harun di Dabatan belum lama ini.

Sehubungan dengan derma­ga tambatan kapal kurang me­madai, maka ia mengusulkan agar pemerintah daerah segera membangun dermaga permanen di Kampung Harapan Jaya. “Kami berharap, pemda bisa membantu kami untuk membangun dermaga permanen di Kampung Harapan Jaya,” ujarnya. n

Harapan Baru dari Harapan Jaya

Harun Sapua

Page 43: Progres Mei 2011

Deburan ombak terdengar memecah kesunyian alam di pantai pinggiran kota Maba,

ibukota Kabupaten Halmahera Timur. Kota yang dibangun secara harmonis dengan lingkungan sekitar itu terletak di pinggir laut dan menjadi salah satu kota pantai yang indah. Dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Halmahera Timur memiliki potensi pariwisata laut yang sangat bagus. Dikarenakan hampir 55 persen atau sekitar 7.695,82 km2 wilayahnya terdiri dari lautan. Sedangkan luas daratannya hanya mencapai 6.506,20 kilometer persegi. Namun sangat disayangkan kekayaan alam itu masih belum dapat dikelola secara optimal. Padahal apabila potensi pariwisata laut itu dikembangkan bisa

menghasilkan devisa bagi pendapatan asli daerah.

Ada seki tar 41 pulau yang masuk kedalam wilayah kabupaten Halmahera Timur. 14 pulau diantaranya belum memiliki nama sedangkan sisanya yakni 27 pulau sudah memiliki nama. Artinya, paling tidak 14 pulau tanpa nama itu bisa dikategorikan pulau virgin yang belum terjamah. Tentu saja ke 41 pulau itu memiliki keindah pantai yang berbeda. Ada pantai yang berpasir putih, ada pantai yang berpasir hitam mengkilat, bahkan ada juga pulau yang memiliki terumbu karang yang indah seperti di Bunaken. Keindahan bawah laut itu merupakan taman bagi kehidupan berbagai jenis ikan, sekaligus surga bagi para pecinta diving.

Pantai-pantai yang berada pada

gugusan pulau yang tersebar di perairan laut

Kabupaten Halmahera Timur misalnya Pulau England, Pulau Seal memiliki daya tarik luar biasa. Selain berpasir putih dan pemandangannya yang indah, kedua pulau itu juga merupakan habitat

Kabar Daerah

41PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Kabupaten Halmahera Timur kini tengah gencar melakukan pembangunan di berbagai bidang. Salah satunya adalah pembangunan bidang pariwisata. Potensi pariwisata apa saja yang terdapat di provinsi yang terletak di Provinsi Maluku Utara itu?

Oleh: IWAN HAMKA

Potensi Pariwisata Kabupaten Halmahera Timur

Page 44: Progres Mei 2011

Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Kabar Daerah

bagi kehidupan berbagai jenis burung dan kalelawar. Ada juga pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Republik Malau yakni pulau Jiuw. Pulau ini merupakan pulau terluar dari wilayah NKRI.

Berbagai panorama alam laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi itu menjadi sebuah tantangan bagi Dinas Pariwisata Kabupaten Halmahera Timur untuk dapat mengembangkannya menjadi daerah pariwisata yang menjanjikan.

Upaya itu tengah dirintis sejak beberapa tahun lalu, namun hingga saat masih terkendala oleh berbagai faktor. Misalnya terbatasnya sumberdaya manusia yang ahli dalam bidang pariwisata laut, kurangnya penguasaan teknologi informasi, minimnya permodalan juga merupakan faktor yang menghambat untuk menggerakkan usaha, dan banyak lagi faktor lainnya. Apabila ditarik benang merah, maka berbagai macam faktor itu bermuara pada kurang d ikenal inya potensi yang dimiliki, baik oleh masyarakatnya sendiri maupun oleh pemerintah.

Wisata AlamSelain wisata laut, Kabupaten

Halmahera Timur ini juga memiliki tempat-tempat wisata lain. Misalnya air terjun unik Cipcebi yang berada tepat di pinggir pantai. Terletak di balik desa Waci-Peteley dengan jarak tempuh 30 menit dari muara sungai Waci melewati hutan mangrove yang rimbun, dapat dijangkau dengan mengunakan perahu tradisional seperti ketinting, atau longboat dan speedboat.

Di samping itu, Kabupaten ini juga dikenal sebagai daerah yang memiliki banyak gua, yang sebagian besar masih sangat jarang dikunjungi. Salah satunya adalah gua yang terdapat di Desa

Gotowasi. Untuk mencapai gua tersebut ini kita harus menyusuri sungai di pinggir desa ini, melalui hutan bakau yang indah. Dari tepi sungai, kita sudah dapat melihat gua yang dilindungi hutan yang masih sangat alami. Di samping itu, gua lainnya juga dapat ditemui di Desa Peteley.

Wisat a budayaTari Lala merupakan tarian

pergaulan masyarakat Halmahera Tengah. Gerakan tarian diambil dari gerakan sayap burung camar. Biasa digelar ada upacara perkawinan, syukuran, serta pesta muda mudi. Tifa dan fiol merupakan alat musik tradisional yang mengiringi tarian ini.

Kemudian ada, Tari Cakalele biasa digelar untuk menyambut tamu agung. Pada awalnya dilakukan untuk memberi semangat pada prajurit yang akan turun ke medan perang.

Ada juga tradisi Coka Iba atau topeng setan. Merupakan tradisi kuno masyarakat Halmahera Tengah yang dilakukan setiap tanggal 12 Robiul Awal, tepatnya saat umat Islam merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi tersebut dilakukan masyarakat Halmahera Tengah sebagai bentuk kegembiraan.

Selain itu, di Kabupaten Halmahera Timur juga tinggal beberapa kelompok masyarakat yang belum menetap secara permanen. Mereka hidup di hutan seperti di sepanjang aliran sungai dan pinggir jalan trans Halmahera. Ada dua suku, yakni suku Tobelo Boeng dan suku Togutil.

Saat ini, Suku Tobelo Boeng sudah ada yang menetap secara permanen dan yang masih hidup berpindah-pindah di hutan sepanjang lintas jalan raya Subaim Buli . Mereka hidup berkebun, berburu, dan menyediakan jasa rakit penyeberangan sungai. n

42 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Tari Cakal lele

Ritual Coka Iba

Air terjun Cipcebi

Suku Togutil

Page 45: Progres Mei 2011

Menurut data dari buku Indikator Kemiskinan yang di terbitkan

T im Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Halmahera Barat memiliki penduduk miskin sejumlah 15.321 jiwa di tahun 2008 dan menurun menjadi 13.810 jiwa pada tahun 2009. Jika dihitung dalam persentase menjadi 16,12 persen di tahun 2008 dan 14,34 persen pada tahun 2009. Halmahera Barat juga mendapatkan total dana BLM PNPM Mandiri sebesar Rp. 15,22 miliar di tahun 2010.

Untuk komponen indeks pembangunan manusia Hal­mahera Barat memiliki angka harapan hidup 63,9 tahun, angka melek huruf telah mencapai 93,8 persen. Rata­rata lama sekolah mencapai 7,8 tahun, sementara

pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan mencapai 593.300, dan indeks pembangunan manusia 66.

Untuk indikator kesehatan Halmahera Barat masih harus dibenahi, terlihat dari angka kematian bayi 52,9 per 1000 penduduk. Kelahiran yang ditolong oleh tenaga medis mencapai 46,9. Dari sisi pendidikan, anka partisipasi sekolah 7­12 tahun sebesar 97,6 persen. Untuk 13­15 tahun sebesar 90,1 persen dan angka putus sekolah usia 7­15 tahun hanya sebesar 3,3 persen.

Dalam hal ketenagakerjaan, Halamahera Barat memiliki angka partisipasi tenaga kerja 66,8persen dengan pengangguran terbuka 4,9 persen. Dan total pekerja di sektor informal 83,6 persen.

Bidang infrastruktur juga mengalami peningkatan, di bidang aksebilitas energi, proporsi rumah tanggga dengan listrik PLN

mencapai 64,73 persen. Angka ini masih diatas rata­rata, proporsi rumah tanggga dengan listrik PLN provinsi yang sebesar 62,01 persen.

Festival Jailolo 2011Jailolo nama yang dijadikan

sebuah festival budaya yang pamornya semakin hari semakin menusantara bahkan mendunia. Jailolo sebuah kecamatan di wilayah Kabupaten Halmahera Barat, biasa disingkat dengan Halbar, merupakan salah satu kabupaten di propinsi Maluku Utara. Kabupaten Halmahera Barat dimekarkan dari Kabupaten Maluku Utara sejak tahun 2003 lalu.

Festival ini adalah usaha dari Kabupaten Halmahera Barat untuk memperkenalkan potensi seni dan budaya milik Halmahera Barat secara konsisten yang begitu kaya dengan keunikan

Kabar Daerah

43PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Oleh: UtOyO harjitO

Mengolah Potensi Pariwisata untuk Hidup Lebih LayakSektor pariwisata dianggap salah satu sektor yang dapat membawa kemakmuran bangsa dan mempercepat pembangunan negara ini, sehingga sektor wisata tersebut harus dikembangkan di berbagai daerah. Begitu juga dengan Halmahera Barat yang memiliki potensi wisata dan alam yang unik dan relatif masih alami.

Festival Jailolo 2011

Page 46: Progres Mei 2011

Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Kabar Daerah

dari suku­suku asli yang masih tetap dilestarikan hingga saat ini, seperti suku sahu,dan potensi bawah lautnya yang merupakan kawasan segitiga coral (coral

triangle) Indonesia yang menjadi pusat keanekaragaman hayati laut dunia,Pemerintah Kabupaten Halmahera barat, Maluku Utara kembali mengadakan Festival Teluk Jailolo 2011 (FTJ 2011).

Festival Teluk Jailolo 2011 (FTJ 2011) adalah pertunjukan kabaret budaya dengan konsep mengemas budaya lokal Halmahera Barat yang unik. Terinspirasi dari keindahan alam Teluk Jailolo, FTJ 2011 menampilkan kolaborasi tari dan musik yang digelar diatas panggung laut dan merupakan ciri khas dari Puncak Acara Festival Teluk Jailolo setiap tahunnya.

Seluruh pemain adalah masyarakat lokal Halmahera Barat yang telah menjalani workshop selama kurang lebih 3 bulan. Mereka terdiri dari anak2 sekolah, masyarakat nelayan dan petani.

Konsep Panggung diatas laut adalah ikon dari Festival Teluk Jailolo, dengan pertunjukan yang bervariasi setiap tahun penuh pesan moral dan nilai kehidupan.

Cabaret on The Sea kali ini mengisahkan tentang persahabatan seorang putri dari daratan dengan seorang pangeran dari lautan yang berwujud ubur2, kemudian mereka berjuang bersama melawan para perusak alam.

Kisah ini dikemas secara menarik dalam wujud tarian, akrobatik, hingga warna­warni kostum yang mempesona. Tak ketinggalan latar alam panggung yang indah di atas perairan Teluk Jailolo.

Pertunjukan kolosal ini diperankan oleh lebih dari 150 penduduk lokal yang dipersembahkan khusus sebagai apresiasi untuk tamu­tamu yang berkunjung ke Festival Teluk Jailolo 2011. Semangat dan kreativitas masyarakat yang jauh dari kecanggihan teknologi ini akan menjadi inspirasi

daerah­daerah lain di Indonesia untuk mengembangkan potensi wisata daerahnya. Keterbatasan infrastruktur bukanlah hambatan, tapi menjadi sebuah tantangan untuk mengejar ketertinggalan dengan kerja keras, kreativitas dan komitmen tinggi.

Untuk itu masyarakat Teluk Jailolo akan diberikan pelatihan seni pertunjukan dengan unsur pemeranan, membangun artistik panggung, mengubah perahu ke dalam bentuk biota laut, musik, kostum serta bagaimana mengemas sebuah pertunjukan yang profesional dan menarik sehingga mampu menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri.

Selain itu, juga digelar acara fotografi khusus pada objek yang relative yang belum terjamah, dengan objek luar biasa, yaitu eksplorasi panorama eksotis di sekitar teluk Halmahera Barat. Hal ini untuk lebih mengekspos Halmahera Barat dengan potensi a lamnya dan memuaskan keinginan para fotografer dalam menyalurkan hobi.

Untuk pengalaman yang lebih sempurna, kita juga bisa menjadi bagian dari masyarakat Jailolo dan tinggal bersama atau homestay. Dengan begitu kita bisa lebih mengenal lebih dekat berbagai keunikan adat dan budaya masyarakat penghuni pulau yang ramah ini di kehidupan sehari­hari. Keindahan Halmahera yang tak ada duanya dan pesonanya begitu memukau.

Untuk menuju Teluk Jailolo tidaklah sulit, hanya memerlukan waktu 3 jam penerbangan dari Jakarta menuju Ternate, bisa juga dengan alternatif penerbangan via Makassar atau Manado menuju Ternate. Dari Pelabuhan Dufa Dufa di Kota Ternate, perjalanan dilanjutkan melalui jalur laut dengan menggunakan speed boat selama 40 menit. n

44 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

istimewa

Page 47: Progres Mei 2011

Kabar Daerah

Kabupaten Buleleng terdiri dari 9 Kecamatan yang meliputi 146 Desa/kelurahan dan 763 Desa

Adat. Secara geografis kabupaten ini merupakan daerah perbukitan yang membentang dari arah Selatan. Se-dang bagian Utara wilayah Kabupaten Buleleng yang memanjang dari Barat ke Timur merupakan jalur pantai yang cukup panjang.

Kawasan wisata pantainya cukup menarik dan berbeda degan kawasan yang terletak di pantai selatan se-perti pantai Kuta yang sangat ramai. Salah satu pantai yang terkenal di sini adalah Pantai Lovina yang populer, khususnya di kalangan wisatawan as-ing yang memiliki anggaran terbatas. Banyak wisatawan yang datang dari Jawa akan langsung menuju ke pantai Utara Bali ini dari pelabuhan penye-berangan Gilimanuk.

Lovina adalah tempat yang menye-nangkan untuk bersantai dan bertemu dengan wisatawan lainnya. Banyak turis menjadikan tempat ini sebagai ‘pangkal an’ untuk menjelajahi berbagai obyek wisata di pantai Utara Bali. Pantai ini juga memiliki kehidupan malam na-mun tidak semeriah Kuta.

Pantai Lovina merupakan pantai dengan pasir berwarna hitam dan laut yang tenang, namun secara umum pantai ini cukup bersih sehingga berjalan-jalan di sepanjang pantai ini cukup nyaman. Kegiatan air yang da-pat dilakukan di pantai ini antara lain snorkeling dan diving karena air laut jernih, ombaknya tenang dan karang-karang lautnya cukup bagus.

Atraksi istimewa di Lovina adalah menyaksikan kawanan lumba-lumba yang berada beberapa ratus meter dari bibir pantai. Dengan dibantu nelayan yang menyewakan perahu, kita dapat mencapai tempat kawanan lumba-lumba itu berenang.

Buleleng juga memiliki tradisi kebu-dayaan dan seni yang kuat, daerah ini kaya dengan penari serta memiliki ba-nyak tarian lokal seperti tari Joged dan Janger. Daerah ini juga menghasilkan banyak kerajinan tangan seperti: kera-jinan perak, emas, tenunan, tanah liat dan pembuatan alat-alat musik dengan karakter daerah yang sangat kuat.

Kegiatan tradisional yang kerap diadakan disini adalah balapan sapi yang disebut Sapi Gerumbungan. Keramaian biasanya diadakan di dekat Pantai Lovina seperti pada hari kemer-dekaan 17 Agustus dan hari jadi kota Singaraja (31 Maret).

Singaraja memiliki beberapa pura yang sangat terkenal di Bali yang berlokasi di sekitar kota. Pura-pura ini memiliki ukiran yang sangat menarik yang dipahat pada batu pasir yaitu sejenis batu yang agak lunak yang memungkinkan seniman ukiran batu

untuk menumpahkan seluruh ima-jinasinya. Wisatawan akan melihat berbagai tema ukiran di dinding pura, tidak saja tema tradisional tetapi juga pahatan yang menggambarkan ke-hidupan masa kini.

Beberapa kilometer ke arah Timur dari Singaraja, tepatnya di Sangsit ter-dapat Pura Beji yang merupakan gaya arsitektur masyarakat Bali Utara yang sangat ceria. Pura Beji adalah pura su-bak yang dibangun untuk menghormati Dewi Sri yang mempunyai kekuatan untuk memelihara persawahan di Bali.

Masih di Sangsit, sekitar 500 meter dari Pura Beji terdapat Pura Dalem yang memiliki lukisan yang meng-gambarkan siksaan bagi orang yang bersalah setelah mati dan lukisan lain-nya bertema humor dan juga erotis.

Selain keindahan alamnya, Kabu-paten Buleleng juga memiliki kawasan pertanian yang menjadi kawasan agro wisata. Salah sa tunya adalah desa Bungkulan yang merupakan penghasil bawang merah. Desa Bungkulan ber-ada di Kecamatan Sawan, lokasinya strategis sebagai daerah jalur utama antara Kota Singaraja dengan Kabupa-ten Karangasem. n

Melihat Tempat Wisata di Kabupaten Buleleng

Kabupaten Buleleng adalah bagian dari sejuta keindahan Pulau Bali karena memiliki kawasan yang menarik untuk dikunjungi para wisatawan.

iwan hamka

Pura Beji

Berenang bersama lumba-lumba

45PROGRES Edisi 7 mEi 2011

Page 48: Progres Mei 2011

Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

SEMENJAK Kabupaten Batola dipimpin Bupati H Hasanuddin Murad dan Wakil Bupati H Sukardhi, sektor pertanian di daerah ini terus

mengalami kemajuan. Keberhasilan dari perjuangan ini seiring dengan visi dan misi yang diletakkan yaitu: “Terwujudkan Kabupaten Barito Kuala Sebagai Sentra Produksi Pertanian Yang Maju dan Ber­daya Saing Tinggi Menuju Terciptanya Kemandirian Daerah.”

Tekad dan dan perjuangan pasangan Bupati/Wakil Bupati Batola periode 2007­2012 ini tak sia­sia. Berdasarkan data statistik, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 31,89 persen pada struktur perekonomian di kabupaten yang memiliki julukan Bumi Ije Jela ini.

Khusus produksi padi, pada tahun 2010 kabupaten yang memiliki motto Bahalap (Barasih, Harum, Langkar dan Pantas) ini mencapai 16,23 persen dan menjadikan Batola sebagai produsen beras terbesar atau lumbung padinya Kalsel.

Saat ini Pemkab Batola sedang bekerja­sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) di bidang pemuliaan padi unggul. Dari enam tahun terakhir telah dipadukan galur hasil pemuliaan sebanyak 4 galur unggul khas Barito Kuala. Tahun 2011 ini tinggal menunggu hasil uji untuk peluncurannya.

Keberhasilan Kabupaten Batola dalam menaikkan produksi padi setiap tahunnya mendapat apresiasi dari Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono dengan memberikan penghargaan ke pa da Bupati Batola H Hasa­nuddin Murad pada tahun 2008. Dan di tahun

2011 ini penganugerahan serupa rencana­nya kembali diterima Bupati H Hasanuddin Murad.

Sedangkan pada tahun 2010 lalu Batola juga berhasil meraih beberapa prestasi lainnya, di antaranya juara 2 tingkat nasional dalam pembinaan usaha pelayanan jasa Alat Mesin Pertanian (Alsintan) dari Kelompok Maju Bersama Desa Anjir Pasar Kota II Kecamatan Anjir Pasar serta juara 2 dan 4 lomba kontes jeruk tingkat nasional di Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika (BALIT JESTRO) Tlekung, Malang, Jawa Timur.

Tak hanya padi, produksi hortikultura juga memiliki prestasi, seperti di bidang penanaman jeruk Siam Banjar. Dari jumlah hasil panen jeruk se Kalsel, 50 persennya dihasilkan dari kabupaten Batola.

Untuk itu pada 24 Desember 2010, Menteri Pertanian RI, Dr Ir Suswono MMA, memberikan apresiasi atas keberhasilan tersebut dengan melakukan kunjungan ke kabupaten Batola. Dalam kunjungan itu menteri menyerahkan sertifikat jeruk organik yang merupakan pengakuan akan standar dan kualitas jeruk.

Pemkab Batola juga menyediakan ang­garan dari APBD Ka bupaten untuk pinjaman pupuk bersubsidi tanpa bunga kepada ga­bungan kelompok tani (gapoktan) maupun kelompok tani (poktan). Program satu­satu­nya yang ada di Indonesia ini diluncurkan Batola sejak tahun 2008 dengan dana Rp8,9 miliar. Selanjutnya pada tahun 2009 dikucur­kan dana Rp7,5 miliar, tahun 2010 sebesar Rp10 miliar, dan pada tahun 2011 ini diang­garkan Rp11 miliar. Ada juga dana pengem­bangan lumbung pangan, dimana pada tahun 2008 sebesar Rp280 juta, tahun 2009, Rp175 juta, dan tahun 2010 Rp175 juta.

Di samping beberapa program di atas, Pemkab Batola juga melakukan program pro petani lainnya berupa pemberian Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) yang dananya dari APBN sebagai upaya untuk meningkatkan penggunaan benih varietas unggul bermutu sehingga diharapkan bisa mendorong peningkatan produktivitas dan

produksi tanaman pangan. Sementara untuk tenaga penyuluh,

pemkab Batola melalui dinas pertanian terus melakukan peningkatan, baik kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 2008 tenaga penyuluh berjumlah 141 orang, tahun 2009 menjadi 160 orang, dan tahun 2010 meningkat menjadi 173 orang.

Kebijakan pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura di dae rah ini diarahkan untuk mendukung keberadaan Kabupaten Batola sebagai daerah penunjang program ketahanan pangan nasional. Dalam rangka me ningkatkan pertanian dilaksanakan pula program peningkatan jalan usaha tani.

Di sisi lain, Pemkab Batola juga meleng­kapi fasilitas pendukung lainnya seperti sistem resi gudang (SRG), hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi padi dan mengendalikan harga beras lokal sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan petani. Sistem ini diberlakukan sejak 17 Desember 2010 bersamaan dengan diresmikannya pergudangan SRG di Jl Trans Kalimantan Desa Puntik Luar, Kecamatan Mandastana, Kabupaten Barito Kuala.

Belum lama ini Pem kab Batola bersama Bank Indonesia Wilayah Kalimantan melaku­kan memorandum of understanding (MoU) antara Bupati Barito Kuala H Hasanuddin Murad dengan Direktur BI Wilayah Kali mantan Khairil Anwar. Kerjasama ini merupakan pengembangan cluster padi lokal dimana Kabupaten Batola merupakan pilot project. n

46

Kabar Daerah

Batola Lumbung Padinya KalselRaih Sejumlah Penghargaan Pertanian

Keberhasilan Kabupaten Barito Kuala (Batola) di bidang pembangunan pertanian menjadikan kabupaten ini sebagai lumbung padinya Kalimantan Selatan (Kalsel).

46 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Bupati Hasanuddin Murad dan Wakil Bupati Sukardhi

istimewa

Page 49: Progres Mei 2011

47PROGRES Edisi 7 mEi 2011

UKM

progres/iwan hamka

Peran pengusaha UKM dalam meningkatkan kesejahteran masyarakat

di sekitarnya sudah tak diragukan lagi. Dalam kondisi perekonomian negara yang sulit sekali pun para pengusaha UKM mampu tampil sebagai soko guru perekonomian nasional. Kegigihan Hj. Azizah Rachman dalam membesarkan usaha batiknya merupakan salah satu potret ketangguhan pengusaha UKM.

P e r e m p u a n k e l a h i r a n Palembang 50 tahun lalu ini mengawali usahanya pada 1985 benar-benar dari bawah. Betapa tidak dagangan batiknya hanya dijajakan seadanya seperti di ajang bazar atau pameran.

”Dulu saya mengawal i ber jualan bat ik layaknya pedagang kaki lima,” kata Azizah. Hanya membeli beberapa potong untuk kemudian dijual kembali. Pilihannya untuk berdagang batik sebenarnya sederhana saja. Sebelum menikah Azizah pernah bekerja di toko batik di kawasan Pasar Baru, Jakarta. Setelah berumah tangga untuk membantu menambah penghasilan suami ia pun mencoba berdagang batik. Modal awal ketika memulai usaha ini hanya Rp 300 ribu.

Perlahan namun pasti usaha batik yang ditekuni Ibu enam orang anak ini terus berkembang. Batik usaha Ibu Azizah pun kemudian sudah diberi merk Batik

Eva Collection. Nama Eva diambil dari nama anak pertama Azizah. Tahun 1986, Batik Eva dipercaya menjadi supplier untuk pusat perbelanjaan Sarinah.

“Dipercaya menjadi supplier Sarinah itu tidak mudah, penuh perjuangan,” kenang Azizah.

Setelah menjadi supplier pada 1989, Batik Eva kembali diberi kesempatan untuk membuka

Sukses Menekuni Usaha Batik

Dengan modal awal Rp 300 ribu, Ibu Azizah memulai membuka usaha berdagang kain batik. Kini, omset yang bisa didapatnya per bulan mencapai 200 juta.

gerai di Sarinah. Dari awalnya satu counter kini di Sarinah menempati lima counter yang luasnya mencapai 100 meter persegi. Dari sinilah nama Batik Eva makin berkibar.

Dari berbagai informasi yang diperolehnya Ibu Azizah memberanikan diri untuk mengajukan permohonan bantuan modal kepada PT Asuransi Kesehatan (Askes), BUMN yang bergerak di bidang asuransi kesehatan. Akhirnya sekitar empat tahun lalu bisnis Ibu Azizah mendapat bantuan modal melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT Askes. Hinga kini sudah dua kali PT Askes memberikan bantuan, yang pertama sebesar Rp 30 juta dan yang terakhir Rp 50 juta. Bantuan yang diterimanya itu digunakan untuk mengembangkan usahanya. “Bantuan dari PT. Askes itu saya gunakan untuk membuka toko di Cempaka Mas,” ujar Azizah.

Selain bantuan modal, PT Askes juga memberikan berbagai macam pelatihan. Tak hanya itu, perusahaan negara ini mengajak Azizah untuk berpameran di manca negara. Gerai Batik Eva pun terus bertambah, selain di Sarinah dan Cempaka Emas, Batik Eva juga bisa dijumpai di Bandara Internasional Soekarno Hatta dan juga di kota Malang. Di Pekalongan, Jawa Tengah, Ibu Azizah sudah memiliki pabrik batik sendiri. Kini total usaha batik yang dirintisnya mampu mendatangkan omset Rp 200 juta hingga Rp 400 juta per bulan. n

progres/iwan hamka

Page 50: Progres Mei 2011

Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Oleh: iwan hamka

Hingga tahun 2014 di­harapkan penurunan angka kemiskinan se cara

nasional bisa mencapai 8­10 persen dari total jumlah penduduk miskin di Indonesia. Demi mencapai target ini, semua sektor dan pemangku kepentingan dituntut untuk saling mendukung dalam suatu sistem kebijakan yang terkoordinasi dan terkendali di tingkat pusat maupun daerah, sehingga strategi

percepatan penanggulangan kem­iskinan bisa dijalankan.

Kerjasama tersebut dapat ter­wujud jika semua pihak memiliki komitmen dan pemahaman yang cukup dalam meningkatkan efek tivitas kebijakan melalui pe rencanaan program dan anggaran yang lebih realistis, dan pengendalian secara tepat dan terukur terhadap pelaksanaannya. Oleh sebab itu, diperlukan kerja

advokasi yang intensif untuk me mantapkan komitmen dan pemahaman yang dimaksud ke­pada semua pihak.

Menyadari arti penting hal ter sebut, TNP2K berinisiatif melakukan pelatihan analisis ke bijakan penanggulangan ke­miskinan bagi TKPKD (Tim Koor dinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah), baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

D a r i p e l a t i h a n i n i diharapkan TKPK Daerah dapat menentukan prioritas intervensi kebijakan dalam se tiap bidang penanggulangan ke miskinan, berikut wilayah dimana intervensi itu harus dilakukan di setiap daerah. Selain itu, pe latihan juga ditujukan untuk me ningkatkan kapasitas TKPK Dae rah dalam mengevaluasi relevansi dan efektivitas anggaran belanja publik

48

Kegiatan TNP2K

Prinsip Advokasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan

Penanggulangan kemiskinan sudah menjadi kebutuhan nasional yang bersifat mendesak. Tanggungjawab atas agenda ini berada pada semua pihak, baik Pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak non pemerintah, yaitu pelaku usaha swasta, perguruan tinggi, NGO dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Sehingga tidak ada satu pihak pun yang bisa memonopoli peran di dalamnya.

48

progres/iwan hamka

kegiatan Training of trainer

Page 51: Progres Mei 2011

49PROGRES Edisi 7 mEi 2011

yang dialokasikan di daerah, terhadap prioritas kebijakan.

Dalam acara Training of Trainer bagi Tim Advokasi ke daerah yang dilaksanakan oleh TNP2K pada April lalu, Kepala Divisi Advokasi Sekretariat TNP2K, Muhammad Arif Tasrif, memaparkan tentang Prinsip Advokasi Kebijakan Pe­nanggulangan Kemiskinan. Di­jelaskan bahwa koordinasi dan pengendalian pelaksanaan pro­gram penanggulangan kemiskinan perlu difasilitasi dengan membuka jalur komunikasi yang efektif bagi semua pihak.

Peran TKPK Daerah menjadi sangat krusial dalam konteks ini untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah sejalan dengan strategi percepatan pe­nanggulangan kemiskinan, ser­ta prioritas secara nasional ter­utama dalam jangka pendek dan menengah. Program daerah juga semestinya dapat saling men­dukung dengan program nasional dalam setiap kelompok (cluster) program.

Bagaimana advokasi itu di­laku kan? Setelah analisis un tuk memetakan kebutuhan advo­kasi dilakukan, strategi dapat di susun untuk menetapkan arah dan tujuan advokasi. Ke­mudian barulah mobilisasi di­upayakan dengan membangun dan memperluas jaringan. Baik dengan lembaga pemerintah maupun non pemerintah seperti NGO, Perguruan Tinggi dan dunia usaha.

Mobilisasi juga dilakukan dengan menyiapkan materi advo­kasi dan melakukan updating ter hadap data dan informasi di dalamnya. Peran media di sini juga tidak kalah penting. Media sangat diperlukan untuk mempublikasikan keberhasilan yang sudah dicapai dalam program pe nanggulangan kemiskinan.

Tahap selanjutnya adalah men jalankan aksi secara lang­sung kepada target advokasi.Aksi ini harus jelas ditujukan untuk menjaga komitmen para pengambil keputusan, membentuk kapasitas perencana kebijakan,

mempublikasikan perubahan positif, selain untuk mengapresiasi peran pengambil kebijakan.

Terkait dengan peran publikasi, Arif mengemukakan bahwa publi­kasi terhadap sekecil apapun capai an positif yang dicapai oleh daerah dalam penanggulangan kemiskinan merupakan suatu ben tuk insentif untuk mendorong daerah agar terus bekerja lebih giat lagi.

Dalam mengapresiasikan pe­ran pengambil kebijakan di dae­rah, Arif menambahkan perlu­nya diberikan semacam award. Khususnya untuk daerah yang ber hasil menyusun laporan yang baik tentang pelaksanaan penanggulangan kemiskinan, me lakukan rapat koordinasi yang efektif, atau melakukan per ubahan anggaran secara sig­nifikan dan konsisten dalam periode tertentu.

Setelah itu diadakan evaluasi untuk melakukan identifikasi ter­hadap apa yang sudah dicapai dan apa yang masih perlu diupayakan dalam kerja advokasi. Hasil ini menjadi basis penting untuk men­jaga keberlanjutan kebijakan da­lam jangka panjang, selain untuk memelihara jaringan kerjasama dengan semua pihak di daerah.

Dari pelatihan ini diharapkan TKPK Daerah dapat menentukan prioritas intervensi kebijakan dalam setiap bidang penanggulangan kemiskinan, berikut wilayah dimana intervensi itu harus dilakukan di setiap daerah.

Kegiatan TNP2K

progres/iwan hamka

Muhammad Arif Tasrif, kepala Divisi advokasi Sekretariat TnP2k

Page 52: Progres Mei 2011

Bab. II. Keterkaitan Antara Kebijakan Ekonomi Makro dan Penanggulangan Kemiskinan:

Pertumbuhan Ekonomi Penting Tetapi Tidak Cukup

Upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di tanah air terus dilakukan melalui berbagai macam program. Baik melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir sebagai modal usaha, pembangunan sarana dan prasarana dasar maupun pendampingan usaha. Namun semua itu dirasakan belum cukup karena masalah kemiskinan merupakan masalah kompleks yang sifatnya multidimensi.

Untuk itu majalah PROGRES menyajikan tulisan bersambung yang dikutip dari Pidato Prof. Dr. Mohammad Ikhsan yang berkaitan dengan masalah penanggulangan kemiskinan, disampaikan pada pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada akhir Nopember 2010 lalu.

Tulisan di bawah ini merupakan bab kedua dari tujuh bab pidato beliau yang b erjudul Keterkaitan Antara Kebijakan Ekonomi Makro dan Penanggulangan Kemiskinan: Pertumbuhan Ekonomi Penting Tetapi Tidak Cukup. Berikut kutipannya.

50 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Pengalaman praktis menunjukkan penggunaan poverty maps yang di indonesia dikembangkan Lembaga

Penelitian SmERU ber sama BPS dan Bank Dunia untuk meng identifikasi sebaran penduduk mis kin berdasarkan satuan wilayah kecil sa ngat berguna untuk mengefektifkan pen targetan berbagai program anti ke miskinan.

Pelajaran penting lainnya adalah pen ting_nya melengkapi kebijakan anti kemiskinan dengan kebijakan perlindungan sosial. Pengalaman krisis 2008/2009 mem berikan bukti bahwa negara yang memiliki sistem perlindungan sosial akan mampu mengatasi dampak krisis terhadap rumah tangga miskin. Hysterisis effect pada rumah tangga miskin dalam bentuk putus sekolah dapat dihindari. Dalam konteks indonesia, dinamika kemiskinan yang ditunjukkan oleh matriks transisi

kemiskinan mem berikan indikasi bahwa seandainya kita mempunyai sistem proteksi sosial yang lebih baik, kita dapat mencegah lebih banyak keluarga jatuh kedalam perangkap kemiskinan, dan jumlah penduduk miskin sudah jauh berkurang. Namun demikian perlu digaris bawahi pula, pergerakan

penduduk yang dinamis ini sebetulnya menyulitkan proses pentargetan dalam program anti kemiskinan.

Penduduk yang tercatat sebagai penduduk miskin pada saat program diluncurkan akan secara mudah tercatat sebagai bukan miskin pada saat evaluasi dilakukan pada tahun mendatang. Dan sebaliknya, penduduk yang bukan miskin dapat jatuh miskin pada saat survey tahun berikutnya. Oleh karenanya, disain program mulai dari cara pentargetan harus dilakukan secara terukur. Alternatif lain adalah dengan mendisain program berdasarkan preferensi konsumen dibandingkan dengan berdasarkan eligibilitas yang sarat dengan kebutuhan administrasi. Program semacam ini menuntut desain program yang tidak mendorong penduduk yang tidak memenuhi syarat (eligible) ikut berpartisipasi dalam program. misalnya, program padat karya yang didesain pada daerah kantong kemiskinan sebaiknya

Mohamad Ikhsan Staf Khusus Wakil Presiden Ri

Guru Besar FE Ui

Page 53: Progres Mei 2011

51PROGRES Edisi 7 mEi 2011

upah yang dibayar sedikit di bawah upah pasar. Contoh lain adalah program penjualan beras kepada keluarga miskin dimana kualitasnya di bawah rata-rata konsumsi masyarakat.

\Sebagai salah satu catatan penting mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan perubahan kemiskinan tidaklah linear dan mulus dan sering terjadi perubahan yang sangat tajam karena adanya pengaruh goncangan internal dan eksternal. Dampak asimetrik antara pertumbuhan pendapatan dengan kemiskinan selama siklus bisnis, cenderung berdampak besar dan lama bagi golongan miskin. Penurunan pendapatan perkapita cenderung memiliki efek negatif bagi orang miskin, sedangkan kenaikan se besar penurunan tersebut tidak akan memperbaiki keadaan seperti semula. Dampak asimetri ini juga terlihat dari perbedaan elastisitas pertumbuhan eko nomi terhadap masing-masing kelompok rumah tangga .

Dimensi lain yang relatif baru adalah menyangkut dampak krisis terhadap keluarga miskin. Pengalaman indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa dampak krisis ekonomi dirasakan oleh kelompok miskin dan non-miskin, tetapi kelompok miskin hanya memiliki sedikit pilihan untuk memitigasi (coping mechanism) dampak negatif dari krisis ekonomi. Jika pasar modal domestik bersifat sempurna dan goncangan dalam perekonomian bersifat sementara, maka seluruh pelaku ekonomi akan dapat melakukan akses terhadap pasar modal untuk menjaga pola

konsumsi dan kesejahteraan mereka (smoothing consumption). Tetapi pada kenyataannya pasar modal dan pasar asuransi bersifat tidak sempurna (incomplete) dan ter segmentasi dan secara umum kelompok miskin hanya memiliki sedikit akses ke pasar tersebut. Orang miskin menjadi lebih terkena dampak, karena pendapatan dan tabungannya sangat rendah atau hanya cukup sekadar untuk bertahan hidup. Krisis dan resesi akan berdampak negatif terhadap kesehatan, sekolah dan masalah gizi kelompok miskin dan hampir miskin. Gejolak dari pertumbuhan ekonomi cen-derung meningkatkan ketidak-pastian dan resiko bagi para investor, dimana kecenderungan ini akan mendorong penurunan pertumbuhan ekonomi dan pa-da jangka panjang akan mem-perlemah prospek pengentasan kemiskinan.

III. Stabilitas Ekonomi Makro dan Penanggulangan Kemiskinan: Peran Stabilitas Harga Sama Pentingnya dengan Pertumbuhan Ekonomi

Stabililtas Ekonomi makro atau Stabilitas Harga mempengaruhi tingkat kemiskinan melalui be-be rapa saluran yaitu terkait dengan (i) pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, (ii) dam-pak distribusinya terhadap masing-masing kelompok rumah tangga serta (iii) implikasi terhadap penyusunan kebijakan anti ke-miskinan itu sendiri.

Pertama, berkaitan dengan hubungan inflasi dengan pertum-buhan ekonomi yang masih

kontroversial, karena hubungannya yang dapaat positif atau negative khu susnya pada saat inflasi berada dalam wilayah inflasi rendah. Am biguitas dari pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi disebabkan secara teoritis oleh kompleksitas hubungan keduanya.

Teori Pertumbuhan Ekonomi meng indikasi kan bahwa inflasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui peng aruhnya terhadap tingkat akumulasi faktor-faktor produksi atau total factor productivity (montiel, 2003). Tingkat akumulasi faktor produksi akan terpengaruh akibat uang dan kapital yang pada dasarnya merupakan substitute asset. Dalam hal ini, kenaikan tingkat inflasi akan mendorong pelaku ekonomi menempatkan asetnya dalam kapital dibandingkan mengakumulasi uang tunai (hoarding), sehingga pada giliran inflasi akan meningkatkan per-tumbuhan ekonomi. Tetapi di lain pihak, inflasi berlaku seperti pajak terhadap kapital sehingga kenaikan inflasi sama saja dengan kenaikan kapital. inflasi juga meningkatkan ketidakpastian se-hingga menyulitkan entrepreneur dan pelaku ekonomi untuk me-lakukan perencanaan yang pada gilirannya akan menunda keputusan investasinya. inflasi juga akan mendorong kenaikan tingkat bunga nominal yang bukan hanya akan meningkatkan biaya modal kerja tetapi juga biaya investasi. Ketidakpastian juga akan tercermin pula dalam pasar valuta asing yang pada gilirannya mendorong pelarian modal. Lebih jauh lagi, inflasi yang tinggi

Page 54: Progres Mei 2011

52 Edisi 3 januari 2011 PROGRES

mencerminkan ketidakbecusan pemerintah (Fisher, 1993). Jadi, dari jalur akumulasi ini terdapat dua pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi dengan arah yang berbeda. Hubungan inflasi dan pertumbuhan eko-nomi juga dapat terjadi melalui penurunan total factor productivity. Saluran ini dikenal dengan efficiency channel. inflasi yang tinggi meningkatkan kebutuhan untuk mengubah harga yang pada gilirannya meningkatkan biaya transaksi bagi perusahaan (menu costs) dan menurunkan tingkat pemegangan uang tunai oleh konsumen (shoeleather costs). inflasi yang tinggi menyebabkan distorsi dalam informasi.

Jawaban dari hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi semata-mata terletak pada hasil empiris. Regresi antar negara dengan menggunakan sampel yang relaif besar menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, investasi dan produktivias mempunyai korelasi positif dengan stabilitas ekonomi makro. (Easterly dan Kray, 1999). Adres dan Hernado (1997) menunjukkan berdasarkan studi di negara OECD pada periode 1960-92 bahwa tingkat inflasi rendah atau moderat sekalipun mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan mempunyai dampak yang permanen berupa penurunan pendapatan per kapita. Penelitian yang dikemukakan oleh Barro (1994) dengan menggunakan data panel 1960-1990 dan melibatkan 100 negara, yang menunjukkan bahwa, ceteris paribus, kenaikan 10 persen dalam inflasi menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar

0,025 persen per tahun.

Temuan Barro menunjukkan bahwa tingkat inflasi dibandingkan variabilitas inflasi yang lebih mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. World Bank dalam monograf yang berjudul “Economic Growth in 1990s: Learning of a Decade Reform” menunjukkan bahwa lingkungan ekonomi makro yang stabil biasanya berasosiasi pula dengan “ fiscal solvency and sustainability, a monetary policy stance consistent with a low stable rate of inflation, and a robust exchange rate regime that avoids both systematic currency misalignment and excessive volatity in the real exchange rate”. Walaupun sukar untuk membuktikan secara langsung arah hubungan kausalitasnya - apakah stabilitas kebijakan akan mempengaruhi stabilitas ekonomi makro atau sebaliknya - beberapa studi membuktikan bahwa instabilitas ekonomi makro mempunyai asosiasi yang kuat dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang rendah. Tanpa stabilitas ekonomi makro, pelaku ekonomi enggan menempatkan sumber dayanya di suatu negara. Hal ini dibuktikan oleh berbagai studi yang menunjukkan bahwa bersama-sama dengan faktor-faktor lain seperti laju pertumbuhan ekonomi masa lalu, tingkat bunga riil dan kredit), investasi swasta secara signifikan dan secara negatif dipengaruhi oleh ketidakpastian dan ketidakstabilan ekonomi makro -dalam hal ini diwakili oleh tingkat inflasi dan nilai tukar dan variabilitasnya. (lihat misalnya Ramey dan Ramey, 1995). inflasi bukan hanya menurunkan tingkat

investasi tetapi juga efisiensi penggunaan faktor produksi. Benefit menurunkan tingkat inflasi sangat besar (Adres dan Hernando; 1997). Adres dan Hernando menyimpulkan “effort to keep inflation under control will sooner or later pay in terms of better long-run performance and higher per capita income”.

inflasi yang tinggi me nye-babkan suatu negara negara kehilangan daya saing karena inflasi yang tinggi akan mempengaruhi nilai tukar riil suatu negara. Erosi daya saing akan mempengaruhi kinerja sektor tradable. Jika sektor tradable menjadi andalan dalam pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, penurunan daya saing ini akan mempunyai implikasi pada penciptaan lapangan kerja dan tingkat pengangguran. Pen-ciptaan lapangan kerja tentu akan mempengaruhi tingkat ke miskinan mengingat “labor” merupakan aset utama dari orang miskin. Ekspansi sektor tradable ini seperti yang dijelaskan dalam bagian sebelumnya me-rupakan pendorong (driver) dari penurunan kemiskinan indonesia di era 1990an dan -walaupun masih dalam bentuk spekulatif - penurunan daya saing industri manufaktur selama pasca reformasi mempunyai asosiasi terhadap perlambatan laju penurunan tingkat kemiskinan. Hubungan antara inflasi dan daya saing industri manufaktur serta tingkat kemiskinan ini ditemukan pula oleh Cardoso (1992) untuk kasus negara Amerika Latin. n

52 Edisi 7 mEi 2011 PROGRES

Page 55: Progres Mei 2011

foto: iwan hamka

53PROGRES l edisi 8 l JuNI 2011

Kegiatan tnp2kmei 2011

tanggal kegiatan

2 Mei 2011 rapat TNP2K dengan Delegasi dari Afghanistan

2 Mei 2010 rapat Financial Inclusion

4 Mei 2011 lokakarya Penggunaan Identitas elektronik

6 Mei 2011 rapat TNP2K dengan Bappenas

11 Mei 2011 rapat Program Keluarga Harapan

16 Mei 2011 rapat Internal TNP2K

16 Mei 2011 rapat PNPM Mandiri dengan World Bank dan Ausaid

18 Mei 2011 rapat TNP2K dengan usAID

18 Mei 2011 rapat sekretariat TNP2K dengan Kementerian Dalam Negeri

18 Mei 2011 Pembukaan rapat Kerja Penguatan Kelembagaan TKPK Daerah Dalam upaya Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

19 Mei 2011 rapat Kerja TNP2K dengan TKPK Daerah

20 Mei 2011 rapat Kerja TNP2K dengan TKPK Daerah

Peserta rapat kerja penguatan kelembagaan TKPK daerah dalama upaya percepatan penanggulangan kemiskinan mendapatkan penjelasan dari sekretaris eksekutif TNP2K Bambang Widianto di kantor TNP2K , tanggal 26 April 2011.

foto: progres/sujar

Page 56: Progres Mei 2011

Program Cash for Work telah membantu warga yang tertimpa musibah bencana erupsi Gunung Merapi. Program ini juga memulihkan semangat penduduk untuk kembali menata kehidupan mereka.

TAHAP IJumlah Kabupaten 4 kabupaten

Jumlah Kecamatan 10 kecamatan

Jumlah Desa 48 desa

Tenaga Kerja Terserap 18,294 orang

Jumlah Hari Orang Kerja 207,353 HOK

Jumlah Kelompok 577 Kelompok

TIM NAsIONAl PercePATAN PeNANGGulANGAN KeMIsKINAN

Gambar: Pelaksanaan Cash for Work dengan pekerjaan pembuatan saluran air bersih di Kecamatan srumbung, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. (foto: dokumentasi Kepala Dusun Pule, Magelang)

Program Cash for Work