program studi sastra indonesia fakultas sastra...

21
Kebahasaan, Sosial budaya, dan Folklor Desa Kujangsari Makalah Diajukan untuk memenuhi tugas KKL (Kuliah Kerja Lapang) Dosen Pembina Indra Sarathan, S.S. Disusun Oleh Baram Al Muzzamil 180110070047 Iin Kuraesin 180110070039 Egis Lubis Ristia 180110070009 Fariz 180110070050 Pitauli Simbolon 180110090019 Rarastiti Reineastu 180110070028 Nabila Bunga Pratiwi 180110090049 Sutiyarna 180110070019 Popy Jayanthi W.B 180110070038 Renaldy Pratama 180110070048 Eka Rahayu Agustin 180110090019 Alberto Felix Pasaribu 180110090029 Nisaul Fadhilah H 180110090006 Utari Triajeng Yanuanggi 180110090003 Firmansyah 180110090048 Muhammad Haikal 180110090003 T.B. Rangga Ginanjar 180110090037 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2010

Upload: tranhanh

Post on 02-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

Kebahasaan, Sosial budaya, dan Folklor Desa Kujangsari

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas KKL (Kuliah Kerja Lapang)

Dosen Pembina

Indra Sarathan, S.S.

Disusun Oleh

Baram Al Muzzamil 180110070047

Iin Kuraesin 180110070039

Egis Lubis Ristia 180110070009

Fariz 180110070050

Pitauli Simbolon 180110090019

Rarastiti Reineastu 180110070028

Nabila Bunga Pratiwi 180110090049

Sutiyarna 180110070019

Popy Jayanthi W.B 180110070038

Renaldy Pratama 180110070048

Eka Rahayu Agustin 180110090019

Alberto Felix Pasaribu 180110090029

Nisaul Fadhilah H 180110090006

Utari Triajeng Yanuanggi 180110090003

Firmansyah 180110090048

Muhammad Haikal 180110090003

T.B. Rangga Ginanjar 180110090037

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2010

Page 2: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

KATA PENGANTAR

Mengunjungi daerah dengan penggunaan dua bahasa tutur, akan sangat menarik.

Karena di sana akan terdapat dua kebuadayaan yang bercampur. Seperti pada saat KKL

(Kuliah Kerja Lapangan) Universitas padjadjaran 2010, di kecamatan Langensari Kota

Banjar Jawa Barat. Tepatnya kelompok kami ditempatkan di Desa Kujangsari, yang

merupakan Desa terjauh dari semua desa tujuan KKL program studi Sastra Indonesia

UNPAD 2010.

Desa Kujangsari adalah salah satu desa dari Kecamatan Langensari Kabupaten Banjar

Jawa Barat. Sebuah desa dengan berbagai etnik di dalamnya. Ada tiga etnik di desa

Kujangsari yaitu, etnik Jawa, etnik Sunda, dan etnik Tionghoa. Desa Kujangsari termasuk

sebagai desa dwibahasa, yaitu masyarakat dengan penggunaan dua bahasa ibu, yaitu bahasa

Jawa dan bahasa Sunda.

Sebuah fenomena kebahasaan yang hanya ada di daerah perbatasan. Desa Kujangsari

sendiri termasuk kedalam daerah perbatasan, Kabupaten Banjar khususnya Kecamatan

Langensari merupakan daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Jawa

Tengah.

Di daerah perbatasan itu bercampur kebudayaan termasuk bahasa di dalamnya, antara

kebudayaan Jawa Barat dengan kebudayaan Jawa Tengah. Hal tersebut akan menjadi sesuatu

menarik untuk diteliti dari berbagai segi, baik itu dari segi bahasa maupun dari segi sosial

budayanya.

Tentunya program KKL tersebut haruslah menjadi sarana pembelajaran selain proses

pembelajaran di kampus. Harus ada sesuatu yang bisa diambil sebagai wahana pencerahan

dari hasil yang didapat melaui program kuliah lapangan tersebut.

Sebenarnya ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencerahkan. Tentunya pencerahan

akan ilmu adalah hal yang diinginkan oleh kedua belah pihak, yaitu pihak kami sebagai

pelaksana KKL dan segenap penduduk Desa

Kujangsari. Harusnya ada pertukaran informasi dalam proses kuliah lapangan itu, kemudian

mahasiswa sebagai peserta KKL merumuskan serta mengolah data yang telah diperoleh

kemudian memberikan sebuah pandangan tentang berbagai data baik itu data kebahasaan,

Page 3: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

data sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan dari berbagai data

tersebut.

Semoga data yang telah kami peroleh dan telah kami olah sedemikian rupa bisa

bermanfaat untuk yang membacanya.

Penyusun

Jatinangor, 6 Juni 2010

Page 4: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

DAFTAR ISI

KataPengantar I

Daftar Isi III

Bab I. DATA KEBAHASAAN 1

A. Bilingualisme 1

B. Alih Kode dan Campur Kode 1

C. Kosakata Desa 2

D. Perbandingan Data 5

BAB II. KEADAAN SOSIAL BUDAYA DESA KUJANGSARI 6

A. Data Statistik 6

B. Sejarah Desa Kujangsari 9

BAB III. DATA KEBUDAYAAN DAN FOLKOR 12

DESA KUJANGSARI

A. Tradisi Hajat Bumi 12

B. Kesenian Gonggo 15

KESIMPULAN 18

Page 5: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

BAB I

DATA KEBAHASAAN

A. Bilingualisme

Bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa

dengan sama baiknya (Bloomfield, 1933:56).

Masyarakat Desa Kujangsari memiliki lebih dari dua bahasa yang mereka kuasai, di

antaranya bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia. Umumnya, mereka

menggunakan dua bahasa saat berinteraksi dengan tetangga yaitu bahasa Jawa dan bahasa

Sunda. Kedua bahasa dapat mereka tuturkan tersebut sama baiknya. Jadi, masyarakat Desa

Kujangsari tergolong masyarakat bilingualisme.

Mereka menggunakan bahasa Jawa ketika berinteraksi dengan orang Jawa dan

menggunakan bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Sunda, namun orang Sunda

maupun orang Jawa itu pun bisa menggunakan kedua bahasa tersebut. Keunikan dalam

berbahasa di desa ini sangat terlihat. Menurut kami, mereka masih tetap mempertahankan

bahasa ibunya agar tidak hilang sehingga mereka lebih memilih untuk menguasai bahasa lain

daripada harus menghilangkan bahasa ibu mereka.

Alih Kode dan Campur Kode

Hymes (1875:103) menyatakan bahwa alih kode itu terjadi bukan hanya antar bahasa,

melainkan dapat juga terjadi antara ragam-ragamatau gaya-gaya yang terdapat dalam suatu

bahasa.Kami mengamati cara masyarakat Desa Kujangsari dalam berbahasa dengan orang

lain,seperti berikut.

Ada dua orang ibu yang sedang berbincang di depan warung menggunakan bahasa Sunda,

kemudian datanglah seorang ibu lagi yang menggunakan bahasa Jawa sehingga percakapan

yang terjadi selanjutnya di sana berubah bahasa menjadi bahasa Jawa. Lalu kami pun

mendekati mereka dengan alasan ingin wawancara dan salah satu di antara kami mencoba

menggunakan bahasa Jawa tetapi mereka tetap merespon dengan bahasa Indonesia dan

percakapan pun berubah menjadi formal. Mungkin karena mereka tahu kami mahasiswa dan

bukan orang sana sehingga mereka menyesuaikan bahasa kami yang kebanyakan

menggunakan bahasa Indonesia saat berinteraksi dengan orang-orang sana.

Page 6: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

Dari contoh di atas, pengalihan bahasa dan pengalihan ragam santai ke ragam resmi

berkenaan dengan situasi non formal ke situasi formal adalah tercakup dalam peristiwa yang

disebut alih kode.

Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur

kode. Menurut Thelander (1976; 103) alih kode terjadi bila ada suatu peristiwa peralihan dari

satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur ,

klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran

(hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi

mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa itu disebut campur kode.

Campur kode pada masyarakat Desa Kujangsari seringkali terjadi saat berbicara

atau berinteraksi dengan orang lain. Misalnya saat salah satu dari kami ke warung, kebetulan

di sana sedang ada pembeli lain yang juga penduduk desa itu, kami mendengar percakapan

mereka seperti ini:

Pembeli : “Bu meser rokok Djarum Coklat, piro?”

Penjual : “Enem ngewu.”

B. Kosakata Desa

Bahasa yang dipakai masyarakat Desa Kujangsari yaitu tiga bahasadi antaranya bahasa

Sunda, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, namun bahasa yang umum digunakan adalah

bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Berikut ini merupakan beberapa contoh bahasa yang

digunakan oleh masayarakat Desa Kujangsari.

Data I

No Glosarioum Amad Muhammad Parjo

Bahasa Sunda Bahasa Jawa Bahasa Sunda Bahasa Jawa

001 Kakek* Aki Simbah/ mbah

kakung

Aki Mbah

002 Nenek* Nini Mbah putri Nini Nini

003 Ayah* Bapak Rama Bapa Bapa

004 Ibu*# Ema Biung Ibu Ibu/simbo

005 Paman tua Uwa pakde Ua Pakde

006 Paman muda Paman Mamang Lilik

Page 7: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

007 Bibi tua Bibi Bude Bibi Uwa/ bude

008 Bibi muda* Bibi Bule

009a Laki-laki# Lalaki Lanang Pameget Lanang

009b Perempuan Awewe Wadon Istri Wadon

010 Kakak laki-laki Lanceuk Kakang Akang Kakang

011 Kakak perempuan* Eceu Mbakyu Ceu-ceu/ eceu Yayu

012 Adik laki-laki Adi Ade Ujang Dek

013 Adik perempuan Ade Neng/nyai Dek

014 Anak Budak Anak Putra Putra

015 Keponakan tua Ipar Ipe Alo Keponakan

016 Keponakan muda Alo Keponakan Keponakan

017 Cucu Incu Putu Incu Putu

018 Suami Salaki Bojo Caroge/salaki Suami

019 Istri# Pamajikan Bojo Istri Bojo

020 Mertua Mitoha Mertua Mitoha Mertua

021 Menantu Minantu Mantu Menantu Menantu

022 Besan Besan Besan Besan Besan

023 Ipar Ipar Ipe Ipar Ipe/grepean

024a Penggilan untuk anak

lk*

Asep Tole Ujang/asep -

024b Panggilan untuk anak

pr*

Neng Gendok Neng -

024c Tiri# Budak tere Kewalon Anak tere Anak walon

025a Nama# Ngaran Jenengan Ngaran/ nami Jeneng

026 Pegawai desa Pamong Pamong Pedamel desa Pedamel desa

027 Pesuruh di desa* Pamong Pamong Juru kebon

028 Kepala desa Kuwu Lurah Kuwu Lurah

029 Kepala kampung* Kadus Kadus Golongan Golongan

030 Juru tulis Juru tulis Carik Kaur Carik

031 Penghulu Naid Penghulu Naïf Amil

032 Peronda Ronda Randa Ronda Ronda

033a Dukun beranak Paraji Dukun bayi Indung berang Dukun bayi

033b Dukun sunat Paraji sunat Dukun sepit Tukang khitan Dukun sepit

033c Arisan* Arisan Arisan Arisan Arisan

034 Selamatan (kenduri)* Ngariung Kenduren Riungan Kenduri

035 Kerja bakti Kerja bakti Kridan Keridan Keridan

036 Kepala# Hulu Endas Sirah Sirah

037 Otak# Otak Otak Otak Utek

038a Kening Tarang Batuk Kening Kening

038b Mata# Panon Meripat Panon Meripat

038c Bulu mata Bulu mata Idep Bulu panon Idep

Page 8: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

039 Air mata# Cai mata Uluh Cai panon Eluh

040a Hidung Irung Cungur Irung Irung

041 Mulut# Sungut Cangkem Baham Cangkem

042a Air ludah# Ciduh idoh Ciduh Idoh

042b Dahak# Rehak Riak Rehak Riyak

043 Bibir Biwir Bibir Biwir Lambe

044 Gigi Huntu Untu Huntu Untu

045a Geraham Careham Gugusi Baham

046 Lidah Letah Ilat Letah Ilat

047 Telinga Ceuli Kuping Celi Kuping

048a Leher Beuheung Gulu Beheung Gulu

049 Pundak Tak tak Pundak Taktak Pundak

050 Belikat Walikat Welikat Belikat Centongan

051a Jari tangan Ramo Driji Ramo Cericih

tangan

052a Ibu jari Jempol Driji Jempol Jempol

053 Telunjuk Curuk Penunjuk Curuk Teriji

054a Jari tengah Jajangkung Jajangkung

055 Jari manis Jari manis Jari manisa - Jentik manis

056 Kelingking Cingir Jentik Cingir Jentik

057 Tangan Leungeun Tangan Lengeun

058 Telapak tangan Talapak

leungeun

Telapak

059 Kuku Kuku Kuku Kuku Kuku

060a Kaki Suku Sikil Siku Sikil

060b Paha Pingping Pupu Pingping Pupu

061 Lutut# Tuur Dengkul Tuur Dengkul

062 Betis Bitis Kempol Bitis Kempol

063 Tulang kering Bincurang Gares Gares

064 Mata kaki Mumuncangan Ento-ento Mumuncangan Ento-ento

065a Telapak kaki Talapak suku Telapakan Dampal suku Tealapakan

065b Tulang Tulang Balung Tulang Balung

067 Rambut Buuk Rambut Buuk Rambut

068 Alis Halis Alis Halis Alis

069a Darah# Getih Getih Getih Getih

070 Sumsum# Sumsum Sumsum Sumsum Sumsum

071 Jantung Jantung Jantung Jantung Jantung

072 Hati# hate Ati Hate Ati

Page 9: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

C. Perbandingan Data

Dari data di atas yang di dapat dari dua informan, kedua bahasa baik bahasa Jawa maupun

Sunda hampir sama penyebutannya. Bedanya hanya terdapat di beberapa kata misalnya

seperti kata telunjuk yang menurut Bapak Amad dalam bahasa Jawa “penunjuk” sedangkan

menurut Bapak Parjo “tariji”, namun dalam bahasa Sunda mereka menyebutnya sama yaitu

“curuk”.

Page 10: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

BAB II

KEADAAN SOSIAL BUDAYA DESA KUJANGSARI

Desa Kujangsari merupakan salah satu kelurahan dari kecamatan Langensari kabupaten

Banjar provinsi Jawa Barat. Desa ini letaknya paling jauh dari perbatasan antara Jawa Barat

dan Jawa Tengah, namun jumlah etnik sunda lebih sedikit dari etnik jawa. Hal inilah yang

menyebabkan banyaknya keunikan dan akulturasi antara kedua etnik tersebut. Berikut ini

data yang didapatkan mengenai sosial budaya di desa Kujangsari.

A. Data Statistik Desa Kujangsari

a. Keterangan tentang Titik Pengamatan

Nama Desa : Kujangsari

Kecamatan : Langensari

Kabupaten : Banjar

Provinsi : Jawa Barat

b. Situasi Kebahasaan

Sebelah timur desa berbahasa : Ds. Puloerang, Sunda

Sebelah barat desa berbahasa : Ds. Mulyasari, Sunda

Sebelah utara desa berbahasa : Ds. Bojongkantong, Jawa

Sebelah selatan desa berbahasa : Ds. Puloerang, Sunda

c. Situasi Geografis

Letak : Pedesaan

Morfologi : Dataran rendah

Page 11: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

d. Penduduk

Pria : 5.781 jiwa

Wanita : 5.573 jiwa

Jumlah : 11.354 jiwa

Di bawah 20 tahun : 4.205 jiwa

Antara 20-40 tahun : 3.811 jiwa

Di atas 40 tahun : 3.153 jiwa

Mayoritas etnik : Jawa (65%)

Sunda (34%)

Minoritas etnik : Tionghoa (1%)

e. Mata Pencarian

Dalam data yang telah ditemukan, jumlah data untuk bertani dan buruh

merupakan jumlah akumulatif. Begitu juga untuk data Pegawai negeri

dan Pegawai Swasta.

Bertani : 1.087

Nelayan : -

Peg. Negeri &Swasta : 87

Berdagang : 420

Buruh tani : 705

Pengrajin : 103

Page 12: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

Peternak : 2.686

Kuli : 337

f. Pendidikan

PAUD : 1264 orang

SD : 1.228 orang

SLP : 839 orang

SLA : 215 orang

Perguruan Tinggi : 1.006 orang

Madrasah Ibtidaiyah : 235 orang

Madrasah Tsanawiyah : 167 orang

Madrasah Aliyah : 201 orang

g. Agama

Islam : 1.340 orang

Kristen (Katolik-Protestan): -

Hindu : -

Buddha : -

PBB (aliran sesat) : 14 orang

h. Hubungan ke Luar

Hubungan desa Kujangsari dengan desa lainnya sangat lancar karena

banyak penduduk yang mempunyai lahan di luar desa sehingga

Page 13: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

memudahkan penduduk desa Kujangsari untuk berinteraksi dengan

desa tetangga.

j. Prasarana Hubungan

Kendaraan yang paling banyak digunakan oleh penduduk desa

Kujangsari adalah sepeda motor. Untuk para pelajar banyak

mengunakan sepeda. Andong juga digunakan di desa ini untuk

mengangkut barang. Angkutan umum di desa ini jarang sekali.

Menurut informan, angkutan umum di desa ini hanya beroperasi setiap

3 jam sekali dan pukul 17.00 angkutan umum tersebut sudah tidak

beroperasi.

j. Usia Desa

Usia desa Kujangsari di bawah 50 tahun yaitu sekitar 31 tahun

B. Sejarah Desa

Desa Kujangsari adalah salah satu desa dari Kecamatan Langensari Kabupaten Banjar

Jawa Barat. Sebuah desa dengan berbagai etnik di dalamnya. Ada tiga etnik di desa

Kujangsari yaitu, etnik Jawa, etnik Sunda, dan etnik Tionghoa. Desa Kujangsari termasuk

sebagai desa dwibahasa, yaitu masyarakat dengan penggunaan dua bahasa ibu, yaitu bahasa

Jawa dan bahasa Sunda.

Sebuah fenomena kebahasaan yang hanya ada di daerah perbatasan. Desa Kujangsari

sendiri termasuk kedalam daerah perbatasan, Kabupaten Banjar khususnya Kecamatan

Langensari merupakan daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Jawa

Tengah.

Di daerah perbatasan itu bercampur kebudayaan termasuk bahasa di dalamnya, antara

kebudayaan Jawa Barat dengan kebudayaan Jawa Tengah. Hal tersebut akan menjadi sesuatu

menarik untuk diteliti dari berbagai segi, baik itu dari segi bahasa maupun dari segi sosial

budayanya.

Page 14: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

Masalah penamaan sebuah desapun tidak akan lepas dari aspek bahasa dan juga aspek

sosial budayanya. Seperti penamaan Desa Kujangsari.

Pada mulanya Desa Kujangsari adalah hasil pemekaran dari Desa Pataruman (1968).

Waktu itu Banjar masih masuk dalam salah satu Kecamatan dalam Kabupaten Ciamis, dan

ada salah satu desa dalam Kecamatan Banjar yaitu Desa Pataruman. Pada tahun 1968, Desa

pataruman dimekarkan menjadi dua Desa, yaitu Desa Tambak Baya dan Desa Langensari.

Pada tahun 1973 Desa tambak Baya berganti nama menjadi Mulyasari, berdasarkan

keinginan Kepala Desa terpilih pada saat itu. Pemilihan nama pengganti untuk Desa Tambak

Baya disesuaikan dengan nama Kepala Desa terpilih yang bernama Sardi. Mulyasari artinya

mulya Sardi, yang berarti yang mulia adalah Sardi karena telah terpilih menjadi kepala Desa.

Karena pertumbuhan penduduk yang sangat pesat dari kedua Desa hasil pemekaran dari

Desa Pataruman, yaitu Desa Mulyasari dan desa Langensari, pada tahun 1979 kedua Desa itu

kembali dipecah menjadi delapan Desa. Setiap Desa dipecah menjadi empat desa baru.

Dari hasil pemekaran Desa Mulyasari ada sebuah Desa yang bernama Desa Kujangsari.

Itulah sejarah berdirinya Desa Kujangsari, yang merupakan hasil pemekaran dari Desa

Pataruman (1969) dan Desa Mulyasari (1973).

Nama Kujangsari tersebut diambil dari nama salah satu senjata perang paling sakti yang

bernama Kujang Gerang, yang menjadi keramat masyarakat sekitar yang berada di Gunung

Sangkur. Konon menurut cerita masyarakat sekitar, pengambilan nama Kujang Gerang tidak

seluruhnya digunakan sebagai nama Desa, karena kalau seluruhnya “Kujang Gerang”

digunakan sebagai nama Desa maka akan terdengar terlalu menakutkan, karena “Gerang”

artinya ganas. Maka “Gerang” diganti dengan “Sari” yang berarti mata air yang mengalir ke

desa itu berasal dari sari mata air Gunung Sangkur. Maka tersebutlah nama Desa ini menjadi

Desa Kujangsari.

Page 15: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

BAB III

DATA KEBUDAYAAN DAN FOLKOR DESA KUJANGSARI

A. TRADISI HAJAT BUMI

Menurut warga Desa Kujangsari, hajat bumi adalah sebuah acara tahunan setiap bulan

Suro, yang dilaksanakan sebagai rasa syukur mereka terhadap hasil bumi. Semacam rasa

terimakasih mereka kepada Dewi Sri (masyarakat Desa Kujangsari menganggap sebagai

Dewa pemelihara tanah) sebagai utusan Tuhan untuk memelihara tanah agar tetap subur.

Acara hajat bumi dilaksanakan selama satu hari. Inti dari acara hajat bumi tersebut adalah

pagelaran wayang kulit dengan lakon Dewi Sri pada siang harinya. Menurut warga Desa

Kujangsari, pagelaran wayang kulit pada siang hari dengan lakon Dewi Sri adalah sarana

untuk meruwat (ngaruwat). Barulah pada malam harinya diadakan lagi pagelaran wayang

kulit sebagai hiburan, lakon yang biasanya dipentaskan adalah lakon Mahabarata atau

Ramayana.

Ketika pementasan wayang kulit ruwatan, masih ada mitos yang berkembang dalam

masyarakat Desa Kujangsari, yaitu menjaga pengantin yang diruwat ketika pementasan

wayang kulit ruwatan itu dilaksanakan, agar tidak dimakan oleh Batara Kala. Konon katanya

kalau pengantin ruwatan yang dimakan oleh Batara Kala, maka ia akan bertingkah seperti

orang yang kerasukan dan menyakiti dirinya sendiri bahkan mencoba untuk membunuh

dirinya sendiri. Contohnya sang pengantin ruwatan yang dimakan Batara Kala akan

bertingkah seperti orang yang kerasukan mahkluk halus, kemudian mencoba bunuh diri

dengan loncat ke dalam sumur misalnya. Oleh karena itu pengantin ruwatan harus dijaga

dengan ketat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Ada sesuatu hal yang menarik pada pemakaiaan wayang kulit sebagai sarana meruwat

dan hiburan dalam acara hajat bumi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Desa Kujangsari

adalah salah satu desa di Kecamatan Langensari Kabupaten Banjar yang masih termasuk ke

dalam provinsi Jawa Barat. Kenapa menggunakan wayang kulit? Sedangkan wayang yang

umum digunakan di daerah Jawa Barat adalah wayang golek.

Rupanya ada beberapa alasan mengapa digunakan wayang kulit bukan wayang golek.

Diantaranya adalah masyarakat Desa kujangsari merasa wayang kulit dianggap paling efektif

Page 16: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

sebagai sarana ruwatan, selain itu wayang kulit juga disebut dengan wayang purwa, artinya

jenis wayang pertama yang ada di Nusantara yang dibawa oleh Wali Songgo sebagai sarana

untuk penyebaran agama Islam.

Mayoritas etnik juga sangat berpengaruh dalam penggunaan wayang kulit sebagai sarana

ruwatan ataupun sebagai sarana hiburan biasa. Desa Kujangsari merupakan Desa dengan

multi etnis di dalamnya, sekitar ada tiga etnis yaitu etnik Jawa sekitar 65 %, etnik Sunda

sekitar 33 %, dan etnik Tionghoa sekitar 2 %. Dengan mayoritas etnik Jawa menduduki

presentasi tertinggi, maka itu adalah alasan lain untuk pemakaian wayang kulit untuk sarana

ruwatan atau hiburan.

Alasan selanjutnya karena di daerah tersebut adalah daerah perbatasan antara Jawa Barat

dengan Jawa Tengah. Di sana terjadi percampuran budaya antara Sunda dengan Jawa.

Kebanyakan penduduk Desa kujangsari adalah para pendatang, dengan mayoritas pendatang

dari Kebumen (Jawa Tengah). Tetapi yang menarik di Desa Kujangsari walaupun berbagai

etnis bercampur disitu, menurut warga sekitar belum pernah terjadi pergesekan antar etnis.

Satu sama lain hidup berdampingan, termasuk dalam masalah sosial budaya. Tidak ada pihak

yang merasa tersisihkan, termasuk ketika penggunaan wayang kulit sebagai sarana ruwatan

atau hiburan. Seperti yang kita ketahui bahwa daerah Desa Kujangsari termasuk dalam

daerah Jawa Barat, dan biasanya di dareah Jawa Barat dalam pementasan wayang selalu

menggunakan wayang golek.

Acara hajat bumi identik dengan meruwat, bisa dilihat dari acara inti hajat bumi yaitu

pementasan wayang kulit ruwatan. Tidak hanya pada saat hajat bumi saja, di Desa Kujangsari

ada beberapa macam ruwatan, yaitu ruwatan ketika pernikahan dan ruwatan untuk anak.

Pada ruwatan ketika pernikahan, misalnya pasangan yang harus diruwat adalah jika pada

mempelai prianya adalah anak pertama dan mempelai wanitanya adalah anak bungsu. Maka

jika keadaan kedua mempelai seperti itu berarti harus diruwat.

Kalau ruwatan untuk anak, misalnya kalu mempunyai anak tunggal laki-laki, biasanya

anak tersebut harus diruwat pada waktu khitanan atau ketika acara pernikahannya.

Perbedaan antara wayang ruwatan dengan wayang hiburan terletak pada lakon yang

dimainkan. Lakon yang biasanya dimainkan untuk acara hiburan biasanya memainkan lakon

Page 17: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

Mahabharata atau Ramayana. Sedangkan untuk wayang ruwatan lakonnya tergantung apa

tema ruwatannya. Misalnya untuk acara sedekah bumi dimainkan lakon Dewi Sri, sedangkan

untuk acara pernikahan biasanya dimainkan lakon Arjuna Wiwaha.

Secara sepintas saja kita bisa melihat maksud dari acara tahunan warga desa kujangsari

ini, selain sebagai rasa syukur kepada Sang pencipta atas berbagai hasil tanah. Juga sebagai

alat pemikat solidaritas masyarakat setempat.

Dalam bahasa Jawa, ngaruwat berarti menguatkan. Menguatkan solidaritas atau

silaturahmi antar masyarakat. Bentuk solidaritas tersebut dapat dilihat pada saat pertamakali

para masyarakat mulai berkumpul merumuskan acara tahunan ini, membentuk panitia,

sampai patungan dana untuk keperluan acara tahunan tersebut. Yang menarik pada saat

pelaksanaan acara, para warga berbondong-bondong dengan membawa makanan yang

dimasukan ke dalam tenong (wadah makanan yang terbuat dari bambu), sampai terkumpul

ratusan tenong makanan. Dalam tenong tersebut ada bermacam-macam makanan yang

melambangkan Dewi Sri, sebagai bentuk rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan karena

telah menurunkan Dewi Sri sebagai pemelihara tanah agar tetap subur.

B. KESENIAN GONGGO

Gonggo atau angguk ialah kesenian tradisional dari Desa Kujangsari, tetapi lebih sering

disebut kesenian gonggo. Kesenian gonggo adalah kesenian dengan bentuk semacam wayang

orang. Dalam bahasa Jawa gonggo artinya adalah gongnya tidak dianggo, atau gongnya tidak

dipakai. Memang dalam kesenian tradisional ini tidak memakai instrumen gong, tidak seperti

kesenian-kesenian lain sejenisnya seperti wayang orang atau wayang kulit yang selalu

memakai intrumen gong.

Kesenian gonggo di populerkan di Desa kujangsari pada tahun 1950 oleh Ramin (70).

Sebelum Ramin membentuk grup kesenian gonggo di Desa Kujangsari, pada tahun 1940

Ramin melihat pertunjukan gonggo yang dipentaskan di Tenggogo Kecamatan Lakbok

Kabupaten Ciamis, pada saat itu pemimpin rombongan sekaligus pendiri grup kesenian

gonggo bernama Ishak. Baru setelah tahun 1950 Ramin berinisiatif untuk mendirikan grup

kesenian gonggo di desa kujangsari.

Page 18: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

Lakon yang dimainkan dalam kesenian gonggo adalah lakon Umar Amir. Lakon Umar

Amir diadaptasi dari cerita yang berasala dari Madinah Arab. Secara garis besar gonggo

menceritakan perjalanan Jayang Rana menuntut ilmu yang didampingi oleh Umar Maya.

Dalam lakon gonggo, Jayang Rana adalah seorang raja dan Umar Maya adalah pengawalnya.

Menurut Ramin (70), kesenian gonggo merupakan sarana shyar Islam. Lakon Umar

Amir yang biasa dimainkan, secara garis besarnya menceritakan perjalanan Jayang Rana

dalam mencari ilmu agama, di dalamnya terkandung petuah-petuah bijak tentang kehidupan

yang bersumber pada ajaran Islam.

Seperti bentuk kesenian wayang pada umumnya, dalam sebuah judul cerita lakonnya,

gonggo terdiri dari beberapa bagian atau adegan. Dalam naskahnya, setiap adegan hanya ada

ringkasan ceritanya saja dengan menggunakan bahasa Jawa. Tidak ada percakapan yang

tertulis dalam naskah, para pemain babas berimprovisasi dalam pementasan selama

improvisasi itu tidak keluar dari benang merah ringkasan cerita pada naskah.

Ada sesuatu yang menarik pada penggunaan kostum para tokoh pemain gonggo.

Walaupun ceritanya berasal dari Madinah Saudi Arabia, tetapi kostum yang digunakan adalah

kostum kerajaan di Indonesia pada jaman dahulu. Dalam kesenian ini telah terjadi

penyesuaian kebudayaan, dari kebudayaan Arab ke kebudayaan Indonesia.

Penyesuaian kebudayaan ini serupa dengan penyesuaiaan kebudayaan pada kesenian

wayang yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabharata dari India. Setelah disesuaikan

dengan kebudayaan Jawa, maka otomatis kostum, bahasa, kultur budaya, setting tempat, dan

idealisme cerita akan berbeda dengan cerita aslinya di India. Bahkan wayang di Jawa dan

Bali ada penambahan tokoh-tokoh Punakawan, yaitu Semar, Petruk, Bagong, dan Gareng,

yang tidak ada dalam cerita Ramayana dan Mahabharata yang asli.

Yang menarik pada penggunaan kostum tokoh utamanya yaitu tokoh Jayang Rana dan

Tokoh Umar Maya. Kostum kedua tokoh itu mirip dengan kostum salah satu tokoh dalam

lakon wayang Mahabharata. Seperti bisa kita lihat kostum tokoh Umar Maya sangat mirip

dengan kostum Gatot Kaca, dan kostum tokoh Jayang Rana mirip dengan kostum Samiaji

atau Arjuna.

Kemiripan kostum tokoh-tokoh tersebut sepertinya bukan karena kebetulan semata.

Mengingat kesenian ini juga cara pementasanya mirip dengan wayang orang, setidaknya ada

pengaruh dari kesenian wayang orang, baik itu dari segi pementasan ataupun dari segi tokoh

dan cerita.

Page 19: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

Sanangat mungkin jika kesenian ini mengadopsi cara pementasan ataupun karakter

tokoh dari kesenian wayang orang. Apalagi jika didukung oleh sedikit kesamaan latar

ataupun ide cerita.

Secara psikologis masyarakat pada saat itu (tahun 1940) haus akan hiburan. Dengan

konsep pertunjukan yang lebih sederhana dan cerita yang memberikan pembaruan kepada

jiwa masyarakat, sangat mungkin gonggo lahir dengan kesederhanaannya untuk memenuhi

asupan rohani masyarakat. Bisa disebut juga gonggo sebagai kesenian wayang orang mini,

karena pemain dan penayaga (penabuh gamelan tidak selengkap wayang orang).

Dalam kesenia gonggo ada kesesuaian karakter Umar Maya dengan gatot Gaca dan

Jayang Rana dengan Arjuna. Dalam kesenian gonggo, Jayang Rana adalah seorang raja dan

Umar Maya adalah pengawalnya yang menemaninya menuntut ilmu sehingga tercapainya

ilmu hidup sejati. Dalam lakon Mahabharata pun sebenarnya raja atau penurun keturunan raja

adalah Arjuna bukan Samiaji, karena dalam cerita kelak Arjuna akan diwisuda menjadi raja

karena hanya Arjuna yang mempunyai keturunan, yang kelak akan meneruskan

keberlangsungan kerajaan Astina, dan Gatot Kaca adalah pengawal negara yang secara tidak

langsung adalah penjaga keamanan jiwa Arjuna sendiri. Dalam lakon perang Bharatayuda,

Arjuna dan Gatot Kaca memiliki ikatan batin tersendiri, karena pada akhirnya Gatot Kaca

rela mengorbankan dirinya sendiri demi menjaga Arjuna agar tidak tewas dalam perang

Bharatayuda.

Menurut Ramin (70) yang merupakan pendiri kesenian gonggo di Desa Kujangsari,

kesenian gonggo ini selain untuk sarana hiburan masyarakat juga sebagai media dakwah

Islam. Menurutnya, ketika gerakan Komunis merajarela di Indonesia, kesenian gonggo ini

sudah ada dan tetap berbicara dengan dengan dakwahnya. Tetapi ketika ditanya apakah ada

kaitannya kesenian gonggo ini dengan gerakan komunis yang sedang merajarela, Ramin

membantahnya, bahwa kesenian ini tidak terpengaruh oleh aktivitas politik yang sedang

berlangsung, dan kesenian gonggo ini murni sebagai sarana hiburan dan dakwah Islam,

sederhananya dakwah melalui kesenian.

Tetapi kalau dilihat dari sudut pandang lain, satu sama lain akan saling memberikan

pengaruh. Ketika gerakan komunis meracuni masyarakat dengan pahamnya, maka kesenian

gonggo dengan dakwahnya akan menjadi semacam penawar dari racun yang disebarkan oleh

gerakan komunis tersebut.

Page 20: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

KESIMPULAN

Masyarakat Desa Kujangsari memiliki lebih dari dua bahasa yang mereka kuasai, di

antaranya bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia. Umumnya, mereka

menggunakan dua bahasa saat berinteraksi dengan tetangga yaitu bahasa Jawa dan bahasa

Sunda. Kedua bahasa dapat mereka tuturkan tersebut sama baiknya. Jadi, masyarakat Desa

Kujangsari tergolong masyarakat bilingualisme.

Mereka menggunakan bahasa Jawa ketika berinteraksi dengan orang Jawa dan

menggunakan bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Sunda, namun orang Sunda

maupun orang Jawa itu pun bisa menggunakan kedua bahasa tersebut. Keunikan dalam

berbahasa di desa ini sangat terlihat. Menurut kami, mereka masih tetap mempertahankan

bahasa ibunya agar tidak hilang sehingga mereka lebih memilih untuk menguasai bahasa lain

daripada harus menghilangkan bahasa ibu mereka.

Pada mulanya Desa Kujangsari adalah hasil pemekaran dari Desa Pataruman

(1968). Waktu itu Banjar masih masuk dalam salah satu Kecamatan dalam Kabupaten

Ciamis, dan ada salah satu desa dalam Kecamatan Banjar yaitu Desa Pataruman. Pada tahun

1968, Desa pataruman dimekarkan menjadi dua Desa, yaitu Desa Tambak Baya dan Desa

Langensari.

Nama Kujangsari tersebut diambil dari nama salah satu senjata perang paling sakti

yang bernama Kujang Gerang, yang menjadi keramat masyarakat sekitar yang berada di

Gunung Sangkur. Konon menurut cerita masyarakat sekitar, pengambilan nama Kujang

Gerang tidak seluruhnya digunakan sebagai nama Desa, karena kalau seluruhnya “Kujang

Gerang” digunakan sebagai nama Desa maka akan terdengar terlalu menakutkan, karena

“Gerang” artinya ganas. Maka “Gerang” diganti dengan “Sari” yang berarti mata air yang

mengalir ke desa itu berasal dari sari mata air Gunung Sangkur. Maka tersebutlah nama Desa

ini menjadi Desa Kujangsari.

Desa Kujangsari ini memiliki sebuah kesenian tradisional yang tidak terdapat di

daerah Indonesia mana pun yaitu kesenian gonggo. Tatanan masyarakat yang dibentuk oleh

desa ini bisa dijadikan percontohan agar desa-desa di Indonesia bisa meniru tatanan

Page 21: PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA …blogs.unpad.ac.id/kklsastraindonesiaunpad/files/.../KKL-KUJANGSARI.pdfdata sosial budaya, folkor, ataupun kearifan lokal yang didapatkan

masyarakat di Desa Kujangsari ini. Keasrian alam, sarana dan prasarana Desa dijaga serta

dirawat oleh penduduk desa ini. Pemuda Desa ini banyak yang sedang melanjutkan sekolah

ke perguruan tinggi, hal ini menunjukkan bahwa penduduk sadar akan pendidikan. Sekian

kesimpulan dari penyusun.