program studi s1 ilmu perpustakaan fakultas ilmu … · dalam berbagai hal. oleh karena itu,...

99
i PENGARUH PENGELOLAAN ARSIP SERAT KEKANCINGAN TERHADAP PENGATURAN HAK ATAS TANAH BERSTATUS MAGERSARI PASKA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG PERTANAHAN DAN AGRARIA (UUPA) 1960 (STUDI KASUS ARSIP SERAT KEKANCINGAN DI KOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 Ilmu Perpustakaan Peminatan Kearsipan Oleh: Rina Rakhmawati 13040111150016 PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

Upload: buiphuc

Post on 03-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

i

PENGARUH PENGELOLAAN ARSIP SERAT KEKANCINGAN TERHADAP PENGATURAN HAK

ATAS TANAH BERSTATUS MAGERSARI PASKA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG PERTANAHAN DAN

AGRARIA (UUPA) 1960 (STUDI KASUS ARSIP SERAT KEKANCINGAN

DI KOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 Ilmu Perpustakaan Peminatan Kearsipan

Oleh:

Rina Rakhmawati

13040111150016

PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013

Page 2: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

ii

Page 3: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Tidak ada yang tidak mungkin, jika Allah Swt. berkehendak jadilah, maka jadilah.

PERSEMBAHAN

1. Ayah dan ibu, serta keluarga besar di Tegal. 2. Keluarga besar Kos Pelangi Sastra di Yogyakarta

dan wisma Zakiyah El Shafira di Semarang untuk semua motivasi dan sandarannya.

3. Praktisi, akademisi dan pemerhati kearsipan Indonesia dan Internasional yang sudah banyak menginspirasi.

4. KADIKGAMA dan HIMADIKA FIB UGM untuk segala bentuk inspirasi dan inovasinya.

5. Pak Waluyo, Pak Burhan, Mba Imuth, Mas Suprayitno, Dek Dian, Dek Lia, Dek Astna, Dek Tatik, Dek Maya, Dek Fasyiah untuk segala bentuk pengertian, semangat, inspirasi dan pemahamannya.

Page 4: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

iv

Page 5: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

v

Page 6: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

vi

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Swt., Maha Cendekia lagi Maha

Bijaksana, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengelolaan Arsip Serat

Kekancingan Terhadap Pengaturan Hak Atas Tanah Berstatus Magersari Paska

Pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan Dan Agraria (UUPA) 1960 (Studi Kasus

Arsip Serat Kekancingan di Kota Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta)”.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dra. Ngesti Lestari, M.Si dan Dr. Agustinus Supriyono, M.A, selaku dosen

pembimbing dalam penulisan skripsi.

2. Drs. Ary Setyadi, MS. selaku ketua lintas jalur program studi Ilmu

Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya Undip.

3. Dra. Sri Ati Suwanto, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas

Ilmu Budaya Undip.

4. Staf dekanat dan staf pengajar Fakultas Ilmu Budaya Undip, terutama pada

jurusan ilmu perpustakaan peminatan kearsipan.

5. Pihak Keraton Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat kekurangan

dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi tercapainya kesempurnaan dalam skripsi ini. Akhirnya penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, September 2013

Penulis

Page 7: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

vii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pengelolaan Arsip Serat Kekancingan Terhadap Pengaturan Hak Atas Tanah Berstatus Magersari Paska Pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan Dan Agraria (UUPA) 1960 (Studi Kasus Arsip Serat Kekancingan Di Kota Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta)”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan memahami sejarah arsip serat kekancingan sebagai bukti legal pemegang hak magersari atas tanah keraton, mengetahui dan memahami pengelolaan arsip serat kekancingan sebagai bukti legal pemegang hak magersari atas tanah Keraton Yogyakarta, mengetahui dan memahami pengaruh yang ditimbulkan dari pengelolaan arsip serat kekancingan terhadap pengaturan hak tanah magersari di Kota Yogyakarta sebelum dan setelah pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan Agraria (UUPA) 1960. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Adapun subjek penelitian adalah pengelola arsip serat kekancingan, baik petugas arsip maupun warga pemegang arsip kekancingan. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer (catatan lapangan, analisis arsip dan transkrip in-deepth interview) dan data sekunder (studi literatur dan rujukan akademis). Teknik pengumpulan data menggunakan tiga sumber, yaitu studi pustaka, observasi tanpa peranserta dan terbuka, dan wawancara mendalam. Sedangkan analisis data yang digunakan yaitu pendekatan oral history (sejarah lisan). Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh simpulan bahwa periode awal penggunaan arsip serat kekancingan sebagai bukti legalitas pemegang hak magersari belum diketahui secara pasti, namun arsip kekancingan tertua yang sudah diinventarisasi bagian arsip di Perpustakaan Widya Budaya Keraton Yogyakarta berada pada periode 1942 – 1946. Selain itu, pengelolaan arsip serat kekancingan berpengaruh dalam pengaturan hak atas tanah dengan status penghuni magersari setelah diberlakukannya UUPA 1960. Penataan arsip yang belum sesuai standar kearsipan yang baik menyebabkan sulitnya proses temu balik arsip, munculnya beragam sengketa tanah antar warga, antar kerabat kerabat keraton maupun antara warga dengan keraton, serta arsip menjadi rawan terhadap berbagai bahaya, seperti pemalsuan dan pencurian. Saran yang diajukan, yaitu perlunya penguatan landasan hukum dalam administrasi arsip serat kekancingan, pendayagunaan tenaga arsiparis BPAD Yogyakarta untuk membimbing penataan arsip yang sesuai standar prosedur, pembenahan sistem pemberkasan arsip, dan pengadaan sarana dan prasarana kearsipan yang lebih baik dan aman bagi keamanan fisik maupun informasi arsip. Kata kunci : serat kekancingan, magersari, tanah, Yogyakarta

Page 8: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

viii

ABSTRACT

This research entitled “The Impact of Record Management of Serat Kekancingan Toward the Adjusment of Land Rights with Magersari Status After the Enforcement of Undang-Undang Pertanahan dan Agraria (UUPA) 1960 (A Case Study related to Serat Kekancingan in Yogyakarta City, in the Daerah Istimewa Yogyakarta)”. This study attempts to discover and comprehend the history of serat kekancingan as a legal evidence of magersari land rights, understanding the records management of serat kekancingan, and the impact of record management of serat kekancingan toward the adjusment of magersari land rights (Undang-Undang Pertanahan dan Agraria or UUPA) in Yogyakarta city area after the enforcement of land and agrarian law number 5 by the year of 1960. The method used in this research is qualitative research by case study reseach. The sources of this research is obtained from record creators of serat kekancingan which is managed by Tepas Banjar Wilapa and Tepas Paniti Kismo of KeratonYogyakarta. The type and data sources used in this research were primary data (field notes, record analysis and in-depth interview) and secondary data (literature review and academic references). The data collection method applied in this research used three sources; they were literature study, open non-participation’s observation, and in-deepth interview. Meanwhile, the data analysis method applied in this research used oral history approach. The result showed that early period of serat kekancingan as a legal evidence of magersari land rights is still unknown. But, the earliest archives that inventoried in Widya Budaya’s library is in 1942 – 1946. Furthermore, the record management of serat kekancingan has a say in the management of land rights with impact status after the reinforcement of UUPA 1960. Record regulation which is not compatible with the record criteria will causing trouble in record retrieval process, the emergence of many land disputes between the citizens, between the keraton’s kinsmen, or between citizens and the keraton, and the record could be in hazardous, also forgery and thievery. Based on the result obtained from the research, the writer suggests that there should be strengthening of law basis in serat kekancingan’s record administration, the utilization of archivist staff in BPAD Yogyakarta to introduce record regulation which is compatible to the standard procedure, the revamping of record filing system, and also procurement of best facilities and infrastructure for better records administration in Tepas Paniti Kismo Keraton Yogyakarta. Keywords : serat kekancingan, magersari, land, Yogyakarta

Page 9: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

PERNYATAAN .................................................................................................. ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v

PRAKATA ......................................................................................................... vi

ABSTRAK ........................................................................................................ vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah ...................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 8

1.5 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 9

1.6 Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 11

1.7 Batasan Istilah .............................................................................................. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 15

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 19

3.1 Desain dan Jenis Penelitian .......................................................................... 19

3.2 Objek dan Subjek Penelitian ........................................................................ 19

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 20

3.4 Pengumpulan Data ....................................................................................... 20

3.5 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 22

Page 10: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

x

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN .................................... 25

4.1 Sejarah Pemerintahan Kasultanan Yogyakarta .............................................. 25

4.1.1 Masa Pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX .............................. 26

4.1.2 Masa Pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono X ............................... 30

4.2 Sejarah Pertanahan di Yogyakarta ................................................................ 32

4.2.1 Periode Sebelum Pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan

Agraria (UUPA) 1960 di Kota Yogyakarta…………………………..……..32

5.2.2 Periode Setelah Pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan

Agraria (UUPA) 1960 di Kota Yogyakarta ................................................ 34

BAB V PENGARUH PENGELOLAAN ARSIP

SERAT KEKANCINGAN TERHADAP PENGATURAN

HAK PENGGUNAAN TANAH BERSTATUS MAGERSARI

DI KOTA YOGYAKARTA .................................................................. 37

5.1 Sejarah Arsip Serat Kekancingan ................................................................. 37

5.2 Profil Pencipta Arsip di Keraton Kasultanan Yogyakarta ............................. 39

5.3 Pengelolaan Arsip Serat Kekancingan .......................................................... 42

5.3.1 Tahap Penciptaan ...................................................................................... 42

5.3.2 Tahap Penggunaan dan Pemeliharaan ........................................................ 44

5.3.3 Tahap Penyusutan ..................................................................................... 48

5.4 Pengaruh Pengelolaan Arsip Kekancingan terhadap Pengaturan

Hak Penggunaan Tanah Berstatus Magersari ................................................ 49

5.4.1 Analisis Arsip Serat Kekancingan dalam Kasus Sengketa Kios

di Jalan Suryowijayan ............................................................................... 50

5.4.2 Analisis Arsip Serat Kekancingan dalam Kasus Sengketa

Jalan Brigjen Katamso Gondomanan ......................................................... 54

5.4.3 Analisis Arsip Serat Kekancingan dalam Kasus Sengketa

Pengelolaan Hak Magersari Antar Kerabat Keraton Yogyakarta ................ 56

Page 11: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

xi

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 59

6.1 Simpulan ...................................................................................................... 59

6.2 Saran ............................................................................................................ 61

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 63

Page 12: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

xii

DAFTAR ISTILAH

Abdi dalem : orang yang mengabdi kepada raja

Apanage : tanah lungguh dalam Bahasa Belanda

Arsip dinamis aktif : arsip yang frekuensi penggunaan

dalam administrasi keseharian masih

tinggi

Arsip statis : arsip yang tidak lagi digunakan dalam

kegiatan administrasi pencipta namun

memiliki nilai kebuktian dan ilmu

pengetahuan

Bekel : orang yang mengelola tanah-tanah

lungguh para bangsawan pada masa

kolonial sebelum reorganisasi tanah

di daerah pedesaan.

Filing cabinet : tempat penyimpanan arsip dinamis

aktif berupa lemari yang terbuat dari

besi

Folder : tempat penyimpanan arsip berbentuk

map

Hak andarbe : hak milik individual yang bisa

diwariskan

Hak Anggaduh : hak menggarap

In Natura : dengan barang

Page 13: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

xiii

Jadwal Retensi Arsip (JRA) : suatu daftar yang berisi tentang

kebijakan penyimpanan jangka

panjang arsip dan penetapan simpan

permanen dan musnah

Jeron beteng : wilayah dalam benteng kerajaan

Kapanewon : setingkat kecamatan

Kasunanan : kerajaan yang dikepalai oleh sunan

(setingkat sultan)

Kawedanan Hageng Sarta Kriya : bagian dalam wilayah organisasi

pemerintahan Keraton Yogyakarta

yang mengatur masalah kendaraan

dan bangunan Keraton Yogyakarta,

termasuk di dalamnya tanah keraton

Ketlingsut : terselip

Kitab Angger-angger : kumpulan sumber hukum yang

dipakai sebagai pedoman dalam

menjalankan roda peradilan

tradisional di Kasultanan Yogyakarta

Klapper : suatu daftar mengenai nama, tempat

dan berbagai subject heading lainnya

yang disusun secara alfabetis dan

Page 14: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

xiv

berfungsi sebagai jalan masuk

terhadap buku-buku index saja

Landreform : pengaturan kembali masalah

pertanahan

Lintir : pemindahan hak magersari atas tanah

tersebut diberikan kepada orang lain

Liyer : pemindahan hak magersari atas tanah

diberikan atau diwariskan pada

keturunannya atau kerabat.

Magersari : orang yang bertempat tinggal di atas

tanah milik keraton karena telah

berjasa atau sebab pewarisan, baik

melalui liyer atau lintir.

Mancanagara : wilayah kerajaan yang berada di luar

nagaragung. Wilayah mancanegara

Kerajaan Yogyakarta jika dilihat pada

perspektif kekinian diantaranya

Semarang, Banyumas, Ngawi, Madiun

dan sekitarnya.

Manuskrip : naskah kuno

Mengeti Siti : daftar pencatatan tanah

Nagara atau Nagaragung (Nagara Agung) : daerah di sekitar kuthagara (keraton)

yang banyak terdapat tanah lungguh

Page 15: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

xv

Pakualaman ground : tanah yang dimiliki dan dikelola oleh

Kadipaten Pakualaman

Pamong praja : pegawai pemerintahan

Panewu : setingkat camat

Paniti Kismo : satuan khusus Keraton Yogyakarta

yang menangani masalah pertanahan

keraton

Priyayi : birokrat, pegawai pemerintah atau

kerajaan yang merupakan golongan

atas dalam masyarakat Jawa

Rijksblaad : lembaran kerajaan dalam Bahasa

Belanda

Romusha : kerja paksa pada masa pendudukan

Jepang

Serat kekancingan : surat keputusan tentang kepemilikan

tanah atau silsilah keturunan atau

pengangkatan jabatan.

Sultan ground : tanah yang dimiliki dan dikelola oleh

pihak kasultanan

Swapraja : daerah bekas kerajaan yang memiliki

kekhususan peraturan dan diakui

oleh pihak penjajah

Page 16: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

xvi

Tanah Lungguh : tanah jabatan sementara yang

diberikan sebagai gaji seorang

priyayi karena mereka memiliki

jabatan dalam pemerintahan kerajaan

pada waktu tertentu atau bangsawan

karena ikatan kekeluargaan.

Tedakan : salinan atau turunan

Tepas Banjar Wilapa : Kantor yang mengurusi dokumentasi

Keraton Yogyakarta, baik bahan

pustaka, manuskrip hingga arsip

VOC : Vereenigde Oost Indische Compagnie

(Persekutuan Perusahaan Dagang

Hindia Timur milik Belanda)

Page 17: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 ........................................................................................................... 47

Gambar 2 ........................................................................................................... 51

Gambar 3 ........................................................................................................... 55

Gambar 4 ........................................................................................................... 57

Page 18: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Ringkasan Transkrip Narasumber ............................................... 67

LAMPIRAN B Contoh Arsip Kekancingan dan Surat Permohonan

Hak Magersari ............................................................................ 69

LAMPIRAN C Dokumentasi Penelitian .............................................................. 73

LAMPIRAN D Lembar Konsultasi Skripsi.......................................................... 76

LAMPIRAN E Peta ............................................................................................ 78

LAMPIRAN F Surat Ijin Penelitian .................................................................... 79

LAMPIRAN G Biodata Peneliti…………………………………………………. 80

Page 19: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembahasan tentang pertanahan di Indonesia dinilai cukup sensitif, tetapi

juga menarik. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan dominasi wilayahnya

yang diliputi laut, faktanya memiliki persoalan tanah yang terbilang rawan. Setiap

tahun dapat ditemui beberapa kasus sengketa tanah, baik antar warga, warga

dengan perusahaan, bahkan warga dengan negara. Sengketa tanah tersebut

seringkali dilatar belakangi oleh tiadanya alat bukti dokumen yang sah di pihak

masyarakat awam atau alat bukti dokumen ganda dengan objek tanah yang sama.

Sumber sengketa yang berkaitan dengan dokumen, dapat dilihat dari kesadaran

dan kepahaman dalam pengelolaan arsip pertanahan di lembaga pertanahan.

Kesadaran dan kepahaman timbul dari pengetahuan tentang pentingnya arsip dan

pengelolaannya.

Pada mulanya, arsip dipahami sebagai kumpulan naskah. Perkembangan

teknologi informasi dan direvisinya undang-undang kearsipan, pengertian arsip

mengalami perluasan. Dalam undang-undang nomor 43 tahun 2009 tentang

kearsipan menegaskan:

Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (ANRI, 2010: 4).

Page 20: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

2

Menurut undang-undang tersebut, arsip diartikan sebagai rekaman peristiwa

dalam bentuk tekstual dan non-tekstual yang diciptakan oleh beberapa kelompok

sosial, baik milik negara, daerah, swasta, perseorangan hingga swadaya

masyarakat. Pengelolaan arsip pun mengalami perkembangan setelah

ditemukannya teori Records Continuum Model yang membagi pengelolaan arsip

dalam 4 tahap yang saling bersinggungan, yaitu penciptaan arsip, alih media atau

konversi arsip (records capture), organisasi memori pribadi dan korporasi, serta

pluralisasi memori kolektif. Namun pada kenyataannya, konsep Records

Continuum Model ini belum banyak dipahami dan diaplikasikan secara utuh

menyeluruh dalam pengelolaan arsip di Indonesia, utamanya arsip pertanahan.

Hal ini mengakibatkan masih meluasnya sengketa tanah, utamanya di daerah-

daerah.

Selain pemahaman terhadap tata kelola arsip, perlu juga diketahui dan

dipahami bentuk arsip yang menjadi alat bukti kuat dalam pengaturan tanah,

khususnya di daerah-daerah yang memiliki kekhususan administrasi

pemerintahan. Meskipun secara umum alat bukti kuat pemanfaatan tanah oleh

perseorangan dan/atau lembaga dapat melalui akta atau sertifikat tanah, tidak

demikian halnya yang berlaku di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum

diberlakukannya undang-undang keistimewaan nomor 13 tahun 2012, Yogyakarta

sudah diakui sebagai daerah istimewa pada masa pemerintahan Presiden

Soekarno. Melalui pemberlakuan undang-undang nomor 13 tahun 2012, salah satu

pengakuan keistimewaan Yogyakarta ada pada pengelolaan tanah.

Page 21: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

3

Yogyakarta, dalam perjanjian Giyanti 1755 merupakan salah satu wilayah

pecahan Kerajaan Mataram Islam. Pada masa sebelum reorganisasi tanah sekitar

tahun 1918, tanah dibawah kuasa penuh sultan (raja). Hal ini didasarkan pada

konsep kerajaan Jawa bahwa sultan (raja) adalah sumber satu-satunya dari

segenap kekuatan dan kekuasaan, dan dialah pemilik segala sesuatu di dalam

kerajaan, dan karena itu dia diidentikkan dengan kerajaan (Soemardjan, 1981: 28).

Selo Soemardjan menggambarkan bentuk kewilayahan kerajaan Jawa dalam

diagram lingkaran sebagai berikut:

Lingkaran 1 menunjukkan lingkungan keraton, mencakup istana kediaman

sultan (raja) bersama keluarganya. Pada lingkungan ini juga terdapat kantor para

pangeran dan bangsawan yang menjadi penyambung komunikasi Sultan dengan

kalangan priyayi atau wong cilik (rakyat). Di lingkungan keraton berlaku pula

1

2

3

4

SULTAN

Page 22: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

4

aturan-aturan sangat ketat masalah bahasa,pakaian,tatalaku dan protokol khusus.

Lingkaran kedua disebut nagara atau ibukota yang didiami oleh kaum

bangsawan, para pangeran, patih dan pejabat tinggi lainnya. Mereka bertanggung

jawab atas berbagai hal di luar keraton. Lingkaran ketiga disebut wilayah

nagaragung atau nagara agung atau ibukota yang besar, yang dibagi dalam

beberapa petak tanah dan penduduknya, dengan seorang pangeran atau priyayi

tingkat tinggi yang diberi hak menarik pajak atas nama sultan (raja). Lingkaran

keempat atau terluar disebut mancanagara. Sultan tidak memperkenankan para

pangerannya memiliki tanah lungguh (tanah yang diberikan sultan kepada

keluarga dan birokrat kerajaan) di wilayah mancanagara. Bahkan sultan pribadi

yang kemudian menunjuk para bupati untuk memerintah di wilayah mancanagara,

dibawah pengawasan dan bimbingan patih. Paska perjanjian yang ditandatangani

pada tahun 1831 antara sultan dengan Belanda usai perang Diponegoro, pihak

keraton kehilangan seluruh wilayah mancanagara – nya.

Posisi rakyat pada masa sebelum reorganisasi 1918 hanya sebagai penggarap

tanah lungguh. Mereka hanya dikenakan hak anggaduh atau hak pakai, istilah lain

dari kerja wajib, juga membayar pajak. Ketika sejumlah perusahaan swasta

memasuki Yogyakarta dan melakukan transaksi sewa atas tanah lungguh, para

kapitalis mendapatkan hak atas tanah beserta penggarapnya. Oleh karena pada

awalnya hanya sebagai penggarap, rakyat yang kemudian dijadikan buruh

perusahaan, tidak mendapatkan upah. Hal ini menimbulkan kesulitan hidup yang

bertambah bagi rakyat penggarap tanah. Pada tahun 1912, para pejabat keraton

Page 23: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

5

dan Belanda sepakat untuk memberikan perlindungan hukum kepada penduduk

pedesaan yang berlaku pada tahun 1918, atau masa landreform.

Paska reorganisasi 1918 yang juga ditandai dengan pembentukan

desa/kelurahan sebagai badan hukum, diberikan pula hak andarbe atau hak milik

atas tanah dalam wilayahnya, kecuali tanah-tanah yang dibawah kendali langsung

kerajaan (Departemen Kehakiman, 1977: 296). Namun hak rakyat secara individu

atas tanah masih berupa hak anggadhuh atau hak pakai, meski secara turun-

temurun atau dapat diwariskan. Pada masa ini, tanah lungguh dihapuskan, dan

berdasarkan RK (Rijksblaad Kasultanan) nomor 16/1918 pasal 4 jo pasal 7 dan

RPA (Rijksblaad Pakualaman) nomor 18/1918 bahwa tanah-tanah yang kemudian

diserahkan kepemilikannya kepada desa diperuntukkan sebagai :

1. Tanah bengkok (gaji) bagi pejabat-pejabat desa yang masih aktif; 2. Tanah pangarem-arem (pensiun) bagi pejabat-pejabat desa yang telah

berhenti dengan hak mendapat pensiun; 3. Tanah kas desa (kekayaan desa) untuk membiayai administrasi dan

pembangunan desa) (Departemen Kehakiman, 1977: 297).

Kondisi pertanahan tersebut berlangsung hingga dikeluarkannya Peraturan

Daerah Istimewa Yogyakarta bidang agraria yang mengubah hak rakyat atas tanah

dari hak anggadhuh atau hak pakai turun temurun menjadi hak andarbe atau hak

milik turun-temurun dalam ikatan desa. Dengan demikian, penggunaan tanah di

desa berdasarkan PDIY nomor 5 tahun 1954 pasal 6 ayat 3 yaitu:

1. Lungguh; 2. Pangarem-arem; 3. Kas desa 4. Kepentingan umum.

Magersari berbeda secara harfiah dengan tanah lungguh. Status magersari

diberikan karena seorang abdi dalem dianggap telah berprestasi terhadap kerajaan

Page 24: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

6

(keraton). Prawiroatmodjo dalam “Bausastra Jawa-Indonesia” mengartikan

magersari sebagai orang yang menumpang di halaman para bangsawan atau orang

lain (Prawiroatmodjo, 1957 : 322). Hal ini mengindikasikan bahwa magersari

bukanlah status tanah, namun status penghuni atau penggarap tanah yang

merupakan bagian dari sultan ground. Pernyataan bahwa magersari merupakan

bagian dari sultan ground dijelaskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam

pengantar “Naskah Sumber Arsip seri 3: Ngindung di Tanah Kraton Yogyakarta”

terbitan Kantor Arsip Daerah Yogyakarta, bahwa hak magersari diberikan kepada

penghuni sultan ground karena adanya ikatan historis, diperuntukkan bagi WNI

asli dengan jangka waktu selama mereka menghuni, juga berkaitan dengan

prestasi kepada keraton (Kantor Arsip Daerah Yogyakarta, 2010 : xiii). Setelah

pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan Agraria nomor 5 tahun 1960,

terjadi dualisme hukum pertanahan di wilayah Yogyakarta, khususnya terkait

dengan pengelolaan sultan ground yang di dalamnya terdapat penghuni berstatus

hak magersari. Kondisi tersebut juga berdampak dalam pendokumentasian

kepemilikan tanah. Pada umumnya, pendokumentasian hak atas tanah hanya

berupa sertifikat atau akta tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan

Nasional. Sementara itu, dalam pengelolaan tanah keraton, arsip yang mendapat

prioritas pertama adalah kepemilikan serat kekancingan, selain juga pengesahan

dari Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta.

Arsip serat kekancingan merupakan salah satu jenis arsip vital. Hal ini tersirat

dari pernyataan pengageng Paniti Kismo KGPH Hadiwinoto bahwa pihak keraton

menerbitkan serat kekancingan hanya satu kali kepada yang terlebih dahulu

Page 25: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

7

mengajukan permohonan. Menurut undang-undang nomor 43 tahun 2009 tentang

kearsipan disebutkan bahwa arsip vital adalah arsip yang keberadaannya

merupakan persyaratan dasar bagi kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak

dapat diperbarui, dan tidak tergantikan apabila rusak atau hilang. Penekanan

pengelolaan arsip vital terdapat pada metode perlindungan dan penyusutan,

sedangkan pada tahap penciptaan hingga pendistribusian termasuk dalam

rangkaian pengelolaan arsip dinamis.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan mengambil permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah kemunculan arsip serat kekancingan?

2. Bagaimana pengelolaan arsip serat kekancingan paska pemberlakuan

undang-undang pertanahan dan agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960?

3. Bagaimana pengaruh arsip serat kekacingan dalam pengaturan hak atas

tanah keraton yang berupa tanah dengan penghuni berstatus magersari?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui dan memahami sejarah arsip serat kekancingan sebagai

bukti legal pemegang hak magersari atas tanah keraton;

2. Mengetahui dan memahami pengelolaan arsip serat kekancingan sebagai

bukti legal pemegang hak magersari atas tanah Keraton Yogyakarta;

Page 26: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

8

3. Mengetahui dan memahami pengaruh yang ditimbulkan dari pengelolaan

arsip serat kekancingan terhadap pengaturan hak tanah magersari di

Kota Yogyakarta sebelum dan setelah pemberlakuan Undang-Undang

Pertanahan dan Agraria (UUPA) 1960.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kearsipan dan sejarah lokal.

Selain itu, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi penelitian

selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Peneliti

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan penulis dapat memahami

penerapan ilmu kearsipan, baik secara teoritis maupun praktis di bidang

pertanahan, terutama tanah yang dikelola lembaga khusus seperti Keraton

Yogyakarta. Hal ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang

pengembangan ilmu kearsipan dan korelasinya dengan disiplin keilmuan lain

seperti pertanahan, hukum dan sejarah, dalam memberikan solusi terbaik bagi

permasalahan pengelolaan tanah keraton, terutama setelah ditetapkannya undang-

undang keistimewaan Yogyakarta.

Page 27: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

9

1.4.2.2 Bagi Objek Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

Kota Yogyakarta, Arsip Keraton Yogyakarta, Kawedanan Ageng Panitikismo

serta Badan Pertanahan Nasional Provinsi DI Yogyakarta dalam pengembangan

dan pemahaman kearsipan, sekaligus sebagai bahan evaluasi dalam perencanaan

pengelolaan arsip serat kekancingan.

1.4.2.3 Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan

seputar penerapan ilmu kearsipan dalam menjawab persoalan bidang pertanahan,

khususnya tanah Magersari di Yogyakarta. Selain itu, juga dapat dimanfaatkan

sebagai bahan rujukan kajian oleh pihak-pihak yang membutuhkan, terutama

bidang kearsipan, pertanahan dan hukum.

1.5 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta

merupakan ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 32,5 Km2.

Kota Yogyakarta terbagi dalam 14 kecamatan, 45 kelurahan, 617 RW dan 2531

RT dengan jumlah penduduk 428.282 jiwa. Kota Yogyakarta memiliki ragam

potensi wisata yang menunjang kehidupan masyarakatnya. Selain Keraton

Yogyakarta dan pusat belanja Malioboro, terdapat juga beberapa perkampungan

budaya di kawasan jeronbeteng (dalam benteng) yang umumnya dihuni para abdi

dalem dengan kekhasan masing-masing. Potensi bidang pariwisata tersebut

Page 28: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

10

menjadikan Kota Yogyakarta memiliki tingkat hunian dan kebutuhan lahan yang

cukup tinggi.

Waktu penelitian dibatasi dari bulan April hingga Agustus 2013 karena

sedang dilakukan pendataan inventaris Keraton Yogyakarta, termasuk dalam hal

ini adalah tanah milik keraton. Pendataan inventaris keraton kembali dilakukan

menyusul diberlakukannya undang-undang keistimewaan Yogyakarta dan

penyusunan draft peraturan daerah keistimewaan.

Page 29: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

11

1.6 Kerangka Pemikiran

1.7 Batasan Istilah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah pengaruh diartikan sebagai

daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang,benda) yang ikut membentuk

Serat Kekancingan

Lintiran

SultanGround

Magersari

Abdi Dalem Keraton

Liyer

Paniti Kismo Kantor Pertanahan

Pewaris I,II,III,dst.

Non-Pewaris

Calon Pengguna

Rekomendasi Kantor

Pertanahan

Magersari

Serat Kekancingan

KESENJANGAN

1. Pemindahan hak magersari tanpa pemberitahuan kepada pihak keraton (tidak dicatat secara resmi)

2. Alih guna untuk bangunan hunian permanen

3. Biaya sewa diatas batas maksimal sewa yang ditetapkan pihak keraton

4. Pengelolaan arsip serat kekancingan antara pihak pengguna dan Paniti Kismo.

Page 30: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

12

watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Sedangkan dalam Oxford Learner’s

Pocket Dictionary, istilah pengaruh diartikan sebagai :

1. Effect : change that somebody/something causes in somebody/something else;start to produce the results that are intended; come into use; (Oxford University Press, 2008 : 143)

2. Impact : strong effect that something has on somebody/something; (Oxford University Press, 2008 : 220)

3. Influence : effect that somebody/something has on the way somebody thinks or behaves or on the way something develops; power to produce an effect on somebody/something; somebody or something that affects the way people behave or think; have an effect on somebody/something. (Oxford University Press, 2008 : 228)

Jika melihat pada konteks sosiologi Yogyakarta, maka pengaruh dalam

penelitian ini lebih tepat diartikan sebagai sebuah impact. Meski pengaruh ini

membawa sebab-akibat seperti diartikan dalam istilah effect, Soerjono Soekanto

dalam “Kamus Sosiologi” menegaskan bahwa efek adalah :

1. Kekuasaan tanpa kekerasan atau paksaan 2. Penerapan kekuasaan 3. Kekuasaan yang menyangkut persuasi. (Soekanto, 1983 : 152)

Pengaruh arsip serat kekancingan terhadap pengaturan hak atas tanah

magersari tidak sekedar suatu penerapan kekuasaan keraton terhadap individu atau

kelompok yang menempati tanahnya dengan suatu ajakan. Penggunaan dokumen

tertulis untuk menempati tanah keraton jelas ditetapkan dalam hukum tradisional.

Oleh karena itu, jika individu atau kelompok yang menempati tanah magersari

tanpa dilengkapi arsip serat kekancingan, maka dapat diragukan legalitas dan

yuridisnya sehingga pihak keraton dapat memberlakukan hukum yang tegas

terhadap pihak yang bersangkutan. Apalagi dengan adanya inventarisasi aset

Page 31: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

13

keraton, keberadaan arsip serat kekancingan akan lebih memudahkan dalam

pengelolaan aset tanah keraton, utamanya yang menempati berstatus magersari.

Kekancingan atau layang kekancingan dalam “Bausastra Jawa-Indonesia

diartikan sebagai piagam, surat keputusan atau ketetapan (Prawiroatmodjo, 1957:

205). Ada tiga pendapat utama yang tersebar di masyarakat Yogyakarta perihal

pemahaman serat kekancingan. Meski tidak dideskripsikan lebih detail dalam

literatur akademik, ada tiga pendapat utama yang tersebar di masyarakat perihal

pengertian dan pemahaman serat kekancingan, yaitu:

1. Serat kekancingan yang dimaknai sebagai surat keterangan silsilah

keturunan raja atau sultan (http://cakrakrisna.wordpress.com/, diakses:

Kedungpatangewu, 31 Januari 2013);

2. Serat kekancingan yang dimaknai sebagai surat keterangan hak sewa

tanah Magersari (http://www.antaranews.com/, diakses:

Kedungpatangewu, 31 Januari 2013);

3. Serat kekancingan sebagai surat keputusan pelantikan atau pengukuhan

abdi dalem keraton (http://www.solopos.com/, diakses:

Kedungpatangewu, 31 Januari 2013).

Arsip serat kekancingan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu

surat keterangan tentang hak sewa tanah Magersari. Pengelolaan arsip serat

kekancingan dibatasi pada pengelolaan di pihak Arsip Keraton Yogyakarta dan

warga Kota Yogyakarta yang berstatus Magersari sebagai perbandingan.

Istilah magersari sebagai orang yang menumpang di tanah para bangsawan

disepakati pula oleh Sudarsono dalam “Kamus Hukum”. Namun ada sedikit

Page 32: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

14

penambahan, magersari diartikan sebagai orang yang rumahnya menumpang di

pekarangan orang lain, dapat pula diartikan orang yang mendiami tanah milik

negara dan sekaligus mengerjakan tanah tersebut (Sudarsono, 2007 : 256).

Konteks negara yang disebutkan dalam pengertian diatas dipahami sebagai nagari

ngayogyakarta dengan hak milik tanah berada di sultan (raja).

Pengelolaan arsip dalam penelitian ini dibatasi pada pengertian sistem

pemberkasan atau sistem penyimpanan arsip serat kekancingan yang dikelola oleh

Paniti Kismo bagian Administrasi dan Perpustakaan Widya Budaya Keraton

Yogyakarta bagian kearsipan. Hal ini karena pemberkasan merupakan elemen

penting dalam kegiatan kearsipan yang menentukan keberhasilan suatu sistem

kearsipan.

Page 33: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu bidang yang menjadi perhatian utama menyangkut keistimewaan

Yogyakarta yaitu bidang pertanahan. Hal ini mengingat karakter daerah

Yogyakarta sebagai bekas daerah swapraja yang memiliki hak mengelola

pemerintahan sendiri, termasuk pengelolaan pertanahan sebagai salah satu unsur

keberadaan sebuah pemerintahan. Menurut perkembangan zaman, berkembang

pula literatur-literatur yang membahas tentang Yogyakarta, baik secara sosial

masyarakat hingga hukum, terutama hukum pertanahannya. Namun dalam hal

kearsipan di lingkungan kerajaan (keraton) belum ada literatur yang menelaah.

Fokus dokumen keraton lebih dilihat pada cabang ilmu tentang manuskrip, baik

berupa babad, kitab dan lain sebagainya. Meski termasuk dalam jenis arsip vital,

pengelolaan arsip serat kekancingan pun belum memenuhi standar pengamanan

seperti yang direkomendasikan oleh beberapa literatur kearsipan. Oleh karena itu,

penulis mengacu pada dua buku yang membahas program arsip vital dengan

sederhana agar mudah dipahami.

Buku pertama adalah “Penyusutan dan Pengamanan Arsip Vital Dalam

Manajemen Kearsipan” yang ditulis oleh Boedi Martono dan diterbitkan Pustaka

SinarHarapan. Boedi Martono, dalam buku ini, menjelaskan manajemen kearsipan

sebagai bab pengantar. Selain itu, dijelaskan pula ruang lingkup manajemen

kearsipan dan lembaga pengelola arsip, seperti ANRI dan unit kearsipan di

masing-masing organisasi pencipta arsip. Program penyusutan arsip menjadi

Page 34: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

16

prioritas kedua yang dibahas oleh Boedi Martono. Program arsip vital difokuskan

pada pembahasan tentang pengamanan dan pemeliharaan, baik fisik maupunin

formasi yang terekam dalam arsip vital. Teori daur hidup arsip yang digunakan

Boedi Martono dalam setiap pembahasan memang telah banyak ditinggalkan

sebagian besar organisasi dan praktisi kearsipan. Namun jika melihat kembali

pada kondisi system kearsipan keraton, maka pembahasan dalam buku ini masih

relevan. Sayangnya, pembahasan seputar arsip vital yang hanya terfokus pada

masalah pengamanan dan pemeliharaan, meninggalkan satu point penting dalam

program arsip vital yang diamanatkan undang-undang nomor 43 tahun 2009, yaitu

identifikasi, perlindungan dan pengamanan, dan penyelamatan danp emulihan.

Meski demikian, diperlukan adanya analisis lebih fokus dan disesuaikan dengan

kondisi kearsipan keraton. Hal ini karena William Saffady lebih memfokuskan

pada manajemen kearsipan yang ada di lingkungan perusahaan.

Buku kedua adalah “Records and Information Management : Fundamentals

of Professional Practicekarya William Saffady yang diterbitkan oleh Association

of Records Managers and Administrators.William Saffady, dalam buku ini,

menjelaskan beberapa aspek mendasar dari manajemen kearsipan, terutama

manajemen arsip dinamis. Apabila Boedi Martono menjelaskan secara garis besar

manajemen kearsipan, maka William Saffady merinci lebih lengkap dan fokus.

Buku ini terbagi dalam tujuh bab, dan bab yang relevan sebagai penunjang utama

dalam penelitian ini adalah bab enam (Vital Records), bab tujuh (Managing Active

Records I : Document Filing Systems) dan bab delapan (Managing Active Records

II : Automated Document Storage and Retrieval). Pada bab enam dijelaskan

Page 35: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

17

beberapa kegiatan yang tercakup dalam program arsip vital, diantaranya

establishing the vital records program, identifying vital records, risk analysis, dan

risk control.

Buku ketiga adalah “Perubahan Sosial di Yogyakarta” karya Selo

Soemardjan. Perkembangan sosial masyarakat Yogyakarta dibandingkan

masyarakat lain di Indonesia memang terbilang unik. Upaya mempertahankan

adat budaya asli di tengah gempuran berbagai ideologi dan budaya luar yang

masuk ke Yogyakarta secara damai maupun penindasan patut menjadi contoh.

Meski demikian, masyarakat Yogyakarta dalam perkembangannya tidak secara

kaku bertahan dengan adat budaya yang berakar dari pusat kerajaan (keraton).

Ada beberapa bentuk penyesuaian agar tidak terjadi shock culture, terutama

setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX bertahta, dan keputusan untuk bergabung

jadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan tersebut tidak hanya

berupa minimalisasi upacara-upacara adat keraton, tetapi juga struktur

pemerintahan hingga masalah hak-hak pertanahan. Selo Soemardjan pun

membahas keterkaitan kehidupan petani dengan tanah garapannya yang menjadi

dominasi sosial masyarakat Yogyakarta. Penulis mengambil fokus pada bab-bab

yang membahas dinamika pemerintahan Kasultanan Yogyakarta pada masa

penjajahan Belanda hingga bergabung dengan Republik Indonesia. Perubahan

pemerintahan yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup cepat tentu

berpengaruh pada persoalan penataan tanah sebagai simbol batas-batas

kewilayahan. Selain itu, penulis juga mengambil bab tentang kehidupan petani

sebagai dominasi masyarakat Yogyakarta di masa awal berdirinya Kasultanan

Page 36: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

18

Yogyakarta dan pengaruhnya terhadap pengaturan tanah. Meski Selo Soemardjan

membahas secara komprehensif perubahan sosial dan imbasnya terhadap pola

pertanahan di Yogyakarta, namun masih terdapat hal-hal yang terperinci, terutama

pada masalah tanah milik keraton.Untuk menutup kekurangan buku ini, penulis

mengambil buku yang membahas tanah keraton dari tim ahli hokum keraton.

Buku keempat berjudul “Hak Sri Sultan Atas Tanah di Yogyakarta” karya

KPH Notoyudo yang diterbitkan pada tahun 1975. Buku ini membahas secara

komprehensif seputar hasil penelitian tim ahli hukum Keraton Yogyakarta tentang

hak-hak menyangkut tanah yang ada pada sri sultan. KPH Notoyudo membahas

seputar sejarah tanah keratin dari berbagai penelitian yang dilakukan bangsa

Barat, seperti Rouffaer dan de la Faille. Buku ini juga membahas bagaimana

seorang sultan mendapatkan hak pertanahan di wilayah Yogyakarta. Selain itu

juga dilengkapi dengan beberapa lampiran perundang-undangan untuk

memperkuat beberapa pernyataan hukum yang dibahas. Persoalan keistimewaan

Yogyakarta juga disinggung dalam buku karya KPH Notoyudo ini. Oleh karena

tidak dilengkapi peta wilayah maka pembaca awam akan kesulitan memahami

perubahan kondisi tanah keraton. Buku ini juga masih belum fokus pada tanah

dengan penghuni berstatus magersari.

Page 37: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain dan Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek

penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah

(Moelong, 2013: 6). Oleh karena keberagaman jenis dari desain penelitian

kualitatif, penulis mengambil jenis penelitian studi kasus, yaitu dengan

mengambil permasalahan keterkaitan antara pengelolaan arsip serat kekancingan

dengan pengaturan hak sewa tanah di lingkungan tanah magersari. Penelitian studi

kasus merupakan istilah lain dari penelitian fenomenologis, yaitu peneliti

berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang

yang berada dalam situasi-situasi tertentu.

3.2 Objek dan Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mengambil subjek penelitian pengelola arsip

serat kekancingan, baik petugas arsip maupun warga yang menjadi pemegang hak

magersari. Objek penelitian yang diambil adalah arsip serat kekancingan tanah

magersari yang berada di lingkungan Kota Yogyakarta.

Page 38: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

20

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta yang merupakan ibukota dari

Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, dilakukan di Perpustakaan Keraton

Yogyakarta “Widya Budaya” sebagai pengelola arsip serat kekancingan. Untuk

mengetahui lebih jelas tentang pengaturan hak tanah Magersari, penelitian juga

dilakukan di Dinas Pertanahan Kota Yogyakarta dan Kawedanan Hageng Sarta

Kriya bagian Tepas Paniti Kismo sebagai penentu kebijakan penggunaan tanah.

Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Juli 2013 karena pada masa ini

pemerintah Yogyakarta tengah bergiat untuk pendataan tanah di wilayahnya,

terutama tanah milik keraton.

3.4 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

pengamatan (observasi) dengan teknik tanpa peranserta dan terbuka, metode

wawancara (interview) dengan teknik wawancara mendalam, dan metode analisis

dokumen. Metode pengamatan dengan teknik tanpa peranserta dan terbuka, yaitu

peneliti hanya melakukan satu fungsi (pengamatan) dan diketahui oleh subjek,

sehingga subjek menyadari bahwa ada orang yang mengamati hal yang dilakukan

subjek. Teknik ini dilakukan peneliti dengan melihat langsung pengelolaan arsip

kekancingan di Tepas Paniti Kismo dan Perpustakaan Widya Budaya Keraton

Yogyakarta, namun tidak terlibat aktif dalam praktik pengelolaan bersama petugas

arsip. Melalui observasi tanpa peranserta dan terbuka, peneliti mendapatkan data

Page 39: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

21

primer berupa catatan lapangan tentang pengelolaan arsip serat kekancingan di

Tepas Paniti Kismo dan Perpustakaan Widya Budaya.

Metode wawancara dengan teknik pertanyaan mendalam dilakukan dengan

terlebih dahulu menentukan tema wawancara dan kriteria narasumber yang akan

diwawancara. Maksud dari teknik pertanyaan mendalam antara lain untuk

keperluan:

1. Klarifikasi jika pewawancara memerlukan lagi informasi tentang hal yang dipersoalkan sebelumnya;

2. Kesadaran kritis jika responden ditanyakan untuk memutuskan atau lebih kritis lagi, menanggapi sesuatu, menilai, atau memberikan contoh tentang sesuatu;

3. Penjelasan jika pewawancara memerlukan informasi mengenai berbagai aspek atau dimensi dari suatu pertanyaan;

4. Refokus jika responden ditanyai untuk mengaitkan, membandingkan, atau mempertentangkan jawabannya dengan topic atau ide, atau jika ditanyai untuk memikirkan alternative pemecahan atau hubungan sebab-akibat;

5. Informasi tentang intensitas perasaan responden. (Moelong, 2013 : 195-196)

Dalam penelitian ini, metode wawancara dengan pertanyaan mendalam

digunakan untuk mengklarifikasi dan memfokuskan kembali beberapa kasus

tertentu berkaitan dengan sengketa tanah yang berhubungan dengan keberadaan

bukti serat kekancingan di Kota Yogyakarta. Wawancara tidak hanya dilakukan

kepada pihak keraton selaku pencipta arsip kekancingan, tetapi juga warga yang

memegang kekancingan sehingga diharapkan muncul objektivitas dalam

memahami suatu sengketa. Metode wawancara mendalam menghasilkan data

primer berupa transkrip hasil wawancara mendalam dengan narasumber yang

telah ditentukan. Melalui transkrip hasil wawancara, peneliti dapat menganalisis

dan lebih menajamkan catatan lapangan yang diperoleh melalui metode observasi.

Page 40: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

22

Metode analisis dokumen digunakan untuk menguji, menafsirkan, bahkan

untuk meramalkan. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah arsip

serat kekancingan milik warga Patehan, Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta

tahun 1970an. Dokumen berupa arsip kekancingan termasuk dalam dokumen

resmi yang dapat menyajikan informasi tentang keadaan, aturan, disiplin, dan

dapat memberikan petunjuk tentang gaya kepemimpinan. Dokumen arsip

kekancingan dalam penelitian ini digunakan sebagai sebuah bentuk pengujian

terhadap pengelolaan fisik yang kemudian berpengaruh pada pengaturan hak

magersari atas tanah Keraton Yogyakarta.

Selain ketiga metode tersebut, untuk lebih memperkaya pembahasan hasil

penelitian, digunakan beberapa data sekunder yang bersumber dari studi pustaka,

literatur terbitan berkala serta rujukan akademik berupa thesis magister.

3.5 Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini menempuh beberapa

langkah, yaitu :

1. Penelaahan data dari berbagai sumber, yaitu dari data primer dan

sekunder yang digunakan dalam penelitian;

2. Reduksi data, yaitu membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-

pernyataan yang sesuai dengan fokus penelitian;

3. Kategorisasi data sesuai dengan subfokus penelitian;

Page 41: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

23

4. Penafsiran data melalui pembahasan hasil penelitian. (Moelong, 2013:

247).

3.5.2 Analisis Data

Untuk menajamkan analisis, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

oral history atau sejarah lisan yaitu usaha merekam kenangan yang dapat

disampaikan oleh pembicara sebagai pengetahuan tangan pertama, melalui

wawancara terencana (Baum, 1982 : 1). Teknik yang digunakan dalam

pendekatan oral history adalah wawancara topical narrative, yaitu pewawancara

mengarahkan narasumber pada topik yang sudah ditentukan, dalam kaitannya

dengan penelitian ini adalah tanah magersari. Adapun kriteria narasumber yang

digunakan, yaitu:

1. Narasumber memahami konsep pertanahan di Yogyakarta;

2. Narasumber pernah berada dalam lingkungan internal Keraton Yogyakarta

(sebagai abdi dalem);

3. Narasumber pernah mengalami sejumlah transaksi pertanahan, baik berupa

hibah sultan, sewa tanah, perpindahan hak, maupun jual beli tanah.

Wawancara dilakukan kepada arsiparis yang mengelola arsip statis di

Perpustakaan Widya Budaya dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang

bersifat terbuka namun tetap terstruktur. Selain itu, wawancara juga dilakukan

kepada salah satu kerabat abdi dalem Keraton Yogyakarta yang bertempat tinggal

di kawasan jeron beteng untuk mengetahui pemahaman masyarakat Yogyakarta

terhadap tanah keraton dan dokumen serat kekancingan. Hasil wawancara dengan

Page 42: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

24

narasumber terpilih dapat ditranskrip untuk memudahkan pembuatan indeks

rekaman. Indeks dibuat berdasarkan nama pengkisah, wilayah geografi yang

diperbincangkan serta berdasarkan subjek-subjek utama yang diliput dalam

wawancara (Baum, 1982 : 41). Perlu ditekankan bahwa metode oral history

dikembangkan untuk melengkapi cara-cara pengumpulan data yang konvensional,

sehingga sifatnya sebagai pelengkap dari data tertulis. Maka setelah dilakukan

indeksasi, dilakukan integrasi dan pencocokan data rekaman dengan data tertulis,

seperti peta pertanahan, arsip serat kekancingan, data hasil pengamatan di bagian

arsip Keraton Yogyakarta, dan data dari studi pustaka lainnya yang relevan

dengan fokus penelitian.

Page 43: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

25

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4.1 Sejarah Pemerintahan Kasultanan Yogyakarta

Pada mulanya, Keraton Yogyakarta merupakan satu kesatuan dengan Keraton

Surakarta dalam bingkai Kerajaan Mataram Islam. Secara berangsur-angsur,

Kerajaan Mataram Islam kehilangan kedaulatan yang beralih ke VOC (Vereenigde

Oost Indische Compagnie atau Persatuan Perusahaan Hindia Timur) Belanda dan

telah membuat 111 perjanjian dagang. Perjanjian-perjanjian tersebut lebih bersifat

perdagangan, namun pada tahun 1733 terdapat sebuah pasal politik yang

menyebutkan bahwa VOC diberi hak untuk membentuk pengadilan sendiri di

Semarang untuk menangani tiap kejahatan terhadap VOC (Soemardjan, 1981: 18).

Pengaruh politik VOC kembali terjadi pada pemberontakan Cina tahun 1742.

Perpecahan mulai terjadi karena pengingkaran janji sultan kepada Pangeran

Mangkubumi. Sultan berjanji memberikan hadiah berupa tanah apabila berhasil

meredam pemberontakan. Upaya damai terjadi setelah sultan meninggal dan telah

menandatangani perjanjian lebih dulu di depan Gubernur van Hohendorf agar

Sultan menyerahkan kerajaan Mataram kepada VOC dengan syarat bahwa hanya

keturunan sultan yang berhak menduduki tahta kerajaan. Perjanjian yang

dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi dan pihak Belanda dilaksanakan di Desa

Giyanti pada tahun 1755 yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua wilayah,

Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Pangeran

Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengkubowono. (Soemardjan, 1981:

20).

Page 44: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

26

Ketika Inggris tiba dan menguasai Nusantara, terjadi perpecahan di dalam

Kasultanan Yogyakarta. Selo Soemardjan menjelaskan bahwa perpecahan timbul

karena keberpihakan salah satu putra Sri Sultan Hamengku Buwono I yang juga

saudara Sri Sultan Hamengku Buwono II, kepada Inggris sehingga Gubernur

Raffles memberikan sebagian kecil daerah Yogyakarta kepadanya. Inggris

mengakui pangeran tersebut terlepas dari sultan dan memberi gelar Pakualam

(Soemardjan, 1981: 21). Dengan demikian, Kasultanan Yogyakarta terpecah

menjadi kasultanan dan Kadipaten Pakualaman. Pengaruh politik Belanda

semakin besar setelah berkuasa kembali pada tahun 1816. Hubungan politik

dengan Kasultanan Yogyakarta selalu diatur dalam perjanjian politik yang harus

diperbaharui setiap kali seorang Putra Mahkota akan bertahta. Dalam Takhta

Untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX dijelaskan

bahwa setiap kali dibuat kontrak atau perjanjian politik, Belanda selalu mencari

kesempatan untuk memperbesar dan memperluas kekuasaan karena lemahnya

sikap sultan yang tidak menguasai bahasa dan alam pikiran penjajah

(Atmakusumah (ed.), 2011: 30).

4.1.1 Masa Pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku

Buwono IX. Ada kesalahan persepsi dari pihak Belanda dalam menghadapi Sri

Sultan ke IX dalam perundingan politik sebelum naik takhta. Anggapan bahwa

setiap putra mahkota dapat dengan mudah ditaklukkan dalam setiap perundingan

politik yang selalu dimenangkan pihak Belanda, tidak berlaku saat perundingan

Page 45: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

27

dengan GRM Dorodjatun (Sultan ke IX). Berbekal pendidikan Barat yang pernah

dienyam, GRM Dorodjatun berhasil menghentikan tindakan licik yang selalu

dilakukan Belanda dengan menjadikan sultan sebagai boneka. Sebuah pernyataan

menarik yang menyiratkan sikap demokratik Sultan ke IX terlihat pada saat

upacara penobatan : walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang

sebenarnya, tetapi pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa

(Atmakusumah (ed), 2011 : 47).

Sultan ke IX hanya menghadapi masa penjajahan Belanda tidak lebih dari 2

tahun. Namun kontribusinya dalam mengamankan Yogyakarta dan menolak

penjajahan tidak berhenti setelah penjajahan Belanda digantikan oleh pendudukan

Jepang. Pada masa pendudukan Jepang terjadi perubahan struktur kepemimpinan,

yaitu ditiadakannya jabatan patih (Pepatih Dalem) sehingga tugas-tugas kepatihan

mulai diampu oleh sultan sendiri dan sultan menjadi lebih dekat dengan

rakyatnya. Sistem ini kemudian diadopsi oleh Pakualaman. Pengisian jabatan-

jabatan pamong praja tidak lagi berdasarkan trah kebangsawanan, tetapi juga

kecakapan, pendidikan dan senioritas. Perubahan pemerintahan ini, menurut Selo

Soemardjan, bertujuan untuk mencapai efisiensi yang lebih besar serta

demokratisasi pamong praja di daerah-daerah pedesaan (Soemardjan, 1981: 52).

Sultan juga menghapus kawedanan dan menempatkan wedana aktif beserta

stafnya ke tingkat kabupaten. Kondisi sosial masyarakat masa pendudukan

Jepang lebih beruntung jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Hal ini

karena siasat Sultan ke IX agar masyarakat Yogyakarta tidak mudah dipekerjakan

sebagai romusha. Siasat tersebut yaitu memanipulasi data statistik Yogyakarta dan

Page 46: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

28

meyakinkan pemerintah pendudukan bahwa Yogyakarta adalah daerah minus

(tidak subur).

Jelang akhir pendudukan Jepang, Sultan ke IX memberikan otonomi di

tingkat kabupaten seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada masa ini juga

dikenal adanya kelompok wakil panewu untuk membantu para panewu dalam

pekerjaannya dan menggantikan mereka pada waktunya. Sri Sultan juga

menghapuskan kawedanan sebagai suatu satuan pemerintahan dan menempatkan

wedana beserta stafnya di kantor kabupaten. Pada tahun 1944, juga dibentuk

Panitia Pembantu Pamong Praja (PPPP) untuk membantu panewu di setiap

kapanewon, tetapi panitia ini tidak mampu memberikan pengaruh sebab para

panewu maupun anggota panitia tidak mengetahui cara pelaksanaan tugas sehari-

hari, bahkan tak pernah menerima latihan formal atau instruksi.

Setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, Kasultanan Yogyakarta

dan Kadipaten Pakualam menyatu dalam bingkai Daerah Istimewa Yogyakarta

dan diresmikan oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 3 tahun

1952, yang sekaligus pengakuan sebagai daerah istimewa yang otonom dengan

kedudukan setingkat provinsi (Soemardjan, 1981: 59).

Arus urbanisasi dan perpindahan ibukota Republik Indonesia paska agresi

militer Belanda I menyebabkan perubahan struktur pemerintahan Yogyakarta.

Ibukota Republik Indonesia berpindah ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 atas

undangan Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Atmakusumah (ed.), 2011: 66).

Dewan Perwakilan dibentuk berdasarkan dekrit nomor 18/1946 tanggal 13 Mei

1946. Dewan tersebut dibentuk sebagai jawaban perkembangan situasi politik

Page 47: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

29

yang memunculkan partai-partai sebagai organisasi yang sempat dilarang pada

masa pendudukan Jepang, sesuai dekrit yang dikeluarkan oleh wakil presiden

pada tanggal 3 November 1945. Dewan eksekutif memiliki lima anggota di bawah

pimpinan kepala daerah dan bertanggung jawab kepada dewan legislatif.

Menurut Selo Soemardjan, dekrit yang membidani lahirnya dewan

perwakilan tidak dimaksudkan untuk melimpahkan lebih banyak kekuasaan dari

pemerintah daerah ke masing-masing kabupaten, namun memberikan kesempatan

untuk membicarakan masalah-masalah pemerintahan dan keputusan yang dibuat

tidak memiliki kekuatan hukum (Soemardjan, 1981: 64-65). Lebih lanjut

dijelaskan bahwa dewan pada tingkat kabupaten memiliki pengaruh menstabilkan

psiko-sosial dalam kekacauan sosial. Dewan sebagai penyalur suara rakyat dan

sebagai peredam tekanan-tekanan politik dan psikologis sebagai akibat rezim

Belanda dan Jepang.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan tanah, perlu diperhatikan juga

perubahan yang terjadi di tingkat pemerintahan desa. Pada dasarnya, dalam

pemerintahan desa di masa akhir penjajahan Belanda terdapat suatu bentuk

demokrasi produk lokal dari struktur pemerintahan desa yang tidak diadopsi dari

demokrasi barat. Perkembangan pedesaan di Yogyakarta berawal dari kelompok

kebekelan yang diorganisasi secara longgar pada masa tanah-tanah jabatan

bangsawan menjadi desa yang tersusun secara formal dengan kepala desa beserta

pembantu-pembantu yang dipilih, dewan desa dan hak-hak pewarisan perorangan

atas tanah (Soemardjan, 1981: 78)

Page 48: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

30

Paska kemerdekaan, tepatnya bulan April 1946 dikeluarkan serangkaian

dekrit yang menhapuskan dewan desa yang terdiri atas pemilik tanah dengan

penerapan yang menyesuaikan dengan kondisi masyarakat desa. Selain perubahan

struktur pemerintahan, juga diadakan perubahan soal luas desa dan sumber-

sumber keuangan. Sumber terbesar kas desa adalah tanah yang diberikan sebagai

“lungguh” kepada para anggota dewan desa dan sisanya yang disewakan kepada

petani warga desa dengan pembayaran in natura atau uang tunai (Soemardjan,

1981: 81).

4.1.2 Masa Pemerintahan Sultan HamengkuBuwono X

Jika Sultan ke IX dikenal dengan sebagian besar kebijakannya yang pro-

rakyat hingga disebut sebagai takhta untuk rakyat, maka berbeda situasinya

dengan Sultan ke X. Pada masa pemerintahan Sultan ke X, terjadi deretan

peristiwa yang mengguncang stabilitas keamanan masyarakat, khususnya di

Yogyakarta. Tahun 1998, ketika reformasi bergulir, sebagian besar kota besar di

Indonesia terbakar, terjadi kerusuhan massa, namun tidak demikian di

Yogyakarta. Oleh karena kedekatan Sultan ke X dengan massa, terutama

mahasiswa, kerusuhan massa dapat diredam. Bahkan keraton Yogyakarta menjadi

tempat berorasi mahasiswa. Peran Sultan ke X dalam mendukung gerakan

reformasi dan menumbangkan orde baru menyebabkan ia disebut takhta untuk

reformasi.

Status keistimewaan Yogyakarta pun terusik pada akhir 2010 ketika

pemerintah pusat hendak mengatur kembali keistimewaan Yogyakarta dengan

Page 49: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

31

menyamakan situasinya dengan daerah-daerah lain. Dilansir dari media massa

menyebutkan bahwa rakyat Yogyakarta merasa keistimewaan daerah itu terletak

pada mekanisme penetapan Sultan dan penggantinya secara otomatis sebagai

gubernur DIY. Selain rakyat Yogyakarta, pihak keraton melalui kerabat sultan,

Gusti Bendoro Pangeran Haryo Prabukusumo adik Sri Sultan Hamengkubuwono

X mengundurkan diri secara resmi dari jabatan Ketua DPD Yogyakarta dan Partai

Demokrat sebagai bentuk protes kepada pemerintah pusat

(http://www.antaranews.com/, dl: Semarang, 28 Desember 2012). Menurut Selo

Soemardjan jika keistimewaan Yogyakarta hendak dihapuskan, maka perlu

peninjauan dari berbagai aspek, yaitu:

1. Segi hukum, selama Undang-Undang Nomor 5 tahun 1950 masih berlaku maka tindakan penghapusan keistimewaan Yogyakarta merupakan tindakan melawan hukum.

2. Segi politis, arus reformasi adalah sejalan dengan politik desentralisasi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1950, sehingga jika keistimewaan Yogyakarta dihapus, maka dapat dinilai sebagai antireformasi.

3. Segi sosial budaya, kebanggaan masyarakat Yogyakarta yang telah ikut serta membentuk negara kesatuan Republik Indonesia, sebagai pusat kebudayaan Jawa dan melahirkan sistem pendidikan nasional (Taman Siswa) yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. (Nusantara, 1999: 55-57).

Apabila sistem pemerintahan Yogyakarta dengan kesultanannya dianggap

menyimpang dari demokrasi, maka perlu kiranya membuka kembali sejarah

Yogyakarta pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang

menanamkan asas demokrasi dengan penyesuaian konteks masyarakat tradisional

Yogyakarta. Perjalanan panjang mempertahankan keistimewaan Yogyakarta

berakhir pada ditetapkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang

Page 50: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

32

keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam penjelasan undang-undang

nomor 13 tahun 2012, tujuan dari pengaturan keistimewaan Yogyakarta adalah :

untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan demokratis, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa. (Pemerintah Kota Yogyakarta, 2013: 38).

Lima hal keistimewaan yang diatur dalam undang-undang tersebut, yaitu tata

cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil

Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan

tata ruang.

4.2 Sejarah Pertanahan di Yogyakarta

4.2.1 Periode Sebelum Pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan

Agraria (UUPA) 1960 di Kota Yogyakarta

Sebelum tahun 1928, pengaturan tanah menjadi otoritas penuh raja (sultan).

Pemahaman ini didasari atas pandangan raja (sultan) sebagai sumber segala

kekuatan dan kekuasaan di wilayah kerajaan, dalam kosmologi Jawa. Oleh karena

itu, raja (sultan) berhak memberikan tanah-tanah di wilayahnya itu kepada siapa

saja yang dikehendakinya, baik dari kalangan kerabat maupun pejabat di

lingkungan kerajaannya, beserta tenaga kerja rakyat yang bertempat tinggal di

atasnya. Tanah yang diberikan kepada kerabat maupun pejabat kerajaan sebagai

upah atas pengabdian kepada raja (sultan) disebut tanah lungguh. Banyak

sedikitnya tanah lungguh yang diperoleh seorang kerabat atau pejabat paling tidak

ditentukan oleh:

Page 51: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

33

1. Tinggi rendahnya posisi dalam struktur birokrasi kerajaan; 2. Jauh dekatnya hubungan darah dengan raja; 3. Faktor subjektivitas raja. (Widiyastuti, 1999: 118-119)

Para kerabat dan elite birokrat tidak diperbolehkan bertempat tinggal di tanah

lungguh sehingga mereka hanya menerima laporan hasil pengolahan tanahnya

dari para lurah atau bekel. Oleh karena itu, mereka tidak mengetahui kondisi

sesungguhnya rakyat yang bertempat tinggal di daerah tanah lungguhnya tersebut

(Widiyastuti, 1999: 120). Aspek legalitas tanah lungguh baru diformalkan melalui

kesepakatan pemakaian Kitab Angger-Angger sebagai sumber hukum di

Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Sebelum reorganisasi tanah

1917, posisi rakyat biasa hanya sebagai penggarap tanah lungguh. Selain itu,

rakyat juga dibebani pajak sebesar 1/3 dari hasil tanah yang digarap (Setiawati,

2000: 67).

Pada masa reorganisasi agraria, raja (sultan) memberikan hak milik (andarbe)

kepada kelurahan yang ada di wilayah keraton. Hal ini seiring dengan

dibentuknya sistem kelurahan dan dihapuskannya sistem kebekelan. Hak andarbe

dianggap sah apabila telah dicatat dalam daftar pencatatan tanah (buku mengeti

siti) yang diselenggarakan di kantor pendaftaran tanah. Dengan demikian,

kelurahan memiliki wewenang dan kuasa untuk mengatur penggunaan tanah yang

menjadi wewenang dan kekuasaannya seperti menyewakan, memindahkan untuk

digunakan turun-temurun, memindahkan sementara hak atas tanah. Namun perlu

diperhatikan bahwa tanah-tanah yang diberikan kepada kelurahan dengan hak

andarbe hanya meliputi tanah-tanah yang sudah jelas digunakan rakyat sebagai

tempat tinggal atau telah ditanami tanaman (Setiawati, 2000: 69).

Page 52: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

34

Selain itu, latar belakang munculnya reorganisasi agraria adalah untuk

memudahkan penanaman investasi asing di tanah Hindia-Belanda. Maka, tindakan

yang dilakukan pemerintah kolonial dalam reorganisasi antara lain penghapusan

sistem tanah lungguh (apanage), pembentukan kelurahan sebagai unit

administrasi, pemberian hak-hak penggunaan tanah yang jelas kepada penduduk

dan penerbitan peraturan sistem sewa tanah, pengurangan kerja wajib penduduk

serta perbaikan aturan pemindahan hak atas tanah. (Setiawati, 2000: 108). Meski

telah diadakan reorganisasi dan hak penduduk atas tanah meningkat menjadi hak

milik, namun sultan dapat saja mencabut hak tersebut dengan atau tanpa

memperdulikan peraturan-peraturan yang ada.

Pemberian tanah sebagai hak waris harus didaftarkan di kelurahan sesuai

dengan rijksblaad kesultanan. Selain itu, penduduk yang akan menyewa tanah

untuk didirikan bangunan atau diolah diberikan jangka waktu sewa 20 tahun.

Tanah yang akan digadaikan pun haruslah mendapat izin dari kelurahan dengan

melalui perjanjian antara kedua belah pihak yang disaksikan aparat kelurahan.

4.2.2 Periode Setelah Pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan

Agraria (UUPA) 1960 di Kota Yogyakarta

Keberadaan UUPA bertujuan sebagai unifikasi hukum pertanahan,

mewujudkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat, dan kepastian hukum.

UUPA dinyatakan mengakui keberadaan hak ulayat (masyarakat adat). Namun

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya tidak boleh merintangi

usaha dari pemerintah yang baik karena usahanya itu adalah melaksanakan

Page 53: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

35

kewajiban-kewajibannya mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat

(Sihombing, 2004 : 64). Yogyakarta yang merupakan bekas tanah swapraja, tentu

memiliki hukum adat yang masih berlaku hingga saat ini. Hal inilah yang

kemudian menjadi salah satu bentuk keistimewaan hukum pertanahan di

Yogyakarta.

Pemberlakuan UUPA pada 24 September 1960, menyebabkan hak-hak dan

wewenang atas tanah dari daerah swapraja atau bekas swapraja dihapus dan

dialihkan kepada negara. Namun dalam praktiknya, khusus untuk wilayah Daerah

Istimewa Yogyakarta, diperlukan perlakuan tersendiri mengingat masih adanya

peraturan-peraturan khusus tentang pertanahan. Oleh karena itu, DIY belum dapat

sepenuhnya memberlakukan UUPA.

Kota Yogyakarta pada mulanya berbentuk kotapraja. Melalui Tap MPRS

nomor XXI/MPRS/1966, kotapraja Yogyakarta diubah menjadi kotamadya

dengan kepala pemerintahan walikota dan wakilnya. Kota Yogyakarta memiliki

luas wilayah 32,5 Km2 atau 1,025% dari keseluruhan wilayah Provinsi D.I.

Yogyakarta. Kota Yogyakarta terbagi dalam 14 kecamatan, 45 kelurahan, 617

RW, 2.531 RT dengan penghuni 428.282 jiwa. Penggunaan tanah di wilayah

Yogyakarta dapat dilihat pada grafik berikut:

Page 54: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

36

0.0000

500.0000

1000.0000

1500.0000

2000.0000

2500.0000

2008 2009 2010 2011 2012

Grafik Penggunaan Tanah (Ha)

Perumahan

Jasa

Perusahaan

Industri

Pertanian

Kosong,DPK

Lain-lain

Page 55: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

37

BAB V

PENGARUH PENGELOLAAN ARSIP SERAT KEKANCINGAN

TERHADAP PENGATURAN HAK PENGGUNAAN TANAH

BERSTATUS MAGERSARI DI KOTA YOGYAKARTA

5.1 Sejarah Arsip Serat Kekancingan

Periode awal penggunaan serat kekancingan sebagai bukti perolehan hak

magersari atas tanah keraton tidak secara spesifik disebutkan. Ada sebagian pihak

yang menyebutkan bahwa serat kekancingan perolehan hak pertanahan digunakan

pada masa penjajahan Belanda. Logika dari pendapat tersebut karena sebelum

bangsa Barat masuk ke Nusantara, sistem administrasi pertanahan belum dikenal.

Sementara itu, hukum yang melekat pada bidang pertanahan masih bersifat

tradisional dan tidak tertulis, atau dengan kata lain menggunakan hukum adat.

Meski tidak secara spesifik disebutkan serat kekancingan, dalam suatu perjanjian

yang dilakukan antara Kasultanan Yogyakarta dengan Kasunanan Surakarta di

Semarang pada tahun 1774, disebutkan adanya peran surat perjanjian dalam

bidang pertanahan.

Manawi wonten abdi dalem ageng utawi alit, amaosaken gadhahanipun siti dhusun dhateng Cina sasaminipun tiyang bangsa kulit pethak, punapa dene Jawi sami Jawi, inggi sami adamela jangji ingkang resi ingkang terang, sabarang jangjinipun kawrat kawontenan ing serat pratandha, dene yen wonten prakawisipun katur ing parentah ingkang kadamel angrampungi, punapa ing saungelipun serat pratandha wau punika, pundi ingkang boten anetepi dadosa kaandhapanipun kang sarta mawi kapatrapan dendha samurwatipun ing parentah.

Page 56: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

38

Jika ada abdi raja tinggi atau rendah, mempersembahkan (meminjamkan) tanah desa miliknya kepada orang Belanda atau Cina seperti halnya orang kulit putih, atau antara sesame orang Jawa, lebih baik membuat janji yang jelas, tegas, apapun janji tersebut dimuat dalam surat perjanjian. Apabila ada persoalan sehingga mencapai penguasa yang akan memutuskannya, apapun isi dari surat perjanjian tersebut, barang siapa yang tidak mematuhi seperti apa yang tertera akan dikenai denda sesuai dengan keputusan penguasa. (Juwono, 2011: 466).

Meski dalam perjanjian tersebut menyebutkan peran dokumen tertulis dalam

pertanahan, namun pemberian hak magersari dari sultan tidak ditegaskan secara

hukum tertulis. Hal ini mengacu pada pandangan bahwa semua tanah adalah milik

raja dan sudah dipahami betul oleh rakyat secara turun-temurun. Ada indikasi

bahwa pemakaian dokumen serat kekancingan bagi pemegang hak magersari

mulai diberlakukan setelah adanya landreform 1918. Pada masa landreform, desa

yang sudah menjadi badan hukum, diwajibkan untuk mencatat tanah-tanahnya.

Pencatatan tanah ini kembali dipertegas setelah diberlakukannya Undang-Undang

Pertanahan dan Agraria (UUPA) 1960 meskipun secara kekuatan hukum nasional,

keberadaan serat kekancingan hanya sebatas pemberian izin formal kepada pihak

keraton. Pun sebelum diberlakukannya Undang-Undang Keistimewaan Nomor 13

tahun 2012, status hukum Keraton Yogyakarta belum ditetapkan secara pasti

sehingga semakin memperlemah kedudukan serat kekancingan.

Selain faktor politis dan hukum, kondisi fisik arsip-arsip yang dihasilkan

Keraton Yogyakarta belum sepenuhnya tertata rapi. Adapun senarai arsip yang

berada di Perpustakaan Keraton Yogyakarta menunjukkan arsip tentang hak

magersari tertua diperoleh angka tahun 1942. Jumlah arsip statis pemegang hak

magersari yang telah tertata dengan baik baru berjumlah enam lembar dengan

kurun waktu penciptaan tahun 1942-1946.

Page 57: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

39

5.2 Profil Pencipta Arsip di Keraton Kasultanan Yogyakarta

Pemahaman bahwa arsip hanya tercipta di lingkungan birokrasi modern perlu

diperbaiki. Keraton Yogyakarta, meskipun memiliki sistem birokrasi yang

berbeda, dalam setiap aktivitasnya pun menghasilkan arsip. Dalam sejarahnya,

sistem pemerintahan Keraton Yogyakarta mengalami dinamika perubahan yang

signifikan. Dinamika perubahan struktur pemerintahan berdampak pada

keragaman jenis arsip yang tercipta. Dalam berbagai penelitian pernaskahan

keraton, arsip keraton kerap diabaikan. Secara tersirat, persoalan ini juga

ditegaskan oleh pengelola arsip keraton di Tepas Banjarwilapa. Meski

akumulasinya terus meningkat, namun perhatian akademisi masih banyak di

bidang manuskrip. Pada akhirnya, keraton selalu identik dengan naskah

manuskrip.

Meski berbentuk kerajaan, dalam kegiatan pemerintahan sehari-hari,

Kasultanan Yogyakarta memiliki struktur organisasi seperti pada birokrasi

modern. Berikut struktur pemerintahan periode Sri Sultan Hamengku Buwono X

(Maskunah, 2013 : 19) :

Page 58: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

40

Istilah tepas merujuk pada pengertian kantor, sedangkan kawedanan

diartikan sebagai wilayah kerja. Kawedanan dan tepas masing-masing dipimpin

oleh keluarga kasultanan, baik adik-adik sultan maupun putra-putri sultan.

Adapun bentuk kawedanan dan tepas yang berada di bawah kepemimpinan Sultan

Hamengku Buwono X yaitu (Maskunah, 2013 : 21-23) :

1. Kawedanan hageng parentah jaksa, menangani masalah pengadilan darah

dalem (pengadilan untuk keluarga keraton);

2. Kawedanan hageng parentah sriwandono, menangani bidang

kesekretariatan kesultanan;

3. Kawedanan hageng parentah widya budaya, menangani masalah keilmuan,

menyediakan fasilitas perpustakaan dan pengelolaan arsip keraton, dan

mempersiapkan upacara-upacara adat;

Ingkang Sinuwun

Pandhite Aji Sri Palimbangan

GBPH Yudhaningrat GKR Pembayun

1. Kawedanan Pengulon 2. Kawedanan Puroloyo 3. Kawedanan Petilasan 4. Kawedanan Keparak 5. Kawedanan

Kridhamardawa

KHP Parwa Budaya KHP Nitya Budaya

GBPH Prabu Kusumo GKR Bendoro

1. Kawedanan Widya

Budaya 2. Kawedanan Banjar Wilapa 3. Kawedanan Purayakara 4. Kawedanan Museum 5. Pariwisata

KHP Pasaraya Budaya

GBPH Hadiwinata GKR Maduretno

1. Kawedanan Panitikismo 2. Kawedanan Prasarana 3. Kawedanan Puraraksa 4. Kawedanan Halpitapura 5. Kawedanan Prajurit

KH Panita Pura

GBPH Joyokusumo GKR Condrokirono

GBPH Condroningrat

1. Tepas Guritapura 2. Tepas Sri Wandawa 3. Tepas Abdi Dalem 4. Tepas Dwaraputra 5. Tepas Tanda Yekti

Page 59: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

41

4. Kawedanan hageng parentah purorakso, menangani masalah keamanan di

dalam dan di luar keraton sehingga tercipta kenyamanan dan ketertiban

masyarakat;

5. Kawedanan hageng parentah purokaryo, menangani pemasukan dan

pengeluaran rumah tangga keraton;

6. Kawedanan hageng parentah kridomardowo, mengatur kegiatan

pelestarian dan pengembangan kesenian, yaitu di bidang tari, wayang dan

gamelan jawa;

7. Kawedanan hageng parentah sarto kriyo, mengatur masalah kendaraan dan

bangunan Keraton Yogyakarta, termasuk di dalamnya tanah keraton;

8. Kawedanan hageng parentah pangulon, mengatur segala macam

permasalahan keagamaan, penyelenggaraan pengajian dan upacara

keagamaan di kawasan keraton dan sekitarnya;

9. Kawedanan hageng parentah punokawan, terkait penugasan dan

kesejahteraan pegawai keraton.

Serat kekancingan diterbitkan oleh Keraton Yogyakarta melalui Tepas Paniti

Kismo. Bagi warga pemegang hak magersari dapat meneruskan haknya kepada

pihak lain di luar keturunan (lintir) maupun kepada keturunannya (liyer). Untuk

dapat meneruskan hak magersari, pihak yang telah ditunjuk sebagai lintir atau

liyer harus mengkonfirmasikan kepada pihak Paniti Kismo dengan membawa

serat kekancingan sebagai bukti. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelola serat

Page 60: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

42

kekancingan tidak hanya di Tepas Paniti Kismo maupun arsip keraton (setelah

memasuki masa statis), tetapi juga disimpan oleh masing-masing pemegang hak

magersari.

5.2 Pengelolaan Arsip Serat Kekancingan

Program arsip vital termasuk dalam ruang lingkup manajemen arsip dinamis.

Hal ini disebutkan dalam undang-undang nomor 49 tahun 2009 pasal 9, yaitu:

Pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 1. Arsip vital, 2. Arsip aktif,dan 3. Arsip inaktif.

Pengelolaan arsip dinamis merupakan proses pengendalian arsip dinamis

secara efisien, efektif dan sistematis meliputi penciptaan, penggunaan dan

pemeliharaan, serta penyusutan arsip (ANRI, 2010 : 7). Prinsip utama dari

pengelolaan arsip dinamis yaitu agar mudah ditemukan kembali saat arsip

dibutuhkan, selain juga perlindungan terhadap isi informasi dan fisik terutama

pada arsip vital. Dalam tahap penciptaan dan tahap penggunaan, arsip vital

memiliki alur yang tidak banyak berbeda dengan alur pada arsip aktif pada

umumnya. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah tahap perlindungan dan

pemeliharaannya.

5.2.1 Tahap Penciptaan

Menurut Boedi Martono, tahap penciptaan dalam manajemen arsip dinamis

meliputi desain formulir, manajemen formulir, tata persuratan dan manajemen

Page 61: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

43

pelaporan, sistem informasi manajemen dan direktif manajemen (Martono, 1994 :

19). Dalam birokrasi manajemen, keempat elemen pertama penciptaan arsip

tersebut dirangkum dalam tata naskah dinas dan didokumentasikan dalam bentuk

pedoman tata naskah dinas. Adapun manfaat adanya pedoman tata naskah dinas,

yaitu:

1. Tercapainya kesamaan pengertian, bahasa dan penafsiran penyelenggaraan tata naskah dinas seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah;

2. Terwujudnya keterpaduan pengelolaan tata naskah dinas dengan unsur lainnya dalam lingkup administrasi umum;

3. Lancarnya komunikasi tulis kedinasan serta kemudahan dalam pengendalian;

4. Tercapainya dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan tata naskah dinas yang efisien dan efektif;

5. Berkurangnya tumpang-tindih, salah tafsir dan pemborosan penyelenggaraan tata naskah. (Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara, 2004 : 1-2).

Keraton Yogyakarta, sebagai bentuk birokrasi tradisional telah menetapkan

pedoman tata naskah dinas untuk naskah serat kekancingan. Hal ini karena

kekancingan tidak hanya diperuntukkan pada bidang pertanahan, tetapi juga pada

bidang kepegawaian (abdi dalem) dan perihal keturunan. Keberadaan pedoman

tersebut juga menghindari tindak pemalsuan kekancingan pertanahan yang dapat

berakibat pada jual beli ilegal tanah kraton berstatus magersari. Kecurigaan pihak

keraton terkait pemalsuan serat kekancingan sempat tersiar dalam kasus sengketa

tanah di Kabupaten Kulonprogo yang melibatkan kerabat keraton. Oleh karena

arsip serat kekancingan termasuk dalam arsip vital, maka dampak yang dapat

ditimbulkan dari pemalsuan arsip akan merugikan pihak keraton. Hal ini tersirat

dalam pernyataan William Saffady,

Page 62: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

44

if vital records are lost, damaged, destroyed or otherwise rendered unavailable or unuseable, mission-critical operations will be curtailed or discontinued, with a resulting adverse impact on the organization (Saffady, 2004 : 123).

Tindakan pemalsuan termasuk dalam kategori damaged sehingga

memungkinkan kegiatan oprasional inti Paniti Kismo dalam mengelola tanah akan

tersendat, bahkan kehilangan fungsinya.

5.2.2 Tahap Penggunaan dan Pemeliharaan

Boedi Martono membagi tahap penggunaan dan pemeliharaan dalam enam

kegiatan, yaitu sistem pemberkasan dan penemuan kembali, manajemen berkas,

pengurusan surat, program arsip vital, sistem analisis, dan pengelolaan pusat arsip.

Inti dari kegiatan kearsipan ada pada bagian sistem pemberkasan dan penemuan

kembali. Sistem pemberkasan dan pengurusan suratkemudian identik dengan

istilah sistem kearsipan.

Yulianti L.Parani dalam Sejarah Tata Kearsipan di Indonesia menjelaskan

bahwa ketika Indonesia berada dibawah jajahan Belanda pada abad 19, tata

kearsipan yang digunakan menyerupai sistem register atau registratuurstelsel.

Sistem ini menggunakan alat temu balik berupa buku-buku agenda, index dan

klapper (suatu daftar mengenai nama, tempat dan berbagai subject heading

lainnya yang disusun secara alfabetis dan berfungsi sebagai jalan masuk terhadap

buku-buku index saja) (ANRI, 1978 : 2). Sistem inilah yang diadaptasi oleh tata

kearsipan keraton hingga saat ini, yaitu menggunakan sistem agenda. Sistem ini

Page 63: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

45

berlaku untuk semua arsip persuratan, baik surat dinas biasa maupun surat

keputusan. Adapun susunan buku agenda tersebut yaitu:

1. Nomor surat

2. Tanggal Surat

3. Perihal

4. Tujuan surat

Dalam sistem buku agenda, arsip ditemu balik menggunakan tanggal surat.

Secara aspek efektivitas, sistem buku agenda tentu tidak maksimal dalam

kecepatan waktu, terutama dalam mengingat tanggal surat. Boedi Martono

menegaskan bahwa sistem pemberkasan dapat dikatakan baik jika suatu arsip

dapat ditemukan dengan cepat pada waktu dibutuhkan (Martono, 1992 : 22).

Arsip kekancingan yang ada di Paniti Kismo disusun berdasarkan geografi

(wilayah). Namun alat penyimpanan hanya menggunakan map (folder) dan lemari

kayu. Arsip – arsip yang ada di filing cabinet pun disusun secara tertumpuk

vertikal. Penamaan wilayah seperti Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta hanya

berupa kertas yang ditempatkan di bagian pintu lemari simpan. Beberapa arsip

juga sudah dalam bentuk terikat dengan tali raffia. Kondisi penyimpanan ini

berdampak pada waktu temu balik yang membutuhkan waktu hingga lebih dari

tiga hari. Dampak buruk lainnya adalah kemungkinan arsip hilang pun tinggi.

Selain itu, surat yang didistribusikan di setiap lini struktur, bukanlah surat asli,

tetapi salinan (tedakan) yang ditulis kembali sesuai dengan isinya (Maskunah,

2013 : 27). Buruknya sistem pemberkasan diperparah dengan minimnya

Page 64: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

46

pemahaman SDM pengelola tentang manajemen kearsipan. Penempatan tenaga

arsiparis yang diperbantukan dari Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah

Yogyakarta hanya ada di bagian arsip statis Tepas Banjar Wilapa Perpustakaan

Widya Budaya Keraton Yogyakarta.

Oleh karena arsip kekancingan menunjukkan informasi seputar pertanahan,

maka penggunaan sistem geografi sudah tepat. Namun diperlukan sistem

tambahan, yaitu sistem abjad, untuk nama pemegang hak magersari, dan sistem

kronologi, sebagai penanda waktu kekancingan dikeluarkan. Penggabungan tiga

sistem pemberkasan ini diharapkan menutupi kekurangan masing-masing sistem

sehingga temu balik arsip dapat lebih cepat dan tepat. Hal ini juga disepakati oleh

William Saffady, although place names are typically sequenced alphabetically,

geographic arrangements sometimes combine alphabetic and numeric filing codes

(Saffady, 2004 : 153).

Sistem pemberkasan geografi adalah sistem penyimpanan arsip dinamis

berdasarkan nama lokasi koresponden yang disusun secara abjad dan

dikelompokkan menurut berbagai susunan, seperti negara, provinsi, kabupaten

atau kotamadya bahkan menurut nama jalan. Oleh karena pemegang hak

magersari tersebar di berbagai wilayah di Yogyakarta, baik kotamadya maupun

kabupaten, maka arsip dikelompokkan berdasarkan kabupaten atau kotamadya.

Misalnya Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan seterusnya. Kemudian

dalam satu kelompok wilayah, dikelompokkan kembali berdasarkan tahun

dikeluarkannya kekancingan. Setelah itu diurutkan kembali berdasarkan abjad

pertama pemegang kekancingan.

Page 65: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

47

Arsip serat kekancingan merupakan salah satu jenis arsip vital. Hal ini tersirat

dari pernyataan pengageng Paniti Kismo KGPH Hadiwinoto bahwa pihak keraton

menerbitkan serat kekancingan hanya satu kali kepada yang terlebih dahulu

mengajukan permohonan. Menurut undang-undang nomor 43 tahun 2009 tentang

kearsipan disebutkan bahwa arsip vital adalah arsip yang keberadaannya

merupakan persyaratan dasar bagi kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak

dapat diperbarui, dan tidak tergantikan apabila rusak atau hilang. Pengelolaan

arsip vital termasuk dalam pengelolaan arsip dinamis. Dalam undang-undang

kearsipan, ada empat bentuk organisasi yang diwajibkan untuk membentuk

program arsip vital, yaitu lembaga negara, pemerintah daerah, perguruan tinggi

negeri dan BUMN/BUMD. Namun jika melihat keistimewaan yang ada di

Yogyakarta, maka program arsip vital sudah seharusnya menjadi prioritas bagi

pihak keraton untuk melindungi arsip-arsip vitalnya.

Program arsip vital adalah tindakan dan prosedur yang sistematis dan

terencana yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan menyelamatkan

Slamet

2005 SLEMAN

Gambar 1.Lemari arsip dan susunan arsip di dalamnya.

Page 66: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

48

arsip pada saat darurat atau setelah terjadi musibah. Adapun bentuk kegiatan yang

diamanatkan sebagai bagian dari program arsip vital antara lain:

1. Identifikasi

2. Perlindungan dan penyelamatan

3. Penyelamatan dan pemulihan.

Pengageng Paniti Kismo, KGPH Hadiwinoto, menyebutkan bahwa pihak

keraton telah mengeluarkan lebih dari 15.000 serat kekancingan kepada

masyarakat umum. Jumlah tersebut merupakan akumulasi sejak puluhan tahun

lalu hingga saat ini. Meski demikian, upaya perlindungan belum dilakukan secara

maksimal. Padahal arsip kekancingan juga berguna pada saat inventarisasi aset-

aset Keraton Yogyakarta. Oleh karena pemahaman yang masih minim dari SDM,

baik di tingkat manajerial maupun pelaksana, maka program arsip vital tidak

berjalan. William Saffady menyinggung bahwa :

the development and implementation of a successful vital records program depends on the knowledge and active participation of program unit personnel who are familiar with the nature and use of recorded information in specific work environments (Saffady, 2004 : 128).

5.2.3 Tahap Penyusutan

Sistem kearsipan keraton memiliki keunikan dan perbedaan dengan sistem

kearsipan yang banyak diterapkan dalam birokrasi modern. Meskipun dalam teori

ilmu kearsipan dikenal istilah arsip dinamis aktif, dinamis inaktif hingga arsip

statis, maka teori tersebut tidak dapat langsung diterapkan dalam sistem kearsipan

Page 67: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

49

keraton. Ketiadaan jadwal retensi arsip sebagai penanda jangka simpan arsip

mengakibatkan sulitnya menentukan jenis arsip, dinamis atau telah memasuki

masa inaktif atau statis. Hal ini dipertegas oleh arsiparis yang membantu dalam

mengelola arsip keraton bahwa sebagian arsip periode Sri Sultan Hamengku

Buwono IX masih ada yang tersimpan di masing-masing tepas Keraton

Yogyakarta. Pengelolaan arsip di keraton masih sederhana dan tidak banyak

mengikuti perkembangan teknologi informasi. Hal ini terlihat pada jenis arsip

yang dihasilkan didominasi oleh arsip tekstual.

5.3 Pengaruh Pengelolaan Arsip Kekancingan terhadap Pengaturan

Hak Penggunaan Tanah Berstatus Magersari

Meskipun salah satu sultannya mendapat adagium takhta untuk rakyat karena

berbagai kebijakannya yang pro masyarakat menengah ke bawah, namun tidak

serta merta mengikis budaya feodalisme di lingkungan Keraton Yogyakarta.

Budaya feodalisme yang masih mengurat akar di kalangan bangsawan maupun

abdi dalem keraton disinyalir menjadi salah satu pemicu goyahnya adagium takhta

untuk rakyat. Apalagi jika budaya feodalisme juga mempengaruhi kebijakan

persoalan pemberian hak penggunaan tanah sultan untuk rakyat.

Sebagian kalangan yang memiliki kemampuan materi lebih dan/atau memiliki

kedekatan khusus dengan lingkaran dalam keraton, dapat dengan mudah

mendapatkan hak penggunaan tanah keraton meski jalan yang ditempuh secara

tidak langsung merugikan keraton sendiri. Sementara itu bagi rakyat menengah ke

Page 68: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

50

bawah yang hidup dalam kondisi serba terbatas dan tidak memiliki kedekatan

khusus dengan para bangsawan keraton, maka perolehan hak untuk menggunakan

tanah keraton selalu dipermasalahkan hingga ke ranah hukum. Studi kasus di

Jalan Suryawijayan dan Jalan Brigjen Katamso mengindikasikan masih kuatnya

budaya feodalisme, yang menjadi akar kuat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

(KKN) dengan oknum-oknum keraton untuk meloloskan upaya perolehan hak

menggunakan tanah keraton, meski harus mengorbankan beberapa warga yang

sudah bertahun-tahun menempati tanah tersebut. Meski pada studi kasus Hotel

Ambarukmo yang melibatkan para kerabat keraton, namun kasus sengketa tanah

di kalangan menengah ke atas jarang dijumpai.

5.3.1 Analisis Arsip Serat Kekancingan dalam Kasus Sengketa Kios Jalan

Suryowijayan

Menurut Nur Aini dalam “Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat : Pola

Pemilikan, Penguasaan dan Sengketa Tanah di Yogyakarta Setelah Reorganisasi

Tanah 1917”, sengketa tanah di Yogyakarta muncul karena adanya 2 faktor, yaitu:

1. Unsur kesengajaan dari salah satu pihak yang ingin mencoba untuk mendapat keuntungan dari tetangga atau kerabat dengan cara mereka sendiri,

2. Ketidaktahuan dari salah satu atau kedua belah pihak terhadap peraturan-peraturan yang berlaku atas tanah yang mereka miliki. (Setiawati, 2000 : 124).

Dalam hal penerbitan serat kekancingan sebagai bukti pemanfaatan tanah

berstatus magersari, kedua faktor tersebut dapat saling melengkapi. Ary

Setyaningrum dalam penelitiannya menemukan bahwa secara umum, masyarakat

yang menempati tanah berstatus magersari mengetahui bahwa tanah tersebut milik

Page 69: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

51

keraton. Namun, pengetahuan tersebut tidak sampai pada pemahaman secara

detail, termasuk konsekuensi-konsekuensi yang harus dihadapi dan penyimpanan

arsip serat kekancingan yang masih diabaikan. Hal ini dapat dilihat dalam kasus

sengketa hak magersari di Jalan Suryowijayan, Kecamatan Mantrijeron, Kota

Yogyakarta.

Jalan Suryowijayan berada bersisian dengan wilayah jeron beteng (dalam

benteng). Di wilayah ini banyak tersebar situs-situs budaya yang menjadi

Gambar 2. Lokasi Suryowijayan Gambar 2. Lokasi Suryowijayan

Page 70: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

52

destinasi wisata unggulan Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti alun-alun keraton,

pemandian putri taman sari, siti hinggil dan sebagainya. Tanah berstatus

magersari di Jalan Suryowijayan seluas 124 meter. Sebelum terjadi sengketa,

tanah diolah keluarga Mantodiharjo sejak tahun 1970-an. Dalam

perkembangannya, tanah berkembang menjadi kios-kios dan dihuni oleh empat

keluarga lainnya. Namun memasuki kurun waktu baru-baru ini, terjadi sengketa

yang berpangkal pada penebitan serat kekancingan untuk Anton Cahyono yang

memiliki tanah di belakang kios dan hunian keluarga Mantodiharjo dan empat

lainnya. Meski keluarga Mantodiharjo pernah mengajukan permohonan izin

penggunaan tanah berstatus magersari ke Paniti Kismo, tetapi serat kekancingan

tidak pernah diturunkan sejak 1980-an. Sementara itu, serat kekancingan untuk

Anton Cahyono tidak membutuhkan waktu lama untuk diterbitkan. Sri Sultan

dalam salah satu pernyataannya mengatakan bahwa tanah berstatus magersari

yang ditempati keluarga Mantodiharjo dan empat lainnya tidak sesuai dengan tata

guna lahan. Oleh karena itu, pihak keraton menangguhkan permohonan untuk

menerbitkan serat kekancingan. Dengan demikian, pihak Anton Cahyono yang

mendapatkan serat kekancingan memiliki hak untuk menggusur warga yang tidak

memiliki serat kekancingan. Menurut rencana, tanah bekas penggusuran akan

dijadikan taman sesuai dengan tata guna lahan.

Kasus sengketa tanah berstatus magersari di Jalan Suryowijayan

mengindikasikan kelemahan pengelolaan arsip serat kekancingan sebagai bukti

pemanfaatan tanah. Bukti apabila pihak tergusur pernah mengajukan permohonan

kekancingan hak magersari, seharusnya dapat ditelusuri melalui buku agenda

Page 71: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

53

surat masuk. Selain itu, juga perlu diketahui keberadaan fisik arsip surat

permohonan tersebut. Fisik arsip surat permohonan dapat ditemukan kembali

dengan cepat dan tepat hanya jika sistem pemberkasan sudah baik. Namun,

melihat pada kenyataan bahwa sejak tahun 1970-an hingga dilakukannya

penggusuran, tidak diketahui keberadaan fisik arsip surat permohonan, maka

kemungkinan secara aspek kearsipan adalah :

1. Fisik arsip surat permohonan hak magersari hilang (ketlingsut) karena

penataan fisik berkas yang tidak memenuhi kriteria pemberkasan arsip

yang baik dan benar;

2. Tidak tercatat dalam buku agenda surat masuk meski sudah pernah

mengajukan permohonan;

3. Pihak tergusur tidak menggandakan surat permohonan yang sudah dibuat

sehingga sulit untuk dilakukan pembuktian terbalik.

Meski ketiga kemungkinan tersebut membuat pihak keraton memenangkan

perkara, sistem kearsipan yang sudah diterapkan perlu diperbaiki secara bertahap.

Hal ini sebagai upaya antisipasi jika terjadi kasus serupa, maka dapat

menghasilkan solusi yang adil, bagi pihak keraton maupun pihak pemegang hak

magersari.

Page 72: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

54

5.4 Analisis Arsip Serat Kekancingan dalam Kasus Sengketa di Jalan

Brigjen Katamso Gondomanan

Kasus sengketa lahan juga terjadi di Jalan Brigjen Katamso, Kecamatan

Gondomanan. Berbagai media online memberitakan empat warga di Kecamatan

Gondomanan mengadukan oknum yang mengaku telah mendapatkan

kekancingan. Padahal keempat warga tersebut sudah menempati lahan tersebut

secara turun-temurun dan digunakan sebagai tempat usaha. Lembaga Bantuan

Hukum (LBH) Yogyakarta yang menangani pengaduan meminta agar pihak

keraton lebih selektif dan melakukan peninjauan ulang dalam penerbitan serat

kekancingan. Apalagi pihak Paniti Kismo selaku yang berhak menerbitkan

kekancingan tidak melakukan survey pendahuluan dan tidak memiliki data

kepemilikan tanah berstatus penghuni magersari.

Jalan Brigjen Katamso termasuk dalam wilayah yang berdekatan dengan

destinasi wisata unggulan Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti Keraton

Yogyakarta, Taman Pintar dan Purawisata sebagai pusat tarian tradisional. Selain

itu, Jalan Brigjen Katamso juga memiliki kepadatan lalu lintas yang cukup ramai

sehingga sesuai sebagai area bisnis.

Page 73: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

55

Masalah mendasar dalam kasus Jalan Brigjen Katamso tidak berbeda dengan

kasus Jalan Suryowijayan, yaitu tidak tertibnya administrasi arsip kekancingan.

Pemegang hak magersari dapat mewariskan haknya kepada ahli waris (satu

keluarga) yang disebut dengan lintir, maupun kepada pihak di luar ahli waris

keluarga yang disebut liyer. Apabila pemegang hak awal hendak me-lintir atau

me-liyer hak magersarinya, maka harus dengan sepengetahuan pihak keraton. Hal

ini agar memudahkan dalam proses pendataan dan keraton tidak serta merta

kehilangan aset tanahnya secara tidak langsung. Namun pada umumnya,

Gambar 3. Lokasi Jalan Brigjend.Katamso Gambar 3. Lokasi Jalan Brigjend.Katamso

Page 74: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

56

pemegang hak magersari yang beberapa kali me-lintir atau me-liyer akhirnya

tidak lagi mengkomunikasikan tindakannya kepada pihak keraton. Akibatnya,

tidak hanya pihak keraton yang dirugikan, tetapi juga dapat menimbulkan

sengketa jika keraton menerbitkan kekancingan atas nama pihak lain dengan tanah

yang sama.

Tidak tertibnya penyimpanan arsip dan kelambanan dalam pemutakhiran

data menjadi titik lemah pihak keraton sebagai pihak yang berhak menerbitkan

kekancingan. Hal ini dapat mengakibatkan pihak keraton kesulitan dalam melacak

pihak-pihak yang sudah mendapat hak magersari melalui kekancingan dan pihak-

pihak yang belum mendapatkan kekancingan. Alasan mendasar inilah yang

kemudian menjadi gugatan keraton oleh pihak LBH Yogyakarta.

5.5 Analisis Arsip Serat Kekancingan dalam Kasus Sengketa Pengelolaan

Hak Magersari Antar Kerabat Keraton Yogyakarta

Persoalan pengelolaan lahan magersari juga terjadi dalam internal kerabat

keraton. Kasus bermula ketika Raden Mas Triyanto Pranowo selaku ahli waris

dan perwakilan trah Hamengku Buwono VII mengeluarkan serat kekancingan

dengan kop surat bukan atas nama Paniti Kismo. Selain itu juga dituduh

melakukan pemungutan uang dalam pengurusan kekancingan tersebut. Lahan

yang menjadi sengketa yaitu tempat berdirinya Hotel Ambarukmo di Kabupaten

Sleman.

Page 75: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

57

Dalam pembelaannya di beberapa media online, RM Triyanto menjelaskan

bahwa lahan tersebut dahulunya adalah tempat tinggal Hamengku Buwono VII.

Meskipun termasuk dalam sultan ground (SG), namun hak miliknya tidak berada

di pihak keraton sebagai lembaga, tetapi pada ahli waris Hamengku Buwono VII.

RM Triyanto memberikan landasan hukum Rijksblaad nomor 16 tahun 1918

sehingga ia berhak untuk menerbitkan kekancingan tanpa menggunakan kop

Gambar 4. Lokasi Hotel Ambarukmo Gambar 4. Lokasi Hotel Ambarukmo

Page 76: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

58

Paniti Kismo Keraton Yogyakarta. Hal ini disanggah oleh Pengageng Paniti

Kismo KGPH Hadiwinoto bahwa telah terjadi kesalahpahaman dalam

mengartikan hak waris. Menurut KGPH Hadiwinoto, yang menjadi pewaris inti

hanyalah anak-anak raja yang bertakhta, bukan generasi jauh, apalagi RM

Triyanto hanya sebatas cicit dari Hamengku Buwono VII. KGPH Hadiwinoto

juga menegaskan bahwa pengaturan pembagian tanah yang dilembagakan melalui

Paniti Kismo bertujuan agar aset Keraton Yogyakarta tidak habis dibagi rata ke

semua ahli waris sehingga lahan untuk rakyat tidak ada.

Dalam kasus ini, peran tata naskah dinas menjadi faktor utama. Apabila

pihak keraton yang diwakili Paniti Kismo telah memiliki pedoman dan tata tertib

dalam penerbitan serat kekancingan, maka dapat dipastikan kasus yang sama

dapat diminimalisasi. Selain itu, pengkomunikasian pedoman penerbitan

kekancingan juga perlu dimasifkan di setiap tepas atau keraton dan juga di

internal kerabat keraton sehingga dapat meminimalisasi kesalahpahaman dalam

penerbitan kekancingan.

Ketiga jenis studi kasus tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh

pengelolaan arsip serat kekancingan dalam pengaturan tanah dengan penghuni

berstatus magersari, cukup kuat. Apabila ada salah satu tata kelola arsip yang

tidak sesuai dengan kaidah kearsipan, maka kekuatan legalitas dan otentisitas

arsip serat kekancingan dapat diragukan. Jika kekuatan legalitas dan otentisitas

arsip serat kekancingan diragukan, maka hak magersari yang dikenakan dapat

terancam untuk dicabut.

Page 77: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

59

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Serat kekancingan merupakan surat keputusan yang dikeluarkan oleh

Keraton Yogyakarta. Salah satu kekancingan, yaitu serat kekancingan

dibidang pertanahan. Kekancingan pertanahan dikeluarkan oleh pihak

Paniti Kismo yang merupakan bukti tentang perjanjian pihak keraton

dengan pihak yang diberi hak magersari untuk menghuni tanah milik

sultan. Hak magersari diberikan karena jasa seseorang kepada keraton,

dan dapat diwariskan kepada kerabat dan keturunan (liyer) atau pihak lain

(lintir). Meski telah banyak menerbitkan kekancingan, tetapi sistem

kearsipan yang dilaksanakan masih buruk. Periode awal penggunaan arsip

serat kekancingan sebagai bukti legalitas pemegang hak magersari belum

diketahui secara pasti, namun arsip kekancingan tertua yang sudah

diinventarisasi bagian arsip di Perpustakaan Widya Budaya Keraton

Yogyakarta berada pada periode 1942 – 1946.

2. Pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan Agraria (UUPA) 1960

tidak banyak menimbulkan pengaruh pada pengelolaan arsip serat

kekancingan. Perubahan yang terjadi hanya pada penggunaan sistem

komputerisasi dalam penciptaan arsipnya, sedangkan penataannya masih

sama dengan sebelum pemberlakuan UUPA 1960. Arsip kekancingan

dikategorikan sebagai arsip vital. Apabila arsip kekancingan hilang, rusak

atau terimbas berbagai bencana lainnya, maka roda operasional Paniti

Page 78: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

60

Kismo akan tersendat, bahkan berhenti total. Penataan arsip kekancingan

hanya didasarkan pada sistem geografi atau perwilayah dan sistem

kronologi. Arsip-arsip tersebut juga disimpan dalam lemari kayu yang

mudah terbakar dan diikat menjadi satu dengan tali rafia. Selain itu, tidak

ada penentuan jadwal retensi arsip dan prosedur penyusutan arsip yang

baik sehingga kemungkinan adanya kerusakan dan kehilangan secara

fisik maupun informasi arsip masih tinggi.

3. Pengaruh yang ditimbulkan akibat buruknya pengelolaan arsip

kekancingan terhadap pengaturan hak magersari atas tanah keraton antara

lain:

a. Salah satu faktor pemicu rumitnya penyelesaian sengketa tanah

magersari yang sering terjadi, baik di tingkat kota maupun kabupaten

di DIY. Di tingkat kota terdapat beberapa contoh kasus sengketa

tanah, diantaranya sengketa di Jalan Suryowijayan dan Jalan Brigjen

Katamso. Sengketa ini dipicu salah satunya oleh masalah

administrasi arsip kekancingan. Di tingkat kabupaten lebih banyak

lagi ditemui kasus serupa, diantaranya di Kabupaten Sleman dengan

kasus Hotel Ambarukmo. Sengketa yang melibatkan kerabat Keraton

Yogyakarta salah satu penyebabnya yaitu dugaan pemalsuan

kekancingan. Ketiga contoh kasus tersebut seharusnya dapat

diminimalisasi salah satunya dengan pembenahan sistem kearsipan

keraton secara bertahap dan berkelanjutan. Apalagi kekancingan telah

Page 79: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

61

diakui oleh pihak Badan Pertanahan Nasional Kota Yogyakarta untuk

mendaftarkan hak pengguna tanah;

b. Banyaknya tanah keraton yang diperjual-belikan secara ilegal

sehingga aset tanah keraton menjadi berkurang. Hal ini karena

ketidak-sinambungan inventarisasi tanah yang dimiliki keraton.

Adapun dasar dari inventarisasi tanah keraton adalah arsip

kekancingan. Jika pengelolaan arsip kekancingan tidak sesuai

prosedur tata kearsipan, maka dapat dipastikan, inventarisasi tanah

keraton dapat terhambat.

c. Hak masyarakat menengah ke bawah untuk dapat memperoleh

kebijakan sewa tanah keraton menjadi terhambat karena kacaunya

sistem administrasi yang dipicu oleh pengelolaan arsip kekancingan

yang belum sesuai prosedur tata kearsipan yang baik dan benar.

6.2 Saran

Saran yang dapat penulis ajukan, yaitu:

1. Mendayagunakan tenaga arsiparis Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah

(BPAD) DIY untuk memberikan pengarahan dalam mengelola arsip vital

di lingkungan Paniti Kismo.

2. Pembenahan sistem pemberkasan arsip kekancingan dengan

menggabungkan sistem geografi, kronologi dan subjek (masalah) sehingga

tercapai efektivitas dan efisiensi dalam temu balik.

Page 80: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

62

3. Penguatan landasan hukum dalam pengelolaan arsip serat kekancingan,

baik berupa perundang-undangan maupun Standar Oprasional Prosedur

(SOP), sejak tahap penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, penyusutan

arsip serat kekancingan hingga layanan arsipnya.

4. Pengadaan sarana dan prasarana kearsipan yang lebih baik dan aman bagi

keamanan fisik maupun informasi arsip, misalnya lemari besi tahan api.

Page 81: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

63

DAFTAR PUSTAKA

Atmakusumah (ed.). 2011. Takhta untuk Rakyat : Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Baum, Willa K. 1982. Sejarah Lisan untuk Masyarakat Sejarawan Setempat. Jakarta: ANRI.

Bull, Victoria (ed.). 2011. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Oxford: Oxford Univerisity Press.

Departemen Kehakiman. 1977. Simposium Undang-Undang Pokok Agraria dan Kedudukan Tanah-Tanah Adat Dewasa Ini. Jakarta: Bina Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hoopes, James. 1944. Oral History: an Introduce for Students. Chapel Hill: The University of North Caroline Press.

Kantor Arsip Daerah Yogyakarta. 2011. Naskah Sumber Arsip Seri 3: Ngindung di Tanah Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Kantor Arsip Daerah DIY.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2004. Pedoman Umum Tata Naskah Dinas. Jakarta: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.

Martono, Boedi. 1992. Penataan Berkas dalam Manajemen Kearsipan. Jakarta: Sinar Harapan.

Martono, Boedi. 1994. Penyusutan dan Pengamanan Arsip Vital dalam Manajemen Kearsipan. Jakarta: Sinar Harapan.

Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Notoyudo. 1975. Hak Sri Sultan atas Tanah di Yogyakarta. Yogyakarta: Keraton Yogyakarta.

Page 82: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

64

Nusantara, A.Ariobimo. 1999. Sri Sultan Hamengku Buwono X: Meneguhkan Takhta untuk Rakyat. Jakarta: Gramedia.

Prawiroatmodjo, S. 1957. Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan ANRI. 2007. Sistem-Sistem Pemberkasan. Jakarta: ANRI.

Saffady, William. 2004. Records and Information Management: Fundamentals of Professional Practice. Lenexa: ARMA International.

Soekanto, Soerjono. 1983. Kamus Sosiologi. Jakarta: Rajawali

Soemardjan, Selo. 1981. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada Univeristy Press.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Yayasan Indonesia Buku. 2011. Ngeteh di Patehan: Kisah Beranda Belakang Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: IBOEKOE.

Sumber Data

1. Majalah dan Surat Kabar

Lapian, A.B. 1981. Metode Sejarah Lisan (Oral History) dalam Rangka Penulisan dan Inventarisasi Biografi Tokoh-Tokoh Nasional. Lembaran Berita Sejarah Lisan, 7, Februari 1981: 18-27.

Widiyanto, Thomas Pudjo. “Magersari, Layanan Publik Keraton”, Kompas, 24 Maret 2012: 24-25.

Parani, Yuliani L. “Sejarah Tata Kearsipan di Indonesia”. Berita ANRI, 1, Maret 1978: 1-4.

Page 83: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

65

2. Thesis dan Tugas Akhir (TA) Diploma

Churiyatul Maskunah, Vita Nur Fatimah, dan Rini Agustina. (2013). “Pengolahan Arsip Statis di KHP Widya Budaya Keraton Yogyakarta (Periode Sri Sultan Hamengku Buwono IX)”. Tugas Akhir Diploma Universitas Gadjah Mada.

Setiawati, Nur Aini. (2000). “Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat: Pola Pemilikan, Penguasaan dan Sengketa Tanah di Kota Yogyakarta Setelah Reorganisasi Tanah 1917”. Thesis Magister Universitas Gadjah Mada.

Setyaningrum, Ari. (2010). “Kerelaan Menyewa Tanah: Studi Tanah Magersari Keraton Yogyakarta”. Thesis Magister Universitas Gadjah Mada.

Widiyastuti. (1999). “Aspek Legal Formal Tanah Lungguh di Kasultanan Yogyakarta 1831-1918”. Thesis Magister Universitas Gadjah Mada.

3. Internet

Krisna, Cakra Prabu. “Keluarga: Ketika Silsilah Keluarga Dianggap Penting”. http://cakrakrisna.wordpress.com/2008/11/22/tepas-darah-silsilah-keluarga/ [diunggah: 22 November 2008, diakses: 31 Januari 2013]

Dwi Mardjianto, Fx.Lilik. “Yogyakarta dalam Ancaman Kisruh Pengelolaan Tanah”. http://www.antaranews.com/berita/1291877753/yogyakarta-dalam-ancaman-kisruh-pengelolaan-tanah [diunggah: 9 Desember 2010, diakses: 31 Januari 2013]

Suryanto, Desi. “Wisuda Abdi Dalem”. http://www.solopos.com/2011/09/14/wisuda-abdi-dalem-238676 [diunggah: 14 September 2011, diakses: 31 Januari 2013]

----. “Keraton Laporkan Penipuan SG ke Polisi”. http://www.radarjogja.co.id/berita/jogja-raya/24319-keraton-laporkan-penipuan-sg-ke-polisi.html [diunggah: 1 Maret 2012, diakses: 7 Mei 2013]

Page 84: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

66

----. “RM Triyanto Tak Takut Dilaporkan ke Polisi”. http://www.radarjogja.co.id/berita/jogja-raya/24389-rm-triyanto-tak-takut-dilaporkan-ke-polisi.html [diunggah: 3 Maret 2012, diakses: 7 Mei 2013]

Wibowo, Suryo. “Keraton Yogya Tolak Magersari Warga Suryowijayan”. http://www.tempo.co/read/news/2013/01/31/058458251/Keraton-Yogya-Tolak-Magersari-Warga-Suryowijayan [diunggah: 31 Januari 2013, diakses: 7 Mei 2013]

----. “Keturunan HB III Adukan Adik Sultan HB X ke Polisi”. http://regional.kompas.com/read/2012/03/06/02553424/Keturunan.HB.III.Adukan.Adik.Sultan.HB.X.ke.Polisi [diunggah: 6 Maret 2012, diakses: 7 Mei 2013]

Marajo, Asril Sutan. “Ahli Waris HB VII Gugat BPN Sleman”. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/05/18/54758 [diunggah: 18 Mei 2010, diakses: 7 Mei 2013]

----. “Berharap Keraton Merevisi Surat Kekancingan”. http://www.radarjogja.co.id/berita/utama/29032-berharap-keraton-merevisi-surat-kekancingan.html [diunggah: 20 Maret 2013, diakses: 9 Mei 2013]

Ahmad, Fauzan. “LBH Jogja Minta Keraton Tinjau Ulang Pemberian Surat Kekancingan”. http://www.jogjatv.tv/berita/19/03/2013/lbh-jogja-minta-keraton-tinjau-ulang-pemberian-surat-kekancingan [diunggah: 19 Maret 2013, diakses: 9 Mei 2013]

----. “Kerabat Pecah, HB X Harus Turun Tangan”. http://www.radarjogja.co.id/kulon-progo-dan-gunung-kidul/24374-kerabat-pecah-hb-x-harus-turun-tangan.html [diunggah: 3 Maret 2012, diakses: 10 Mei 2013]

Page 85: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

67

LAMPIRAN A (Ringkasan Transkrip Narasumber) 1. Warga (Keluarga abdi dalem)

Narasumber : Mbah Slamet Profesi : Guide Usia : 68 tahun

Wawancara yang dilakukan kepada Mbah Slamet merupakan wawancara terbuka, tidak berstruktur dan mendalam. Wawancara dilaksanakan pada 2 Juni 2013 di rumah Irjen Djoko Susilo yang telah disita oleh KPK. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk memahami kondisi sosiologis masyarakat yang berada di wilayah jeron beteng dan beberapa pemegang hak magersari yang diketahui oleh Mbah Slamet. Melalui pemahaman kondisi sosiologis masyarakat awam yang menghuni area sultan ground jeron beteng, diharapkan peneliti dapat memahami pula pola penyimpanan arsip kekancingan yang juga dikelola oleh masing-masing pemegang hak magersari. Inti dari penjelasan Mbah Slamet yaitu sudah banyak tanah di lingkungan jeron beteng yang dibagikan kepada para ahli waris dengan perkiraan luas 1000 meter per ahli waris. Magersari yang dipahami oleh masyarakat adalah tanah-tanah yang sudah lama didirikan kios-kios, di sekitar jeron beteng. Seharusnya tanah-tanah tersebut tidak diperbolehkan untuk didirikan bangunan permanen, namun pada praktiknya banyak terjadi pelanggaran. Ada pula sebagian pihak yang ragu-ragu jika ingin membeli tanah di sekitar jeron beteng karena dikhawatirkan tanah tersebut adalah magersari. Mbah Slamet juga mengakui sudah banyak terjadi jual-beli hak magersari di sekitar jeron beteng namun banyak yang didiamkan saja. Jual beli hak magersari juga sering melibatkan oknum dalam keraton dan petugas birokrasi modern, seperti camat. Akibat dari jual beli hak magersari ini adalah perubahan hak dari magersari menjadi hak milik. Dengan demikian, lambat laun tanah keraton semakin menipis karena peralihan tersebut. Faktor yang menyebabkan diamnya sebagian pihak yang mengetahui praktik culas ini adalah tidak ingin membuat keributan berkepanjangan dan faktor uang. Mbah Slamet juga menyimpan beberapa arsip kekancingan yang sebagiannya sudah ia serahkan kepada Komunitas Warung Arsip untuk didigitalisasikan dan dirawat agar tidak cepat rusak. 2. Pengelola arsip

Nama : Hendro, A.Md Profesi : Arsiparis BPAD Yogyakarta Usia : 45 tahun

Wawancara yang dilakukan kepada Bapak Hendro merupakan wawancara

terbuka, berstruktur dan mendalam. Wawancara dilaksanakan pada 7 Juni 2013 di

Perpustakaan Widya Budaya Keraton Yogyakarta. Tujuan dari wawancara ini

adalah untuk mengetahui dan memahami kondisi pengelolaan arsip, terutama

arsip serat kekancingan, di lingkungan Keraton Yogyakarta.

Page 86: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

68

Inti dari penjelasan Bapak Hendri yaitu jarang terjadi proses penyusutan

dari masing-masing tepas (kantor) di keraton ke bagian arsip di Perpustakaan

Keraton Yogyakarta. Sebagian besar arsip yang masuk ke Perpustakaan Keraton

Yogyakarta tidak melalui prosedur penilaian, atau dengan kata lain langsung

bersifat statis. Arsip disimpan dengan mengacu pada pencipta arsip karena tidak

digunakannya kode klasifikasi pada masa aktifnya. Sebagian besar arsip

tertumpuk dalam karung dan dalam kondisi yang mengkhawatirkan, seperti

berjamur dan termakan serangga. Sayangnya, arsip kekancingan dalam

penyimpanan statisnya masih dijadikan satu dengan surat-surat yang lain karena

titik tumpu penyimpanan berdasarkan pencipta arsip. Meski demikian, perawatan

yang dilakukan sudah sampai pada tahap fumigasi walaupun hanya setahun sekali

karena minimnya biaya pengelolaan arsip di lingkungan Keraton Yogyakarta.

Page 87: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

69

LAMPIRAN B (Contoh Kekancingan dan Permohonan Hak Magersari)

1. Permohonan I

Page 88: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

70

2. Permohonan II

Page 89: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

71

3. Kekancingan I

Page 90: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

72

4. Kekancingan II

Page 91: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

73

LAMPIRAN C (Dokumentasi Penelitian)

Contoh Buku Agenda

Page 92: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

74

Suasana Jalan Brigjen Katamso dekat perempatan Gondomanan

Suasana Jalan Brigjen Katamso menuju Jalan Parangtritis

Page 93: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

75

Suasana Jalan Suryowijayan dekat kios yang tergusur

Suasana Perumahan di Jalan Suryowijayan

Page 94: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

76

LAMPIRAN D (Lembar Konsultasi Skripsi)

Page 95: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

77

Page 96: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

78

LAMPIRAN E (Peta)

1. Peta Pariwisata

Page 97: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

79

LAMPIRAN F (Surat Ijin Penelitian)

Page 98: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

80

LAMPIRAN G

BIODATA PENULIS

Nama : Rina Rakhmawati Tempat/tanggal lahir : Tegal, 25 Juli 1989 Alamat : Jalan Cendrawasih Gg. 16 No. 13, Kel Randugunting Kota Tegal, Jawa Tengah Pendidikan Formal

JENJANG NAMA SEKOLAH NAMA KOTA

TH.MASUK TH.LULUS

SD Al Irsyad Al Islamiyyah

Tegal 1997 2002

SMP Negeri 7 Tegal 2002 2004 SMA Negeri 1 Tegal 2004 2007 Perguruan Tinggi

Diploma 3 Kearsipan FIB UGM

Yogyakarta 2007 2010

Pelatihan/Kursus

JENJANG NAMA

PELATIHAN/KURSUS NAMA KOTA

TH MASUK

TH LULUS

- English for ITP-TOEFL Preparation Test ELTI

Yogyakarta Februari

2011 Mei 2011

- Desain Grafis dan Ms. Office FasNET GaMa

Yogyakarta Februari

2010 Agustus

2010 Pengalaman Organisasi

NAMA ORGANISASI

KEDUDUKAN DALAM

ORGANISASI NAMA KOTA TAHUN

PMR SMA N 1 Tegal

Sekretaris II Tegal 2005

BEM KM UGM Staff Kementrian PSDM

Yogyakarta 2008

Staff Kementrian Media dan Informasi

Yogyakarta 2009

Senat Mahasiswa FIB UGM

Perwakilan HMJ Yogyakarta 2009

Study Club FIB UGM

Ketua Umum Yogyakarta 2009

HMJ Kearsipan FIB UGM

Wakil Ketua Umum Yogyakarta 2008

Ketua Umum Yogyakarta 2009 KSSI FIB Undip Staff Semarang 2012

Page 99: PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU … · dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang ... yang menangani masalah pertanahan keraton

81

Pengalaman Magang NAMA

ORGANISASI/LEMBAGA AKTIVITAS

NAMA KOTA

WAKTU

Arsip Universitas Gadjah Mada

Penataan arsip inaktif dan statis

Yogyakarta 3 bulan

Radio Buku

Manajemen sound-recording, digitalisasi arsip koran, dan jurnalistik dasar

Yogyakarta 2 bulan

Semarang, September 2013