hak pinjam pakai tanah magersari keraton yogyakarta

22
KEMENTERIAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS HUKUM PENULISAN HUKUM HAK PINJAM PAKAI TANAH MAGERSARI KERATON YOGYAKARTA BILAWAL ALHARIRI ANWAR 10/298962/HK/18419 GINANJAR JULIAN AZIZI 10/299352/HK/18462 PANDU ARIO BISMO 10/299647/HK/18492 RIZKY PRATAMA P. KARO KARO 10/299228/HK/18448

Upload: bilawal-alhariri-anwar

Post on 19-Jun-2015

8.516 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

Paper Hukum Kekerabatan & Perjanjian Adat

TRANSCRIPT

Page 1: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

KEMENTERIAN NASIONAL

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS HUKUM

PENULISAN HUKUM

HAK PINJAM PAKAI TANAH MAGERSARI

KERATON YOGYAKARTA

BILAWAL ALHARIRI ANWAR 10/298962/HK/18419

GINANJAR JULIAN AZIZI 10/299352/HK/18462

PANDU ARIO BISMO 10/299647/HK/18492

RIZKY PRATAMA P. KARO KARO 10/299228/HK/18448

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

LATAR BELAKANG

Yogyakarta terkenal dengan sistem khusus pengelolaan tanah. Bahkan, Undang-Undang No

5 Tahun 1960 (UUPA) seakan tidak kuasa menembus sistem pengelolaan mandiri terhadap tanah

keraton atau yang lebih dikenal dengan "Sultan Ground" .

Pusat Dokumentasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyebutkan, "Sultan Ground"

merupakan tanah adat peninggalan leluhur yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta Hadiningrat.

Sedangkan Sultan Hamengkubuwono X menyebut tanah keraton sebagai tanah-tanah raja dan

keluarga keraton, situs, magersari, serta tanah garapan kosong.

Tanah keraton terhampar luas di Daerah Istimewa Yogyakarta. Diperkirakan 60% tanah di

DIY adalah tanah milik Keraton. Tanah keraton inipun pemanfaatannya bermacam-macam,

salah satunya untuk tempat tinggal. Masyarakat bisa menggunakan tanah keraton sebagai tempat

tinggal dengan status "magersari".

Magersari pada awalnya adalah tanah yang ditujukan khusus untuk para abdi dalem, sebagai

tanda jasa atas pengabdiannya terhadap keraton. Namun pada perkembangannya masyarakat bisa

memanfaatkannya dengan alas hak pinjam pakai atas tanah magersari. Masyarakat boleh

memanfaatkan tanah, dengan kesadaran penuh bahwa status tanah itu adalah milik keraton.

Penduduk setempat yang menempati tanah itu tidak memiliki sertifikat. Mereka hanya

berbekal "Serat Kekancingan" atau surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Panitikismo.

Panitikismo adalah lembaga agraria keraton yang memiliki otoritas mengelola pemanfaatan &

penggunaan tanah keraton untuk berbagai kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Dari hal tersebut muncul akibat yang tidak sederhana terkait pertanahan. Masalah tanah yang

merupakan jurisdiksi Badan Pertanahan Nasional (BPN) digantikan oleh lembaga adat

(Panitikismo). Tidak hanya itu hukum positif yang ada seolah-olah dikesampingkan oleh hukum

& kebiasaan adat setempat. Hal ini tentu perlu penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana hukum

dan kebiasaan adat setempat menggantikan hukum positif terkait hak pinjam pakai tanah

magersari di Yogyakarta.

Page 3: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah cara mengajukan hak pinjam pakai tanah magersari?

b. Apa sajakah hak dan kewajiban penerima hak pinjam pakai tanah magersari?

c. Dapatkah penerima hak pinjam pakai mengalihkan haknya kepada orang lain?

d. Dapatkah hak pinjam pakai tanah magersari ditingkatkan menjadi hak milik?

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui aspek-aspek yang terkait dengan hak pinjam pakai tanah magersari

2. Menyelesaikan tugas Hukum Kekerabatan dan Perjanjian Adat kelas C

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi segenap civitas

akademika mengenai hak pinjam pakai tanah magersari

2. Dengan diketahuinya prosedur pengajuan hak pinjam pakai tanah magersari, maka

dikemudian hari pihak yang membutuhkan hak pinjam pakai dapat mengajukan kepada

keraton.

Page 4: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

METODE PENELITIAN

1. Teknik dan Pengumpulan Data

a. Studi lapangan (wawancara)

Wawancara dilakukan dengan 4 narasumber sebagai berikut :

- Wiwik (39 tahun) Pengirit di Kantor Panitikismo Keraton Yogyakarta

- Wardono Giribawoko (66 tahun) abdi dalem Keraton Yogyakarta

- Sumardi (61 tahun) abdi dalem Keraton Yogyakarta

- Mulyono (64 tahun) penduduk Kelurahan Kadipaten Kecamatan Keraton

b. Studi Kepustakaan

2. Analisis Data

Data yang didapatkan baik dari studi lapangan maupun kepustakaan, diolah dan

dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu menjelaskan atau

menerangkan segala sesuatu yang didapat baik dari wawancara maupun studi

kepustakaan sehingga dapat ditemukan kebenaran yang konkrit dan ilmiah.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Singkat Tanah Keraton

Propinsi DIY berasal dari wilayah yang meliputi daerah bekas swapraja Kasultanan

Yogyakarta dan Pakualaman. Menurut Boedi Harsono, swapraja adalah suatu wilayah

pemerintahan yang merupakan bagian dari daerah Hindia Belanda, yang kepala wilayahnya

dengan sebutan Sultan, Sunan, Raja atau nama adat yang lain. Berdasarkan perjanjian dengan

Pemerintah Hindia Belanda menyelenggarakan pemerintahan sendiri di wilayah yang

bersangkutan, masing-masing berdasarkan perjanjian tersebut serta adat istiadat daerahnya

masing-masing yang beraneka ragam.

Page 5: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

Berdasarkan UU No.3 Tahun 1950 sebagaimana diubah dengan UU No.19 Tahun 1950

dan UU No.9 Tahun 1955 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, DIY mengalami

perubahan dari sebuah daerah swapraja menjadi sebuah daerah yang bersifat istimewa di dalam

teritorial NKRI. Bentuk keistimewaan yang menonjol yang diberikan kepada DIY adalah pada

hukum pertanahan. Aturan di DIY itu terlepas dari aturan pertanahan yang ada seperti UUPA

dan sebagainya. Alasannya adalah di DIY sudah ada dasar hukum yang mapan, yaitu

menggunakan hukum adat.

Sebagai daerah yang terkenal dengan kerajaannya, DIY hingga sekarang masih mempunyai

tanah bekas swapraja yang tersebar diberbagai wilayah di Yogyakarta. Tanah-tanah tersebut

terbagi di bawah dua kekuasaan, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Puro Pakualaman. Di Propinsi

DIY, Sultan merupakan pemilik tanah yang merupakan tanah Keraton. Rakyat hanya punya hak

sewa atau hak pinjam pakai dan biasa disebut magersari. Jika Sultan menghendaki, sewaktu-

waktu ia dapat mencabutnya kembali.

Menurut sejarahnya, hukum tanah diatur bersama-sama, baik dengan tanah kas desa, tanah

penduduk, maupun tanah Keraton itu sendiri. Tanah kas desa di DIY merupakan pemberian dari

pihak Keraton Yogyakarta. Karenanya, berbagai permasalahan yang berkaitan dengan tanah kas

desa dapat diselesaikan dengan cara musyawarah sehingga pemanfaatan tanah tersebutdapat

dilakukan secara optimal. Sedangkan Tanah Keraton adalah tanah yang belum diberikan haknya

kepada penduduk maupun kepada pemerintah desa, masih merupakan milik Keraton sehingga

siapapun yang akan menggunakannya harus meminta ijin kepada pihak Keraton.

Pengaturan tentang tanah merupakan kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan pada pasal 4 ayat (1) UU No.3 tahun 1950, DIY mendapat kewenangan untuk

mengurus beberapa hal dalam rumah tangganya sendiri, salah satu diantara urusan yang menjadi

kewenangan DIY adalah bidang keagrariaan atau pertanahan.

Page 6: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

B. Hak Pakai

Menurut UUPA yang dimaksud hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau

memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang

memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat

yang berwenang memberikannya. Pemberian hak pinjam pakai tidak boleh disertai syarat-syarat

yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Hak pakai dapat diberikan :

a. Selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang

tertentu

b. Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun

Apabila tanah yang dimaksudkan adalah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak

pakai hanya dapat dialihkan pada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Sedangkan hak

pakai untuk tanah hak milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan

dalam perjanjian yang bersangkutan.

Page 7: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

PEMBAHASAN

A. Pengajuan Hak Pinjam Pakai

Pengelolaan dan pemanfaatan tanah keraton ditujukan untuk sebesar-besarnya kepentingan

pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kepentingan publik demi kesejahteraan

rakyat. Hal ini tercermin bagaimana keraton merelakan tanah keraton untuk berbagai keperluan

semisal berdirinya Universitas Gadjah Mada (UGM), kantor gubernur DIY (Kepatihan), Gedung

DPRD DIY, dan kantor-kantor bupati/wali kota yang tersebar di lima daerah. Selain itu, rakyat

juga dapat memanfaatkan tanah-tanah keraton tersebut untuk tempat tinggal dengan mengajukan

izin hak pinjam pakai tanah magersari kepada panitikismo.

Panitikismo atau kantor agraria keraton yang terletak di kelurahan Kadipaten ini bertugas

untuk mengurusi pemanfaatan tanah keraton oleh masyarakat dengan alas hak pinjam pakai.

Menurut Wiwik, pengirit di Panitikismo pengurusan hak pinjam pakai tanah magersari cukup

mudah. Pemohon harus datang sendiri, tidak boleh diwakilkan ke Panitikismo di saat jam kerja

yaitu jam 09.00 WIB-13.00 WIB dan memenuhi syarat administratif tertentu.

Syarat tersebut adalah identitas dan surat rekomendasi dari pejabat setempat, misalnya kepala

desa atau lurah yang menyatakan bahwa tanah yang ingin diajukan hak pinjam pakai adalah

benar-benar tanah keraton dan tidak dalam sengketa. Apabila yang mengajukan tinggal di kota

rekomendasinya bukan dari lurah/kepala desa melainkan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Namun apabila tanah yang mau dimintakan hak pinjam pakai berbatasan langsung dengan

tanah hak milik yang dimiliki pemohon maka, harus ada persetujuan terlebih dahulu dari pihak

keraton. Rekomendasi dari BPN lebih terjamin kepastian hukumnya karena benar-benar telah

jelas pembagian antara tanah keraton maupun tanah hak milik. Hal ini sangat berbeda

dibandingkan rekomendasi dari lurah/kepala desa yang seringkali tercampur antara tanah kas

desa dengan tanah keraton. Walaupun demikian rekomendasi dari keduanya tetap dilayani oleh

Panitikismo.

Luas tanah yang akan dimintakan hak pinjam pakai dibebaskan, akan tetapi keratonlah yang

akan menentukan berapa luas tanah yang akan diberikan. Hal ini semata-mata demi pemerataan,

Page 8: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

mengingat yang mengajukan hak pinjam pakai itu banyak maka luas tanah keraton yang ada

dibagi sesuai pemohon.

Kemudian akan dimintakan ijin kepada ke Pengageng Kawedanan Ageng Wahono Sarto

Kriyo Keraton Yogyakarta, KGPH Hadiwinoto selaku kepala Panitikismo. Pemberian ijin harus

dilakukan oleh KGPH Hadiwinoto sendiri tidak ada wakil/lembaga pengganti. Proses ini

memakan waktu yang cukup lama mengingat KGPH Hadiwinoto sangat sibuk, tidak hanya

mengurusi masalah tanah tetapi juga masalah lainnya. Menurut narasumber, waktu yang

diperlukan tidak bisa ditentukan. Proses pengurusannya ada yang memakan waktu 1 tahun

adapula yang memakan waktu hingga 9 tahun.

Apabila disetujui maka akan diterbitkan serat kekancingan atau surat penetapan. Surat ini

sebagai tanda bukti hak pinjam pakai. Kekancingan ini dibuat oleh panitikismo dalam bentuk

baku atau sudah ditentukan. Jangka waktu surat ini adalah 10 tahun dan dapat diperpanjang.

Dalam hal perpanjangan surat kekancingan, warga disodori formulir dan melengkapi persyaratan

berupa fotokopi surat kekancingan lama, pisungsung tahun terakhir, KTP pemilik kekancingan,

dan persyaratan lainnya. Namun pengajuan tersebut tetap menunggu persetujuan keraton.

B. Hak & Kewajiban Penerima Hak Pinjam Pakai

Apabila surat kekancingan sudah diberikan maka penerima berhak untuk

menempati/memakai tanah magersari tersebut. Dalam pemakaiannya memang tidak ada

peraturan yang mengatur, akan tetapi ada norma tidak tertulis bahwa tidak diperbolehkan

menggunakan tanah itu untuk hal yang membahayakan atau mencoreng nama baik keraton.

Dalam penggunaannya ini tidak dilakukan pengawasan oleh pihak keraton, hanya berdasarkan

atas kepercayaan.

Penerima hak diwajibkan untuk membayar pisungsung atau penanggalan atau pajak kepada

keraton. Besar pisungsung yang diberikan setiap tahun ini berbeda satu sama lain, bergantung

dari perhitungan dengan dasar NJOP. Namun rata-rata sekitar 150 ribu rupiah hingga 200 ribu

rupiah. Apabila terlambat membayar maka panitikismo akan menngirimkan surat pemberitahuan.

Page 9: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

Penerima hak yang terlambat membayar tidak dikenai sanksi sama sekali, walaupun dia telat

membayar hingga 20 tahun.

Apabila penerima hak tidak mau membayar pisungsung maka dia tidak akan bisa

mewariskan atau memindahtangankan hak yang pinjam pakai yang dimilikinya. Hal ini

dikarenakan panitikismo tidak akan mengijinkan hingga kewajiban-kewajibannya lunas

sepenuhnya.

Penerima hak juga harus bersedia pindah sewaktu-waktu. Didalam surat kekancingan terdapat

klausul bahwa pemegang Magersari dilarang mendirikan bangunan permanen, tanah magersari

tidak bisa diperjual belikan, dan bersedia mengembalikan tanah bila sewaktu-waktu diminta oleh

keraton tanpa kompensasi/ganti rugi. Hal seperti ini pernah terjadi di Jalan Perwakilan terkait

pembangunan Malioboro Mall. Pada saat itu Keraton memberi surat pemberitahuan kepada

penerima hak pinjam pakai. Dengan adanya surat pemberitahuan maka hak pinjam pakainya

dianggap telah hapus dan dia tidak perlu membayar pisungsung lagi kepada keraton. Surat ini

juga sebagai pemberitahuan agar segera pindah. Akan tetapi, jangka waktu pemberitahuan inipun

cukup lama sekitar 5- 10 tahun sebelum tanah magersari itu digunakan.

C. Pemindahtanganan Hak Pinjam Pakai

Pemindahtanganan hak pinjam pakai dapat dilakukan dengan 2 cara :

1. Pemindahtanganan dengan perjanjian/Lier

Penerima hak pinjam pakai bebas untuk memindahtangankan, istilah memindahtangankan

disebut dengan lier. Yang akan dilierkan ini bukanlah tanah magersari melainkan hak pinjam

pakainya. Proses lier ini antara penerima hak dengan pihak ketiga sendiri, pihak keraton tidak

terlibat. Jangka waktu lier disesuaikan dengan jangka waktu hak pinjam pakai yaitu selama 10

tahun. Penerima hak yang melierkan haknya dikenai pisungsung sebesar 15% dari nilai lier.

Pisungsung 15% dianggap masih murah, ambil contoh lier tanah magersari seluas hampir 1

hektar kepada toko Atakrip di Jalan Kyai Mojo yang mencapai 1 milyar. Ini artinya pisungsung

yang harus dibayar hanya sebesar 150 juta. Sisanya untuk penerima hak pinjam pakai yang telah

Page 10: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

melierkan haknya. Hal ini jelas menguntungkan mengingat biaya pengajuan hak pinjam pakai

hanya sekitar 300 ribu rupiah.

2. Pewarisan

Apabila penerima hak pinjam pakai meninggal maka haknya diwariskan ke anak-anaknya.

Dalam praktek proses ini berlangsung secara kontinyu hingga ke derajat yang sulit ditentukan.

Hal ini tentu dapat dimengerti mengingat hak pinjam pakai dapat diperbaharui secara terus

menerus yang menjadi pemutus hanyalah apabila tanah diminta kembali oleh keraton.

Dalam pewarisan, harus lapor ke panitikismo tentang hal-hal terkait, misal siapa ahli waris

yang ditentukan. Setelah itu akan ada pencatatan dan pembuatan surat kekancingan baru untuk

ahli waris yang digunakan sebagai dasar penetapan.

Apabila pewaris mempunyai lebih dari satu ahli waris, maka hak pinjam pakai atas tanah

magersarinya bisa dipecah sesuai jumlah ahli waris. Namun, hal ini tentu saja diputus

berdasarkan pertimbangan keraton. Sedangkan apabila pewaris tidak mempunyai ahli waris

maka tanah yang ditempatinya itu harus dikembalikan ke Keraton, untuk diberikan kepada pihak

lain yang membutuhkan.

Dalam pewarisan kadangkala muncul masalah misalnya pewaris sebenarnya tidak punya ahli

waris. Namun tiba-tiba muncul orang yang berpura-pura sebagai anak ataupun saudara pewaris.

Tujuannya tak lain adalah mendapatkan waris atas hak pinjam pakai pewaris. Hal ini diakui

banyak terjadi dan apabila bentuk kecurangan ini berhasil maka tentu saja akan merugikan pihak

keraton.

Dalam menyelesaikan masalah seperti ini dan masalah-masalah lain, tidak menggunakan

jalur jukum. Penyelesaian masalah lebih dititikberatkan kepada musyawarah &

pertimbangan/dawuh KGPH Hadiwinoto sebagai pemutus.

Page 11: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

D. Peningkatan Ke Hak Milik

Penerima hak tanah magersari dapat meningkatkan haknya menjadi hak milik. Hal ini

berproses sedikit demi sedikit. Awalnya tanah magersari yang jangka waktunya 10 tahun

ditingkatkan menjadi hak pakai yang jangka waktunya 20 tahun. Dari hak pakai ditingkatkan

menjadi hak guna bangunan (HGB) dengan jangka waktu 25 tahun. Kemudian baru bisa

ditingkatkan menjadi hak milik. Ini artinya untuk menjadikan hak milik diperlukan waktu

minimal 55 tahun.

Dahulu hal ini jamak dilakukan, tengok saja kawasan pemandian Tamansari dan kawasan

Njeron Benteng sudah banyak bangunan mewah yang merupakan hak milik. Namun hal ini

sudah tidak memungkinkan. Semenjak tahun 2000 peningkatan hak pinjam pakai menjadi hak

milik sudah dihapus. Penerima hak hanya bisa melakukan perpanjangan hak bukan peningkatan.

Ahli pertanahan sekaligus anggota tim asistensi Rancangan Undang-Undang Keistimewaan

DIY, Suyitno, mengungkapkan, seiring perkembangan zaman, tanah-tanah milik Keraton

Yogyakarta terus menyusut. Hingga saat ini, tanah yang terdaftar sebagai Sultan Ground dan

Paku Alam Ground hanya tinggal sekitar 3.900 hektar atau 1,2 persen dari 318.518 luas DIY.

Hal inilah yang membuat HB X melarang konversi ke hak milik. Sultan khawatir apabila tanah

keraton terus dikonversi menjadi hak milik lama kelamaan tanah keraton akan habis.

Para narasumber yang kami wawancarai semuanya tidak ada yang meningkatkan tanahnya

menjadi hak milik. Hak atas tanah yang mereka miliki semuanya hanya berupa pinjam pakai

yang jangka waktunya hanya 10 tahun. Walaupun ada dua narasumber (Wardono & Supardi)

yang bisa meningkatkan status haknya ke hal milik, karena memiliki hak pinjam pakai sebelum

tahun 2000 namun hal tersebut tidak mereka lakukan.

Page 12: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

KESIMPULAN

1. Pengajuan hak pinjam pakai memakan waktu yang tidak bisa ditentukan. Panitikismo

juga tidak berperan sendiri, melainkan dibantu oleh Lurah/Kepala desa & BPN. Dalam

pengajuan hak hanya KGPH Hadiwinoto yang berwenang untuk menentukan.

2. Penerima hak berhak mendiami tanah keraton yang dibuktikan dengan serat kekancingan.

Mereka berkewajiban membayar pisungsung/pajak setiap tahun. Penerima hak harus siap

pindah sewaktu-waktu apabila Keraton membutuhkan tanah tersebut.

3. Pemindahtanganan hak dapat dilakukan dengan 2 cara yakni, lier & pewarisan. Dalam

lier pihak keraton tidak dilibatkan. Lier cukup dilakukan oleh para pihak saja, namun

pemilik yang melierkan haknya berkewajiban membayar pisungsung. Pemindahtanganan

hak dengan pewarisan melibatkan ahli waris dengan Panitikismo. Panitikismo akan

membuat serat kekancingan baru sebagai tanda bukti telah terjadi pewarisan.

4. Peningkatan hak pinjam pakai ke hak milik adalah suatu proses yang bertahap. Proses ini

memerlukan waktu setidaknya 55 tahun. Akan tetapi sejak tahun 2000 ketentuan tersebut

telah ditiadakan demi melindungi aset/tanah Keraton Yogyakarta

SARAN

1. Pemberian putusan atas pengajuan hak pinjam pakai tanah magersari sebaiknya tidak

hanya dilakukan oleh KGPH Hadiwinoto. Dibutuhkan perwakilan/lembaga pengganti

apabila KGPH Hadiwinoto berhalangan. Perwakilan/lembaga pengganti ditujukan agar

masyarakat diuntungkan karena jangka waktu yang diperlukan akan lebih cepat.

2. Perlu ada lembaga pengawasan yang bertugas mengawasi penggunaan hak pinjam pakai.

Hal ini sebagai tindakan preventif dari hal-hal yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta

Kurnianto, Harji, “Pendaftaran tanah Sultan Ground dan Pakualam Ground”,

publikasi.umy.ac.id/index.php/hukum/article/view/1885/387, diakses 18 Mei 2012

Kusumoharyono, Umar, ”Eksistensi Tanah Kasultanan Yogyakarta Setelah Berlakunya

Undang- undang Nomor.5 Tahun 1960”, http//www.pustaka_agraria.org, diakses 18 Mei 2012

Santi, Athanasia Dian, 2011, Konstruksi Hukum Pemberian Hak Guna Bangunan Dan Hak

pinjam pakai Diatas Tanah Kraton Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Tesis), Universitas

Gadjah Mada

Tamoluwu, Martinus, “Status Hak Atas Tanah Ciptaan Pemerintah Surakarta”,

http//www.perpustakaan.uns.ac.id, diakses 18 Mei 2012

Yudono, Jodhi, “Yogya dan Ancaman Kisruh Soal Tanah”,

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/09/13312515/, diakses 18 Mei 2012

UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

LAMPIRAN

Page 14: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

DAFTAR PERTANYAAN

1. Apa yang dinamakan magersari?2. Berapa luas tanah magersari yang dimiliki oleh keraton?3. Bagaimana awal mula/sejarah rakyat boleh memakai tanah magersari?4. Apakah dasar hukum dari pembagian tanah magersari itu (kebiasaan/ketetapan sultan)? 5. Adakah kriteria-kriteria tertentu untuk tanah magersari yang bisa dimintakan hak pinjam

pakai?6. Saat ini kira-kira berapa persen /berapa hektar tanah magersari yang telah ditempati oleh

masyarakat?7. Rencana kedepannya hingga berapa persen/berapa hektar tanah magersari yang

diijinkan untuk dipakai?8. Bagaimana cara mengajukan hak pinjam pakai tanah magersari?9. Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi?10. Dasar pertimbangan apa yang dipakai pihak keraton untuk menilai layak tidaknya izin

pemakaian tanah magersari diberikan?11. Siapa/lembaga apa yang berwenang memutuskan pemberian hak pinjam pakai tanah

magersari? Adakah perwakilan jika orang/pejabat berwenang dalam lembaga berhalangan?

12. Bagaimana mekanisme pemutusannya (musyawarah, survey)? 13. Dapatkah setiap warga yang mengajukan mendapatkan hak pinjam pakai tanah

magersari?14. Kalau tidak, mengapa?15. Adakah batas maksimal luas pemberian hak pinjam pakai tanah magersari untuk tiap

pemohon?16. Adakah larangan-larangan tertentu terhadap hak pinjam pakai tanah magersari oleh

masyarakat? Kenapa kok dilarang?17. Berapa lama jangka waktu pemakaian tanah magersari yang diperbolehkan?18. Adakah imbal balik tertentu dari masyarakat penerima hak pinjam pakai terhadap

keraton?19. Apakah ketentuan tentang hak pinjam pakai tanah magersari ini baku, dalam artian

masyarakat tidak boleh tawar menawar? Kalau tidak bagian mana yang bisa ditawar?20. Apa saja hak & kewajiban penerima hak pinjam pakai tanah magersari?21. Apa saja hak & kewajiban keraton terhadap penerima hak pinjam pakai?22. Bagaimana pengawasan terhadap hak pinjam pakai tanah magersari yang diberikan ke

masyarakat?23. Adakah masyarakat yang keberatan terhadap kebijakan terkait tanah magersari/hak

pinjam pakai tanah magersari?24. Sejauh ini adakah sengketa terkait tanah magersari/hak pinjam pakai tanah magersari?25. Jika ada bagaimanakah mekanisme penyelesaiannya (musyawarah/pengadilan adat)?26. Bisakah hak pinjam pakai atas tanah magersari ditingkatkan menjadi hak milik?

Page 15: Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta

27. Apabila bisa, dasar pertimbangan apa yang dipakai pihak Keraton & prosedur peningkatannya?

28. Kira-kira berapa prosentase hak pinjam pakai tanah magersari yang telah berubah menjadi hak milik?

29. Apabila pemohon hak pinjam pakai tanah magersari meninggal bisakah hak pinjam pakai yang diperolehnya itu diwariskan?

30. Apabila bisa, pewarisannya secara otomatis atau ada prosedur tertentu yang harus dilakukan?

31. Adakah hal-hal yang dilarang dalam pewarisan hak pinjam pakai tanah magersari, (misal memecah hak pinjam pakai itu untuk anak-anaknya)?

32. Apabila sewaktu-waktu Keraton membutuhkan tanah magersari tersebut dapatkah memintanya kembali? Kalau bisa prosesnya bagaimana?

33. Adakah penggantian atas pencabutan hak tersebut (relokasi/ganti rugi)? Kalau ada seberapa besar?

34. Bisakah hak pinjam pakai tanah magersari ini diperjualbelikan/dikontrakkan?35. Kalau bisa bagaimana prosedurnya?36. Adakah pajak yang dikenakan oleh pemerintah saat tanah magersari ini dipakai rakyat?37. Adakah peran serta pejabat-pejabat setempat (RT, RW, Lurah, Kepala Desa) terkait tanah

magersari? Seperti apa?