program studi ekonomi pembangunan fakultas ekonomi...

111
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA, RATA-RATA LAMA SEKOLAH, DAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2010-2017 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Disusun Oleh: Dena Putri Bastari NIM: 11150840000020 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1441 H

Upload: others

Post on 07-Mar-2020

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN

KERJA, RATA-RATA LAMA SEKOLAH, DAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA

TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2010-2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh:

Dena Putri Bastari

NIM: 11150840000020

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M/1441 H

i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

ii

iii

iv

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Dena Putri Bastari

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 06 April 1997

Alamat : Jl. Larisma RT001/09 No, 60

Kel. Pondok Aren Kec. Pondok Aren

Tangerang Selatan 15224

Telepon : 0895399592011

Email : [email protected]

II. LATAR BELAKANG KELUARGA

Ayah : Nurman Bastari

Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 08 Juli 1960

Ibu : Titin Rusmiatin

Tempat, Tanggal Lahir : Kuningan, 14 Januari 1967

Anak ke- : 2 dari 2 bersaudara

III. PENDIDIKAN

1. SD Negeri Pondok Aren 01 Tahun 2003 – 2009

2. SMP Negeri 03 Tangerang Tahun 2009 – 2012

3. SMA Negeri 12 Tangerang Tahun 2012 – 2015

4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015 – 2019

vi

ABSTRACT

This study aims to analyze and determine the Effect of Economic Growth,

Labor Force Participation Rate, Average Length of School, and Regency / City

Minimum Wage on Unemployment Rates in Banten Province in 2010 - 2017 (Case

Study: District / City in Banten Province). This study uses secondary data and uses

panel data analysis with the Random Effect Model (REM) approach using eviews 9.

The results show that economic growth and district / city minimum wages have a

negative and significant effect on unemployment rates in Banten Province in 2010 -

2017 While the level of labor force participation has a positive and significant effect.

Then, the average length of school has a negative but not significant effect on the

unemployment rate in Banten Province in 2010 - 2017. R-Square value of 0.5175

which means that the relationship between the dependent and independent variables

can be explained by 51.75% in the model and the remaining 48.25% are explained

outside the estimation model.

Keywords: Unemployment Rate, Economic Growth, Labor Force Participation Rate,

Average Length of School, Regency / City Minimum Wage, Random Effect Model

(REM).

vii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui Pengaruh

Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, Rata-rata Lama Sekolah,

dan Upah Minimum Kabupaten/Kota Terhadap Tingkat Pengangguran Di Provinsi

Banten Tahun 2010 – 2017 (Studi Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Banten).

Penelitian ini menggunakan data sekunder dan menggunakan analisis data panel

dengan pendekatan Random Effect Model (REM) menggunakan eviews 9.. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan upah minimum

kabupaten/kota berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2010 – 2017. Sedangkan tingkat partisipasi

angkatan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan. Lalu, rata-rata lama sekolah

berpengaruh secara negatif tetapi tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di

Provinsi Banten Tahun 2010 – 2017. Nilai R-Square sebesar 0,5175 yang berarti

bahwa hubungan antara variabel dependen dan independen dapat dijelaskan sebesar

51,75% di dalam model dan sisanya 48,25% dijelaskan di luar model estimasi.

Kata kunci : Tingkat Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja, Rata-rata Lama Sekolah, Upah Minimum Kabupaten/Kota, Random

Effect Model (REM).

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan kasih sayang-Nya kepada penulis selama

ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH

PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN

KERJA, RATA-RATA LAMA SEKOLAH, DAN UPAH MINIMUM

KABUPATEN/KOTA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI

PROVINSI BANTEN TAHUN 2010 – 2017” dengan baik. Shalawat serta salam

semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah

memberikan syafa’atnya kepada umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh

dengan ilmu pengetahuan.

Skripsi ini disusun dalam rangka memnuhi syarat-syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

sehubungan dengan selesainya penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis

menyadari bahwasanya dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah membantu penulis. Adapun ungkapan terima kasih penulis

sampaikan kepada:

1. Orang tua penulis, Mama saya Titin Rusmiatin yang selalu mendoakan

penulis tanpa henti dan restu serta dukungan moril maupun materil sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan optimis. Terima

kasih atas segalanya, semoga panjang umur dan sehat selalu sehingga saya

dapat membahagiakan mama. Aamiin. Dan juga terima kasih kepada Alm.

Bapak saya Nurman Bastari yang selama hidupnya selalu mendukung saya

ix

dan mendidik saya untuk menjadi anak yang baik, semoga Bapak selalu

bahagia di surga-Nya. Aamiin.

2. Teteh saya tercinta, Putri Nurpratiwi yang telah memberikan dukungan

kepada saya baik moril maupun materil dan terima kasih kepada kakak ipar

saya Alm. Hendra Gunawan yang selama hidupnya sudah banyak membantu

penulis. Dan juga kepada kedua keponakan saya, Azwa dan Kai yang selalu

menjadi penghibur disaat penulis sedang penat.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA, QIA., BKP., CRMP selaku

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Dr. Hartana Iswandi Putra, M.Si dan Bapak Deni Pandu Nugraha, SE.,

M.Sc selaku Ketua jurusan dan Sekertaris jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Sofyan Rizal, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktu dan tenaga, serta mengajak saya bertukar pikiran dan

memberikan ilmu bermanfaat hingga penulisan skripsi ini selesai. Semoga

Bapak selalu diberikan kesehatan dan keberkahan oleh Allah SWT.

7. Seluruh dosen pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya program

studi Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan banyak ilmu

pengetahuan dalam proses perkuliahan.

8. Sahabat saya Panjat Sosial, Adel, Anindya, Gege, Kasanti, Nadya, Syifa

Aliani, dan Syifa Budi yang telah memberikan dukungan, selalu menemani

dalam suka maupun duka, dan telah berjuang bersama-sama semasa kuliah

hingga saat ini.

9. Sahabat SMA saya Ulala uyee, Ica, Riska, Rima, Laura, Soniya, Tacia, dan

Oka yang selalu memberikan dukungan kepada saya dan yang selalu

menemani saya ketika saya sedang gabut.

x

10. Sahabat SMP saya Mutia, Nunik, Gita, dan Dita yang selalu memberikan

dukungan juga kepada saya.

11. Terimakasih kepada Bang Tanu dan Rara yang telah menjawab pertanyaan

dari saya seputar skripsi penulis.

12. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2015, khususnya kosentrasi Otonomi

Daerah 2015.

13. Seluruh staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membantu segala

fasilitas dan jasa selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

14. Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu telah turut

mendukung, membantu, dan memberikan dukungan baik bentuk materi dan

non materi dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karenanya,

penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk

pencapaian yang lebih baik.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, Agustus 2019

Dena Putri Bastari

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .......................................... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ......................................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. v

ABSTRACT ................................................................................................................. vi

ABSTRAK .................................................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv

DAFTAR GRAFIK .................................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xvi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Batasan Masalah............................................................................................... 12

C. Rumusan Masalah ............................................................................................ 12

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ....................................................... 13

E. Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 14

F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 23

A. Teori Terkait dengan Variabel Penelitian ........................................................ 23

1. Pengangguran ............................................................................................. 23

2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................... 30

3. Angkatan Kerja .......................................................................................... 33

xii

4. Tingkat Pendidikan .................................................................................... 35

5. Upah Minimum .......................................................................................... 37

B. Hubungan Antar Variabel ................................................................................ 40

C. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 42

D. Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 44

A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 44

B. Metode Penentuan Sampel ............................................................................... 44

C. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 45

D. Metode Analisis Data ....................................................................................... 46

E. Operasional Variabel Penelitian ....................................................................... 52

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 54

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................................. 54

1. Tingkat Pengangguran Terbuka ................................................................. 54

2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................... 55

3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ........................................................... 56

4. Rata-rata Lama Sekolah ............................................................................. 57

5. Upah Minimum Kabupaten/Kota ............................................................... 58

B. Hasil Analisis Data Model Panel ..................................................................... 59

1. Uji Estimasi Data ....................................................................................... 59

a. Hasil Uji Common Effect Model ......................................................... 60

b. Hasil Uji Fixed Effect Model ............................................................... 60

c. Hasil Uji Chow ..................................................................................... 61

d. Hasil Uji Hausman ............................................................................... 62

e. Hasil Uji Lagrange Multiplier .............................................................. 62

f. Hasil Uji Random Effect Model ........................................................... 63

2. Hasil Uji Hipotesis ..................................................................................... 66

a. Hasil Uji Koefisien Determinasi R2 (R Square) ................................. 66

b. Hasil Uji-F ............................................................................................ 67

xiii

c. Hasil Uji-t ............................................................................................. 67

3. Analisis Ekonomi ....................................................................................... 70

BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 74

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 74

B. Saran ................................................................................................................. 75

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 77

LAMPIRAN ................................................................................................................ 82

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Persentase Tingkat Pengangguran di Indonesia Tahun 2010-2017 .................. 3

Tabel 1.2 Persentase Tingkat Pengangguran di 6 Provinsi Pulau Jawa 2014-2017.......... 5

Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi di 6 Provinsi di Pulau Jawa 2014-2017 ....................... 6

Tabel 1.4 Persentase TPAK di 6 Pulau Jawa 2014-2017 .................................................. 8

Tabel 1.5 Rata-rata Lama Sekolah di 6 Provinsi di Pulau Jawa 2014-2017 ..................... 9

Tabel 1.6 Upah Minimum di 6 Provinsi Pulau Jawa Tahun 2014-2017 ........................... 11

Tabel 1.7 Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 17

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ........................................................................... 52

Tabel 4.1 Hasil Estimasi Common Effect Model ............................................................ 60

Tabel 4.2 Hasil Estimasi Fixed Effect Model .................................................................. 60

Tabel 4.3 Uji Chow .......................................................................................................... 61

Tabel 4.4 Uji Hausman .................................................................................................... 62

Tabel 4.5 Uji Lagrange Multiplier .................................................................................... 63

Tabel 4.6 Hasil Regresi Random Effect Model ................................................................. 64

Tabel 4.7 Uji Koefisien Determinasi ................................................................................ 66

Tabel 4.8 Uji F-statistik .................................................................................................... 67

Tabel 4.9 Uji t-statistik ...................................................................................................... 67

xv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Tingkat Pengangguran per Kab/Kota di Provinsi Banten 2010-2017 ............ 54

Grafik 4.2 Pertumbuhan Ekonomi per Kab/Kota di Provinsi Banten 2010-2017 ............ 55

Grafik 4.3 TPAK per Kab/Kota di Provinsi Banten 2010-2017 ...................................... 56

Grafik 4.4 Rata-rata Lama Sekolah per Kab/Kota di Provinsi Banten 2010-2017 .......... 57

Grafil 4.5 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2010-2017 ......... 58

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Philips ................................................................................................... 38

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ........................................................................................... 42

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Estimasi Data Panel ............................................................................. 82

A. Common Effect Model ............................................................................. 82

B. Fixed Effect Model .................................................................................. 83

C. Uji Chow ................................................................................................... 84

D. Uji Hausman ............................................................................................. 85

E. Uji Lagrange Multiplier ............................................................................ 86

F. Random Effect Model ............................................................................... 87

Lampiran 2 ........................................................................................................................ 88

A. Data Penelitian .......................................................................................... 88

B. Setelah di LN............................................................................................. 91

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang tidak lepas dari

tantangan dan hambatan dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi

di Indonesia itu sendiri tujuannya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dan mampu mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran,

menjaga kestabilan harga, keseimbangan neraca pembayaran, peningkatan

kesempatan kerja, meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakatnya.

Di dalam RPJMN tahun 2015-2019 salah satu masalah yang sering muncul di

setiap provinsi adalah masalah kriminalitas yang tinggi, faktor utama yang

menyebabkan tingginya tingkat kriminalitas pada suatu daerah adalah tingginya

angka pengangguran.

Pengangguran itu sendiri merupakan istilah bagi penduduk yang memasuki

usia kerja namun tidak memiliki pekerjaan. Setiap negara tidak ada yang

menginginkan masalah ini. Karena selain berdampak buruk bagi kehidupan sosial

dan ekonomi masyarakat, pengangguran juga menjadi beban ekonomi negara.

Pengangguran berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan nasional baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Lalu, pengangguran juga penyebab dari

terjadinya ketidakstabilan politik pada suatu negara, sehingga menyebabkan

masyarakat tidak puas dengan pihak pemerintah. Banyak masyarakat yang

menganggur akibat dari pemutusan hubungan kerja atau masyarakat melakukan

demonstrasi akibat dari kurangnya lapangan pekerjaan.

Sedangkan menurut Sukirno (2012) pengangguran menjadi salah satu

penyebab tingginya tingkat kejahatan di masyarakat. Orang yang menganggur

berarti orang yang tidak memiliki pendapatan, sementara kebutuhan hidupnya

tetap harus di penuhi. Sehingga orang yang menganggur tersebut rentan

2

melakukan kejahatan seperti pencurian dan penipuan. Sedangkan menurut

Mankiw (2006) pengangguran merupakan masalah makroekonomi yang

mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling

berat. Apabila pengangguran tersebut tidak segera diatasi maka akan

menimbulkan kerawanan sosial dan berpotensi mengakibatkan kemiskinan.

Masalah pengangguran sangat penting dalam pembangunan ekonomi, hal ini

dikarenakan pengangguran merupakan salah satu indikator untuk menunjukan

tingkat kesejahteraan akibat dari pembangunan ekonomi.

Selain itu Indonesia juga termasuk negara dengan jumlah penduduk yang

banyak. Banyaknya jumlah penduduk ini menimbulkan berbagai masalah, yaitu

pengangguran dan kemiskinan di mana jumlah penduduk yang terlalu besar tetapi

tidak bisa diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan

lapangan pekerjaan yang memadai. Dan juga Indonesia mempunyai pertumbuhan

ekonomi yang terus meningkat setiap tahunnya akan tetapi jumlah pengangguran

terbuka masih tetap tinggi, jumlah pengangguran terbuka yang tinggi tersebut

harus diselesaikan atau diatasi karena pengangguran terbuka yang terlalu tinggi

akan menimbulkan dampak negatif.

Dampak yang ditimbulkan bukan hanya akan berdampak pada individu, akan

tetapi juga akan berdampak pada masyarakat dan juga pemerintah. Dampak bagi

individu itu sendiri adalah masyarakat/individu tidak dapat memaksimalkan

kesejahteraan dirinya, hilangnya mata pencaharian dan pendapatan, berkurangnya

ketrampilan pada dirinya. Untuk masyarakat dan perekonomian, pengangguran

terbuka dapat menyebabkan perekonomian menjadi tidak stabil, menghambat

pertumbuhan ekonomi, menurunnya kesejahteraan masyarakat dan juga

menyebabkan ketidakstabilan sosial ekonomi dan politik, terhambatnya investasi

serta akan menambah angka kemiskinan. Oleh sebab itu, dari berbagai dampak

negatif yang terjadi akibat dari pengangguran tersebut, salah satu yang menjadi

tujuan dalam setiap rencana pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah

3

adalah mengurangi pengangguran. Berikut adalah persentase tingkat

pengangguran terbuka di Indonesia:

Tabel 1.1

Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia

Tahun 2010-2017

Tahun TPT (%)

2010 7,14

2011 6,56

2012 6,14

2013 6,25

2014 5,94

2015 6,18

2016 5,61

2017 5,5

Sumber: BPS (2018)

Berdasarkan tabel 1.1, persentase tingkat pengangguran di Indonesia setiap

tahunnya mengalami penurunan, akan tetapi mengalami kenaikan kembali pada

tahun 2013 dan 2015. Pengangguran di Indonesia meningkat pada tahun 2013 dan

2015 karena perlambatan ekonomi. Ketika perekonomian melambat, maka

perusahaan akan mengurangi biaya produksinya dengan melakukan pemutusan

hubungan kerja (PHK). Perusahaan yang mengalami PHK adalah perusahaan

yang bergantung dengan impor. Penyebabnya karena nilai tukar naik sehingga

terjadi pengurangan ongkos produksi yang berakibat pada pengurangan tenaga

kerja. Selain karena perlambatan ekonomi, akibat dari bertambahnya angkatan

kerja juga menjadi faktor meningkatnya pengangguran, karena tidak diimbagi

dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini bersangkutan dengan perlambatan

ekonomi tersebut yang mengakibatkan pengurangan tenaga kerja, bukannya

menambah tenaga kerja. Sehingga bertambahnya angkatan kerja, justru akan

4

makin bertambahnya tingkat pengangguran di Indonesia

(www.CNNIndonesia.com).

Pada tahun 2017, tingkat pengangguran mengalami penurunan. Penurunan

tersebut terjadi karena pertumbuhan ekonomi dan investasi yang terus naik,

sehingga dapat memperluas kesempatan kerja dan dapat menyerap tenaga kerja.

Menurut Hery Sudarmanto selaku Sekretaris Jenderal Kementrian

Ketenagakerjaan RI, mengungkapkan bahwa penurunan tingkat pengangguran

tersebut karena program penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja. Contohnya

seperti, penempatan TKI di sektor formal dan mewujudkan kesempatan kerja bagi

penyandang disabilitas. Selain itu, juga ada terealisasinya target desa migran

produktif di 120 desa dan 60 kabupaten/kota (www.tribunnews.com).

Meskipun tingkat pengangguran di Indonesia rata-rata mengalami penurunan ,

tetapi masalah pengangguran masih menjadi pusat perhatian di beberapa provinsi

terutama Provinsi di Pulau Jawa yang jumlah penduduknya terus meningkat.

Pulau Jawa memiliki beberapa provinsi dengan tingkat pengangguran yang

bervariasi. Bagi provinsi dengan tingkat pengangguran tinggi masalah

pengangguran merupakan masalah yang harus diatasi dengan tepat agar terjadi

penurunan tingkat pengangguran. Bagi provinsi dengan dengan tingkat

pengangguran rendah, masalah pengangguran juga masih menjadi masalah yang

harus cepat untuk diatasi, hal ini dilakukan untuk mencegah naiknya tingkat

pengangguran. Provinsi yang ada di Pulau Jawa adalah Provinsi DKI Jakarta,

Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Berikut ini

adalah tabel persentase tingkat pengangguran terbuka di 6 Provinsi di Pulau Jawa:

5

Tabel 1.2

Persentase Tingkat Pengangguran di 6 Provinsi Pulau Jawa

Tahun 2014-2017

Provinsi 2014 2015 2016 2017

DKI Jakarta 8.47 7.23 6.12 7.14

Jawa Barat 8.45 8.72 8.89 8.22

Jawa Tengah 5.68 4.99 4.63 4.57

D.I.Yogyakarta 3.33 4.07 2.72 3.02

Jawa Timur 4.19 4.47 4.21 4.00

Banten 9.07 9.55 8.92 9.28

Sumber: BPS (2018)

Berdasarkan tabel 1.2, tingkat pengangguran yang ada di 6 Provinsi di Pulau

Jawa mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Provinsi dengan tingkat pengangguran

tertinggi di Pulau Jawa adalah Provinsi Banten. Menurut Wahidin Halim selaku

Gubernur Banten, mengatakan bahwa salah satu penyebab tingginya tingkat

pengangguran di Provinsi Banten adalah banyaknya oknum yang melakukan

praktik pencaloan, yaitu dengan cara meminta imbalan kepada calon pekerja agar

bisa masuk atau bekerja ke dalam perusahaan. Hal seperti ini akan berdampak

pada masyarakat lokal yang tidak mendapatkan kesempatan kerja sehingga terjadi

peningkatan tingkat pengangguran dan juga banyak yang sengaja memilih

menganggur karena tidak sanggup membayar uang imbalan atau jaminannya.

Pemerintah tidak dapat mengintervensi praktik pencaloan ini, karena praktik ini

dilakukan oleh perorangan yang berada di luar struktur pemerintah. Selain itu

juga karena lulusan SMA/SMK banyak yang tidak terserap oleh sektor industri,

karena mereka hanya menyerap beberapa saja. Dan juga banyak pendatang atau

migran yang mencari pekerjaan ke Banten (www.kabarbanten.com).

6

Salah satu yang mempengaruhi pengangguran adalah pertumbuhan ekonomi

yang dapat mempengaruhi tingkat pengangguran. Produk Domestik Regional

Bruto adalah indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Produk Domestik

Regional Bruto merupakan jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor

produksi yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu tahu

tertentu dalam suatu daerah (Sukirno, 2006). Apabila nilai Produk Domestik

Regional Bruto suatu daerah meningkat, maka jumlah output seluruh unit

ekonomi juga akan meningkat. Output yang jumlahnya meningkat akan

menyebabkan peningkatan permintaan tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi

tingkat pengangguran. Berikut adalah perbandingan pertumbuhan ekonomi di 6

Provinsi di Pulau Jawa:

Tabel 1.3

Pertumbuhan Ekonomi di 6 Provinsi di Pulau Jawa Tahun

2014-2017

Provinsi 2014 2015 2016 2017

DKI Jakarta 5.91 5.91 5.88 6.22

Jawa Barat 5.09 5.05 5.66 5.29

Jawa Tengah 5.27 5.47 5.27 5.27

D I Y 5.17 4.95 5.05 5.26

Jawa Timur 5.86 5.44 5.57 5.45

Banten 5.51 5.45 5.28 5.71

Sumber: BPS Banten (2018)

Berdasarkan tabel 1.3 pertumbuhan ekonomi di 6 Provinsi di Pulau Jawa

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Provinsi Banten berada di posisi tiga

tertinggi di Pulau Jawa setelah provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten dari tahu 2014 sampai tahun 2016

7

selalu mengalami penurunan. Ini disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan yang

terjadi pada sebagian besar kabupaten/kota. Pertumbuhan ekonomi Banten selama

ini ditopang oleh Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Cilegon.

Karena total share PDRB kabupaten/kota tersebut selalu paling tinggi di antara

kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten. Sehingga ketika ketiga

kabupaten/kota tersebut mengalami perlambatan ekonomi akan berpengaruh

sangat besar terhadap perekonomian Provinsi Banten. Lalu, pada tahun 2017

mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi, dikarenakan adanya akselerasi

pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon,

serta Kota Tangerang Selatan (BPS Banten).

Selain itu ada angkatan kerja yang dapat mempengaruhi tingkat

pengangguran. Menurut Anggoro dan Soesatyo (2015) bahwa tingginya tingkat

pertumbuhan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan tersedianya lapangan

pekerjaan membuat penciptaan lapangan pekerjaan yang tersedia sangat minim

sehingga penyerapan tenaga kerja pun tidak maksimal dan akhirnya

mengakibatkan pengangguran. Sedangkan menurut Djojohadikusumo (1993),

penduduk dan angkatan kerja wajib diberi perhatian dalam pembangunan

ekonomi karena berhubungan dengan kesempatan kerja secara produktif. Dalam

penelitian ini digunakan data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dapat diartikan sebagai seberapa banyak

tenaga kerja yang tersedia untuk proses produksi. Berikut ini adalah tabel

persentase tingkat partisipasi angkatan kerja di 6 Provinsi di Pulau Jawa:

8

Tabel 1.4

Persentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di 6 Provinsi

di Pulau Jawa Tahun 2014-2017

Sumber: BPS Banten (2018)

Berdasarkan tabel 1.4, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di 6

Provinsi di Pulau Jawa mengalami fluktuasi setiap tahunnya. TPAK tertinggi

berada di Provinsi D.I.Yogyakarta. Provinsi Banten memiliki TPAK yang cukup

rendah dibandingkan dengan Provinsi lain yang ada di Pulau Jawa. Namun tetap

pada angka di atas 60%. Menurut Wahidin Halim selaku Gubernur Banten,

menyebutkan bahwa selain karena faktor bertambahnya angkatan kerja, Provinsi

Jawa Barat dan Banten adalah target utama lulusan sekolah dan sarjana untuk

mencari pekerjaan, keberadaan 14 ribu industri di Provinsi Banten menjadi

penyebabnya. Sehingga selain warga lulusan SMA/SMK lokal yang mencari

pekerjaan disana, namun warga yang berasal dari luar juga berdatangan. Pada

akhirnya akan menambah tingkat partisipasi angkatan kerja dan akan

meningkatkan pengangguran, itu disebabkan karena industri yang ada di sana

tidak dapat menampung semua angkatan kerja yang ada (www.kabarBanten.com).

Provinsi 2014 2015 2016 2017

DKI Jakarta 66.61 66.39 66.91 61.97

Jawa Barat 62.77 60.34 60.65 63.34

Jawa Tengah 69.68 67.86 67.15 69.11

D.I.Yogyakarta 71.05 68.38 71.96 71.52

Jawa Timur 68.12 67.84 66.14 68.78

Banten 63.84 62.24 63.66 62.32

9

Selanjutnya, variabel yang mempengaruhi tingkat pengangguran adalah

tingkat pendidikan, di mana pendidikan seorang pekerja akan sangat berpengaruh

terhadap tingkat pengangguran. Dalam penelitian ini digunakan data rata-rata

lama sekolah. Menurut Kamaludin (1999), semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang maka semakin tinggi juga kemampuan dan kesempatan untuk bekerja.

Ini dikarenakan seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi

memiliki kemampuan atau skill yang beragam, sehingga dapat meningkatkan

kesempatan kerja dan akan mengurangi pengangguran. Berikut ini adalah tabel

rata-rata lama sekolah di 6 Provinsi di Pulau Jawa :

Tabel 1.5

Rata-rata Lama Sekolah di 6 Provinsi di Pulau Jawa

Tahun 2014-2017

Provinsi 2014 2015 2016 2017

DKI Jakarta 10.54 10.7 10.88 11.02

Jawa Barat 7.71 7.86 7.95 8.14

Jawa Tengah 6.93 7.03 7.15 7.27

D I Y 8.84 9 9.12 9.19

Jawa Timur 7.05 7.14 7.23 7.34

Banten 8.19 8.27 8.37 8.53

Sumber: BPS Banten (2018)

Berdasarkan tabel 1.5, rata-rata lama sekolah di 6 Provinsi di Pulau Jawa

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata lama sekolah tertinggi berada

di Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan Provinsi Banten berada di posisi ketiga

setelah Provinsi D.I.Yogyakarta di Pulau Jawa. Semakin tinggi jenjang

pendidikan seorang tenaga kerja maka semakin tinggi juga kemampuan yang

dimiliki. Karena banyak suatu perusahaan yang memiliki persyaratan pekerjaan

adalah tingkat pendidikan yang tinggi, maka dari itu pendidikan sangatlah penting

10

dalam mencari pekerjaan agar dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan.

Namun tidak sedikit juga dari mereka yang merupakan lulusan pendidikan tinggi

tidak terserap pada lapangan usaha tersebut dikarenakan keterbatasan lapangan

pekerjaan dan terkadang tenaga kerja pendidikan tinggi tidak mau menerima

pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya dan jenjang pendidikan yang

telah diselesaikan, sehingga mereka menjadi pengangguran.

Selain itu, ada Upah Minimum yang mempengaruhi tingkat pengangguran.

Upah Minimum yang tinggi dapat menambah tingkat pengangguran yang ada,

terutama untuk negara yang mempunyai jumlah penduduk yang tinggi dan akan

mengakibatkan tingginya tingkat pengangguran. Dikarenakan para pengusaha

atau perusahaan akan merasa terbebankan, sehingga akan kesulitan dalam

pemberian upah terhadap tenaga kerja atau mengalami defisit dan akan

mengurangi permintaan tenaga kerja. Dampaknya juga akan dirasakan oleh para

karyawan, salah satunya yaitu tejadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan

yang lebih buruk lagi yaitu tutupnya sebuah perusaan atau relokasi ke daerah lain.

Terdapat istilah urban formal sector yaitu pasar tenaga kerja yang

dimimpikan oleh semua orang, dimana mereka bisa bekerja di dalam

pemerintahan atau perusahaan berskala besar dengan fasilitas yang sudah modern,

bergengsi, dan mendapatkan upah yang tinggi. Penyebab dari upah yang tinggi

adalah karena umumnya perusahaan memperkerjakan tenaga kerja yang

berpendidikan tinggi dan walaupun tidak memperkerjakan tenaga kerja yang tidak

berpendidikan tinggi, pemerintah menekan tanaga kerja dengan menerapkan upah

minimum. Dengan upah yang tinggi akan terdapat antrian panjang para pencari

kerja (Iskandarsyah, 1996). Berikut ini adalah tabel upah minimum di 6 Provinsi

di Pulau Jawa:

11

Tabel 1.6

Upah Minimum di 6 Provinsi Pulau Jawa Tahun

2014-2017 (Dalam Ribuan Rupiah)

Provinsi 2014 2015 2016 2017

DKI Jakarta 2441000 2700000 3100000 3300000

Jawa Barat 1000000 1000000 2250000 2300000

Jawa Tengah 910000 910000 1080000 1367000

D I Y 988500 988500 1100000 1337645

Jawa Timur 1000000 1000000 1250000 1388000

Banten 1325000 1600000 1784000 1931180

Sumber: BPS Banten (2018)

Berdasarkan tabel 1.6, upah minimum di 6 Provinsi di Pulau Jawa mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Meskipun peningkatan setiap tahunnya tidak terlalu

banyak. Provinsi Banten memiliki upah minimum tertinggi di antara 6 Provinsi di

Pulau Jawa. Upah yang tinggi tersebut dikarenakan permintaan dari para buruh.

Kenaikan upah minimum bagi pekerja dapat memperbaiki daya beli mereka yang

akhirnya akan mendorong kegairahan bekerja dan dapat meningkatkan

produktivitas kerja. Akan tetapi bagi pengusaha yang menganggap upah

merupakan biaya, kenaikan ini menyebabkan mereka harus menyesuaikan tingkat

upah yang harus mereka berikan kepada pekerja dengan tingkat upah minimum

yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga dengan adanya kenaikan upah

minimum ini, pengusaha cenderung mengurangi jumlah tenaga kerja yang mereka

gunakan dalam proses produksi dan akan mencari tenaga kerja yang terdidik dan

lebih berpengalaman. Hal ini akan memperbanyak jumlah pengangguran

(Dumairy, 1996).

12

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka judul pada

penelitian ini adalah “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja, Rata-rata Lama Sekolah, dan Upah Minimum

Kabupaten/Kota terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Banten

Tahun 2010-2017”.

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis akan membatasi permasalah yakni mengenai:

1. Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, Rata-

rata Lama Sekolah, dan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagai variabel

bebas (X). Keempat variabel tersebut merupakan beberapa variabel yang

mempengaruhi variabel Tingkat Pengangguran Terbuka sebagai variabel

terikat (Y).

2. Subyek penelitian ini adalah Provinsi Banten yang memiliki Tingkat

Pengangguran Terbuka yang tinggi.

3. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana pertumbuhan ekonomi, tingkat

partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum

kabupaten/kota dapat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka di

Provinsi Banten.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dengan asumsi cateris paribus, rumusan

masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di

Provinsi Banten tahun 2010-2017?

13

2. Bagaimana pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017?

3. Bagaimana pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap tingkat pengangguran di

Provinsi Banten tahun 2010-2017?

4. Bagaimana pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017?

5. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan

kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum kabupaten/kota secara

simultan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017?

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah diuraikan dengan asumsi cateris

paribus, adapun tujuan dari penelitian karya tulis ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017.

b. Untuk mengetahui pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap

tingkat pengangguran di Provinsi Banten 2010-2017.

c. Untuk mengetahui pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017.

d. Untuk mengetahui pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap

tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017.

e. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan pertumbuhan ekonomi,

tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah

minimum kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran di Provinsi

Banten tahun 2010-2017.

14

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi kalangan akademik (peneliti selanjutnya yang judul penelitiannya

sejenis), diharapkan sebagai sumbangan pemikiran mengenai

pengangguran, khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi

pengangguran di Provinsi Banten.

b. Bagi pemerintah (para pengambil kebijakan), diharapkan penelitian ini

memberikan informasi bagi pengambil kebijakan dalam upaya

mengurangi jumlah pengangguran di Provinsi Banten.

E. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian terdahulu yang sudah penulis kumpulkan melalui

berbagai sumber kepustakaan, penulis akan memberikan beberapa perbedaan

antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu:

1. Hasil penelitian dari Nina Cahyani (2016) tentang Pengaruh Pertumbuhan

Ekonomi, Upah Minimum Regional, Inflasi, dan Investasi Terhadap Jumlah

Pengangguran di DIY Tahun 1986-2015. Tujuan penelitian ini yaitu untuk

menguji dan menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi jumlah

pengangguran di DIY. Metode analisis data yang digunakan adalah metode

regresi linear berganda. Hasilnya menunjukkan variabel yang berpengaruh

tidak signifikan terhadap jumlah pengangguran di DIY adalah variabel

pertumbuhan ekonomi. Kemudian variabel investasi berpengaruh negatif

secara signifikan, sedangkan variabel upah minimum dan inflasi berpengaruh

positif terhadap jumlah pengangguran di DIY Tahun 1986-2015.

2. Hasil penelitian dari Trianggono Budi Hartanto, dan Siti Umajah Masjkuri

(2017) Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan, Upah Minimum,

dan PDRB Terhadap Jumlah Pengangguran Di Provinsi Jawa Timur Tahun

2010-2014. Metode yang digunakan adalah Random Effect Model (REM).

Hasil menunjukkan bahwa jumlah penduduk, pendidikan dan PDRB memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah pengangguran di Jawa Timur.

15

Sedangkan upah minimum tidak berpengaruh terhadap jumlah pengangguran

di Jawa Timur Tahun 2010-2014.

3. Wanjatu dan Martinus Patria (2016) Pengaruh APBD, Angkatan Kerja, dan

Investasi Terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Lampung Tahun 2006-

2015 dengan metode analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian

menunjukkan variabel-variabel yang positif dan signifikan dalam

mempengaruhi tingkat pengangguran adalah APBD dan angkatan kerja.

Sedangkan variabel investasi berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Lampung Tahun 2006-2015.

4. Penelitian selanjutnya dilakukan Riza Firdhania dan Fivien Muslihattingsih

(2017) tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Di

Kabupaten Jember. Faktor-faktor yang dipakai adalah inflasi, IPM, jumlah

penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum. Metode yang

digunakan adalah regresi linier berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa

inflasi, indeks pembangunan manusia, dan upah minimum berpengaruh

negative signifikan. Untuk variabel jumlah penduduk berpengaruh positif

signifikan. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh

signifikan terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Jember.

5. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Robi Cahyadi Kurniawan (2011)

berjudul Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat

Pengangguran di Kota Malang Tahun 1980-2011. Menggunakan metode

Ordinary Least Square (OLS). Hasilnya menunjukkan bahwa variabel UMK

dan tingkat bunga berpengaruh positif signifikan. Untuk variabel PDRB,

inflasi, investasi, dan industri berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat

pengangguran di Kota Malang.

6. Moch Rum Alim (2007) berjudul Analisis Faktor Penentu Pengangguran

Terbuka Di Indonesia Tahun 1980-2007. Menggunakan metode regresi Linier

Berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel laju pertumbuhan ekonomi

berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengangguran. Sedangkan

inflasi tidak berpengaruh signifikan dan pengeluaran pemerintah berpengaruh

16

signifikan dan negatif. Secara simultan pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,

dan pengeluaran pemerintah secara signifikan mempengaruhi tingkat

pengangguran terbuka di Indonesia sejak tahun 1980 sampai 2007.

7. Musfira Nur, Muhammad Yunus Zain, dan Sanusi Fattah (2016) berjudul

Pengangguran Terdidik di Provinsi Sulawesi Selatan. Variabel independen

yang digunakan adalah sumber daya manusia, upah minimum kabupaten/kota,

inflasi, dan produktifitas tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan metode

analisis Structural Equation Model (SEM). Hasilnya menunjukkan bahwa

sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan. Variabel UMK dan

produktifitas tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat

pengangguran terdidik. Sedangkan tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan

terhadap tingkat pengangguran terdidik di Provinsi Sulawesi Selatan.

8. Ozgur Bayram Soylu, Ismail Cakmak, and Fatih Okur (2018) berjudul

Economic Growth and Unemployment Issue Panel Data Analysis in Eastern

European Countries. Variabel independen yang digunakan adalah

pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode analisis Ordinary

Least Square (OLS). Hasilnya menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan

ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran di

Eastern European Countries.

9. Taylan Taner Dogan (2012) yang brejudul Macroeconomic Variables and

Unemployment: The Case of Turkey. Variabel yang digunakan adalah

pertumbuhan ekonomi, ekspor, inflasi, kurs, suku bunga, dan uang. Hasil

menunjukkan bahwa semua variabel independen berpengaruh negative dan

signifikan terhadap pengangguran di Turki.

17

Tabel 1.7

Penelitian Terdahulu

No Penulis dan

Tahun

Judul

Penelitian

Variabel dan Alat

Analisis Hasil Penelitian Perbedaan

1 Nina

Cahyani

(2015)

Pengaruh

Pertumbuhan

Ekonomi, UMR,

Inflasi, dan

Investasi

Terhadap

Jumlah

Pengangguran

Di DIY Tahun

1986-2015.

Dependen: Jumlah

Pengangguran

Independen:

Pertumbuhan

Ekonomi, UMR,

Inflasi, dan

Investasi.

Alat Analisis:

Regresi Linier

Berganda

Variabel pertumbuhan

ekonomi tidak

berpengaruh terhadap

jumlah pengangguran.

UMR dan Inflasi

memiliki pengaruh

positif dan signifikan

sedangkan Investasi

berpengaruh negatif

dan signifikan

terhadap jumlah

pengangguran di DIY.

Variabel

Independen: Inflasi

dan Investasi

Metode: Regresi

Linear Berganda

Periode: 1986-2015

Objek: DIY

2 Tri Anggono

Budi

Hartanto, Siti

Umajah

Masjkuri

(2017)

Analisis

Pengaruh

Jumlah

Penduduk,

Pendidikan,

Upah Minimum

dan PDRB

Terhadap

Jumlah

Pengangguran di

Provinsi Jawa

Timur Tahun

2010-2014.

Dependen: Jumlah

Pengangguran

Independen:

Jumlah Penduduk,

Pendidikan, Upah

Minimum, dan

PDRB.

Alat Analisis:

Random Effect

Model (REM)

Variabel jumlah

penduduk, tingkat

pendidikan, dan

PDRB memiliki

pengaruh positif dan

signifikan terhadap

jumlah pengangguran.

Sedangkan variabel

upah minimum

memiliki pengaruh

negatif dan tidak

signifikan terhadap

jumlah pengangguran

di Provinsi Jawa

Timur.

Variabel

Independen:

Jumlah Penduduk

Metode: sama

Periode: 2010-2014

Objek: Provinsi

Jawa Timur

18

No Penulis dan

Tahun

Judul

Penelitian

Variabel dan Alat

Analisis Hasil Penelitian Perbedaan

3 Wanjatu dan

Martinus

Patria (2016)

Pengaruh

APBD,

Angkatan Kerja,

dan Investasi

Terhadap

Tingkat

Pengangguran di

Provinsi

Lampung Tahun

2006-2015.

Dependen: Tingkat

Pengangguran

Independen:

APBD, Angkatan

Kerja dan

Investasi.

AlatAnalisis:

Regresi Linier

Berganda

Hasil menunjukkan

bahwa APBD dan

Angkatan Kerja

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap tingkat

pengangguran di

Provinsi Lampung.

Sementara investasi

berpengaruh positif

dan tidak signifikan

terhadap tingkat

pengangguran di

Provinsi Lampung

Variabel

Independen: APBD

dan Investasi

Metode: Regresi

Linier Berganda

Periode: 2006-2015

Objek: Provinsi

Lampung

4 Riza

Firdhania

dan Fivien

Muslihattinin

gsih (2017)

Faktor-faktor

Yang

Mempengaruhi

Tingkat

Pengangguran

Di Kabupaten

Jember.

Dependen: Tingkat

Pengangguran

Independen:

Inflasi, IPM,

Jumlah Penduduk,

Pertumbuhan

Ekonomi, dan

Upah Minimum.

Alat Analisis:

Regresi Linier

Berganda

Variabel inflasi, IPM,

upah minimum

berpengaruh negatif

dan signifikan

terhadap tingkat

pengangguran.

Variabel jumlah

penduduk berpengaruh

positif dan signifikan.

Sedangkan

pertumbuhan ekonomi

tidak berpengaruh

terhadap tingkat

pengangguran di

Kabupaten Jember.

Variabel

Independen:

Inflasi, IPM, dan

Jumlah Pednduduk.

Metode: Regresi

Linier Berganda

Periode: 2002-2013

Objek: Kabupaten

Jember

19

No Penulis dan

Tahun

Judul

Penelitian

Variabel dan Alat

Analisis Hasil Penelitian Perbedaan

5 Roby

Cahyadi

Kurniawan

(2013)

Analisis

Pengaruh

PDRB, UMK,

dan Inflasi

Terhadap

Tingkat

Pengangguran

Terbuka di Kota

Malang Tahun

1980-2011

Dependen: Tingkat

Pengangguran

Terbuka

Independen:

PDRB, UMK,

Inflasi, Investasi,

Tingkat Bunga,

dan Industri.

Alat Analisis:

Ordinary Least

Square (OLS)

Hasil menunjukkan

bahwa variabel UMK

dan tingkat bunga

memiliki pengaruh

positif dan signifikan

terhadap tingkat

pengangguran.

Sedangkan PDRB,

inflasi, investasi, dan

industry memiliki

pengaruh negatif dan

signifikan terhadap

tingkat pengangguran

di Kota Malang.

Variabel

Independen:

Inflasi, Investasi,

Tingkat Bunga, dan

Industri.

Metode : Ordinary

Least Square (OLS)

Periode: 1980-2011

Objek: Kota

Malang

6. Muh Rum

Alim (2007)

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pengangguran

terbuka di

Indonesia Tahun

1980-2007

Dependen:

Pengangguran

Independen:

Pertumbuhan

Ekonomi,

Pengeluaran

Pemerintah dan

Inflasi.

Alat Analisis:

Regresi Linier

Berganda

Hasil menunjukkan

bahwa variabel

pertumbuhan ekonomi

memiliki pengaruh

postif dan signifikan

sedangkan inflasi tidak

signifikan terhadap

tingkat pengangguran.

Pengeluaran

pemerintah signifikan

dan negatif

mempengaruhi tingkat

pengangguran.

Variabel

Independen: Inflasi

dan Pengeluaran

Pemerintah.

Metode: Regresi

Linier Berganda.

Periode: 1980-2007

Objek: Indonesia

20

No Penulis dan

Tahun

Judul

Penelitian

Variabel dan Alat

Analisis Hasil Penelitian Perbedaan

7. Musfira Nur,

Muhammad

Yunus Zain,

dan Sanusi

Fattah (2016)

Pengangguran

Terdidik Di

Provinsi

Sulawesi

Selatan Tahun

2015

Dependen:

Pengangguran

Terdidik

Independen: SDM,

UMK, Inflasi,

Produktifitas

Tenaga Kerja

Alat Analisis:

Structural

Equation Model

(SEM)

Hasil menunjukkan

bahwa variabel SDM

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap tingkat

pengangguran

terdidik. Variabel

UMK dan

produktifitas tenaga

kerja berpengaruh

negatif dan signifikan.

Sedangkan variabel

tingkat inflasi tidak

berpengaruh terhadap

tingkat pengangguran

terdidik di Provisi

Sulawesi Selatan.

Variabel

Independen: SDM,

Inflasi,

Produktifitas

Tenaga Kerja.

Metode: Structural

Equation Model

(SEM)

Periode: 2015

Objek: Provinsi

Sulawesi Selatan

8. Ozgur

Bayram

Soylu, Ismail

Cakmak, and

Fatih Okur

(2018)

Economic

Growth and

Unemployment

Issue: Panel

Data Analysis in

Eastern

European

Countries

Dependen:

Pengangguran

Independen:

Pertumbuhan

Ekonomi

Alat Analisis:

Ordinary Least

Square

Hasil menunjukkan

bahwa variabel

pertumbuhan ekonomi

berpengaruh negatif

dan signifikan

terhadap

pengangguran di

Eastern European

Countries

Variabel

Independen: Sama

Metode: Ordinary

Least Square

Periode: 1992-

2014

Objek:

Eastern European

Countries

21

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan dan pembahasan pada penelitian ini, maka

pembahasan ini akan dibagi menjadi beberapa bab, yaitu:

BAB I, PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Latar Belakang, Batasan

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Tinjauan Kajian Terdahulu dan Sistematika

Penulisan.

No Penulis dan

Tahun

Judul

Penelitian

Variabel dan Alat

Analisis Hasil Penelitian Perbedaan

9. Taylan Taner

Dogan

(2012)

Macroeconomic

Variables and

Unemployment:

The Case of

Turkey

Dependen:

Pengangguran

Independen:

Pertumbuhan

Ekonomi, Ekspor,

Inflasi, Kurs, Suku

Bunga, dan Uang

Alat Analisis:

Vector

Autoregressive

(VAR) Model

Hasil menunjukkan

bahwa semua variabel

independen

berpengaruh negatif

dan signifikan

terhadap

pengangguran di Turki

Independen:

Ekspor, Inflasi,

Kurs, Suku Bunga,

dan Uang

Metode: Vector

Autoregressive

(VAR) Model

Periode: 2000-

2010

Objek: Turkey

22

BAB II, TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan membahas mengenai teori Terkait dengan

variabel penelitian seperti teori pengangguran, pertumbuhan

ekonomi, angkatan kerja, tingkat pendidikan, dan upah

minimum serta juga menjelaskan hubungan antar variabel,

kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

BAB III, METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan menjelaskan metodologi penelitian yang

akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu

a. Populasi dan Sampel

b. Tempat dan Waktu Penelitian

c. Sumber Data

d. Instrumen Penelitian

e. Teknik Pengumpulan Data

f. Teknik Pengolahan Data

BAB IV, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai temuan hasil

penelitian dan pembahasannya.

BAB V, SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan berisi tentang simpulan dan saran dalam

penelitian.

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Terkait dengan Variabel Penelitian

1. Pengangguran

Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang biasa dialami

oleh negara berkembang seperti Indonesia. Pengangguran juga merupakan

masalah yang selama ini penanggulangannya sangat sulit untuk dilakukan

baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah telah

melakukan berbagai cara dan program untuk mengurangi tingkat

pengangguran, namun hasilnya tingkat pengangguran di Indonesia setiap

tahunnya masih mengalami naik turun.

a. Definisi Pengangguran

Pengangguran secara umum adalah orang yang tidak bekerja atau tidak

ikut andil dalam suatu proses produksi. Menurut BPS (Badan Pusat

Statistik) pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang tidak

punya pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, bekerja kurang dari dua

hari selama seminggu, sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

layak atau sedang mempersiapkan usaha mandiri. Pengangguran biasanya

disebabkan bukan hanya karena keinginan dari dalam diri seseorang

(sukarela) tetapi juga karena keadaan (terpaksa). Lapangan pekerjaan yang

kurang memadai menjadikan banyak angkatan kerja yang seharusnya

produktif menjadi pengangguran. Dengan keadaan Indonesia saat ini,

jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi juga menyebabkan jumlah

angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah

lapangan kerja yang ada.

24

Menurut Sukirno (2011) pengangguran merupakan masalah yang

rumit karena disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dan

memiliki beberapa efek buruk terhadap perekonomian, politik, dan sosial.

Misalnya dengan banyaknya pengangguran maka produktivitas dan

pendapatan masyarakat akan berkurang dan akibat lainnya akan

menimbulkan masalah-masalah sosial.

Sedangkan Mankiw (2006) pengangguran adalah orang yang tidak

mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau sedang

mempersiapkan suatu usaha baru. Sedangkan tingkat pengangguran adalah

perbandingan antara jumlah pengangguran dan jumlah angkatan kerja

dalam kurun waktu tertentu dalam bentuk persentase. Jumlah angkatan

kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja akan mengakibatkan

tidak semua angkatan kerja dapat terserap. Pengangguran juga bisa terjadi

karena angkatan kerja tidak memenuhi persyaratan yang diminta oleh

suatu perusahaan.

Pengangguran merupakan masalah yang sangat serius dan merupakan

tugas berat bagi pemerintah untuk mengatasinya. Menurut Peraturan

Pemerintah RI Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan

Kerja:

“Pengangguran merupakan masalah nasional dan merupakan tanggung

jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.

Penanggulangan masalah pengangguran harus dilakukan oleh semua

stakeholders terkait secara bersamaan dan terintegrasi antar lintas

sektor dan masyarakat dengan cara mengupayakan perluasan

kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.”

Menurut Kusnaedi (2015) untuk dapat mengetahui perkembangan

pengangguran suatu daerah bida didasarkan pada pendekatan pemanfaatan

tenaga kerja seperti, 1) bekerja penuh yaitu orang-orang yang bekerja

penuh atau jam kerjanya telah mencapai 35 jam ke atas, 2) setengan

25

menganggur yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara

penuh atau bekerja kurang dari 35 jam per minggu, 3) menganggur yaitu

suatu keadaan dimana seseorang tidak memiliki pekerjaan dan aktif

mencari pekerjaan.

b. Jenis-jenis Pengangguran

Pengangguran merupakan masalah serius yang banyak dialami oleh

berbagai negara terutama negara berkembang. Oleh karena itu

pengangguran selalu masuk dalam pembahasan rencana pembangunan

ekonomi suatu negara yang dikaitkan dengan tujuan untuk menurunkan

tingkat pengangguran. Penggungguran terjadi karena disebabkan oleh

beberapa faktor berbeda sehingga pengangguran dapat digolongkan

berdasarkan penyebab dan cirinya.

Menurut Sukirno (2013) dalam membedakan jenis-jenis pengangguran

terdapat dua cara untuk menggolongkannya, yaitu :

1) Jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya

Berdasarkan penggolongan ini pengangguran dapat dibedakan

kepada jenis pengangguran berikut :

a) Pengangguran Normal atau Friksional

Pengangguran ini terjadi karena kesulitan temporer dalam

mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja yang ada.

b) Pengangguran Siklikal

Perekonomian tidak selalu berkembang dengan teguh,

adakalanya permintaan agregrat lebih tinggi, dan ini mendorong

pengusaha menaikkan produksi. Lebih banyak pekerja baru

digunakan dan pengangguran berkurang, akan tetapi pada masa

lainnya permintaan agregrat menurun dengan banyaknya.

Misalnya, di negara-negara produsen bahan mentah pertanian,

penurunan ini mungkin disebabkan kemesorotan harga-harga

26

komoditas. Kemunduran ini menimbulkan efek kepada

perusahaan-perusahaan lain yang berhubungan, yang juga akan

mengalami kemesorotan dalam permintaan terhadap produksinya.

Kemesorotan permintaan agregrat ini mengakibatkan perusahaan-

perusahaan mengurangi pekerja atau menutup perusahaannya,

maka pengangguran akan bertambah. Pengangguran yang wujud

tersebut dinamakan pengangguran siklikal.

c) Pengangguran Struktural

Terjadi karena adanya perubahan dalam struktur

perekonomian. Perubahan struktur yang demikian memerlukan

perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan,

sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri

dengan keterampilan tersebut.

d) Pengangguran Teknologi

Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian

tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahkan kimia. Racun lalang

dan rumput, misalnya, telah mengurangi penggunaan tenaga kerja

untuk membersihkan perkebunan, sawah dan lahan pertanian.

Begitu juga mesin telah mengurangi kebutuhan tenaga kerja untuk

membuat lubang, memotong rumput, membersihkan kawasan, dan

memungut hasil. Sedangkan di pabrik-pabrik, ada kalanya robot

telah menggantikan kerja-kerja manusia. Pengangguran yang

ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan kemajuan teknologi

lainnya dinamakan pengangguran teknologi.

2) Jenis pengangguran berdasarkan cirinya

Berdasarkan kepada ciri pengangguran yang berlaku,

pengangguran dapat pula digolongkan sebagai berikut :

27

a) Pengangguran Terbuka

Pengangguran ini tercipta sebagai akibat permasalahan

lowongan pekerja yang lebih rendah dari pertambahan tenaga

kerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak

jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek

dari keadaan ini didalam suatu jangka masa yang cukup panjang

mereka tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Jadi, mereka

menganggur secara nyata dan sepenuh waktu, dan oleh karenanya

dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran dapat pula wujud

sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun, dari

kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja,

atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan sesuatu

industri.

b) Pengangguran Tersembunyi

Pengangguran ini terutama wujud di sektor pertanian atau jasa.

Setiap kegiatan ekonomi memerlukan tenaga kerja, dan jumlah

tenaga kerja yang digunakan tergantung kepada banyak faktor.

Antara lain faktor yang perlu di pertimbangkan adalah ; besar atau

kecilnya perusahaan, mesin yang digunakan dan tingkat produksi

yang dicapai. Dibanyak negara berkembang seringkali didapati

bahwa jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi adalah lebih

banyak dari yang sebenarnya diperlukan supaya ia dapat

menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja

yang digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi.

Contohnya ialah pelayan restoran yang lebih banyak dari yang

diperlukan dan keluarga petani dengan anggota keluarga yang

besar yang mengerjakan luas tanah yang sangat kecil.

c) Pengangguran Bermusim

Pengangguran ini terutama terdapat di sektor pertanian dan

perikanan. Pada musim hujan nelayan tidak dapat melakukan

28

pekerjaan mereka dan terpaksa menganggur. Pada musim kemarau

pada para pesawah tidak dapat mengerjakan tanahnya. Disamping

itu pada umumnya para pesawah tidak begitu aktif diantara waktu

sesudah menanam dan sesudah menuai. Apabila dalam masa diatas

para nelayan dan pesawah tidak melakukan pekerjaan lain maka

mereka terpaksa menganggur. Pengangguran seperti ini

digolongkan sebagai pengangguran bermusim.

d) Setengah Menganggur

Luasnya kesempatan kerja dan angkatan kerja biasanya

digambarkan oleh banyaknya penduduk yang bekerja dan

banyaknya penduduk yang menawarkan atau mencari pekerjaan.

Pekerjaan dianggap sebagai sesuatu mata pencarian bersifat rutin.

Jadi bekerja satu jam dianggap sudah mewakili. Seorang peneliti

bernama Philip Hansen (1975) mengajukan tiga penyebab

terjadinya setengah menganggur yaitu :

1. Kurangnya jam kerja

2. Rendahnya pendapatan

3. Ketidakcocokan antara pekerjaan dan keterampilan pekerja.

c. Perhitungan Tingkat Pengangguran

Untuk mengetahui perkembangan pengangguran atau tinggi rendahnya

pengangguran suatu negara yaitu dengan menghitung tingkat

pengangguran. Tingkat pengangguran adalah persentase angkatan kerja

yang tidak memiliki pekerjaan (Mankiw, 2012). Menurut Badan Pusat

Statistik (BPS) untuk mengukur jumlah pengangguran yaitu dengan

menghimpun data pengangguran dan aspek-aspek pasar tenaga kerja lain,

seperti jenis pekerjaan, jam kerja rata-rata, dan durasi pengangguran.

Setelah itu dibuat tiga kategori yaitu kategori bekerja, pengangguran, dan

bukan angkatan kerja. Setelah dikelompokan ke dalam tiga kategori

tersebut, kemudian menghitung berbagai statistik untuk merangkum

29

kondisi angkatan kerja dengan rumus: Angkatan Kerja= jumlah orang

yang bekerja+jumlah yang tidak bekerja

Setelah diketahui angkatan kerja, kemudian menghitung tingkat

pengangguran menurut Kusnendi (2015) dengan rumus:

Tingkat Pengangguran =

× 100%

d. Dampak Pengangguran

Akibat buruk pengangguran terhadap perekonomian (Samuelson,

2004) adalah :

1) Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimumkan

tingkat kesejahteraan yang mungkin dicapainya. Pengangguran

menyebabkan output aktual yang dicapai lebih rendah dari atau

dibawah output potensial. Keadaan ini berarti tingkat kemakmuaran

masyarakat yang di capai adalah lebih rendah dari tingkat yang akan

dicapainya.

2) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang,

pengangguran yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kegiatan

ekonomi, pada gilirannya akan menyebabkan pendapatan pajak yang

diperoleh pemerintah akan menjadi sedikit. Dengan demikian tingkat

pengangguran yang tinggi akan mengurangi kemampuan pemerintah

dalam menjalankan berbagai kegiatan pembangunan.

3) Pengangguran yang tinggi akan menghambat, dalam arti tidak

menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini jelas bahwa

penganggurantidak akan mendorong perusahaan untuk melakukan

investasi di masa yang akan datang.

30

2. Pertumbuhan Ekonomi

a. Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan dari kegiatan perekonomian

suatu negara. Pertumbuhan tersebut dapat bermakna baik dan buruk, jika

suatu saat perekonomian mengalami pertumbuhan, maka kegiatan ekonomi

dapat dinilai naik, tetapi jika suatu saat perekonomian mengalami penurunan,

maka kegiatan ekonomi dapat dinilai buruk. Pertumbuhan ekonomi dapat

menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah

dan masyarakat menjadi sejahtera.

Menurut Pujoalwanto (2014) pertumbuhan ekonomi adalah proses

kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam

bentuk kenaikan pendapatan nasional. Proses kenaikan kapasitas produksi

terjadi secara bertahap dan memerlukan faktor pendorong seperti modal,

sumber daya manusia, dan teknologi. Secara umum, pertumbuhan ekonomi

adalah keadaan dimana terjadi perkembangan dalam kegiatan perekonomian

yang ditandai dengan meningkatnya produksi barang dan jasa, semakin

banyak jenis barang yang diproduksi maka akan terserapnya angkatan kerja,

dan dapat memakmurkan masyarakat.

Menurut Arsyad (2000) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah

diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa

memandang apakah itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan

penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini

mengartikan bahwa pertumbuhan ekonomi secara langsung atau tidak

langsung dapat menciptakan lapangan kerja. PDRB dapat menjadi tolak ukur

keberhasilan pertumbuhan ekonomi karena dapat menciptakan lapangan

pekerjaan atau meningkatkan kesempatan kerja. PDRB mengggambarkan

kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan faktor-

faktor produksinya. PDRB merupakan nilai tambah yang diciptakan dari

31

seluruh aktivitas ekonomi suatu daerah atau sebagai nilai produksi barang dan

jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) adalah sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit

usaha dalam suatu wilayah atau jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir

yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Produk Domestik

Regional Bruto disajikan dalam dua versi penilaian, yaitu :

1) PDRB atas dasar harga berlaku dan Produk Domestik Regional Bruto atas

dasar harga konstan. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga

berlaku adalah nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan

harga pada setiap tahun, Produk Domestik Regional Bruto atas dasar

harga berlaku digunakan untuk menunjukkan besarnya struktur

perekonomian dan peranan sektor ekonomi.

2) Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan adalah nilai tambah barang

dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai

dasar dimana dalam perhitungan ini digunakan tahun 2010. PDRB atas

dasar harga konstan digunakan untuk dapat mengetahui pertumbuhan

ekonomi dari tahun ke tahun.

Laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto dapat diperoleh dari

perhitungan PDB atas dasar harga konstan. Diperoleh dengan cara

mengurangi nilai PDB pada tahun ke-n terhadap nilai pada tahun ke n-1

(tahun sebelumnya), dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1, dikalikan dengan

100 persen. Laju pertumbuhan menunjukkan perkembangan garegat

pendapatan dari satu waktu tertentu terhadap waktu sebelumnya.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Teori Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Sukirno (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi di suatu negara adalah kekayaan sumber daya alam dan tanahnya,

32

jumlah dan mutu tenaga kerja, barang-barang modal yang tersedia, tingkat

teknologi yang digunakan dan sistem sosial dan sikap masyarakat.

Menurut Muhammad Mada dan Khusnul Ashar (2015) faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu 1) sumber daya alam, yang

meliputri tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan

iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi

pertumbuhan industry suatu negara, terutama dala penyediaan bahan baku

produksi, 2) keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan

mentah dari alam agar menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi, 3)

sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah.

Pembentukan modal dan investasi digunakan untuk mengolah kekayaan. 4)

sumber daya manusia dibutuhkan untuk menentukan keberhasilan

pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah

penduduk yang besar merupakan pasar untuk memasarkan hasil-hasil

produksi, sedangkan kualitas penduduk merupakan penentuan seberapa besar

produktivitas yang ada.

Menurut Sukirno (2011) ada beberapa teori tentang pertumbuhan

ekonomi, yaitu:

1) Teori Pertumbuhan Klasik

Teori ini menekankan kepada pentingnya faktor-faktor produksi dalam

menaikkan pendapatan nasional dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi.

Yang paling diperhatikan adalah peranan tenaga kerja. Menurut para ahli

ini, tenaga kerja yang berlebihan akan mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi.

2) Teori Schumpeter

Teori ini menekankan tentang peranan dari sisi pengusaha dalam

mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Para pengusah ini adalah golongan

yang akan terus membuat inovasi dalam kegiatan ekonomi. Contoh dari

33

inovasinya, seperti memperkenalkan barang baru, mempertinggi efisiensi

cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, mengembangkan

sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan

demi keefisienan kegiatan perusahaan.

3) Teori Harrod-Domar

Teori ini mewujudkan peranan investasi sebagai faktor yang

menimbulkan pertambahan pengeluaran agregat. Teori ini menekankan

pada peranan segi permintaan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi.

4) Teori Neo-Klasik

Teori ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi dan

peningkatan kemahiran masyarakat merupakan faktor yang penting dalam

mewujudkan pertumbuhan ekonomi.

3. Angkatan Kerja

a. Definisi Angkatan Kerja

Salah satu faktor produksi yang sangat penting adalah sumber daya

manusia. Sumber daya manusia dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk

menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Namun, tidak semua sumber daya manusia dapat digunakan dalam kegiatan

produksi tetapi ada beberapa ketentuan seperti batasan usia. Sumber daya

manusia yang digunakan dalam kegiatan produksi biasanya disebut sebagai

angkatan kerja. Apabila jumlah angkatan kerja besar akan menambah jumlah

tenaga produktif yang digunakan dalam kegiatan produksi. Menurut Undang-

undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pengertian tenaga kerja

adalah mencangkup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang

mencari kerja, dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah dan

34

mengurus rumah tangga. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan

angkatan kerja.

Menurut Pujoalwanto (2014) angkatan kerja adalah bagian dari tenaga

kerja yang termasuk penduduk usia kerja atau produktif yang berusia 15-64

tahun baik yang sudah memiliki pekerjaan, sedang mencari pekerjaan maupun

sedang mempersiapakan usaha baru. Banyak sedikitnya angkatan kerja

tergantung pada komposisi jumlah penduduk. Apabila golongan usia kerja

mengalami kenaikan maka jumlah angkatan kerja pun akan bertambah.

Angkatan kerja yang banyak diharapkan akan mampu memicu peningkatan

kegiatan ekonomi yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Untuk mengetahui perkembangan angkatan kerja suatu negara dapat

dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerjanya. Tingkat partisipasi angkatan

kerja menunjukkan suatu ukuran proporsi penduduk usia kerja yang terlibat

dalam pasar tenaga kerja baik yang bekerja maupun yang sedang mencari

pekerjaan. TPAK diuukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhaddap

jumlah pennduduk usia kerja.

TPAK mengindikasikan besaran ukuran relatif penawaran tenaga kerja

yang dapat terlibat dalam produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian

atau dapat diartikan sebagai seberapa banyak ketersediaan orang untuk

bekerja. Sehingga ketikak etersediaan sumber daya manusia banyak, maka

akan meningkatkan tingkat pengangguran. Karena tidak diimbangi dengan

kesempatan kerja yang memadai.

35

4. Pendidikan

a. Definisi Pendidikan

Pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai fungsi

sebagai pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan, pengembangan potensi

diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam NKRI,

memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi

dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Menurut Iswahyudi, dkk (2015) pendidikan memiliki peran penting dalam

kehidupan berbangsa dan demi menciptakan sumber daya manusia yang

berkualitas. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar untuk setiap

manusia agar mencerdaskan kehidupan bangsa, karena melalui pendidikan

upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan. Menurut

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan biasa juga disebut dengan jenjang pendidikan. Yaitu

tahap pendidikan yang berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara

menyajikan bahan pengajaran. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur

pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,

pendidikan tinggi. Selain jenjang pendidikan tersebut diselenggarakan pula

pendidikan pra sekolah sebagai persiapan untuk memasuki sekolah dasar

(Fuad, 2003).

36

1) Pendidikan Pra Sekolah

Pendidikan pra sekolah diselenggarakan untk meletakkan dasar-dasar

kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta

yang diperlukan anak untuk hidup di lingkungan masyarakat serta

memberikan bekal kemampuan dasar untuk memasuki jenjang sekolah

dasar dan mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan sedini

mungkin dan seumur hidup.

2) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan

kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang

diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta

didik yang memnuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.

3) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan

meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan

timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya alam sekitar, serta dapat

mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau

pendiidkan tinggi.

4) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah yang

diselenggarakan untuk menyiapkan peserta untuk menjadi anggota

masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau professional yang

dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan,

teknologi dan kesenian.

c. Rata-rata Lama Sekolah

Tingkat pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Hasbullah

(2001) faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan adalah ideology sosial

ekonomi, sosial budaya, perkembangan IPTEK, dan psikologi. Tingkat

pendidikan suatu daerah dapat diukur salah satunya dengan rata-rata lama

37

sekolah. Rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun belajar penduduk usia 15

tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal (tidak

termasuk tahun yang mengulang). Rata-rata lama sekolah merupakan

indikator yang menggambarkan tingkat pendidikan seseorang dalam

penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Namun dalam penelitian

ini, indikator rata-rata lama sekolah menjadi indeks pendidikan dalam

penghitungan IPM. Rata-rata lama sekolah dapat mengukur keberhasilan

program pendidikan dan dapat memberi gambaran tentang pencapaian dan

penambahan jumlah sumber daya manusia yang berkualitas di suatu daerah.

5. Upah Minimum

a. Definisi Upah Minimum

Menurut Sukirno (2013) dalam teori ekonomi, upah dapat diartikan

sebagai pembayaran yang diperoleh berbagai bentuk jasa (jasa fisik maupun

mental) yang disediakan dan diberikan oleh para tenaga kerja kepada para

pengusaha yang menyediakan lapangan pekerjaan. Sedangkan menurut

Muhammad Mada dan Khusnul Ashar (2015) upah adalah bayaran bagi para

pekerja dan bayaran untuk para pekerja dalam satu periode tertentu.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang

Pengupahan bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk mencapai

penghasilan yang dapat memenuhi penghidupan yang layak bagi

pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan itu meliputi: 1) Upah minimum; 2)

Kerja lembur; 3) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; 4) Upah tidak

masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; 5) Upah

karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; 6) Upah untuk pembayaran

pesangon; dan 7) Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Komponen upah terdiri atas: 1) Upah tanpa tunjangan; 2) Upah pokok dan

tungjangan tetap; dan 3) Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak

tetap.

38

Upah minimum memiliki beberapa jenis, sebagai berikut: 1) Upah

Minimum Provinsi, upah minimum yang berlaku untuk seluruh

Kabupaten/Kota di satu Provinsi, 2) Upah Minimum Kabupaten/Kota, yaitu

upah minimum yang berlaku di daerah Kabupaten/Kota, 3) Upah Minimum

Sektoral Provinsi (UMS Provinsi), yaitu upah minimum yang berlaku secara

sektoral di seluruh Kabupaten/Kota di satu Provinsi, dan 4) Upah Minimum

Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/Kota), yaitu upah minimum yang

berlaku secara sektoral di daerah Kabupaten/Kota.

Menurut Kusnaedi (2015) tingkat pengangguran dikembangkan oleh pakar

ekonomi yang bernama A. W. Philips yang menjelaskan tentang hubungan

antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran. Menurut Philips

terdapat hubungan negatif antara persentase kenaikan upah dengan tingkat

pengangguran.ketika tingkat pengangguran tinggi, maka persentase kenaikan

tingkat upah rendah dan apabila tingkat pengangguran rendah, maka

persentase tingkat upah tinggi. Hubungan negatif ini dikenal sebagai kuva

Philips.

Gambar 2.1

Kurva Philips

Perubahan upah %

W2

W1 Tingkat Pengangguran %

0 UN 1 UN 2

Sumber: Kusnaedi (2015)

39

b. Teori-teori Upah

Menurut Malayu (2002), ada beberapa teori mengenai upah, yaitu:

1) Teori Upah Dana Alam yang dikemukakan oleh David Ricardo, yang

menjelaskan bahwa teori upah dibagi menjadi dua yaitu upah menurut

kodratnya adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup pekerja.

Dan yang kedua adalah upah menurut harga pasar adalah upah yang

terjadi dipasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran.

2) Teori Upah Besi yang dikemukakan oleh Ferdinad Lassale, ia menjelaskan

bahwa sistem pembagian upah ada dua yaitu sistem pembagian

keuntungan, sistem uoah ini diberikan dengan pemberian bonus jika

perusahaan mendapatkan keuntungan di akhir tahun. Yang kedua adalah

sistem upah indeks, didasarkan atas indeks biaya kebutuhan. Sistem ini

akan naik dan turun sesuai dengan naik turunya biaya hidup.

3) Teori Upah Etika yang dikemukakan oleh Kaum Utopis (kaum yang

memiliki idealis masyarakat yang ideal). Menurut teori ini, para

pengusaha harus dapat memberikan upah yang layak kepada pekerja dan

keluara, dan juga harus memberikan tunjangan keluarga.

4) Sistem Upah Potongan, bertujuan untuk menggantikan sistem upah jangka

waktu jika hasil pekerjaan tidak memuaskan.

5) Teori Upah Menurut Nilai dan Pertentangan Kelas, menjelaskan bahwa

hanya buruh yang merupakan sumber nilai ekonomi. Nilai suatu barang

tergantung nilai dari jasa buruh atau jumlah waktu kerja yang

dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut.

40

B. Hubungan Antar Variabel

a. Pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran

Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan meningkatnya produksi barang

dan jasa yang di produksi dalam perekonomian. Setiap ada peningkatan

persentase pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memberikan kesempatan

kerja lebih besar terhadap pekerja sehingga tingkat pengangguran dapat

berkurang. Namun, jika pertumbuhan ekonomi rendah artinya terjadi

penurunan dalam produksi barang dan jasa yang diakibatkan oleh kekurangan

pengeluaran agregat. Akibat dari penurunan produksi barang dan jasa ini,

pengusaha dan pabrik akan mengurangi bebannya dengan melakukan

pemutusan hubungan kerja yang akan mengakibatkan bertambahnya tingkat

pengangguran. Dapat dilihat bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi

dan pengangguran bersifat negatif.

b. Tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran

Untuk mengetahui perkembangan angkatan kerja suatu negara dapat

dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerjanya. Tingkat partisipasi angkatan

kerja adalah proporsi jumlah angkatan kerja dari jumlah tenaga kerja. Menurut

Amir Amri (2007), bahwa hubungan angkatan kerja dan tingkat pengangguran

negatif. Bahwa setiap peningkatan angkatan kerja yang tidak diimbangi

dengan perluasan lapangan kerja membuat penciptaan lapangan pekerjaan

yang tersedia sangat minim sehingga penyerapan tenaga kerja pun tidak

maksimal, maka tingkat pengangguran pun bertambah seiring penambahan

angkatan kerja.

Tingkat partisipasi angkatan kerja menunjukkan suatu ukuran proporsi

penduduk usia kerja yang terlibat dalam pasar tenaga kerja baik yang bekerja

maupun yang sedang mencari pekerjaan. TPAK diukur sebagai persentase

jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja.

41

c. Rata-rata lama sekolah terhadap tingkat pengangguran

Dengan pendidikan maka manusia terdidik dapat menjadi modal (modal

manusia/human capital) bagi pembangunan ekonomi. Menurut Kamaludin

(1999) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga

kemampuan dan kesempatan untuk bekerja, sehingga akan menghasilkan

kualitas SDM yang baik dan akan berdampak pada berkurangnya

pengangguran. Tingkat pendidikan suatu daerah dapat diukur dengan

menggunakan rata-rata lama sekolah. Apabila rata-rata lama sekolah di suatu

daerah tinggi, maka masyarakat memiliki pengetahuan yang lebih memadai

dan dapat memenuhi kriteria yang diberikan para perusahaan agar mendapat

pekerjaan.

d. Upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran

Menurut Kusnaedi (2015) hubungan antara perubahan tingkat upah dan

tingkat pengangguran dapat dikembangkan oleh pakar ekonomi yang bernama

A. W. Philips. Menurut Philips ada hubungan yang negatif antara persentase

kenaikan upah dan tingkat pengangguran. Ketika tingkat kenaikan upah

tinggi, maka pengangguran cenderung rendah. Hubungan negatif antara upah

minimum dan tingkat pengangguran dikenal sebagai kuva Philips.

42

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2

Kerangka Berpikir

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja, Rata-rata Lama Sekolah, dan Upah Minimum

Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2010-2017

Random Effect Model (REM)

Upah Minimum Kabupaten/Kota (X4)

Variabel Independen

Kesimpulan dan Saran

Uji Hipotesis :

- Uji Adj R2

- Uji t

- Uji F

Pemilihan Model :

- Uji Chow

- Uji Hausman

- Uji Lagrange Multiplier

Tingkat Pengangguran

Terbuka (Y)

Variabel Dependen

Pertumbuhan Ekonomi (X1)

Rata-rata Lama Sekolah (X3)

Alat Analisis : Panel Data

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (X2)

43

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara rumusan masalah penelitian, dimana

rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan . Hipotesis dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. H0: Tidak ada pengaruh pertumbuhan ekonomi secara parsial terhadap tingkat

pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.

H1: Ada pengaruh pertumbuhan ekonomi secara parsial terhadap tingkat

pengan gguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.

2. H0: Tidak ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja secara parsial

terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2010-2017.

H1: Ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja secara parsial terhadap

tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-

2017.

3. H0: Tidak ada pengaruh rata-rata lama sekolah secara parsial terhadap tingkat

pegangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.

H1: Ada pengaruh rata-rata lama sekolah secara parsial terhadap tingkat

pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.

4. H0: Tidak ada pengaruh upah minimum kabupaten/kota secara parsial

terhadap tingat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2010-2017.

H1: Ada pengaruh upah minimum kabupaten/kota secara parsial terhadap

tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-

2017.

44

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi

angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum terhadap tingkat

pengangguran. Dimana variabel dependen atau terikat yang digunakan adalah

tingkat pengangguran terbuka sedangkan variabel indipenden atau bebas meliputi

pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah,

dan upah minimum kabupaten/kota. Dengan ruang lingkup Provinsi Banten

dengan 8 Kabupaten/Kota dan periode yang digunakan yaitu data tahunan dari

tahun 2010 sampai 2018.

Ruang lingkup penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun

2010-2017 dengan menggunakan metode data panel. Data yang digunakan

penelitian ini adalah data tahunan. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian

ini adalah tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, tingkat

partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum

kabupaten/kota. Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai

sumber yang telah ada.

B. Metode Penentuan Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Pengukuran sampel merupakan suatu langkah untuk

menentukan besarnya sampel yang diambil dalam melaksanakan penelitian suatu

objek. Untuk menentukan besarnya sampel dapat dilakukan dengan statistik atau

45

berdasarkan estimasi penelitian. Pengambilan sampel ini harus dilakukan

sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi

atau dapat merepresentatifkan keadaan populasi yang sebenarnya

(Sugiyono,2013).

Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling. Purposive sampling adalah penentuan sampel berdasarkan

penilaian yang memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam sampel. Dalam

penelitian ini menggunakan data populasi di Provinsi Banten yang terdiri dari

delapan Kabupaten/Kota antara lain: Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak,

Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota

Serang, dan Kota Tangerang Selatan.

C. Metode Pengumpulan Data

Menurut Siregar (2013) menjelaskan bahwa data adalah bahan mentah yang

diolah dan menghasilkan informasi yang dapat menunjukkan fakta, baik secara

kuantitatif maupun kualitatif. Metode pengumpulan data pada penelitian ini

adalah studi kepustakaan dan data yang digunakan ddalam penelitian ini adalah

data sekunder.

1. Data sekunder adalah data yang diproleh tidak melalui tangan pertama, tetapi

melalui tangan kedua, ketiga, dan seterusnya. Atau dengan kata lain, sumber

data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan periode waktu 2010-2017,

yang dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik

Provinsi Banten, dan Badan Pusat Statitistik Kabupaten/Kota di Provinsi

Banten.

2. Studi kepustakaan dapat dilakukan dengan cara mencari informasi melalui

berbagai literature, jurnal dan lain-lain yang dipublikasikan yang berhubungan

dengan obyek penelitian ini.

46

D. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis data panel.

Data panel adalah gabungan antara data runtut waktu (time series) dengan data

silang daerah (cross section). Data time series yang digunakan dalam penelitian

ini adalah periode tahun 2010-2017, sedangkan data cross section meliputi 8

Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Dalam perhitungan analisis data ini

dilakukan dengan menggunakan bantuan program Eviews9.

Menurut Gujarati (2004) terdapat beberapa keuntungan dari penggunaan data

panel dalam penelitian, yaitu:

1. Data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara, provinsi, dan

lain-lain selama beberapa waktu dengan batasan heterogenetitas dalam setiap

unitnya. Teknik estimasi data panel dapat menga,bil heterogenetitas tersebut

secara eksplisit ke dalam perhitungan dengan mengizinkan variabel-variabel

individunya.

2. Mendapatkan informasi yang lebih banyak, variabilitas lebih baik,

mengurangi hubungan antara variabel bebas, memberikan lebih banyak

derajat kebebasan, dan lebih efisien.

3. Lebih sesuai untuk mempelajari perubahan secara dinamis.

4. Dapat mendeteksi dan mengukur efek suatu data yang tidak dapat diukur oleh

data berkala dan tampang lintang.

5. Dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku.

6. Dapat meminimalkan bias yang mungkin terjadi apabila membahasnya dalam

bentuk agregat.

Dalam penelitian ini terdapat empat variabel independen yaitu variabel

pertumbuhan ekonomi (X1), tingkat partisipasi angkatan kerja (X2), rata-rata lama

sekolah (X3), dan upah minimum kabupaten/kota (X4), maka model yang dapat

digunakan dalam penelitian ini disebut dengan regresi linier berganda. Adapun

47

variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengangguran terbuka (Y).

Adapun model yang akan diestimasi adalah sebagai berikut:

Y = β + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + εit

Keterangan:

Y : Tingkat Pengangguran Terbuka

X1it : Pertumbuhan Ekonomi di daerah i pada tahun t

X2t : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di daerah i pada tahun t

X3it : Rata-rata Lama Sekolah di daerah i pada tahun t

X4t : Upah Minimum Kabupaten/Kota di daerah i pada tahun t

β : konstanta

β1, β2, β3 : koefisien regresi

εit : error term di daerah i pada periode t

Dalam teknik estimasi regresi data panel terdapat empat model yang

digunakan, yaitu model OLS pooled, model fixed effect least square dummy

variabel (LSDV), model fixed effect within-group, dan model random effect.

Sedangkan Ansofino dkk (2016) menyatakan bahwa terdapat tiga model yang

digunakan dalam regresi data panel, yaitu model dengan metode Pooled Least

Effect, model Fixed Effect, dan model Random Effect. Secara umum terdapat tiga

teknik estimasi regresi data panel, yaitu Common Effect Model, Fixed Effect

Model, dan Random Effect Model.

1. Estimasi Model Data Panel

a) Pooled Least Square/Common Effects Model

Regresi ini mengasumsikan bahwa intersep dan slope tetap sepanjang

waktu dan individu. Sistematika model common model effects adalah

penggabungan dua data yaitu time series dan cross section ke dalam data

48

panel. Dari data tersebut akan diregresi dengan metode OLS (Ordinary

Least Square), dengan dilakukan regresi semacam ini maka tidak dapat

mengetahui perbedaan baik antar individu maupun antar waktu

disebabkan karena pendekatan yang digunakan mengabaikan dimensi

individu maupun rentan waktu yang mungkin saja berpengaruh. Adanya

perbedaan intersep dan slope diasumsikan kemudian dijelaskan oleh

variabel error atau residual. Dalam persamaan matematis asumsi tersebut

dapat dituliskan β0 (slope) dan βk (intersep) akan sama (riil) untuk setiap

data time series dan cross section (Sriyana, 2014).

b) Fixed Effect Model

Pendugaan parameter regresi data panel dengan fixed effect model

menggunakan teknik penambahan variabel dummy sehingga metode ini

seringkali disebut least square dummy variable model. Fixed effect model

diasumsikan bahwa koefisien slope bernilai riil tetapi intersep bersifat

tidak riil (Gujarati, 2004).

c) Random Effect Model

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pada model efek tetap,

mempunyai perbedaan karakteristik-karakteristik individu dan waktu

diakomodasikan pada intersep sehingga intersep akan berubah antar

waktu. Sementara random effect model mempunyai karakteristik individu

dan waktu diakomodasikan pada error dari model. Mengingat ada dua

komponen waktu dan error gabungan.

d) Pemilihan Metode Estimasi dalam Data Panel

Untuk menentukan model yang akan dipakai dan yang tepat untuk

digunakan dalam penelitian ini akan digunakan pengujian yang formal

yaitu Chow Test, Hausman Test dan LM Test.

49

1) Uji Chow (Chow Test)

Uji Chow digunakan untuk memilih kedua model diantara pooled

least squared dan fixed effect model. Hipotesis dari uji chow test yaitu:

Prob (p-value) > α, maka menerima H0 dan menolak H1 sehingga

pooled least squared yang valid digunakan.

Prob (p-value) < α, maka menolak H0 dan menerima H1 sehingga

fixed effect model yang valid digunakan.

Signifikan level (α) atau disebut juga alpha batas kesalahan

maksimal yang dijadikan patokan dalam perhitungan statistik.

Berdasarkan konvensi, alpha yang biasa digunakan adalah sebesar 1%

(0,01), 5% (0,05) dan 10% (0,10). Apabisa nilai chow statistik

(probabilitas) dan hasil penguji lebih kecil dari α, maka hipotesis nol

diterima. Sehingga model yang akan diterima dan digunakan adalah

pooled least squared, begitu pula sebaliknya.

2) Uji Hausman (Hausman Test)

Uji ini digunakan untuk memilih model efek acak (random effect

model) dengan model efek tetap (fixed effect model). Uji ini bekerja

dengan menguji apakah terdapat hubungan antara galat pada model

dengan satu atau lebih varibel penjelas (independen) dalam model. Uji

ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat random effect di dalam

data panel (Rosadi, 2011).

Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:

Prob (p-value) > α, maka menerima H0 dan menolak H1 sehingga

random effect model yang valid digunakan.

Prob (p-value) < α, maka menolak H0 dan menerima H1 sehingga

fixed effect model yang valid digunakan.

50

3) Uji Spesifikasi Model dengan Lagrange Multiplier

Uji ini menentukan apakah pooled least squared atau random

effect model yang dipilih untuk dilakukan estimasi. Hipotesis dari uji

LM ini adalah:

Nilai Breusch-pagan > α, maka menerima H0 dan menolak H1

sehingga pooled least square yang valid digunakan.

Nilai Breusch-pagan < α, maka menolak H0 dan menerima H1

sehingga random effect model yang valid digunakan.

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis berfungsi untuk mengetahui apakah model yang

digunakan dalam penelitian sudah cukup baik ataupun belum dalam

menjelaskan keragaman yang terdapat pada suatu permasalahan. Terdapat

beberapa kriteria yang digunakan yaitu uji koefisien determinan (R-squared),

uji F-statistik dan uji t-statistik (Juanda, 2009).

a) Uji Koefisien Determinasi R2 (R Squared)

Pengukuran kecocokan model dilakukan dengan memperhatikan

besarnya koefisien determinasi (R2). R

2 merupakan ukuran proporsi atau

persentase dari variasi total pada variabel dependen yang dijelaskan oleh

model regresi. Deteksi koefisien determinasi pada penelitian ini adalah

dengan melihat nilai R2 pada output regresi. Ketentuan yang digunakan

adalah sebagai berikut:

Jika nilai R2 mendekati angka nol berarti kemampuan variabel-variabel

bebas dalam menjelaskan variabel terikat terbatas.

Jika nilai R2 mendekati angka satu berarti hampir semua informasi

dibutuhkan untuk memprediksi variabel terikat dapat dijelaskan oleh

variabel-variabel bebas.

51

b) Uji F-statistik

Uji F-statistik adalah uji model secara keseluruhan. Uji F-statistik

digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-sama

berpengaruh terhadap variabel terikat. Adapun hipotesis yang digunakan

adalah:

H0 : Tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas secara bersama-

sama terhadap variabel terikat.

H1 : Ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas secara bersama-sama

terhadap variabel terikat.

Uji F-stsatistik yang dilakukan adalah dengan melihat probabilitas F-

statistik pada output regresi. Ketentuan yang digunakan adalah jika nilai

probabilitas F-statistik ≥ taraf signifikansi (α) yang digunakan maka H0

diterima yang berarti variabel bebas secara bersama-sama tidak

berpengaruh terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika nilai probabilitas

F-statistik < taraf signifikansi (α) yang digunakan maka H0 ditolak yang

berarti bahwa variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap

variabel terikat.

c) Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan pengujian terhadap koefisien dari variabel

penduga atau variabel bebas. Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui

pengaruh satu variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat.

Hipotesis yang digunakan adalah:

H0: Tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas terhadap

variabel terikat.

H1: Ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas terhadap variabel

terikat.

52

Uji t-statistik yang dilakukan adalah dengan melihat nilai probabilitas

t-statistik masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat pada

output regresi. Ketentuan yang digunakan adalah jika nilai probabilitas t-

statistik ≥ taraf signifikansi (α) yang digunakan maka H0 diterima yang

berarti variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Sebaliknya, jika nilai probabilitas t-statistik < taraf signifikansi (α) yang

digunakan maka H0 ditolak yang berarti bahwa variabel bebas

berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

E. Operasional Variabel Penelitian

Setiap variabel dalam penelitian dapat didefinisikan sehingga lebih jelas.

Berikut definisi dari masing-masing variabel dalam penelitian ini.

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Pengukuran

1 Tingkat

Pengangguran (Y)

Pengangguran Terbuka adalah

persentase penduduk usia kerja yang

tidak memiliki pekerjaan atau

sedang mencari pekerjaan. Dengan

cara membandingkan jumlah

pengangguran dengan angkatan

kerja.

Persentase (%)

2 Pertumbuhan

Ekonomi (X1)

Pertumbuhan Ekonomi adalah

adalah proses kenaikan kapasitas

produksi suatu perekonomian yang

diwujudkan dalam bentuk kenaikan

pendapatan nasional. Proses

kenaikan kapasitas produksi terjadi

secara bertahap dan memerlukan

faktor pendorong.

Persentase (%)

53

No Variabel Definisi Operasional Pengukuran

3 Tingkat

Partisipasi

Angkatan Kerja

(X2)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

adalah persentase jumlah angkatan

kerja berkontribusi sebagai tenaga

kerja pada usia angkatan kerja yaitu

15-64 tahun.

Persentase (%)

4 Rata-rata Lama

Sekolah (X3)

Rata-rata lama sekolah adalah

jumlah tahun belajar penduduk usia

15 tahun keatas yang telah

diselesaikan (tidak termasuk

mengulang)

Tahun

5 Upah Minimum

Kabupaten/Kota

(X4)

UMK adalah upah bulanan terendah

yang terdiri dari upah pokok dan

tunjangan tetap yang ditetapkan oleh

Gubernur di suatu daerah.

Rupiah

54

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Tingkat Pengangguran Provinsi Banten

Dalam penelitian ini tingkat pengangguran yang digunakan berdasarkan

perkembangan tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten/Kota di Provinsi

Banten tahun 2010-2017. Adapun datanya adalah sebagai berikut:

Grafik 4.1

Tingkat Pengangguran Terbuka per Kabupaten/Kota

di Provinsi Banten Tahun 2010-2017

Sumber: BPS Banten (2018)

Berdasarkan grafik 4.1, dapat dilihat bahwa tingkat pengangguran di

Provinsi Banten mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Tingkat pengangguran

tertinggi di Provinsi Banten selama tahun 2010-2017 yaitu Kota Cilegon

tahun 2010 dengan persentase sebsar 19.81% dan tingkat pengangguran

terendah ada pada Kota Tangsel tahun 2015 yaitu sebesar 6.1%. Terlihat dari

grafik diatas bahwa selama tahun 2010-2017 Kota Cilegon memiliki tingkat

0

5

10

15

20

252010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

55

pengangguran yang cukup tinggi di antara lainnya setaip tahun. Banyaknya

industri yang tersebar di wilayah Kota Cilegon tidak berpengaruh pada

penurunan pengangguran. Itu karena ketidaksiapan masyarakat yang belum

dapat bersaing dengan tenaga kerja dari daerah lain yang jauh lebih siap dan

dari industri itu sendiri kurangnya kepercayaan terhadap warga lokal,

menyusul tingkat kemampuan masyarakat yang tidak didukung oleh

masyarakat yang handal tadi. Dan juga pendatang yang datang ke Kota

Cilegon tidak semuanya dapat terserap dan menyebabkan pengangguran

bertambah.

2. Pertumbuhan Ekonomi

Dalam penelitian ini data pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di

Provinsi Banten tahun 2010-2017. Adapun datanya adalah sebagai berikut :

Grafik 4.2

Pertumbuhan Ekonomi per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Tahun 2010-2017

Sumber: BPS Banten (2018)

Berdasarkan grafik 4.2, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten

mengalami fluktuasi, namun cenderung mengalami penurunan. Pertumbuhan

0123456789

10

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

56

ekonomi tertinggi selama tahun 2010-2017 berada di Kota Tangerang Selatan.

Sedangkan yang terendah berada di Kabupaten Serang. Pertumbuhan ekonomi

di Kota Tangerang Selatan memiliki peringkat tertinggi selama 2010-2017 di

Provinsi Banten karena perkembangan ekonomi di wilayah Tangerang Selatan

terutama untuk sektor perdagangan, jasa, dan property dapat dikatakan paling

pesat. Wilayah ini memiliki fasilitas perkotaan yang lengkap, dengan

kehadiran pengembang-pengembang besar seperti BSD City, Alam Sutera,

dan Gading Serpong. Sehingga sekarang banyak deretan pusat bisnis dan

perbelanjaan berkelas internasional yang menghiasi wilayah Tangerang

Selatan.

3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Dalam penelitian ini data angkatan kerja yang digunakan adalah tingkat

partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

tahun 2010-2017. Adapun datanya adalah sebagai berikut :

Grafik 4.3

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja per Kabupaten/Kota di

Provinsi Banten Tahun 2010-2017

Sumber: BPS Banten (2018)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

57

Berdasarkan grafik 4.3, tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi

Banten mengalami fluktuasi. Hampir setiap tahun memiliki persentase di atas

60%. Kabupaten/kota yang memiliki persentase tingkat partisipasi angkatan

kerja paling tinggi tahun 2010-2017 yaitu Kota Tangerang dan tingkat

partisipasi angkatan kerja yang paling rendah adalah Kabupaten Pandeglang.

Namun, seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Banten memiliki persentase

tingkat partisipasi angkatan kerja yang cukup tinggi, sehingga ketersediaan

orang untuk bekerja semakin banyak.

4. Rata-rata Lama Sekolah

Dalam penelitian ini data tingkat pendidikan yang digunakan adalah rata-

rata lama sekolah di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.

Adapun datanya adalah sebagai berikut:

Grafik 4.4

Rata-rata Lama Sekolah per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Tahun 2010-2017

Sumber: BPS Banten (2018)

0

2

4

6

8

10

12

14

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

58

Berdasarkan grafik 4.4, rata-rata lama sekolah di Provinsi Banten tahun

2010-2017 setiap tahunnya mengalami peningkatan. Selama tahun 2010-2017

kabupaten/kota dengan nilai rata-rata sekolah tertinggi adalah Kota Tangerang

Selatan dan yang tersendah adalah Kabupaten Lebak. Rata-rata lama sekolah

di Kota Tangerang Selatan tinggi dikarenakan Kota Tangerang Selatan

menitikberatkan kepada 4 satndar dalam pendidikan SD-SMA yaitu standar

kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan

prasarana, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Lalu ada program

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) untuk meningkatkan

kompetensi guru.

5. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)

Dalam penelitian ini data upah minimum yang digunakan adalah upah

minimum Kabupaten/Kota di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-

2017. Adapun datanya adalah sebagai berikut :

Grafik 4.5

Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Tahun 2010-2017

Sumber: BPS Banten (2018)

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

59

Berdasarkan grafik 4.5, upah minimum kabupaten/kota di Provinsi dari

tahun 2010-2017 terus mengalami peningkatan, begitupun juga di setiap

kabupaten/kotanya. Persebaran nilai upah minimum tertinggi tahun 2017

berada di Kota Cilegon yaitu sebesar Rp 3.331.997 per bulan dan terendah

berada di Kabupaten Lebak yaitu sebesar Rp 2.127.112 per bulan. Selama

kurun waktu delapan tahun dari tahun 2010-2017, upah minimum

kabupaten/kota selalu mengalami peningkatan. Peningkatan ini sudah sesuai

dengan keputusan yang telah diatur dalam peraturan pemerintah tentang

pengupahan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

B. Hasil Analisis Model Data Panel

1. Uji Estimasi Data

Ada tiga tahap dalam memilih model dalam data panel. Pertama,

membandingkan antara CEM (Common Effect Model) dengan FEM (Fixed

Effect Model). Jika hasil menunjukkan CEM yang diterima, maka model CEM

yang akan dianalisa. Dan jika FEM yang diterima, maka tahap kedua

dijalankan yaitu melakukan perbandingan antara REM (Random Effect

Model) dan FEM. Jika REM yang diterima, maka tahap ketiga yang dilakukan

yaitu membandingkan antara CEM atau REM.

60

a) Common Effect Model

Tabel 4.1

Hasil Estimasi Common Effect Model

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 59.15800 18.07147 3.273558 0.0018

PE -0.917452 0.365848 -2.507740 0.0149

TPAK 0.214691 0.103831 2.067692 0.0431

RRLS 0.144745 0.232104 0.623623 0.5353

UMK -4.024710 1.000621 -4.022213 0.0002

R-squared 0.415916

Adjusted R-squared 0.376317

F-statistic 10.50323

Prob(F-statistic) 0.000002

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews

b) Fixed Effect Model

Tabel 4.2

Hasil Estimasi Fixed Effect Model

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 62.22299 15.03791 4.137742 0.0001

PE -0.649475 0.370243 -1.754185 0.0853

TPAK 0.233670 0.096620 2.418442 0.0191

RRLS -3.178170 1.603640 -1.981847 0.0528

UMK -2.527254 1.297016 -1.948514 0.0568

R-squared 0.717432

Adjusted R-squared 0.657658

F-statistic 12.00242

Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews

61

c) Uji Chow

Uji ini adalah untuk menentukan model terbaik yang akan digunakan

apakah model Pooled Least Square atau Fixed Effect Model. Jika nilai

probabilitias F-statistik lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%, maka

model panel yang baik digunakan adalah Pooled Least Square dan apabila

nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%, maka model

panel yang baik digunakan adalah Fixed Effect Model. Hipotesis yang

akan digunakan:

H0: Pooled Least Square

H1: Fixed Effect Model

Dari hasil regresi berdasarkan metode Pooled Least Square dan Fixed

Effect Model diperoleh nilai probabilitas, sebagai berikut :

Tabel 4.3

Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 7.926706 (7,52) 0.0000

Cross-section Chi-square 46.472044 7 0.0000

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews

Berdasarkan hasil uji chow pada tabel 4.3 diperoleh statistik sebesar

7.926706 dengan d.f (7,52) dan nilai probabilitas sebesar 0.0000, dimana

nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0000 < α).

Maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga model panel yang baik

digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model.

62

d) Uji Hausman

Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah model yang digunakan

bersifat Random Effect Model atau Fixed Effect Model. Jika nilai

probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%, maka model panel

yang baik digunakan adalah Fixed Effect Model dan apabila nilai

probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%, maka panel yang

baik digunakan adalah Random Effect Model. Hipotesis yang akan

digunakan :

H0 : Random Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

Tabel 4.4

Uji Hausman

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 8.370348 4 0.0789

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews

Berdasarkan hasil uji hausman pada tabel 4.4 diperoleh nilai

probabilitas sebesar 0.0789, dimana nilai tersebut lebih besar dari tingkat

signifikansi α = 5% (0.0000 > α). Maka H0 diterima dan H1 ditolak,

sehingga model yang baik digunakan dalam penelitian ini adalah Random

Effect Model.

e) Uji Lagrange Multiplier

Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah model yang digunakan

bersifat Pooled Least Square atau Random Effect Model. Jika nilai

probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%, maka model panel

63

yang baik digunakan adalah Random Effect Model dan apabila nilai

probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%, maka panel yang

baik digunakan adalah Pooled Least Square. Hipotesis yang akan

digunakan :

H0 : Pooled Least Square

H1 : Random Effect Model

Tabel 4.5

Uji Lagrange Multiplier

Test Hypothesis

Cross-section Time Both

Breusch-Pagan 30.36585 1.358646 31.72449

(0.0000) (0.2438) (0.0000)

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews

Berdasarkan hasil uji lagrange multiplier pada tabel 4.5 diperoleh nilai

probabilitas cross section sebesar 0.0000, dimana nilai tersebut lebih kecil

dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0000 < α). Ini berarti H0 ditolak

sehingga model terbaik yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Random Effect Model.

f) Random Effect Model

Dari hasil estimasi data di atas, dapat diketahui model terbaik dalam

penelitian ini adalah Random Effect Model.

64

Tabel 4.6

Hasil Regresi Data Panel

Random Effect Model

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews

Model data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random

Effect Model. Dapat dijelaskan melalui persamaan sebagai berikut :

Pengangguran = 65.10908 + –0.712493 PE + 0.221543 TPAK +

–0.008300 RRLS + -4.468869 UMK + ε

Keterangan:

Pengangguran : Tingkat Pengangguran Terbuka

PE : Pertumbuhan Ekonomi

TPAK : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 65.10908 14.68282 4.434371 0.0000

PE? -0.712493 0.348986 -2.041607 0.0457

TPAK? 0.221543 0.092415 2.397269 0.0197

RRLS? -0.008300 0.357472 -0.023218 0.9816

UMK? -4.468869 0.818961 -5.456756 0.0000

Random Effects

(Cross)

_KABPNDGLNG_C -1.497917

_KABLBK--C -1.869676

_KABTGR--C 0.580443

_KABSRNG--C 1.449864

_KOTATGR--C -0.980687

_KOTACLGN--C 1.850369

_KOTASRNG--C 1.139582

_KOTATANGSELC -0.671978

65

RRLS : Rata-rata Lama Sekolah

UMK : Upah Minimum Kabupaten/Kota

ε : error term

Hasil estimasi model Random Effect pada tabel 4.6 di atas menunjukkan

terdapat nilai coefficient konstanta sebesar 65.10908.

1) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata

lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model

bernilai 0, maka Kabupaten Pandeglang akan mendapat pengaruh individu

terhadap tingkat pengangguran sebesar 63.611163 persen.

2) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata

lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model

bernilai 0, maka Kabupaten Lebak akan mendapat pengaruh individu

terhadap tingkat pengangguran sebesar 63.239404 persen.

3) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata

lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model

bernilai 0, maka Kabupaten Tangerang akan mendapat pengaruh individu

terhadap tingkat pengangguran sebesar 65.689523 persen.

4) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata

lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model

bernilai 0, maka Kabupaten Serang akan mendapat pengaruh individu

terhadap tingkat pengangguran sebesar 66.558944 persen.

5) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata

lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model

bernilai 0, maka Kota Tangerang akan mendapat pengaruh individu

terhadap tingkat pengangguran sebesar 64.128393 persen.

6) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata

lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model

66

bernilai 0, maka Kota Cilegon akan mendapat pengaruh individu terhadap

tingkat pengangguran sebesar 66.959449 persen.

7) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata

lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model

bernilai 0, maka Kota Serang akan mendapat pengaruh individu terhadap

tingkat pengangguran sebesar 66.248662 persen.

8) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata

lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model

bernilai 0, maka Kota Tangerang Selatan akan mendapat pengaruh individu

terhadap tingkat pengangguran sebesar 64.437102 persen.

2. Uji Hipotesis

a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Uji Koefisien determinasi (Adjusted R2) digunakan untuk mengukur

seberapa besar kemampuan independen menjelaskan variabel yang

dijelaskan oleh model regresi.

Tabel 4.7

Koefisien Determinasi

R-squared 0.548222

Adjusted R-squared 0.517593

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews

Dari tabel 4.7 di atas, tingkat koefisien determinasi Adjusted R-square

sebesar 0,517593 atau 51,75%. Ini berarti variabel pertumbuhan ekonomi,

angkatan kerja, tingkat pendidikan dan upah minimum kabupaten/kota

dapat menjelaskan variabel tingkat pengangguran sebesar 51,75%,

sedangkan sisanya sebesar 48,25% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dimasukkan dalam model.

67

b. Uji F-statistik

Uji F-statistik adalah uji model secara keseluruhan. Uji F-statistik

digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-sama

berpengaruh terhadap variabel terikat.

Tabel 4.8

Uji F-statistik

F-statistic 17.89876

Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews

Dari tabel 4.8 di atas, nilai probabilitas (F-statistik) sebesar 0,000000,

dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0000 <

α). Ini berarti variabel independen secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel dependen.

c. Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan pengujian terhadap koefisien dari variabel

penduga atau variabel bebas. Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui

pengaruh satu variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat.

Penentuan pengaruh signifikan dilihat dengan membandingkan nilai

probabilitas tiap variabel dengan signifikansi alpha α = 5%.

Tabel 4.9

Uji t-statistik Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 65.10908 14.68282 4.434371 0.0000

PE? -0.712493 0.348986 -2.041607 0.0457

TPAK? 0.221543 0.092415 2.397269 0.0197

RRLS? -0.008300 0.357472 -0.023218 0.9816

UMK? -4.468869 0.818961 -5.456756 0.0000

Sumber: Data yang diolah dengan Eviews

68

Dari tabel 4.9 di atas, menunjukkan bahwa variabel Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, Upah Minimum

Kabupaten/Kota secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Tingkat

Pengangguran Terbuka di Provinsi Banten dengan tingkat signifikansi

alpha α = 5%. Sedangkan variabel Rata-rata Lama Sekolah tidak memiliki

pengaruh yang signifikan.

Variabel Perumbuhan Ekonomi menunjukkan nilai koefisien sebesar -

0.712493 dengan nilai probabilitas 0,0457. Dengan tingkat signifikansi

5%, berarti H0 ditolak. Ini berarti variabel pertumbuhan ekonomi

berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi

Banten. Tanda koefisien bernilai negatif, yaitu ketika terjadi peningkatan

pertumbuhan ekonomi sebesar 1%, maka akan menurunkan tingkat

pengangguran di Provinsi Banten sebesar -0.712493%.

Variabel Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menunjukkan nilai

koefisien sebesar 0,221543 dengan nilai probabilitas 0,0197. Dengan

tingkat signifikansi 5%, berarti H0 ditolak. Ini berarti variabel tingkat

partisipasi angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Banten. Tanda koefisien bernilai positif, yaitu

ketika terjadi peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 1%,

maka akan meningkatkan tingkat pengangguran di Provinsi Banten

sebesar 0,221543%.

Variabel Rata-rata Lama Sekolah menunjukkan nilai koefisien sebesar

-0.008300 dengan nilai probabilitas 0,9816. Dengan tingkat signifikansi

5%, berarti H0 diterima. Ini berarti variabel rata-rata lama sekolah tidak

berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi

Banten. Tanda koefisien bernilai negatif, yaitu ketika terjadi peningkatan

rata-rata lama sekolah sebesar 1% maka akan menurunkan tingkat

pengangguran di Provinsi Banten sebesar -0.008300%.

69

Variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota menunjukkan nilai

koefisien sebesar -4.468869 dengan nilai probabilitas 0,0000. Dengan

tingkat signifikansi 5%, berarti H0 ditolak. Ini berarti variabel upah

minimum kabupaten/kota berpengaruh signifikan terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Banten. Tanda koefisien bernilai negatif, yaitu

ketika terjadi peningkatan upah minimum kabupaten/kota sebesar 1%,

maka akan menurunkan tingkat pengangguran di Provinsi Banten sebesar

-4.468869%.

Hipotesis yang dibuat dapat dibuktikan sebagai berikut:

a) H0: Tidak ada pengaruh pertumbuhan ekonomi secara parsial terhadap

tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2010-2017.

H1: Ada pengaruh pertumbuhan ekonomi secara parsial terhadap

tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2010-2017.

b) H0: Tidak ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja secara

parsial terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi

Banten tahun 2010-2017.

H1: Ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja secara parsial

terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

tahun 2010-2017.

c) H0: Tidak ada pengaruh rata-rata lama sekolah secara parsial terhadap

tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2010-2017.

H1: Ada pengaruh rata-rata lama sekolah secara parsial terhadap

tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2010-2017.

70

d) H0: Tidak ada pengaruh upah minimum kabupaten/kota secara parsial

terhadap tingat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

tahun 2010-2017.

H1: Ada pengaruh upah minimum kabupaten/kota secara parsial

terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

tahun 2010-2017.

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka pembuktian dari

hipotesis yang telah diuraikan adalah:

a) Nilai probabilitas t-statistik variabel Pertumbuhan Ekonomi sebesar

0,0457 lebih kecil dari α (0,05) yang berarti H0 ditolak.

b) Nilai probabilitas t-statistik variabel Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja sebesar 0,0197 lebih kecil dari α (0,05) yang berarti H0 ditolak.

c) Nilai probabilitas t-statistik variabel Rata-rata Lama Sekolah sebesar

0,9816 lebih besar dari α (0,05) yang berarti H0 diterima.

d) Nilai probabilitas t-statistik variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota

sebesar 0,0000 lebih kecil dari α (0,05) yang berarti H0 ditolak.

3. Analisis Ekonomi

a. Pertumbuhan ekonomi terhadap Tingkat Pengangugguran

Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan meningkatnya produksi barang

dan jasa yang di produksi dalam perekonomian. Setiap ada peningkatan

persentase pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memberikan kesempatan

kerja lebih besar terhadap pekerja sehingga tingkat pengangguran dapat

berkurang. Namun, jika pertumbuhan ekonomi rendah artinya terjadi

penurunan dalam produksi barang dan jasa yang diakibatkan oleh kekurangan

pengeluaran agregat. Akibat dari penurunan produksi barang dan jasa ini,

pengusaha dan pabrik akan mengurangi bebannya dengan melakukan

pemutusan hubungan kerja yang akan mengakibatkan bertambahnya tingkat

pengangguran.

71

Dalam penelitian ini terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten.

Ketika terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan ekonomi, maka akan

menurunkan tingkat pengangguran. Karena ketika pertumbuhan ekonomi

meningkat dapat memberikan peluang kerja baru atau memberikan

kesempatan kerja dan berorientasi pada padat karya, sehingga dapat

mengurangi tingkat pengangguran.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan Isti Qomariyah (2012)

yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan

signifikan. Dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi maka output

yang dihasilkan menjadi lebih banyak, sehingga tenaga kerja bisa terserap dan

angka pengangguran menurun. Perusahaan akan membutuhkan lebih banyak

pekerja ketika produksi meningkat.

b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja terhadap Tingkat Pengangguran

Tingkat Partisipasi Angkatan kerja dan tingkat pengangguran negatif.

Bahwa setiap peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tidak

diimbangi dengan perluasan lapangan kerja, maka tingkat pengangguran pun

bertambah seiring penambahan angkatan kerja.

Dalam penelitian ini, terlihat bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi

Banten. Ketika terjadi peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja, maka

akan meningkatkan tingkat pengangguran. Banyaknya jumlah angkatan kerja

diharapkan mampu meningkatkan produksi barang dan jasa. Dengan

meningkatnya produksi dan jasa, maka akan membutuhkan banyak pekerja

untuk proses produksi, sehingga dapat mengurangi pengangguran. Namun,

dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan

penciptaan lapangan kerja akan berakibat pada meningkatnya jumlah

pengangguran.

72

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aaam

Latifah Pauziah Rohmah (2018) yang menyatakan bahwa variabel angkatan

kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Karena ketika angkatan kerja mengalami peningkatan maka pengangguran

juga meningkat. Dan disebabkan juga karena terjadi ketiselarasan antara

keterampilan yang dibutuhkan penyedia kerja dengan keterampilan yang

dimiliki pencari kerja.

c. Rata-rata Lama Sekolah terhadap Tingkat Pengangguran

Tingkat pendidikan suatu daerah dapat diukur dengan menggunakan rata-

rata lama sekolah. Apabila rata-rata lama sekolah di suatu daerah tinggi,

makamasyarakat memiliki pengetahuan yang lebih memadai, dapat

menciptakan lapangan pekerjaan, dan dapat memenuhi kriteria yang diberikan

para perusahaan agar mendapat pekerjaan.

Dalam penelitian ini terlihat bahwa rata-rata lama sekolah tidak

berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat pengangguran. Karena

semakin tinggi pendidikan seseorang tidak menjamin akan lebih cepat

mendapatkan pekerjaan. Karena sudah banyak perusahaan yang

membutuhkan tenaga kerja tidak hanya lulusan yang tertinggi saja. Karena

setiap perusahaan sudah memiliki klasifikasi masing-masing tersendiri.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aam

Latifah Pauziah Rohmah (2018) menyatakan bahwa tingkat pendidikan

bernilai negatif dan tidak signifikan. Hal ini karena angka pengangguran yang

relatif tinggi, sehingga tingginya tingkat pendidikan yang telah ditempuh tidak

mempengaruhi pengangguran.

d. Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap Tingkat Pengangguran

Ada hubungan yang negatif antara persentase kenaikan upah dan tingkat

pengangguran. Ketika tingkat kenaikan upah tinggi, maka pengangguran

cenderung rendah. Hubungan negatif antara upah minimum dan tingkat

pengangguran dikenal sebagai kurva Philips.

73

Dalam penelitian ini terlihat bahwa upah minimum kabupaten/kota

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran. Karena

ketika upah meningkat dapat mendorong tiap pekerja untuk bekerja lebih

lama, karena upah yang diterimanya lebih tinggi. Sehingga dapat memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan hidup layak. Penetapan upah minimum membuat

para pekerja lebih terlindungi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Riza Firdhania dan

Fivien Muslihatningsih (2017) yang menyatakan bahwa upah minimum

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.

Peningkatan upah yang relatif stabil akan memberikan kemampuan pada

perusahaan, sektor ekonomi dan masyarakat untuk mampu meningkatkan

aktivitas usaha dan pengembangan usahanya dan ketika usaha yang ada

meningkat dan meningkat maka perusahaan dapat memberikan kontribusi

terhadap penyerapan tenaga kerja dan penguran terhadap pengangguran.

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Angkatan Kerja, Tingkat Pendidikan dan Upah

Minimum terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2010-2017,

maka dapat ditarik kesimpulan antara lain:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi

memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017. Artinya setiap

peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka akan menurunkan tingkat

pengangguran di Provinsi Banten.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tingkat partisipasi angkatan

memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap tingkat pengangguran

di Provinsi Banten tahun 2010-2017. Artinya setiap peningkatan tingkat

partisipasi angkatan kerja , maka akan meningkatkan tingkat pengangguran di

Provinsi Banten.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah tidak memiliki

pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap tingkat pengangguran di

Provinsi Banten tahun 2010-2017. Artinya setiap peningkatan rata-rata lama

sekolah, maka akan menurunkan tingkat pengangguran di Provinsi Banten.

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan upah minimum

kabupaten/kota memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap

tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017. Artinya setiap

peningkatan upah minimum kabupaten/kota maka akan menurunkan tingkat

pengangguran di Provinsi Banten.

75

5. Secara bersama-sama atau simultan variabel pertumbuhan ekonomi, tingkat

partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum

kabupaten/kota mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Banten.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan saran sebagai

berikut:

1. Bagi Pemerintah

a) Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah dapat

mengembangkan pada sektor yang mampu menyerap tenaga kerja seperti

pertanian yang memiliki potensi besar dan berkelanjutan yang dapat

menyerap banyak tenaga kerja.

b) Pendidikan formal maupun bukan formal harus lebih difokuskan pada

pendidikan yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan (keahlian

berwirausaha). Pendidikan ini dapat dilakukan dengan cara mendirikan

sekolah gratis dan pelatihan keterampilan bagi anak kurang mampu,

dengan begitu mereka akan mudah mendapatkan pekerjaan.

c) Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sudah sesuai dengan Undang-

undang yang ada. Namun penetapan upah ini harus dipikirkan secara

matang lagi karena pada hakikatnya ketika upah minimum tinggi,

perusahaan akan merasa dirugikan dan akan mengurangi permintaan

tenaga kerja.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk menggunakan periode tahun

yang lebih panjang agar mendapatkan hasil yang lebih representatif.

76

b) Meneliti variabel-variabel lain diluar variabel penelitian ini, sehingga

memperoleh hasil bervariasi yang dapat menggambarkan apa saja yang

dapat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran.

77

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Amri. 2007. Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap

Pengangguran di Indonesia. Jurnal Inflasi dan Pengangguran. Vol.1, (No. 1).

Anggoro, Moch Heru & Soesatyo, Yoyok. 2015. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi

dan Pertumbuhan Angkatan Kerja Terhadap Tingkat Pengangguran di Kota

Surabaya. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE) Vol.3 No.3 Tahun 2015.

Ansofino, dkk. 2016. Buku Ajar Ekonometrika. Yogyakarta: Deepublish.

Arsyad, Lincolin. 2000. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi

Daerah. Yogyakarta: BPFE.

Badan Pusat Statistik. 2018. BPS Indonesia.

Badan Pusat Statistik. 2011. Provinsi Banten. Dalam Angka 2011. Jakarta: BPS

Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Banten. Dalam Angka 2012. Jakarta: BPS

Badan Pusat Statistik. 2013. Provinsi Banten. Dalam Angka 2013. Jakarta: BPS

Badan Pusat Statistik. 2014. Provinsi Banten. Dalam Angka 2014. Jakarta: BPS

Badan Pusat Statistik. 2015. Provinsi Banten. Dalam Angka 2015. Jakarta: BPS

Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi Banten. Dalam Angka 2016. Jakarta: BPS

Badan Pusat Statistik. 2017. Provinsi Banten. Dalam Angka 2017. Jakarta: BPS

Badan Pusat Statistik. 2018. Provinsi Banten. Dalam Angka 2018. Jakarta: BPS

Cahyani, Nina. 2016. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Regional,

Inflasi, dan Investasi Terhadap Jumlah Pengangguran di DIY Tahun 1986-

2015. Skripsi. Universitas Sanata Dharma.

Dumairi. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

78

Firdhani, Riza, Vivien Muslihattiningsih. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tingkat Pengangguran di Kabupaten Jember. E-Journal Ekonomi Bisnis dan

Akuntansi, 2017, Vol. IV (1) :117-121.

Gujarati, Damodar. 2004. Basic Econometrics (Ekonometrika Dasar). Alih Bahasa

Sumarno Zain. Jakarta: Erlangga.

Hartanto, Trianggono Budi, & Masjkuri, Siti Umajah. 2017. Analisis Pengaruh

Jumlah Penduduk, Pendidikan, Upah Minimum dan Produk Domestik Bruto

(PDRB) Terhadap Jumlah Pengangguran di Kabupaten dan Kota Provinsi

Jawa Timur Tahun 2010-2014. Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan. Juni 2017: 02

(1): 21-30 ISSN 2541-1470.

Hasbullah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor (ID): IPB

Press.

Kamaludin, Rustian. 1999. Pengantar Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Kaufman, Bruce E dan Julie L. Hotchkiss. 1999. The Economics of Labor Markets.

Yogyakarta: BPFE UGM.

Kemenkumham. 2013. Peraturan Pemerintah RI Nomor 33. Tentang Perluasan

Kesempatan Kerja.

Kurniawan, Roby Cahyadi. 2013. Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi

Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang Tahun 1980-2011.

Jurnal Ilmiah.

Kusnaedi. 2015. Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Lama. Jakarta: Pusat

Penerbitan Universitas Terbuka.

79

Mada, Muhammad. Khusnul Ashar. 2015. Analisis Variabel yang Mempengaruhi

Jumlah Pengangguran Terdidik di Indonesia. JIEP-Vol.15, No.1 2015. ISSN

(P) 1412-2200. E-ISSN 2548-1851.

Mankiw, N. Gregory. 2006. Makro Ekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Mankiw N, Gregory dkk. 2012. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat.

Pujoalwanto, Basuki. 2014. Perekonomian Indonesia: Tinjauan Historis, Teoritis,

dan Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rum Alim, Moch. 2007. Analisis Faktor-faktor Yang Menentukan Pengangguran

Terbuka di Indonesia periode 1980-2007. Jurnal Ekonenas Vol.11 No.2.

Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D. 2004. Ilmu Makroekonomi, Edisi 17.

Jakarta: PT Media Global Edukasi.

Senet, Putu Dyah Rahadi, Ni Nyoman. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Jumlah Pengangguran di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan

Universitas Udayana Vol. 3, No 6, Juni 2014.

Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta: FEUI.

Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Fajar Interpratama

Mandiri.

Soylu, O. B., Cakmak, L., & Okur, F. 2018. Economic Growth and Unemployment

Issue: Panel Data Analysis in Eastern European Countriea. Journal of

International Studies.

Sugiyono. 2013. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan:Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijakan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali Pers.

80

Sukirno, Sadono. 2012. Makroekonomi Teori Pengantar: Edisi Ketiga. Jakarta: PT.

Rajawali Pers.

Sukirno, Sadono. 2013. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Sumitro, Djojohadikusumo. 1993. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori

Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

Sriyana, J. 2015. Metode Regresi Data Panel: Dilengkapi Analisis Kinerja Bank

Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Ekonisia, FE UII.

Syahril. 2014. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja

Terhadap Pengangguran di Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Ekonomi dan

Kebijakan Publik Indonesia. Vol.1 No. 2, 2014. ISSN. 2442-7411.

Taner, Taylan Dogan. 2012. Macroeconomic Variables and Unemployment: The

Case of Turkey. International Journal of Economics and Financial Issue. Vol.2,

No, 1.

Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2013. Tentang Ketenagakerjaan.

Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1. Tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Wanjatu, Martinus Patria. 2017. Pengaruh APBD, Angkatan Kerja, dan Investasi

Terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Lampung Tahun 2006-2015.

Skripsi. Universitas Sanata Dharma.

Badan Pusat Statistika. https://www.bps.go.id/ diakses pada 6 Januari 2019

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten https://banten.bps.go.id/ diakses pada 6

Januari 2019

CNN Indonesia https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150505150630-78-

51318/ekonomi-melambat-pengangguran-indonesia-bertambah diakses pada 29

Juli 2019

81

Kabar Banten https://www.kabar-banten.com/wh-ungkap-tiga-faktor-penyebab-

tingginya-pengangguran-di-provinsi-banten/ diakes pada 29 Juli 2019

Tribun News https://www.tribunnews.com/kilas-kementerian/2018/01/11/angka-

pengangguran-turun-di-2017-26-juta-tenaga-kerja-terserap diakses pada 23

Agustus 2019

82

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Estimasi Data Panel

A. Common Effect Model

Dependent Variable: TPT?

Method: Pooled Least Squares

Date: 09/20/19 Time: 14:15

Sample: 2010 2017

Included observations: 8

Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 64 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PE? -0.332022 0.344032 -0.965091 0.3384

TPAK? 0.439879 0.083835 5.246944 0.0000

RRLS? -0.261809 0.211363 -1.238669 0.2203

UMK? -0.944140 0.366613 -2.575303 0.0125 R-squared 0.309829 Mean dependent var 10.36813

Adjusted R-squared 0.275320 S.D. dependent var 2.838191

S.E. of regression 2.416099 Akaike info criterion 4.662647

Sum squared resid 350.2520 Schwarz criterion 4.797577

Log likelihood -145.2047 Hannan-Quinn criter. 4.715803

Durbin-Watson stat 0.882909

83

B. Fixed Effect Model

Dependent Variable: TPT?

Method: Pooled Least Squares

Date: 09/20/19 Time: 14:17

Sample: 2010 2017

Included observations: 8

Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 64 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 62.22299 15.03791 4.137742 0.0001

PE? -0.649475 0.370243 -1.754185 0.0853

TPAK? 0.233670 0.096620 2.418442 0.0191

RRLS? -3.178170 1.603640 -1.981847 0.0528

UMK? -2.527254 1.297016 -1.948514 0.0568

Fixed Effects (Cross)

_KABPNDGLNG--C -6.849559

_KABLBK--C -9.457014

_KABTGR--C -0.085613

_KABSRNG--C -3.608716

_KOTATGR--C 4.003189

_KOTACLGN--C 5.479754

_KOTASRNG--C 2.016742

_KOTATANGSEL--C 8.501217 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.717432 Mean dependent var 10.36813

Adjusted R-squared 0.657658 S.D. dependent var 2.838191

S.E. of regression 1.660625 Akaike info criterion 4.019626

Sum squared resid 143.3992 Schwarz criterion 4.424417

Log likelihood -116.6280 Hannan-Quinn criter. 4.179094

F-statistic 12.00242 Durbin-Watson stat 1.698799

Prob(F-statistic) 0.000000

84

C. Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests

Pool: Untitled

Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 7.926706 (7,52) 0.0000

Cross-section Chi-square 46.472044 7 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:

Dependent Variable: TPT?

Method: Panel Least Squares

Date: 08/13/19 Time: 16:29

Sample: 2010 2017

Included observations: 8

Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 64 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 59.15800 18.07147 3.273558 0.0018

PE? -0.917452 0.365848 -2.507740 0.0149

TPAK? 0.214691 0.103831 2.067692 0.0431

RRLS? 0.144745 0.232104 0.623623 0.5353

UMK? -4.024710 1.000621 -4.022213 0.0002 R-squared 0.415916 Mean dependent var 10.36813

Adjusted R-squared 0.376317 S.D. dependent var 2.838191

S.E. of regression 2.241421 Akaike info criterion 4.527002

Sum squared resid 296.4142 Schwarz criterion 4.695665

Log likelihood -139.8641 Hannan-Quinn criter. 4.593447

F-statistic 10.50323 Durbin-Watson stat 0.900868

Prob(F-statistic) 0.000002

85

D. Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Pool: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 8.370348 4 0.0789

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. PE? -0.649475 -0.712493 0.015288 0.6103

TPAK? 0.233670 0.221543 0.000795 0.6671

RRLS? -3.178170 -0.008300 2.443876 0.0426

UMK? -2.527254 -4.468869 1.011555 0.0535

Cross-section random effects test equation:

Dependent Variable: TPT?

Method: Panel Least Squares

Date: 08/13/19 Time: 16:33

Sample: 2010 2017

Included observations: 8

Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 64 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 62.22299 15.03791 4.137742 0.0001

PE? -0.649475 0.370243 -1.754185 0.0853

TPAK? 0.233670 0.096620 2.418442 0.0191

RRLS? -3.178170 1.603640 -1.981847 0.0528

UMK? -2.527254 1.297016 -1.948514 0.0568 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.717432 Mean dependent var 10.36813

Adjusted R-squared 0.657658 S.D. dependent var 2.838191

S.E. of regression 1.660625 Akaike info criterion 4.019626

Sum squared resid 143.3992 Schwarz criterion 4.424417

Log likelihood -116.6280 Hannan-Quinn criter. 4.179094

F-statistic 12.00242 Durbin-Watson stat 1.698799

Prob(F-statistic) 0.000000

86

E. Uji Lagrange Multiplier

Lagrange Multiplier Tests for Random Effects

Null hypotheses: No effects

Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided

(all others) alternatives Test Hypothesis

Cross-section Time Both Breusch-Pagan 30.36585 1.358646 31.72449

(0.0000) (0.2438) (0.0000)

Honda 5.510521 1.165610 4.720738

(0.0000) (0.1219) (0.0000)

King-Wu 5.510521 1.165610 4.720738

(0.0000) (0.1219) (0.0000)

Standardized Honda 7.472433 1.778522 2.968102

(0.0000) (0.0377)

(0.0015)

Standardized King-Wu 7.472433 1.778522 2.968102

(0.0000) (0.0377) (0.0015)

Gourierioux, et al.* -- -- 31.72449

(< 0.01)

87

F. Random Effect Model

Dependent Variable: TPT?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)

Date: 08/13/19 Time: 16:34

Sample: 2010 2017

Included observations: 8

Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 64

Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 65.10908 14.68282 4.434371 0.0000

PE? -0.712493 0.348986 -2.041607 0.0457

TPAK? 0.221543 0.092415 2.397269 0.0197

RRLS? -0.008300 0.357472 -0.023218 0.9816

UMK? -4.468869 0.818961 -5.456756 0.0000

Random Effects (Cross)

_KABPNDGLNG--C -1.497917

_KABLBK--C -1.869676

_KABTGR--C 0.580443

_KABSRNG--C 1.449864

_KOTATGR--C -0.980687

_KOTACLGN--C 1.850369

_KOTASRNG--C 1.139582

_KOTATANGSEL--C -0.671978 Effects Specification

S.D. Rho Cross-section random 1.496355 0.4481

Idiosyncratic random 1.660625 0.5519 Weighted Statistics R-squared 0.548222 Mean dependent var 3.787028

Adjusted R-squared 0.517593 S.D. dependent var 2.477889

S.E. of regression 1.721031 Sum squared resid 174.7549

F-statistic 17.89876 Durbin-Watson stat 1.527404

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.395256 Mean dependent var 10.36813

Sum squared resid 306.8988 Durbin-Watson stat 0.869738

88

Lampiran 2:

A. Data Penelitian

Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK

(%)

RRLS

(Tahun)

UMK

(Rupiah)

Kab. Pandeglang 2010 11.34 7.16 63.76 6.33 964.500

Kab. Pandeglang 2011 11.32 5.74 64.28 6.38 1.015.000

Kab. Pandeglang 2012 9.3 5.81 69.02 6.43 1.050.000

Kab. Pandeglang 2013 12.34 4.72 58.74 6.44 1.182.000

Kab. Pandeglang 2014 7.03 4.93 58.25 6.45 1.418.000

Kab. Pandeglang 2015 10.22 5.96 60.44 6.6 1.737.000

Kab. Pandeglang 2016 9.26 5.49 61.63 6.62 1.999.981

Kab. Pandeglang 2017 8.3 6.05 62.82 6.63 2.164.979

Kab. Lebak 2010 13.35 6.69 63.76 5.34 959.500

Kab. Lebak 2011 12.1 5.99 63.6 5.58 1.007.500

Kab. Lebak 2012 9.07 5.11 63.16 5.7 1.047.800

Kab. Lebak 2013 7.23 6.3 67.1 5.81 1.187.500

Kab. Lebak 2014 9.57 5.83 71.4 5.84 1.490.000

Kab. Lebak 2015 10.74 5.8 64.29 5.86 1.728.000

Kab. Lebak 2016 9.81 5.7 65.92 6.19 1.965.000

Kab. Lebak 2017 8.88 6.05 67.56 6.2 2.127.112

Kab. Tangerang 2010 14.01 6.33 65.9 7.85 1.117.245

Kab. Tangerang 2011 14.42 6.75 69.46 7.96 1.285.000

Kab. Tangerang 2012 11.04 6.17 63.59 8.07 1.527.000

Kab. Tangerang 2013 11.51 6.41 64.88 8.18 2.200.000

Kab. Tangerang 2014 8.45 5.37 62.7 8.2 2.442.000

Kab. Tangerang 2015 8.57 5.36 62.46 8.22 2.710.000

89

Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK

(%)

RRLS

(Tahun)

UMK

(Rupiah)

Kab. Tangerang 2016 9.08 5.32 62.98 8.23 3.021.650

Kab. Tangerang 2017 9.3 5.84 63.5 8.24 3.270.936

Kab. Serang 2010 16.19 4.58 65.68 6.07 1.101.000

Kab. Serang 2011 14.19 6.1 64.74 6.31 1.189.600

Kab. Serang 2012 13.96 5.42 64.57 6.57 1.320.500

Kab. Serang 2013 11.34 6.04 59.11 6.65 20.800.00

Kab. Serang 2014 12 5.39 61.28 6.69 2.340.000

Kab. Serang 2015 9.5 5.02 60.39 6.9 2.700.000

Kab. Serang 2016 8.97 5 61.4 6.98 3.010.000

Kab. Serang 2017 8.47 5.21 62.42 7.17 3.258.866

Kota Tangerang 2010 14.09 6.68 69.17 9.64 1.118.009

Kota Tangerang 2011 12.89 7.39 70.31 9.75 1.290.000

Kota Tangerang 2012 8.31 7.07 66.74 9.76 1.527.000

Kota Tangerang 2013 8.62 6.52 68.02 9.82 2.203.000

Kota Tangerang 2014 7.81 5.15 67 10.2 2.444.310

Kota Tangerang 2015 8 5.37 64.68 10.2 2.730.000

Kota Tangerang 2016 7.58 5.3 64.18 10.28 3.043.950

Kota Tangerang 2017 7.16 5.91 63.68 10.29 3.295.075

Kota Cilegon 2010 19.84 5.3 65.6 8.71 1.174.000

Kota Cilegon 2011 13.14 6.62 70 8.93 1.224.000

Kota Cilegon 2012 11.31 7.7 65.74 9.29 1.347.000

Kota Cilegon 2013 7.16 6.69 60.23 9.6 2.200.000

Kota Cilegon 2014 11.83 4.62 63.76 9.66 2.443.000

Kota Cilegon 2015 12 4.78 62.96 9.67 2.760.590

90

Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK

(%)

RRLS

(Tahun)

UMK

(Rupiah)

Kota Cilegon 2016 11.94 5.05 63.26 9.68 3.078.057

Kota Cilegon 2017 11.88 5.59 63.56 9.69 3.331.997

Kota Serang 2010 17.11 7.68 67.64 8.32 1.050.000

Kota Serang 2011 13.84 8.34 68.6 8.39 1.156.000

Kota Serang 2012 10.8 7.42 63.39 8.48 1.231.000

Kota Serang 2013 11.29 7.3 62.61 8.56 1.798.446

Kota Serang 2014 10.03 6.86 62.58 8.58 2.166.000

Kota Serang 2015 9.49 6.29 63.79 8.59 2.375.000

Kota Serang 2016 8.96 6.22 63.41 8.6 2.648.125

Kota Serang 2017 8.43 6.41 63.03 8.61 2.866.595

Kota Tangsel 2010 8.22 8.46 60 10.63 1.130.000

Kota Tangsel 2011 11.98 8.81 69.64 10.87 1.290.000

Kota Tangsel 2012 8.07 8.56 64.9 11.09 1.527.000

Kota Tangsel 2013 4.56 8.75 60.73 11.48 2.200.000

Kota Tangsel 2014 6.92 8.05 63.04 11.56 2.442.000

Kota Tangsel 2015 6.13 7.2 59.12 11.57 2.710.000

Kota Tangsel 2016 6.48 6.98 60.52 11.58 3.021.650

Kota Tangsel 2017 6.83 7.43 61.92 11.77 3.270.936

91

B. Setelah di LN

Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK (%) RRLS

(Tahun) LN_UMK

Kab. Pandeglang 2010 11.34 7.16 63.76 6.33 13.77936511

Kab. Pandeglang 2011 11.32 5.74 64.28 6.38 13.83039917

Kab. Pandeglang 2012 9.3 5.81 69.02 6.43 13.86430072

Kab. Pandeglang 2013 12.34 4.72 58.74 6.44 13.98271848

Kab. Pandeglang 2014 7.03 4.93 58.25 6.45 14.16475799

Kab. Pandeglang 2015 10.22 5.96 60.44 6.6 14.36767005

Kab. Pandeglang 2016 9.26 5.49 61.63 6.62 14.50864824

Kab. Pandeglang 2017 8.3 6.05 62.82 6.63 14.58792122

Kab. Lebak 2010 13.35 6.69 63.76 5.34 13.77416759

Kab. Lebak 2011 12.1 5.99 63.6 5.58 13.82298257

Kab. Lebak 2012 9.07 5.11 63.16 5.7 13.86220329

Kab. Lebak 2013 7.23 6.3 67.1 5.81 13.98736081

Kab. Lebak 2014 9.57 5.83 71.4 5.84 14.21428668

Kab. Lebak 2015 10.74 5.8 64.29 5.86 14.36247523

Kab. Lebak 2016 9.81 5.7 65.92 6.19 14.4910028

Kab. Lebak 2017 8.88 6.05 67.56 6.2 14.57027575

Kab. Tangerang 2010 14.01 6.33 65.9 7.85 13.92637639

Kab. Tangerang 2011 14.42 6.75 69.46 7.96 14.06626928

Kab. Tangerang 2012 11.04 6.17 63.59 8.07 14.23881558

Kab. Tangerang 2013 11.51 6.41 64.88 8.18 14.60396792

Kab. Tangerang 2014 8.45 5.37 62.7 8.2 14.70832793

Kab. Tangerang 2015 8.57 5.36 62.46 8.22 14.81245919

Kab. Tangerang 2016 9.08 5.32 62.98 8.23 14.9213136

92

Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK (%) RRLS

(Tahun) LN_UMK

Kab. Tangerang 2017 9.3 5.84 63.5 8.24 15.00058674

Kab. Serang 2010 16.19 4.58 65.68 6.07 13.91172942

Kab. Serang 2011 14.19 6.1 64.74 6.31 13.98912767

Kab. Serang 2012 13.96 5.42 64.57 6.57 14.09352101

Kab. Serang 2013 11.34 6.04 59.11 6.65 14.84512998

Kab. Serang 2014 12 5.39 61.28 6.69 14.66566149

Kab. Serang 2015 9.5 5.02 60.39 6.9 14.80876233

Kab. Serang 2016 8.97 5 61.4 6.98 14.91745064

Kab. Serang 2017 8.47 5.21 62.42 7.17 14.99688984

Kota Tangerang 2010 14.09 6.68 69.17 9.64 13.92705998

Kota Tangerang 2011 12.89 7.39 70.31 9.75 14.07015278

Kota Tangerang 2012 8.31 7.07 66.74 9.76 14.23881558

Kota Tangerang 2013 8.62 6.52 68.02 9.82 14.60533063

Kota Tangerang 2014 7.81 5.15 67 10.2 14.70927343

Kota Tangerang 2015 8 5.37 64.68 10.2 14.81981217

Kota Tangerang 2016 7.58 5.3 64.18 10.28 14.92866657

Kota Tangerang 2017 7.16 5.91 63.68 10.29 15.00793949

Kota Cilegon 2010 19.84 5.3 65.6 8.71 13.97592728

Kota Cilegon 2011 13.14 6.62 70 8.93 14.01763474

Kota Cilegon 2012 11.31 7.7 65.74 9.29 14.11339046

Kota Cilegon 2013 7.16 6.69 60.23 9.6 14.60396792

Kota Cilegon 2014 11.83 4.62 63.76 9.66 14.70873735

Kota Cilegon 2015 12 4.78 62.96 9.67 14.83095498

Kota Cilegon 2016 11.94 5.05 63.26 9.68 14.93980911

93

Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK (%) RRLS

(Tahun) LN_UMK

Kota Cilegon 2017 11.88 5.59 63.56 9.69 15.01908238

Kota Serang 2010 17.11 7.68 67.64 8.32 13.86430072

Kota Serang 2011 13.84 8.34 68.6 8.39 13.96047633

Kota Serang 2012 10.8 7.42 63.39 8.48 14.02333741

Kota Serang 2013 11.29 7.3 62.61 8.56 14.40243352

Kota Serang 2014 10.03 6.86 62.58 8.58 14.58839271

Kota Serang 2015 9.49 6.29 63.79 8.59 14.680508

Kota Serang 2016 8.96 6.22 63.41 8.6 14.7893624

Kota Serang 2017 8.43 6.41 63.03 8.61 14.86863547

Kota Tangsel 2010 8.22 8.46 60 10.63 13.93772819

Kota Tangsel 2011 11.98 8.81 69.64 10.87 14.07015278

Kota Tangsel 2012 8.07 8.56 64.9 11.09 14.23881558

Kota Tangsel 2013 4.56 8.75 60.73 11.48 14.60396792

Kota Tangsel 2014 6.92 8.05 63.04 11.56 14.70832793

Kota Tangsel 2015 6.13 7.2 59.12 11.57 14.81245919

Kota Tangsel 2016 6.48 6.98 60.52 11.58 14.9213136

Kota Tangsel 2017 6.83 7.43 61.92 11.77 15.00058674