laporan kasus ginekologi rara
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI
Abortus Incomplete
Qamara Kalehismaningrat
H1A 009 046
PEMBIMBING :
dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
MATARAM
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Abortus Incomplete” ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. Dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku Ketua SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB.
2. Dr. I Made Putra Juliawan, selaku Koordinator Pendidikan SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUP NTB, sekaligus pembimbing.
3. Dr. H. Doddy A. K., Sp.OG (K), selaku supervisor
4. Dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, Januari 2014
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan dapat hidup di luar
kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya
janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus
ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.
Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus
terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus
inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent abortion),
abortus servikalis, abortus infeksiosus,dan abortus septik.1,2
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.Reproduksi manusia relatif
tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian
keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan.2,4 Namun angka kejadian abortus
sangat tergantung kepada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada
wanita yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan
berakhir dengankelahiran hidup.4
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada wanita
berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50%.4 Delapan puluh
persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.2
Penelitian-penelitian terdahulu menyebutkan bahwa angka kejadian abortus sangat
tinggi. Sebuah penelitian pada tahun 1993 memperkirakan total kejadian abortus di Indonesia
berkisar antara 750.000 dan dapat mencapai 1 juta per tahun dengan rasio 18 abortus per 100
konsepsi. Angka tersebut mencakup abortus spontan maupun buatan. Abortus inkomplit
sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi
dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Insiden abortus inkomplit sendiri
belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita
hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat
perdarahan yang terjadi.2,3,4
3
.
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu
karena adanya perdarahan masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok
hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan psikis.
Komplikasi yang terjadi tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada
keluarga yang sangat menginginkan anak.2
Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit menjadi penting bagi para pelayan
kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian memberikan penatalaksanaan yang
sesuai dan akurat, serta mencegah komplikasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu
bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari
pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram ( Obstetri Williams,
2006). Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram ( sarwono Prawirorahardjo,
2009).
B. Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan
sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan akibat
mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10%
dari seluruh kehamilan. Angka-angka tersebut berasal dari data-data dengan sekurang-
kurangnya ada dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang
tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan
sebagai abortus spontan5.
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka
tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali
kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama,
kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga5.
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di samping
dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis
bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada
wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah
dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi
umur 3 bulan5,6.
C. Etiologi
Penyebab abortus bervariasi dan masih sering diperdebatkan. Umunya lebih dari satu
penyebab. Penyebab terbanyak antara lain sebagai berikut (sarwono).
Faktor genetik
5
o Mendelian
o Multifaktorial
o Robertsonian
o Resiprokal
Kelainan keongenital uterus
o Anomali duktus mulleri
o Septum uterus
o Uterus bikornis
o Inkometensi serviks
o Mioma uteri
o Sindroma Asherman
Autoimun
o Aloimun
o Mediasi imunitas humoral
o Mediasi imunitas seluler
Defek fase luteal
o Faktor endokrin eksternal
o Antibodu antitirooid hormon
o Sintesis LH yang tinggi
Infeksi
Hematologik
Lingkungan
Penyebab genetik
Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan oleh
selainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada
trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun
karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun
(sarwono).
Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang
abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak
6
diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan
kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus
(sarwono).
Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik. Insiden
kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan dengan riwayat abortus,
dimana ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena
kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus bikornis atau
uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%). Mioma uteri juga bisa menyebabkan infertilitas
maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya 10 - 30% pada perempuan usia reproduksi
(sarwono).
Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi serta
pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 – 80%, bergantung
pada berat ringannya gangguan (sarwono).
Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian abortus berulang dan penyakit
autoimun. Misalkan pada SLE (systemic Lupus Eritomatosus) dan Antiphospholiid
antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan
SLE (sarwono). Beberapa penelitian menemukan angka kematian janin pada penderita SLE
relatif tinggi, sehingga disarankan agar penderita SLE tidak boleh hamil. Secara keseluruhan
sekitar 15-60% penderita SLE akan mengalami eksaserbasi dalam masa kehamilan dan
postpartum. Tomer dkk menemukan peningkatan kadar anti-dsDNA berhubungan dengan
risiko eksaserbasi dan persalinan prematur,mereka juga menemukan bahwa peningkatan
kadar anti-dsDNA dan antibodi antikardiolipin meningkatkan risiko abortus1.
Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika
DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada
perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk mencoba
menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut (sarwono).
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
7
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit
bertahan hidup.
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bisa
mengganggu proses implantasi.
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat paparan obat, bahan kimia, atu radiasi
dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anstesi dan
tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung unsur toksik, seperti nikotin yang telah
diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon
monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin
(sarwono)
Faktor Hormonal
Beberapa penelitian melihat hubungan defisiensi progesteron yang dihasilakan oleh
korpus luteum dan kemudian trofoblas terhadap kelangsungan proses kehamilan. Sebagaima
diketahui, hormon progesteron sangat berperan pada pembentukan desidua sehingga
gangguan pembentukan desidua juga mengganggu proses nutrisi embrio dengan akibat
terhentinya proses biologis tersebut dan kemudian berakhir dengan abortus (williams).
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik
sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap
sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi
terutama kadar progesteron (sarwono).
Selain trofoblast, kelenjar tiroid ikut berperan dalam memelihara kehamilan.
Gangguan fungsi kelenjar ini dapat menyebabkan gangguan pada kehamilan normal.
Diabetes melitus dilaporkan juga dapat menyebabkan terjadinya abortus spontan (wiliam).
Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikrotrombin pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik
memegang peranan penting pada implantasi embrio, invasi trofoblast, dan plasentasi. Pada
kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:
- Peningkatan kadar faktor prokoagulan
8
- Penurunan faktor antikoagulan
- Penurunan aktivitas fibrinolitik
Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama pada
kehamilan sebelum 12 minggu (sarwono tambahin)
D. Faktor Resiko
Umur
Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Insiden
abortus dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Risiko ibu terkena
aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan
kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun (Prawirohardjo, 2009).
Usia Kehamilan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.
Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama
berupa trisomi autosom (Prawirohardjo, 2009).
Paritas
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu (SPMPOGI, 2006).
Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria
dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi
lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus (Mochtar,).
Riwayat Abortus
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus
berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa
setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi,
sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan
bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45% (Prawirohardjo,
2009).
D. Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi
akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
9
mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat
yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung
dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam
cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses
pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi
atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran
janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin
sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis
ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke
14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta
beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak.
Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari
penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan
nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002).
E. Gejala Klinis dan Diagnosis
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteridan masih ada yang tertinggal.
Biasanya terjadi pada usia kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Pada
pemeriksaan vagina, tampak kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam caum
uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Pendarahan biasanya masih terjadi
jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang
menyebabkan sebagaian placental site masih terbuka sehingga pendarahan berjalan terus.
Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan
konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan
umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan
tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara
klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit
dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan (sarwono).
F. Penatalaksanaan
10
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa apakah
ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat dilakukan
dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase maupun aspirasi vakum. Induksi
abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenus,
larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin
E2, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi
ekstraokuler,insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486
(mefepriston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas. Pada kasus-kasus abortus
inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak
kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis
dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum
atau forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan
untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut. Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-
kadang cukup berat, tetapi jarang berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus
untuk menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara 13:
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
• Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan
kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral
(dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).
3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologis
atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi
hasil konsepsi.
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi
ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
11
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat untuk
mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan kanula
yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan negatif
dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60 ml. Aspirasi
vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika dibandingkan dengan teknik
kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dapat dilakukan
hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun analgesia sistemik
sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai pada umur kehamilan
15 minggu, tergantung pada ketrampilan dan pengalaman operator. Complete abortion
rateaspirasi vakum berkisar antara 95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan
untuk mengatasi abortus inkomplit.
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10 menit5,3.
Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase disiapkan
terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih dahulu.
Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika diperlukan).
Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan bentuk uterus,
kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia eksterna, vagina dan serviks.
Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum.
Uterus disondase dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah uterus. Masukkan
kanula yang sesuai dengan dalam kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi
(tersedia ukuran kanula dari 4mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan
dengan aspirator (60 Hg pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula
digerakkan perlahan-lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila
kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan
kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan
akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30
menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan
lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian1,3.
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif.
Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada kehamilan
trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode ini tidak
memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspulsi spontan yang
12
lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama 9
hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas, bekerja dengan cara
mengikat reseptor progesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk
menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48
jam) dengan pemberian prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi
uterus lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi. Efek yang
terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang disertai dengan
perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase yang memanjang, selama 9
hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut
adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan
abnormal, perokok berat dan alergi3.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah
ada perlukan alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci,
Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),
Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,
streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides
sp, Listeria dan jamur (Prawirohardjo).
13
BAB III
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI
I. IDENTITAS
Nama : Nn. S
Usia : 27 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Karang baru, selaparang
RM : 530063
MRS : 1 januari 2014
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSUP NTB dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir pukul
08.00 WITA (01/01/14). Keluar darah yang dirasakan disertai dengan keluar daging
berwarna merah. Ibu mengaku sekarang ini ia hamil 4 bulan. Selain itu, pasien juga
mengeluh perutnya mules mules sejak 22.00 WITA (31/12/13).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan
asma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. Laki laki, 2300 gr, 9 bulan, spontan, bidan, 5 tahun, hidup
14
2. ini
HPHT : 04/09/2013
Taksiran Persalinan : 11/06/2014
Riwayat ANC : > 4 kali di Puskesmas, Dokter
Riwayat USG : 2 kali di Sp.OG (05/07/2012)
Hasilnya janin T/H/IU, HTP 18/06/2014.
Riwayat KB : (-)
Rencana KB : Suntikan tiap 3 bulan
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 78 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,7oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
IV. STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :
Inspeksi → abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi → TFU tidak teraba
Genetalia :
Inspekulo → Ø (+) tampak jaringan di fornix, Porsio licin, perdarahan aktif (-),
fluxus (+)
15
VT → Ø (+), teraba jaringan dan dilakukan digital terdapat jaringan ± 100
gr + bakal janin, nyeri goyang portio (-), APCD dalam batas normal, CUAF b/c 14-
16 minggu.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap :
Hb : 14,1 g/dL
RBC : 4,57 M/µl
WBC : 10,9 K/µl
PLT : 277 K/µl
HCT : 40,3 %
HbSAg : (-)
VI. DIAGNOSIS PRE OPERASI
Abortus Inkomplit
VII. RENCANA TINDAKAN
Observasi keadaan umum pasien dan vital sign
Pro Kuretase
KIE pasien dan keluarganya
VIII. Kuretase
Perdarahan ±30 cc
IX. 2 JAM POST Kuretase
KU : baik
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Kes : CM
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
16
BAB IV
PEMBAHASAN
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, dkk, editor. Williams
Obstetrics. Ed 23. [e-book]. New York: McGraw-Hill, 2010.
2. Hadijanto B. Perdarahan pada kehamilan muda. Di dalam Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo, editor.
Ed 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, 2010. hal.460-74.
3. Puscheck E. Early pregnancy loss. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/ 266317-overview (23 Maret 2011)
4. Saifuddin AB. Buku acuan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2001. hal.146-7.
18