laporan kasus ginekologi rara

26
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI Abortus Incomplete Qamara Kalehismaningrat H1A 009 046 PEMBIMBING : dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB MATARAM 2014 1

Upload: rizky-huryamin

Post on 20-Jan-2016

103 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Ginekologi Rara

LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

Abortus Incomplete

Qamara Kalehismaningrat

H1A 009 046

PEMBIMBING :

dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

MATARAM

2014

1

Page 2: Laporan Kasus Ginekologi Rara

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.

Laporan kasus yang berjudul “Abortus Incomplete” ini disusun dalam rangka

mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit

Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.

1. Dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku Ketua SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB.

2. Dr. I Made Putra Juliawan, selaku Koordinator Pendidikan SMF Obstetri dan

Ginekologi RSUP NTB, sekaligus pembimbing.

3. Dr. H. Doddy A. K., Sp.OG (K), selaku supervisor

4. Dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan

khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari

sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, Januari 2014

Penulis

2

Page 3: Laporan Kasus Ginekologi Rara

BAB I

PENDAHULUAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup

di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan dapat hidup di luar

kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya

janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus

ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau

kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.

Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus

terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.1

Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa kelompok,

yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus

inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent abortion),

abortus servikalis, abortus infeksiosus,dan abortus septik.1,2

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan

sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.Reproduksi manusia relatif

tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian

keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan.2,4 Namun angka kejadian abortus

sangat tergantung kepada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada

wanita yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan

berakhir dengankelahiran hidup.4

Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada wanita

berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50%.4 Delapan puluh

persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.2

Penelitian-penelitian terdahulu menyebutkan bahwa angka kejadian abortus sangat

tinggi. Sebuah penelitian pada tahun 1993 memperkirakan total kejadian abortus di Indonesia

berkisar antara 750.000 dan dapat mencapai 1 juta per tahun dengan rasio 18 abortus per 100

konsepsi. Angka tersebut mencakup abortus spontan maupun buatan. Abortus inkomplit

sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi

dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Insiden abortus inkomplit sendiri

belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita

hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat

perdarahan yang terjadi.2,3,4

3

Page 4: Laporan Kasus Ginekologi Rara

.

Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu

karena adanya perdarahan masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok

hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.

Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan psikis.

Komplikasi yang terjadi tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada

keluarga yang sangat menginginkan anak.2

Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit menjadi penting bagi para pelayan

kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian memberikan penatalaksanaan yang

sesuai dan akurat, serta mencegah komplikasi.

4

Page 5: Laporan Kasus Ginekologi Rara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu

bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari

pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram ( Obstetri Williams,

2006). Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri

dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan

kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram ( sarwono Prawirorahardjo,

2009).

B. Epidemiologi

Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan

sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan akibat

mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10%

dari seluruh kehamilan. Angka-angka tersebut berasal dari data-data dengan sekurang-

kurangnya ada dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang

tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan

sebagai abortus spontan5.

Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka

tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali

kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama,

kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga5.

Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di samping

dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis

bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada

wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah

dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi

umur 3 bulan5,6.

C. Etiologi

Penyebab abortus bervariasi dan masih sering diperdebatkan. Umunya lebih dari satu

penyebab. Penyebab terbanyak antara lain sebagai berikut (sarwono).

Faktor genetik

5

Page 6: Laporan Kasus Ginekologi Rara

o Mendelian

o Multifaktorial

o Robertsonian

o Resiprokal

Kelainan keongenital uterus

o Anomali duktus mulleri

o Septum uterus

o Uterus bikornis

o Inkometensi serviks

o Mioma uteri

o Sindroma Asherman

Autoimun

o Aloimun

o Mediasi imunitas humoral

o Mediasi imunitas seluler

Defek fase luteal

o Faktor endokrin eksternal

o Antibodu antitirooid hormon

o Sintesis LH yang tinggi

Infeksi

Hematologik

Lingkungan

Penyebab genetik

Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan oleh

selainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama

merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada

trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi meningkat dengan

bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun

karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun

(sarwono).

Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang

abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak

6

Page 7: Laporan Kasus Ginekologi Rara

diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan

kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus

(sarwono).

Penyebab Anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik. Insiden

kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan dengan riwayat abortus,

dimana ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena

kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus bikornis atau

uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%). Mioma uteri juga bisa menyebabkan infertilitas

maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya 10 - 30% pada perempuan usia reproduksi

(sarwono).

Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi serta

pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 – 80%, bergantung

pada berat ringannya gangguan (sarwono).

Penyebab Autoimun

Terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian abortus berulang dan penyakit

autoimun. Misalkan pada SLE (systemic Lupus Eritomatosus) dan Antiphospholiid

antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan

SLE (sarwono). Beberapa penelitian menemukan angka kematian janin pada penderita SLE

relatif tinggi, sehingga disarankan agar penderita SLE tidak boleh hamil. Secara keseluruhan

sekitar 15-60% penderita SLE akan mengalami eksaserbasi dalam masa kehamilan dan

postpartum. Tomer dkk menemukan peningkatan kadar anti-dsDNA berhubungan dengan

risiko eksaserbasi dan persalinan prematur,mereka juga menemukan bahwa peningkatan

kadar anti-dsDNA dan antibodi antikardiolipin meningkatkan risiko abortus1.

Penyebab Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika

DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada

perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk mencoba

menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut (sarwono).

Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak

langsung pada janin atau unit fetoplasenta.

7

Page 8: Laporan Kasus Ginekologi Rara

Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit

bertahan hidup.

Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian

janin.

Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bisa

mengganggu proses implantasi.

Faktor Lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat paparan obat, bahan kimia, atu radiasi

dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anstesi dan

tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung unsur toksik, seperti nikotin yang telah

diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon

monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin

(sarwono)

Faktor Hormonal

Beberapa penelitian melihat hubungan defisiensi progesteron yang dihasilakan oleh

korpus luteum dan kemudian trofoblas terhadap kelangsungan proses kehamilan. Sebagaima

diketahui, hormon progesteron sangat berperan pada pembentukan desidua sehingga

gangguan pembentukan desidua juga mengganggu proses nutrisi embrio dengan akibat

terhentinya proses biologis tersebut dan kemudian berakhir dengan abortus (williams).

Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik

sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap

sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi

terutama kadar progesteron (sarwono).

Selain trofoblast, kelenjar tiroid ikut berperan dalam memelihara kehamilan.

Gangguan fungsi kelenjar ini dapat menyebabkan gangguan pada kehamilan normal.

Diabetes melitus dilaporkan juga dapat menyebabkan terjadinya abortus spontan (wiliam).

Faktor Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya

mikrotrombin pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik

memegang peranan penting pada implantasi embrio, invasi trofoblast, dan plasentasi. Pada

kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:

- Peningkatan kadar faktor prokoagulan

8

Page 9: Laporan Kasus Ginekologi Rara

- Penurunan faktor antikoagulan

- Penurunan aktivitas fibrinolitik

Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama pada

kehamilan sebelum 12 minggu (sarwono tambahin)

D. Faktor Resiko

Umur

Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Insiden

abortus dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Risiko ibu terkena

aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan

kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun (Prawirohardjo, 2009).

Usia Kehamilan

Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.

Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan

sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama

berupa trisomi autosom (Prawirohardjo, 2009).

Paritas

Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu (SPMPOGI, 2006).

Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria

dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi

lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus (Mochtar,).

Riwayat Abortus

Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus

berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa

setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi,

sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan

bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45% (Prawirohardjo,

2009).

D. Mekanisme Abortus

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio

akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi

akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan

9

Page 10: Laporan Kasus Ginekologi Rara

mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat

yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung

dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam

cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses

pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi

atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran

janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin

sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis

ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke

14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta

beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga

menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak.

Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari

penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan

nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002).

E. Gejala Klinis dan Diagnosis

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteridan masih ada yang tertinggal.

Biasanya terjadi pada usia kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Pada

pemeriksaan vagina, tampak kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam caum

uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Pendarahan biasanya masih terjadi

jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang

menyebabkan sebagaian placental site masih terbuka sehingga pendarahan berjalan terus.

Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan

konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan

umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan

tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara

klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit

dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan (sarwono).

F. Penatalaksanaan

10

Page 11: Laporan Kasus Ginekologi Rara

Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa apakah

ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan

menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat dilakukan

dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase maupun aspirasi vakum. Induksi

abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenus,

larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin

E2, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi

ekstraokuler,insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486

(mefepriston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas. Pada kasus-kasus abortus

inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak

kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis

dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum

atau forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,

induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan

untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut. Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-

kadang cukup berat, tetapi jarang berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus

untuk menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara 13:

1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,

evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengeluarkan hasil

konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg

intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.

2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari

16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:

• Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan

kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.

• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg

intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral

(dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).

3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:

• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologis

atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi

hasil konsepsi.

• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi

ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).

11

Page 12: Laporan Kasus Ginekologi Rara

• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat untuk

mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan kanula

yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan negatif

dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60 ml. Aspirasi

vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika dibandingkan dengan teknik

kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dapat dilakukan

hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun analgesia sistemik

sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai pada umur kehamilan

15 minggu, tergantung pada ketrampilan dan pengalaman operator. Complete abortion

rateaspirasi vakum berkisar antara 95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan

untuk mengatasi abortus inkomplit.

Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10 menit5,3.

Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase disiapkan

terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih dahulu.

Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika diperlukan).

Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan bentuk uterus,

kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia eksterna, vagina dan serviks.

Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum.

Uterus disondase dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah uterus. Masukkan

kanula yang sesuai dengan dalam kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi

(tersedia ukuran kanula dari 4mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan

dengan aspirator (60 Hg pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula

digerakkan perlahan-lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila

kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan

kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan

akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30

menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan

lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian1,3.

Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif.

Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada kehamilan

trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode ini tidak

memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspulsi spontan yang

12

Page 13: Laporan Kasus Ginekologi Rara

lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama 9

hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas, bekerja dengan cara

mengikat reseptor progesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk

menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48

jam) dengan pemberian prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi

uterus lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi. Efek yang

terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang disertai dengan

perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase yang memanjang, selama 9

hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut

adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan

abnormal, perokok berat dan alergi3.

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:

1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan

jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila

pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi

harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah

ada perlukan alat-alat lain.

3. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.

4. Infeksi

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan

flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci,

Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),

Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,

streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides

sp, Listeria dan jamur (Prawirohardjo).

13

Page 14: Laporan Kasus Ginekologi Rara

BAB III

LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

I. IDENTITAS

Nama : Nn. S

Usia : 27 tahun

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Suku : Sasak

Alamat : Karang baru, selaparang

RM : 530063

MRS : 1 januari 2014

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke UGD RSUP NTB dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir pukul

08.00 WITA (01/01/14). Keluar darah yang dirasakan disertai dengan keluar daging

berwarna merah. Ibu mengaku sekarang ini ia hamil 4 bulan. Selain itu, pasien juga

mengeluh perutnya mules mules sejak 22.00 WITA (31/12/13).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga

menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan

asma.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.

Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

Riwayat Alergi :

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Riwayat Obstetri :

Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :

1. Laki laki, 2300 gr, 9 bulan, spontan, bidan, 5 tahun, hidup

14

Page 15: Laporan Kasus Ginekologi Rara

2. ini

HPHT : 04/09/2013

Taksiran Persalinan : 11/06/2014

Riwayat ANC : > 4 kali di Puskesmas, Dokter

Riwayat USG : 2 kali di Sp.OG (05/07/2012)

Hasilnya janin T/H/IU, HTP 18/06/2014.

Riwayat KB : (-)

Rencana KB : Suntikan tiap 3 bulan

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Frekuensi nadi : 78 x/menit

- Frekuensi napas : 20 x/menit

- Suhu : 36,7oC

Pemeriksaan Fisik Umum

- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)

- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +

- - + +

IV. STATUS GINEKOLOGI

Abdomen :

Inspeksi → abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda

peradangan, bekas operasi (-).

Palpasi → TFU tidak teraba

Genetalia :

Inspekulo → Ø (+) tampak jaringan di fornix, Porsio licin, perdarahan aktif (-),

fluxus (+)

15

Page 16: Laporan Kasus Ginekologi Rara

VT → Ø (+), teraba jaringan dan dilakukan digital terdapat jaringan ± 100

gr + bakal janin, nyeri goyang portio (-), APCD dalam batas normal, CUAF b/c 14-

16 minggu.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap :

Hb : 14,1 g/dL

RBC : 4,57 M/µl

WBC : 10,9 K/µl

PLT : 277 K/µl

HCT : 40,3 %

HbSAg : (-)

VI. DIAGNOSIS PRE OPERASI

Abortus Inkomplit

VII. RENCANA TINDAKAN

Observasi keadaan umum pasien dan vital sign

Pro Kuretase

KIE pasien dan keluarganya

VIII. Kuretase

Perdarahan ±30 cc

IX. 2 JAM POST Kuretase

KU : baik

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Kes : CM

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5oC

16

Page 17: Laporan Kasus Ginekologi Rara

BAB IV

PEMBAHASAN

17

Page 18: Laporan Kasus Ginekologi Rara

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, dkk, editor. Williams

Obstetrics. Ed 23. [e-book]. New York: McGraw-Hill, 2010.

2. Hadijanto B. Perdarahan pada kehamilan muda. Di dalam Saifuddin AB,

Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo, editor.

Ed 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, 2010. hal.460-74.

3. Puscheck E. Early pregnancy loss. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/ 266317-overview (23 Maret 2011)

4. Saifuddin AB. Buku acuan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2001. hal.146-7.

18