profil usaha dan pola pembiayaan revisi 2

11
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN PINDANG SKALA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN BOGOR Hikmah dan Yayan Hikmayani *) Pendahuluan Subsektor perikanan mempunyai peranan penting sebagai penyumbang protein bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi tidak semua wilayah Indonesia dapat tercukupi kebutuhannya akan protein karena ketersediaan ikan per kapita belum terdistribusi secara merata. Pengolahan dapat membuat ikan menjadi awet dan memungkinkan untuk didistribusikan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Namun, selama 20 tahun terakhir, produksi ikan yang diolah baru sekitar 2347%, Dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan pengolahan tradisional, karena pengolahan modern memerlukan persyaratan yang sulit dipenuhi oleh perikanan skala kecil, yaitu pasokan bahan baku yang bermutu tinggi dalam jenis dan ukuran yang seragam, dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri. Kondisi ini menggambarkan bahwa pengolahan tradisional masih mempunyai prospek untuk dikembangkan. Prospek ini didukung oleh masih tersedianya sumber daya ikan di pusat produksi, tingginya permintaan di pusat konsumsi, sederhananya teknologi, serta banyaknya industri rumah tangga pengolah tradisional (Heruwati, 2002). Usaha pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Bogor terkonsentrasi di empat kecamatan yaitu Parung, * *) Staf Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 1

Upload: hikmah-madani

Post on 13-Jun-2015

924 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Profil Usaha Dan Pola Pembiayaan Revisi 2

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAANINDUSTRI PENGOLAHAN IKAN PINDANG SKALA MIKRO DAN KECIL

DI KABUPATEN BOGOR

Hikmah dan Yayan Hikmayani*)

Pendahuluan

Subsektor perikanan mempunyai peranan penting sebagai penyumbang protein

bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi tidak semua wilayah Indonesia dapat

tercukupi kebutuhannya akan protein karena ketersediaan ikan per kapita belum

terdistribusi secara merata.

Pengolahan dapat membuat ikan menjadi awet dan memungkinkan untuk

didistribusikan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Namun, selama 20 tahun

terakhir, produksi ikan yang diolah baru sekitar 2347%, Dari jumlah tersebut,

sebagian besar merupakan pengolahan tradisional, karena pengolahan modern

memerlukan persyaratan yang sulit dipenuhi oleh perikanan skala kecil, yaitu pasokan

bahan baku yang bermutu tinggi dalam jenis dan ukuran yang seragam, dalam jumlah

yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri. Kondisi ini menggambarkan

bahwa pengolahan tradisional masih mempunyai prospek untuk dikembangkan.

Prospek ini didukung oleh masih tersedianya sumber daya ikan di pusat produksi,

tingginya permintaan di pusat konsumsi, sederhananya teknologi, serta banyaknya

industri rumah tangga pengolah tradisional (Heruwati, 2002).

Usaha pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Bogor terkonsentrasi di empat

kecamatan yaitu Parung, Caringin, Gunung Sindur dan Cigudeg dengan tiga jenis

produk olahan yaitu ikan pindang, terasi udang, dan ikan asap. Usaha pengolahan

ikan pindang cue terkonsentrasi di Desa Waru kecamatan Parung dan di desa Cigudeg

kecamatan Cigudeg, usaha pengolahan terasi udang terkonsentrasi di desa Ciderum

kecamatan Caringin, usaha pengasapan lele terkonsentrasi di desa Pengasinan

kecamatan Gunung Sindur. Dari 3 (tiga) produk olahan di Kabupaten Bogor,

pengolahan ikan pindang merupakan jenis produk olahan yang cukup banyak

diproduksi di Kabupaten Bogor.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui profil usaha dan pola pembiayaan

industri pengolahan ikan pindang skala mikro dan kecil di kabupaten Bogor. Data

dan informasi ini diharapkan dapat menjadi salah satu unsur penunjang bagi

opengembangan industri pengolahan ikan skala mikro dan kecil dimasa yang akan

datang.

* *) Staf Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

1

Page 2: Profil Usaha Dan Pola Pembiayaan Revisi 2

Profil Usaha Pengolahan Ikan Pindang

Berdasarkan urutan jumlah produksi hasil olahan tradisional di Bogor, pindang

menduduki posisi tertinggi diantara produk-produk olahan olahan tradisional lainnya.

Produksi ikan pindang mencapai 26.155 ton atau setara dengan 29,33 % dari total

produksi ikan olahan skala mikro kecil dan menengah yaitu 89,169 ton. Skala usaha

pengolah ikan pindang bervariasi ditinjau dari produksi yang dihasilkannya.

Gambaran produksi ikan pindang di Kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi ikan pindang yang dihasilkan setiap pengolah di Kab. BogorDesa/Kecamatan Jumlah

PengolahKapasitas Produksi

(kg/hari)Waru/Parung 2 2000Pondok Rajeg/Cibinong 1 2000Desa Cigudeg/Cigudeg 3 200 – 4000Ds. Jambu Wuluh, Cibedug/Ciawi, Cisalada/Cijeruk

Kelompok Cue 500

Ds. Jambu Luwuk/Ciawi 1 200Ds. Cibedug/Ciawi 1 100Cisalada/Cijeruk 1 150Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor

Pengolahan dilakukan menggunakan teknologi tradisional, hal ini ditunjukkan

dengan penggunaan peralatan maupun cara pengolahan yang sederhana misalnya alat

untuk merebus pindang digunakan drum –drum bekas perlu diganti dengan bahan

yang lebih memenuhi kriteria kesehatan dan keamanan pangan.

Rumah pengolahan dibangun di lahan bantaran sungai dengan dengan tujuan

agar dalam proses pencucian ikan dapat dilakukan dengan mudah menggunakan air

sungai. Disamping itu, adanya keterbatasan lahan menjadi alasan bagi pengolah

untuk mendirikan rumah pengolahan di bantaran sungai. Akan tetapi dilihat aspek

sanitasi dan kesehatan, usaha ini pengolahan ikan pindang belum memenuhi kriteria

kesehatan.

Cara pembuatan pindang secara garis besar adalah sebagai berikut yaitu ikan

yang telah dibersihkan disusun dalam besek yang terbuat dari anyaman bambu yang

oleh masyarakat lokal disebut badeng atau naya dan dimasukkan ke bak

perebusan/drum yang berisi air garam mendidih dan direbus kurang lebih 2 jam.

Setelah itu ikan diangkat dan ditiriskan (Gambar 1).

2

Page 3: Profil Usaha Dan Pola Pembiayaan Revisi 2

Gambar 1. Proses pembuatan ikan pindang

Pola Pembiayaan

Usaha pengolahan ikan pindang memerlukan biaya relatif sedikit. Untuk

memulai usaha dengan satu unit teknologi pengolahan dibutuhkan modal Rp.

198,480,000,-. Modal tersebut digunakan untuk biaya investasi seperti pembuatan

rumah pengolahan dan pembelian peralatan produksi, serta biaya operasional untuk

pengolahan ikan pindang. dilihat dari jumlah modal usaha, pengolahan ikan pindang

tergolong ke dalam kriteria usaha skala mikro dan kecil. Menurut Anonimous (2002),

modal investasi dan modal kerja untuk usaha kecil hingga Rp. 500 juta.

Permodalan yang digunakan pengolah sebagian besar merupakan modal

sendiri. Dalam rangka perbaikan sistem permodalan, Pemda Kabupaten Bogor telah

menyiapkan suatu skim. Skim tersebut dikemas dalam sebuah program yang

dinamakan Gerakan Masyarakat Mandiri (GMM). Dimana, pengolah perikanan

dimungkinkan untuk memperoleh modal dengan melakukan skim tersebut dengan

bunga hanya 1% perbulan. Adapun skim permodalan menurut Gerakan Masyarakat

Mandiri (GMM), dana ’penjaminan’ yang dititipkan oleh PEMDA Bogor di BRI

sehingga usaha kecil dan mikro bisa mendapatkan kredit dengan mendapatkan

rekomendasi dari Dinas perikanan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

ditunjuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Dana yang telah disalurkan

kepada usaha mikro dan kecil, sejauh ini pengembalian pinjaman berjalan dengan

lancar. Hal ini terlihat dari tingkat kemacetan dalam pengembalian kredit tidak lebih

dari 2 %.

Disamping dana pinjaman dari PEMDA, kerjasama juga telah dibangun antara

pengolah-pengolah dengan perusahaan BUMN (Telkom, PLN, Peruri). Kerjasama

BRI dengan Pemda Kabupaten merupakan tindak lanjut dari penunjukan pemerintah

kepada BRI untuk memperlancar penyaluran kredit kepada usaha kecil dan mikro.

3

Page 4: Profil Usaha Dan Pola Pembiayaan Revisi 2

Sosialisasi dari Pemerintah Daerah mengenai program bantuan permodalan ini masih

akan ditingkatkan.

Mekanisme peminjaman kredit relatif mudah yaitu dengan mengajukan

proposal peminjaman kepada Pemda Bogor dalam hal ini adalah Dinas perikanan,

yang kemudian di analisa kelayakan usahanya. Selanjutnya setelah melalui proses

analisa kelayakan, peminjam yang layak direkomendasikan untuk mendapatkan

pinjaman ke bank BRI. Besarnya angsuran ditetapkan sebesar 1-5 % dari keuntungan

atau dengan bunga 2%/bulan, sedangkan dana yang telah tersedia sekitar 50 juta.

Struktur Biaya dan Keuntungan Usaha

Struktur biaya usaha pengolahan ikan pindang terdiri dari biaya investasi dan

biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya tetap yang besarnya tidak

dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya investasi untuk usaha

pengolahan ikan pindang terdiri dari beberapa komponen diantaranya biaya rumah

pengolahan dan perlatan produksi (berupa tungku, badeng, ember/tong, baskom, dan

selang air). Komponen terbesar untuk biaya investasi ini adalah biaya untuk rumah

tungku sebesar Rp. 20.000.000,- yang mencapai 62,75% dari total biaya investasi

pada awal usaha yaitu sebesar Rp. 31.875.000,- seperti yang terlihat pada gambar 2.

Persentase Biaya Investasi Pengolahan Ikan Pindang

62,75

19,61

15,69

1,1015,15 0,08

Rumah Pegolahan

Tungku

Badeng

Ember/tong

Baskom

Selang air

Gambar 2. Persentase Biaya Investasi

Biaya operasional merupakan biaya variabel yang besar kecilnya dipengaruhi

oleh jumlah produksi. Komponen dari biaya operasional adalah pengadaan bahan

baku ikan, wadah pindang/besek, garam, kayu bakar, minyak tanah, biaya

transportasi, telepon, serta upah tenaga kerja. Komponen biaya operasional terbesar

adalah bahan baku ikan sebesar Rp. 156.000.860.000,- yang mencapai 94,15 % dari

total biaya operasional sebesar Rp. 166.605.000,- seperti yang terlihat pada gambar 3.

4

Page 5: Profil Usaha Dan Pola Pembiayaan Revisi 2

Persentse Biaya Operasional Pengolahan Ikan Pindang

94,15

0,99

1,500,00

0,090,03 0,20

2,970,06

Bahan Baku Ikan

Besek

Garam

Kayu Bakar

Minyak Tanah

Telepon

Listrik

Trasport

Tenaga Kerja

Gambar 3. Persentase Biaya Investasi

Struktur biaya usaha pengolahan ikan pindang di kabupaten Bogor dapat dilihat pada

Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Struktur Biaya Usaha Pengolahan Ikan Pindang

Uraian Nilai/harga (Rp)Biaya Investasi  Rumah Pengolahan 20.000.000Tungku (Rp. 15000/badeng) 6.250.000Badeng (550 buah) @ 10000/badeng 5.000.000ember/tong (7 buah) @50.000 350.000baskom (10 buah) @25.000 250.000selang air (10 meter) @2500,-/meter 25.000Jumlah 31.875.000Biaya Operasioanal  Ikan (46kgx550)xRp6200,- 156.860.000Wadah pindang (besek) 1000 besek/bln @100,-/besek 100.000garam (10 kg/badeng x 300,-) 1.650.000kayu bakar ( 1colt/25 badengx100.000/kg) 2.500.000 minyak tanah (4 liter/hari) @2/liter 8.000telpon (150.000,-/bln) 150.000listrik (250.000/bln) 50.000transportasi  a. TPI-tempat pemindangan (50000,-/hari) 250.000b. Tempat pemindangan-pasar: 87.000tenaga kerja 1500/badeng/orang (6 orang) 4.950.000 Jumlah 166.605.000Total biaya (TC) = biaya tetap + biaya tidak tetap 198.480.000Total Produksi (550 badeng) 1 badeng=46 kg Rp.430.000/badeng 236.500.000Keuntungan (TR-TC) 38.020.000

Sumber: Data diolah, 2004

5

Page 6: Profil Usaha Dan Pola Pembiayaan Revisi 2

Prospek Pengembangan Usaha

Jika dilihat dari sisi peluang pengembagan, usaha pengolahan ikan pindang di

kabupaten Bogor prospeknya cukup menjajikan. Hal ini dapat dilihat dari sisi

ketersediaan bahan baku dan pemasaran ikan pindang hasil olahan tidak mengalami

kendala yang berarti serta tingkat keuntungan yang cukup tinggi.

Pemasaran

Pemasaran pindang dari Bogor masih terbatas di pasar sekitar Bogor seperti

Pasar Anyar, Pasar Bogor, Warung Jambu dan Cibinong. Adanya ikatan yang terjalin

antara pengolah dengan pedagang telah memungkinkan lancarnya penjualan ikan

pindang di lokasi tersebut.

Demikian juga hubungan dengan pedagang di pasar-pasar (Pasar Anyar,

Warung Jambu, Cibinong, Bogor) juga telah terjalin dengan baik sehingga dalam hal

produksi jumlah dan jenis pindang yang diminta akan diproduksi pengolah setiap hari.

Setiap pengolah menjalin hubungan bisnis dengan beberapa orang pedagang pengecer

di Pasar Bogor dan Warung Jambu dengan harga telah disepakati sebelumnya.

Pengolah memproduksi pindang dengan jumlah sesuai dengan pesanan dari pedagang.

Pembayaran biasanya dilakukan sesuai dengan perjanjian antara pedagang dan

pengolah sebelumnya yaitu dengan cara tunai atau tempo (pembayaran yang

dilakukan dilain waktu sesuai perjanjian pengolah dan pedagang.

Saluran pemasaran yang terjadi untuk hasil pengolahan ikan pindang di Bogor

dapat dilihat pada gambar 2 sebagai berikut.

Gambar 2. Saluran pemasaran ikan pindang di Bogor

Meskipun prospeknya cukup menjanjikan, namun kelemahan dari produk

pindang yang berasal dari Bogor adalah ketidakmampuan untuk bersaing dengan

pindang dari Pelabuhan Ratu yang harganya bisa lebih murah dan produknya

melimpah di pasar khususnya pada musim ikan. Pada saat ikan pindang dari

Pelabuhan Ratu datang dalam jumlah besar maka harganya akan turun, dan penjual

dari Bogor tidak mampu bersaing selain menjual dengan harga lebih murah. Pada saat

seperti itu, pengolah ikan di Bogor tidak dapat memperoleh keuntungan.

6

Produsen/ pengolah

Pedagang (sekaligus sebagai pengecer)

Psr: Anyar, Bogor, Warung Jambu, Cibinong

Konsumen

Page 7: Profil Usaha Dan Pola Pembiayaan Revisi 2

Ketersediaan Bahan Baku

Bahan baku untuk pembuatan pindang diperoleh dari Jakarta (Muara Baru).

Jenis ikan yang dipindang yaitu ikan tongkol dan kembung. Pengolah membeli ikan

dari Muara Baru setiap hari dengan cara menyewa mobil namun ada juga yang

menggunakan mobil milik pribadi. Aktivitas pengolahan dimulai pada sore hari, dan

pada pagi harinya ikan pindang siap dikirim kepada para pedagang langganan yang

berlokasi di pasar-pasar tersebut di atas.

Hubungan antara pengolah dengan penjual ikan di Muara Baru dilakukan

dengan baik. Hal ini ditandai dengan adanya jalinan kepercayaan antara pengolah dan

penjual ikan di Muara baru dalam hal jual beli ikan. Apabila pengolah membutuhkan

jumlah dan jenis ikan yang dibutuhkan, pengolah tinggal memesan ikan melalui

telepon, kemudian penjual mengirimkan ikan sejumlah pesanan pengolah. Sistem

pembayaran disepakati dengan cara tempo dalam waktu 1 minggu.

Keuntungan Usaha dan Kemudahan Teknologi

Dilihat dari struktur biaya usaha pengolahan ikan pindang, keuntungan

mencapai Rp.38.005.000. Hal ini menunjukkan bahwa prospek usaha pengolahan

ikan pindang cukup menjanjikan. Disamping itu, teknologi yang digunakan pun

sederhana dan tidak rumit. Namun kelemahan dari pengolahan ikan pindang di

Kabupaten Bogor adalah sanitasi dan hygien serta kemasan yang tidak menarik

menyebabkan produk ikan pidang memiliki kualitas yang rendah dan tidak memenuhi

standar kesehatan.

Kesimpulan

Meskipun industri pengolahan ikan pindang masih bersifat tradisional, namun

prospek pengembagannya cukup menjanjikan. Untuk itu harus didukung oleh

teknologi pengolahan yang dapat mengasilkan produk olahan yang berkualitas dan

memenuhi standar kesehatan pangan, tersedianya bahan baku, akses pasar, dan

dukungan permodalan terhadap usaha pengolahan ikan pindang.

7

Page 8: Profil Usaha Dan Pola Pembiayaan Revisi 2

Daftar Pustaka

Anonim 2002. Rencana Induk Pengembangan Industri Menengah. Buku 1. Kebijakan dan Strategi Umum Pengembangan Industri Kecil Menengah. Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. Jakarta

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Monografi. Peternakan dan Perikanan. 2003.

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Laporan Tahunan. Peternakan dan Perikanan. 2003

Heruwati, E.2002. Pengolahan ikan secara tradisional: Prospek dan peluang Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian, 21 (3). Jakarta.

8