profil min 2 palembang yang terurut dari 100 - 153, ada yang terisi dan ada juga yang tidak terisi....

43
Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 1 PROFIL MIN 2 PALEMBANG MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) 2 Palembang merupakan salah satu madrasah ibtidaiyah yang berstatus negeri di kota Palembang dengan SK No. 52 Tahun 1968. Sekolah ini terletak di Jln. Inspektur Marzuki km 4,5 Komplek MAN 3 Sring Agung Pakjo Palembang dengan luas area sekitar 3.038 m 2 dan sekitar 738 m 2 terdiri dari bangunan atau gedung sekolah yang terdiri dari empat bangunan permanen dan satu bangunan semi-permanen, dan sisanya sekitar 2.255 m 2 merupakan lahan terbuka. MIN 2 Palembang memiliki delapan ruang kelas, satu ruang kepala sekolah, satu ruang kelas, satu ruang perpustakaan, satu ruang laboratorium, satu ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), lima kamar kecil (toilet), dan dua kamar mandi. MIN 2 Palembang di pimpin oleh seorang kepala sekolah yaitu Budiman, S. Pd., MM.Pd. dan memiliki 48 orang guru dan staf (termasuk yang non-PNS). Dari ke-48 orang guru dan staf tersebut, ada 13 orang guru mengajarkan matematika. Dari ke-13 guru matematika tersebut, selama observasi hanya dua orang guru yang bersedia menggunakan pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMRI) sebagai pendekatan pembelajaran selama proses pembelajaran, yaitu: RA. Mustika Hariyanti, S. Pd. (kelas II), dan Risnaini, S. PdI. (kelas V). Namun, ada juga beberapa guru yang bercerita bahwa dia juga menggunakan pendekatan PMRI selama proses pembelajaran. Adapun banyaknya siswa di MIN 2 Palembang data tanggal 31 Juli 2011 adalah sebanyak 660 siswa (laki-laki = 340 siswa, dan perempuan = 320 siswa) yang tersebar ke dalam 23 rombongan belajar. Lima rombongan belajar kelas I, empat rombongan belajar kelas II, empat rombongan belajar kelas III, empat rombongan belajar kelas IV, tiga rombongan belajar kelas V, dan tiga rombongan belajar kelas VI. Pada tahun ajaran 2011/2012, MIN2 Palembang menggunakan dua kurikulum yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selanjutnya, proses pembelajaran berlangsung dari pukul 07.30 WIB s/d 17.00

Upload: lamtruc

Post on 08-Jul-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 1

PROFIL MIN 2 PALEMBANG

MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) 2 Palembang merupakan salah satu madrasah

ibtidaiyah yang berstatus negeri di kota Palembang dengan SK No. 52 Tahun 1968.

Sekolah ini terletak di Jln. Inspektur Marzuki km 4,5 Komplek MAN 3 Sring Agung

Pakjo Palembang dengan luas area sekitar 3.038 m2 dan sekitar 738 m2 terdiri dari

bangunan atau gedung sekolah yang terdiri dari empat bangunan permanen dan satu

bangunan semi-permanen, dan sisanya sekitar 2.255 m2 merupakan lahan terbuka. MIN

2 Palembang memiliki delapan ruang kelas, satu ruang kepala sekolah, satu ruang kelas,

satu ruang perpustakaan, satu ruang laboratorium, satu ruang Usaha Kesehatan Sekolah

(UKS), lima kamar kecil (toilet), dan dua kamar mandi.

MIN 2 Palembang di pimpin oleh seorang kepala sekolah yaitu Budiman, S. Pd.,

MM.Pd. dan memiliki 48 orang guru dan staf (termasuk yang non-PNS). Dari ke-48

orang guru dan staf tersebut, ada 13 orang guru mengajarkan matematika. Dari ke-13

guru matematika tersebut, selama observasi hanya dua orang guru yang bersedia

menggunakan pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMRI) sebagai

pendekatan pembelajaran selama proses pembelajaran, yaitu: RA. Mustika Hariyanti, S.

Pd. (kelas II), dan Risnaini, S. PdI. (kelas V). Namun, ada juga beberapa guru yang

bercerita bahwa dia juga menggunakan pendekatan PMRI selama proses pembelajaran.

Adapun banyaknya siswa di MIN 2 Palembang data tanggal 31 Juli 2011 adalah

sebanyak 660 siswa (laki-laki = 340 siswa, dan perempuan = 320 siswa) yang tersebar

ke dalam 23 rombongan belajar. Lima rombongan belajar kelas I, empat rombongan

belajar kelas II, empat rombongan belajar kelas III, empat rombongan belajar kelas IV,

tiga rombongan belajar kelas V, dan tiga rombongan belajar kelas VI.

Pada tahun ajaran 2011/2012, MIN2 Palembang menggunakan dua kurikulum yaitu

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP). Selanjutnya, proses pembelajaran berlangsung dari pukul 07.30 WIB s/d 17.00

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 2

WIB yang dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pertama mulai dari pukul 07.30 WIB s/d

12.20 WIB, dan sesi kedua dimulai pada pukul 12.40 WIB s/d 17.00 WIB.

Guru di MIN 2 Palembang mengenal PMRI sejak dua tahun yang lalu, yaitu ketika

rombongan mahasiswa International Master Program on Mathematics Education

(IMPoME) 2009 melakukan observasi terhadap proses pembelajaran matematika di

sekolah ini. Mahasiswa IMPoME 2009 dan para guru aktif melakukan diskusi tentang

PMRI. Disamping itu, beberapa guru juga sudah mengikuti workshop terkait dengan

PMRI yang diselenggarakan oleh Tim PMRI Palemban.

Hasil Diskusi Bersama Kepala Sekolah dan Guru Matematika

Pada tanggal 18 Agustus 2011, saya

berkesempatan mengunjungi MIN 2

Palembang untuk melakukan observasi dan

berdiskusi dengan pihak yang terkait, mulai

dari kepala sekolah, dan guru matematika di

sekolah tersebut. Saya disambut baik oleh

pihak sekolah terutama kepala sekolah Pak

Budiman, S. Pd., MM. Pd., diskusi kami

lakukan di ruang kepala sekolah. Suasanan diskusi sangat hangat, dimana kepala

sekolah sangat terbuka dan memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan

observasi dan diskusi dengan para guru selama melakukan observasi di sekolah

tersebut. Diantara kesimpulan hasil diskusi bersama kepala sekolah dan guru

matematika (RA. Mustika Hariyanti, S. Pd. dan Risnaini, S. PdI) adalah:

1. Kepala sekolah sangat bersyukur ada pihak dari luar sekolah yang ingin

melakukakan suatu kegiatan di sekolahnya dan beliau sangat mengapresiasi cara

yang saya lakukan sebelum memulai observasi yaitu dengan memberikan

pemberitahuan secara formal langsung kepada beliau. Hal ini beliau ungkapkan

karena pada tahun sebelumnya, ada mahasiswa yang melakukan kegiatan tanpa

minta izin kepada kepala sekolah terlebih dahulu.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 3

2. Kepala sekolah meminta selama kunjungan saya ke MIN 2 Palembang harus bersifat

mutualisme antara saya dan sekolah, jangan sampai ada yang dirugikan.

3. Kepala sekolah berharap agar semua yang saya laporkan dari hasil observasi harus

sesuai dengan fakta di sekolahnya, agar beliau bisa belajar untuk meningkatkan

mutu sekolah tersebut.

4. Kepala sekolah memberikan saya kesempatan untuk melakukan observasi selama

proses pembelajaran di kelas II dan kelas V.

5. Beberapa guru sudah menggunakan pembelajaran dengan pendekatan PMRI, namun

mereka belum menguasai optimal tentang PMRI tersebut sehingga diharapkan setiap

bertemu diadakan diskusi tentang pembelajaran PMRI tersebut.

6. Jumlah siswa di setiap ruang kelas cukup banyak, sehingga mengakibatkan guru

kurang optimal dalam membimbing siswa di dalam kelas selama proses

pembelajaran.

7. Guru yang menerapkan pembelajaran PMRI mendapatkan ujian dari guru lain yang

tidak menggunakan PMRI, guru PMRI dianggap lebih banyak mengajarkan anak

bermain.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 4

BERBELANJA DI SUPERMARKET

Oleh Shahibul Ahyan

A. PENDAHULUAN

Belajar matematika bagi sebagian besar siswa telah menjadi momok yang sangat

menakutkan, bahkan phobia matematika telah mendarah daging pada diri sebagian

besar siswa di Indonesia. Pembelajaran matematika di sekolah selama ini masih

menerapkan metode klasik yaitu ceramah, dimana sebagian besar soal-soal yang

diberikan kepada siswa adalah soal yang diekspresikan dalam bahasa dan simbol

matematika yang diatur dalam konteks yang jauh dari realitas kehidupan sehari-hari,

akibatnya siswa sering kali merasa bosan dan menganggap matematika sebagai

pelajaran yang tidak menyenangkan dan tidak berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk menjadikan pembelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa, maka

siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali matematika di bawah

bimbingan orang dewasa (Gravemeijer; 1994). Hal ini didukung pula oleh pendapat

de Lange (1995) bahwa, proses penemuan kembali harus dikembangkan melalui

penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Oleh karena itu, dalam pembelajaran

guru seharusnya tidak menjadi pusat pembelajaran melainkan siswalah yang

menjadi pusat pembelajaran, sehingga siswa tidak dapat dipandang sebagai

penerima pasif matematika yang sudah jadi (passive receiver of ready-made

mathematics).

Sutarto Hadi (2005) mengatakan bahwa paradigma baru pendidikan menyarankan

pembelajaran aktif (active learning). Pembelajaran aktif bisa dilaksanakan oleh guru

jika pembelajaran yang dilaksanakan menarik dan tidak membosankan. Hal itu

tidaklah mudah bagi guru untuk membuat suasana pembelajaran yang aktif, guru

dituntut untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran yang asyik sehingga

siswa tidak cepat bosan dalam proses pembelajaran.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 5

Dalam kesempatan ini, penulis dan guru matematika matematika berdiskusi untuk

membuat desain pembelajaran pada materi mengurutkan bilangan sampai 500 di

kelas II Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Palembang. Desain pembelajaran ini

menggunakan pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME).

Di Indonesia, pendekatan pembelajaran ini dikenal dengan istilah PMRI

(Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). Adapun desain penelitian yang

menggunakan pendekatan PMRI harus mencakup kelima karakteristik PMRI.

Kelima karakteristik PMRI tersebut yaitu using of context, using of models, using of

student’s contribution, interactivity, dan intertwining (Gravemeijer, 1994).

Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk mengetahui pemahaman dan

pengetahuan siswa dalam mengurutkan bilangan sampai 500.

B. DESIGN RESEARCH

1. Preliminary Design

Sebelum melakukan desain pembelajaran, saya bersama guru matematika kelas

II yaitu RA Mustika Hariyanti, S. Pd. melakukan diskusi untuk menentukan dan

membuat sebuah desain pembelajaran pada materi ‘mengurutkan bilangan

sampai 500’ untuk kelas II MIN 2 Palembang. Dari diskusi tersebut kami

sepakat bahwa dalam desain pembalajaran ini, konteks yang digunakan adalah

berbelanja di supermarket. Konteks ini digunakan dalam desain pembelajaran

mengurutkan bilangan sampai 500 karena konteks ini sangat dekat dengan

kehidupan siswa, dan sudah dialami dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dengan menggunakan konteks ini, siswa diharapkan bisa mengeluarkan idenya

masing-masing tentang berbelanja di Supermarket tanpa dikasi tahu oleh

gurunya. Guru hanya membimbing mereka dalam menemukan dan

mengingatkan beberapa hal yang terkait dengan berbelanja di Supermarket.

Sedangkan, tahap selanjutnya adalah menggunakan tabel bilangan terurut yang

dibuat oleh guru.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 6

Desain pembelajaran ini sudah diujicobakan di kelas II MIN 2 Palembang pada

tanggal 13 September 2011 pukul 09.50 WIB – 10.40 WIB yang diajarkan oleh

RA Mustika Hariyanti, S. Pd. dan diikuti oleh 31 siswa.

Adapun Hypotetical Learning Trajectory (HLT) dari desain pembelajaran ini

adalah:

Gambar 1. HLT pembelajaran mengurutkan bilangan sampai 500

2. Teaching Experiment

Pembelajaran ini dimulai dengan memberikan siswa permasalahan tentang

berbelanja di Supermarket. Permasalahan ini dikemas dalam bentuk cerita yang

dibacakan oleh guru, namun isi dan permasalahannya juga diberikan kepada

siswa dalam bentuk kertas, sehingga mereka bisa bekerja dan menemukan

permasalahan tersebut di dalam kertas yang diberikan. Permasalahan yang

diberikan adalah:

Rifki dan Ibu hari ini pergi ke supermarket.

Di supermarket ramai sekali.

Ibu meminta Rifki mengambilkan sabun mandi di rak sebelah barat.

Wah .......... tapi dimana ya tempatnya

Rifki pun bertanya kepada pelayan supermarket.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 7

Pelayan supermarket memberi tahu bahwa sabun ada di rak

nomor 227.

Bisakah kalian membantu Fikri menemukan rak sabun?

Gambar 2. Urutan barang-barang di rak di Supermarket

Pada tahap ini, kebanyakan siswa mengetahui tentang cerita dan permasalahan

yang diberikan oleh guru. Karena gambar-gambar tersebut memiliki nomor

berurutan, maka guru membimbing siswa untuk mengisi kotak yang kosong agar

mendapatkan bilangan yang terurut sehingga Rifki bisa menemukan di rak mana

tempat sabun itu berada.

Siswa tampak sibuk untuk menuliskan bilangan setelah 224. Kebanyakan dari

mereka antusias untuk menyebutkan bilangan yang sudah diketahui, kemudian

mereka mencoba menemukan bilangan apa yang harus diisi pada kotak kosong

tersebut. Dari hasil pengamatan, ada beberapa siswa yang tidak bisa

menyebutkan bilangan yang sudah diketahui, namun dengan bimbingan guru,

akhirnya mereka dapat menyebutkan bilangan-bilangan yang diketahui pada

kotak tersebut.

Beberapa dari siswa bisa mengisi kotak yang kosong dengan urutan bilangan

yang benar, dan ada juga dengan urutan yang salah. Sehingga guru mengarahkan

untuk didiskusikan bersama-sama. Dalam diskusi tersebut, siswa ditanya mulai

dari menyebutkan bilangan yang pertama sampai menyebutkan bilangan yang

menjadi jawaban mereka. Mereka menyebutkan bilangan tersebut bersama-

sama, mulai dari 222, 223, 224. Setelah 224, ada beberapa siswa yang

menyebutkan bilangan yang benar dan ada juga yang menyebutkan bilangan

yang salah. Sehingga, dengan bimbingan guru didapatkan bilangan-bilangan

yang mereka temukan setelah 224 adalah 225, 226, 227.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 8

Gambar 3. Siswa antusias menyebutkan bilangan

Setelah menemukan bilangan-bilangan tersebut, guru memberikan pertanyaan

sesuai dengan cerita yang diceritakan yaitu, dimanakah letak sabun itu? Siswa

menjawab, pada gambar yang paling kanan, katanya bersama-sama meskipun

ada beberapa siswa yang tidak ikut menyebutkan hal tersebut karena masih

sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

Setelah menemukan permasalahan tersebut, guru menyiapkan tabel kosong yang

terbuat dari kertas karton berwarna biru. Pada kertas tersebut telah dibuat tabel

bilangan yang terurut dari 100 - 153, ada yang terisi dan ada juga yang tidak

terisi. Tabel yang tidak terisi diharapkan kepada siswa untuk mengisinya sesuai

dengan urutan bilangan tersebut dari kiri ke kanan. Di bawah ini bentuk gambar

tabel bilangan yang disiapkan oleh guru:

Gambar 4. Tabel bilangan teurut yang beberapa bagiannya kosong

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 9

Pada tahap ini, guru meminta siswa untuk mengisi tabel-tabel yang kosong

tersebut secara bergantian satu persatu. Beberapa siswa langsung mengangkat

tangan untuk mengisi tabel kosong tersebut, namun guru memberikan

kesempatan yang pertama kepada Dicky untuk mengisi tabel tersebut. Namun,

Dicky disuruh untuk menyebutkan bilangan pertama pada tabel tersebut dan

menulisnya kembali di papan tulis. Ternyata Dicky mampu menyebutkan dan

menulis bilangan pertama pada tabel tersebut.

Untuk mengisi tabel kosong yang pertama, diberikan kesempatan kepada Icha

untuk menuliskan bilangan pada kolom pertama yang kosong. Icha mampu

menemukan bilangan tersebut. Guru mengarahkan siswa untuk maju ke depan

satu persatu sampai kolom yang terakhir. Siswa antusias untuk mendapatkan

kesempatan untuk maju ke depan.

Gambar 5. Beberapa siswa sedang mengisi kolom yang kosong

Setelah beberapa kolom yang kosong terisi, ternyata terdapat bilangan yang

sama. Beberapa siswa menunjukkan bilangan yang sama tersebut, yaitu 122,

sehingga siswa disuruh untuk membenarkan bilangan yang sama tersebut

menjadi bilangan yang terurut. Ternyata, tabel yang dibuat oleh guru ada yang

sama setelah diisi kolom yang kosong oleh siswa sehingga hal tersebut

menyulitkan siswa untuk melanjutkannya kembali. Guru menghentikan

pengisian kolom-kolom tersebut dan tahap selanjutnya yaitu guru memberikan

siswa Lembar Aktivitas Siswa (LAS).

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 10

Gambar 6. Siswa menunjuk bilangan yang sama

LAS yang diberikan kepada siswa sama dengan yang telah dikerjakan

sebelumnya yaitu mengisi kolom-kolom yang kosong sesuai dengan urutan

bilangan yang dikerjakan secara individu. Namun, walaupun diberikan secara

individu, kebanyakan dari mereka mengerjakannya secara berkelompok.

Beberapa dari mereka tampak antusias dalam menyelesaikan LAS yang telah

diberikan, meskipun ada beberapa siswa yang sibuk berbicara dengan teman di

dekatnya dan ada juga yang mengganggu temannya. Hal yang sangat lumrah

bagi anak-anak, namun guru memberikan bimbingan dan nasihat agar tidak

melakukan hal tersebut.

Tidak lama kemudian, ternyata ada beberapa siswa yang mampu menyelesaikan

permasalahan yang diberikan. Secara spontan tanpa bimbingan dan arahan dari

guru, siswa yang sudah selesai tersebut membimbing teman di dekatnya yang

belum menyelesaikan LAS tersebut. Hal tersebut mendapat perhatian dari guru

dan meminta siswa tersebut melanjutkan untuk membimbing temannya tersebut.

Tidak terasa bel berbunyi bertanda waktu sudah habis, sehingga guru

menghimbau kepada siswa untuk mengumpulkan jawaban mereka meskipun ada

beberapa orang yang belum selesai.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 11

Gambar 7. Siswa memberikan bimbingan kepada temannya dan berdiskusi

3. Retrospective Analysis

Secara umum, pelaksanaan pembelajaran ini berjalan dengan optimal. Hal ini

dapat dilihat dengan adanya aktivitas yang terjadi selama proses pembelajaran,

dan siswapun beraktivitas dengan semangat, siswa lebih aktif dan antusias

selama pembelajaran berlangsung, terjadinya diskusi antar individu siswa dan

antara siswa dengan guru selama mengerjakan LAS.

Walaupun demikian, ada beberapa siswa juga sibuk dengan dirinya sendiri, ada

yang sibuk menggambar, ada yang sibuk berbicara dengan temannya. Namun,

guru tidak patah semangat untuk terus menasihati dan memberikan mereka

bimbingan untuk tetap fokus selama proses pembelajaran. Adapun Iceberg

proses pembelajaran ini adalah:

Gambar 8. Iceberg pembelajaran mengurutkan bilangan sampai 500

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 12

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Pembelajaran matematika pada materi mengurutkan bilangan sampai 500

membutuhkan keterampilan dan keahlian guru dalam membelajarkan materi

tersebut. Guru dituntut untuk lebih aktif dan kreatif dalam melaksanakan

pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada tahap evaluasi.

Kretivitas guru dapat dilihat dengan cara bagaimana guru melaksanakan

pembelajaran di dalam kelas.

Dalam kesempatan ini, guru matematika MIN 2 Palembang yaitu RA Mustika

Hariyanti, S. Pd. telah melakukan suatu terobosan dalam pembelajaran. Guru

bersama penulis melakukan diskusi agar pembelajaran sesuai dengan harapan

dan tujuan pembelajaran.

Dalam desain pembelajaran ini, digunakan pendekatan PMRI, yaitu terdapatnya

kriteria PMRI dalam desain pembelajaran dan tahapan-tahapan yang sudah

berlangsung, yaitu:

a. Using of context

Konteks yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah berbelanja di

Supermarket.

b. Using of Models

Model yang digunakan adalah rak barang di suatu Supermarkar dan tabel

bilangan yang terbuat dari kertas karton.

c. Using of students’ contribution

Dalam desain pembelajaran ini, kontribusi siswa sangat diperhatikan yaitu

berupa Lembar Aktivitas Siswa (LAS).

d. Interactivity

Selama proses pembelajaran berlangsung, terlihat jelas interaktivitas antara

siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 13

e. Intertwining

Pada desain pembelajaran ini, terjadi adanya hubungan antara materi

mengurutkan bilangan sampai 500 dengan materi mengenal dan

membandingkan bilangan.

2. Saran-saran

Selama proses pembelajaran ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

sebagai bahan pertimbangan untuk melaksanakan pembelajaran materi

mengurutkan bilangan sampai 500 di lain pertemuan, yaitu:

a. Diharapkan kepada guru untuk memberikan tugas dalam bentuk kerja

kelompok sehingga siswa bisa berinteraksi dan berdiskusi dengan optimal.

b. Guru harus memberikan perhatian kepada semua siswa, terutama siswa yang

butuh perhatian lebih agar mereka bisa lebih aktif dan bersemangat dalam

pembelajaran.

Referensi:

Gravemeijer, K.P.E. 1994. “Developing Realistic Mathematics Education”. Disertasi Doktor, Freudenthal Institute.

Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.

Lange Jzn, J. de. 1987. Mathematics, Insight, and Meaning; Teaching, Learning and Testing of Mathematics for the Life and Social Science. Utrecht: Vakgroep Onderzoek Wiskundeonderwijs en Onderwijscomputercentrum.

Purnomosidi, dkk. 2007. Matematika Untuk SD/MI Kelas 2. Jakarta: Depdiknas.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 14

VACATION BY A TRAIN

By Shahibul Ahyan

A. INTRODUCTION

For most students, learning mathematics had become a scourge that is very

frightening, even math phobia ingrained in their self. Learning mathematics had

been using clasical method in schools; talkative method. Most of the questions were

given to students is a matter which is expressed in the mathematical language and

symbols that is far from the students’ experiences and their lives. Consequently,

students were often feel bored and they assum that mathematics is boring and not

useful for their lives.

To make learning mathematics is more meaningful to students, then students must

be given the opportunity to reinvent mathematics under adult guidance

(Gravemeijer, 1994). This statement was supported also by de Lange’s opinion

(1995) that, in the reinvention process should be developed through exploration of a

variety of real world problems. Therefore, in learning, teachers should not be a

center of learning, but the students should become centre of learning, so that

students can not be viewed as a passive receiver of ready-made mathematics.

Sutarto Hadi (2005) said that the new paradigm of education must be active learnig.

Active learning can be implemented by teachers if learning was implemented

interesting and not boring. It was not easy for teachers to create an active learning

atmosphere, the teachers were required to design and implement learning fun so that

students do not get bored in the learning process.

On 27th September 2011, 09.50 – 10.40 AM, I had the opportunity to design

learning on the integers addition and subtraction to 500 in 5th grade in Madrasah

Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Palembang using Realistic Mathematics Education

(RME) approach. In Indonesia, this approach was known as the PMRI (Pendidikan

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 15

Matematika Realistik Indonesia). The character of this design must be following

five characteristics of PMRI; using of contexts, using of models, using of students’

contribution, interactivity, and intertwining (Gravemeijer, 1994).

The context was used on this learning design was vacation by a train. This learning

design was focused on how to make students understanding the concept of addition,

substraction, and both of addition and substraction. Therefore, the goals of this

design learning are:

1. To know whether studentswere capable of performing the operation of addition

and subtraction.

2. To know whether students were able to solve their daily activities are related to

the concept of addition and subtraction.

B. DESIGN RESEARCH

Barab and Squire (in van den Akker, 2006) defined educational design research is a

series of approaches, with the intent of producing new theories, artifacts,and

practices that account for and potentially impact learning and teaching in naturalistic

settings.

Acccording to van den Akker (2006), design research may be characterized as:

1. Interventionist: the research aims at designing an intervention in the real world;

2. Iterative: the research incorporates a cyclic approach of design, evaluation, and

revision;

3. Process oriented: a black box model of input–output measurement is avoided,

the focus is on understanding and improving interventions;

4. Utility oriented: the merit of a design is measured, in part, by its practicality for

users in real contexts; and

5. Theory oriented: the design is (at least partly) based upon theoretical

propositions, and field testing of the design contributes to theory building.

Further clarification of the nature of design research may be helped by a

specification of what it is not. The most noteworthy aspect is probably that design

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 16

researchers do not emphasize isolated variables. While design researchers do focus

on specific objects and processes in specific contexts, they try to study those as

integral and meaningful phenomena.

The material that designed in this learning are addition and substruction. Gelman

and Gallistell (in Cockburn, 2005) describe two further principles which are an

implisit part of our counting skills:

1) The order irrelevance principle; you can count objects is irrelevant, it makes no

difference whatever to the total number of items to be counted.

2) The abstruction principle; this is extremely useful as it allows you to count

objects see at the time of counting.

1. Preliminary Design

In this design, I used the context of the journey group of students who go on

holiday by a train. Train is one of ground transportation that is familiar to

students, so that students can imagine how the shape of a train easily, where it is

stop, and anyone who can take it. The context was used because the vacation by

a train could be linked with learning addition and subtraction. Trains have a

special place to stop, it called station. The station serves as a place to raise and

drop the passengers. In the activity of rises and drop in passengers was a process

of increasing and decreasing the passenger. If passengers ride to the train, there

was a process adding that the number of passengers on the train became more

many or increased. The rising process as an addition operations (+). Whereas, if

passengers drop the train, there was a process substracting that the number of

passengers on the train became decreased. The droping process as an

substraction operations (-). If there was a passenger in a station that rises and

falls, then there was the addition and subtraction of passengers in the trains,

which means that the operations of addition (+) and subtraction (-) used to

calculate how many passengers on that train.

Because of this design for 2nd grade in Elementary School, then the context was

packaged to be a story to make it more attractive to students. The story told by a

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 17

teacher, RA. Mustika Hariyanti, S. Pd. The actors of this story were all of

students in MIN 2 Palembang.

The Hypothetical Learning Trajectory (HLT) of this learning design are:

Figure 1. HLT of addition and substruction integers up to 500

2. Teaching Experiment

Learning process was started by telling the students about a group of students

who went on holiday to somewhere by a train. The teacher said that the actors

of this story are the 2nd grade in MIN 2 Palembang. Students seemed

enthusiastic to hear that. Before the teacher continued the story, she asked the

students to draw a train picture on the white board. There were three students

drawing the train, they had different form of train, but they knew that, all of the

pictures were train. The teacher asked the students, if the passengers go up,

what will happen? The students answered, the passengers will be increase. It

means that the operation that using in this case was addition (+). If the

passengers go down, what will happen? The students answered, the passengers

will be decrease. It means that the operation that using in this case was

substruction (-).

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 18

The next step, the teacher provides the opportunity for a student to come

forward to help teachers calculate the number of passengers on the train with

pipette that had been prepared. The pipette were consists of three types of color;

yellow, green, and pink. Yellow represents to units, green represent to dozens,

and pink represents to hundreds. The student who went to front of class was

Dicky.

The content of the story that telled by teacher is:

At the holiday of Idul Fitri in 1432 H, a group of students went on an

excursion to Pantai Hiburan Duta Wisata in Lampung by a train.

Apparently the group is Dicky and his friends from MIN 2 Palembang.

The number of that students are 145 people. They went to the train

Kertapati station by the bus. Arriving at the station, the train will soon

depart, so they went up to the train. Diky hearing notice from the officer

station information that insode the train there were 244 other passengers.

Dicky was curious to calculate how many passengers in the train now.

Approximately how much? (The story stops).

Figure 2. Dicky counted the number of passangers inside the train with pipette

Dicky was directed to calculate the number of passengers inside the train with

pipette. Then, he was helped by the teacher to count the number of students and

passengers inside the train, there were 145 people of students and 244

passengers.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 19

To show the number of 145 students by pipette, Dicky took five yellow pipettes,

four green pipettes, and one pink pipette. Then, to find the number 244, Dicky

took two pink pipettes, four green pipettes, and four yellow pipettes. The process

of taking this pipettes were guided by the teacher, Dicky had not been able to

find his own concept of unit, tens and hundreds of that pipette.

Looking the Dicky’s error, the teacher reiterated the value of the unit, tens, and

hundreds of colored the pipettes. Based on early stories before the teacher began

by explaining the growing number of passengers increased after Dicky and his

friends went up. According to agreement, if the passenger went up then summed

up and if the passenger went down then reduced, so that the pipettes were

summed up in accordance with its color, a pink plus two pink, students answered

easely "equal to three pipettes pink" teacher stresses that means the same with

three hundred because of the color pink symbolizes the place of hundreds. The

teacher held up four green plus four green pipettes, students answered "equal to

eight green pipettes " this was done while counting pipette one by one, teachers

emphasize the same as eighty because of the green symbolizes the tens place.

Then for confirms the value of the unit, the teacher takes five yellow plus four

yellow, students answered "equal to nine yellow pipettes," calculations done

while counting pipette one by one. Then, the teacher directing students to

calculate how many pink, green, and yellow pipettes. In the spirit, the other

students said "three pink pipettes, eight green pipettes, and nine yellow pipettes".

Students were asked to write down the numbers in the board, one of them wrote

3 8 9 on the board, so that teacher suggested writing to be connected to 389.

Students talked together to say that the number is "three hundred and eighty

nine". (Story continued again by the teacher).

Not long after, the train arrived at the Prabumulih station. According to

information officer at the station, Dicky heard only 234 passengers who

fell and 184 passengers went up in there. Dicky want to count the

number of passengers on the train now, how much? (story stops).

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 20

Because the passengers felled were 234 people, so the number of passengers

were substructed by 234 (the way of the calculations this case is same with

above, using pipette). So it was goten a pink pipette, five green pipettes, five

yellow pipettes which means that the number of passengers were 155 people,

then the passengers who ride were 184 which means 155 plus 184. At the time,

Dicky had difficulty to count because he got two yellow pipettes, thirteen green

pipettes, and nine yellow pipettes. He wrote 2 13 9 because he presumed to write

all of them. In such conditions, the teacher gives an explanation if more than ten

it can be exchanged with the pipette showing pink hundreds, so that student was

guided to redeem ten green pipettes with a pink pipette, then the number of pink

pipette now were three pink pipettes and the number of green pipettes were three

also. From this case, students were more easily determine the number of

passengers now, they mentioned 339 that it 3 pink pipettes, three green pipettes,

and nine yellow pipettes. (story resumed).

A few hours later, the train arrived at Tanjung Karang station in

Lampung. Apparently all of the students (145 people) went down at this

station. Unfortunately, there were no one passengers who went up to

train. Dicky want to count how many people are still in the train, how

much?

Solving this problem was the same with the problems before, so that the students

answered 194 people easily. Because the story was finished, Dicky was asked to

sit down by the teacher, then the teacher guide students to make the group. She

will be given group tasks related to addition and subtraction, their tasks must be

resolved in group.

The teacher gave two problems related to the game of marbles. The content of

that problem are:

At the time out, Ari and Rifki playing marbles in the schoolyard. Ari has

376 marbles and Rifki has 248 marbles. In the first game, Ari lost 147

marbles, whereas in the second game, Ari won 213 marbles, calculate:

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 21

1. How many marbles Ari now?

2. How many marbles Rifki now?

In this step, the teachers went around to give guidance to each group.

Occasionally, the students called the teacher while the teacher guided the

another group. The atmosphere of group work seemed more active, although

there were some students who were preoccupied joking and talking with his

friends, but the teahcer went to that students and she gave advice. That

interesting case is, without a guided by the teacher, there were students who

count using her fingers and toes to solve the problems.

Figure 3. The students solved their problems in a group, there were students counted using their fingers

Iceberg

Figure 4. Iceberg of addition and substruction integers up to 500

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 22

3. Retrospective Analysis

During the learning progresses, most students seemed enthusiastic. Students

were not ashamed to ask their teachers when they found problems in learning

process. One of students was Rifki said: "Mother, six minus seven, how many?"

(when he calculated the number of marbles of Ari was 376 minus 147). The

teachers provide direct guidance by using a finger, she said: "if we can not

subtract, we lend adjacent to left as many as one ". While guided by the teacher,

and Rifki’s group could solve their problems.

At the time, the students were encouraged to discuss with their friends in a

group, but sometimes there were some students who work alone and some

students also work with a friend in another group. This condition was very

common when delivering Student Activity Sheet (Lembar Aktivitas Siswa)

which working in groups. However, the teacher ordered students to return to

their respective groups with no words hard and rough.

Generally, learning addition and subtraction process used of instructional design

was very attractive to the students because they can move and interact with other

students. Students also seemed enthusiastic. Although there were some students

who played alone, but after the teacher advised them, then the students who had

returned the focus to a discussion with his friends. Most of the students could to

know the concepts of addition and subtraction. So the teacher said that this

learning design was very helpful to this instructional process.

C. CONCLUSION

Learning mathematics in elementary school is not easy to teach, the teacher must

have ability to make learning a fun atmosphere, not boring and make the students as

a center of learning, so that students become more active. To make it, teachers need

to associate material to be taught with the contextual problems in the environment

students or contextual problems that close to students.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 23

Design of learning mathematics in the material addition and subtraction integers up

to 500 is a learning design using Pendidikan Matematika Realistik Indinesia

(PMRI). The charateristics of PMRI are:

1. Using of context

The context used in this design was contextual problem experienced by students

in their daily lives, that is vacation by a train. This context was packaged in a

story.

2. Using of models

The model used in this design was a model of pipette, where from this model

students could interact with other friends and encouraged to be more active

during the learning process. This model bridging ability of students in learning

addition and subtraction.

3. Using of students’ contribution

In this design, the students’ contribution used as a part of the learning process,

that is Lembar Aktivitas Siswa (LAS) about addition and subtraction.

4. Interactivity

During the learning process, the students seemed interact each others. It could be

seen when students solved the task was given by the teacher, students seemed

engrossed a discussion.

5. Intertwining

In this design, the material that learned was related with other material, such as

science, and Bahasa.

Indeed, all products were made by human beings are not perfect. Similarly, the

instructional design was made in this instructional, there must be flaws and weaknesses.

Therefore, there were several things that must be considered associated with the design,

are:

1. Teachers should use the time optimally and stay abreast of the implementation of

lesson plan that have been made.

2. Teachers must be patient in dealing with students, let them be active for ask, do not

dismiss students to speak as they want to ask something was related with their

experiences.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 24

3. To create a design research, Researchers should focus on students’ experiences and

abilities or using contextual problems, so that the students had no difficulties in

starting the learning process.

References:

Cockburn, Anne D.. 2005. Teaching Mathematics With Insight; The identification, diagnosis, and remediation of young children’s mathematical errors. London: RoutledgeFalmer.

Gravemeijer, K.P.E. 1994. “Developing Realistic Mathematics Education”. Disertation of Doktoral, Freudenthal Institute.

Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.

Lange Jzn, J. de. 1987. Mathematics, Insight, and Meaning; Teaching, Learning and Testing of Mathematics for the Life and Social Science. Utrecht: Vakgroep Onderzoek Wiskundeonderwijs en Onderwijscomputercentrum.

Musthofa, Amin, dkk.. 2008. Senang Matematika Untuk SD/MI Kelas 2. Jakarta: Depdiknas.

van den Akker, J., Gravemeijer, McKenney and Nieven. 2006. Educational Design Research. London: Routledge.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 25

SARINGAN ERATOSTHENES SEBAGAI STARTING POINT DALAM

PEMBELAJARAN FAKTOR PRIMA DI SEKOLAH DASAR

Oleh Shahibul Ahyan

A. PENDAHULUAN

Bilangan prima merupakan salah satu bilangan yang dipelajari dalam matematika.

Bagi sebagian besar siswa terutama siswa Sekolah Dasar (SD) masih awam dan

sedikit mengenal apa itu bilangan prima dan bilangan-bilangan apa yang termasuk

bilangan prima. Dalam pembelajaran matematika di SD, bilangan prima sudah

mulai diperkenalkan di kelas V (lima). Akan tetapi, walaupun sudah mulai diajarkan

di kelas 5, masih banyak siswa yang kesulitan untuk memahami konsep bilangan

prima itu sendiri, apalagi untuk memahami materi satu langkah lebih maju lagi yaitu

tentang faktor prima. Hal ini terjadi karena pembelajaran yang dilakukan oleh guru

tidak dimulai dan tidak berdasarkan dengan konteks yang dekat dengan siswa, guru

langsung mengarahkan dan menggiring siswa untuk belajar langsung ke hal yang

abstrak yang bersifat matematika formal.

Pembelajaran matematika yang dilaksanakan sebaiknya harus bisa membangkitkan

motivasi siswa, siswa harus dibimbing dan diarahkan untuk memahami konsep

dasar dari materi yang diajarkan dengan memulai pembelajaran dengan contextual

problem dan menarik bagi siswa sehingga siswa bisa menemukan sendiri

(reinvention) konsep dari permasalahan yang dipelajari, siswa tidak cepat merasa

bosan dalam belajar dan siswa akan menjadi lebih aktif selama proses pembelajaran.

Untuk mewujudkan hal tersebut, seorang guru diharapkan mampu untuk lebih

kreatif dan inovatif dalam merancang, mendesain, dan melaksanakan pembelajaran

yang menarik bagi siswa. Salah satu solusinya adalah pembelajaran yang dirancang

dan didesain menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

(PMRI). Kenapa ini menjadi salah satu solusi dalam pelaksanaan pembelajaran?

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI tidak langsung mengarahkan

siswa ke hal yang bersifat formal mathematics atau bersifat abstrak, akan tetapi

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 26

diawali dengan masalah konteks (contextual problems) yang pernah dialami dan

dirasakan oleh siswa. Hal ini sesuai dengan karakteristik PMRI yaitu, using of

context, using of models, using of student’s contribution, interactivity, dan

intertwining (Gravemeijer, 1994).

Dalam pembelajaran faktor prima ini, penulis berkesempatan mendesain sebuah

pembelajaran yang menggunakan pendekatan PMRI yang diujicobakan di kelas V

Madarsah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Palembang yang diajarkan oleh Risnaini, S.

PdI. pada tanggal 4 Oktober 2011 dari jam 08.25 - 09.35 WIB. Adapun tujuan dari

pembelajaran ini adalah :

1. Untuk mengetahui kemampuan siswa tentang bilangan prima

2. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam meyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan faktor prima.

B. DESIGN RESEARCH

1. Preliminary Design

Bilangan prima merupakan bilangan yang memiliki dua faktor, yaitu satu dan

bilangan itu sendiri. Bilangan prima pertama kali diperkenalkan di tingkat

sekolah dasar yaitu di kelas lima. Oleh karena itu, kebanyakan siswa belum

memiliki kemampuan dan pengalaman untuk mengenal dan menentukan

bilangan-bilangan yang termasuk bilangan prima. Sehingga dalam kesempatan

ini, siswa diajak untuk mengenal dan menentukan bilangan prima dengan mudah

dan asyik, yaitu dengan menggunakan metode ‘saringan eratosthenes ’. Saringan

eratosthenes merupakan salah satu konteks yang tepat untuk memulai

pembelajaran pada bilangan prima karena dengan metode ini siswa akan merasa

tertantang untuk menemukan bilangan prima karena siswa melakukan sendiri

aktivitas pembelajarannya.

2. Teaching Experiment

Berikut adalah tahapan-tahapan proses pembelajaran yang dilaksanakan adalah

sebagai berikut:

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 27

1). Kegiatan Awal

Pada tahapan ini, pembelajaran di kelas V A MIN 2 Palembang dimulai dari

08.25 – 09.35 WIB yang diikuti oleh 40 siswa dan materi yang diajarkan adalah

faktorisasi prima. Sebelum pembelajaran dimulai, siswa dibagi menjadi 10

kelompok yang terdiri dari empat siswa tiap kelompoknya. Sebelum

pembelajaran dimulai, guru melakukan apersepsi diantaranya menanyakan

bilangan-bilangan seperti bilangan asli, bilangan cacah, bilangan bulat positif

dan negatif, bilangan ganjil, dan bilangan genap. Pada tahap ini, siswa tampak

antusias untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh ibu gurunya mengenai

bilangan yang disebutkan tadi.

2). Kegiatan inti

Pada tahap ini, pembelajaran dimulai dengan mengajak siswa untuk menemukan

bilangan-bilangan prima terlebih dahulu dengan memberikan selembar kertas

yang berisi tabel kosong yang jumlahnya 100 tabel, selembar kertas petunjuk

kerja, diberikan juga beberapa potongan kata-kata yang merupakan perintah dari

bagaimana cara menemukan bilangan prima. Potongan kata-kata tersebut

disusun membentuk sebuah kalimat yang memiliki warna yang sama pada tiap

kalimat yang terbentuk. Dalam tiap warna, ada satu kata yang tidak digunakan

untuk membuat kalimat, kata tersebut digunakan untuk membentuk sebuah

nama ilmuan.

Dalam aktivitas ini, siswa juga nampak kesulitan untuk membentuk kalimat

walaupun dalam petunjuk kerja sudah dijelaskan kalimat yang akan terbentuk

adalah cara-cara untuk menemukan bilangan prima dan huruf awal tiap kalimat

tersebut menggunakan huruf besar dan warna tiap kata yang berdekatan

memiliki warna yang sama pada huruf-hurufnya yang berdekatan. Dalam

kesempatan itu, ibu guru memberikan arahan kepada siswa untuk menyusun

kalimat akan tetapi kebanyakan siswa masih bingung untuk membuat kalimat

dari tiap-tiap warna tersebut, sehingga waktu banyak digunakan pada aktivitas

tersebut.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 28

Ibu guru memberikan arahan pada tiap-tiap kelompok sampai mereka mampu

membentuk semua kalimat. Setelah yang mampu membentuk kalimat lebih awal

diajak untuk melaksanakan perintah dari kalimat yang dibentuk tertsebut untuk

menemukan bilangan prima pada tabel bilangan dari 1 – 100. Ada lima kalimat

yang mereka dapat temukan, yaitu :

a. Silanglah angka satu

b. Silanglah semua angka kelipatan dua selain dua

c. Silanglah semua angka kelipatan tiga selain tiga

d. Silanglah semua angka kelipatan lima tetapi bukan lima

e. Silanglah semua angka kelipatan tujuh tetapi bukan tujuh

Pada tahapan ini, disamping siswa diajak untuk menemukan bilangan prima,

secara tidak langsung siswa juga diarahkan untuk lebih memahami kelipatan

bilangan karena kalimat yang dibentuk erat kaitannya dengan kelipatan bilangan.

Gambar 1. Siswa mampu membuat kalimat perintah untuk menemukan bilangan prima

Setelah semua kalimat dapat ditemukan, siswa mencoba untuk menemukan

bilangan prima yang ada didalam tabel dengan cara melaksanakan perintah dari

kalimat yang telah ditemukan tersebut. Setelah semua kalimat dilaksanakan,

maka mereka menemukan beberapa bilangan yang tidak disilang yang kemudian

bilangan yang tidak disilang itu mampu mereka jelaskan bahwa bilangan-

bilangan tersebut adalah bilangan prima.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 29

Gambar 2. Siswa mampu menemukan bilangan prima dengan metode Saringan Eratosthenes

Setelah siswa mampu menemukan bilangan-bilangan prima antara 1 – 100,

siswa diberikan Lembar Aktivitas Siswa (LAS), dimana LAS tersebut berisikan

beberapa masalah diantaranya adalah menuliskan kembali bilangan prima

tersebut di LAS, menemukan apa itu bilangan prima, menentukan faktor

bilangan dan menentukan faktor prima dari bilangan tersebut serta menemukan

nama ilmuan dari kata-kata yang tidak digunakan untuk membuat kalimat

tersebut. ...........................................

Gambar 3. Salah satu LAS yang sudah selesai dikerjakan

Pada tahap ini, siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya untuk menemukan

penyelesaian dari masalah-masalah tersebut. Siswa kelihatannya tidak kesulitan

dalam meyelesaikan permasalahan tersebut, yang agak lama mereka selesaikan

adalah menemukan nama ilmuan tersebut. Setelah siswa menyelesaikan LAS,

siswa diajak untuk mempresentasikan hasil mereka di depan kelas tulis yang

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 30

diwakili oleh masing-masing siswa pada tiap kelompoknya. Setelah itu, siswa

diajak untuk mendiskusikan hasil temannya yang telah dipresentasikan di depan

kelas secara bersama.

Gambar 4. Salah satu siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya

3). Kegiatan Penutup

Pada tahap ini, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang sudah

dilaksanakan pada saat itu. Tidak lupa guru memberikan tugas mandiri yang

dikerjakan oleh siswa di rumah.

Iceberg

Gambar 5. Iceberg pembelajaran faktor prima

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 31

3. Retrospective Analysis

Secara umum, pembelajaran faktor prima dengan menggunakan konteks saringan

eratosthenes ini berjalan dengan lancar, sebagian besar siswa merasa senang dalam

belajar sehingga suasana kelas tampak aktif. Hal ini dibuktikan karena dari awal

pembelajaran sampai pembelajaran berakhir, siswa tampak antusias mengikuti

semua proses pembelajaran, walaupun ada beberapa siswa yang kurang aktif karena

mereka masih malu-malu dan bahkan ada siswa yang memiliki kelainan secara

emosional, namun hal itu tidak merubah semangat dan keaktifan siswa yang lainnya

dalam berdiskusi dan berinteraksi dalam menyelesaikan permasalahan selama

pembelajaran tersebut berlangsung.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Pembelajaran faktor prima dengan menggunakan ‘Saringan Eratosthenes ’

menjadikan siswa lebih aktif. Mereka dapat berkomunikasi dan berkolaborasi

untuk memecahkan masalah yang dihadapainya. Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan, mereka merasa bersemangat untuk bisa menemukan bilangan

prima tersebut sampai menemukan faktor prima. Desain pembelajaran ini

memenuhi menggunakan pendekatan pembelajaran PMRI yang memiliki

karakteristik berupa:

a. Using of context

Konteks yang digunakan pada desain ini adalah menggunakan saringan

eratosthenes.

b. Using of models

Model yang digunakan dalam desain pembelajaran ini adalah model saringan

eratosthenes berupa tabel bilangan prima yang ditemukan dengan cara

melaksanakan beberapa perintah yang disusun dalam beberapa kalimat dari

beberapa potongan kata-kata.

c. Using of contribution’s students

Dalam desain pembelajaran ini, kontribusi siswa digunakan sebagai proses

salah satu bagian dari proses pembelajaran, yaitu dengan memberikan

Lembar Aktivitas Siswa (LAS) tentang faktor prima.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 32

d. Interactivity

Selama proses pembelajaran, interaktivitas siswa baik itu interaktivitas

dengan sesama teman maupun dengan gurunya terjadi. Hal ini dapat dilihat

ketika siswa menyelesaikan LAS yang diberikan, siswa tampak asyik

berdiskusi.

e. Intertwining

Dalam desain pembelajaran ini, materi yang diajarkan terkait atau

berhubungan dengan konsep kelipatan. Disamping itu berhubungan juga

dengan pelajaran Bahasa Indonesia yaitu belajar membuat kalimat, membaca

dan melaksanakan kalimat tersebut.

2. Saran-Saran

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran faktor prima,

diantaranya adalah:

a. Guru hendaknya menggunakan waktu seoptimal mungkin dalam

pelaksanaan pembelajaran atau sesuai dengan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang sudah dibentuk sehingga pelaksanaan

pembelajaran sesuai dengan waktu yang sudah direncanakan.

b. Guru hendaknya memberikan motivasi lebih khususnya kepada siswa yang

kurang aktif agar mereka bisa lebih aktif selama proses pembelajaran.

Referensi :

Gravemeijer, K.P.E. 1994. “Developing Realistic Mathematics Education”. Disertasi Doktor, Freudenthal Institute.

Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.

Soenarjo, RJ.. 2007. Matematika Untuk SD/MI Kelas 5. Jakarta: Depdiknas.

van den Akker, J., Gravemeijer, McKenney and Nieven. 2006. Educational Design Research. London: Routledge.

Wikipedia. 2011. Saringan Eratosthenes, diakses tanggal 29 September 2011 pada http://id.wikipedia.org/wiki/Saringan_Eratosthenes.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 33

JAM SEBAGAI STARTING POINT DALAM PEMBELAJARAN SUDUT

DI SEKOLAH DASAR

Oleh Shahibul Ahyan

A. PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu ilmu yang bisa diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari. Matematika tidak bisa dilepaskan dalam setiap aktivitas manusia,

misalnya saja; seorang siswa yang ingin pergi ke sekolah, pasti memiliki rencana

jam berapa dia mau berangkat ke sekolah agar tidak terlambat, berapa uang yang

harus dibawa untuk beli jajan dan uang yang harus ditabung, berapa buku yang

harus dibawa, dan lain-lain. Masalah tersebut merupakan masalah yang sangat lazim

di kalangan para siswa yang sangat berkaitan dengan konsep matematika. Oleh

karena itu, keberadaan matematika dari dulu sampai sekarang dan bahkan sampai di

masa mendatang akan sangat bermanfaat untuk insan yang memiliki akal. Hal

tersebut senada dengan ungkapan Hans Freudenthal (2002) yang mengatakan bahwa

matematika merupakan aktivitas manusia.

Salah satu materi matematika yang tidak terlepas dalam kehidupan sehari-hari

adalah sudut. Keberadaan sudut di dalam kehidupan sehari-hari bisa ditemukan

dimana-mana, mulai dari di dalam rumah hingga di luar rumah. Misalnya saja di

dalam rumah, sudut banyak kita temukan diantaranya pada atap rumah, meja, kursi,

hiasan dinding, jam, dan lain-lain. Oleh karena itu, pengetahuan tentang sudut

sebenarnya sudah ada sejak seseorang mengenal benda.

Dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan formal, materi tentang sudut sudah

mulai diperkenalkan dan diajarkan sejak siswa duduk di bangku Sekolah Dasar (SD)

yaitu dari kelas empat. Pembelajaran sudut di sekolah sering diajarkan dengan

kemasan, metode, dan teknik mengajar yang tidak menarik, tidak mengasyikkan,

dan tidak membuat siswa untuk lebih aktif. Pembelajaran sudut juga sering sekali

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 34

diawali dengan sesuatu yang abstrak, tidak diawali dengan pengalaman dan situasi

yang kontekstual yang pernah dialami dan dirasakan oleh siswa.

Berkaitan dengan itu, untuk meningkatkan semangat, keaktifan, dan kebermaknaan

siswa dalam belajar, maka dibutuhkan suatu kemampuan dan keinginan guru untuk

mendesain pembelajaran dengan asyik dan tidak membosankan. Oleh karena itu,

dalam kesempatan ini saya berkesempatan mendesain sebuah desain penelitian pada

materi sudut di kelas 5 (lima) Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Palembang

dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI), sehingga desain penelitian ini mengacu kepada lima karakteristik

PMRI yaitu using of context, using of models, using of student’s contribution,

interactivity, dan intertwining (Gravemeijer, 1994).

Desain pembelajaran menggunakan salah satu alat yang sering dijumpai dan dilihat

oleh siswa yaitu jam. Jam hanya digunakan sebagai jembatan atau bridge untuk

membuat siswa bisa lebih tertarik dalam pembelajaran sudut. Tujuan dari desain

pembelajaran ini yaitu:

1. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menentukan besarnya sudut suatu

bidang atau benda.

2. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam membuat bidang atau benda

tertentu yang sudah diketahui besar sudutnya.

B. DESIGN RESEARCH

1. Preliminary Researh

Desain pembelajaran ini dimulai dengan menentukan konteks yang tepat dalam

pembelajaran sudut sehingga siswa merasa senang dan aktif dalam belajar.

Konteks yang digunakan merupakan konteks nyata (real context) yang dialami

dan tidak asing bagi siswa. Dalam desain pembelajaran ini, konteks yang

digunakan adalah aktivitas sehari-hari seorang siswa. Aktivitas seorang siswa

tersebut dikemas dalam sebuah cerita sehingga perhatian siswa bisa lebih fokus

karena siswa senang mendengar cerita. Sedangkan model yang digunakan dalam

desain pembelajaran ini adalah jam. Jam merupakan salah satu alat elektronik

yang sangat dekat dengan siswa dan kebanyakan siswa tahu akan benda tersebut.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 35

Experience-based activities

Bridge activities

Formal counting activities

Akan tetapi, tidak banyak siswa yang tahu bahwa jam merupakan salah satu

benda yang menggunakan konsep sudut. Oleh karena itu, desain pembelajaran

ini mengemas hal tersebut dengan baik agar siswa bisa memahami bahwa jam

tidak hanya digunakan untuk mengetahui tentang waktu semata, namun jam juga

bisa digunakan dalam pembelajaran tentang sudut. Dalam desain pembelajaran

ini, model jam yang digunakan adalah gambar jam.

Desain pembelajaran ini dilaksanakan dan diajarkan oleh guru matematika kelas

5 MIN 2 Palembang yaitu Ibu Risnaini, S. PdI. dengan siswa berjumlah 40

orang. Desain pembelajaran ini diajarkan pada tanggal 8 November 2011 mulai

dari jam 07.25 – 08.35 WIB.

Adapun Hypothetical Learning Trajectory (HLT) dari desain pembelajaran ini

adalah:

Gambar 1. Lintasan belajar pengukuran sudut

Mengukur besar sudut pada jam dengan menggunakan

kertas satuan

Bercerita tentang aktivitas siswa setiap hari

Mengukur besar sudut dengan busur derajat

Jam

Menentukan Besar sudut

Membuat sudut jika ukurannya

diketahui

Aktivitas pembelajaranMengetahui konsep pengukuran sudut

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 36

2. Teaching Experiment

Pembelajaran ini dimulai dengan menceritakan aktivitas salah seorang siswa di

dalam kelas tersebut yaitu Rafli. Siswa diharapkan mendengar cerita dari ibu

guru karena setelah bercerita, siswa disuruh untuk melaksanakan aktivitas. Isi

cerita tersebut yaitu:

Rafli adalah salah satu siswa kelas 5 di MIN 2 Palembang dan dia

dikenal sebagai siswa yang pintar, rajin dan disiplin waktu. Setiap hari

dia bangun tidur pada pukul 05.00 pagi. Setelah bangun dari tidur dia

langsung ke kamar mandi untuk berwudu’ dan kemudian shalat.

Sebelum Rafli mandi, biasanya dia membersihkan tempat tidur dan

kamarnya sendiri terlebih dahulu. Karena jarak dari rumahnya dan

sekolah agak jauh, maka Rafli ke sekolah pada pukul 06.15 pagi. Rafli

pulang sekolah pada pukul 01.00 siang. Setelah sampai rumah, Rafli

shalat zuhur dan belajar sebentar dan kemudian istirahat siang.

Karena Rafli mau bermain bola dengan teman-temannya pada pukul

04.00, maka Rafli bangun tidur pada pukul 03.00 sore karena Rafli

harus shalat asyar dan mandi terlebih dahulu. Rafli selesai bermain bola

pada pukul 05.30 sore. Tidak lupa Rafli mandi dan shalat magrib setelah

sampai rumah, dan tidak lupa Rafli membaca Al-Quran sampai waktu

shalat isya tiba agar dia bisa langsung shalat isya. Pada pukul 07.45

malam, Rafli dan semua keluarganya berkumpul untuk makan malam

bersama. Setelah makan biasanya Rafli disuruh orangruanya untuk

selajar sampai pukul 09.50 malam dan langsung istirahat.

Setelah cerita berakhir, para siswa berteriak “hebat sekali si Rafli”. Siswa

diberikan lembaran kertas yang berisi gambar jam, gambar jam tersebut harus

diisi oleh siswa sesuai dengan perintahnya. Jam itu diisi berdasarkan ceerita

yang telah diceritakan oleh ibu guru tadi, bentuknya yaitu : Dengan

menggunakan penggaris, tentukan :

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 37

Gambar 1. Gambar jam yang harus diisi oleh siswa sesuai aktivitas yang ditunjukkan

Sebagian besar siswa bisa menyelesaikan masalah tersebut, walaupun ada

beberapa siswa yang salah menempatkan jarum panjang dan jarum pendek pada

gambar jam tersebut yang mengakibatkan kesalahan dalam penyebutan jam

berapa yang ditunjukkan oleh jam yang dibuat tersebut.

Setelah siswa menyelesaikan permasalahan tersebut, siswa diberikan selembar

kertas pada masing-masing kelompok yang digunakan sebagai kertas satuan

dalam mengukur besar sudut yang terbentuk dari jam yang telah dibuat tersebut.

Besar satu kertas tersebut mewakili besarnya sudut lima menit pada jam. Pada

aktivitas ini, ada beberapa siswa yang kebingungan bagaimana cara

menggunakannya, dengan bimbingan ibu guru mereka berlahan-lahan bisa

menggunakan kertas tersebut untuk menentukan berapa satuan kertas tersebut

besar sudut yang terdapat pada jam yang telah mereka buat tadi.

Gambar 2. Siswa mengukur besar sudut jam yang telah dibuat menggunakan kertas satuan

Rafli bangun tidur Rafli bangun tidur siang

Rafli pulang sekolah

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 38

Setelah permasalahan tersebut bisa diselesaikan, ibu guru kembali memberikan

permasalahan, yaitu menentukan besar sudut jam yang mereka bentuk dengan

menggunakan busur derajat. Pada tahap ini, siswa diberikan bimbingan terlebih

dahulu tentang bagaimana cara menggunakan busur derajat untuk menentukan

besarnya sudut pada jam tersebut. Dengan bekerjasama dengan teman

sekelompok mereka, siswa berlahan-lahan mencoba untuk mengukur berapa

besar sudut yang terbentuk dari setiap jam yang telah mereka buat. Pada proses

ini, banyak siswa yang masih bingung dalam menentukan dari mana menghitung

besar sudut dan bagaimana cara menaruh busur derajat dengan benar. Dengan

bimbingan ibu guru dan temannya yang sudah bisa, akhirnya sebagian besar

siswa mampu menggunakan busur derajat untuk menghitung besar sudut yang

terbentuk dari jam itu. Siswa nampak sibuk mengukur dan mengisi lembar

aktivitas yang telah diberikan. Diskusipun berjalan dengan optimal, walaupun

ada beberapa siswa yang sibuk berbincang-bincang dan bermain dengan

temannya, akan tetapi mereka langsung ditegur oleh ibu guru untuk ikut

bekerjasama dalam menentukan besar sudut menggunakan busur derajat.

Gambar 3. Siswa mengukur besar sudut pada jam dengan menggunakan busur derajat

Pada tahap selanjutnya, siswa diperintahkan untuk menentukan besar sudut

bidang lain yang ada di Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Bidang-bidang tersebut

berupa persegi panjang, segitiga sama sisi dan segitiga sama kaki. Dengan

menggunakan langkah yang sama pada pengukuran sudut pada jam tadi,

sebagian besar siswa mampu menghitung besar sudut pada masing-masing

bidang tersebut. Siswa yang belum mampu menemukan besar sudut bidang

tersebut nampaknya belum faham tentang penempatan busur derajat dan dari

mana memulai untuk menghitung ukurannya. Namun, ibu guru menyarankan

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 39

untuk berdiskusi, siswa yang sudah bisa mengajarkan kepada siswa yang belum

bisa. Dengan aktivitas tersebut, akhirnya beberapa kelompok yang selesai

terlebih dahulu dan mereka bilang, “kok besar sudut pada segitiga sama sisi

memiliki sudut yang sama, sedangkan besar sudut segitiga sama kaki hanya

memiliki dua sudut yang memiliki besar yang sama”. Namun, ibu guru tidak

begitu merespon karena ibu guru menganggap tujuan pembelajaran cukup

tercapai, ibu guru hanya mengatakan bahwa “coba kalian jumlahkan besar sudut

pada masing-masing sudut di segitiga tersebut, pasti jumlahnya 180o”, siswa

tersebut mengatakan “ya bu”.

Gambar 4. Siswa mengukur besar sudut pada persegi panjang, segitiga sama sisi, dan segitiga sama kaki

Permasalahan selanjutnya siswa disuruh membuat sebuah garis yang

menunjukkan besar sudut yang telah ditentukan dengan cara diberikan bantuan

satu buah garis. Besar sudut yang telah ditentukan tersebut adalah 60o, 90o, 105o,

dan 175o dengan bantuan sebuah titik yang posisinya berbeda-beda, ada yang

datar dan ada yang miring. Pada tahap ini sebagian besar kebingungan sehingga

mereka menanyakan hal tersebut kepada ibu guru. Setelah diberikan bimbingan

oleh ibu guru, ada siswa beberapa kelompok yang bisa menemukan garis yang

terbentuk..

Gambar 5. Siswa membuat garis yang membentuk besar sudut yang sudah ditentukan

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 40

3. Retrospective Analysis

Pembelajaran matematika pada materi sudut di kelas 5 MIN 2 Palembang

dengan menggunakan desain pembelajaran berdasarkan pendekatan PMRI

berjalan dengan baik. Selama proses pembelajaran siswa kelihatan aktif, baik

keaktifan berdiskusi di dalam kelompok maupun keaktifan bertanya kepada ibu

guru. Ibu Risnaini mengatakan bahwa dengan menggunakan desain

pembelajaran ini terdapat peningkatan keaktifan dan interaksi pada diri siswa

dan materi yang diajarkan bukan hanya pemahaman tentang sudut semata akan

tetapi siswa juga diberikan konsep tentang waktu dalam satu waktu sehingga

waktu yang digunakan bisa lebih singkat jika menggunakan desain ini

dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran yang biasa.

Hasil pengamatan yang diperoleh, sebagian besar siswa tidak mengalami

kendala dalam belajar sudut dengan menggunakan model jam, hanya saja ada

beberapa siswa yang belum terlalu memahami penggunaan busur derajat untuk

mengukur besar sudut, mereka sering keliru dalam penempatan titik awal dalam

pengukuran sudut sehingga besar sudut kadang lebih kecil atau lebih besar dari

besar sudut bidang yang asli. Oleh karena itu, menjadi seorang guru hendaknya

terus mendampingi dan membina siswa agar siswa yang kesulitan dalam

pembelajaran bisa diberikan bimbingan dengan optimal.

Iceberg

Gambar 6. Iceberg menentukan besar sudut

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 41

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Desain pembelajaran matematika pada materi sudut di kelas 5 (lima) SD ini

merupakan desain pembelajaran yang menggunakan pendekatan Pendidikan

Matematika Realistik Indonesia (PMRI), dimana pada desain pembelajaran ini

mencakup kelima karakteristik PMRI, yaitu :

a. Using of context

Konteks yang digunakan pada desain ini adalah contextual problem yang

dialami siswa dalam kehidupan mereka sehari-hari yaitu aktivitas yang

dilakukan oleh siswa mulai bangun tidur sampai tidur kembali. Konteks ini

dikemas dalam sebuah cerita.

b. Using of models

Model yang digunakan dalam desain pembelajaran ini adalah model jam,

dimana dengan model jam ini siswa bisa berinteraksi dengan temannya dan

diajak untuk lebih aktif selama proses pembelajaran. Model jam

menjembatani kemampuan siswa dalam mempelajari sudut.

c. Using of contribution’s students

Dalam desain pembelajaran ini, kontribusi siswa digunakan sebagai proses

salah satu bagian dari proses pembelajaran, yaitu dengan memberikan

Lembar Aktivitas Siswa (LAS) tentang sudut.

d. Interactivity

Selama proses pembelajaran, interaktivitas siswa baik itu interaktivitas

dengan sesama teman maupun dengan gurunya terjadi. Hal ini dapat dilihat

ketika siswa menyelesaikan LAS yang diberikan, siswa tampak asyik

berdiskusi.

e. Intertwining

Dalam desain pembelajaran ini, materi yang diajarkan terkait atau

berhubungan dengan materi yang lainnya yaitu tentang waktu. Disamping

itu, keterkaitan juga terjadi dengan pelajaran Bahasa Indonesia yaitu pada

proses bercerita tentang aktivitas siswa tersebut.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 42

Pelaksanaan pembelajaran menggunakan desain pembelajaran ini siswa

kelihatan sangat aktif, ini dibuktikan dengan keaktifan siswa dalam berdiskusi

menjawab permasalahan berupa LAS yang diberikan oleh ibu guru. Dengan

menggunakan desain pembelajaran ini, sebagian besar siswa mampu memahami

konsep sudut dan menggunakannya dalam pemecahan masalah yang diberikan.

2. Saran-Saran

Dalam desain pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran ini, ada beberapa hal

yang menjadi kekurangan dan kelemahan dalam pelaksanaannya, dintaranya

yaitu :

a. Karena jumlah siswa yang agak banyak yaitu 40 siswa, guru kurang

memiliki kesempatan dalam membimbing siswa satu-persatu sehingga ada

beberapa siswa yang tidak pernah diberikan bimbingan selama proses belajar

berlangsung. Oleh karena itu, sebaiknya jumlah siswa di setiap kelas jangan

terlalu banyak yaitu diusahakan maksimal 30 siswa perkelas dan guru

hendaknya memberikan arahan kepada siswa agar ‘group discussion’ lebih

dioptimalkan dengan menggunakan teman kelompok yang sudah bisa untuk

membimbing siswa yang belum dan kurang faham.

b. Guru hendaknya berfungsi sebagai fasilitator dan mediator pada saat

pembelajaran, biarkan siswa menemukan sendiri konsep dari materi yang

diajarkan.

Referensi :

Freudenthal, H. 2002. Revisiting Mathematics Education. China Lectures. Dordrecht: Kluwer.

Gravemeijer, K.P.E. 1994. “Developing Realistic Mathematics Education”. Disertasi doktor, Freudenthal Institute.

Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.

Soenarjo, RJ.. 2007. Matematika Untuk SD/MI Kelas 5. Jakarta: Depdiknas.

van den Akker, J., Gravemeijer, McKenney and Nieven. 2006. Educational Design Research. London: Routledge.

Laporan Observasi & Desain Pembelajaran PMRI di MIN 2 Palembang | Shahibul Ahyan | 43

DAFTAR PUSTAKA

Budiman. 2011. Laporan Bulanan MIN 2 Palembang, tanggal 31 Juli 2011.

Cockburn, Anne D.. 2005. Teaching Mathematics With Insight; The identification, diagnosis, and remediation of young children’s mathematical errors. London: RoutledgeFalmer.

Gravemeijer, K.P.E. 1994. “Developing Realistic Mathematics Education”. Disertasi Doktor, Freudenthal Institute.

Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.

Lange Jzn, J. de. 1987. Mathematics, Insight, and Meaning; Teaching, Learning and Testing of Mathematics for the Life and Social Science. Utrecht: Vakgroep Onderzoek Wiskundeonderwijs en Onderwijscomputercentrum.

Musthofa, Amin, dkk.. 2008. Senang Matematika Untuk SD/MI Kelas 2. Jakarta: Depdiknas.

Purnomosidi, dkk. 2007. Matematika Untuk SD/MI Kelas 2. Jakarta: Depdiknas.

Soenarjo, RJ.. 2007. Matematika Untuk SD/MI Kelas 5. Jakarta: Depdiknas.

van den Akker, J., Gravemeijer, McKenney and Nieven. 2006. Educational Design Research. London: Routledge.

Wikipedia. 2011. Saringan Eratosthenes, diakses tanggal 29 September 2011 pada http://id.wikipedia.org/wiki/Saringan_Eratosthenes.