profil komunitas epifit dan pohon inangnya pada...

52
PROFIL KOMUNITAS EPIFIT DAN POHON INANGNYA PADA MUSIM HUJAN DI HUTAN LINDUNG UB FOREST KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG SKRIPSI oleh APRIV KUKUH AZZAHRA 135090101111032 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    PROFIL KOMUNITAS EPIFIT DAN POHON INANGNYA PADA

    MUSIM HUJAN DI HUTAN LINDUNG UB FOREST

    KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

    SKRIPSI

    oleh

    APRIV KUKUH AZZAHRA

    135090101111032

    JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • i

    PROFIL KOMUNITAS EPIFIT DAN POHON INANGNYA PADA

    MUSIM HUJAN DI HUTAN LINDUNG UB FOREST

    KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Sains dalam Bidang Biologi

    oleh

    APRIV KUKUH AZZAHRA

    135090101111032

    JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • ii

    HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

    PROFIL KOMUNITAS EPIFIT DAN POHON INANGNYA PADA

    MUSIM HUJAN DI HUTAN LINDUNG UB FOREST

    KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

    APRIV KUKUH AZZAHRA

    135090101111032

    Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji

    pada tanggal 06 Juli 2017

    dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Sains dalam Bidang Biologi

    Menyetujui

    Pembimbing

    Dr. Endang Arisoesilaningsih, MS.

    NIP. 195909081989032001

    Mengetahui

    Ketua Program Studi S1 Biologi

    Fakultas MIPA Universitas Brawijaya

    Rodiyati Azrianingsih, S.Si., M.Sc., Ph.D.

    NIP. 197001281994122001

  • iii

    HALAMAN PERNYATAAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Apriv Kukuh Azzahra

    NIM : 135090101111032

    Jurusan : Biologi

    Penulis Skripsi Berjudul : Profil Komunitas Epifit dan Pohon Inangnya

    pada Musim Hujan di Hutan Lindung UB

    Forest Karangploso, Kabupaten Malang

    Dengan ini menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini adalah benar-benar karya sendiri dan bukan hasil plagiat

    dari karya orang lain. Karya-karya yang tercantum dalam Daftar

    Pustaka Skripsi ini semata-mata digunakan sebagai acuan atau

    referensi.

    2. Apabila kemudian hari diketahui bahwa isi Skripsi saya

    merupakan hasil plagiat, maka saya bersedia menanggung segala

    resiko.

    Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

    Malang, 06 Juli 2017

    Yang menyatakan,

    Apriv Kukuh Azzahra

    135090101111032

  • iv

    PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

    Skripsi ini tidak dipublikasikan namun terbuka untuk umum dengan

    ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis. Daftar Pustaka diperkenankan

    untuk dicatat, tetapi pengutipan hanya dapat dilakukan seizin penulis dan

    harus disertai kebiasaan ilmiah untuk menyebutkannya.

  • v

    Profil Komunitas Epifit dan Pohon Inangnya pada Musim Hujan

    di Hutan Lindung UB Forest Karangploso, Kabupaten Malang

    Apriv Kukuh Azzahra, Endang Arisoesilaningsih

    Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang

    2017

    ABSTRAK

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan profil epifit pada

    musim hujan, persebaran komunitas dan karakteristik pohon inang epifit

    serta korelasi di antara ketiganya. Penelitian dilakukan dengan menjelajah

    hutan lindung UB Forest pada bulan Februari sampai Maret. Pohon yang

    ditemukan dicatat tinggi pohon, diameter batang, permukaan kulit batang

    dan penutupan tajuk serta titik koordinat persebaran menggunakan GPS

    (Global Positioning System). Analisis vegetasi epifit dilakukan dalam petak

    berukuran 50x50 cm2 pada setiap zonasi pohon. Iklim mikro yang diamati

    berupa suhu, intensitas cahaya dan kelembapan relatif udara. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa jumlah epifit yang ditemukan di area

    pengamatan sebanyak 2322 individu, yang terdiri dari 19 spesies dan enam

    famili. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’) pada tiap zonasi pohon

    bervariasi dan zona 4 menunjukkan nilai tertinggi 3,25. Nilai relatif

    kerapatan dan kerimbunan tertinggi dijumpai pada Davallia

    trichomanoides yaitu masing-masing 48,28 % dan 33,00 %, sedangkan

    nilai frekuensi relatif hampir sama untuk semua spesies epifit. Pteridophyta

    dominan adalah D. trichomanoides (141,72 %), kodominansi pada

    Orchidaceae yaitu Dendrobium linearifolium (67,24 %), Vanda sp. (61,47

    %) dan Coelogyne sp. (57,10%), dominansi Piperaceae oleh Peperomia

    pellucida (183,08 %) dan satu spesies yang ditemukan pada Araceae yaitu

    Colocasia sp. Epifit umumnya tumbuh pada pohon inang strata C dengan

    tinggi 4-20 m dan diameter batang >50 cm. Kelimpahan epifit meningkat

    sejalan dengan diameter batang pohon. Akan tetapi kelimpahan

    Orchidaceae tertinggi pada intensitas cahaya yang lebih tinggi, sebaliknya

    pada Pteridophyta.

    Kata kunci: epifit, hutan lindung, musim hujan, pohon inang, UB Forest

  • vi

    Rainy Season Profile of Epiphytes and Their Hosts in the Protected

    Area of UB Forest, Karangploso, Malang

    Apriv Kukuh Azzahra, Endang Arisoesilaningsih

    Department of Biology, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang

    2017

    ABSTRACT

    The aims of this study were to determine the rainy season epiphytes

    profile, their distribution and host characters as well as interaction among

    them. Study was conducted along two protected areas of UB Forest from

    February to March. Host characters were recorded including trees height,

    diameter of trunk, bark texture, crown size and its distribution by marking

    coordinate using GPS (Global Positioning System). Plots of size 50x50 cm

    were carried out in each host zonation were used to epiphytes analyses.

    Simultaneously we recorded microclimate such as temperature, light

    intensity and air relative humidity. Result showed that we found 2322

    individuals of epiphytes, consisting of 19 species and six families.

    Shannon-Wiener Diversity Index (H’) in each zone varied and it showed a

    highest value (H’= 3.25) in zone 4. The highest relative density and

    coverage values were found in D. trichomanoides (48.28 % and 33.00 %),

    whereas relative frequency values showed similarly for all species. The

    dominant Pteridophyta was D. trichomanoides (141.72%), while

    codominant Orchidaceae were D. linearifolium (67.24 %), Vanda sp.

    (61.47 %) and Coelogyne sp. (57.10 %), then the dominant Piperaceae was

    Peperomia pellucida (183.08 %) and a single species of Araceae found was

    Colocasia sp. Epiphytes were commonly grown in C stratum (4-20 m) tree

    with stem diameters >50 cm. Generally, epiphytes density increased in

    higher trunk diameter of host tree. Besides Orchidaceae density increased

    in higher light intensity, on the contrary for Pteridophyta one.

    Key words: epiphytes, host, protected area, rainy season, UB Forest

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan segala

    limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    penelitian skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan teruntuk kedua

    orang tua kandung penulis, Bapak Alm. Anamaroh dan Ibu Kutiyah yang

    sangat penulis cintai. Terima kasih untuk kasih sayang, dukungan dan doa

    yang tak terhitung selama ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang

    sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada:

    1. Ibu Dr. Endang Arisoesilaningsih, selaku pembimbing yang telah sabar dan tulus memberikan research grant, bimbingan, nasehat, doa dan

    motivasi kepada penulis.

    2. Ibu Dr. Catur Retnaningdyah, M.Si sebagai dosen penguji atas bimbingan, kritik, koreksi dan saran untuk perbaikan skripsi.

    3. Bapak Muhammad Yusuf, M.Si sebagai dosen penguji atas bimbingan, kritik, koreksi dan saran untuk perbaikan skripsi.

    4. Ibu Rodiyati Azrianingsih, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi Biologi dan seluruh dosen Biologi atas ilmu dan nasehatnya.

    5. Prof. Eko Ganis Sukoharsono, SE., M.Com(Hons)., Ph.D selaku Direktur UB Forest yang telah memberikan ijin dan memfasilitasi

    penelitian lapangan ini pada musim hujan di hutan lindung.

    6. Bapak Kiswojo selaku pembimbing lapang yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan dan dukungan untuk penulis.

    7. Purnomo, S.Si dan Amalia F.R., S.Si yang telah memberikan bantuan, saran, dukungan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan

    skripsi.

    8. Rizha H., Nizar F., Maryam A.L., Maria F.D.B., Luqman K., Dwi Zesta V., Annisa P.E., Afifah N.A., serta teman-teman Biologi 2013 atas

    bantuan, dukungan, saran, dan kebersamaan yang sangat berharga.

    Penulis berharap semoga tulisan yang sedikit ini dapat memberikan

    informasi besar bagi para pembaca dan turut andil dalam pembangunan

    yang lebih baik.

    Malang, 06 Juli 2017

    Penulis

  • viii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK ….................................................................................... v

    ABSTRACT ….................................................................................. vi

    KATA PENGANTAR ….................................................................. vii

    DAFTAR ISI …................................................................................ viii

    DAFTAR TABEL …........................................................................ x

    DAFTAR GAMBAR ……................................................................ xi

    DAFTAR LAMPIRAN ….……………………............................... xii

    DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN.................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN................................................................. . 1

    1.1 Latar Belakang................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 3

    1.3 Tujuan Penelitian.............................................................. . 3

    1.4 Manfaat Penelitian............................................................ . 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 4

    2.1 Karakteristik Umum Epifit ................................................ 4

    2.2 Habitat dan Persebaran Epifit ............................................ 4

    2.3 Faktor Pembatas Pertumbuhan Epifit ................................ 6

    2.4 Hubungan Epifit dengan Pohon Inang ............................... 6

    2.5 Peran dan Nilai Penting Epifit ........................................... 8

    BAB III METODE PENELITIAN .................................................. 9

    3.1 Waktu dan Tempat ............................................................ 9

    3.2 Deskripsi Area Studi.......................................................... 9

    3.3 Analisis Pohon Inang......................................................... 11

    3.4 Analisis Epifit ……........................................................... 11

    3.5 Pengukuran Iklim Mikro ................................................... 11

    3.6 Rancangan Penelitian ........................................................ 11

    3.7 Analisis Data ..................................................................... 12

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................... 16

  • ix

    4.1 Distribusi Epifit Pada Pohon Inang dan Area Hutan

    Lindung UB Forest ……………………………………. 16

    4.2 Profil Diversitas dan Komunitas Epifit di Hutan Lindung

    UB Forest ……………………………………………… 17

    4.3 Karakteristik Pohon yang Menjadi Inang Epifit di Hutan

    Lindung UB Forest ……………………………………... 25

    4.4 Interaksi antara Pohon Inang dan Iklim Mikro terhadap

    Kelimpahan Epifit ………………………………………. 31

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………… 33

    5.1 Kesimpulan …………………………………………….. 33

    5.2 Saran ……………………………………………………. 33

    DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………... 35

    LAMPIRAN ……………………………………………………..… 39

  • x

    DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1 Daftar Pohon di Hutan Lindung UB Forest ……………….. 26

    2 Hasil Perhitungan X2 (Nilai Chi-Square) Antara Epifit

    Dominan dengan Pohon Inang ……………………….……. 30

    3 Kisaran Kondisi Iklim Mikro Pada Pohon Inang di Hutan

    Lindung UB Forest ………………………………………… 33

    LT 4. Tabel Kontingensi Epifit Dominan dengan Pohon Inang ….. 41

    LT 5. Eigenvalue Program PAST (Interaksi antara Pohon Inang dan

    Iklim Mikro terhadap Kelimpahan Epifit) …………………. 43

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    1 Zonasi Epifit di Pohon Inang ……………………………… 5

    2 Permukaan Kulit Batang Pohon yang Berpengaruh terhadap

    Diversitas Epifit …………………………………………… 7

    3 Peta Lokasi Penelitian …………………………………….. 9

    4 Kondisi Lokasi Penelitian ………………………………… 10

    5 Pengukuran Iklim Mikro Pada Setiap Zonasi Pohon Inang... 12

    6 Variasi Pohon yang Ditumbuhi Oleh Epifit ……………….. 17

    7 Persebaran Epifit Pada Pohon Inang di Hutan Lindung UB

    Forest ……………………………………………………... 18

    8 Kekayaan Spesies Epifit di Hutan Lindung UB Forest ….. 20

    9 Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’) Epifit di

    Setiap Zonasi Pada Pohon Inang ………………………… 21

    10 Profil Komunitas Epifit di Hutan Lindung UB Forest …... 23

    11 Spesies Epifit Dominan di Hutan Lindung UB Forest …... 24

    12 Kelimpahan Inang Berdasarkan Karakter Pohon ………… 27

    13 Variasi Kelimpahan Relatif Pohon Inang Berdasarkan

    Kerapatan Tajuk ……………………………………..…... 28

    14 Permukaan Kulit Batang Pohon Inang Epifit di Hutan

    Lindung UB Forest ……………………………..………... 29

    15 Interaksi antara Pohon Inang dan Iklim Mikro terhadap

    Kelimpahan Epift ……………………………………….... 35

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman

    1. Tabel Kontingensi Epifit Dominan dengan Pohon Inang dan

    Eigenvalue Program PAST (Interaksi antara Pohon Inang

    dan Iklim Mikro terhadap Kelimpahan Epifit) ……............ 41

  • xiii

    DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

    Simbol/singkatan Keterangan

    CO Karbon monoksida

    CO2 Karbon dioksida

    DR Kerimbunan Relatif

    FR Frekuensi Relatif

    GPS Global Positioning System

    H’ Indeks Diversitas Shannon-Wiener

    INP Indeks Nilai Penting

    KR Kelimpahan Relatif

    mdpl Meter di atas Permukaan Laut oC Derajat Celcius

    PAST Paleontological Statistic

    QGIS Quantum Geographical Information

    System

    UB Universitas Brawijaya

    % Persentase

    > Lebih besar

    α alfa

    cm2 centimeter persegi

    ha hektare

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    UB Forest yang terletak di kaki lereng Gunung Arjuna, tepatnya di

    Dusun Sumbersari, Desa Tawang Argo, Kecamatan Karangploso,

    Kabupaten Malang telah diresmikan pada Senin, 19 September 2016.

    UB Forest akan dijadikan sebagai lahan untuk belajar dan kegiatan

    penelitian civitas akademika Universitas Brawijaya (UB). Kawasan

    ini memiliki luas yang mencapai 554 ha. Hingga saat ini di dalam

    kawasan UB Forest terdapat hutan-hutan produksi seperti kopi,

    sengon, mahoni dan pinus serta terdapat pula hutan lindung.

    Dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 pasal 1, disebutkan

    bahwa hutan lindung mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

    bagi sistem penyangga kehidupan yaitu untuk mengatur tata air,

    mencegah banjir dan erosi, memelihara kesuburan tanah, mengatur

    iklim serta sebagai penanggulangan pencemaran udara seperti CO2

    (karbon dioksida) dan CO (karbon monoksida). UU No. 41 tahun 1999

    dan PP No. 34 tahun 2002 menyebutkan bahwa hutan lindung dapat

    dimanfaatkan hanya sebatas pada kawasan, jasa lingkungan dan hasil

    hutan. Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat berupa

    budidaya tanaman obat dan penangkaran. Sedangkan pemanfaatan

    jasa lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi

    hutan lindung dengan tidak merusak lingkungan seperti adanya

    kegiatan ekowisata, wisata olahraga, pemanfaatan air dan

    perdagangan karbon. Bentuk-bentuk pemanfaatan ini ditujukan untuk

    meningkatkan pendapatan daerah, kesejahteraan dan kesadaran

    masyarakat sekitar hutan akan fungsi dan kelestarian hutan lindung.

    Hutan lindung UB Forest memiliki luas sekitar 42 ha atau 7,6 %

    dari luasan UB Forest dan terletak pada ketinggian antara 1000-1200

    mdpl. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa hutan lindung

    yang ada di UB Forest saat ini hampir seluruhnya mengalami

    kerusakan yang diakibatkan oleh penebangan pohon hutan dan adanya

    konversi lahan. Semakin berkurangnya luas hutan dan berubahnya

    fungsi hutan menjadi lahan perkebunan telah memberikan dampak

    serius terhadap kualitas lingkungan misalnya peningkatan erosi,

    penurunan diversitas pohon dan tumbuhan bawah (ground cover).

    Konversi lahan hutan merupakan pemicu terjadinya bencana alam

    pada musim hujan seperti tanah longsor atau banjir bandang (Antoko

  • 2

    dkk., 2008). Selain itu, konversi lahan akan memberikan dampak

    negatif bagi keseimbangan ekosistem hutan, termasuk berkurangnya

    habitat yang cocok bagi kehidupan tumbuhan yang memerlukan inang

    seperti epifit.

    Epifit hidup menempel pada tumbuhan lain. Berbeda dengan

    parasit, epifit tidak menimbulkan akibat apapun terhadap keberadaan

    tumbuhan penopang. Epifit mampu menghasilkan makanan sendiri

    serta memiliki akar yang digunakan untuk menyerap air dan nutrisi

    (Winkler & Zotz, 2009). Epifit hanya memanfaatkan dukungan fisik

    yang disediakan oleh batang, cabang dan ranting dari pohon inang

    (Ellis dkk., 2015). Dalam ekosistem hutan tropis, epifit membentuk

    komponen utama diversitas biotik. Epifit juga dapat menghasilkan

    bahan-bahan organik yang berperan penting dalam sistem pendauran

    hara.

    Diversitas epifit dalam suatu ekosistem hutan ditentukan oleh

    karakteristik pohon inang yaitu tinggi pohon, diameter batang,

    penutupan tajuk dan permukaan kulit batang (Koster dkk., 2011).

    Pengaruh yang diberikan yaitu dengan adanya ukuran pohon yang

    besar maka ruang tumbuh epifit lebih luas sehingga dapat terbentuk

    kolonisasi epifit (Callaway dkk., 2002). Faktor lain yang menjadi

    pendukung diversitas epifit adalah iklim mikro yang berupa intensitas

    cahaya, suhu dan kelembapan. Disebutkan pula oleh Setyawan (2000)

    pertumbuhan epifit lebih subur dan banyak ditemukan tunas-tunas

    baru pada musim hujan karena pada saat tersebut diversitas dan

    kelimpahan epifit mencapai kondisi terbaik. Epifit dibedakan atas

    kelompok Bryophyta, Lichenes, Algae, Orchidaceae, Ericaceae,

    Melastomaceae dan Pteridophyta (Aththorick dkk., 2007). Namun,

    pada penelitian ini pengamatan dibatasi untuk kelompok tertentu

    sehingga Lichen dan Bryophyta tidak diamati dan dijadikan sebagai

    obyek penelitian.

    Ketergantungan diversitas epifit pada pohon dan iklim mikro

    menyebabkan jumlah spesiesnya sangat kecil atau sekitar 10 % dari

    semua total spesies tumbuhan dalam suatu ekosistem hutan tropis

    basah (Aththorick dkk., 2005). Welch (2007) menyebutkan bahwa

    epifit merupakan tumbuhan yang rentan terhadap adanya kerusakan

    atau deforestasi. Dengan adanya penebangan pohon hutan dan

    konversi lahan secara masif di hutan lindung UB Forest menyebabkan

    keberadaan epifit di kawasan ini jarang sekali dijumpai. Mengingat

    tingginya nilai dan peran epifit tersebut, maka perlu dilakukan

    konservasi baik secara in situ maupun ex situ. Oleh karena itu,

  • 3

    kegiatan eksplorasi epifit pada musim hujan di UB Forest perlu

    dilakukan guna melengkapi data-data mengenai profil epifit dan

    pohon inang yang tersisa sebagai habitat alaminya.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang

    diangkat dalam penelitian ini antara lain adalah:

    1. Bagaimana peta distribusi dan profil komunitas epifit pada musim hujan di hutan lindung UB Forest?

    2. Bagaimana karakteristik pohon yang menjadi inang epifit di hutan lindung UB Forest?

    3. Bagaimana interaksi antara pohon inang dan iklim mikro terhadap kelimpahan epifit di hutan lindung UB Forest?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

    1. menentukan peta distribusi dan profil komunitas epifit pada musim hujan di hutan lindung UB Forest

    2. menentukan karakteristik pohon yang menjadi inang epifit di hutan lindung UB Forest

    3. menentukan interaksi antara pohon inang dan iklim mikro terhadap kelimpahan epifit di hutan lindung UB Forest.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat dari dilakukannya penelitian ini antara lain adalah:

    1. melengkapi data-data dan informasi bagi pengelola UB Forest mengenai profil epifit dan pohon inangnya serta faktor iklim mikro

    sebagai pendukung pertumbuhan dan distribusi epifit

    2. memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya keberadaan epifit dalam suatu komunitas hutan, sehingga

    masyarakat dapat berperan dalam upaya konservasi di UB Forest

    3. dapat dijadikan acuan sebagai pengembangan program konservasi lebih lanjut di UB Forest.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Karakteristik Umum Epifit

    Epifit hidup menopang pada tumbuhan lain dan memerlukan

    dukungan fisik dari batang, cabang dan ranting pohon inangnya (Ellis

    dkk., 2015). Epifit termasuk organisme fotosintetik yang dapat

    menghasilkan makanan sendiri dengan menggunakan energi dari sinar

    matahari dan bahan baku dasar CO2, air dan nutrisi (Winkler & Zotz,

    2009). Epifit dapat berkecambah dan tumbuh dalam rimbunnya tajuk

    pohon, hidup berada di lingkungan yang didominasi tutupan tajuk

    dengan sistem perakaran yang hanya menempel atau menggumpal

    pada pohon (Sujalu, 2007).

    Keanekaragaman epifit sangat tinggi di dunia yaitu sebesar 27.614

    spesies, 913 genera, 73 famili dan berjumlah hampir 9 % dari

    keanekaragaman tumbuhan secara global (Zotz, 2013). Bentuk

    kehidupan epifit seringkali didominasi oleh divisi Bryophyta (lumut),

    Pterydophyta (paku) dan Orchidaceae (anggrek) (Steenis, 2006).

    Pterydophyta dan Orchidaceae tergolong dalam tumbuhan tingkat

    tinggi. Tumbuhan ini memiliki bentuk yang beranekaragam, ada yang

    berdaun tunggal dan kaku, serta ada yang hampir menyerupai anggrek.

    Anggrek epifit menurut Sutiyoso & Sarwono (2005) memiliki daun

    yang lebar dan relatif tipis. Seluruh bagian akarnya fungsional dan

    menjuntai di udara, sedangkan akar yang menempel di media

    (substrat) hanya berfungsi sebagai jangkar, yaitu untuk penahan

    tubuhnya.

    Ukuran dari epifit bervariasi mulai dari yang sangat kecil

    (mikroepifit) atau besar (makroepifit) hingga berbentuk koloni yang

    beratnya dapat mencapai beberapa ton dan membungkus hampir

    seluruh bagian tumbuhan inangnya (Sujalu, 2007). Pertumbuhan epifit

    yang seperti ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor biotik

    ataupun abiotik yang berperan secara langsung dan tidak langsung

    (Ding dkk., 2016). Epifit yang ada dalam suatu ekosistem hutan sangat

    rentan terhadap kepunahan karena adanya laju deforestasi yang tinggi

    (Claro dkk., 2009).

    2.2 Habitat dan Persebaran Epifit

    Epifit ditemukan melimpah dan tersebar di kawasan iklim sedang

    dan tropika. Habitat epifit yaitu pada tempat yang lembap, namun

  • 5

    epifit juga dapat menempati suatu luasan wilayah habitat yang kering.

    Selain itu, dapat ditemukan pula pada celah-celah batuan sampai

    lumpur basah, air tawar, lantai hutan sampai cabang-cabang dan ketiak

    percabangan pohon yang tinggi (Polunin, 1990). Menurut Aththorick

    dkk. (2005) lebih dari 10 % pohon-pohon yang ada di dalam hutan

    ditumbuhi oleh epifit.

    Beberapa epifit menempati zona tertentu pada inangnya, tetapi

    kebanyakan menempati semua zona mulai dari bawah, tengah sampai

    tajuk pohon (Aththorick dkk., 2005). Epifit dapat ditemukan dari dasar

    batang pohon hingga percabangan terluar yang setinggi 50 m atau

    bahkan lebih tinggi (Claro dkk., 2009). Keberadaan epifit pada pohon

    inang diklasifikasikan menjadi lima zonasi berdasarkan Johansson

    (1974) yaitu: (i) Zona 1: bagian bawah atau 1/3 batang pohon utama;

    (ii) Zona 2: bagian atas atau 2/3 batang pohon utama; (iii) Zona 3:

    percabangan bagian bawah; (iv) Zona 4: percabangan bagian tengah;

    dan (v) Zona 5 percabangan terluar/teratas (Gambar 1).

    (Modifikasi dari Johansson, 1974) Gambar 1. Zonasi epifit di pohon inang

    Pada suatu pohon inang, epifit dapat tersebar secara spesifik pada

    kelima zonasi. Hal ini tergantung pada kesediaan cahaya dan nutrisi

  • 6

    pada bagian batang utama maupun percabangan pohon inang (Yulia

    & Yanti, 2010). Menurut Yulia & Budiharta (2011) anggrek epifit

    seringkali tumbuh pada zona 3, 4 dan 5 dengan intensitas cahaya yang

    cukup. Sedangkan paku epifit seringkali ditemukan melimpah dan

    tersebar pada seluruh bagian pohon inang (batang utama dan cabang).

    Stratifikasi vertikal dan penyebaran berbagai epifit pada pohon

    inang dipengaruhi oleh sinar matahari daripada kelembapan

    (Partomihardjo, 1991). Epifit dapat tumbuh dan tersebar secara

    optimal pada kondisi cahaya yang cukup dan tajuk pohon yang baik.

    Ketersediaan cahaya pada suatu ekosistem hutan dipengaruhi oleh

    banyak faktor, yang meliputi tinggi pohon, jenis daun, ukuran daun

    dan susunan daun. Adanya gradien cahaya dalam suatu kanopi

    menyebabkan epifit yang tumbuh di pohon-pohon tinggi mendapatkan

    sinar matahari yang cukup (Reyes dkk., 2008).

    2.3 Faktor Pembatas Pertumbuhan Epifit

    Faktor iklim mikro berupa intensitas cahaya, suhu dan kelembapan

    udara merupakan faktor pembatas yang paling menentukan diversitas

    epifit. Selanjutnya diikuti karakteristik pohon dan profil tanah.

    Pertumbuhan vegetatif pada tumbuhan tingkat tinggi seperti

    Pteridophyta dan Orchidaceae tidak terlalu dipengaruhi oleh

    ketersediaan air dan nutrisi yang berasal dari tanah (Laube & Zots,

    2003). Hal ini dikatakan juga oleh Ding dkk. (2016) kebutuhan nutrisi

    dari tanah kurang membatasi pertumbuhan vegetatif pada epifit

    tumbuhan tingkat tinggi karena nutrisi yang digunakan didapatkan

    dari udara, air hujan dan hasil sisa dari pembusukan daun.

    Angin memiliki peran yang sangat penting untuk diversitas dan

    persebaran biji sebagian besar epifit. Anggrek epifit memiliki ratusan

    ribu biji hingga berukuran mikron yang mampu melayang di udara

    dengan jarak yang jauh dan kemampuan melekat di pohon lain

    (Welch, 2007). Karakteristik dari pohon juga menentukan diversitas

    epifit. Efek langsung yang diberikan yaitu dengan adanya ukuran

    pohon yang besar maka ruang tumbuh epifit lebih luas sehingga epifit

    dapat membentuk kolonisasi (Woods dkk., 2015). Sementara itu,

    ketinggian tempat dan profil tanah secara tidak langsung

    mempengaruhi keanekaragaman spesies epifit (Zhang dkk., 2013).

    2.4 Hubungan Epifit dengan Pohon Inang

    Ukuran inang yang berupa diameter dan tinggi pohon merupakan

    faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran

  • 7

    epifit (Koster dkk., 2011). Zhao dkk. (2015) menyebutkan diversitas

    epifit melimpah pada pohon-pohon yang berukuran besar, selain itu

    juga didukung oleh luas penutupan tajuk. Permukaan kulit batang pada

    umumnya memiliki karakteristik yang berbeda (misalnya umur kulit,

    ketebalan dan tekstur) dari bawah batang sampai ke ujung

    percabangan terluar (Batke, 2012). Keragaman epifit pada suatu inang

    yang tersebar secara merata juga dipengaruhi oleh kapasitas

    penyimpanan air oleh kulit kayu yang menjadi substrat epifit,

    komposisi kimia dan kemampuan substrat untuk menopang akar epifit

    (Freiberg, 2000).

    (Kirby, 2003)

    Gambar 2. Permukaan kulit batang pohon yang berpengaruh terhadap

    diversitas epifit. Keterangan: (a) Berpori dan pecah-pecah

    (b) Berserat (c) Mengelupas

    Pada umumnya permukaan kulit batang yang disukai oleh epifit

    yaitu yang memiliki celah dan mengelupas. Celah pada kulit batang

    bermanfaat bagi epifit karena mampu menahan air dan nutrisi,

    sementara kulit batang yang mengelupas membantu epifit untuk

    menempel (Kirby, 2013). Nawawi dkk. (2014) juga mengatakan

    bahwa epifit tumbuh pada tumbuhan penopang yang umumnya

    a c b

  • 8

    memiliki karakteristik tekstur kulit tebal, beralur, berserabut dan

    memiliki kulit yang keras namun tidak ditemukan asosiasi secara

    khusus antara epifit dengan spesies penopangnya. Di samping itu,

    menurut Wagner dkk. (2015) spesies penopang epifit berkorelasi

    dengan tipe habitat, hal ini dikarenakan epifit pada umumnya memilih

    habitat dengan keragaman pohon inang atau atau variabilitas iklim

    yang tinggi. Maka dari itu, pertumbuhan epifit pada pohon-pohon di

    hutan hujan pengunungan tropis lebih tinggi dibandingkan

    pertumbuhan di habitat hutan hujan dataran rendah.

    2.5 Peran dan Nilai Penting Epifit

    Epifit memegang peranan penting dalam suatu ekosistem hutan

    tropika basah. Kelimpahan dan diversitas epifit berkorelasi positif

    dengan keragaman spesies inang. Area dengan keragaman spesies

    inang yang tinggi merupakan habitat yang disukai oleh epifit

    (Catchpole dkk., 2004). Oleh karena itu, keberadaan epifit merupakan

    penciri suatu ekosistem hutan yang menunjukkan jumlah total pohon

    yang ada di hutan (Ellis dkk., 2015). Pada rantai makanan, epifit

    berperan sebagai penyedia sumber makanan bagi burung-burung

    hutan. Selain itu, sebagian epifit memiliki kemampuan untuk

    menyimpan air hingga kapasitas mencapai dua galon sebagai

    cadangan air dan nutrisi yang kemudian dilepaskan kembali dalam

    sistem hutan. Keberadaan epifit juga dapat dijadikan sebagai indikator

    kualitas udara karena materi organik yang dilepaskannya (Welch,

    2007; Reinert & Fontoura, 2009).

    Epifit berperan untuk mengatur sistem pendauran hara dan

    membentuk habitat untuk beberapa hewan seperti serangga arboreal

    (Claro dkk., 2009). Semakin banyak organisme yang datang, maka

    akan semakin besar kemungkinan akan terjadi penyerbukan dan

    penyebaran biji. Dalam kehidupan manusia, epifit juga dapat

    dimanfaatkan sebagai tanaman hias, obat-obatan, kerajinan maupun

    makanan seperti anggrek bulan (Cattleya sp.), Dendrobium, paku

    tanduk rusa (Platycerium bifurcatum), paku sarang burung (Asplenium

    nidus), dan suplir (Adiantum sp.) (Romaidi dkk., 2012). Vanilla

    planifolia termasuk dalam famili Orchidaceae yang dikonsumsi dan

    buahnya bernilai ekonomi tinggi yang saat ini telah berkembang

    menjadi tanaman budidaya di Indonesia (Rosman, 2005).

  • 9

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 hingga Juli

    2017. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Februari

    hingga Maret di hutan lindung UB Forest yang berada di Desa Tawang

    Argo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Analisis data

    dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan, Jurusan

    Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

    Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.

    3.2 Deskripsi Area Studi

    UB Forest terletak di kaki Gunung Arjuna dan memiliki luas 554

    ha. Secara geografis UB Forest terletak pada ketinggian sekitar 1000-

    1200 mdpl. UB Forest terdiri dari hutan produksi dan juga hutan

    lindung. Pengambilan data dilakukan di hutan lindung yang terletak di

    Dusun Sumbersari dan Ngenep (Gambar 3).

    Gambar 3. Peta lokasi penelitian

    SUMBERSARI

    NGENEP

  • 10

    Hutan produksi yang ada di UB Forest ditanami berbagai macam

    jenis tanaman antara lain kopi, sengon, mahoni, alpukat dan pinus.

    Sementara itu, keberadaan hutan lindung sudah sangat terancam

    dikarenakan di kawasan hutan ini hampir seluruhnya telah didominasi

    oleh tanaman-tanaman produksi bahkan tidak jarang keberadaan

    ground cover juga digantikan oleh tanaman-tanaman seperti singkong

    dan talas (Xanthosoma sagittifolium) (Gambar 4). Hal ini

    menyebabkan jarangnya pohon-pohon hutan yang ditemui di dalam

    kawasan hutan lindung. Dampak negatif lain yang ditimbulkan yaitu

    rawannya longsor pada saat musim hujan sehingga tidak jarang

    ditemukan pohon yang tumbang. Kondisi yang demikian akan

    berdampak buruk untuk ekosistem hutan.

    Gambar 4. Kondisi lokasi penelitian. Keterangan: (a) Penampakan

    hutan lindung UB Forest (b) Jalur tracking (c)

    Penampakan atas hutan lindung

    a b

    c

  • 11

    3.3 Analisis Pohon Inang

    Eksplorasi dilakukan sepanjang jalur jelajah di hutan lindung UB

    Forest. Vegetasi pohon yang ditemukan di sepanjang jalur dicatat

    nama spesies dan ciri-ciri morfologi seperti tinggi pohon, diameter

    batang, permukaan kulit batang dan luasan penutupan tajuk serta

    dicatat titik koordinat menggunakan Global Positioning System

    (GPS). Pohon yang banyak ditumbuhi oleh epifit dianggap mewakili

    komunitas epifit pada ekosistem tersebut sehingga metode yang

    digunakan untuk mengkaji epifit adalah metode purposive sampling.

    Pohon yang diamati kemudian dikelompokkan berdasarkan kriteria

    strata, diameter batang dan penutupan tajuknya. Dimana ketentuan

    stratifikasi pohon mengacu pada Ewusie (1990) yaitu Strata A

    memiliki tinggi pohon >30 m, Strata B dengan tinggi 20-30 m, Strata

    C tingginya 4-20 m, Strata D dengan tinggi 1-4 m dan Strata E 0-1 m.

    3.4 Analisis Epifit

    Prosedur pengamatan epifit mengacu pada Setyawan (2000) yaitu

    dengan dibuat petak contoh berukuran 50x50 cm2 sebanyak satu kali

    pada setiap zonasi epifit, dimana zonasi epifit ini ditentukan

    berdasarkan metode Johansson (1974). Keberadaan epifit di luar petak

    contoh diakumulasikan apabila epifit pada inang dalam kondisi

    tersebar dan jumlahnya merata sedikit. Sementara itu, pengamatan

    epifit dilakukan menggunakan teropong binokuler. Parameter yang

    diamati adalah nama spesies, kelimpahan dan kerimbunan.

    3.5 Pengukuran Iklim Mikro

    Pengukuran terhadap iklim mikro dilakukan saat melakukan

    analisis komunitas epifit. Pengambilan data meliputi intensitas cahaya

    (klux) dengan menggunakan luxmeter, suhu (oC) dengan

    menggunakan termometer laser dan kelembapan udara (%) dengan

    psikrometer. Pengukuran terhadap intensitas cahaya dan kelembapan

    udara hanya dilakukan di bawah tajuk pohon (zonasi 1), hal ini

    dikarenakan kondisi dan tempat (zonasi 2-5) yang tidak

    memungkinkan untuk dijangkau. Sementara itu, suhu dapat diukur di

    setiap zonasi (Gambar 5).

    3.6 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian expost-facto dan deskriptif

    eksploratif. Variabel yang digunakan yaitu variabel bebas, variabel

  • 12

    moderator dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas dalam

    pengamatan adalah pohon inang yang meliputi tinggi pohon, diameter

    batang, permukaan kulit batang, luas penutupan tajuk dan zonasi

    habitat epifit. Sementara itu, variabel terikat yaitu epifit yang meliputi

    jenis spesies, kelimpahan, frekuensi dan indeks diversitas. Iklim mikro

    sebagai variabel moderator dalam penelitian ini.

    Gambar 5. Pengukuran iklim mikro pada setiap zonasi pohon inang

    3.7 Analisis Data

    Data yang sudah diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan

    menggunakan program Ms. Excel 2016 dan program PAST 3.14

    (Hammer dkk., 2001). Data diolah untuk menentukan kelimpahan,

    kerimbunan, frekuensi, kelimpahan relatif, kerimbunan relatif,

    frekuensi relatif, Indeks Nilai Penting (INP), kekayaan taksa, H’

    (Indeks diversitas Shannon-Wiener) dan asosiasi antara epifit dominan

    dengan spesies inang.

    Untuk menentukan nilai kelimpahan yakni dengan menghitung

    jumlah individu dalam petak contoh. Kemudian kelimpahan relatif

    dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (persamaan 1):

  • 13

    KR𝑖 =K𝑖

    ∑K𝑖 x 100% …….. (1)

    Keterangan:

    KRi = Kelimpahan relatif spesies i

    Ki = Kelimpahan spesies i

    Sementara itu, kerimbunan dihitung dengan perkiraan penutupan

    kanopi tumbuhan tersebut dalam petak sampling. Kerimbunan relatif

    dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (persamaan 2):

    DR𝑖 =D𝑖

    ∑D𝑖 x 100% …….. (2)

    Keterangan:

    DRi = Kerimbunan relatif spesies i

    Di = Kerimbunan spesies i

    Frekuensi diketahui dengan mengamati seberapa sering suatu spesies

    ditemukan dalam petak sampling. Frekuensi relatif diperoleh dengan

    perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut (persamaan 3):

    FR𝑖 =F𝑖

    ∑F𝑖 x 100% …….. (3)

    Keterangan:

    FRi = Frekuensi relatif spesies i

    Fi = Frekuensi spesies i

    Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menentukan dominansi

    atau peranan spesies dalam ekosistem tersebut. INP memiliki kisaran

    antara 0-300 %. Nilai ini dihitung dengan menjumlahkan KR

    (Kelimpahan Relatif), DR (Kerimbunan Relatif) dan FR (Frekuensi

    Relatif) sebagai berikut (persamaan 4):

    INP𝑖 = KR𝑖 + DR𝑖 + FR𝑖 …….. (4) Keterangan:

    INPi = Indeks Nilai Penting spesies i

    KRi = Kelimpahan relatif spesies i

    DRi = Kerimbunan relatif spesies i

    FRi = Frekuensi relatif spesies i

    Data kelimpahan spesies epifit yang diperoleh digunakan untuk

    menentukan nilai H’ dengan rumus sebagai berikut (persamaan 5):

  • 14

    H′ = − (KR𝑖

    100) ∗ (

    (Log(KR𝑖

    100)

    Log (2)) ……… (5)

    Keterangan:

    H’ = Indeks Diversitas Shannon-Wiener

    KRi = Kelimpahan relatif spesies i

    Asosiasi dapat ditentukan secara kuantitatif berdasarkan ada

    tidaknya spesies epifit pada masing-masing spesies inang

    menggunakan rumus Chi-square yaitu sebagai berikut (persamaan 6):

    X2 =n([ad−bc]−0,5 n)2

    (a+c)(b+d)(c+d)(a+b) ………. (6)

    Keterangan:

    X2 = Nilai Chi-square

    a = Jumlah pohon spesies X yang ditumbuhi epifit

    spesies Y dari semua pohon

    b = Jumlah pohon selain spesies X yang ditumbuhi

    epifit spesies Y dari semua pohon

    c = Jumlah pohon spesies X yang tidak ditumbuhi epifit

    Y dari semua pohon

    d = Jumlah pohon selain spesies X yang tidak

    ditumbuhi epifit spesies Y

    n = a+b+c+d

    Nilai X2 hitung dibandingkan dengan X2 tabel (α=0,1, db=1 yaitu 2,71)

    dengan ketentuan X2 hitung > X2 tabel maka diantara dua spesies

    terdapat asosiasi yang, sedangkan X2 hitung < X2 tabel maka diantara

    dua spesies tidak terdapat asosiasi. Apabila diantara spesies terdapat

    asosiasi maka untuk mengetahui derajat asosiasi dilakukan uji lebih

    lanjut dengan menentukan koefisien asosiasi (C) dengan rumus

    sebagai berikut (persamaan 7):

    C =(ad−bc)

    √(a+c)(b+d)(c+d)(a+b) ………. (7)

    Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan bahwa

    asosiasi diantara spesies semakin kuat. Asosiasi yang positif

    menunjukkan bahwa kedua spesies membutuhkan peryaratan hidup

    yang sama sedangkan asosiasi negatif menunjukkan kedua spesies

    tidak saling berkaitan.

  • 15

    Profil penjumpaan pohon dianalisis menggunakan analisis statistik

    deskriptif untuk menentukan karakteristik pohon inang. Pohon inang

    dan iklim mikro dengan epifit digambarkan secara multivariat

    menggunakan analisis biplot dengan program PAST 3.14. Data

    koordinat GPS penjumpaan pohon inang diintegrasikan dalam peta

    satelit Google Earth dan QGIS 2.4 kemudian ditampilkan dalam

    bentuk peta persebaran epifit di hutan lindung UB Forest.

  • 16

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Distribusi Epifit pada Pohon Inang dan Area Hutan Lindung

    UB Forest

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di hutan lindung UB

    Forest tidak semua pohon yang diamati ditumbuhi oleh epifit.

    Meskipun jumlah pohon hutan sedikit dan tidak rapat, epifit masih

    dijumpai dengan persebaran yang bervariasi pada setiap pohon inang.

    Variasi tersebut antara lain jumlah epifit sedikit, sedang dan banyak.

    Jumlah epifit dikatakan sedikit dan sedang apabila epifit tidak

    ditemukan pada semua zonasi. Jumlah epifit dikatakan banyak apabila

    keberadaan epifit rapat pada bagian percabangan pohon dan juga

    terdapat epifit yang tumbuh pada bagian pangkal batang (Gambar 6).

    Setiap spesies pohon juga memiliki karakteristik yang berbeda.

    Karakter inilah yang mempengaruhi persebaran epifit pada pohon

    inang. Pohon yang memiliki diameter batang besar (D>50 cm)

    berpotensi lebih besar pula untuk ditumbuhi oleh epifit, namun tidak

    berarti pohon yang lebih kecil tidak dapat ditumbuhi oleh epifit.

    Karakteristik permukaan kulit batang juga berpengaruh terhadap

    persebaran epifit karena karakter kulit batang ini akan mendukung

    keberadaan substrat epifit. Selain itu juga terdapat kondisi iklim

    mikro, dimana pada bagian bawah dan tengah banyak mendapatkan

    naungan dari tajuk pohon sehingga akan membentuk iklim mikro yang

    berbeda dibandingkan dengan kondisi bagian tajuk. Bagian bawah dan

    tengah pohon lebih lembap sedangkan untuk bagian tajuk pohon

    merupakan bagian yang lebih kering karena terkena sinar matahari.

    Intensitas cahaya diamati sangat bervariasi seiring variasi cuaca pada

    musim hujan. Menurut Katili (2014), persebaran epifit pada setiap

    pohon ini lebih dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dan

    kondisi iklim mikro lainnya.

    Ketergantungan kelimpahan dan diversitas epifit terhadap

    keberadaan pohon inang menyebabkan persebarannya mengikuti per

    sebaran pohon. Jarangnya pohon-pohon hutan yang ditemukan akan

    menyebabkan kecilnya populasi epifit yang ada. Seperti halnya di

    hutan lindung UB Forest, karena hampir keseluruhan di sekitar jalur

    tracking area hutan lindung dijadikan area produksi maka persebaran

    pohon yang menjadi inang epifit sangat rendah baik di wilayah hutan

    lindung Sumbersari maupun Ngenep (Gambar 7). Populasi inang yang

  • 17

    rendah akan menyebabkan rendahnya populasi epifit dan epifit yang

    tumbuh cenderung menyukai habitat terbuka dengan penyinaran

    matahari yang tinggi.

    Gambar 6. Variasi pohon yang ditumbuhi oleh epifit. Keterangan: (a)

    Tidak ada epifit (b) Jumlah epifit sedikit (c) Jumlah epifit

    sedang (d) Jumlah epifit banyak

    4.2 Profil Diversitas dan Komunitas Epifit di Hutan Lindung UB

    Forest

    Berdasarkan penelitian, epifit yang ditemukan di hutan lindung UB

    Forest terdiri dari empat kelompok yaitu Pteridophyta, Orchidaceae,

    Piperaceae dan Araceae. Secara keseluruhan jumlah epifit yang

    ditemukan di hutan lindung UB Forest dengan luas area sekitar 42 ha

    a b

    c d

  • 18

    Gambar 7. Persebaran epifit pada pohon inang di hutan lindung UB Forest

    18

  • 19

    ditemukan adalah 2322 individu, yang terdiri dari 19 spesies dan 6

    famili.

    Kekayaan spesies epifit dari masing-masing kelompok bervariasi.

    Jumlah spesies dari Pteridophyta (paku-pakuan) ditemukan paling

    banyak yaitu sembilan spesies (Gambar 8a) yang terdiri dari Davallia

    trichomanoides, Belvisia spicata, Drynaria quersifolia, Drynaria

    rigidula, Pyrrosia longifolia, Asplenium nidus, Nephrolepis sp.,

    Pyrrosia sp. dan P. numularifolia. Famili Orchidaceae ditemukan

    tujuh spesies yang terdiri dari Dendrobium linearifolium, Vanda sp.,

    Coelogyne sp., Eria hyacinthoides, Liparis javanica, Eria

    monostachya, dan Liparis viridiflora. Selanjutnya dua spesies dari

    famili Piperacae yaitu Peperomia pellucida dan Peperomia sp. Dari

    Famili Araceae hanya ditemukan satu spesies yaitu Colocasia sp. Jenis

    dari Pteridophyta ini melimpah di alam diduga karena sifatnya yang

    toleran terhadap kondisi di hutan lindung UB Forest dengan

    lingkungan yang terbuka dan intensitas cahaya yang tinggi. Sujalu

    (2007) menyatakan bahwa Pteridophyta seringkali ditemukan dalam

    bentuk tunggal maupun berkoloni dengan jumlah yang melimpah,

    kaya jenis dan tersebar secara merata, dimana persebaran ini lebih

    dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Selanjutnya penyebaran

    Pteridophyta sangat luas karena spora yang dimiliki sangat mudah

    diterbangkan oleh angin maupun serangga (Aththorick, 2007).

    Berdasarkan pembagian zonasi oleh Johansson (1974) maka

    ditemukan adanya variasi jumlah pada persebaran spesies epifit yang

    menempel pada pohon inangnya. Epifit yang ditemukan di UB Forest

    ini lebih beranekaragam dari batang utama hingga pangkal

    percabangan bawah. Zonasi 1-3 ditumbuhi keempat kelompok epifit,

    namun tidak semua kelompok epifit ditemukan pada zonasi 4 dan 5.

    Piperaceae tidak ditemukan tumbuh pada zonasi 4, sedangkan spesies

    dari kelompok Araceae tidak ditemukan pada zonasi 5 (Gambar 8b).

    Hal ini disebabkan oleh ketersediaan dan dukungan nutrisi yang

    tersedia pada pohon inang yang mendukung persebaran spesies epifit

    tersebut. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Setyawan (2000)

    menyebutkan bertambahnya ketinggian pohon maka kemampuan air

    tanah merambat ke atas melalui permukaan batang berkurang

    sedangkan air hujan yang tercurah pada pohon akan menguap atau

    tertarik oleh gravitasi bumi, sehingga kadar air pada pangkal batang

    relatif lebih tinggi dari pada di pangkal batang. Akibatnya

    pertumbuhan epifit akan lebih beranekaragam dan subur di pangkal

    pohon.

  • 20

    Gambar 8. Kekayaan spesies epifit di hutan lindung UB Forest.

    Keterangan: (a) Variasi kekayaan spesies epifit

    berdasarkan taksa (b) Kekayaan spesies epifit berdasarkan

    variasi zonasi pada pohon inang

    Indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) epifit pada setiap zonasi

    bervariasi dan tergolong keanekaragaman sedang sampai tinggi yang

    berkisar antara 2,05-3,25 (Gambar 9). Zonasi 4 memiliki

    keanekaragaman epifit yang paling tinggi (3,25). Keanekaragaman

    epifit yang tumbuh lebih sedikit ditemui pada batang utama pohon

    inang, hal ini ditunjukkan oleh nilai H’ yaitu 2,05. Nilai H’ yang

    bernilai H’

  • 21

    komunitas epifit di hutan lindung UB Forest yang pada masa ini

    tergolong sedang hingga tinggi menandakan bahwa komunitas epifit

    di hutan lindung ini tergolong belum stabil. Komunitas epifit ini

    memiliki potensi untuk mengalami perkembangan kearah yang lebih

    baik atau bahkan sebaliknya. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya

    beberapa faktor pendukung pertumbuhan epifit antara lain pohon

    inang dan intensitas cahaya.

    Gambar 9. Nilai indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) epifit di

    setiap zonasi pada pohon inang

    Persebaran epifit secara vertikal pada pohon inang dipengaruhi

    oleh faktor yang luas dan sangat kompleks. Menurut Marsusi dkk.

    (2001) persebaran epifit khususnya Famili Orchidaceae banyak

    ditemukan pada zonasi 3 karena sangat memungkinkan untuk

    menahan dan menyimpan air dan zat hara lebih besar. Pada bagian ini

    percabangan pohon memiliki derajat kemiringan yang lebih kecil

    bahkan cenderung datar, sehingga mampu untuk menahan air hujan

    atau embun pagi yang dibutuhkan bagi kehidupan epifit. Selain itu,

    lokasi ini lebih memungkinkan untuk dekomposisi berbagai jenis

    serasah dan debu sebagai tempat menempelnya substrat.

    Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa epifit

    menempati bagian-bagian percabangan pohon mulai dari percabangan

    bawah hingga percabangan atas dan lebih dominan di zonasi 4. Hal ini

    diduga karena ketersediaan ruang pada bagian percabangan pohon

    lebih mendukung untuk pertumbuhan epifit. Meskipun ukuran pada

    2.05 2.12

    2.49

    3.25

    2.69

    0

    1

    2

    3

    4

    1 2 3 4 5

    Ind

    eks

    Div

    ersi

    tas

    (H')

    Zonasi

  • 22

    bagian percabangan pohon relatif lebih kecil, namun bagian tersebut

    memiliki ranting dengan karakter yang lebih baik untuk pertumbuhan

    epifit. Ketersediaan substrat memberikan kemudahan dalam

    persebaran dan pelekatan akar epifit.

    Struktur komunitas epifit di hutan lindung UB Forest sebagian

    besar disusun oleh kelompok Pteridophyta yaitu D. trichomanoides

    yang memiliki nilai kerapatan dan kerimbunan paling tinggi (48,28

    dan 33,00 %). Sementara itu berdasarkan nilai kehadiran, spesies

    epifit ditemukan merata keberadaannya pada setiap pohon (Gambar

    10). INP merupakan nilai dominansi spesies yang menunjukkan

    peranan spesies tersebut dalam suatu ekosistem. Tumbuhan D.

    trichomanoides diamati mendominasi pada kelompok Pteridophyta

    yaitu sebesar 141,72 %. Spesies ini ditemukan melimpah baik dalam

    bentuk koloni maupun individu. Keberadaannya ditemukan hampir

    pada setiap bagian pohon. Tingginya INP D. trichomanoides

    menunjukkan bahwa spesies ini merupakan tumbuhan yang memiliki

    kemampuan beradaptasi dan memperbanyak diri dengan baik pada

    kondisi lingkungan di hutan lindung UB Forest. Spesies ini

    merupakan spesies yang lebih menyukai intensitas cahaya yang tinggi

    (Yusuf, 2009). Xing dkk. (2013) mengatakan bahwa D.

    trichomanoides ini menyukai habitat yang basah, namun tidak jarang

    juga ditemui pada tempat yang kering dengan intensitas cahaya yang

    tinggi. Spesies ini seringkali ditemui pada tempat yang terbuka dengan

    ketinggian tempat sekitar 100-3500 mdpl. Selain keberadaan D.

    trichomanoides menjaga keseimbangan suatu ekosistem hutan, epifit

    ini memiliki karakter morfologi yang menarik sehingga cocok apabila

    dijadikan sebagai tanaman hias.

    Pada Famili Orchidaceae terjadi kodominasi antara D.

    linearifolium (67,24 %), Vanda sp. (61,47 %) dan Coelogyne sp.

    (57,10%). Kelompok Orchidaceae ini merupakan epifit yang

    ditemukan lebih banyak di hutan lindung UB Forest. Persebaran

    Orchidaceae yang luas ini dipengaruhi oleh sifatnya yang tahan

    terhadap intensitas cahaya yang tinggi. Menurut Comber (1990) D.

    linearifolium sering dijumpai tumbuh subur pada pohon dengan

    penyinaran cahaya matahari penuh karena sifatnya yang sangat toleran

    terhadap cahaya. Vanda sp. juga merupakan spesies yang mampu tumbuh dengan ketersediaan intensitas cahaya yang tinggi di lahan

    terbuka seperti percabangan pohon terluar. Sama halnya dengan

    Coelogyne sp. yang juga mampu tumbuh pada lingkungan yang

    memiliki intensitas cahaya yang tinggi dan biasanya ditemukan pada

  • 23

    pohon-pohon di daerah sekitar sungai (Charles & Barker, 2015).

    Berdasarkan hal tersebut maka spesies dominan dari Famili

    Orchidaceae yang ditemukan di hutan lindung UB Forest merupakan

    spesies yang memiliki sifat toleran terhadap keadaan lingkungan

    terbuka dengan pencahayaan yang tinggi.

    Gambar 10. Profil komunitas epifit di hutan lindung UB Forest.

    Keterangan: (a) Nilai Kerapatan Relatif (KR),

    Kerimbunan Relatif (DR) dan Frekuensi Relatif (FR)

    (b) Indeks Nilai Penting (INP)

    Famili Piperaceae ditunjukkan oleh spesies Peperomia pellucida

    (183,08 %). Tumbuhan P. pellucida ini merupakan salah satu spesies

    dari Famili Piperaceae yang memiliki batang berair. Berdasarkan

    pengamatan, spesies ini ditemukan di tempat yang lembap dan ter-

    naungi di percabangan bawah. Hal ini sesuai dengan Gunawan (2016)

    48.2833.00

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    KR DR FR

    Nil

    ai

    rela

    tif

    (%)

    141.72

    67.24

    61.47

    57.10

    183.08

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    Pte Orc Pip Ara

    INP

    (%

    )

    Colocasia esculenta Peperomia sp. Peperomia pellucida

    Liparis viridiflora Eria monostachya Liparis javanica

    Eria hyacinthoides Coelogyne sp. Vanda sp.

    Dendrobium linearifolium Pyrrosia numularifolia Pyrrosia sp.

    Nephrolepis sp. Asplenium nidus Pyrrosia longifolia

    Drynaria rigidula Drynaria quersifolia Belvisia spicata

    Davallia trichomanoides

    a b

  • 24

    Gambar 11. Spesies epifit dominan di hutan lindung UB Forest.

    Keterangan: (a) D. trichomanoides (b) D. linearifolium

    (c) Coelogyne sp. (d) Vanda sp. (e) P. pellucida (f)

    Colocasia sp.

    c d

    a b

    e f

  • 25

    yang menyebutkan bahwa spesies ini menempati daerah yang lembap

    dan teduh pada ketinggian hingga 2000 mdpl. Peperomia ini

    merupakan genus yang paling banyak jumlahnya dan tersebar di

    daerah-daerah terbuka, area hutan dan hutan hujan tropis.

    Kelompok Araceae pada area pengamatan hanya ditemukan satu

    spesies yaitu Colocasia sp. Tumbuhan ini memiliki ukuran morfologi

    yang relatif besar dibandingkan epifit yang lain. Maka dari itu,

    tumbuhan ini banyak ditemukan tumbuh di bagian pangkal batang dan

    percabangan bawah karena lokasi tersebut dinilai mampu untuk

    menopang pertumbuhan akarnya. Colocasia sp. seringkali ditemukan

    tumbuh di hutan primer, sekunder, di lahan-lahan kosong, atau di

    sekitar perbukitan maupun pegunungan. Spesies ini menyukai tempat-

    tempat yang terbuka dengan penyinaran penuh serta mudah tumbuh

    pada lingkungan dengan suhu 25-30 oC dan kelembapan tinggi

    (Siarudin dkk., 2014).

    4.3 Karakteristik Pohon yang Menjadi Inang Epifit di Hutan

    Lindung UB Forest

    Jumlah pohon yang dijumpai di hutan lindung UB Forest yaitu

    sebanyak 98 individu yang terdiri dari 16 spesies dan 12 famili (Tabel

    1). Pohon dari Famili Urticaceae ditemukan dengan jumlah yang

    paling banyak yaitu 31 individu atau 31,6 % dari keseluruhan total

    pohon. Spesies yang termasuk dalam Famili Urticaceae diantaranya

    adalah L. sinuata (23,4 %) dan Laportea sp. (8,2 %). Kemudian dari

    Lithocarpus sundaicus yang memiliki jumlah individu sebanyak 21

    individu (21,4 %).

    Pohon yang ditemui di hutan lindung UB Forest mayoritas

    menempati strata C yaitu 79,6 %, diikuti strata B 11,2 % dan strata A

    9,2 %. Dari 98 pohon yang ditemukan hanya terdapat 56,12 % yang

    menjadi inang bagi epifit. Pohon dengan strata C teramati memiliki

    jumlah kelimpahan paling besar (Gambar 12a). Pohon strata A yang

    banyak ditumbuhi oleh epifit adalah E. spicata sebanyak empat

    individu, pada strata B enam individu oleh L. sundaicus dan pohon

    dari strata C yang seringkali ditumbuhi oleh epifit adalah spesies L.

    sinuata sebanyak 13 individu.

    Keseluruhan pohon yang ditemukan dibagi menjadi beberapa

    kelompok berdasarkan ukuran diameter batangnya yaitu 10-19,9; 20-

    29,9; 30-39,9; 40-40,9; dan >50 cm. Pohon yang memiliki diameter

    >50 cm ditemukan lebih banyak di hutan lindung yaitu sebanyak 53

  • 26

    Tabel 1. Daftar pohon di hutan lindung UB Forest

    No. Nama

    Lokal Nama Ilmiah Famili

    Keberadaan

    epifit (Ind)

    Jml

    (Ind)

    + -

    1 Kemiri Aleuritas moluccana Euphorbiaceae 1 1 2

    2 Sukun Artocarpus communis Moraceae 0 2 2

    3 Kebek Barringtonia racemosa Lecythidaceae 3 0 3

    4 Kaliandra Calliandra haematocephala Fabaceae 1 4 5

    5 Kukrup Engelhardtia spicata Juglandaceae 6 1 7

    6 Gondang Ficus variegata Moraceae 4 3 7

    7 Jati Putih Gmelina arborea Verbenaceae 0 1 1

    8 Waru Gunung Hibiscus macrophyllus Malvaceae 0 6 6

    9 Kemaduh Laportea sinuata Urticaceae 13 10 23

    10 Conges Laportea sp. Urticaceae 6 2 8

    11 Pasang Lithocarpus sundaicus Fagaceae 13 8 21

    12 - Litsea sp. Lauraceae 3 0 3

    13 Alpukat Persea americana Lauraceae 4 0 4

    14 Puspa Schima walichii Theaceae 0 3 3

    15 Kayu Sena Senna spectabilis Fabaceae 1 1 2

    16 Anggrung Trema orientalis Cannabaceae 0 1 1

    Total 55 43 98

    Keterangan: (+): ada epifit; (-): tidak ada epifit

    individu dan sebesar 66 % atau 35 individu yang ditumbuhi oleh epifit

    (Gambar 12b). Spesies pohon yang memiliki diameter pohon >50 cm

    ditemukan terbanyak pada spesies L. sundaicus dan L. sinuata masing-

    masing sebanyak 11 individu. Pohon dengan kelas diameter batang

    >50 cm ditemukan lebih banyak yang ditumbuhi oleh epifit

    dibandingkan kelas diameter yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa

    epifit di hutan lindung UB Forest menyukai pohon dengan diameter

    yang besar atau >50 cm. Pohon dengan diameter besar dapat

    meningkatkan ketersediaan tempat untuk melekatnya akar epifit dan

    memungkinkan terjadinya kolonisasi epifit menjadi lebih banyak

    dalam kurun waktu yang lebih lama.

    Keberadaan epifit pada pohon inang tidak hanya dipengaruhi oleh

    karakter tumbuhan penopangnya yaitu tinggi pohon dan diameter

    batang, melainkan terdapat faktor lain yang mempengaruhi yaitu iklim

    mikro (Laube & Zotz, 2003). Setiap individu dari spesies pohon

    memiliki kondisi iklim mikro yang berbeda tergantung pada tinggi

    pohon, tipe daun dan susunan daunnya. Tidak hanya itu, percabangan

    dan ukuran daun juga memiliki perbedaan pada setiap individu pohon.

    Akibatnya terjadi variasi penutupan tajuk pada setiap individu spesies

  • 27

    pohon. Hal ini menyebabkan adanya gradien cahaya dalam suatu

    kanopi (Reyes dkk., 2008).

    Gambar 12. Kelimpahan inang berdasarkan karakter pohon.

    Keterangan: (a) Pengelompokkan berdasarkan kriteria

    stratifikasi (b) Pengelompokkan berdasarkan ukuran

    diameter batang

    13

    7

    0

    10

    20

    30

    40

    A B C A B C

    Ada epifit Tidak ada epifit

    Ju

    mla

    h I

    nd

    ivid

    u (

    Ind

    /Sp

    )

    Strata

    11

    11

    0

    10

    20

    30

    40

    10-19.9 19.9-29.9 30-39.9 40-49.9 ≥50 10-19.9 19.9-29.9 30-39.9 40-49.9 ≥50

    Ada Epifit Tidak Ada Epifit

    Ju

    mla

    h I

    nd

    ivid

    u (

    Ind

    /Sp

    )

    D (cm)

    Aleuritas moluccana Artocarpus communisBarringtonia racemosa Calliandra haematocephalaEngelhardtia spicata Ficus variegataGmelina arborea Hibiscus macrophyllusLaportea sinuata Laportea sp.Lithocarpus sundaicus Litsea sp.Persea americana Schima walichii

    b

    a

  • 28

    Luasan tajuk pohon menggambarkan persentase penutupan lahan.

    Pohon yang ditemukan di hutan lindung UB Forest dikelompokkan

    menjadi tajuk yang rapat dan jarang. Penutupan tajuk pohon yang

    rapat akan menyebabkan adanya kompetisi oleh antar vegetasi yang di

    bawah pohon termasuk epifit untuk memperoleh sinar matahari, air

    dan unsur hara. Pohon yang banyak ditumbuhi oleh epifit di hutan

    lindung UB Forest merupakan pohon yang memiliki penutupan tajuk

    rapat yaitu sebanyak 32 individu atau sebesar 58,18 % (Gambar 13).

    Gambar 13. Variasi kelimpahan relatif pohon inang berdasarkan

    kerapatan tajuk

    Luasan tajuk ini memiliki karakter dan penampilan yang bervariasi

    yang dipengaruhi oleh komposisi genetik masing-masing spesies.

    Kelompok pohon dengan penutupan tajuk yang rapat diduga mampu

    memberikan naungan yang optimal dan mendukung keberadaan

    nutrisi yang cukup bagi epifit. Tajuk yang rapat memiliki percabangan

    batang yang banyak dan letak daun yang rapat sehingga memberikan

    celah yang banyak bagi substrat epifit. Reyes dkk. (2008) menyatakan

    bahwa epifit dapat tumbuh dan tersebar secara optimal pada kondisi

    cahaya yang cukup dan penutupan tajuk pohon yang baik.

    Kehadiran epifit pada spesies inang juga mendapat dukungan dari

    karakter permukaan kulit batang. Permukaan kulit batang pohon yang

    ditemui di hutan lindung memiliki karakter yang mengelupas hingga

    58.1853.49

    41.8246.51

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Ada Epifit Tidak Ada Epifit

    Kel

    imp

    ah

    an

    Rel

    ati

    f (%

    )

    Jarang

    Rapat

  • 29

    retak (Gambar 14). Kulit batang yang demikian memudahkan

    penempelan substrat. Sesuai dengan pernyataan Kirby (2013) pada

    umumnya permukaan kulit batang yang disukai oleh epifit yaitu yang

    memiliki celah dan mengelupas. Celah pada kulit batang bermanfaat

    bagi epifit karena mampu menahan air dan nutrisi, sementara kulit

    batang yang mengelupas membantu epifit untuk menempel pada

    inang.

    Gambar 14. Permukaan kulit batang pohon inang epifit di hutan

    lindung UB Forest

    Tumbuhnya suatu spesies akan memungkinkan terjadi interaksi

    diantara keduanya. Interaksi tersebut terjadi untuk memberikan

    keuntungan atau kerugian. Spesies yang mampu bersaing akan

    menang dan sebaliknya. Selain itu, ada juga interaksi antar spesies

    yang tidak memberikan pengaruh apapun antara satu dengan yang

    lainnya. Pada penelitian ini asosiasi antara spesies epifit dengan

    spesies inang ditentukan secara kuantitatif berdasarkan kehadiran

    spesies epifit pada inang. Maka dari itu, asosiasi antara epifit dominan

    ditentukan dengan dua spesies pohon yaitu L. sinuata dan E. spicata.

    Berdasarkan hasil uji asosiasi yang dilakukan terhadap spesies epifit

    dominan dengan pohon inang, hanya ditemukan empat yang

    berasosiasi secara nyata dan positif yaitu antara L. sinuata dengan P.

    pellucida, E. spicata dengan Coelogyne sp. dan E. spicata dengan

    Vanda sp. (Tabel 2). Sementara asosiasi negatif terjadi pada E. spicata

  • 30

    dengan B. spicata. Asosiasi positif terjadi diduga karena kesesuaian

    kondisi iklim mikro, habitat dan karakter pohon inang.

    Tabel 2. Hasil perhitungan X2 (Nilai Chi-square) antara epifit dominan

    dengan pohon inang

    Pohon Epifit Nilai

    hitung X2

    Koefisien

    asosiasi Keterangan

    L. sinuata D. trichomanoides 1,29 -0,11 Tidak ada asosiasi

    B. spicata 1,03 -0,08 Tidak ada asosiasi

    D. linearifolium 0,01 0,07 Tidak ada asosiasi

    Coelogyne sp. 0,38 -0,04 Tidak ada asosiasi

    Vanda sp. 0,35 -0,06 Tidak ada asosiasi

    P. pellucida 3,40 0,09(+) Ada asosiasi

    Colocasia sp. 0,11 -0,13 Tidak ada asosiasi

    E. spicata D. trichomanoides 0,58 -0,07 Tidak ada asosiasi

    B. spicata 3,33 -0,18(-) Ada asosiasi

    D. linearifolium 0,14 0,04 Tidak ada asosiasi

    Coelogyne sp. 7,57 0,28(+) Ada asosiasi

    Vanda sp. 5,22 0,23(+) Ada asosiasi

    P. pellucida 0,23 0,05 Tidak ada asosiasi

    Colocasia sp. 1,31 0,12 Tidak ada asosiasi

    Keterangan: α=0,1 yaitu 2,71; α=0,05 yaitu 3,84

    (+): Asosiasi positif; (-): Asosiasi negatif

    Sebagian besar epifit yang dijumpai tidak berasosiasi dengan inang.

    Hal ini diduga karena epifit tidak membutuhkan inang yang spesifik

    untuk tumbuh. Kehadiran suatu epifit dipengaruhi oleh kemampuan

    adaptasi pada habitatnya, karakter epifit serta faktor pendukung

    penyebaran epifit. Pertumbuhan dan persebaran sebagian besar epifit

    di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman pada umumnya tidak

    dipengaruhi oleh spesies inangnya. Hal ini dikarenakan terdapat

    spesies epifit yang tidak berasosiasi secara khusus dengan tumbuhan

    inang seperti yang telah dilaporkan oleh Nawawi dkk. (2014).

    Diversitas dan persebaran biji epifit khususnya anggrek dipengaruhi

    oleh angin. Anggrek epifit memiliki ratusan ribu biji hingga berukuran

    mikron yang mampu melayang di udara dengan jarak yang jauh

    dengan kemampuan melekat di pohon lain (Welch, 2007). Begitu pula

    dengan Pteridophyta yang memiliki spora yang dengan sangat mudah

    dapat diterbangkan oleh angin (Aththorick, 2007).

  • 31

    Faktor penyebar lain yang menentukan keberadaan epifit pada

    pohon inang adalah serangga dan burung (Wisnugroho, 1998).

    Keberadaan serangga yang juga memanfaatkan epifit sebagai

    habitatnya sangat memungkinkan untuk menyebarkan biji atau spora

    epifit ke pohon lainnya. Hal ini mungkin terjadi saat serangga tersebut

    melakukan perpindahan. Begitu pula dengan burung yang hinggap

    pada suatu pohon, biji epifit yang berukuran kecil tentu memiliki

    potensi untuk terbawa oleh burung saat terbang mencari makan dan

    berpindah dari satu pohon ke pohon yang lainnya. Biji epifit ini

    mampu terbawa oleh burung baik bersama makanannya atau

    menempel pada kakinya. Romaidi dkk. (2012) menyebutkan bahwa

    semakin banyak organisme yang datang maka akan semakin besar

    pula kemungkinan akan terjadi penyerbukan dan penyebaran biji atau

    spora.

    4.4 Interaksi antara Pohon Inang dan Iklim Mikro terhadap

    Kelimpahan Epifit

    Iklim mikro bervariasi dari lantai hutan hingga tajuk, hal ini dapat

    dilihat dari nilai suhu pada Tabel 3. Selain itu, iklim mikro juga

    bervariasi dari satu pohon ke pohon lainnya yang ditunjukkan oleh

    kisaran nilai intensitas cahaya dan kelembapan relatif udara. Pada

    umumnya hutan tropis memiliki iklim mikro bervariasi secara vertikal

    yaitu dari tajuk sampai ke lantai hutan dan secara horizontal dari satu

    lokasi ke lokasi lain (Sujalu, 2007). Intensitas cahaya yang sampai di

    lantai hutan dan suhu udara lebih rendah dibandingkan dengan puncak

    tajuk. Hasil pengukuran terhadap intensitas cahaya terlihat bervariasi

    dan memiliki rentang nilai yang tinggi karena kondisi cuaca di lapang

    yang sering dan cepat berubah-ubah mulai dari panas, mendung

    hingga hujan gerimis maupun hujan deras. Sebaliknya kelembapan

    udara di lantai hutan lebih tinggi dibandingkan dengan di puncak

    tajuk. Variasi vertikal nilai intensitas cahaya dan kelembapan pada

    penelitian ini tidak dapat ditunjukkan (Tabel 3) dikarenakan

    pengukuran faktor ini dilakukan di bawah pohon (Zonasi 1/pangkal

    batang) dan tidak dilakukan pada semua bagian pohon (batang utama

    dan percabangan).

    Analisis biplot yang dilakukan untuk menentukan hubungan antara

    karakteristik pohon, iklim mikro habitat epifit dan kelimpahan epifit

    menunjukkan bahwa kelimpahan epifit tertinggi pada pohon

    berdiameter besar (Gambar 15). Diameter batang yang besar

  • 32

    berpotensi memiliki kelimpahan epifit yang tinggi, memberikan cukup

    tempat untuk penumpukan serasah dan mendukung pertumbuhan serta

    penyebaran epifit. Welch (2007) melaporkan bahwa ukuran diameter

    batang pohon yang besar berkontribusi pada luas media tumbuh epifit

    sehingga epifit mudah berkolonisasi.

    Tabel 3. Kisaran kondisi iklim mikro pada pohon inang di hutan

    lindung UB Forest

    No. Unsur Iklim Zonasi

    1 2 3 4 5

    1. Suhu (oC) 19-25 20-26 20-27 20-27 19-27

    2. Intensitas cahaya (klux) 120-22000 - - - -

    3. Kelembapan relatif (%) 76-100 - - - -

    Keterangan: Tanda (-) menunjukkan bahwa faktor tidak diukur

    Berdasarkan analisis biplot ditunjukkan bahwa pohon besar

    teramati lebih banyak di hutan lindung Sumbersari dibandingkan

    Ngenep. Kelimpahan Orchidaceae tertinggi pada lokasi terdedah

    intensitas cahaya yang tinggi, sementara epifit Pteridophyta lebih

    banyak tumbuh di zona dengan intensitas cahaya yang lebih rendah.

    Gambar 15. Interaksi antara pohon inang dan iklim mikro terhadap

    kelimpahan epifit

  • 33

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

    1. Epifit yang ditemukan di area hutan lindung UB Forest adalah 2322 individu yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu Pteridophyta,

    Orchidaceae, Piperaceae dan Araceae. Pteridophyta memiliki

    spesies yang lebih banyak berdasarkan diversitas maupun

    kelimpahan secara vertikal dan nilai kehadiran individu

    menunjukkan semua spesies tersebar secara merata pada pohon

    inang. INP menunjukkan D. trichomanoides merupakan kelompok

    Pteridophyta yang dominan dengan nilai 141,72 %, sedangkan

    pada Orchidaceae terjadi kodominansi antara D. linearifolium

    (67,24 %), Vanda sp. (61,47 %) dan Coelogyne sp. (57,10%),

    selanjutnya pada kelompok Piperaceae ditunjukkan oleh spesies

    Peperomia pellucida (183,08 %) dan hanya ditemukan satu spesies

    untuk golongan Araceae yaitu Colocasia sp. Keragaman spesies

    tinggi ditemukan pada zonasi 4 berdasarkan nilai H’ yaitu 3,25.

    2. Pohon inang yang ditemukan di area pengamatan adalah sebanyak 98 pohon dan 55 pohon yang ditumbuhi oleh epifit. Karakteristik

    pohon yang menjadi inang epifit umumnya memiliki diameter

    batang yang >50 cm dengan tinggi pohon yang berkisar antara 4-

    20 m atau berada pada strata C. Epifit lebih menyukai inang dengan

    penutupan tajuk yang rapat dan permukaan kulit batang yang retak

    hingga mengelupas.

    3. Kelimpahan epifit tertinggi dijumpai pada pohon berdiameter batang besar. Kelimpahan Orchidaceae tertinggi pada area dengan

    intensitas cahaya tinggi, sementara epifit Pteridophyta ditemukan

    banyak tumbuh pada area dengan intensitas cahaya yang rendah.

    5.2 Saran

    1. Untuk kepentingan pengembangan penelitian disarankan kepada pihak terkait untuk mengoptimasi penggunaan lahan hutan

    lindung dengan mempertahankan aspek dan fungsinya agar

    diperoleh manfaat dan peranan hutan itu sendiri secara optimal.

    Artinya mengelola pemanfaatan hutan lindung dan tidak

    mengalihfungsikan sebagai lahan produksi secara berlebihan.

  • 34

    2. Hutan lindung UB Forest saat ini masih memiliki keanekaragaman epifit yang tergolong rendah. Maka terdapat dua

    kemungkinan bagi epifit yaitu berpotensi untuk mengalami

    perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk mengingat

    epifit merupakan tumbuhan yang rentan terhadap kerusakan dan

    deforestasi, oleh karena itu pemantauan secara berkala perlu

    dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur komunitas epifit

    di hutan lindung UB Forest.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    Antoko, B.S., Sanudin & A. Sukmana. 2008. Perubahan fungsi hutan

    di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Info Hutan 4(5):307-

    316.

    Aththorick, T.A., P. Nursahara & Yulinda. 2005. Komposisi dan

    stratifikasi makroepifit di Hutan Wisata Tangkahan Taman

    Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat. Jurnal

    Komunikasi Penelitian 17(2): 1-8.

    Aththorick, T.A., E.S. Siregar & S. Hartati. 2007. Kekayaan jenis

    makroepifit di Hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser

    (TNGL) Kabupaten Langkat. Jurnal Biologi Sumatera 2(1): 12-

    16.

    Batke, S. 2012. Epiphytes: A study of the history of canopy research.

    The Plymouth Student Scientist 5(1): 253-268.

    Callaway, R.M., K.O. Reinhart, G.W. Moore, D.J. Moore & S.C.

    Pennings. 2002. Epiphyte host preferences and host traits:

    mechanisms for species-specific interactions. Oecologia 132:

    221-230.

    Catchpole, D. 2004. The ecology of vascular epiphytes on a Ficus

    L. host (Moraceae) in a Peruvian Cloud Forest. School of

    Geography and Environmental Studies, University of Tasmania.

    Thesis.

    Charles & M. Barker. 2015. Orchid species culture.

    http://www.orchidculture.com. Diakses 12 Juni 2017.

    Claro, K.D., P.S. Oliveira & V. Rico-Gray. 2009. Tropical biology

    and conservation management. United Kingdom. EOLSS

    Publishers.

    Comber, J.B. 1990. Orchids of Java. The Bentham-Moxon Trust

    Royal. Botanic Gardens. London.

    Ding, Y., G. Liu, R. Zang, J. Zhang, X. Lu & J. Huang. 2016.

    Distribution of vascular epiphytes along a tropical elevational

    gradient: disentangling abiotic and biotic determinants.

    Scientific Reports 6: 1-11.

    Ellis, C.J., S. Eaton, M. Theodoropoulos & K. Elliot. 2015. Epiphyte

    communities and indicator species, an ecological guide for

    Scotland’s woodlands. Royal Botanic Garden. Edinburgh.

    Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar ekologi tropika. Institut Teknologi

    Bandung Press. Bandung.

  • 36

    Fachrul, N.F. 2007. Metode sampling bioekologi. Bumi Aksara.

    Jakarta.

    Freiberg, M. 2000. Epiphyte diversity and biomass in the canopy of

    lowland and montane forests in Ecuador. Journal Tropical

    Ecology 16: 673–688.

    Gunawan, A.S. 2016. Inventarisasi tumbuhan famili sirih-sirihan

    (Piperaceae) di Resort Andongrejo-Bandealit, Taman

    Nasional Meru Betiri (TNMB) Kabupaten Jember. Biologi

    FMIPA, Universitas Jember. Jember. Skripsi.

    Hammer, O., D.A.T. Harper & P.D. Ryan. 2001. PAST.

    Palaeontological Statistic software package for education and

    data analysis. Palaeontologia Eloctronica 1(4): 1-9.

    Johansson, D.R. 1974. Ecology of vascular epiphytes in West African

    Rainforest. Acta Phytogeographica Suecica 59: 1-29.

    Katili, A.S. 2014. Deskripsi pola penyebaran dan faktor bioekologis

    tumbuhan paku (Pteridophyta) di kawasan Cagar Alam Gunung

    Ambang subkawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.

    Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Gorontalo,

    Sulawesi Utara 1-12.

    Kirby, C. 2013. The New Zealand epiphyte network.

    http://www.nzepiphytenetwork.org/blog/new-zealands-top-10-

    hos t-trees. Diakses 04 Januari 2017.

    Koster, N., J. Nieder & W. Barthlott. 2011. Effect of host tree traits on

    epiphyte diversity in natural and anthropogenic habitats in

    Ecuador. Biotropica 43: 685–694.

    Laube, S. & G. Zotz. 2003. Which abiotic factors limit vegetative

    growth in a vascular epiphyte?. Functional ecology 17: 598-

    604.

    Marsusi, C. Mukti, Y. Setiawan, S. Kholidah & A. Viviati. 2001. Studi

    keanekaragaman anggrek epifit di Hutan Jabolarangan.

    Biodiversitas 2(2): 150-155.

    Nawawi, G.R., Indriyanto & Duryat. 2014. Identifikasi jenis epifit dan

    tumbuhan yang menjadi penopangnya di blok perlindungan

    dalam kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman.

    Jurnal Sylva Lestari 2(3): 39-48.

    Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University

    Press. Yogyakarta.

    Partomihardjo, T. 1991. Kajian komunitas epifit di Hutan

    Dipterocarpaceae Lahan Pamah, Wanariset-Kalimantan Timur

    sebelum kebakaran hutan. Media Konservasi 3(3): 57-66.

  • 37

    Polunin. 1990. Pengantar geografi tumbuhan dan beberapa ilmu

    serumpun. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Reinert, F. & T. Fontoura. 2009. Epiphytes. Tropical Biology and

    Conservation Management 14: 1-31.

    Reyes, G.C., H. Griffiths, E. Rincon & P. Huante. 2008. Niche

    differentiation in tank and atmospheric epiphytic bromeliads of

    a seasonally dry forest. Biotropica 40(2): 168-175.

    Romaidi, M. Solikha & E.B. Minarno. 2001. Jenis-jenis paku epifit

    dan tumbuhan inangnya di Tahura Ronggo Soeryo Cangar. El-

    Hayah 3(1): 8-15.

    Rosman, R. 2005. Status dan strategi pengembangan Panili di

    Indonesia. Perspektif 2(4): 43-54.

    Setyawan, A.D. 2000. Tumbuhan epifit pada tegakan pohon Schima

    wallichii (D.C.) Korth. di Gunung Lawu. Biodiversitas 1(1): 14-

    20.

    Siarudin, M., A. Sudomo, Y. Indrajaya, T. Puspitojati & N.

    Mindawati. 2016. Hutan Rakyat Manglid, status riset dan

    pengembangan. Forda Press. Bogor.

    Steenis, C.G. 2006. The mountain flora of Java. Koninklijke Bril

    NV, Leiden. Netherlands.

    Sujalu, A.P. 2007. Identifikasi keanekaragaman paku-pakuan

    (Pteridophyta) epifit pada hutan bekas tebangan di Hutan

    Penelitian Malinau, Cifor Seturan. Media Konservasi 12(1): 38-

    48.

    Sutiyoso, Y. & B. Sarwono. 2005. Merawat anggrek. Penebar

    Swadaya. Jakarta.

    Wagner, K., M. Glenda & G. Zotz. 2015. Host specificity in vascular

    epiphytes: a review of methodology, empirical evidence and

    potential mechanisms. Journal for Plant Sciences 7: 1-25.

    Welch, R. 2007. Epiphytes: An ecosystem contained within an

    ecosystem. Tropical Field Courses, Western Program, Miami

    University. Costa Rica.

    Winkler, U. & G. Zotz. 2009. Highly efficient uptake of phosphorus

    in epiphytic Bromeliads. Annals of Botany 103: 477-484.

    Wisnugroho, 1998. Asosiasi antara jenis-jenis anggrek epifit

    dengan pohon inang pada kawasan hutan Wanmori

    Oransbari Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari.

    Fakultas Pertanian, Universitas Cenderawasih. Manokwari.

    Skripsi.

  • 38

    Woods, C.L., C.L. Cardelus & S.J. DeWalt. 2015. Microhabitat

    associations of vascular epiphytes in a wet tropical forest

    canopy. Journal of Ecology 103(2): 421-430.

    Xing, F. W., F. G. Wang & H. P. Nooteboom. 2013. Davalliaceae.

    Science Press. Beijing.

    Yulia, N.D. & R.M. Yanti. 2010. Epiphytic orchids and their host trees

    in Penanggungan Mountain, Pasuruan, East Java. Penelitian

    Hayati 4A: 37-40.

    Yulia, N.D. & S. Budiharta. 2011. Epiphytic orchids and host trees

    diversity at Gunung Manyutan Forest Reserve, Wilis Mountain,

    Ponorogo, East Java. Biodiversitas 12(1): 22-27.

    Yusuf, M.A.M. 2009. Keanekaragaman tumbuhan paku

    (Pteridophyta) di kawasan Cagar Alam Gebugan

    Kabupaten Semarang. Jurusan Biologi, FMIPA. Universitas

    Negeri Semarang. Skripsi.

    Zhang, J., W.D. Kissling, & F. He. 2013. Local forest structure,

    climate and human disturbance determine regional distribution

    of boreal bird species richness in Alberta, Canada. Journal

    Biogeography 40: 1131–1142.

    Zhao, M., N. Geekiyanage, J. Xu, M.M. Khin, D.R. Nurdiana, E.

    Paudel & R.D. Harrison. 2015. Structure of the epiphyte

    community in a Tropical Montane Forest in SW China. PLoS

    ONE 10(4): 1-19.

    Zotz, G. 2013. The systematic distribution of vascular epiphytes-a

    critical update. Botanical Journal of the Linnean Society 171:

    453-481.

    1. Bagian Depan.pdf2. BAB I.pdf3. BAB II.pdf4. BAB III.pdf5. BAB IV.pdf6. BAB V.pdf7. DAFTAR PUSTAKA.pdf