profil komunitas epifit dan pohon inangnya pada...
TRANSCRIPT
-
i
PROFIL KOMUNITAS EPIFIT DAN POHON INANGNYA PADA
MUSIM HUJAN DI HUTAN LINDUNG UB FOREST
KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG
SKRIPSI
oleh
APRIV KUKUH AZZAHRA
135090101111032
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
i
PROFIL KOMUNITAS EPIFIT DAN POHON INANGNYA PADA
MUSIM HUJAN DI HUTAN LINDUNG UB FOREST
KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam Bidang Biologi
oleh
APRIV KUKUH AZZAHRA
135090101111032
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
PROFIL KOMUNITAS EPIFIT DAN POHON INANGNYA PADA
MUSIM HUJAN DI HUTAN LINDUNG UB FOREST
KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG
APRIV KUKUH AZZAHRA
135090101111032
Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 06 Juli 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam Bidang Biologi
Menyetujui
Pembimbing
Dr. Endang Arisoesilaningsih, MS.
NIP. 195909081989032001
Mengetahui
Ketua Program Studi S1 Biologi
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Rodiyati Azrianingsih, S.Si., M.Sc., Ph.D.
NIP. 197001281994122001
-
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Apriv Kukuh Azzahra
NIM : 135090101111032
Jurusan : Biologi
Penulis Skripsi Berjudul : Profil Komunitas Epifit dan Pohon Inangnya
pada Musim Hujan di Hutan Lindung UB
Forest Karangploso, Kabupaten Malang
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini adalah benar-benar karya sendiri dan bukan hasil plagiat
dari karya orang lain. Karya-karya yang tercantum dalam Daftar
Pustaka Skripsi ini semata-mata digunakan sebagai acuan atau
referensi.
2. Apabila kemudian hari diketahui bahwa isi Skripsi saya
merupakan hasil plagiat, maka saya bersedia menanggung segala
resiko.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 06 Juli 2017
Yang menyatakan,
Apriv Kukuh Azzahra
135090101111032
-
iv
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi ini tidak dipublikasikan namun terbuka untuk umum dengan
ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis. Daftar Pustaka diperkenankan
untuk dicatat, tetapi pengutipan hanya dapat dilakukan seizin penulis dan
harus disertai kebiasaan ilmiah untuk menyebutkannya.
-
v
Profil Komunitas Epifit dan Pohon Inangnya pada Musim Hujan
di Hutan Lindung UB Forest Karangploso, Kabupaten Malang
Apriv Kukuh Azzahra, Endang Arisoesilaningsih
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang
2017
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan profil epifit pada
musim hujan, persebaran komunitas dan karakteristik pohon inang epifit
serta korelasi di antara ketiganya. Penelitian dilakukan dengan menjelajah
hutan lindung UB Forest pada bulan Februari sampai Maret. Pohon yang
ditemukan dicatat tinggi pohon, diameter batang, permukaan kulit batang
dan penutupan tajuk serta titik koordinat persebaran menggunakan GPS
(Global Positioning System). Analisis vegetasi epifit dilakukan dalam petak
berukuran 50x50 cm2 pada setiap zonasi pohon. Iklim mikro yang diamati
berupa suhu, intensitas cahaya dan kelembapan relatif udara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jumlah epifit yang ditemukan di area
pengamatan sebanyak 2322 individu, yang terdiri dari 19 spesies dan enam
famili. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’) pada tiap zonasi pohon
bervariasi dan zona 4 menunjukkan nilai tertinggi 3,25. Nilai relatif
kerapatan dan kerimbunan tertinggi dijumpai pada Davallia
trichomanoides yaitu masing-masing 48,28 % dan 33,00 %, sedangkan
nilai frekuensi relatif hampir sama untuk semua spesies epifit. Pteridophyta
dominan adalah D. trichomanoides (141,72 %), kodominansi pada
Orchidaceae yaitu Dendrobium linearifolium (67,24 %), Vanda sp. (61,47
%) dan Coelogyne sp. (57,10%), dominansi Piperaceae oleh Peperomia
pellucida (183,08 %) dan satu spesies yang ditemukan pada Araceae yaitu
Colocasia sp. Epifit umumnya tumbuh pada pohon inang strata C dengan
tinggi 4-20 m dan diameter batang >50 cm. Kelimpahan epifit meningkat
sejalan dengan diameter batang pohon. Akan tetapi kelimpahan
Orchidaceae tertinggi pada intensitas cahaya yang lebih tinggi, sebaliknya
pada Pteridophyta.
Kata kunci: epifit, hutan lindung, musim hujan, pohon inang, UB Forest
-
vi
Rainy Season Profile of Epiphytes and Their Hosts in the Protected
Area of UB Forest, Karangploso, Malang
Apriv Kukuh Azzahra, Endang Arisoesilaningsih
Department of Biology, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang
2017
ABSTRACT
The aims of this study were to determine the rainy season epiphytes
profile, their distribution and host characters as well as interaction among
them. Study was conducted along two protected areas of UB Forest from
February to March. Host characters were recorded including trees height,
diameter of trunk, bark texture, crown size and its distribution by marking
coordinate using GPS (Global Positioning System). Plots of size 50x50 cm
were carried out in each host zonation were used to epiphytes analyses.
Simultaneously we recorded microclimate such as temperature, light
intensity and air relative humidity. Result showed that we found 2322
individuals of epiphytes, consisting of 19 species and six families.
Shannon-Wiener Diversity Index (H’) in each zone varied and it showed a
highest value (H’= 3.25) in zone 4. The highest relative density and
coverage values were found in D. trichomanoides (48.28 % and 33.00 %),
whereas relative frequency values showed similarly for all species. The
dominant Pteridophyta was D. trichomanoides (141.72%), while
codominant Orchidaceae were D. linearifolium (67.24 %), Vanda sp.
(61.47 %) and Coelogyne sp. (57.10 %), then the dominant Piperaceae was
Peperomia pellucida (183.08 %) and a single species of Araceae found was
Colocasia sp. Epiphytes were commonly grown in C stratum (4-20 m) tree
with stem diameters >50 cm. Generally, epiphytes density increased in
higher trunk diameter of host tree. Besides Orchidaceae density increased
in higher light intensity, on the contrary for Pteridophyta one.
Key words: epiphytes, host, protected area, rainy season, UB Forest
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan teruntuk kedua
orang tua kandung penulis, Bapak Alm. Anamaroh dan Ibu Kutiyah yang
sangat penulis cintai. Terima kasih untuk kasih sayang, dukungan dan doa
yang tak terhitung selama ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dr. Endang Arisoesilaningsih, selaku pembimbing yang telah sabar dan tulus memberikan research grant, bimbingan, nasehat, doa dan
motivasi kepada penulis.
2. Ibu Dr. Catur Retnaningdyah, M.Si sebagai dosen penguji atas bimbingan, kritik, koreksi dan saran untuk perbaikan skripsi.
3. Bapak Muhammad Yusuf, M.Si sebagai dosen penguji atas bimbingan, kritik, koreksi dan saran untuk perbaikan skripsi.
4. Ibu Rodiyati Azrianingsih, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi Biologi dan seluruh dosen Biologi atas ilmu dan nasehatnya.
5. Prof. Eko Ganis Sukoharsono, SE., M.Com(Hons)., Ph.D selaku Direktur UB Forest yang telah memberikan ijin dan memfasilitasi
penelitian lapangan ini pada musim hujan di hutan lindung.
6. Bapak Kiswojo selaku pembimbing lapang yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan dan dukungan untuk penulis.
7. Purnomo, S.Si dan Amalia F.R., S.Si yang telah memberikan bantuan, saran, dukungan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi.
8. Rizha H., Nizar F., Maryam A.L., Maria F.D.B., Luqman K., Dwi Zesta V., Annisa P.E., Afifah N.A., serta teman-teman Biologi 2013 atas
bantuan, dukungan, saran, dan kebersamaan yang sangat berharga.
Penulis berharap semoga tulisan yang sedikit ini dapat memberikan
informasi besar bagi para pembaca dan turut andil dalam pembangunan
yang lebih baik.
Malang, 06 Juli 2017
Penulis
-
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ….................................................................................... v
ABSTRACT ….................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ….................................................................. vii
DAFTAR ISI …................................................................................ viii
DAFTAR TABEL …........................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ……................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ….……………………............................... xii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN.................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN................................................................. . 1
1.1 Latar Belakang................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................. . 3
1.4 Manfaat Penelitian............................................................ . 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 4
2.1 Karakteristik Umum Epifit ................................................ 4
2.2 Habitat dan Persebaran Epifit ............................................ 4
2.3 Faktor Pembatas Pertumbuhan Epifit ................................ 6
2.4 Hubungan Epifit dengan Pohon Inang ............................... 6
2.5 Peran dan Nilai Penting Epifit ........................................... 8
BAB III METODE PENELITIAN .................................................. 9
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................ 9
3.2 Deskripsi Area Studi.......................................................... 9
3.3 Analisis Pohon Inang......................................................... 11
3.4 Analisis Epifit ……........................................................... 11
3.5 Pengukuran Iklim Mikro ................................................... 11
3.6 Rancangan Penelitian ........................................................ 11
3.7 Analisis Data ..................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................... 16
-
ix
4.1 Distribusi Epifit Pada Pohon Inang dan Area Hutan
Lindung UB Forest ……………………………………. 16
4.2 Profil Diversitas dan Komunitas Epifit di Hutan Lindung
UB Forest ……………………………………………… 17
4.3 Karakteristik Pohon yang Menjadi Inang Epifit di Hutan
Lindung UB Forest ……………………………………... 25
4.4 Interaksi antara Pohon Inang dan Iklim Mikro terhadap
Kelimpahan Epifit ………………………………………. 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………… 33
5.1 Kesimpulan …………………………………………….. 33
5.2 Saran ……………………………………………………. 33
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………... 35
LAMPIRAN ……………………………………………………..… 39
-
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Daftar Pohon di Hutan Lindung UB Forest ……………….. 26
2 Hasil Perhitungan X2 (Nilai Chi-Square) Antara Epifit
Dominan dengan Pohon Inang ……………………….……. 30
3 Kisaran Kondisi Iklim Mikro Pada Pohon Inang di Hutan
Lindung UB Forest ………………………………………… 33
LT 4. Tabel Kontingensi Epifit Dominan dengan Pohon Inang ….. 41
LT 5. Eigenvalue Program PAST (Interaksi antara Pohon Inang dan
Iklim Mikro terhadap Kelimpahan Epifit) …………………. 43
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Zonasi Epifit di Pohon Inang ……………………………… 5
2 Permukaan Kulit Batang Pohon yang Berpengaruh terhadap
Diversitas Epifit …………………………………………… 7
3 Peta Lokasi Penelitian …………………………………….. 9
4 Kondisi Lokasi Penelitian ………………………………… 10
5 Pengukuran Iklim Mikro Pada Setiap Zonasi Pohon Inang... 12
6 Variasi Pohon yang Ditumbuhi Oleh Epifit ……………….. 17
7 Persebaran Epifit Pada Pohon Inang di Hutan Lindung UB
Forest ……………………………………………………... 18
8 Kekayaan Spesies Epifit di Hutan Lindung UB Forest ….. 20
9 Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’) Epifit di
Setiap Zonasi Pada Pohon Inang ………………………… 21
10 Profil Komunitas Epifit di Hutan Lindung UB Forest …... 23
11 Spesies Epifit Dominan di Hutan Lindung UB Forest …... 24
12 Kelimpahan Inang Berdasarkan Karakter Pohon ………… 27
13 Variasi Kelimpahan Relatif Pohon Inang Berdasarkan
Kerapatan Tajuk ……………………………………..…... 28
14 Permukaan Kulit Batang Pohon Inang Epifit di Hutan
Lindung UB Forest ……………………………..………... 29
15 Interaksi antara Pohon Inang dan Iklim Mikro terhadap
Kelimpahan Epift ……………………………………….... 35
-
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Tabel Kontingensi Epifit Dominan dengan Pohon Inang dan
Eigenvalue Program PAST (Interaksi antara Pohon Inang
dan Iklim Mikro terhadap Kelimpahan Epifit) ……............ 41
-
xiii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
Simbol/singkatan Keterangan
CO Karbon monoksida
CO2 Karbon dioksida
DR Kerimbunan Relatif
FR Frekuensi Relatif
GPS Global Positioning System
H’ Indeks Diversitas Shannon-Wiener
INP Indeks Nilai Penting
KR Kelimpahan Relatif
mdpl Meter di atas Permukaan Laut oC Derajat Celcius
PAST Paleontological Statistic
QGIS Quantum Geographical Information
System
UB Universitas Brawijaya
% Persentase
> Lebih besar
α alfa
cm2 centimeter persegi
ha hektare
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
UB Forest yang terletak di kaki lereng Gunung Arjuna, tepatnya di
Dusun Sumbersari, Desa Tawang Argo, Kecamatan Karangploso,
Kabupaten Malang telah diresmikan pada Senin, 19 September 2016.
UB Forest akan dijadikan sebagai lahan untuk belajar dan kegiatan
penelitian civitas akademika Universitas Brawijaya (UB). Kawasan
ini memiliki luas yang mencapai 554 ha. Hingga saat ini di dalam
kawasan UB Forest terdapat hutan-hutan produksi seperti kopi,
sengon, mahoni dan pinus serta terdapat pula hutan lindung.
Dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 pasal 1, disebutkan
bahwa hutan lindung mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
bagi sistem penyangga kehidupan yaitu untuk mengatur tata air,
mencegah banjir dan erosi, memelihara kesuburan tanah, mengatur
iklim serta sebagai penanggulangan pencemaran udara seperti CO2
(karbon dioksida) dan CO (karbon monoksida). UU No. 41 tahun 1999
dan PP No. 34 tahun 2002 menyebutkan bahwa hutan lindung dapat
dimanfaatkan hanya sebatas pada kawasan, jasa lingkungan dan hasil
hutan. Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat berupa
budidaya tanaman obat dan penangkaran. Sedangkan pemanfaatan
jasa lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi
hutan lindung dengan tidak merusak lingkungan seperti adanya
kegiatan ekowisata, wisata olahraga, pemanfaatan air dan
perdagangan karbon. Bentuk-bentuk pemanfaatan ini ditujukan untuk
meningkatkan pendapatan daerah, kesejahteraan dan kesadaran
masyarakat sekitar hutan akan fungsi dan kelestarian hutan lindung.
Hutan lindung UB Forest memiliki luas sekitar 42 ha atau 7,6 %
dari luasan UB Forest dan terletak pada ketinggian antara 1000-1200
mdpl. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa hutan lindung
yang ada di UB Forest saat ini hampir seluruhnya mengalami
kerusakan yang diakibatkan oleh penebangan pohon hutan dan adanya
konversi lahan. Semakin berkurangnya luas hutan dan berubahnya
fungsi hutan menjadi lahan perkebunan telah memberikan dampak
serius terhadap kualitas lingkungan misalnya peningkatan erosi,
penurunan diversitas pohon dan tumbuhan bawah (ground cover).
Konversi lahan hutan merupakan pemicu terjadinya bencana alam
pada musim hujan seperti tanah longsor atau banjir bandang (Antoko
-
2
dkk., 2008). Selain itu, konversi lahan akan memberikan dampak
negatif bagi keseimbangan ekosistem hutan, termasuk berkurangnya
habitat yang cocok bagi kehidupan tumbuhan yang memerlukan inang
seperti epifit.
Epifit hidup menempel pada tumbuhan lain. Berbeda dengan
parasit, epifit tidak menimbulkan akibat apapun terhadap keberadaan
tumbuhan penopang. Epifit mampu menghasilkan makanan sendiri
serta memiliki akar yang digunakan untuk menyerap air dan nutrisi
(Winkler & Zotz, 2009). Epifit hanya memanfaatkan dukungan fisik
yang disediakan oleh batang, cabang dan ranting dari pohon inang
(Ellis dkk., 2015). Dalam ekosistem hutan tropis, epifit membentuk
komponen utama diversitas biotik. Epifit juga dapat menghasilkan
bahan-bahan organik yang berperan penting dalam sistem pendauran
hara.
Diversitas epifit dalam suatu ekosistem hutan ditentukan oleh
karakteristik pohon inang yaitu tinggi pohon, diameter batang,
penutupan tajuk dan permukaan kulit batang (Koster dkk., 2011).
Pengaruh yang diberikan yaitu dengan adanya ukuran pohon yang
besar maka ruang tumbuh epifit lebih luas sehingga dapat terbentuk
kolonisasi epifit (Callaway dkk., 2002). Faktor lain yang menjadi
pendukung diversitas epifit adalah iklim mikro yang berupa intensitas
cahaya, suhu dan kelembapan. Disebutkan pula oleh Setyawan (2000)
pertumbuhan epifit lebih subur dan banyak ditemukan tunas-tunas
baru pada musim hujan karena pada saat tersebut diversitas dan
kelimpahan epifit mencapai kondisi terbaik. Epifit dibedakan atas
kelompok Bryophyta, Lichenes, Algae, Orchidaceae, Ericaceae,
Melastomaceae dan Pteridophyta (Aththorick dkk., 2007). Namun,
pada penelitian ini pengamatan dibatasi untuk kelompok tertentu
sehingga Lichen dan Bryophyta tidak diamati dan dijadikan sebagai
obyek penelitian.
Ketergantungan diversitas epifit pada pohon dan iklim mikro
menyebabkan jumlah spesiesnya sangat kecil atau sekitar 10 % dari
semua total spesies tumbuhan dalam suatu ekosistem hutan tropis
basah (Aththorick dkk., 2005). Welch (2007) menyebutkan bahwa
epifit merupakan tumbuhan yang rentan terhadap adanya kerusakan
atau deforestasi. Dengan adanya penebangan pohon hutan dan
konversi lahan secara masif di hutan lindung UB Forest menyebabkan
keberadaan epifit di kawasan ini jarang sekali dijumpai. Mengingat
tingginya nilai dan peran epifit tersebut, maka perlu dilakukan
konservasi baik secara in situ maupun ex situ. Oleh karena itu,
-
3
kegiatan eksplorasi epifit pada musim hujan di UB Forest perlu
dilakukan guna melengkapi data-data mengenai profil epifit dan
pohon inang yang tersisa sebagai habitat alaminya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini antara lain adalah:
1. Bagaimana peta distribusi dan profil komunitas epifit pada musim hujan di hutan lindung UB Forest?
2. Bagaimana karakteristik pohon yang menjadi inang epifit di hutan lindung UB Forest?
3. Bagaimana interaksi antara pohon inang dan iklim mikro terhadap kelimpahan epifit di hutan lindung UB Forest?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. menentukan peta distribusi dan profil komunitas epifit pada musim hujan di hutan lindung UB Forest
2. menentukan karakteristik pohon yang menjadi inang epifit di hutan lindung UB Forest
3. menentukan interaksi antara pohon inang dan iklim mikro terhadap kelimpahan epifit di hutan lindung UB Forest.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini antara lain adalah:
1. melengkapi data-data dan informasi bagi pengelola UB Forest mengenai profil epifit dan pohon inangnya serta faktor iklim mikro
sebagai pendukung pertumbuhan dan distribusi epifit
2. memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya keberadaan epifit dalam suatu komunitas hutan, sehingga
masyarakat dapat berperan dalam upaya konservasi di UB Forest
3. dapat dijadikan acuan sebagai pengembangan program konservasi lebih lanjut di UB Forest.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Umum Epifit
Epifit hidup menopang pada tumbuhan lain dan memerlukan
dukungan fisik dari batang, cabang dan ranting pohon inangnya (Ellis
dkk., 2015). Epifit termasuk organisme fotosintetik yang dapat
menghasilkan makanan sendiri dengan menggunakan energi dari sinar
matahari dan bahan baku dasar CO2, air dan nutrisi (Winkler & Zotz,
2009). Epifit dapat berkecambah dan tumbuh dalam rimbunnya tajuk
pohon, hidup berada di lingkungan yang didominasi tutupan tajuk
dengan sistem perakaran yang hanya menempel atau menggumpal
pada pohon (Sujalu, 2007).
Keanekaragaman epifit sangat tinggi di dunia yaitu sebesar 27.614
spesies, 913 genera, 73 famili dan berjumlah hampir 9 % dari
keanekaragaman tumbuhan secara global (Zotz, 2013). Bentuk
kehidupan epifit seringkali didominasi oleh divisi Bryophyta (lumut),
Pterydophyta (paku) dan Orchidaceae (anggrek) (Steenis, 2006).
Pterydophyta dan Orchidaceae tergolong dalam tumbuhan tingkat
tinggi. Tumbuhan ini memiliki bentuk yang beranekaragam, ada yang
berdaun tunggal dan kaku, serta ada yang hampir menyerupai anggrek.
Anggrek epifit menurut Sutiyoso & Sarwono (2005) memiliki daun
yang lebar dan relatif tipis. Seluruh bagian akarnya fungsional dan
menjuntai di udara, sedangkan akar yang menempel di media
(substrat) hanya berfungsi sebagai jangkar, yaitu untuk penahan
tubuhnya.
Ukuran dari epifit bervariasi mulai dari yang sangat kecil
(mikroepifit) atau besar (makroepifit) hingga berbentuk koloni yang
beratnya dapat mencapai beberapa ton dan membungkus hampir
seluruh bagian tumbuhan inangnya (Sujalu, 2007). Pertumbuhan epifit
yang seperti ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor biotik
ataupun abiotik yang berperan secara langsung dan tidak langsung
(Ding dkk., 2016). Epifit yang ada dalam suatu ekosistem hutan sangat
rentan terhadap kepunahan karena adanya laju deforestasi yang tinggi
(Claro dkk., 2009).
2.2 Habitat dan Persebaran Epifit
Epifit ditemukan melimpah dan tersebar di kawasan iklim sedang
dan tropika. Habitat epifit yaitu pada tempat yang lembap, namun
-
5
epifit juga dapat menempati suatu luasan wilayah habitat yang kering.
Selain itu, dapat ditemukan pula pada celah-celah batuan sampai
lumpur basah, air tawar, lantai hutan sampai cabang-cabang dan ketiak
percabangan pohon yang tinggi (Polunin, 1990). Menurut Aththorick
dkk. (2005) lebih dari 10 % pohon-pohon yang ada di dalam hutan
ditumbuhi oleh epifit.
Beberapa epifit menempati zona tertentu pada inangnya, tetapi
kebanyakan menempati semua zona mulai dari bawah, tengah sampai
tajuk pohon (Aththorick dkk., 2005). Epifit dapat ditemukan dari dasar
batang pohon hingga percabangan terluar yang setinggi 50 m atau
bahkan lebih tinggi (Claro dkk., 2009). Keberadaan epifit pada pohon
inang diklasifikasikan menjadi lima zonasi berdasarkan Johansson
(1974) yaitu: (i) Zona 1: bagian bawah atau 1/3 batang pohon utama;
(ii) Zona 2: bagian atas atau 2/3 batang pohon utama; (iii) Zona 3:
percabangan bagian bawah; (iv) Zona 4: percabangan bagian tengah;
dan (v) Zona 5 percabangan terluar/teratas (Gambar 1).
(Modifikasi dari Johansson, 1974) Gambar 1. Zonasi epifit di pohon inang
Pada suatu pohon inang, epifit dapat tersebar secara spesifik pada
kelima zonasi. Hal ini tergantung pada kesediaan cahaya dan nutrisi
-
6
pada bagian batang utama maupun percabangan pohon inang (Yulia
& Yanti, 2010). Menurut Yulia & Budiharta (2011) anggrek epifit
seringkali tumbuh pada zona 3, 4 dan 5 dengan intensitas cahaya yang
cukup. Sedangkan paku epifit seringkali ditemukan melimpah dan
tersebar pada seluruh bagian pohon inang (batang utama dan cabang).
Stratifikasi vertikal dan penyebaran berbagai epifit pada pohon
inang dipengaruhi oleh sinar matahari daripada kelembapan
(Partomihardjo, 1991). Epifit dapat tumbuh dan tersebar secara
optimal pada kondisi cahaya yang cukup dan tajuk pohon yang baik.
Ketersediaan cahaya pada suatu ekosistem hutan dipengaruhi oleh
banyak faktor, yang meliputi tinggi pohon, jenis daun, ukuran daun
dan susunan daun. Adanya gradien cahaya dalam suatu kanopi
menyebabkan epifit yang tumbuh di pohon-pohon tinggi mendapatkan
sinar matahari yang cukup (Reyes dkk., 2008).
2.3 Faktor Pembatas Pertumbuhan Epifit
Faktor iklim mikro berupa intensitas cahaya, suhu dan kelembapan
udara merupakan faktor pembatas yang paling menentukan diversitas
epifit. Selanjutnya diikuti karakteristik pohon dan profil tanah.
Pertumbuhan vegetatif pada tumbuhan tingkat tinggi seperti
Pteridophyta dan Orchidaceae tidak terlalu dipengaruhi oleh
ketersediaan air dan nutrisi yang berasal dari tanah (Laube & Zots,
2003). Hal ini dikatakan juga oleh Ding dkk. (2016) kebutuhan nutrisi
dari tanah kurang membatasi pertumbuhan vegetatif pada epifit
tumbuhan tingkat tinggi karena nutrisi yang digunakan didapatkan
dari udara, air hujan dan hasil sisa dari pembusukan daun.
Angin memiliki peran yang sangat penting untuk diversitas dan
persebaran biji sebagian besar epifit. Anggrek epifit memiliki ratusan
ribu biji hingga berukuran mikron yang mampu melayang di udara
dengan jarak yang jauh dan kemampuan melekat di pohon lain
(Welch, 2007). Karakteristik dari pohon juga menentukan diversitas
epifit. Efek langsung yang diberikan yaitu dengan adanya ukuran
pohon yang besar maka ruang tumbuh epifit lebih luas sehingga epifit
dapat membentuk kolonisasi (Woods dkk., 2015). Sementara itu,
ketinggian tempat dan profil tanah secara tidak langsung
mempengaruhi keanekaragaman spesies epifit (Zhang dkk., 2013).
2.4 Hubungan Epifit dengan Pohon Inang
Ukuran inang yang berupa diameter dan tinggi pohon merupakan
faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran
-
7
epifit (Koster dkk., 2011). Zhao dkk. (2015) menyebutkan diversitas
epifit melimpah pada pohon-pohon yang berukuran besar, selain itu
juga didukung oleh luas penutupan tajuk. Permukaan kulit batang pada
umumnya memiliki karakteristik yang berbeda (misalnya umur kulit,
ketebalan dan tekstur) dari bawah batang sampai ke ujung
percabangan terluar (Batke, 2012). Keragaman epifit pada suatu inang
yang tersebar secara merata juga dipengaruhi oleh kapasitas
penyimpanan air oleh kulit kayu yang menjadi substrat epifit,
komposisi kimia dan kemampuan substrat untuk menopang akar epifit
(Freiberg, 2000).
(Kirby, 2003)
Gambar 2. Permukaan kulit batang pohon yang berpengaruh terhadap
diversitas epifit. Keterangan: (a) Berpori dan pecah-pecah
(b) Berserat (c) Mengelupas
Pada umumnya permukaan kulit batang yang disukai oleh epifit
yaitu yang memiliki celah dan mengelupas. Celah pada kulit batang
bermanfaat bagi epifit karena mampu menahan air dan nutrisi,
sementara kulit batang yang mengelupas membantu epifit untuk
menempel (Kirby, 2013). Nawawi dkk. (2014) juga mengatakan
bahwa epifit tumbuh pada tumbuhan penopang yang umumnya
a c b
-
8
memiliki karakteristik tekstur kulit tebal, beralur, berserabut dan
memiliki kulit yang keras namun tidak ditemukan asosiasi secara
khusus antara epifit dengan spesies penopangnya. Di samping itu,
menurut Wagner dkk. (2015) spesies penopang epifit berkorelasi
dengan tipe habitat, hal ini dikarenakan epifit pada umumnya memilih
habitat dengan keragaman pohon inang atau atau variabilitas iklim
yang tinggi. Maka dari itu, pertumbuhan epifit pada pohon-pohon di
hutan hujan pengunungan tropis lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan di habitat hutan hujan dataran rendah.
2.5 Peran dan Nilai Penting Epifit
Epifit memegang peranan penting dalam suatu ekosistem hutan
tropika basah. Kelimpahan dan diversitas epifit berkorelasi positif
dengan keragaman spesies inang. Area dengan keragaman spesies
inang yang tinggi merupakan habitat yang disukai oleh epifit
(Catchpole dkk., 2004). Oleh karena itu, keberadaan epifit merupakan
penciri suatu ekosistem hutan yang menunjukkan jumlah total pohon
yang ada di hutan (Ellis dkk., 2015). Pada rantai makanan, epifit
berperan sebagai penyedia sumber makanan bagi burung-burung
hutan. Selain itu, sebagian epifit memiliki kemampuan untuk
menyimpan air hingga kapasitas mencapai dua galon sebagai
cadangan air dan nutrisi yang kemudian dilepaskan kembali dalam
sistem hutan. Keberadaan epifit juga dapat dijadikan sebagai indikator
kualitas udara karena materi organik yang dilepaskannya (Welch,
2007; Reinert & Fontoura, 2009).
Epifit berperan untuk mengatur sistem pendauran hara dan
membentuk habitat untuk beberapa hewan seperti serangga arboreal
(Claro dkk., 2009). Semakin banyak organisme yang datang, maka
akan semakin besar kemungkinan akan terjadi penyerbukan dan
penyebaran biji. Dalam kehidupan manusia, epifit juga dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman hias, obat-obatan, kerajinan maupun
makanan seperti anggrek bulan (Cattleya sp.), Dendrobium, paku
tanduk rusa (Platycerium bifurcatum), paku sarang burung (Asplenium
nidus), dan suplir (Adiantum sp.) (Romaidi dkk., 2012). Vanilla
planifolia termasuk dalam famili Orchidaceae yang dikonsumsi dan
buahnya bernilai ekonomi tinggi yang saat ini telah berkembang
menjadi tanaman budidaya di Indonesia (Rosman, 2005).
-
9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 hingga Juli
2017. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Februari
hingga Maret di hutan lindung UB Forest yang berada di Desa Tawang
Argo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Analisis data
dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
3.2 Deskripsi Area Studi
UB Forest terletak di kaki Gunung Arjuna dan memiliki luas 554
ha. Secara geografis UB Forest terletak pada ketinggian sekitar 1000-
1200 mdpl. UB Forest terdiri dari hutan produksi dan juga hutan
lindung. Pengambilan data dilakukan di hutan lindung yang terletak di
Dusun Sumbersari dan Ngenep (Gambar 3).
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
SUMBERSARI
NGENEP
-
10
Hutan produksi yang ada di UB Forest ditanami berbagai macam
jenis tanaman antara lain kopi, sengon, mahoni, alpukat dan pinus.
Sementara itu, keberadaan hutan lindung sudah sangat terancam
dikarenakan di kawasan hutan ini hampir seluruhnya telah didominasi
oleh tanaman-tanaman produksi bahkan tidak jarang keberadaan
ground cover juga digantikan oleh tanaman-tanaman seperti singkong
dan talas (Xanthosoma sagittifolium) (Gambar 4). Hal ini
menyebabkan jarangnya pohon-pohon hutan yang ditemui di dalam
kawasan hutan lindung. Dampak negatif lain yang ditimbulkan yaitu
rawannya longsor pada saat musim hujan sehingga tidak jarang
ditemukan pohon yang tumbang. Kondisi yang demikian akan
berdampak buruk untuk ekosistem hutan.
Gambar 4. Kondisi lokasi penelitian. Keterangan: (a) Penampakan
hutan lindung UB Forest (b) Jalur tracking (c)
Penampakan atas hutan lindung
a b
c
-
11
3.3 Analisis Pohon Inang
Eksplorasi dilakukan sepanjang jalur jelajah di hutan lindung UB
Forest. Vegetasi pohon yang ditemukan di sepanjang jalur dicatat
nama spesies dan ciri-ciri morfologi seperti tinggi pohon, diameter
batang, permukaan kulit batang dan luasan penutupan tajuk serta
dicatat titik koordinat menggunakan Global Positioning System
(GPS). Pohon yang banyak ditumbuhi oleh epifit dianggap mewakili
komunitas epifit pada ekosistem tersebut sehingga metode yang
digunakan untuk mengkaji epifit adalah metode purposive sampling.
Pohon yang diamati kemudian dikelompokkan berdasarkan kriteria
strata, diameter batang dan penutupan tajuknya. Dimana ketentuan
stratifikasi pohon mengacu pada Ewusie (1990) yaitu Strata A
memiliki tinggi pohon >30 m, Strata B dengan tinggi 20-30 m, Strata
C tingginya 4-20 m, Strata D dengan tinggi 1-4 m dan Strata E 0-1 m.
3.4 Analisis Epifit
Prosedur pengamatan epifit mengacu pada Setyawan (2000) yaitu
dengan dibuat petak contoh berukuran 50x50 cm2 sebanyak satu kali
pada setiap zonasi epifit, dimana zonasi epifit ini ditentukan
berdasarkan metode Johansson (1974). Keberadaan epifit di luar petak
contoh diakumulasikan apabila epifit pada inang dalam kondisi
tersebar dan jumlahnya merata sedikit. Sementara itu, pengamatan
epifit dilakukan menggunakan teropong binokuler. Parameter yang
diamati adalah nama spesies, kelimpahan dan kerimbunan.
3.5 Pengukuran Iklim Mikro
Pengukuran terhadap iklim mikro dilakukan saat melakukan
analisis komunitas epifit. Pengambilan data meliputi intensitas cahaya
(klux) dengan menggunakan luxmeter, suhu (oC) dengan
menggunakan termometer laser dan kelembapan udara (%) dengan
psikrometer. Pengukuran terhadap intensitas cahaya dan kelembapan
udara hanya dilakukan di bawah tajuk pohon (zonasi 1), hal ini
dikarenakan kondisi dan tempat (zonasi 2-5) yang tidak
memungkinkan untuk dijangkau. Sementara itu, suhu dapat diukur di
setiap zonasi (Gambar 5).
3.6 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian expost-facto dan deskriptif
eksploratif. Variabel yang digunakan yaitu variabel bebas, variabel
-
12
moderator dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas dalam
pengamatan adalah pohon inang yang meliputi tinggi pohon, diameter
batang, permukaan kulit batang, luas penutupan tajuk dan zonasi
habitat epifit. Sementara itu, variabel terikat yaitu epifit yang meliputi
jenis spesies, kelimpahan, frekuensi dan indeks diversitas. Iklim mikro
sebagai variabel moderator dalam penelitian ini.
Gambar 5. Pengukuran iklim mikro pada setiap zonasi pohon inang
3.7 Analisis Data
Data yang sudah diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan
menggunakan program Ms. Excel 2016 dan program PAST 3.14
(Hammer dkk., 2001). Data diolah untuk menentukan kelimpahan,
kerimbunan, frekuensi, kelimpahan relatif, kerimbunan relatif,
frekuensi relatif, Indeks Nilai Penting (INP), kekayaan taksa, H’
(Indeks diversitas Shannon-Wiener) dan asosiasi antara epifit dominan
dengan spesies inang.
Untuk menentukan nilai kelimpahan yakni dengan menghitung
jumlah individu dalam petak contoh. Kemudian kelimpahan relatif
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (persamaan 1):
-
13
KR𝑖 =K𝑖
∑K𝑖 x 100% …….. (1)
Keterangan:
KRi = Kelimpahan relatif spesies i
Ki = Kelimpahan spesies i
Sementara itu, kerimbunan dihitung dengan perkiraan penutupan
kanopi tumbuhan tersebut dalam petak sampling. Kerimbunan relatif
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (persamaan 2):
DR𝑖 =D𝑖
∑D𝑖 x 100% …….. (2)
Keterangan:
DRi = Kerimbunan relatif spesies i
Di = Kerimbunan spesies i
Frekuensi diketahui dengan mengamati seberapa sering suatu spesies
ditemukan dalam petak sampling. Frekuensi relatif diperoleh dengan
perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut (persamaan 3):
FR𝑖 =F𝑖
∑F𝑖 x 100% …….. (3)
Keterangan:
FRi = Frekuensi relatif spesies i
Fi = Frekuensi spesies i
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menentukan dominansi
atau peranan spesies dalam ekosistem tersebut. INP memiliki kisaran
antara 0-300 %. Nilai ini dihitung dengan menjumlahkan KR
(Kelimpahan Relatif), DR (Kerimbunan Relatif) dan FR (Frekuensi
Relatif) sebagai berikut (persamaan 4):
INP𝑖 = KR𝑖 + DR𝑖 + FR𝑖 …….. (4) Keterangan:
INPi = Indeks Nilai Penting spesies i
KRi = Kelimpahan relatif spesies i
DRi = Kerimbunan relatif spesies i
FRi = Frekuensi relatif spesies i
Data kelimpahan spesies epifit yang diperoleh digunakan untuk
menentukan nilai H’ dengan rumus sebagai berikut (persamaan 5):
-
14
H′ = − (KR𝑖
100) ∗ (
(Log(KR𝑖
100)
Log (2)) ……… (5)
Keterangan:
H’ = Indeks Diversitas Shannon-Wiener
KRi = Kelimpahan relatif spesies i
Asosiasi dapat ditentukan secara kuantitatif berdasarkan ada
tidaknya spesies epifit pada masing-masing spesies inang
menggunakan rumus Chi-square yaitu sebagai berikut (persamaan 6):
X2 =n([ad−bc]−0,5 n)2
(a+c)(b+d)(c+d)(a+b) ………. (6)
Keterangan:
X2 = Nilai Chi-square
a = Jumlah pohon spesies X yang ditumbuhi epifit
spesies Y dari semua pohon
b = Jumlah pohon selain spesies X yang ditumbuhi
epifit spesies Y dari semua pohon
c = Jumlah pohon spesies X yang tidak ditumbuhi epifit
Y dari semua pohon
d = Jumlah pohon selain spesies X yang tidak
ditumbuhi epifit spesies Y
n = a+b+c+d
Nilai X2 hitung dibandingkan dengan X2 tabel (α=0,1, db=1 yaitu 2,71)
dengan ketentuan X2 hitung > X2 tabel maka diantara dua spesies
terdapat asosiasi yang, sedangkan X2 hitung < X2 tabel maka diantara
dua spesies tidak terdapat asosiasi. Apabila diantara spesies terdapat
asosiasi maka untuk mengetahui derajat asosiasi dilakukan uji lebih
lanjut dengan menentukan koefisien asosiasi (C) dengan rumus
sebagai berikut (persamaan 7):
C =(ad−bc)
√(a+c)(b+d)(c+d)(a+b) ………. (7)
Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan bahwa
asosiasi diantara spesies semakin kuat. Asosiasi yang positif
menunjukkan bahwa kedua spesies membutuhkan peryaratan hidup
yang sama sedangkan asosiasi negatif menunjukkan kedua spesies
tidak saling berkaitan.
-
15
Profil penjumpaan pohon dianalisis menggunakan analisis statistik
deskriptif untuk menentukan karakteristik pohon inang. Pohon inang
dan iklim mikro dengan epifit digambarkan secara multivariat
menggunakan analisis biplot dengan program PAST 3.14. Data
koordinat GPS penjumpaan pohon inang diintegrasikan dalam peta
satelit Google Earth dan QGIS 2.4 kemudian ditampilkan dalam
bentuk peta persebaran epifit di hutan lindung UB Forest.
-
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Epifit pada Pohon Inang dan Area Hutan Lindung
UB Forest
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di hutan lindung UB
Forest tidak semua pohon yang diamati ditumbuhi oleh epifit.
Meskipun jumlah pohon hutan sedikit dan tidak rapat, epifit masih
dijumpai dengan persebaran yang bervariasi pada setiap pohon inang.
Variasi tersebut antara lain jumlah epifit sedikit, sedang dan banyak.
Jumlah epifit dikatakan sedikit dan sedang apabila epifit tidak
ditemukan pada semua zonasi. Jumlah epifit dikatakan banyak apabila
keberadaan epifit rapat pada bagian percabangan pohon dan juga
terdapat epifit yang tumbuh pada bagian pangkal batang (Gambar 6).
Setiap spesies pohon juga memiliki karakteristik yang berbeda.
Karakter inilah yang mempengaruhi persebaran epifit pada pohon
inang. Pohon yang memiliki diameter batang besar (D>50 cm)
berpotensi lebih besar pula untuk ditumbuhi oleh epifit, namun tidak
berarti pohon yang lebih kecil tidak dapat ditumbuhi oleh epifit.
Karakteristik permukaan kulit batang juga berpengaruh terhadap
persebaran epifit karena karakter kulit batang ini akan mendukung
keberadaan substrat epifit. Selain itu juga terdapat kondisi iklim
mikro, dimana pada bagian bawah dan tengah banyak mendapatkan
naungan dari tajuk pohon sehingga akan membentuk iklim mikro yang
berbeda dibandingkan dengan kondisi bagian tajuk. Bagian bawah dan
tengah pohon lebih lembap sedangkan untuk bagian tajuk pohon
merupakan bagian yang lebih kering karena terkena sinar matahari.
Intensitas cahaya diamati sangat bervariasi seiring variasi cuaca pada
musim hujan. Menurut Katili (2014), persebaran epifit pada setiap
pohon ini lebih dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dan
kondisi iklim mikro lainnya.
Ketergantungan kelimpahan dan diversitas epifit terhadap
keberadaan pohon inang menyebabkan persebarannya mengikuti per
sebaran pohon. Jarangnya pohon-pohon hutan yang ditemukan akan
menyebabkan kecilnya populasi epifit yang ada. Seperti halnya di
hutan lindung UB Forest, karena hampir keseluruhan di sekitar jalur
tracking area hutan lindung dijadikan area produksi maka persebaran
pohon yang menjadi inang epifit sangat rendah baik di wilayah hutan
lindung Sumbersari maupun Ngenep (Gambar 7). Populasi inang yang
-
17
rendah akan menyebabkan rendahnya populasi epifit dan epifit yang
tumbuh cenderung menyukai habitat terbuka dengan penyinaran
matahari yang tinggi.
Gambar 6. Variasi pohon yang ditumbuhi oleh epifit. Keterangan: (a)
Tidak ada epifit (b) Jumlah epifit sedikit (c) Jumlah epifit
sedang (d) Jumlah epifit banyak
4.2 Profil Diversitas dan Komunitas Epifit di Hutan Lindung UB
Forest
Berdasarkan penelitian, epifit yang ditemukan di hutan lindung UB
Forest terdiri dari empat kelompok yaitu Pteridophyta, Orchidaceae,
Piperaceae dan Araceae. Secara keseluruhan jumlah epifit yang
ditemukan di hutan lindung UB Forest dengan luas area sekitar 42 ha
a b
c d
-
18
Gambar 7. Persebaran epifit pada pohon inang di hutan lindung UB Forest
18
-
19
ditemukan adalah 2322 individu, yang terdiri dari 19 spesies dan 6
famili.
Kekayaan spesies epifit dari masing-masing kelompok bervariasi.
Jumlah spesies dari Pteridophyta (paku-pakuan) ditemukan paling
banyak yaitu sembilan spesies (Gambar 8a) yang terdiri dari Davallia
trichomanoides, Belvisia spicata, Drynaria quersifolia, Drynaria
rigidula, Pyrrosia longifolia, Asplenium nidus, Nephrolepis sp.,
Pyrrosia sp. dan P. numularifolia. Famili Orchidaceae ditemukan
tujuh spesies yang terdiri dari Dendrobium linearifolium, Vanda sp.,
Coelogyne sp., Eria hyacinthoides, Liparis javanica, Eria
monostachya, dan Liparis viridiflora. Selanjutnya dua spesies dari
famili Piperacae yaitu Peperomia pellucida dan Peperomia sp. Dari
Famili Araceae hanya ditemukan satu spesies yaitu Colocasia sp. Jenis
dari Pteridophyta ini melimpah di alam diduga karena sifatnya yang
toleran terhadap kondisi di hutan lindung UB Forest dengan
lingkungan yang terbuka dan intensitas cahaya yang tinggi. Sujalu
(2007) menyatakan bahwa Pteridophyta seringkali ditemukan dalam
bentuk tunggal maupun berkoloni dengan jumlah yang melimpah,
kaya jenis dan tersebar secara merata, dimana persebaran ini lebih
dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Selanjutnya penyebaran
Pteridophyta sangat luas karena spora yang dimiliki sangat mudah
diterbangkan oleh angin maupun serangga (Aththorick, 2007).
Berdasarkan pembagian zonasi oleh Johansson (1974) maka
ditemukan adanya variasi jumlah pada persebaran spesies epifit yang
menempel pada pohon inangnya. Epifit yang ditemukan di UB Forest
ini lebih beranekaragam dari batang utama hingga pangkal
percabangan bawah. Zonasi 1-3 ditumbuhi keempat kelompok epifit,
namun tidak semua kelompok epifit ditemukan pada zonasi 4 dan 5.
Piperaceae tidak ditemukan tumbuh pada zonasi 4, sedangkan spesies
dari kelompok Araceae tidak ditemukan pada zonasi 5 (Gambar 8b).
Hal ini disebabkan oleh ketersediaan dan dukungan nutrisi yang
tersedia pada pohon inang yang mendukung persebaran spesies epifit
tersebut. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Setyawan (2000)
menyebutkan bertambahnya ketinggian pohon maka kemampuan air
tanah merambat ke atas melalui permukaan batang berkurang
sedangkan air hujan yang tercurah pada pohon akan menguap atau
tertarik oleh gravitasi bumi, sehingga kadar air pada pangkal batang
relatif lebih tinggi dari pada di pangkal batang. Akibatnya
pertumbuhan epifit akan lebih beranekaragam dan subur di pangkal
pohon.
-
20
Gambar 8. Kekayaan spesies epifit di hutan lindung UB Forest.
Keterangan: (a) Variasi kekayaan spesies epifit
berdasarkan taksa (b) Kekayaan spesies epifit berdasarkan
variasi zonasi pada pohon inang
Indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) epifit pada setiap zonasi
bervariasi dan tergolong keanekaragaman sedang sampai tinggi yang
berkisar antara 2,05-3,25 (Gambar 9). Zonasi 4 memiliki
keanekaragaman epifit yang paling tinggi (3,25). Keanekaragaman
epifit yang tumbuh lebih sedikit ditemui pada batang utama pohon
inang, hal ini ditunjukkan oleh nilai H’ yaitu 2,05. Nilai H’ yang
bernilai H’
-
21
komunitas epifit di hutan lindung UB Forest yang pada masa ini
tergolong sedang hingga tinggi menandakan bahwa komunitas epifit
di hutan lindung ini tergolong belum stabil. Komunitas epifit ini
memiliki potensi untuk mengalami perkembangan kearah yang lebih
baik atau bahkan sebaliknya. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya
beberapa faktor pendukung pertumbuhan epifit antara lain pohon
inang dan intensitas cahaya.
Gambar 9. Nilai indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) epifit di
setiap zonasi pada pohon inang
Persebaran epifit secara vertikal pada pohon inang dipengaruhi
oleh faktor yang luas dan sangat kompleks. Menurut Marsusi dkk.
(2001) persebaran epifit khususnya Famili Orchidaceae banyak
ditemukan pada zonasi 3 karena sangat memungkinkan untuk
menahan dan menyimpan air dan zat hara lebih besar. Pada bagian ini
percabangan pohon memiliki derajat kemiringan yang lebih kecil
bahkan cenderung datar, sehingga mampu untuk menahan air hujan
atau embun pagi yang dibutuhkan bagi kehidupan epifit. Selain itu,
lokasi ini lebih memungkinkan untuk dekomposisi berbagai jenis
serasah dan debu sebagai tempat menempelnya substrat.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa epifit
menempati bagian-bagian percabangan pohon mulai dari percabangan
bawah hingga percabangan atas dan lebih dominan di zonasi 4. Hal ini
diduga karena ketersediaan ruang pada bagian percabangan pohon
lebih mendukung untuk pertumbuhan epifit. Meskipun ukuran pada
2.05 2.12
2.49
3.25
2.69
0
1
2
3
4
1 2 3 4 5
Ind
eks
Div
ersi
tas
(H')
Zonasi
-
22
bagian percabangan pohon relatif lebih kecil, namun bagian tersebut
memiliki ranting dengan karakter yang lebih baik untuk pertumbuhan
epifit. Ketersediaan substrat memberikan kemudahan dalam
persebaran dan pelekatan akar epifit.
Struktur komunitas epifit di hutan lindung UB Forest sebagian
besar disusun oleh kelompok Pteridophyta yaitu D. trichomanoides
yang memiliki nilai kerapatan dan kerimbunan paling tinggi (48,28
dan 33,00 %). Sementara itu berdasarkan nilai kehadiran, spesies
epifit ditemukan merata keberadaannya pada setiap pohon (Gambar
10). INP merupakan nilai dominansi spesies yang menunjukkan
peranan spesies tersebut dalam suatu ekosistem. Tumbuhan D.
trichomanoides diamati mendominasi pada kelompok Pteridophyta
yaitu sebesar 141,72 %. Spesies ini ditemukan melimpah baik dalam
bentuk koloni maupun individu. Keberadaannya ditemukan hampir
pada setiap bagian pohon. Tingginya INP D. trichomanoides
menunjukkan bahwa spesies ini merupakan tumbuhan yang memiliki
kemampuan beradaptasi dan memperbanyak diri dengan baik pada
kondisi lingkungan di hutan lindung UB Forest. Spesies ini
merupakan spesies yang lebih menyukai intensitas cahaya yang tinggi
(Yusuf, 2009). Xing dkk. (2013) mengatakan bahwa D.
trichomanoides ini menyukai habitat yang basah, namun tidak jarang
juga ditemui pada tempat yang kering dengan intensitas cahaya yang
tinggi. Spesies ini seringkali ditemui pada tempat yang terbuka dengan
ketinggian tempat sekitar 100-3500 mdpl. Selain keberadaan D.
trichomanoides menjaga keseimbangan suatu ekosistem hutan, epifit
ini memiliki karakter morfologi yang menarik sehingga cocok apabila
dijadikan sebagai tanaman hias.
Pada Famili Orchidaceae terjadi kodominasi antara D.
linearifolium (67,24 %), Vanda sp. (61,47 %) dan Coelogyne sp.
(57,10%). Kelompok Orchidaceae ini merupakan epifit yang
ditemukan lebih banyak di hutan lindung UB Forest. Persebaran
Orchidaceae yang luas ini dipengaruhi oleh sifatnya yang tahan
terhadap intensitas cahaya yang tinggi. Menurut Comber (1990) D.
linearifolium sering dijumpai tumbuh subur pada pohon dengan
penyinaran cahaya matahari penuh karena sifatnya yang sangat toleran
terhadap cahaya. Vanda sp. juga merupakan spesies yang mampu tumbuh dengan ketersediaan intensitas cahaya yang tinggi di lahan
terbuka seperti percabangan pohon terluar. Sama halnya dengan
Coelogyne sp. yang juga mampu tumbuh pada lingkungan yang
memiliki intensitas cahaya yang tinggi dan biasanya ditemukan pada
-
23
pohon-pohon di daerah sekitar sungai (Charles & Barker, 2015).
Berdasarkan hal tersebut maka spesies dominan dari Famili
Orchidaceae yang ditemukan di hutan lindung UB Forest merupakan
spesies yang memiliki sifat toleran terhadap keadaan lingkungan
terbuka dengan pencahayaan yang tinggi.
Gambar 10. Profil komunitas epifit di hutan lindung UB Forest.
Keterangan: (a) Nilai Kerapatan Relatif (KR),
Kerimbunan Relatif (DR) dan Frekuensi Relatif (FR)
(b) Indeks Nilai Penting (INP)
Famili Piperaceae ditunjukkan oleh spesies Peperomia pellucida
(183,08 %). Tumbuhan P. pellucida ini merupakan salah satu spesies
dari Famili Piperaceae yang memiliki batang berair. Berdasarkan
pengamatan, spesies ini ditemukan di tempat yang lembap dan ter-
naungi di percabangan bawah. Hal ini sesuai dengan Gunawan (2016)
48.2833.00
0
20
40
60
80
100
KR DR FR
Nil
ai
rela
tif
(%)
141.72
67.24
61.47
57.10
183.08
0
50
100
150
200
250
300
Pte Orc Pip Ara
INP
(%
)
Colocasia esculenta Peperomia sp. Peperomia pellucida
Liparis viridiflora Eria monostachya Liparis javanica
Eria hyacinthoides Coelogyne sp. Vanda sp.
Dendrobium linearifolium Pyrrosia numularifolia Pyrrosia sp.
Nephrolepis sp. Asplenium nidus Pyrrosia longifolia
Drynaria rigidula Drynaria quersifolia Belvisia spicata
Davallia trichomanoides
a b
-
24
Gambar 11. Spesies epifit dominan di hutan lindung UB Forest.
Keterangan: (a) D. trichomanoides (b) D. linearifolium
(c) Coelogyne sp. (d) Vanda sp. (e) P. pellucida (f)
Colocasia sp.
c d
a b
e f
-
25
yang menyebutkan bahwa spesies ini menempati daerah yang lembap
dan teduh pada ketinggian hingga 2000 mdpl. Peperomia ini
merupakan genus yang paling banyak jumlahnya dan tersebar di
daerah-daerah terbuka, area hutan dan hutan hujan tropis.
Kelompok Araceae pada area pengamatan hanya ditemukan satu
spesies yaitu Colocasia sp. Tumbuhan ini memiliki ukuran morfologi
yang relatif besar dibandingkan epifit yang lain. Maka dari itu,
tumbuhan ini banyak ditemukan tumbuh di bagian pangkal batang dan
percabangan bawah karena lokasi tersebut dinilai mampu untuk
menopang pertumbuhan akarnya. Colocasia sp. seringkali ditemukan
tumbuh di hutan primer, sekunder, di lahan-lahan kosong, atau di
sekitar perbukitan maupun pegunungan. Spesies ini menyukai tempat-
tempat yang terbuka dengan penyinaran penuh serta mudah tumbuh
pada lingkungan dengan suhu 25-30 oC dan kelembapan tinggi
(Siarudin dkk., 2014).
4.3 Karakteristik Pohon yang Menjadi Inang Epifit di Hutan
Lindung UB Forest
Jumlah pohon yang dijumpai di hutan lindung UB Forest yaitu
sebanyak 98 individu yang terdiri dari 16 spesies dan 12 famili (Tabel
1). Pohon dari Famili Urticaceae ditemukan dengan jumlah yang
paling banyak yaitu 31 individu atau 31,6 % dari keseluruhan total
pohon. Spesies yang termasuk dalam Famili Urticaceae diantaranya
adalah L. sinuata (23,4 %) dan Laportea sp. (8,2 %). Kemudian dari
Lithocarpus sundaicus yang memiliki jumlah individu sebanyak 21
individu (21,4 %).
Pohon yang ditemui di hutan lindung UB Forest mayoritas
menempati strata C yaitu 79,6 %, diikuti strata B 11,2 % dan strata A
9,2 %. Dari 98 pohon yang ditemukan hanya terdapat 56,12 % yang
menjadi inang bagi epifit. Pohon dengan strata C teramati memiliki
jumlah kelimpahan paling besar (Gambar 12a). Pohon strata A yang
banyak ditumbuhi oleh epifit adalah E. spicata sebanyak empat
individu, pada strata B enam individu oleh L. sundaicus dan pohon
dari strata C yang seringkali ditumbuhi oleh epifit adalah spesies L.
sinuata sebanyak 13 individu.
Keseluruhan pohon yang ditemukan dibagi menjadi beberapa
kelompok berdasarkan ukuran diameter batangnya yaitu 10-19,9; 20-
29,9; 30-39,9; 40-40,9; dan >50 cm. Pohon yang memiliki diameter
>50 cm ditemukan lebih banyak di hutan lindung yaitu sebanyak 53
-
26
Tabel 1. Daftar pohon di hutan lindung UB Forest
No. Nama
Lokal Nama Ilmiah Famili
Keberadaan
epifit (Ind)
Jml
(Ind)
+ -
1 Kemiri Aleuritas moluccana Euphorbiaceae 1 1 2
2 Sukun Artocarpus communis Moraceae 0 2 2
3 Kebek Barringtonia racemosa Lecythidaceae 3 0 3
4 Kaliandra Calliandra haematocephala Fabaceae 1 4 5
5 Kukrup Engelhardtia spicata Juglandaceae 6 1 7
6 Gondang Ficus variegata Moraceae 4 3 7
7 Jati Putih Gmelina arborea Verbenaceae 0 1 1
8 Waru Gunung Hibiscus macrophyllus Malvaceae 0 6 6
9 Kemaduh Laportea sinuata Urticaceae 13 10 23
10 Conges Laportea sp. Urticaceae 6 2 8
11 Pasang Lithocarpus sundaicus Fagaceae 13 8 21
12 - Litsea sp. Lauraceae 3 0 3
13 Alpukat Persea americana Lauraceae 4 0 4
14 Puspa Schima walichii Theaceae 0 3 3
15 Kayu Sena Senna spectabilis Fabaceae 1 1 2
16 Anggrung Trema orientalis Cannabaceae 0 1 1
Total 55 43 98
Keterangan: (+): ada epifit; (-): tidak ada epifit
individu dan sebesar 66 % atau 35 individu yang ditumbuhi oleh epifit
(Gambar 12b). Spesies pohon yang memiliki diameter pohon >50 cm
ditemukan terbanyak pada spesies L. sundaicus dan L. sinuata masing-
masing sebanyak 11 individu. Pohon dengan kelas diameter batang
>50 cm ditemukan lebih banyak yang ditumbuhi oleh epifit
dibandingkan kelas diameter yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa
epifit di hutan lindung UB Forest menyukai pohon dengan diameter
yang besar atau >50 cm. Pohon dengan diameter besar dapat
meningkatkan ketersediaan tempat untuk melekatnya akar epifit dan
memungkinkan terjadinya kolonisasi epifit menjadi lebih banyak
dalam kurun waktu yang lebih lama.
Keberadaan epifit pada pohon inang tidak hanya dipengaruhi oleh
karakter tumbuhan penopangnya yaitu tinggi pohon dan diameter
batang, melainkan terdapat faktor lain yang mempengaruhi yaitu iklim
mikro (Laube & Zotz, 2003). Setiap individu dari spesies pohon
memiliki kondisi iklim mikro yang berbeda tergantung pada tinggi
pohon, tipe daun dan susunan daunnya. Tidak hanya itu, percabangan
dan ukuran daun juga memiliki perbedaan pada setiap individu pohon.
Akibatnya terjadi variasi penutupan tajuk pada setiap individu spesies
-
27
pohon. Hal ini menyebabkan adanya gradien cahaya dalam suatu
kanopi (Reyes dkk., 2008).
Gambar 12. Kelimpahan inang berdasarkan karakter pohon.
Keterangan: (a) Pengelompokkan berdasarkan kriteria
stratifikasi (b) Pengelompokkan berdasarkan ukuran
diameter batang
13
7
0
10
20
30
40
A B C A B C
Ada epifit Tidak ada epifit
Ju
mla
h I
nd
ivid
u (
Ind
/Sp
)
Strata
11
11
0
10
20
30
40
10-19.9 19.9-29.9 30-39.9 40-49.9 ≥50 10-19.9 19.9-29.9 30-39.9 40-49.9 ≥50
Ada Epifit Tidak Ada Epifit
Ju
mla
h I
nd
ivid
u (
Ind
/Sp
)
D (cm)
Aleuritas moluccana Artocarpus communisBarringtonia racemosa Calliandra haematocephalaEngelhardtia spicata Ficus variegataGmelina arborea Hibiscus macrophyllusLaportea sinuata Laportea sp.Lithocarpus sundaicus Litsea sp.Persea americana Schima walichii
b
a
-
28
Luasan tajuk pohon menggambarkan persentase penutupan lahan.
Pohon yang ditemukan di hutan lindung UB Forest dikelompokkan
menjadi tajuk yang rapat dan jarang. Penutupan tajuk pohon yang
rapat akan menyebabkan adanya kompetisi oleh antar vegetasi yang di
bawah pohon termasuk epifit untuk memperoleh sinar matahari, air
dan unsur hara. Pohon yang banyak ditumbuhi oleh epifit di hutan
lindung UB Forest merupakan pohon yang memiliki penutupan tajuk
rapat yaitu sebanyak 32 individu atau sebesar 58,18 % (Gambar 13).
Gambar 13. Variasi kelimpahan relatif pohon inang berdasarkan
kerapatan tajuk
Luasan tajuk ini memiliki karakter dan penampilan yang bervariasi
yang dipengaruhi oleh komposisi genetik masing-masing spesies.
Kelompok pohon dengan penutupan tajuk yang rapat diduga mampu
memberikan naungan yang optimal dan mendukung keberadaan
nutrisi yang cukup bagi epifit. Tajuk yang rapat memiliki percabangan
batang yang banyak dan letak daun yang rapat sehingga memberikan
celah yang banyak bagi substrat epifit. Reyes dkk. (2008) menyatakan
bahwa epifit dapat tumbuh dan tersebar secara optimal pada kondisi
cahaya yang cukup dan penutupan tajuk pohon yang baik.
Kehadiran epifit pada spesies inang juga mendapat dukungan dari
karakter permukaan kulit batang. Permukaan kulit batang pohon yang
ditemui di hutan lindung memiliki karakter yang mengelupas hingga
58.1853.49
41.8246.51
0
20
40
60
80
100
Ada Epifit Tidak Ada Epifit
Kel
imp
ah
an
Rel
ati
f (%
)
Jarang
Rapat
-
29
retak (Gambar 14). Kulit batang yang demikian memudahkan
penempelan substrat. Sesuai dengan pernyataan Kirby (2013) pada
umumnya permukaan kulit batang yang disukai oleh epifit yaitu yang
memiliki celah dan mengelupas. Celah pada kulit batang bermanfaat
bagi epifit karena mampu menahan air dan nutrisi, sementara kulit
batang yang mengelupas membantu epifit untuk menempel pada
inang.
Gambar 14. Permukaan kulit batang pohon inang epifit di hutan
lindung UB Forest
Tumbuhnya suatu spesies akan memungkinkan terjadi interaksi
diantara keduanya. Interaksi tersebut terjadi untuk memberikan
keuntungan atau kerugian. Spesies yang mampu bersaing akan
menang dan sebaliknya. Selain itu, ada juga interaksi antar spesies
yang tidak memberikan pengaruh apapun antara satu dengan yang
lainnya. Pada penelitian ini asosiasi antara spesies epifit dengan
spesies inang ditentukan secara kuantitatif berdasarkan kehadiran
spesies epifit pada inang. Maka dari itu, asosiasi antara epifit dominan
ditentukan dengan dua spesies pohon yaitu L. sinuata dan E. spicata.
Berdasarkan hasil uji asosiasi yang dilakukan terhadap spesies epifit
dominan dengan pohon inang, hanya ditemukan empat yang
berasosiasi secara nyata dan positif yaitu antara L. sinuata dengan P.
pellucida, E. spicata dengan Coelogyne sp. dan E. spicata dengan
Vanda sp. (Tabel 2). Sementara asosiasi negatif terjadi pada E. spicata
-
30
dengan B. spicata. Asosiasi positif terjadi diduga karena kesesuaian
kondisi iklim mikro, habitat dan karakter pohon inang.
Tabel 2. Hasil perhitungan X2 (Nilai Chi-square) antara epifit dominan
dengan pohon inang
Pohon Epifit Nilai
hitung X2
Koefisien
asosiasi Keterangan
L. sinuata D. trichomanoides 1,29 -0,11 Tidak ada asosiasi
B. spicata 1,03 -0,08 Tidak ada asosiasi
D. linearifolium 0,01 0,07 Tidak ada asosiasi
Coelogyne sp. 0,38 -0,04 Tidak ada asosiasi
Vanda sp. 0,35 -0,06 Tidak ada asosiasi
P. pellucida 3,40 0,09(+) Ada asosiasi
Colocasia sp. 0,11 -0,13 Tidak ada asosiasi
E. spicata D. trichomanoides 0,58 -0,07 Tidak ada asosiasi
B. spicata 3,33 -0,18(-) Ada asosiasi
D. linearifolium 0,14 0,04 Tidak ada asosiasi
Coelogyne sp. 7,57 0,28(+) Ada asosiasi
Vanda sp. 5,22 0,23(+) Ada asosiasi
P. pellucida 0,23 0,05 Tidak ada asosiasi
Colocasia sp. 1,31 0,12 Tidak ada asosiasi
Keterangan: α=0,1 yaitu 2,71; α=0,05 yaitu 3,84
(+): Asosiasi positif; (-): Asosiasi negatif
Sebagian besar epifit yang dijumpai tidak berasosiasi dengan inang.
Hal ini diduga karena epifit tidak membutuhkan inang yang spesifik
untuk tumbuh. Kehadiran suatu epifit dipengaruhi oleh kemampuan
adaptasi pada habitatnya, karakter epifit serta faktor pendukung
penyebaran epifit. Pertumbuhan dan persebaran sebagian besar epifit
di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman pada umumnya tidak
dipengaruhi oleh spesies inangnya. Hal ini dikarenakan terdapat
spesies epifit yang tidak berasosiasi secara khusus dengan tumbuhan
inang seperti yang telah dilaporkan oleh Nawawi dkk. (2014).
Diversitas dan persebaran biji epifit khususnya anggrek dipengaruhi
oleh angin. Anggrek epifit memiliki ratusan ribu biji hingga berukuran
mikron yang mampu melayang di udara dengan jarak yang jauh
dengan kemampuan melekat di pohon lain (Welch, 2007). Begitu pula
dengan Pteridophyta yang memiliki spora yang dengan sangat mudah
dapat diterbangkan oleh angin (Aththorick, 2007).
-
31
Faktor penyebar lain yang menentukan keberadaan epifit pada
pohon inang adalah serangga dan burung (Wisnugroho, 1998).
Keberadaan serangga yang juga memanfaatkan epifit sebagai
habitatnya sangat memungkinkan untuk menyebarkan biji atau spora
epifit ke pohon lainnya. Hal ini mungkin terjadi saat serangga tersebut
melakukan perpindahan. Begitu pula dengan burung yang hinggap
pada suatu pohon, biji epifit yang berukuran kecil tentu memiliki
potensi untuk terbawa oleh burung saat terbang mencari makan dan
berpindah dari satu pohon ke pohon yang lainnya. Biji epifit ini
mampu terbawa oleh burung baik bersama makanannya atau
menempel pada kakinya. Romaidi dkk. (2012) menyebutkan bahwa
semakin banyak organisme yang datang maka akan semakin besar
pula kemungkinan akan terjadi penyerbukan dan penyebaran biji atau
spora.
4.4 Interaksi antara Pohon Inang dan Iklim Mikro terhadap
Kelimpahan Epifit
Iklim mikro bervariasi dari lantai hutan hingga tajuk, hal ini dapat
dilihat dari nilai suhu pada Tabel 3. Selain itu, iklim mikro juga
bervariasi dari satu pohon ke pohon lainnya yang ditunjukkan oleh
kisaran nilai intensitas cahaya dan kelembapan relatif udara. Pada
umumnya hutan tropis memiliki iklim mikro bervariasi secara vertikal
yaitu dari tajuk sampai ke lantai hutan dan secara horizontal dari satu
lokasi ke lokasi lain (Sujalu, 2007). Intensitas cahaya yang sampai di
lantai hutan dan suhu udara lebih rendah dibandingkan dengan puncak
tajuk. Hasil pengukuran terhadap intensitas cahaya terlihat bervariasi
dan memiliki rentang nilai yang tinggi karena kondisi cuaca di lapang
yang sering dan cepat berubah-ubah mulai dari panas, mendung
hingga hujan gerimis maupun hujan deras. Sebaliknya kelembapan
udara di lantai hutan lebih tinggi dibandingkan dengan di puncak
tajuk. Variasi vertikal nilai intensitas cahaya dan kelembapan pada
penelitian ini tidak dapat ditunjukkan (Tabel 3) dikarenakan
pengukuran faktor ini dilakukan di bawah pohon (Zonasi 1/pangkal
batang) dan tidak dilakukan pada semua bagian pohon (batang utama
dan percabangan).
Analisis biplot yang dilakukan untuk menentukan hubungan antara
karakteristik pohon, iklim mikro habitat epifit dan kelimpahan epifit
menunjukkan bahwa kelimpahan epifit tertinggi pada pohon
berdiameter besar (Gambar 15). Diameter batang yang besar
-
32
berpotensi memiliki kelimpahan epifit yang tinggi, memberikan cukup
tempat untuk penumpukan serasah dan mendukung pertumbuhan serta
penyebaran epifit. Welch (2007) melaporkan bahwa ukuran diameter
batang pohon yang besar berkontribusi pada luas media tumbuh epifit
sehingga epifit mudah berkolonisasi.
Tabel 3. Kisaran kondisi iklim mikro pada pohon inang di hutan
lindung UB Forest
No. Unsur Iklim Zonasi
1 2 3 4 5
1. Suhu (oC) 19-25 20-26 20-27 20-27 19-27
2. Intensitas cahaya (klux) 120-22000 - - - -
3. Kelembapan relatif (%) 76-100 - - - -
Keterangan: Tanda (-) menunjukkan bahwa faktor tidak diukur
Berdasarkan analisis biplot ditunjukkan bahwa pohon besar
teramati lebih banyak di hutan lindung Sumbersari dibandingkan
Ngenep. Kelimpahan Orchidaceae tertinggi pada lokasi terdedah
intensitas cahaya yang tinggi, sementara epifit Pteridophyta lebih
banyak tumbuh di zona dengan intensitas cahaya yang lebih rendah.
Gambar 15. Interaksi antara pohon inang dan iklim mikro terhadap
kelimpahan epifit
-
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Epifit yang ditemukan di area hutan lindung UB Forest adalah 2322 individu yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu Pteridophyta,
Orchidaceae, Piperaceae dan Araceae. Pteridophyta memiliki
spesies yang lebih banyak berdasarkan diversitas maupun
kelimpahan secara vertikal dan nilai kehadiran individu
menunjukkan semua spesies tersebar secara merata pada pohon
inang. INP menunjukkan D. trichomanoides merupakan kelompok
Pteridophyta yang dominan dengan nilai 141,72 %, sedangkan
pada Orchidaceae terjadi kodominansi antara D. linearifolium
(67,24 %), Vanda sp. (61,47 %) dan Coelogyne sp. (57,10%),
selanjutnya pada kelompok Piperaceae ditunjukkan oleh spesies
Peperomia pellucida (183,08 %) dan hanya ditemukan satu spesies
untuk golongan Araceae yaitu Colocasia sp. Keragaman spesies
tinggi ditemukan pada zonasi 4 berdasarkan nilai H’ yaitu 3,25.
2. Pohon inang yang ditemukan di area pengamatan adalah sebanyak 98 pohon dan 55 pohon yang ditumbuhi oleh epifit. Karakteristik
pohon yang menjadi inang epifit umumnya memiliki diameter
batang yang >50 cm dengan tinggi pohon yang berkisar antara 4-
20 m atau berada pada strata C. Epifit lebih menyukai inang dengan
penutupan tajuk yang rapat dan permukaan kulit batang yang retak
hingga mengelupas.
3. Kelimpahan epifit tertinggi dijumpai pada pohon berdiameter batang besar. Kelimpahan Orchidaceae tertinggi pada area dengan
intensitas cahaya tinggi, sementara epifit Pteridophyta ditemukan
banyak tumbuh pada area dengan intensitas cahaya yang rendah.
5.2 Saran
1. Untuk kepentingan pengembangan penelitian disarankan kepada pihak terkait untuk mengoptimasi penggunaan lahan hutan
lindung dengan mempertahankan aspek dan fungsinya agar
diperoleh manfaat dan peranan hutan itu sendiri secara optimal.
Artinya mengelola pemanfaatan hutan lindung dan tidak
mengalihfungsikan sebagai lahan produksi secara berlebihan.
-
34
2. Hutan lindung UB Forest saat ini masih memiliki keanekaragaman epifit yang tergolong rendah. Maka terdapat dua
kemungkinan bagi epifit yaitu berpotensi untuk mengalami
perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk mengingat
epifit merupakan tumbuhan yang rentan terhadap kerusakan dan
deforestasi, oleh karena itu pemantauan secara berkala perlu
dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur komunitas epifit
di hutan lindung UB Forest.
-
35
DAFTAR PUSTAKA
Antoko, B.S., Sanudin & A. Sukmana. 2008. Perubahan fungsi hutan
di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Info Hutan 4(5):307-
316.
Aththorick, T.A., P. Nursahara & Yulinda. 2005. Komposisi dan
stratifikasi makroepifit di Hutan Wisata Tangkahan Taman
Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat. Jurnal
Komunikasi Penelitian 17(2): 1-8.
Aththorick, T.A., E.S. Siregar & S. Hartati. 2007. Kekayaan jenis
makroepifit di Hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser
(TNGL) Kabupaten Langkat. Jurnal Biologi Sumatera 2(1): 12-
16.
Batke, S. 2012. Epiphytes: A study of the history of canopy research.
The Plymouth Student Scientist 5(1): 253-268.
Callaway, R.M., K.O. Reinhart, G.W. Moore, D.J. Moore & S.C.
Pennings. 2002. Epiphyte host preferences and host traits:
mechanisms for species-specific interactions. Oecologia 132:
221-230.
Catchpole, D. 2004. The ecology of vascular epiphytes on a Ficus
L. host (Moraceae) in a Peruvian Cloud Forest. School of
Geography and Environmental Studies, University of Tasmania.
Thesis.
Charles & M. Barker. 2015. Orchid species culture.
http://www.orchidculture.com. Diakses 12 Juni 2017.
Claro, K.D., P.S. Oliveira & V. Rico-Gray. 2009. Tropical biology
and conservation management. United Kingdom. EOLSS
Publishers.
Comber, J.B. 1990. Orchids of Java. The Bentham-Moxon Trust
Royal. Botanic Gardens. London.
Ding, Y., G. Liu, R. Zang, J. Zhang, X. Lu & J. Huang. 2016.
Distribution of vascular epiphytes along a tropical elevational
gradient: disentangling abiotic and biotic determinants.
Scientific Reports 6: 1-11.
Ellis, C.J., S. Eaton, M. Theodoropoulos & K. Elliot. 2015. Epiphyte
communities and indicator species, an ecological guide for
Scotland’s woodlands. Royal Botanic Garden. Edinburgh.
Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar ekologi tropika. Institut Teknologi
Bandung Press. Bandung.
-
36
Fachrul, N.F. 2007. Metode sampling bioekologi. Bumi Aksara.
Jakarta.
Freiberg, M. 2000. Epiphyte diversity and biomass in the canopy of
lowland and montane forests in Ecuador. Journal Tropical
Ecology 16: 673–688.
Gunawan, A.S. 2016. Inventarisasi tumbuhan famili sirih-sirihan
(Piperaceae) di Resort Andongrejo-Bandealit, Taman
Nasional Meru Betiri (TNMB) Kabupaten Jember. Biologi
FMIPA, Universitas Jember. Jember. Skripsi.
Hammer, O., D.A.T. Harper & P.D. Ryan. 2001. PAST.
Palaeontological Statistic software package for education and
data analysis. Palaeontologia Eloctronica 1(4): 1-9.
Johansson, D.R. 1974. Ecology of vascular epiphytes in West African
Rainforest. Acta Phytogeographica Suecica 59: 1-29.
Katili, A.S. 2014. Deskripsi pola penyebaran dan faktor bioekologis
tumbuhan paku (Pteridophyta) di kawasan Cagar Alam Gunung
Ambang subkawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Gorontalo,
Sulawesi Utara 1-12.
Kirby, C. 2013. The New Zealand epiphyte network.
http://www.nzepiphytenetwork.org/blog/new-zealands-top-10-
hos t-trees. Diakses 04 Januari 2017.
Koster, N., J. Nieder & W. Barthlott. 2011. Effect of host tree traits on
epiphyte diversity in natural and anthropogenic habitats in
Ecuador. Biotropica 43: 685–694.
Laube, S. & G. Zotz. 2003. Which abiotic factors limit vegetative
growth in a vascular epiphyte?. Functional ecology 17: 598-
604.
Marsusi, C. Mukti, Y. Setiawan, S. Kholidah & A. Viviati. 2001. Studi
keanekaragaman anggrek epifit di Hutan Jabolarangan.
Biodiversitas 2(2): 150-155.
Nawawi, G.R., Indriyanto & Duryat. 2014. Identifikasi jenis epifit dan
tumbuhan yang menjadi penopangnya di blok perlindungan
dalam kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman.
Jurnal Sylva Lestari 2(3): 39-48.
Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Partomihardjo, T. 1991. Kajian komunitas epifit di Hutan
Dipterocarpaceae Lahan Pamah, Wanariset-Kalimantan Timur
sebelum kebakaran hutan. Media Konservasi 3(3): 57-66.
-
37
Polunin. 1990. Pengantar geografi tumbuhan dan beberapa ilmu
serumpun. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Reinert, F. & T. Fontoura. 2009. Epiphytes. Tropical Biology and
Conservation Management 14: 1-31.
Reyes, G.C., H. Griffiths, E. Rincon & P. Huante. 2008. Niche
differentiation in tank and atmospheric epiphytic bromeliads of
a seasonally dry forest. Biotropica 40(2): 168-175.
Romaidi, M. Solikha & E.B. Minarno. 2001. Jenis-jenis paku epifit
dan tumbuhan inangnya di Tahura Ronggo Soeryo Cangar. El-
Hayah 3(1): 8-15.
Rosman, R. 2005. Status dan strategi pengembangan Panili di
Indonesia. Perspektif 2(4): 43-54.
Setyawan, A.D. 2000. Tumbuhan epifit pada tegakan pohon Schima
wallichii (D.C.) Korth. di Gunung Lawu. Biodiversitas 1(1): 14-
20.
Siarudin, M., A. Sudomo, Y. Indrajaya, T. Puspitojati & N.
Mindawati. 2016. Hutan Rakyat Manglid, status riset dan
pengembangan. Forda Press. Bogor.
Steenis, C.G. 2006. The mountain flora of Java. Koninklijke Bril
NV, Leiden. Netherlands.
Sujalu, A.P. 2007. Identifikasi keanekaragaman paku-pakuan
(Pteridophyta) epifit pada hutan bekas tebangan di Hutan
Penelitian Malinau, Cifor Seturan. Media Konservasi 12(1): 38-
48.
Sutiyoso, Y. & B. Sarwono. 2005. Merawat anggrek. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wagner, K., M. Glenda & G. Zotz. 2015. Host specificity in vascular
epiphytes: a review of methodology, empirical evidence and
potential mechanisms. Journal for Plant Sciences 7: 1-25.
Welch, R. 2007. Epiphytes: An ecosystem contained within an
ecosystem. Tropical Field Courses, Western Program, Miami
University. Costa Rica.
Winkler, U. & G. Zotz. 2009. Highly efficient uptake of phosphorus
in epiphytic Bromeliads. Annals of Botany 103: 477-484.
Wisnugroho, 1998. Asosiasi antara jenis-jenis anggrek epifit
dengan pohon inang pada kawasan hutan Wanmori
Oransbari Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari.
Fakultas Pertanian, Universitas Cenderawasih. Manokwari.
Skripsi.
-
38
Woods, C.L., C.L. Cardelus & S.J. DeWalt. 2015. Microhabitat
associations of vascular epiphytes in a wet tropical forest
canopy. Journal of Ecology 103(2): 421-430.
Xing, F. W., F. G. Wang & H. P. Nooteboom. 2013. Davalliaceae.
Science Press. Beijing.
Yulia, N.D. & R.M. Yanti. 2010. Epiphytic orchids and their host trees
in Penanggungan Mountain, Pasuruan, East Java. Penelitian
Hayati 4A: 37-40.
Yulia, N.D. & S. Budiharta. 2011. Epiphytic orchids and host trees
diversity at Gunung Manyutan Forest Reserve, Wilis Mountain,
Ponorogo, East Java. Biodiversitas 12(1): 22-27.
Yusuf, M.A.M. 2009. Keanekaragaman tumbuhan paku
(Pteridophyta) di kawasan Cagar Alam Gebugan
Kabupaten Semarang. Jurusan Biologi, FMIPA. Universitas
Negeri Semarang. Skripsi.
Zhang, J., W.D. Kissling, & F. He. 2013. Local forest structure,
climate and human disturbance determine regional distribution
of boreal bird species richness in Alberta, Canada. Journal
Biogeography 40: 1131–1142.
Zhao, M., N. Geekiyanage, J. Xu, M.M. Khin, D.R. Nurdiana, E.
Paudel & R.D. Harrison. 2015. Structure of the epiphyte
community in a Tropical Montane Forest in SW China. PLoS
ONE 10(4): 1-19.
Zotz, G. 2013. The systematic distribution of vascular epiphytes-a
critical update. Botanical Journal of the Linnean Society 171:
453-481.
1. Bagian Depan.pdf2. BAB I.pdf3. BAB II.pdf4. BAB III.pdf5. BAB IV.pdf6. BAB V.pdf7. DAFTAR PUSTAKA.pdf