profil keterampilan berpikir kritis siswa sekolah...
TRANSCRIPT
Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya
Sabtu, 21 November 2015
Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor
FP-123
Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Menengah Atas dalam Materi Suhu dan
Kalor Menggunakan Instrumen Tes Berpikir Kritis Ennis
Desti Ritdamaya*, Andi Suhandi
Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Pendidikan Fisika UPI
FMIPA Pasca Sarjana UPI
Abstrak. Keterampilan berpikir kritis berperan penting bagi siswa dalam menganalisis pemikiran,
argumen, masalah dengan teliti berdasarkan kredibilitas sumber data dan informasi; berusaha
memberikan penilaian terhadap pemikiran, argumen, masalah dengan benar; mampu memecahkan
permasalahan dengan logis dalam berbagai situasi dan membuat keputusan berdasarkan pertimbangan
bukti dan fakta yang relevan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang profil
keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor. Metode penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif dengan sampel penelitian sebanyak 42 siswa Tahun Akademik 2015/2016 pada salah satu
Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Instrumen penelitian berupa tes
essay yang dikonstruksi berdasarkan indikator keterampilan berpikir kritis yang dikemukakan oleh
Ennis, yaitu klarifikasi dasar (elementary clarification), dasar mengambil keputusan atau dukungan
(basic support), inferensi (inference), klarifikasi lanjut (advanced clarification); strategi dan taktik
(strategies and tactics). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa masih
tergolong rendah yaitu 25,7 % siswa mampu dalam indikator klarifikasi dasar, 33,6 % siswa mampu
dalam indikator dasar mengambil keputusan atau dukungan, 12,4 % siswa mampu dalam indikator
inferensi, 11,4 % siswa mampu dalam indikator klarifikasi lanjut dan 7,14 % siswa mampu dalam
indikator strategi dan taktik. Penelitian ini akan menjadi dasar pijakan peneliti untuk melakukan
penelitian lanjut.
Kata Kunci : Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa, Sekolah Menengah Atas, Suhu dan Kalor,
Berpikir Kritis Ennis
1. Pendahuluan
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu kompetensi pembelajaran fisika
dalam pendekatan saintifik. Artinya baik proses maupun asesmen pembelajaran fisika
harus berorientasi untuk menumbuhkan dan membentuk keterampilan berpikir kritis
siswa.
Berpikir kritis adalah penalaran dan berpikir reflektif yang difokuskan untuk
memutuskan apa yang diyakini dan dilakukan (Ennis, 1993). Istilah keterampilan
berpikir kritis mengacu pada kemampuan khusus yang diperoleh melalui pengalaman
atau latihan untuk melakukan tugas tertentu secara baik, Keterampilan berpikir kritis
inipun menekankan pada kinerja aktual dalam melaksanakan tugas. Dengan
demikian, istilah keterampilan dipahami sebagai kemampuan yang ada dalam diri
(innerability) dan sebagai sesuatu operasi yang dapat diidentifikasi (Ennis & Norris
dalam Lambertus, 2009).
*email : [email protected]
Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Menengah Atas dalam Materi Suhu … FP- 124
Ada karakteristik tertentu yang menunjukkan bahwa seseorang berpikir kritis antara
lain berpikir terbuka, mencoba mendapatkan informasi yang benar dan menjelaskan
kesimpulan yang dibutuhkan dengan teliti, mengumpulkan dan menilai informasi
yang relevan, menggunakan ide-ide abstrak untuk interpretasi secara efektif,
menganalisis masalah kompleks dan berpikir lebih efektif dalam berbagai situasi.
Keterampilan berpikir kritis termasuk kategori keterampilan berpikir kompleks dan
tingkat tinggi (higher order thinking skills). Facione (1992) mengidentifikasi
keterampilan berpikir kritis masuk dalam domain kognitif meliputi interpretasi,
analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan dan regulasi diri. Council of Chief State
School Officers and The Public Consulting Group (CCSSO, 2013) juga menyatakan
hal yang sama bahwa keterampilan berikir kritis termasuk higher order thinking
skills, dalam revisi taksonomi Bloom termasuk tingkat menganalisa (analyzing),
mengevaluasi (evaluating) dan mencipta (creating).
Keterampilan berpikir kritis bukanlah keterampilan bawaan sejak lahir sehingga
keterampilan ini dapat diterapkan, dilatih dan dikembangkan melalui proses dan
asesmen pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru sebagai mediator dan
fasilitator mendesain dan menerapkan pendekatan, model atau strategi yang dapat
memfasilitasi dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Sistem asesmen yang tepat dengan memberikan stimulus dan latihan secara kontinu
juga dapat melatih dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini
karena asesmen berperan sebagai feedback bagi guru agar dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pembelajarannya dari waktu ke waktu yang mengarah pada
ketercapaian keterampilan berpikir kritis siswa. Feedback bagi siswa tentang kualitas
keterampilan berpikir kritisnya sehingga siswa akan mencoba untuk
meningkatkannya dengan belajar lebih baik dari materi-materi yang menstimulus
berpikir kritis.
Ennis (1985) mengemukakan ada lima indikator keterampilan berpikir kritis. Setiap
indikator terdiri atas sub indikator yang memiliki keterkaitan makna satu sama
lainnya. Penjabaran indikator dan sub indikator keterampilan berpikir kritisnya
sebagai berikut :
1. Klarifikasi dasar (elementary clarification), meliputi : memfokuskan
pertanyaan; menganalisis argumen; mengajukan pertanyaan dan menjawab
pertanyaan klarifikasi atau tantangan
2. Dasar dalam mengambil keputusan atau dukungan (the basis for the decision/
basic support), meliputi : mempertimbangkan kredibilitas sumber; melakukan
observasi dan menilai laporan observasi
3. Inferensi (inference), meliputi : deduksi dan menilai deduksi; induksi dan
menilai induksi; membuat dan menilai pernyataan nilai
FP- 125
Desti Ritdamaya dkk
4. Klarifikasi lanjut (advanced clarification), meliputi : mendefinisikan istilah
dan menilai definisi; mengidentifikasi asumsi
5. Strategi dan taktik (strategies and tactics), meliputi : menentukan tindakan;
berinteraksi dengan orang lain
Dalam dunia pendidikan, keterampilan berpikir kritis akan berperan memberikan
motivasi bagi siswa dalam belajar dengan memberikan kontrol pemikiran. Selain itu
siswa akan dapat menganalisis informasi yang datang dari luar dengan penilaian
terbaik (Baylon, 2014). Keterampilam berpikir kritis dapat meningkatkan pencapaian
prestasi dalam konten materi pada siswa. Karena dengan berpikir kritis siswa belajar
dengan cara berpikir yang baru, konten materi dapat terinternalisasi dalam pemikiran
sehingga dapat menghasilkan pemikiran, pemahaman dan keyakinan baru. Selain itu
dapat memunculkan serangkaian pertanyaan baru yang menjadi alat wawasan dan
sudut pandang baru (Lunenburg, 2011).
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini fokus pada keterampilan berpikir kritis
siswa khususnya siswa Sekolah Menengah Atas. Tujuan dari penelitian ini untuk
memperoleh gambaran tentang profil keterampilan berpikir kritis siswa. Pertanyaan
yang akan dijawab yaitu bagaimana profil keterampilan berpikir kritis siswa Sekolah
Menengah Atas dalam materi suhu dan kalor.
2. Metode Penelitian
Untuk mengetahui profil keterampilan berpikir kritis siswa, maka metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Sampel penelitian diambil
dengan metode sampel bertujuan (purposive sampling) yang melibatkan 42 siswa
Tahun Akademik 2015/2016 pada salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Data dikumpulkan menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk tes essay materi
suhu dan kalor dengan jumlah 10 soal, yang dikonstruksi berdasarkan indikator
keterampilan berpikir kritis yang dikemukakan oleh Ennis.
Data yang sudah terkumpul dilakukan penskoran dan dihitung persentase siswa yang
menjawab benar dan salah. Setelah dilakukan persentase, tahap selanjutnya dianalisis
secara deskriptif berdasarkan tafsiran persentase sebagai berikut:
Tabel 1. Tafsiran Persentase Keterampilan Berpikir Kritis
No Persentase (%) Tafsiran
1 0 Tidak ada
2 1-25 Sebagian kecil
3 26-49 Hampir setengahnya
4 50 Setengahnya
5 51-75 Sebagian besar
Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Menengah Atas dalam Materi Suhu … FP- 126
6 76-99 Hampir seluruhnya
7 100 Seluruhnya
(Arikunto, 2001)
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil penskoran dan persentase keterampilan berpikir kritis siswa disajikan dalam
Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Rekapitulasi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
No Indikator
Keterampilan
Berpikir Kritis
Presentase
(%)
Tafsiran
1 Klarifikasi dasar 25,7 Sebagian kecil dari siswa
mampu dalam indikator
klarifikasi dasar
2 dasar mengambil
keputusan atau
dukungan
33,6 Hampir setengahnya dari siswa
mampu dalam indikator dasar
mengambil keputusan atau
dukungan
3 inferensi 12,4 Sebagian kecil dari siswa
mampu dalam indikator
inferensi
4 Klarifikasi lanjut 11,4 Sebagian kecil dari siswa
mampu dalam indikator
klarifikasi lanjut
5 strategi dan taktik 7,14 Sebagian kecil dari siswa
mampu dalam indikator strategi
dan taktik
Berdasarkan Tabel 2 di atas ada empat indikator dari lima indikator keterampilan
berpikir kritis yang diujikan, hanya sebagian kecil siswa yang mampu dalam
menguasainya yaitu klarifikasi dasar, inferensi, klarifikasi lanjut serta strategi dan
taktik. Sedangkan pada indikator dasar mengambil keputusan dan dukungan hampir
setengahnya siswa mampu menguasainya. Hasil data ini menunjukkan bahwa
keterampilan berpikir kritis siswa dapat dikategorikan rendah, yang berarti masih
banyak siswa sangat kesulitan dalam menguasai keterampilan berpikir kritis.
Rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa ini disebabkan karena siswa belum
dibiasakan, diterapkan dan dilatih dalam keterampilan berpikir kritis baik melalui
proses maupun asesmen pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis belum menjadi
orientasi dan fokus utama guru fisika di sekolah. Hal ini bersesuaian dengan hasil
FP- 127
Desti Ritdamaya dkk
observasi dalam studi pendahuluan yang dilakukan penulis di beberapa sekolah
terkait proses dan asesmen pembelajaran fisikanya.
Proses pembelajaran fisika di sekolah masih didominasi oleh metode ceramah. Proses
pembelajaran seperti ini masih bersifat teacher centered. Padahal proses
pembelajaran yang mampu untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan
berpikir kritis pada siswa adalah proses pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membangun dan mengkonstruksi pengetahuan dan
pemahamannya sendiri terhadap produk keilmuan fisika. Artinya pembelajaran harus
bersifat student centered. Implikasinya produk keilmuan fisika ini akan dipahami
secara lebih mendalam hakikatnya oleh siswa, tidak menjadikannya sebagai
kebenaran final tetapi selalu berusaha untuk membuktikan kevalidannya dengan
bukti yang logis dan kuat.
Beberapa model pembelajaran yang bersifat student centered yang berpengaruh
terhadap peningkatan keterampilan berikir kritis siswa antara lain :
1. Pembelajaran berbasis inkuiri (Azizmalayeri et.al, 2012; Greenwald, R & Ian
J. Quitadamo, 2014)
2. Pembelajaran berbasis pemecahan masalah (Fauziyah, 2013; Masek & Yamin,
2012).
3. Pembelajaran kooperatif (Nezami.et.al, 2013; Alfianti.dkk, 2013).
4. Model pembelajaran kontekstual (Sugiarti & Bija, 2012; Manao, 2013)
5. Model pembelajaran siklus (Yuliati, 2013)
6. Model pembelajaran konflik kognitif (Sutisna, 2013)
7. Model pembelajaran berbasis proyek (Sastrika dkk, 2013)
8. Model pembelajaran discovery (Pratiwi, 2014).
Sistem asesmen/penilaian pembelajaran fisika di sekolah, kebanyakan mengunakan
tes tertulis yang berbasis penguasaan konsep. Nuryani (2008) juga menyatakan hal
yang sama bahwa titik berat hasil belajar masih terfokus pada penguasaan konsepnya,
maka selama ini instrumen yang dikembangkan pun senantiasa terkait dengan
pengukuran pencapaian konsep.
Guru fisika jarang menerapkan asesmen yang mengukur atau mendiagnosis
keterampilan berpikir kritis siswa dengan alasan dalam Ujian Nasional pun
keterampilan berpikir kritis tidak menjadi fokus utama. Sehingga siswa pun jarang
dibiasakan dan dilatih untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya melalui
asesmen pembelajaran.
Lambertus (2009) menyatakan bahwa melatih keterampilan berpikir kritis dapat
dilakukan dengan pemberian soal-soal tidak rutin atau tugas-tugas yang berhubungan
dengan dunia nyata dan terkait dengan kehidupan sehari-hari, asalkan penyajiannya
disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak.
Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Menengah Atas dalam Materi Suhu … FP- 128
4. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa rendah
yaitu 25,7 % siswa mampu dalam indikator klarifikasi dasar, 33,6 % siswa mampu
dalam indikator dasar mengambil keputusan atau dukungan, 12,4 % siswa mampu
dalam indikator inferensi, 11,4 % siswa mampu dalam indikator klarifikasi lanjut dan
7,14 % siswa mampu dalam indikator strategi dan taktik. Diperlukan suatu proses dan
asesmen pembelajaran yang tepat untuk melatih, mengembangkan dan meningkatkan
aspek keterampilan berpikir kritis siswa tersebut.
Saran
Untuk melatih, mengembangkan dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran fisika di sekolah harus student centered sehingga siswa
diberikan kesempatan untuk membangun dan mengkonstruksi pengetahuan
dan pemahamannya sendiri terhadap produk keilmuan fisika.
2. Sistem asesmen dalam pembelajaran fisika mengukur aspek keterampilan
berpikir kritis dengan pemberian soal-soal tidak rutin atau tugas-tugas yang
berhubungan dengan dunia nyata dan terkait dengan kehidupan sehari-hari
Daftar Pustaka
1. Alfianti, dkk. (2013). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model Reciprocal
Teaching Dengan Teknik Example Non Example Terhadap Berpikir Kritis Dan
Hasil Belajar Siswa (Siswa Kelas XI Man 2 Jember). Pancaran, Vol. 2, No. 3,
hal 187-200, Agustus 2013.
2. Arikunto, Suharsimi. ( 2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara:
Jakarta.
3. Azismalayeri, K.et.al. (2012). The Impact of Guided Inquiry Methods of
Teaching on The Critical Thinking of High School Students. Journal of
Education And Practice. Vol 3, No 10, 2012
4. Baylon, E.M. (2014). Effects of Classroom Assessment on the Critical Thinking
and Academic Performance of Students. Asia Pacific Journal of
Multidisciplinary Research. Vol.2,No.1.February 2014.
5. Council of Chief State School Officers and The Public Consulting Group. (n.d.).
Bloom’s critical thinking cue questions. Handout dipresentasikan pada The
Curriculum Institute annual conference. Diakses pada maret 2015. Tersedia :
http://www.curriculuminstitute.org/conferencearchives/handouts/CCSSO%20Qu
e%20Questions.pdf 6. Ennis, R.H.(1985). Logical Basis for Measuring Critical Thinkin g Skills.
Educational Leadership,43(2), 44-48. Diakses Februari 2015. Tersedia :
http://www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead/el_198510_ennis.pdf
FP- 129
Desti Ritdamaya dkk
7. Ennis, R.H.(1993). Critical Thinking Asessement. Theory Into Practice. Volume
32, Number 3, Summer 1993.
8. Facione, P.A. (1992). Critical Thinking What It Is and Why It Counts. Insight
Assessment. Diakses Februari 2015. Tersedia : www.student.uwa.edu.au 9. Fauziya, S. (2013). The Effectiveness of PBL Online on Physics Student’s
Creativity and Critical Thinking : A Case Study at Universiti Malaysia Sabah.
International Journal of Education and Research. Vol I. No.3.March 2013.
10. Greenwald, R & Ian J. Quitadamo. (2014). A Mind of Their Own: Using
Inquiry-based Teaching to Build Critical Thinking Skills and Intellectual
Engagement in an Undergraduate Neuroanatomy Course. The Journal of
Undergraduate Neuroscience Education (JUNE), Spring 2014, 12(2):A100-
A106
11. Lambertus. (2009). Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis Dalam
Pembelajaran Matematika di SD. Forum Kependidikan. Volume 28, Nomor 2,
Maret 2009.
12. Lunenburg, F.C.(2011). Critical Thinking and Constructivism Technique for
Improving Students Achievements. National Forum of Teacher Educational
Journal. Volume 21, Number 3, 2011.
13. Manao, H. (2013). Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And
Learning (CTL) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Kemampuan
Berpikir Kritis Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Magister
UNIMED. Diakses Maret 2015. Tersedia : http://digilib.unimed.ac.id
14. Masek & Yamin. (2012). The Impact of Instructional Methods on Critical
Thinking:A Comparison of Problem-Based Learning and Conventional
Approach in Engineering Education. International Scholarly Research Network.
Volume 2012, Article ID 759241, 6 pages.
15. Nezami.et.al. (2013). The Effect of Cooperative Learning On the Critical
Thinking of High School Students. TJEAS Journal.-2013-3-19/2508-2514.
16. Pratiwi, F.A. (2014). Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning Dengan
Pendekatan Saintifik Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Artikel
Pendidikan. Diakses maret 2015. Tersedia : http://jurnal.untan.ac.id
17. Rustaman, Nuryani. (2008). Habits of Mind in Learning Science and Its
Assessment. Makalah Pendidikan. Diakses Februari 2015. Tersedia :
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032. 18. Sastrika, dkk. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap
Pemahaman Konsep Kimia Dan Keterampilan Berpikir Kritis. e-Journal
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.Volume 3 Tahun 2013.
19. Sugiarti & Bija, S. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IA SMA Negeri 3 Watansoppeng.
Jurnal Chemica.Vo/. 13 Nomor 1 Juni 2012, 77 – 83
20. Sutisna, A. (2013). Pengembangan Model Pembelajaran Konflik Kognitif Untuk
Memfasilitasi Perubahan Konseptual Dan Peningkatan Keterampilan Berpikir
Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Menengah Atas dalam Materi Suhu … FP- 130
Kritis Siswa Pada Materi Termokimia. Tesis Magister Pada Sps Upi. Tidak
Diterbitkan.
21. Yuliati. (2013). Pengaruh Model Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa : Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas
X Akuntansi SMK Pasundan 1 Kota Bandung Dalam Kompetensi Dasar
Membukukan Jurnal Penyesuaian Perusahaan Dagang Tahun Ajaran 2012/2013.
Skripsi pada S1 UPI. Diakses Maret 2015. Tersedia : http://repository.upi.edu