proposal berpikir kritis
DESCRIPTION
rahasiaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang
yang mempunyai nilai strategis bagi keberlangsungan peradaban suatu bangsa
didunia. Hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai sesuatu
yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara.
Begitu juga dengan indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang
penting dan utama. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan
potensi baik intelektual, fisik, emosional, mental, sosial ahlak dan etika
melalui pendidikan. Untuk menciptakan dan memperoleh pendidikan yang
berkualitas perlu adanya perhatian penting dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
pendidik dan merupakan sumber belajar pada suatu lingkungan pembelajaran.
Konsep pembelajaran menurut Corey (1986) adalah suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-konsisi khusus atau
menghailkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan
subset khusus dari pendidikan. Mengajar menurut William H. Burton (Sagala,
2012: 61) adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan dan
dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Fisika merupakan salah satu pelajaran pokok pada satuan pendidikan
yang memegang peranan penting dalam pendidikan peserta didik, karena
1
fisika merupakan metode berfikir logis, kritis, kreatif, keteraturan, seni dan
bahasa yang tidak hanya membantu penelitian dibidang ilmu dan teknologi
tetapi juga untuk pembentukan keuletan, kepribadian dan karakter peserta
didik (Depdikbud, 1991). Mengingat akan manfaat fisika tersebut, diperlukan
usaha tertentu untuk mempelajari dan menguasai fisika dalam segala bentuk
kegiatan pembelajaran. Guru sebagai tenaga pendidik yang seccara langsung
melaksanakan proses pendidikan, maka guru harus dapat memeotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran fisika ditujukan untuk membangun kompetensi penguasaan
konsep (kognitif) dan kerja (psikomotor). Kurikulum 2013 menekankan
kompetensi kajian sains meliputi pemahaman konsep, dan karakter.
Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran fisika disekolah seharusnya mampu
mengkombinasikan fakta, konsep, generalisasi dan hubungan diantara
semuanya. Yang berarti pembelajaran fisika harus mampu mengajarkan
bangunan pengetahuan sistematis hai ini menurut Eggen dan Don kauchak
(2012) disebut sebagai Organized Bodies Of Knowledge.
Proses pembelajaran fisika yang bermakna hanya akan terjadi jika proses
belajar dikelas berhasil membelajarkan siswa, baik dalam berpikir maupun
bersikap. Untuk menanamkan pemahaman akan konsep fisika diperlukan
suatu model pembelajaran yang tepat dalam menyampaikannya kepada
peserta didik. Dalam proses pembelajaran model yang tepat merupakan faktor
yang utama dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Salah satu alternatif belajar yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan
2
pemahaman konsep dan mengajarkan banguan pengetahuan sistematis adalah
dengan menggunakan model integratif.
Model integratif adalah model pengajaran atau intruksional untuk
membantu siswa mengembangkan pemahaman mendalam tentang bangunan
pengetahuan sistematis sambil secara bersamaan melatih ketrampilan berfikir
kritis mereka (Eggen dan Kauchak, 2012: 259). Pembelajaran dengan model
integratif bertujan untuk mengajarkan bangunan pengetahuan sistematis, yaitu
topik yang mengkombinasikan fakta, konsep, generalisasi dan hubungan
diantara keduanya. Dalam model pembelajaran integratif memberikan
pandangan bahwa siswa membangun pemahaman mereka sendiri tentang
topik-topik yang mereka pelajari dan merekam pelajaran didalam bentuk yang
sudah tertata secara sistematis (Eggen dan Kauchak, 2012: 259). Dengan
penggunaan model integratif ini dalam pembelajaran fisika tidak hanya
meningkatkan pemahaman konsep namun siswa dapat memperoleh
ketrampilan belajar berupa keterampilan berikir kritis.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara penulis di SMA Negeri 2
Palangka Raya, peneliti melihat bahwa pembelajaran fisika telah cukup baik
tetapi dalam proses pembelajaran masih kurang dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis. Hal ini tercermin dari pembelajaran yang belum
memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang mengajak siswa untuk berpikir
dan pembelajaran dikelas cenderung hanya fokus pada pengetahuan saja. Hal
ini menyebabkan kemampuan berpikir kritis siswa menjadi belum terasah.
Model integratif menekankan pada pengajaran bangunan pengetahuan
3
sistematis yaitu topik yang menggabungkan fakta, konsep, generalisasi dan
hubungannya. Hal ini berarti pembelajaran fisika dengan
mengimplementasikan model integratif akan bertujuan untuk mendapatkan
fakta pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan juga meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mencoba
meneliti berbagai permasalahan tersebut, dengan mengambil judul
“Pembelajaran Fisika Dengan Mengimplementasikan Model Integratif
Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Melatih
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Negeri 2 Palangka Raya
Tahun Ajaran 2013/2014”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan
diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pemahaman konsep siswa terhadap pokok bahasan gerak
harmonik sederhana dengan mengimplementasikan model pembelajaran
integratif?
2. Bagaimanakah keterampilan berpikir kritis siswa dengan
mengimplementasikan model integratif pada pokok bahasan gerak
harmonik sederhana?
3. Adakah pengaruh implementasi model pembelajaran integratif terhadap
hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak harmonik sederhana?
4
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran fisika
pokok bahasan gerak harmonik sederhana menggunakan model
pembelajaran integratif.
2. Mengetahui keterampilan berpikir kritis yang diperoleh siswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
integratif.
1.4. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perlu adanya pembatasan
masalah dengan bertujuan memfokuskan perhatian pada objek penelitian
sehingga pengkajian masalah dapat terkaji dengan jelas. Secara ringkas pada
penelitian hanya dibatasi pada:
1. Subjek penelitian dibatasi pada satu kelas saja dengan mata pelajaran
Fisika semester 1 kelas XI IA SMA Negeri 2 Palangkaraya pada pokok
bahasan gerak harmonik sederhana pada tahun ajaran 2013/2014
2. Pemahaman konsep dibatasi pada indikator menjelaskan,
menginterpretasikan, membandingkan,dan mengklasifikasikan
3. Berpikir kritis hanya dibatasi pada penyelesaian soal dengan indikator
menganalisis masalah, memfokuskan permasalahan, mengidentifikasi
asumsi, menentukan pemecahan masalah (solusi) dan menuliskan
jawaban dari solusi permasalahan
5
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini yang diharapkan adalah:
1. Untuk guru, menambah wawasan pembelajaran untuk membangun
kompetensi siswa antara lain pemahaman konsep dan keterampilan
berpikir kritis sehingga tujuann pembelajaran dapat tercapai secara
maksimal
2. Untuk siswa, dapat menciptakan suasana belajar yang lebih hidup dan
mengesankan sehingga siswa dapat terlibat langsung dalam proses
pembelajaran, dapat menemukan hubungan antara konsep dan fakta
(bangunan pengetahuan sistematis). Selain itu juga dapat
mengembangkan kompetensi siswa berupa kompetensi penguasaan
konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakekat Belajar dan Pembelajaran
2.1.1 Hakekat Belajar
Sagala (2012: 11) mendefinisikan bahwa belajar merupakan komponen ilmu
pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang
bersifat eksplisit maupun implisit. Dalam implementasinya, belajar adalah
kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan
cara mengolah bahan ajar (Sagala, 2012: 12).
Anthony Robbins (Trianto, 2010) berpendapat bahwa belajar sebagai proses
menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan
sesuatu (pengetahuan baru). Pandangan Anthony Robbins senada dengan apa
yang dikemukakan oleh Jerome Burnner dalam Romberg dan Kapur, bahwa
belajar adalah suatu proses aktif dimana siawa membangun (mengkonstruk)
pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah
dimilikinya (Trianto, 2010: 15). Belajar secara umum diartikan sebagai
perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena
pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir
(Trianto, 2010: 16).
Dimyati dan Mudjiono dalam (Sagala, 2012) menegemukakan bahwa siswa
adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan tergantung pada proses belajar dan mengajar yang
dialami siswa dan pendidik baik ketika para siswa itu disekolah maupun di
7
lingkungan keluarganya sendiri (Sagala, 2012: 13). Sedangkan belajar menurut
Morgan (Sagala, 2012) adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan komponen
ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, dimana
dalam prosesnya individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan
dengan cara mengolah bahan ajar melalui proses menciptakan hubungan antara
pengetahuan yang sudah dipahami dan pengetahuan yang baru. Belajar juga
merupakan proses aktif dimana siswa membangun pengetahuan baru berdasarkan
pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau
karakteristik seseorang sejak lahir dan segala perubahan yang terjadi pada diri
siswa bersifat menetap.
2.1.2 Hakekat Pembelajaran
Konsep pembelajaran menurut Corey adalah suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut
serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan
respons terhadap situasi tertentu (Sagala, 2012). Pembelajaran mengandung arti
setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan dan atau nilai yang baru (Sagala, 2012: 61).
Trianto (2010: 17) menuliskan bahwa, pembelajaran merupakan aspek
kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan.
Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan
antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks
8
pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk
membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar
lainnya) dalam rangka mencapi tujuann yang diharapkan (Trianto, 2010: 17).
UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar (Sagala, 2012: 62). Hal ini berarti menyatakan bahwa pembelajaran
sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas
berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan membangun pengetahuan
baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi
pelajaran.
Menurut Dunkin dan Biddle dalam (Sagala, 2012), proses pembelajaran
berada pada empat variabel interaksi yaitu (1) variabel pertanda (presage
variables) berupa pendidik; (2) variabel konteks (context variables) berupa
peserta didik; (3) variabel proses (process variables) berupa interaksi peserta
didik dengan pendidik; dan (4) variabel produk (product variables) berupa
perkembangan peserta didik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Sedangkan menurut Knirk dan Gustafson dalam (Sagala, 2012) pembelajaran
merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan,
dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi secara seketika, melainkan sudah melalui
tahap perancangan pembelajaran.
Dari penjelasan diatas dapatdiketahui bahwa pembelajaran merupakan suatu
proses sistematis melalui tahap perancangan, pelaksanaan dan evaluasi yang
didalam prosesnya terdapat interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan
9
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar dengan harapan terjadinya respon
yang baik dari peserta didik sehingga dapat mempelajari suatu kemampuan yang
baru. Pembelajaran yang dilakukan umumnya bertujuan untuk membangun
pengetahuan baru sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan yang baik
terhadap materi pembelajaran.
2.2 Pemahaman Konsep
Pemahaman merupakan salah satu dalam ranah kognitif dari tujuan kegiatan
belajar mengajar. Aspek ini merupakan aspek yang sangat penting, bahkan saat
mengajar aspek ini sangat ditonjokan.ini sesuai dengan pernyataan bilamana kita
melakukan kegiatan belajar mengajar yang pertama-tama adalah memahami dan
mengerti apa yang kita ajarkan.
Menurut Sudjana (1991) pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga
kategori yaitu: (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari
terjemahan dalam arti sebenarnya, misalnya dari bahasa inggris ke bahasa
indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan Merah Putih,
menerapkan prinsip-prinsip listrik dalam memasang sakelar. (2) tingkat kedua
adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu
dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari
grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, dan
(3) pemahaman tingkat ketiga adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan
ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat
membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti
waktu, dimensi, kasus ataupun masalahnya (Sudjana, 1991: 24).
10
Sagala (2012) berpendapat bahwa konsep merupakan buah pemikiran
seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga
melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori. Konsep
diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir
abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan (Sagala, 2012: 71).
Carrol dalam (Trianto, 2010) mendefinisikan konsep sebagai suatu abtraksi
dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok objek
atau kejadian. Abstraksi, berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang pada
situasi tertentu dan mengambil elemen-eleman tertentu, serta mengabaikan elemen
yang lain (Trianto, 2010: 158).
Pemahaman konsep merupakan tingkatan kedua dari tujuan pembelajaran
dalam taksonomi domain kognitif Bloom yang telah direvisi (Anderson, 2001:
67). Aspek pemahaman dalam taksonomi Bloom yang telah direvisi terdiri dari:
1. Menginterpretasikan (Interpreing), interpretasi terjadi ketika siswa mampu
mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lain. Menginterpretasikan
meliputi perubahan kata-kata menjadi gambar, angka menjadi kata dan,
sejenisnya.
2. Mencontohkan (Exemplifying), mencontohkan terjadi ketika siswa mampu
memberikan contoh tentang konsep atau prinsip umum. Mencontohkan
meliputi proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau prinsip umum
dan menggunakan ciri-ciri ini untuk memilih atau membuat contoh.
3. Mengklasifikasikan (Classifying), mengklasifikasikan terjadi ketika siswa
mengetahui bahwa sesuatu (contoh atau kejadian tertentu) termasuk dalam
11
kategori tertentu (misal konsep atau prinsip). Mengklasifikasi meliputi
penemuan ciri-ciri atau pola-pola relevan, yang cocok dengan contoh
spesifik dan konsep atau prinsip umum.
4. Merangkum (Summarizing), merangku terjadi ketia siswa mampu
mengemukakan satu kalimat yang mempresentasikan informasi yang
diterima atau mengabstraksikan sebuah tema.
5. Menarik kesimpulan (Inferring), menyimpulkan meliputi penemuan ola
dalam rangkaian contoh-contoh atau kejadian-kejadian. Menyimpulkan
terjadi ketika siswa mampu meringkas atau mengabstraksi sebuah konsep
atau prinsip yang terdiri dari suatu rangkaian contoh-contoh atau kejadian-
kejadian dengan menarik hubungan diantara ciri-ciri dari rangkaian contoh-
contoh atau kejadian-kejadian tersebut.
6. Membandingkan (Comparing), membandingkan terjadi ketika siswa
menemukan persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek,
peristiwa, ide, masalah atau situasi.
7. Menjelaskan (Explaning), menjelaskan terjadi ketika siswa mampu
memebangun dan menggunakan model sebab-akibat dari suatu sistem.
Model ini dapat diturunkan dari teori, atau didasarkan pada hasil penelitian
atau pengalaman. Penjelasan yang lengkap meliputi proses membuat model
sebab-akibat, yang mencakup setiap bagian utama dalam suatu sistem atau
setiap peristiwa penting dalam rangkaian peristiwa dan proses menggunakan
model untuk menentukan perubahan.
12
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan
aspek kognitif yang betujuan untuk memahami buah pemikiran seseorang atau
sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk
pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori. Pemahaman terhadap konsep
terdiri dalam tujuh kategori yang terangkum dalam aspek kognitif Bloom yaitu
membandingkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menjelaskan,
menyimpulkan dan menginterpretasikan.
2.3 Keterampilan Berpikir Kritis
Menurut Webster’s New Encyclopeic All New 1994 Edition, kritis (critical)
adalah menerapkan atau mempraktikkan penilaian yang teliti dan obyektif
sehingga berpikir kritis dapat diartikan sebagai berpikir yang membutuhkan
kecermatan dalam membuat keputusan. Pengertian yang lain diberikan oleh Ennis
(Amri dan Ahmadi, 2010), berpikir kritis merupakan sebuah proses yang
bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita
percayai dan apa yang kita kerjakan. Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan
berpikir yang lebih tinggi. Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan karena
dalam kehidupan di masyarakat, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan
yang memerlukan pemecahan. Untuk membuat keputusan yang logis dan tepat,
diperlukan kemampuan berpikir kritis yang baik (Amri dan Ahmadi, 2010: 62).
Van Gelder dan Williamham (Eggen & Kauchak, 2012) mendefinisikan
berpikir kritis merupakan kemampuan dan kecenderungan seseorang untuk
membuat dan melakukan asesmen terhadap kesimpulan yang didasarkan pada
bukti. Karena begitu pentingnya, berpikir kritis pada umumnya dianggap sebagai
13
tujuan utama dari pembelajaran. Menurut Yulianto (Amri dan Ahmadi, 2010)
berpikir kritis memainkan peranan yang penting dalam banyak macam pekerjaan,
khususnya pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan berpikir analitis.
Pendapat tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran dijenjang pendidikan dasar
dan pendidikan menengah seperti tertuang baik dalam kurikulum 194 dan
kurikulum 2004 yang bertujan agar siswa dapat menggunakan konsep sebagai
cara bernalar (berpikir logis, kritis, sistematis, dan objektif) yang dapat digunakan
dalam menyelesaikan masalah, baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam mempelajari berbagai ilm pengetahuan alam (Amri dan Ahmadi, 2010: 63).
Menurut Krulick dan Rudnick (Trianto, 2010) penalaran meliputi berpikir
dasar, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Terdapat delapan buah penelitian yang
dapat dihubungkan dengan berpikir kritis, yaitu menguji, menghubungkan =, dan
mengevaluasi semua aspek dari sebuah situasi atau masalah, memfokuskan pada
bagian dari sebuah masalah, mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi,
memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan menganalisis informasi,
menentukan masuk akal tidaknya sebuah jawaban, menarik kesimpulan yang
valid, memiliki sifat analitis dan refleksi (Amri dan Ahmadi, 2010: 63).
Menurut Dressel dan Mayhew (Amri dan Ahmadi, 2010: 63) beberapa
kemampuan yang dikaitkan dengan konsep berpikir kritis adalah kemampuan-
kemampuan untuk memahami masalah, menyeleksi informasi yang penting untuk
menyelesaikan masalah, memahami asumsi-asumsi, merumuskan dan menyeleksi
hipotesis yang relevan, serta menarik kesimpulan yang valid dan menentukan
kevalidan dari kesimpulan-kesimpulan.
14
Bonnie dan Potts (Amri dan Ahmadi, 2010) berpendapat ada beberapa
kemampuan terpisah yang berkaitan dengan kemampuan menyeluruh untuk
berpikir kritis, yaitu: menemukan analogi-analogi dan macam hubungan antara
potongan-potongan informasi, menentukan kerelevanan dan kevalidan informasi
yang dapat digunakan untuk pembentukan dan penyelesaian masalah, serta
menemukan dan mengevaluasi penyelesaian atau cara-caralain dalam
menyelesaikan masalah (Amri dan Ahmadi, 2010: 64). Ennis (Amri dan Ahmadi,
2010) secara singkat menyatakan bahwa terdapat enam unsur dasar dalam berpikir
kritis, yaitu fokus, alasan, kesimpulan, situasi, kejelasan, dan tinjauan ulang. Amri
dan Ahmadi (2010: 65) menyimpulkan bahwa tahap-tahap dalam berpikir kritis
adalah sebagai berikut:
1. Fokus, langkah awal dari berpikir kritis adalah mengidentifikasikan masalah
dengan baik. Permasalahan yang menjadi fokus bisa terdapat dalam
kesimpulan
2. Alasan, alasan-alasan yang diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan
seperti yang tercantum dalam fokus
3. Kesimpulan, jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup sampai pada
kesimpulan yang diberikan
4. Situasi, mencocokkan dengan situasi yang sebenarnya
5. Kejelasan, harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam
argumen tersebut sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat
kesimpulan
15
6. Tinjauan ulang, artinya kita perlu mencek apa yang sudah ditemukan,
diputuskan, diperhatikan, dipelajari dan disimpulkan
Membantu siswa mengembangkan kemampuan kemampuan berpikir kritis
mereka adalah hal yang sukar karena orang tidak memiliki kecenderungan untuk
berpikir secara kritis. Mengajar berpikir juga bisa meningkatkan motivasi siswa
karena memberikan bukti akan membantu siswa merasa cakap dan pintar (Eggen
& Kauchak, 2012: 120). Memodelkan atau mencontohkan kecenderungan
berpikir, seperti keinginan untuk mendapatkan informasi, kecenderungan untuk
mencari bukti, dan tetap berpikiran terbuka, adalah penting bagi semua guru
karena kecenderungan-kecenderungan ini sulit untuk diajarkan secara langsung
(Eggen & Kauchak, 2012: 121).
Berdasarkan penjelasan indikator-indikator berpikir kritis diatas. Aspek
kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan sebagai
berikut:
1. Keterampilan memberikan penjelasan yang sederhana, dengan indikator
menganalisis pertanyaan dan memfokuskan pertanyaan
2. Keterampilan memberikan penjelasan lanjut, dengan indikator
mengidentifikasi asumsi
3. Keterampilan mengatur strategi dan taktik, dengan indikator menentukan
solusi dari permasalahan dalam soal dan menuliskan jawaban atau solusi
dari permasalahan soal
16
4. Keterampilan menyimpulkan dan keterampilan mengevaluasi dengan
indikator menentukan kesimpulan dan menentukan alternatif-alternatif cara
lain dalam menyelesaikan permasalahan
2.4 Model Integratif
2.4.1 Model Integratif dan Tujuan Belajar Model Integratif
Model integratif merupakan sebuah model pengajaran atau intruksional
untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman mendalam tentang
bangunan pengetahuan sistematis sambil secara bersamaan melatih keterampilan
berfikir siswa (Eggen & Kauchak, 2012: 259). Model integratif didasarkan pada
pandangan bahwa pembelajar atau murid membangun pemahaman mereka sendiri
tentang topik-topik yang mereka pelajari ketimbang merekam pelajaran di dalam
bentuk yang sudah tertata secara sistematis (Eggen & Kauchak, 2012). Model
integratif memberikan kombinasi fakta, konsep, dan generalisasi di dalam suatu
matriks. Model ini menuntut guru untuk cakap dalam mengajukan pertanyaan dan
dalam membimbing pemikiran siswa.
Model integratif dirancang untuk membantu siswa mencapai dua tujuan
belajar yang saling terkait. Pertama, membangun pemahaman mendalam tentang
bangunan pengetahuan sistematis. Kedua, mengembangkan kemampuan berpikir
kritis. Bangunan pengetahuan sistematis yaitu satu topik yang mengkombinasikan
fakta, konsep, generalisasi dan hubungan diantara semuanya (Eggen & Kauchak,
2012: 259). Tujuan belajar integratif bukanlah supaya siswa mengingat fakta-fakta
spesifik, konsep atau generalisasi ini. Melainkan, supaya siswa menemukan dan
memahami hubungan diantara semua itu, merumuskan penjelasan bagi hubungan-
17
hubungan itu, dan mempertimbangkan kemngkinan-kemungkinan tamabahan
(hipotesis) (Eggen & Kauchak, 2012: 260).
2.4.2 Menerapkan Pembelajaran Menggunakan Model Integratif
Eggen & Kauchak (2012) menjelaskan bahwa dalam menerapkan pelajaran
menggunakan model integratif kita perlu menggabungkan empat fase saling
terkait erat yang menekankan berfikir dan strategi untuk meningkatkan motivasi
siswa. Menurut Eggen dan Kauchak (2012), langkah-langkah kegiatan belajar
menggunakan model integratif dapat dilaksanakan sebagai berikut:
Fase 1: Fase Berujung-Terbuka
Fase berujung-terbuka adalah titik awal bagi analisis siswa. Dalam fase ini,
siswa mendeskripsikan, membandingkan, dan mencari pola-pola didalam data.
Selama fase ini, guru membantu siswa mengakrabkan diri dengan data dan juga
memulai proses menganalisisnya (Eggen & Kauchak, 2012: 271). Fase ini dapat
dimulai dengan salah satu dari dua cara berikut:
1) Guru sekedar mengarahkan perhatian pada satu sel di dalam matriks dan
memeinta mereka mengamati dan menggambarkan informasi
2) Guru meminta siswa mencari kesamaan dan perbedaan dalam dua atau lebih
sel
Good dan Broophy (dalam Eggen & Kauchak, 2012) menyatakan bahwa
pertanyaan permulaan diatas memecahkan kebekuan, menjamin keberhasilan, dan
memungkinkan mendorong keterlibatan siswa dengan mengajukan banyak
pertanyaan secara cepat dan mudah, sebuah faktor yang meningkatkan prestasi.
18
Fase 2: Fase Kausal
Fase kausal mulai dari siswa berusaha menjelaskan kesamaan dan
perbedaan yang diidentifikasikan pada fase berujung terbuka. Dengan kata lain,
siswa mencari kemungkinan hubungan sebab akibat di dalam informasi. Fase ini
menciptakan tautan tambahan di dalam bangunan pengetahuan sistematis yang
diajarkan dan membantu siswa memahami hubungan di dalam informasi.
Umumnya, pertanyaan di dalam fase kausal mulai dengan “mengapa...?” (Eggen
& Kauchak, 2012: 275).
Fase 3: Fase Hipotesis
Fase ini menandai langkah maju tambahan dalam kemampuan siswa
menganalisis informasi. Pertanyaan-pertanyaan dalam fase ini meminta siswa
untuk berpikir secara hipotesis. Sehingga, pertanyaan-pertanyaan itu umumnya
mulai dengan sebuah pertanyaan “apa yang akan terjadi jika........” (Eggen &
Kauchak, 2012: 276).
Fase 4: Penutup dan Penerapannya
Dalam fase ini siswa melakukan generalisasi untuk membuat hubungan
luas, yang meringkas materi. Siswa juga menerapkan pemahaman mereka pada
situasi-situasi baru. Generalisasi yang dibuat siswa disini penting karena
merupakan id-ide besar yang diharapkan akan dibawa siswa dari pelajaran
tersebut (Eggen & Kauchak, 2012).
19
Tabel 1
Fase-Fase Model Integratif
Fase Deskripsi
Fase 1:
Fase berujung-terbuka
Murid mendeskripsikan, membandingkan dan mencari pola
Fase 2:
Fase kausal
Murid memberikan penjelasan bagi kesamaan dan
perbedaan
Fase 3:
Fase hipotesis
Murid menghipotesiskan hasil bagi kondisi-kondisi yang
berbeda
Fase 4:
Penutup dan penerapan
Murid melakukan generalisasi untuk membuat hubungan
luas
3.4.3 Kelemahan dan Kelebihan Model Integratif
Sebagaimana semua model, model integratif memiliki kekuatan dan
kelemahan. Beberapa kelemahan dari model pembelajaran ini misalnya pada saat
umpan balik dari guru, Eggen dan Kauchak (2012) menunjukkan model ini pada
awalnya sangat menuntut dan sulit untuk diterapkan. Selain itu, melakukan
perencanaan awal untuk pembelajaran model integratif memerlukan waktu yang
cukup lama.(Eggen & Kauchak, 2012: 298)
Di sisi lain, model integratif dapat membantu siswa mengembangkan
pemahaman mendalam tentang topik-topik yang mereka pelajari sambil
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dan ketika matriks sudah
disiapkan, matriks-matriks itu dapat digunakan ulang dengan sedikit atau tanpa
perencanaan tambahan. Kemudian saat guru merasa nyaman dengan model
integratif guru akan mengenali kesempatan-kesempatan untuk menggunakan
20
dengan bahan-bahan yang sudah ada di buku teks atau bahan-bahan lain. Saat
sudah terbiasa seperti itu, guru akan merasakan pengalaman yang terbaik. Guru
akan mampu mendorong tingkat pemahaman mendalam siswa tanpa banyak
persiapan (Eggen & Kauchak, 2012: 299)
1.5 Gerak Harmonik Sederhana
1.5.1 Pengertian Getaran
Getaran adalah gerak bolak-balik secara periodik melalui titik seimbangnya.
Karena terjadi secara teratur, getaran sering disebut gerak berkala atau gerak
periodik. Beberapa contoh gerak periodik atau getaran adalah:
1. Gerak turun naiknya batu yang digantung pada sebuah pegas
2. Gerak ayunan sebuah bandul
3. Gerak turun naik ujung sebilah penggaris plastik yang salah satu ujungnya
dijepit
4. Gerak turun naiknya air dalam pipa U
Getaran banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Getaran senar-
senar gitar yang dipetik menghasilkan musik yang merdu, dan getaran pegas pada
alat suspensi mobil memberi kenyamanan dalam berkendaraan. Tidak semua
getaran bermanfaat, getaran mesin-mesin kadang tidak menyenangkan karena
susranya sangat mengganggu kenyamanan dalam berkendaraan. Itulah sebabnya
banyak teknologi dikembangkan untuk meredam getaran-getaran yang merugikan
(Surya, 2009: 3).
1.5.2 Periode, Frekuensi, Simpangan dan Amplitudo
21
Berikut ini adalah beberapa istilah yang akan kita gunakan dalam
membicarakan segala macam gerak periodik:
1. Amplitudo (amplitudo) gerak merupakan besar simpangan maksimum dari
titik keseimbangan. Amplitudo pada pegas ditunjukkan dari A ke B.
2. Periode (T) merupakan selang waktu yang diperlukan untuk satu siklus (satu
getaran)
3. Frekuensi (f) adalah banyaknya getaran yang dilakukan dalam satu sekon.
4. Frekuensi sudut (ω) adalah 2π dikalikan dengan frekuensi.
ω merupakan besaran yang berguna, besaran ini mewakili laju perubahan
besaran sudut (tidak harus berhubungan dengan gerak berputar) yang selalu
diukur dalam radian, sehingga satuannya adalah rad/sekon. Karena f dalam
siklus/sekon, kita dapat menganggap bilangan 2π mempunyai satuan rad/siklus.
Dari definisi periode T dan frekuensi kita melihat bahwa masing-masing
merupakan kebalikan dari yang lainnya:
f = 1T
,................................................................................................(2.1)
22
Gambar 1
Gerak Harmonik BandulC
B
A
T=1f
(hubungan antara frekuensi dan periode )....................(2.2)
Juga dari definisi ω,
ω=2 πf =2 πT
(frekuensi sudut)...................................................(2.3)
(Sear dan Zemansky, 2002: 391)
1.5.3 Penyebab Terjadinya Getaran
Diketahui bahwa gerak bolak balik benda m disebabkan pada benda m
bekerja gaya pegas F=−kx. Gaya pegas selalu sebanding dengan simpangan x
dan juga selalu berlawanan arah dengan arah x. Maksudnya (perhatikan gambar),
ketika simpangan x berarah ke bawah dari titik keseimbangan (nilai x negatif),
maka gaya pegas F=−kx berarah ke atas dan ketika simpangan x berarah ke atas
dari titik keseimbangan, maka gaya pegas F=−kx berarah ke bawah. Nah, gaya
yang besarnya sebanding dengan simpangan dan selalu berlawanan arah
simpangan (posisi) disebut sebagai gaya pemulih. Gaya pemulih selalu
menyebabkan benda bergerak bolak-balik disekitar titik keseimbangan (gerak
harmonik sederhana). Dan gaya pemulih selalu berlawanan arah posisi (arah
gerak) benda.
23
1.5.4 Gerak Harmonik Sederhana Pegas
Satu getaran adalah gerak benda : (1) dari O ke atas dahulu menempuh O –
A – O – B – O, (2) ke bawah dahulu menempuh O – B – O – A – O, (3) dari A ke
bawah menempuh A – O – B – O – A, (4) dari B ke atas menempuh B – O – A –
O – B. Jarak dari titik O ke A disebut simpangan maksimum (amplitudo). Selang
waktu untuk menempuh satu getaran pada pegas disebut periode periode getaran
pada pegas tidak bergantung pada amplitudo, tetapi bergantung pada massa beban.
24
Gaya pemulih
F=−kx
Kearah bawah
Gaya pemulih
F=−kx
Kearah atas
Gambar 2
Gaya pemulih pegas
Frekuensi alamiah adalah frekuensi pada suatu getaran yang terjadi secara
alami tanpa ada paksaan dari luar. Besar frekuensi alamiah pegas dipengaruhi oleh
2 faktor:
1. Massa benda, semakin besar massa benda, semakin sulit benda itu bergerak
akibatnya frekuensi getaran benda semakin kecil
2. Konstanta pegas, semakin besar konstanta pegas semakin besar gaya
pulihnya sehingga benda lebih mudah bergetar (frekuensi getar semakin
besar)
Hasil analisis di atas, sesuai dengan hasil eksperimen yang memberikan rumus
frekuensi alamiah sistem pegas:
f = 12π √ k
m.........................................................................................................(2.4)
Dimana, k = konstanta pegas (N/m), m = massa benda (kg) dan f = frekuensi (Hz)
(Surya,2009: 7).
1.5.5 Gerak Harmonik Sederhana Bandul
25
Gambar 3
Satu Getaran Pada Pegas
B
A
O
Sebuah pendulum sederhana merupakan model yang disempurnakan yang
terdiri dari sebuah massa titik yang ditahan oleh benang kaku tak bermassa. Jika
massa titik ditarik ke salah satu sisi dari posisi kesetimbangannya dan dilepaskan,
massa tersebut akan berosilasi disekitar posisi keseimbangannya. Lintasan darri
massa titik (pendulum) tidak berupa garis lurus akan tetapi berupa busur dari
suatu lingkaran dengan jari-jari L yang sama dengan panjang talinya (perhatikan
gambar). Jarak x sebagai koordinat yang diukur sepanjang busur. Jika geraknya
berupa gerak harmonik sederhana, gaya pemulihannya harus berbanding lurus
dengan x atau (karena x=Lθ) dengan θ. Dalam Gambar dinyatakan gaya-gaya
pada massa dalam komponen tangensial dan radial. Gaya pemulih F adalah
komponen tangensial dari gaya total:
F=−mg sin θ........................................................................................(2.5)
26
Gaya pemulih diberikan oleh gravitasi; tegangan tali T hanya bekerja untuk
membuat massa titik bergerak dalam busur. Gaya pemulih tidak sebanding dengan
θ akan tetapi sebanding dengan sudut sin θ, sehingga geraknya bukan harmonik
sederhana. Akan tetapi, jika sudut θ kecil, sin θ sangat dekat dengan θ. Dengan
pendekatan semacam ini, persamaan akan menjadi:
F=−mgθ=−mgxL
Maka gaya pemulih sebanding dengan koordinat untuk perpindahan yang kecil,
dan konstanta gaya k=mgL
. Sehingga persamaan sederhana dari pendulum
dengan amplitudo kecil adalah
27
Gambar 4
Bandul sederhana
L
θ
T
mg sin θ
mg cos θ
mg
f = 12 π √ k
m= 1
2 π √ mgL
mmenjadi
f = 12π √ g
L..........................................................................................................(2.6)
Pernyataan-pernyataan ini tidak melibatkan massa partikel ini karena gaya
pemulih, suatu komponen berat partikel, sebanding dengan m. Maka massa
muncul pada ke dua sisi yang saling menghilangkan. Ketergantungan L dan g
dalam persamaan di atas adalah hal yang sudah seharusnya diduga. Pendulum
yang panjang mempunyai periode yang lebih lama dibandingkan pendulum yang
mempunyai panjang tali lebih pendek. Peningkatan g akan meningkatkan gaya
pemulih, menyebabkan frekuensi bertambah dan periode berkurang (Searz dan
Zemansky, 2002: 405).
1.5.6 Persamaan Simpangan Gerak Harmonik Sederhana
Untuk suatu benda dengan gerak harmonik sederhana sepanjang sumbu x,
akan bekerja sebuah gaya pemulih F=−kx. Sedangkan menurut hukum II
newton, ∑ F=ma. Dengan demikian:
ma=−kx
ma+kx=0
Dengan x sebagai posisi, telah diketahui bahwa percepatan (a), adalah turunan
kedua dari x, sehingga dapat ditulis
md2 xdt 2 +kx=0
Bagi kedua ruas dengan m
28
d2 xdt2 + k
mx=0
Persamaan diatas adalah persamaan diferensial orde kedua. Secara matematis
persamaan seperti itu memiliki penyelesaian yang berbentuk fungsi sinusoida,
yaitu
x (t )=A sin ( ωt+θ0 ) atau x (t )=A cos(ωt+θ0)......................................(2.7)
Kita boleh memilih persamaan simpangan diatas. Hal terpenting yang perlu kita
lakukan adalah menentukan sudut fase awal θ0, yang diperoleh dari kondisi awal.
Misalkan anda memilih persamaan simpangan sebagai
x (t )=A sin ( ωt+θ0 )
Maka sudut θ0 diperoleh dari kondisi awal x (t=0 )=A sin (ω. 0+θ0) atau
x (t=0 )=A sin θ0
Misalnya benda m mulai bergerak dari titik keseimbangan (berarti x = 0), maka
sudut θ0 diperoleh dari persamaan kondisi awal.
Karena pada x (t = 0) benda berada di x = 0, maka
0=A sin ωt
Sehinga, θ0 yang memenuhi adalah θ0 = 0, dan persamaan simpangan menjadi
x (t )=A sin ( ωt+0 )
x (t )=A sin ωt
Bagaimana jika benda m mulai bergerak dari titik terjauh, berarti x = A
(amplitudo), maka sudut θ0 diperoleh dari persamaan kondisi awal
x (t )=A sin ( ωt+θ0 )
x (t=0 )=A sin (0+θ0 )
29
Karena pada saat t = 0 benda di x = A, sehingga
A=A sin θ0
Maka, sin θ0=1 yang memenuhi adalah θ0=π2
dan persamaan simpangan menjadi
x (t )=A sin (ωt+ π2)
(Kanginan, 2007: 99)
Dari persamaan di atas kita dapatkan kecpatan v dan percepatan a sebagai fungsi
waktu untuk sebuah osilator harmonik dengan memenuhi turunan dari persamaan
simpangan gelombang
v=dxdt
=ωA cos(ωt+θ0)(kecepatan dalamGHS )...................................(2.7)
a=dvdt
=d2 xdt 2 =−ω2 A sin(ωt+θ0¿)(percepatan dalamGHS )¿...................(2.8)
(Searz dan Zemansky, 2002: 396)
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif ini
peneliti berusaha menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek
tertentu secara jelas dan sistematis (Darmadi, 2011: 34). Penelitian ini berusaha
menjawab pertanyaan peneliti tentang pemahaman konsep dan keterampilan
proses siswa kelas XI IA semester ganjil tahun ajaran 2013?2014 pada
pembelajaran fisika yang mengimplementasikan model integratif.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Palangka Raya, di kelas XI IA
semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Waktu penelitian ini dimulai pada bulan
Juni 2013 sampai dengan Oktober 2013. Rentang waktu empat bulan ini
digunakan untuk tahap persiapan, perencanaan dan pelaksanan penelitian.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IA semester Ganjil
SMA Negeri 2 Palangka Raya tahun ajaran 2013/2014. Terdapat lima kelas untuk
kelas XI IA di SMA Negeri 2 .
3.3.2 Sampel Penelitian
Jumlah sampel sebanyak 1 kelas, untuk menentukan sampel digunakan
teknik random terhadap kelas.
31
3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian secara garis besar dilakukan melalui beberapa tahapan,
sebagaimana dipaparkan dibawah ini:
1. Tahap persiapan
Pada tahapan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Permohonan izin penelitian di SMA Negeri 2 Palangka Raya. Perizinan
diawali dengan pengajuan kepada Dekan FKIP UNPAR yang diketahui
oleh Ketua Program Studi Pendidikan Fisika dan Ketua Jurusan
Pendidikan MIPA. Kemudian dilanjutkan ke Dinas Pendidikan Kota
Palangka Raya dan surat izin ini digunakan sebagai pengantar ke tempat
penelitian yakni SMA Negeri 2 Palangka Raya.
2) Observasi dan wawancara untuk mendapatkan gambaran awal tentang
SMA Negeri 2 Palangka Raya secara keseluruhan dan keadaan proses
pembelajaran kelas XI IA yang akan dijadikan sampel.
3) Membuat instrumen penelitian. Instrumen penelitian yang disusuun antara
lain (1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan
kurikulum 2013 untuk pokok bahasan Gerak Harmonik Sederhana (GHS)
dengan langkah-langkah pembelajaran disesuaikan dengan model
pembelajaran integratif; (2) lembar observasi ketrampilan proses sains
siswa; (3) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD); (4) soal tes pemahaman
konsep materi Gerak Harmonik Sederhana.
4) Simulasi (latihan) proses pembelajaran pokok bahasan Gerak Harmonik
Sederhana dengan menggunakan model pembelajaran Integratif. Latihan
32
ini bertujuan untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi
dalam pembelajaran sehingga dapat diatasi sebelu penelitian berlangsung.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Pelaksanaan penelitian dilakukan pada kelas XI IA SMA Negeri 2
Palangka Raya, kelas yang terpilih diberikan perlakuan yaitu
mengimplementasikan model pembelajaran integratif dalam proses
pembelajaran fisika materi gerak harmonik sederhana.
2) Sebelum pembelajaran pokok bahasan gerak harmonik sederhana dengan
model pembelajaran integratif, siswa diberkan pretes untuk mengetahui
kemampuan awal yang dimiliki masing-masing siswa.
3) Selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran dengan model
pembelajaran integratif dilakukan pengamatan terhadap pengalaman
keterampilan proses sains siswa.
4) Setelah pembelajaran pokok bahasan gerak harmonik sederhana dengan
model pembelajaran integratif, siswa diberikan postes. Kegiatan ini
bertujuan untuk mendapatkan data pemahaman konsep setelah
pembelajaran.
3. Analisis Data
Setelah data-data terkumpul, maka peneliti melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
33
1) Mengolah data nilai (kemampuan awal) siswa yang diperoleh dari guru
bidang studi mata pelajaran Fisika dengan mengelompokan data nilai ke
dalam kelompok atas dan kelompok bawah.
2) Megolah data pretes dan postes untuk mengetahui skor masing-masing
siswa, kemudian mendeskripsikan data pretes dan postes tersebut.
3) Mengelompokan data pretes dan postes menjadi kelompok atas dan
kelompok bawah dengan berdasarkan pengelompokan data nilai
kemampuan awal siswa.
4) Mendeskripsikan peningkatan pemahaman konsep siswa kelompok atas
dan bawah untuk setiap indikator hasil belajar dengan membandingkan
presentase pemahaman konsep pretes dan postes siswa dengan tingkat
kemampuan berbeda.
5) Mendeskripsikan penyebab peningkatan/pengurangan penguasaan konsep
yang didapat oleh siswa dengan tingkat kemampuan berbeda berdasarkan
karakter kelompok untuk capaian kompetensi dengan menganalisis
jawaban siswa pada pretes dan postes untuk mengetahui tingkat
pemahaman konsep siswa baik siswa kelompok kelas atas, siswa
kelompok sedang maupun siswa kelompok bawah.
6) Mendeskripsikan keterampilan berpikir kritis yang didapat siswa setelah
kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran integratif pada
pokok bahasan gerak harmonik sederhana.
34
4. Penarikan Kesimpulan
Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan dari hasil analisis data dan
keterampilan berpikir kritis yang didapat oleh siswa selama kegiatan
pembelajaran dengan model pembelajaran integratif pada materi gerak
harmonik sederhana.
3.5 Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data pada penelitian ini diperlukan alat pengumpul data
atau instrumen, yairu:
1. Tes pemahaman konsep berupa soal uraian. Umtuk mengukur pemahaman
konsep siswa, maka siswa akan diberikan pretest dan postest. Pretest
diberikan sebelum model pembelajaran integratif dilaksanakan, sedangkan
postes dilaksanakan setelah model pembelajaran integratif ini diterapkan.
Tiap soal yang dijawab dengan benar akan mendapatkan skor dan jawaban
yang salah tidak akan mendapatkan skor.
2. Rubrik penilaian kemampuan berpikir kritis disusun berdasarkan aspek dan
indikator berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini. Interval skor
rubrik ini ada empat yaitu 1, 2, 3, 4. Terdapat kriteria yang telah ditentukan
untuk setiap skor tersebut.
35
3.6 Kisi-Kisi Tes Pemahaman Konsep
KISI-KISI TES PEMAHAMAN KONSEP
BAHAN KAJIAN : GERAK HARMONIK SEDERHANA
KELAS : XI IA
1. Standar Kompetensi
Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik
2. Kompetensi Dasar
Menganalisis hubungan antara gaya dengan gerak getaran
Tabel 2
Kisi-Kisi Tes Pemahaman Konsep
Sub Materi Indikator Indikator Soal Aspek Kemampuan No soalKarakteristik
GetaranMendeskripsikan Karakteristik gerak getaran
Mengklasifikasikan objek dengan menggunakan sifat-sifat GHS
Mengklasifikasikan 1
Menginterpretasikan persamaan gerak harmonik sederhana untuk menentukan amplitudo, periode dan frekuensi
Menginterpretasikan 2
Menginterpretasikan grafik posisi suatu getaran untuk menentukan amplitudo, periode dan frekuensi
Menginterpretasikan 3
Periode Getaran
Bandul dan
Menjelaskan hubungan antara periode getaran dengan massa beban berdasarkan data
Membandingkan besar periode dari dua pegas yang memiliki konstanta berbeda
Membandingkan 1
36
Pegas pengamatan Menjelaskan hubungan antara panjang tali bandul sederhana dengan frekuensi dan periode getaran
Menjelaskan 2
Menjelaskan hubungan antara besar periode getaran dengan konstanta pegas dan massa benda
Menjelaskan 3
Energi Gerak Harmonik Sederhana
Menganalisis gaya, simpangan, kecepatan dan percepatan pada gerak getaran
Menginterpretasikan proses perubahan energi pada gerak harmonik sederhana melalui gambar
Menginterpretasikan 1
Menjelaskan hubungan sebab-akibat antara penambahan energi total GHS dengan besar amplitudo dan kecepatan maksimum
Menjelaskan 2
Menginterpretasikan bentuk energi berdasarkan posisi bandul
Menginterpretasikan 3
37
3.7 Uji Coba Instrumen
Instrumen yang akan diuji cobakan adalah instrumen tes pemahaman konsep
siswa. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui kualitas instrumen. Penguian ini
meliputi:
3.7.1 Uji Validitas Instrumen
Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat dan tepat mengukur apa yang
hendak diukur (Suharsimi Arikunto, 2012: 73). Pengujian validitas instrumen tes
pemahaman konsep yang dilakikan pada penelitian ini adalah pengujian validitas
konstruksi. Menurut Sugiyono (Henny, 2012) untuk menguji validitas konstruksi,
dapat digunakan pendapat dari ahli (judgement experts). Judgement ahli untuk
mendapatkan validitas konstruksi pada penelitian kali ini dilakukan sebanyak dua
kali.
3.7.2 Uji Reliabilitas Instrumen
Suharsimi Arikunto (2012: 100) menyatakan bahwa reliabilitas
berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai
taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memiliki hasil yang tetap.
Reliabilitas instrumen tes bentuk uraian dapat dicari dengan mempergunakan
rumus Alpha, yaitu:
r11=( nn−1 )(1−
∑ σ i2
σ t2 ).........................................................................(3.1)
(Suharsimi Arikunto, 2012: 122)
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen
38
n = banyaknya butir soal
∑ σ i2=¿ jumlah varians tiap skor
σ t2 = varians total
3.7.3 Taraf Kesukaran
Suharsimi Arikunto (2012: 223) mendefinisikan bilangan yang
menunjukkan sukar dan tidak sukarnya suatu soal dinamakan indks kesukaran
(difficulty index). Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P,
singkatan dari kata “proporsi”. Rumus mencari P adalah:
P= BJS
......................................................................................................(3.2)
(Suharsimi Arikunto, 2012: 223)
Keterangan
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Tabel 3Klasifikasi Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran Klasifikasi
0,00 – 0,30 Soal sukar
0,30 – 0,70 Soal sedang
0,70 – 1,00 Soal mudah
(Suharsismi Arikunto, 2012: 225)
3.7.4 Daya Pembeda
Suharsimi Arikunto (2012: 226) mendefinisikan bahwa daya pembeda soal
adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai
39
(berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kuran pandai (berkemampuan rendah).
Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah:
D=BA
J A
−BB
J B
=PA−PB............................................................................(3.3)
(Suharsimi Arikunto, 2012: 228)
Keterangan:
D = daya pembeda
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Tabel 4Klasifikasi Daya Pembeda
D Klasifikasi
0,00 – 0,20 Jelek
0.21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Baik sekali
(Suharsimi Arikunto, 2012: 232)
Catatan: bila D negatif, semuanya tidak baik, jadi, semua butir soal mempunyai
nilai D negatif sebaiknya dibuang saja
3.8 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi teknik
kuantitatif dan teknik deskriptif. Teknik deskriptif digunakan untuk
40
mendeskripsikan keterlakasanaan rencan tindakan, menggambarkan hambatan-
hambatan yang mncul dalam pelaksanaan pembelajaran serta kemampuan berpikir
kritis siswa sesuai dengan hasil pengamatan. Sedangkan teknik kuantitatif
digunakan untuk mendeskripsikan tentang efektivitas dari pembelajaran yang
meliputi pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa. Data hasil tes
dianalisis berdasarkan pedoman penilaian yang telah dibuat oleh peneliti.
1. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pemahaman siswa kelas XI IA tentang konsep materi Gerak Harmonik Sederhana
setelah diterapkannya model pembelajaran integratif. Peningkatan yang terjadi
sebelum dan sesudah pembelajaran dianalisis menggunakan rumus g faktor ( N-
gain) atau gain yang dinormalisasikan dan dikembangkan oleh Hake yaitu:
⟨ g ⟩= ⟨Skor Postest ⟩− ⟨Skor Pretest ⟩⟨Skor maksimum ⟩−⟨ Skor Pretest ⟩ .........................................................
(3.4)
(diadaptasi dari Henny, 2012)
Dengan kriteria indeks gain seperti pada tabel:
Tabel 5Kriteria Indeks Gain
Kriteria perolehan <g> Interpretasi
⟨ g ⟩>0,70 Tinggi
0,30< ⟨ g ⟩ ≤ 0,70 Sedang
⟨ g ⟩ ≤ 0,30 Rendah
(Henny, 2012)
Perbandingan presentase skor rerata data pretest, postest dan N-Gain
dihitung dengan persamaan berikut (Henny, 2012)
41
% Skor rerata=Skor rerataSkor Ideal
×100 %.................................................(3.5)
(diadaptasi dari Henny, 2012)
2. Keterampilan Berpikir Kritis
Data hasil tes keterampilan berpikir kritis dianalisis berdasarkan pedoman
penilaian yang telah dibuat oleh peneliti. Pedoman penilaian hasil tes berdasarkan
rubrik skor berpikir kritis adapun perhitungannya dengan rumus-rumus berikut.
1) Penskoran per indikator Keterampilan Berpikir Kritis dalam tes
p=∑i=1
2
X i
2×100%
..............................................................................(3.6)
(diadaptasi dari Ajeng, 2011)
Keterangan:
X1=¿ jumlah skor nomor soal 1 pada indikator
X2=¿ jumlah skor nomor soal 2 pada indikator
p=¿ persentase per indikator berpikir kritis siswa
2) Penskoran per Aspek Keterampilan Berpikir Kritis dalam tes
P=∑k=1
n
pk
n
.............................................................................................(3.7)
(diadaptasi dari Ajeng, 2011)
Keterangan:
pk=¿ persentase berpikir kritis indikator ke-k, dengan k = 1,2,3,...,n
n=¿ banyaknya indikator per aspek
42
P=¿ persentase berpikir kritis siswa per aspek
3) Penskoran Keterampilan Berpikir Kritis Siswa secara Klasikal
P=∑i=1
4
Pi
4
.............................................................................................(3.8)
(diadaptasi dari Ajeng, 2011)
Keterangan:
Pi=¿ persentase berpikir kritis siswa per aspek ke i,i = 1,2,3,4
P=¿ persentase keterampilan berpikir kritis siswa secara klasikal
Setelah diperoleh hasil persentase keterampilan berpikir kritis siswa,
peneliti menentukan kategori keterampilan berpikir kritis siswa.
Tabel 6
Kriteria Berpikir Kritis Siswa
Skor Kriteria
89% ˂ X ≤ 100% Sangat Tinggi
78% < X ≤ 89% Tinggi
64% < X ≤ 78% Sedang
55% < X ≤ 64% Rendah
0% < X ≤ 55% Sangat Rendah
(diadaptasi dari Ajeng, 2011)
3. Pengaruh Model Integratif Terhadap Hasil Belajar
Untuk mengetahui pengaruh model integratif maka perlu adanya
perhitungan statistik untuk mengetahui hubungan antara pemahaman konsep dan
berpikir kritis dengan hasil belajar siswa. Untuk mengetahui hubungan ini akan
digunakan statistik korelasi ganda (multiple correlation). Korelasi ganda
merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua
43
variabel independen secara bersama-sama atau lebih dengan satu variabel
dependen. Pemahaman tentang korelasi ganda dapat dilihat melalui gambar di
bawah.
(Sugiyono, 2012: 232)
Keterangan
X1 = pemahaman konsep
X2 = keterampilan berpikir kritis
Y = Hasil belajar
R = Korelasi Ganda
r = korelasi product moment tiap variabel
Hipotesis yang digunakan pada statistik ini
Ho = tidak ada hubungan antara model integratif dengan hasil belajar pada materi
pokok gerak harmonik sederhana
Ha = ada hubungan antara model integratif dengan hasil belajar pada materi gerak
harmonik sederhana
Sugiyono(2012: 233) memberikan rumus untuk menghitung korelasi ganda dua
variabel ditunjukkan pada rumus dibawah ini
44
Rr3
r2
r1
Y
X2
X1
GambarKorelasi Ganda Dua variabel Independen dan satu dependen
R y . x1 . x2=√ r y . x1
2 +r y . x2
2 −2 r y . x1r y . x2
r x1. x2
1−rx1 . x2
2...............................................................(3.9)
Keterangan
R y . x1 . x2= korelasi antara variabel X1 dengan X2 secara bersama-sama
dengan variabel Y
r y. x1 = Korelasi product moment X1 dengan Y
r y. x2 = Korelasi product moment X2 dengan Y
r x1. x2 = Korelasi product moment X1 dengan X2
Untuk menghitung korelasi product moment digunakan rumus
r xy=∑ xy
√∑ x2 y2.....................................................................................................
(3.10)
(Sugiyono, 2012: 228)
Keterangan
r xy = Korelasi antara variabel x dan y
x = ( x1−x )
y = ( y1− y )
Setelah mendapatkan nilai R dilakukan pengujian signifkansi terhadap koefisien
korelasi ganda menggunakan uji F, dengan rumus:
Fh=
R2
k(1−R2 )
( n−k−1 )
........................................................................................(3.10)
(Sugiyono, 2012: 235)
Keterangan:
45
R = Koefisien korelasi ganda
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah anggota sample
Harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga F tabel dengan dk
pembilang = k dan dk penyebut = (n – 1 – k) (Sugiyono, 2012: 235).
46
DAFTAR PUSTAKA
Ajeng. 2011. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI
IPA 2 Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Yogyakarta Pada Pembelajaran
Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
(GI). Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.
Amri dan Ahmadi. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas.
Jakarta: Prestasi Pusakaraya
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Henny, 2012. Penerapan Pembelajaran Generatif Dengan Strategi Problem
Solving Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa SMA Pada Materi Fluida Statis. Skripsi,
tidak diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2264151-definisi-pemahaman-
konsep-dalam-pembelajaran/ diunduh pada tanggal 10 juni 2013
Hugh D. Young & Roger A. Freedman. 2002. Fisika Universitas Edisi kesepuluh
Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Kanginan, Marthen. 2006. Fokus Fisika. Jakarta: Erlangga
Kanginan,Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Paul Eggen & Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran edisi
keenam. Jakarta Barat: Indeks.
Sagala, Syaiful. 2012. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sudjana, Nana. 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset
Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Surya, Yohanes. 2009. Getaran dan Gelombang. Tangerang: Kandel.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
47