pembudayaan keterampilan berpikir kritis

50
PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DI PERGURUAN TINGGI MELALUI COGNITIVE COACHING (Sebuah Pendekatan Pemutakhiran Metode Pengajaran MKDU Bahasa Inggris dan Pemanduan Keterampilan Berpikir Kritis di PT) Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Pemilihan Mahasiswa Berprestasi 2002 Oleh Eri Kurniawan NIM: 993845

Upload: eri-kurniawan

Post on 06-Jun-2015

8.717 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

This is a somewhat scholarly paper about how to enculture or promote critical thinking skills among university students by combining them with English teaching. This can be applicable for teaching English as a general subject at universities.

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

DI PERGURUAN TINGGI

MELALUI COGNITIVE COACHING

(Sebuah Pendekatan Pemutakhiran Metode Pengajaran MKDU

Bahasa Inggris dan Pemanduan Keterampilan Berpikir Kritis di PT)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

Pemilihan Mahasiswa Berprestasi 2002

Oleh

Eri Kurniawan

NIM: 993845

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2002

Page 2: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

DI PERGURUAN TINGGI

MELALUI COGNITIVE COACHING

(Sebuah Pendekatan Pemutakhiran Metode Pengajaran MKDU

Bahasa Inggris dan Pemanduan Keterampilan Berpikir Kritis di PT)

Bandung, 16 Juli 2002Dosen Pembimbing,

Dr. Bachrudin Musthafa, M.A.NIP 131664374

Eri KurniawanNIM 993845

Mengetahui,Pembantu Rektor III

Universitas Pendidikan Indonesia,

Drs. H. I. Shofjan TaftazaniNIP 13026656

Page 3: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

KATA PENGANTAR

Beberapa waktu silam media massa melaporkan bahwa sistem pendidikan

nasional kita terbukti paling jelek di Asia dan Pasifik, bahkan berada di bawah

Vietnam. Sementara itu, universitas-universitas yang katanya terhebat di

Indonesia menduduki peringkat yang tidak membanggakan bila dibandingkan

dengan universitas sejenis di kawasan Asia. Kedua fenomena di atas menunjukkan

bahwa sumber daya manusia Indonesia kurang cerdas, kritis, dan kurang

kompetitif.

Namun yang lebih menyedihkan adalah dunia pendidikan kita belumlah

mencurahkan perhatian yang signifikan untuk menjawab tantangan di atas.

Keterampilan berpikir kritis, sebagai kemampuan kognitif yang harus dikuasai

untuk ikut andil dalam persaingan global, belum dimasukkan dalam kurikulum

pendidikan. Pengajaran bahasa, misalnya, sebagai pengajaran alat berpikir kritis

masih menitikberatkan pada penguasaan materi melalui hapalan (rote learning).

Mencermati kondisi di atas, penulis merasa tertantang untuk mencoba

mengembangkan konsep yang pernah dieksperimentasikan dosen perkuliahan

membaca di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UPI berupa pemanduan

keterampilan berpikir kritis atau cognitive coaching. Penulis berupaya untuk

memetakan konsep cognitive coaching dalam pengajaran MKDU bahasa Inggris

di perguruan tinggi.

Melalui cognitive coaching ini, diharapkan keterampilan berpikir kritis dapat

diintegrasikan dengan pengajaran MKDU bahasa Inggris di PT sehingga

mahasiswa tidak hanya mampu menguasai pelbagai kaidah bahasa dan

menerapkannya dalam komunikasi melainkan juga mampu mengasah kompetensi

kognitif (berpikir) secara optimal.

Penulis memulai mengkaji hasil penelitian Musthafa (2000) ihwal uji

eksperimentasi cognitive coaching dalam peningkatan berpikir kritis mahasiswa

yang mengontrak mata kuliah Extensive Reading 1. Kemudian penulis mencoba

menelusuri dunia internet untuk mencari konsep, data, dan informasi yang

Page 4: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

mendukung metode cognitive coaching tadi. Alhasil, usailah penyusunan karya

tulis ini.

Dalam proses penyelesaian karya tulis ini, penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Bachrudin Mushtafa, M.A., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

Inggris UPI, yang telah membuka cakrawala penulis mengenai konsep yang

disajikan dalam karya tulis ini.

2. Drs. Wachyu Sundayana, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Bahasa Inggris UPI, yang telah memfasilitasi penulis dalam penyelesaian

karya tulis ini.

3. Kedua orang tua yang tercinta yang senantiasa memanjatkan do’a demi

keberhasilan setiap aktivitas yang penulis lakukan.

4. Seluruh mahasiswa bahasa Inggris UPI dan warga ASPA I Sangkuriang

yang telah memberikan dorongan baik berupa materi maupun non-materi

kepada penulis.

Akhirul Kalam, penulis sadar bahwa karya tulis ini masih belum layak dikatakan

sempurna sehingga saran dan kritik konstruktif akan senantiasa diharapkan demi

perbaikan dan peningkatan penyusunan karya tulis lainnya di masa mendatang.

Semoga karya tulis ini mampu memberikan kontribusi signifikan bagi

pengembangan pengajaran MKDU bahasa Inggris dan pengajaran keterampilan

berpikir kritis di perguruan tinggi.

Bandung, 17 Juli 2002

Penulis,

Eri Kurniawan

Page 5: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

ABSTRACT

Previous research has blatantly shown us that critical thinking is of importance to

be taught in Indonesian context. Also, it has revealed that critical thinking is

urgently needed to be taught in early years of schooling and its teaching can be

integrated in writing or reading through cognitive coaching. Critical thinking is of

value as our future is greatly dependant on the quality of our thinking. It can help

us sort out dozens perceived information in this globalized world. And cognitive

coaching is one of instruction method that can enhance one’s intellectual power

by providing personal insights into one’s own thinking; build flexible, confident

problem solving; and encourages self-efficacy and pride. Another point is that

cognitive coaching can foster independence in learning.

The focal point of this paper is Developing Critical Thinking Skills in Higher

Education through Cognitive Coaching (The Latest Approach to Teaching

English for non-English Students and Critical Thinking Instruction in Higher

Education). The issue is raised since the writer observed the phenomena of

English instruction for non-English students in higher education, which tends to

simply focus on specialized students’ course. Meanwhile, the method of its

instruction has not got sufficient attention especially in enhancing students’

critical thinking. Therefore, this study is undertaken to explore ways to develop a

method of instructing critical thinking through cognitive coaching in teaching

English subject for non-English students in higher education.

The result of the present study yields two main points: 1) Critical thinking is of

importance for all students to encounter globalized world, and 2) Cognitive

coaching can be systematically integrated in teaching English for non-English

students in higher education to enhance their critical thinking.

Page 6: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN PENGESAHAN ………………………………………….. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………… ii

ABSTRACT ……………………………………………………………… iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………….. iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………..

1.2 Pembatasan Masalah …………………….

1.3 Perumusan Masalah ……………………..

1.4 Tujuan Penulisan ………………………..

BAB II TELAAH PUSTAKA ……………………….

BAB III METODE PENULISAN …………………….

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Sekilas Potret Pengajaran MKDU Bahasa Inggris di

Perguruan Tinggi …………………

4.2 Sekilas Potret Pengajaran Berpikir Kritis ..

4.3 Konsep Pemanduan Berpikir Kritis (Cognitive

Coaching) …….………………….

4.4 Desain Pengajaran Cognitive Coaching …

4.5 Prosedur Pengajaran Cognitive Coaching .

4.6 Prospek dan Kendala Implementasi Cognitive Coaching

………………………….

4.7 Simpulan …………………………………

4.8 Rekomendasi …………………………….

4.9 Penutup ………………………………….

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….

DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………...

Page 7: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Signifikansi Keterampilan Berpikir Kritis di Era Global

Gerbang abad ke-21 yang juga disebut milenium ketiga sudah nyata-nyata berada

di hadapan kita. Telah datang suatu periodeyang akan banyak dihiasi oleh sistem

komunikasi yang canggih dan meluas ke seluruh penjuru dunia, menipisnya batas-

batas kenegaraan suatu bangsa dan akan tercipta suatu sistem interaksi antar

manusia dalam jagat raya yang lebih intensif dalam dimensi yang lebih luas.

Perluasan interaksi antar manusia bukan hanya dalam bentuk jaringan kerja sama

yang akan semakin luas, tetapi juga dalam bentuk persaingan yang akan semakin

ketat dan berat.

Dengan adanya kesepakatan AFTA yang mulai diberlakukan pada tahun 2003 dan

adanya kesepakatan APEC untuk berbaur dalam perdagangan bebas dunia pada

2020. Kesepakatan-kesepakatan, menurut Ekawahyu Kasih (1999), yang dibuat

ini paling tidak akan mendatangkan dan memperkuat tiga dimensi, yaitu:

1. meningkatnya hubungan sosial ekonomi secara global;

2. persaingan sumber daya manusia yang ketat; dan

3. semakin besarnya kemungkinan terjadinya ekploitasi negara yang lebih

maju dan lebih siap bersaing terhadap negara-negara yang tidak mampu

atau belum siap bersaing.

Di sisi lain, proses globalisasi mengakibatkan restrukrisasi dunia disertai banjir

informasi. Banjir informasi yang melanda dunia berdampak pada kehidupan

nyata. Kita menjadi bagian dari masyarakat informasi (information based society)

yang artinya mau tidak mau kita akan terkena luapan informasi dimana kita harus

mempunyai keterampilan tertentu dalam memilih dan memilahnya.

Dari deskripsi di atas, kita bisa melihat bahwa satu-satunya cara untuk

mengantisipasi luapan informasi hanyalah penguasaan keterampilan berpikir

kritis. Karena hanya dengan penguasaan keterampilan tersebutlah kita mampu

Page 8: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

menyeleksi mana informasi yang benar dan mana informasi yang salah serta bisa

menentukan sikap apakah yang sesuai untuk menyikapi luapan informasi itu.

Hal ini didukung oleh Bachrudin Mushtafa (2000) yang menyebutkan bahwa

perubahan yang cepat, kompleksitas tinggi serta interdependensi yang kian

meningkat dalam dunia yang global menjadikan keterampilan berpikir kritis salah

satu prasyarat bagi keberlangsungan kehidupan ekonomi dan sosial suatu bangsa.

Berpikir kritis ini memang sebuah keniscayaan yang mutlak dikuasai oleh setiap

warga negara karena hanya dengan keterampilan berpikir kritis inilah bangsa yang

adil dan beradab bisa terwujud. Masyarakat yang mampu dengan sehat dan cerdas

bersikap kritis terhadap lingkungannya tidak akan mudah terpengaruh oleh

gelombang ketidakpastian ataupun provokasi dari pihak-pihak yang saling berebut

kepentingan. Realitas negara kita hari ini mengindikasikan kecenderungan

mudahnya timbul konflik antar individu, kelompok atau golongan, suku, ras, atau

bahakn agama yang tersulut hanya karena masalah-masalah sepele.

Saat ini, dalam kerangka reformasi nasional dalam berbagai segi termasuk

pendidikan, keterampilan berpikir kritis menjadi sangat substansial jika kita

mempunyai keinginan yang kuat untuk mengatasi akar permasalahan yang tengah

kita hadapi dan mencari serta mengembangkan alternatif pemecahan bagi

permasalahan tersebut. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan suatu bangsa

untuk bertahan dalam persaingan global, seperti yang ditegaskan oleh oleh de

Bono (2000), “…the quality of our thinking will depend directly, and solely, on

the quality of our thinking.” Karena itu, upaya strategis dan taktis untuk

membudayakan keterampilan berpikir kritis akan membuahkan perubahan yang

mendasar.

Nampaknya sudah bisa diterima bahwa keterampilan berpikir kritis tidak ada

dengan sendirinya. Memang potensi berpikir dimiliki oleh setiap manusia dan

merupakan anugerah Tuhan namun potensi ini akan mandul dan bahkan hildang

manakal tidak diasah atau digunakan dengan optimal. Dengan demikian,

keterampilan berpikir kritis harus ditransformasikan melalui proses pendidikan.

Dengan keterampilan seperti ini, masyarakat akan terbina untuk bersikap selektif

dalam menerima dan memahami setiap persoalan serta bersikap lebih berhati-hati

dalam bertindak dan berperilaku.

Page 9: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

1.2 Peran Perguruan Tinggi di Era Globalisasi

Paradigma baru dalam pendidikan tinggi seperti akuntabilitas, kualitas

pendidikan, otonomi, evaluasi diri, dan akreditasi pendidikan tinggi yang

berkenaan dengan kondisi yang dipersyaratkan untuk masa depan, menuntut

aktualisasi keunggulan kemampuan manusia secara optimal, yang kini masih

tersembunyi dalam diri (hidden excellennce in personhood, Norton, 1976,

Semiawan, 1996) keluaran pendidikan tinggi.

Peradaban baru yang dijanjikan oleh abad baru ke-21 ini menuntut kemampuan

lulusan perguruan tinggi untuk bertahan dan berkembang mencapai aktualisasi

keunggulan kemampuan optimal. Sehingga, perguruan tinggi dalam hal ini harus

mampu menciptakan strategi pendidikan baru yang mampu mengoptimalisasikan

keunggulan kemampuan manusia tersebut.

Salah satu keunggulan kemampuan manusia adalah kompetensi kognitif (quality

thinking skills). Sejauh ini, kemampuan ini belum dibina dengan baik. Pernyataan

ini didukung oleh Conny R. Seniawan (1999) yang menyebutkan bahwa

persekolahan saat ini termasuk perguruan tinggi belum mampu mengembangkan

alat pikir.

Di sini jelas terlihat peran dan fungsi perguruan tinggi dalam pengembangan dan

pembinaan kualitas sumber daya manusia yang salah satu kompetensinya adalah

kompetensi kognitif (kemampuan berpikir). Sehingga, perguruan tinggi harus

meredefinisi dan mereorientasi fungsi pendidikan dalam rangka pengembangan

kualitas nalar mahasiswanya. Peran ini dinilai strategis untuk membantu

pemerintah dalam uapayanya mencerdaskan kehidupan bangsa yang dijadikan

salah satu tujuan mulya pendidikan nasional kita.

1.3 Signifikansi Pengajaran Bahasa dalam Pengembangan Keterampilan

Berpikir Kritis

Tujuan pengajaran keterampilan berpikir kritis (critical thinking) adalah

pembentukan anak didik yang mampu berpikir netral, objentif, beralasan atau

logis, dan haus akan kejelasan dan ketepatan. Keterampilan ini tidak tumbuh

sendiri dan karenanya mesti diajarkan. Siswa dilatih membuat keputusan dan

Page 10: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

memberikan alasan mengenai kebenaran, nilai, pernyataan, tindakan, kondisi, dan

kebijaksanaan.

Melalui latihan, dapat ditanamkan pada siswa kecenderungan berpikir kritis atau

dispositions of critical thinking, yakni:

1. mencari kejelasan tesis atau masalah dan alasan serta alternatif;

2. ingin tahu dan menyebutkan sumber handal serta berpikiran terbuka;

3. melihat persoalan secara keseluruhan tanpa menyimpang dari inti

persoalan;

4. mengambil dan mengubah sikap karena bukti dan alasan; dan

5. sadar akan perasaan, tingkat pengetahuan, dan derajat kecanggihan orang

lain (Alwasilah, 1992).

Untuk saat ini, penerapan cognitive coaching di perguruan tinggi dispesifikasikan

dalam konteks pembelajaran bahasa khususnya bahasa Inggris karena menurut

Alwasilah (2002), bahasa merupakan media mata pelajaran lain di sekolah.

Bahasa merupakan alat berpikir dan instrumen peradaban secara general. Ini

berarti bahwa pengajaran bahasa yang didesain dengan profesional akan

membantu bahkan meningkatkan pengajaran mata pelajaran lain, mempertinggi

kualitas intelektual siswa, dan membentuk peradaban manusia.

1.2 Pembatasan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam karya tulis ini akan mencakup hal-hal

sebagai berikut:

1. Latar belakang diperlukannya penerapan metode pemanduan berpikir kritis

(cognitive coaching) di perguruan tinggi dalam pembelajaran MKDU bahasa

Inggris.

2. Desain pengajaran cognitive coaching.

3. Prosedur pengajaran cognitive coaching dalam pengajaran MKDU bahasa

Inggris di PT

4. Prospek dan kendala penerapan cognitive coaching.

5. Perintisan cognitive coaching dalam pembelajaran mata kuliah Reading

Comprehension di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan

Indonesia.

Page 11: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

1.3 Rumusan Permasalahan

Dari permasalahan di atas, penulis merumuskan permasalahan pokok sebagai

berikut:

1. Mengapa cognitive coaching diperlukan dalam pembudayaan keterampilan

berpikir kritis di perguruan tinggi di Indonesia, khususnya dalam

pembelajaran MKDU bahasa Inggris?

2. Bagaimana membuat desain pengajaran cognitive coaching dalam

pembelajaran MKDU bahasa Inggris?

3. Bagaimana prosedur pengajaran cognitive coaching dalam pengajaran MKDU

bahasa Inggris?

4. Prospek dan kendala apa saja yang dapat menghambat implementasi cognitive

coaching dalam pengajaran MKDU bahasa Inggris?

5. Sejauh mana perintisan cognitive coaching di perguruan tinggi di Indonesia?

1.4 Tujuan Penulisan

Melalui karya tulis ini, diharapkan pembudayaan keterampilan berpikir kritis

melalui metoda pemanduan berpikir kritis (cognitive coaching) dapat segera

diterapkan dalam dunia pendidikan kita, khususnya di perguruan tinggi sehingga

cita-cita pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mencetak masyarakat yang cerdas dapat terwujud.

Page 12: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

BAB IITELAAH PUSTAKA

2.1 Konsep Berpikir

Membiasnya batas antar negara menyadarkan kita bahwa keterampilan berpikir

kritis merupakan sebuah keniscayaan yang dapat menjadi penyaring awal

banjirnya informasi yang keabsahannya masih perlu dipertanyakan. Proses

penyaringan (filterisasi) informasi ini hanya bisa dilakukan dengan aktivitas

berpikir kritis.

Berpikir itu sendiri adalah manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan

dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung

melakukan kegiatan yang tampak (Ruch, 1996). Menurut Paul Mursen dan Mark

R. Rosenzweig, “The term ‘thinking’ refers to many kind of activities that involve

the manipulation of concepts and symbols, representations of objects and events”

(1993). Jadi, berpikir merujuk pada pelbagai aktivitas yang melibatkan

penggunaan lambang dan konsep, sebagai pengganti objek dan peristiwa.

Berpikir kita lakukan untuk menghadapi dan memahami realitas dengan menarik

kesimpulan dan meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal

dan internal. Sehingga, mengenai hal ini, Taylor (1977) mendefiniskan berpikir

sebagai proses penarikan kesimpulan.

2.2 Konsep Berpikir Kritis

Secara etimologis, kata ‘kritis’ berasal dari bahasa Yunani yakni “kritikos (yang

berarti mencerna penilaian) dan “kriterion” (yang berarti standar). Sehingga, kritis

berarti mencerna penilaian berdasarkan standar. Jika dipadukan dengan kata

‘berpikir’, maka kita dapat mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir yang

secara eksplisit dilatari oleh penilaian yang beralasan dan berdasarkan standar

yang sesuai dalam rangka mencari kebenaran, keuntungan, dan nilai sesuatu (Paul,

et al, 1995).

Page 13: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Berpikir kritis ini memiliki karakter antara lain, seperti dikemukakan Moore dan

Parker (1994), sikap berhati-hati dan bersengaja ketika memutuskan untuk

menerima, menolak atau menangguhkan sikap (judgement).

Secara lebih terperinci, Halpern (1994) menegaskan,

Critical thinking is the use of those cognitive skills or strategies that increase the probability of a desirable outcome. It is used to describe thinking that is purposeful, reasoned, and goal directed—the kind os thinking that involved in solving problems, formulating inferences, calculating likelihoods, and making decisions when the thinker is using skills that are thoughtful and effective for the particular context and type of thinking task. Critical thinking also involves evaluating the thinking process—the reasoning that went into the conlusion we have arrived at the kinds of factors considered in making a decision.

Definisi Halpern ini mengindikasikan dibutuhkannya beberapa tingkat

keterampilan untuk sampai pada keterampilan berpikir kritis yang memadai,

yakni, untuk berpikir kritis, seseorang harus reflektif, efektif, dan sensitif

terhadap berbagai faktor yang mungkin berpengaruh pada saat pembuatan

keputusan yaitu keputusan untuk menerima, menolak, ataupun memodifikasi

proposisi.

Menurut Alwasilah (1992) berpikir kritis artinya mampu melihat bias, mengenal

dan menganalisa propaganda, mengindentifikasi kekeliruan logika, memahami

agenda terselubung, membuat perbandingan, menyimpulkan asumsi dasar, dan

memecahkan masalah.

Tujuan pembelajaran keterampilan berpikir kritis adalah terbentuknya anak didik

yang mampu berpikir netral, objektif, beralasan ataupun logis, dan hasu akan

kejelasan dan ketepatan. Berpikir baru dikatakan kritis manakala si pemikir

berusaha menganalisis argumentasi secara cermat, mencari bukti yang sah, dan

menghasilkan kesimpulan yang mantap untuk mempercayai dan melakukan

sesuatu. Seorang pemikir kritis mempunyai kecenderungan batin untuk:

1. Mencari kejelasan tesis atau masalah.

2. Mencari alasan.

3. Berusaha mendapatkan informasi sebanyak mungkin.

4. Menggunakan dan menyebutkan sumber yang handal.

5. Memperhatikan situasi keseluruhan.

Page 14: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

6. Berusaha konsisten dengan pokok permasalahan.

7. Berpegang teguh akan dasar permasalahan.

8. Mencari alternatif.

9. Berpikiran terbuka.

10. Mengambil atau berganti posisi karena bukti dan alasan yang cukup.

11. Mencari ketepatan secermat mungkin.

12. Memecahkan persoalan secara teratur pada bagian-bagian keseluruhan.

13. Menggunakan keterampilan berpikir kritis.

14. Sensitif terhadap perasaan, tahap pengetahuan, dan derajat kecanggihan pihak

lain (Marzano, et al, 1988).

Pembudayaan keterampilan berpikir kritis dapat menggali cara-cara pemahaman

pikiran dan pengasahan intelektualitas sehingga kesalahan dan distorsi berpikir

dapat diminimalisasi.

Keterampilan berpikir kritis pun dapat melejitkan kemampuan kita dalam

memecahkan permasalahan yang sangat penting dengan membantu menjauhkan

kita dari ketimpangan berpikir dan menuntun kita berpikir sangat logis dan

rasional. Orang yang berpikir kritis, misalnya, sering kali melakukan kerja-kerja

intelektual yakni memilah, memonitor, mengulas, dan menilai hal-hal seperti:

1. maksud dan tujuan;

2. cara perumusan masalah dan isu;

3. penerimaan informasi, data, dan bukti;

4. interpretasi informasi, data, dan bukti;

5. kualitas pemikiran atau alasan yang dikembangkan;

6. gagasan atau konsep dasar yang inheren dalam pemikiran;

7. asumsi yang dibuat;

8. implikasi dan konsekuensi; dan

9. sudut pandang dan kerangka rujukan (Paul, et al, 1995).

Selanjutnya, Paul, et al, (1995) menyebutkan sejumlah keterampilan dasar

pikiran, diantaranya kemampuan untuk menjelaskan pertanyaan, memperoleh

data yang sesuai, mengambil kesimpulan yang absah dan logis, mengidentifikasi

asumsi pokok, menelusuri maksud yang signifikan, dan mengambil alternatif

pandangan tanpa distorsi. Sedangkan ciri intelektual pikiran antara lain

responsibilitas inteletual, ketekunan intelektual, dan kesabaran intelektual.

Page 15: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

2.3 Tahap Perkembangan Kognitif Mahasiswa

Apabila ditilik dari kacamata Psikologi Perkembangan, secara kuantitatif masa-

masa mahasiswa ini merupakan masa puncak atau klimaks perkembangan fungsi-

fungsi kognitif (Loree, 1970). Sementara, secara kualitatif, usia mahasiswa sedang

memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut formal operational period.

Periode ini ditandai dengan perilaku kognitif yang antara lain:

- kemampuan berpikir hipotesis-deduktif (hypothetico-deductive thinking);

- kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua

kemungkinan atau lebih (a combinational analysis);

- kemampuan mengembangkan suatu proposisi atas dasar proposisi-proposisi

yang diketahui (propotional thinking); dan

- kemampuan menarik generalisasi dan inferensi dari berbagai kategori objek

yang beragam (Makmun, 1990).

Page 16: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

BAB III

METODE PENULISAN

Sebuah karya tulis baru dianggap ilmiah ketika paparan yang dituangkan

didukung oleh data atau informasi yang absah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Karena itu, penulis mencoba untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data atau

informasi untuk memperkuat gagasan yang ditawarkan.

Adapaun metode pengumpulan data dalam penulisan karya tulis ini adalah:

1. Studi Literatur (Library Research)

Penulis membaca dan mengkaji buku, artikel, jurnal, dan hasil penelitian

sebagai referensi. Studi Literatur ini memang merupakan penelitian

berdasarkan rujukan atau hasil penelitian terdahulu (Brown, 1988).

2. Penjelajahan Dunia Internet

Untuk memperoleh data yang relevan dengan cepat, praktis, efektif, dan

efisien, penulis menggunakan fasilitas search engine dalam dunia internet.

3. Observasi dan Wawancara

Pengamatan langsung ke lapangan dan wawancara penulis lakukan untuk

memperoleh deskripsi objektif dan data lain yang diperlukan.

Dalam menganalisa data dan informasi tersebut, digunakan pendekatan deskriptif.

Pendekatan ini bersifat eksploratif yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

status fenomena (Arikunto, 1997).

Data yang diperoleh dibedakan ke dalam data kualitattif dan kuantitatif. Data

kualitatif penulis oleh dengan menggunakan standar atau kriteria tertentu yang

telah dibuat oleh penulis. Maka kesimpulan ditarik berdasar kriteria yang telah

ditentukan tersebut.

Oleh karena simpulan ditarik berdasarkan data yang diperoleh, maka penarikan

kesimpulan dilakukan sejalan dengan proses pengolahan data.

Page 17: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Sekilas Potret Pengajaran MKDU Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi

Sebagaimana disuratkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

Tahun 1989, bahasa Inggris adalah bahasa asing terpenting di Indonesia untuk

diajarkan pada jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Kebijakan

pemerintah ini menantang kita untuk bersikap dan bertindak profesional dalam

merealisasikan kebijakan tersebut. Makna profesionalisme antara lain dijabarkan

sebagai keharusan untuk memilih dan menyajikan bahan ajar sesuai dengan

kebutuhan pembelajar sebagaimana tergali dari hasil penelitian empirik.

Akan tetapi sangat disayangkan, penyelenggaraan perkuliahan MKDU bahasa

Inggris di perguruan tinggi sangat mengkhawatirkan. Dari penelitian terdahulu

(Alwasilah, 1994) yang melibatkan 111 responden lulusan berbagai PT di

Bandung dan sekitarnya, misalnya, diketahui sejumlah temuan seperti nampak

pada tabel berikut.

NO Persepsi RespondenPersentase Responden

1. Tidak memenuhi harapan responden 65, 80%

2. Sebaiknya diberikan di semester 1 dan 2 57, 40%

3. Tidak mendapat silabus perkuliahan 56, 80%

4. Membaca mendapat porsi 25-50% dalam kurikikulum 60, 40%

5. Materi sesuai dengan bidang studi 70, 30%

6. Ditugaskan untuk menerjemahkan 70,30%

7. Dosen Berijazah S-1 72, 30%

8. Tidak mendapat pre-test 63, 10%

Dari tabel di atas, bisa dilihat bahwa penyelenggararan perkuliahan MKDU

bahasa Inggris di PT belumlah profesional dan keberadaan MKDU tersebut belum

begitu dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa.

Kegagalan perkuliahan MKDU bahasa Inggris dengan orientasi kemampuan

membaca selama ini disebabkan oleh:

Page 18: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

1. teks bacaan tidak menarik (menantang) bagi mahasiswa;

2. tidak jelasnya manfaat yang diperoleh dari membaca teks yang dipilih

dosen; dan

3. Kegiatan membaca tidak integratif dengan kegiatan lain yang lebih makro

dalam konteks penyelesaian studi (Alwasilah, 2000).

Karena itu, perlu ada reorientasi fungsi dan pemutakhiran metode agar mahasiswa

bisa menguasai bahasa Inggris (menguasai kaidah dan mengaplikasikannya dalam

dunia komunikasi nyata). Untuk menyikapi fenomena di atas, sejumlah pakar dan

praktisi pendidikan telah menguras keringat untuk memikirkan cara pengajaran

MKDU bahasa Inggris yang lebih efektif. Salah satu diantaranya, Sundayana

(1996) telah berupaya dengan kolega-koleganya untuk membuat metode dan

modul pengajaran MKDU bahasa Inggris di Universitas Pendidikan Indonesia.

Beliau menyatakan bahwa, seyogianya MKDU itu didesain sebagai kelanjutan

bahasa Inggris di SMP dan SMU, dengan karakteristik sebagai berikut:

1. materi perkuliahan diberikan dalam kurang lebih 14 pertemuan.

2. materi ajar berorientasi pada bidang studi mahasiswa, yakni mengikuti

English for Specific Purpose-based approach;

3. perkuliahan dimaksudkan untuk membantu mahasiswa menguasai

keterampilan akademik (study skills), khususnya kemampuan membaca

dna menulis untuk mengembangkan profesionalisme; dan

4. dalam materi perkuliahan, komponen kosakata jauh lebih penting untuk

disajikan daripada komponen tata bahasa dan ejaan.

Pengajaran bahasa Inggris dengan pendekatan di atas pun ternyata belum

membuahkan hasil maksimal karena kemampuan nalar kritis mahasiswa belum

diberdayakan dengan baik. Pendekatan tersebut belum mampu mencetak lulusan

dengan kompetensi kognitif yang amat diperlukan untuk bertahan hidup dalam

peradaban global. Menyangkut hal ini, Serniawan (1999) menggambarkan bahwa

sekolah kita termasuk di dalamnya perguruan tinggi sering kali kurang

memanfaatkan alat pikir (tool-less thought), padahal pekerjaan luas sekolah

mengandalkan peralatan kognitif (Levinger, 1996).

Karena itu, perkuliahan MKDU bahasa Inggris bisa dijadikan media untuk

pengembangan dan pemanfaatan alat pikir. Sehingga, nantinya lulusan-lulusan

Page 19: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

perguruan tinggi mempunyai kualitas kognitif yang tinggi dengan dibekali

keterampilan berpikir kritis sebagai tiket masuk peradaban global.

Tantangan ini bisa segera dijawab dengan meramu pengajaran MKDU bahasa

Inggris dengan pengajaran keterampilan berpikir kritis. Pengajaran bahasa

nantinya diupayakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis selain

tentunya penguasaan dan pengembangan keterampilan-keterampilan berbahasa.

4.2 Sekilas Potret Pengajaran Berpikir Kritis dalam Dunia Pendidikan Kita

Pengajaran bahasa secara makro pada saat ini masih diwarnai dengan pendekatan-

pendekatan yang menitikberakan pada hapalan (rote learning). Siswa atau peserta

didik dijejali dengan berjubel materi berkaitan dengan kaidah tata bahasa yang

harus dihapal. Alhasil, siswa terdidik untuk mengetahui dan menguasai kaidah

tata bahasa tanpa pernah tahu cara pengaplikasiannya. Padahal, dalam kerangka

persaingan global pengajaran bahasa semestinya diorientasikan untuk menguasai

keterampilan berpikir kritis. Karenanya, pengajaran bahasa (dalam hal ini bahasa

Inggris) seharusnya ditujukan untuk pengasahan kemampuan berpikir kritis.

Sudah tiba waktunya kita meyakinkan para pengajar dan perumus kurikulum

bahasa bahwa bahasa merupakan alat berpikir sehingga pengajaran bahasa harus

diorientasikan dalam framework berpikir yang memuat keterampilan berpikir

kritis yakni kemampuan menghasilkan alternatif kemungkinan, analisa,

perbandingan, mengambil kesimpulan dan interpretasi, evaluasi dan metakognisi

(Alwasilah, 2002).

Sekarang ini, banyak sekali metoda maupun teknik pengajaran bahasa yang

mengasah keterampilanberpikir kritis diantaranya berbicara di hadapan publik,

berdebat, bermain peran, mempresentasikan makalah, menulis esei, dan lain

sebagainya. Namun, belum ada suatu metode pengajaran tertentu yang khusus

didesain untuk pemanduan berpikir kritis sekaligus mengefektifkan pengajaran

bahasa khususnya bahasa Inggris.

4.3 Konsep Pemanduan Berpikir Kritis (Cognitive Coaching)

Deskripsi di atas merupakan fenomena nyata yang menantang para pakar dan

praktisi pendidikan untuk sesegera mungkin menemukan sebuah metode

Page 20: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

pengajaran bahasa termutakhir yang mampu menciptakan suasana pembelajaran

bahasa yang kondusif dan efektif serta bisa memandu pengembangan kemampuan

berpikir kritis.

Belakangan telah ditemukan sebuah metode pemanduan berpikir kritis (cognitive

coaching) yang dirintis oleh Art Costa dan Bob Garmston yang menitikberatkan

peningkatan kapasitas kognitif (berpikir). Costa dan Garmston menjabarkan

kapasitas kognitif ini sebagai cara berpikir yang merangsang diri seseorang atau

orang lain untuk mempola pemikiran mereka dan kemampuan-kemampuan

memecahkan masalah. Dengan kata lain, cognitive coaching membantu setiap

orang untuk mengubah kemampuan dalam rangka mengubah diri.

Cognitive Coaching dilatari oleh empat asumsi pokok, yakni:

1. pikiran dan persepsi menghasilkan seluruh perilaku;

2. Mmngajar adalah proses pembuatan keputusan secara konstan;

3. untuk belajar sesuatu yang baru membutuhkan keterlibatan dan perubahan

dalam pemikiran; dan

4. manusia terus tumbuh berkembang secara kognitif.

Jantungnya cognitive coaching adalah konsep yang menyebutkan bahwa setiap

orang mempunyai sumber daya atau potensi yang membantu kita untuk tumbu

berkembang dan berubah dari dalam. Costa dan Garmston mengistilahkannya

“keadaan pikiran” (States of Mind). Adalah keadaaan pikiran ini yang membantu

setiap orang untuk memberdayakan setiap potensi dalam dirinya dengan efektif.

Keadaan pikiran ini terdiri atas lima sumber energi, yakni:

1. Efektivitas

Mereka yakin dapat membuat perbedaan, kreatif, mampu mengubah dirinya,

mempunyai kontrol internal dan penuh percaya diri.

2. Fleksibilitas

Mereka lebih bersifat empatik, melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang

berbeda, meyakini intuisi, toleran terhadap orang lain, dan kreatif dalam

memecahkan masalah.

3. Keterampilan

Page 21: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Mereka selalu bangga dengan hasil kerjanya, selalu berusaha untuk maju, terus

menerus memperdalam ilmu pengetahuan dan keterampilannnya, dan berusaha

untuk mencapai ketepatan (presisi).

4. Kesadaran

Mereka sadar akan kejadian internal dan eksternal, mempunyai kemampuan

metakognitif (mempunyai kesadaran akan proses berpikir), mampu memonitor

dan menyesuaikan pemikiran, perilaku dan prinsipnya, dan menggunakan kriteria

internal dalam membuat keputusan.

5. Interdependensi

Mereka senantiasa mencari persahabatan, ikut andil untuk kebaikan bersama,

membutuhkan potensi dari yang lain, dan mampu mengenyampinkan kepentingan

pribadi demi kepentingan kelompok.

Titik berat cognitive coaching ini adalah pada keterampilan berpikir, kemampuan

memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memberdayakan potensi diri.

Melalui pemanduan yang intensif dari guru, siswa dibimbing untuk melakukan

penilaian (judgement) terhadap proposisi-proposisi yang problematik dan

kontroversi atau mengandung kesalahan berpikir (fallacy).

Sejauh ini, data atau hasil riset termutakhir yang tersedia menyarankan bahwa

cognitive coaching ini dapat diintegrasikan dalam pengajaran bahasa. Dalam hal

ini, penulis mencoba mengkaji penerapan cognitive coaching dalam pembelajaran

bahasa Inggris secara umum terutama bahasa Inggris untuk mahasiswa non-

bahasa Inggris.

4.4 Desain Pengajaran Cognitive Coaching

4.4.1 Tujuan

Tujuan dari penerapan cognitive coaching ini secara umum adalah untuk

mencetak pembelajar mandiri (independent learners) yang memiliki kemampuan

nalar kritis yang tinggi, mempunyai fleksibilitas dan kepercayaan diri dalam

memecahkan segala persoalan, dan mempunyai kecerdasan dan kebanggan diri.

Pun, mereka menemukan sendiri strategi-strategi pemecahan masalah sehingga

mereka tidak lagi perlu disuapi penjelasan-penjelasan rinci mengenai materi

Page 22: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

pelajaran. Dengan kata lain, mereka dibentuk menjadi pembelajar strategis

(strategic learners).

4.4.2 Silabus

Sebagai pemandu guru dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar, silabus

menjadi suatu hal yang sangat esensial. Silabus secara sederhana bisa diartikan

deskripsi atau daftar pelajaran beserta rincian lain yang diperlukan, misalnya

tujuan pengajaran secara umum, prosedur penilaian, jadwal per pertemuan disertai

tema atau materi, dan lain-lain.

Dalam metode cognitive coaching ini, tidak ada silabus tertentu yang

diperuntukkan khusus untuk pengajaran bahasa Inggris karena metode ini

hanyalah memandu guru dan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran dan

memperoleh hasilnya secara maksimal disertai dengan penguasaan keterampilan

berpikir kritis. Jadi, pada intinya guru atau pengajar bisa menggunakan silabus

model manapun atau bahkan silabus karya pribadi yang disesuaikan dengan

kurikulum yang ada.

Namun, belakangan ada beberapa pihak yang berpendapat bahwa sebaiknya

konsep silabus yang ada pada saat ini dihapuskan. Berdasarkan kenyataan bahwa

hanya pembelajarlah yang benar-benar menyadari kebutuhannya, sumber-sumber

komunikasinya, dan langkah-langkah yang dikehendakinya. Setiap pembelajar

harus menciptakan silabus pribadi sebagai bagian dari pembelajar mereka (Azies,

1996).

4.4.3 Aktivitas Belajar Mengajar

Cakupan ragam aktivitas yang sesuai dengan metode cognitive coaching sangatlah

luas, asalkan dapat membantu pembelajar menggunakan kemampuan atau

kapasitas kognitifnya (berpikir) secara maksimal.

Secara umum, aktivitas ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian: aktivitas

lisan dan aktivitas tulisan.

1. Aktivitas Lisan

Ihwal aktivitas lisan ini, dalam metode cognitive coaching mencakup

beberapa aktivitas yang antara lain:

Page 23: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

a. Mencapai Kesepakatan (Reaching a Consencus)

Dalam aktivitas ini, siswa harus mencapai suatu kesepakatan setelah

melalui diskusi tertentu. Tugas belum dianggap selesai sampai mereka

membuat kesepakatan bersama.

b. Diskusi (Discussion)

Dalam aktivitas ini, guru meminta siswa untuk mengemukakan

gagasannya secara lancar tentang suatu topik atau permasalahan sulit yang

sedang dibahas. Kemudian siswa lain ikut bergabung dengan menanggapi

atau menambahkan gagasan, kemudian seluruh siswa terlibat dalam

diskusi yang hidup.

c. Topik Kontroversial (Controversial Topics)

Pernyataan-pernyataan kontroversial sangatlah baik untuk merangsang

adanya diskusi. Siswa diberi artikel atau pernyataan yang bertolak

belakang dengan prinsip mereka atau mereka diminta menentukan sikap

atas suatu permasalahan.

d. Permainan Komunikasi

Permainan ini didasarkan pada prinsip information gap. Siswa dihadapkan

pada situasi yang mengharuskan mereka menggunakan bahasa untuk

melakukan tugas tertentu seperti mencari perbedaan, menggambarkan dan

menjelaskan, dan merekonstruksi cerita.

e. Penyelesaiaan Masalah (Problem Solving)

Aktivitas ini mendorong siswa untuk menyelesaikan suatu tugas atau

permasalahan secara bersama-sama. Misalnya, siswa dihadapkan pada

suatu situasi sulit dimana mereka harus memikirkan benda-benda yang

tersedia untuk bertahan hidup ketika mereka terdampat di daerah yang

sangat terpencil.

f. Simulasi dan Main Peran (Simulation and Role Play)

Simulasi di sini berarti menciptakan pretensi situasi kehidupan nyata

dalam ruang kelas. Kita bisa meminta mereka untuk berpura-pura berada

di bandara. Slain itu, kita bisa meminta siswa untuk bermain peran dengan

memerankan suatu karakter. Setelah semua aktivitas selesai, guru dan

siswa membahas simulasi dan bermain peran yang telah dilakukan.

2. Aktivitas Tulis

Page 24: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Dalam aktivitas ini, siswa diharuskan memberikan istruksi tertulis pada siswa

lain. Aktivitas yang terlibat diantaranya mengarahkan (giving directions),

menulis perintanh (writing commands), menulis laporan dan iklan (writing

reports and advertisements), menulis kelompok (cooperative writing),

rekonstruksi cerita (story reconstruction), bertukar surat (exchanging letter),

dan menulis jurnal (writing journals).

4.4.4 Peranan Guru dan Pembelajar

Dalam sebuah kelas, pembelajar berperan aktif dalam pembelajaran. Guru dan

pembelajar bekerja sama dalam suatu kemitraan (partnership). Strategi untuk

mewujudkan itu semua adalah melalui negosiasi. Negosiasi antara guru dan

pembelajar akan membuahkan pengalaman belajar yang akan mengakamodasi

kebutuhan, minat, dan kemampuan tertentu si pembelajar.

Peran pembelajar adalah sebagai negosiator antara diri, proses belajar, dan objek

pembelajaran. Ia pun harus berinteraksi dengan peran negosiator bersama dalam

kelompok. Ia sendirilah yang nantinya akan menentukan keberhasilan dan

kegagalan proses belajarnya.

Dalam metode cognitive coaching, guru berperan sebagai mediator. Ia

menggunakan demonstrasi thinking aloud untuk membantu mendampingi siswa

dalam internalisasi dan eksternalisasi berpikir, memecahkan masalah, dan

membantu siswa sadar akan pandangan dan pembelajaran mereka sendiri.

4.4.5 Peran Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan suatu hal yang substansial dalam mempengaruhi kualitas

interaksi kelas dan penggunaan bahasa. Bahan ajar ini akan membantu guru dan

pembelajar dalam mengoptimalkan penggunaan bahasa di dalam kelas. Bahan ajar

yang biasanya terlibat dalam proses pembelajaran adalah bahan ajar tekstual

(seperti buku, jurnal, laporan penelitian, dan sebagainya) bahan ajar tugas (seperti

bermain peran, simulasi, dan aktivitas lainnya yang berupa tugas), dan realia

(bahan-bahan otentik dari kehidupan nyata seperti majalah, iklan, peta, bagan, dan

lain-lain).

Page 25: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

4.5 Prosedur Pengajaran Cognitive Coaching

Prosedur Umum

Menjabarkan prosedur pengajaran berdasarkan metoda cognitive coaching

tentunya tidak semudah membalikkan tangan karena metode ini bisa diaplikasikan

untukpengajaran seluruh disiplin ilmu baik sifatnya teknik, sosial, ataupun

eksakta. Penyebab lainnya adalah terdapat keragaman yang cukup luas dalam

aktivitas dan teknik pengajaran cognitive coaching di dalam kelas.

Walaupun demikian, secara umum prosedur pengajaran cognitive coaching bisa

dijabarkan sebagai berikut:

- guru memberikan penjelasan mengenai tujuan pengajaran dan isu yang akan

diangkat;

- guru menspesifikasikan salah satu strategi misalnya menghilangkan

alternatif, mencari gagasan pokok, membedakan fakta dan opini, dan

sebagainya;

- guru mengulas kembali strategi berpikir dan mengulas hasil kesimpulan

bersama.

Prosedur Operasional

Mengacu pada prosedur umum yang telah dipaparkan di bagian sebelumnya,

maka perlu dijabarkan prosedur operasional yang berkaitan dengan langkah-

langkah teknis pengajaran cognitive coaching di kelas.

MKDU bahasa Inggris di perguruan tinggi umumnya menggunakan kurikulum

integratif dalam pengertian bahwa keempat keterampilan berbahasa (listening,

speaking, reading, writing) disajikan secara bersamaan dalam satu kesatuan yang

utuh. Namun tetap ada penekanan pada salah satu keterampilan bahasa. Dan

dalam hal ini, pengajaran MKDU bahasa Inggris di PT menekankan pada

pengajaran membaca untuk menulis (Alwasilah, 2000) untuk mengembangkan

profesionalisme dan mengasah keterampilan berpikir kritis.

Ada sejumlah kategori yang dikemukakan oleh Richard Paul (1994) untuk

menimbang respon kritis pembelajar (mahasiswa) dalam pelaksanaan aktivitas

pembelajaran yakni:

Page 26: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

1. kemampuan memahami secara akurat inti proposisi seperti yang

dikemukakan oleh pengarang (AU = Accurate Understanding of Core

Propositions);

2. kemampuan mempertanyakan asumsi (CA = Challenging Assumptions);

3. kemampuan mempertimbangkan peran konteks (SC = Sensitivity to

Context);

4. kemampuan mempertanyakan keberlakuan satu proposisi bagi konteks

yang lain (QC = Questioning Contextual Validity); dan

5. kemampuan memunculkan dan mengeksplorasi alternatif (GA =

Generating Alternative Solutions).

Adapun untuk memperjelas proses implementasi, penulis mengambil salah satu

sampel prosedur operasional cognitive coaching yang dikembangkan oleh

Bachrudin Musthafa (2000) dengan penekanan pada aktivitas membaca adalah

sebagai berikut:

1. Aktivitas pembelajaran dimulai dengan adanya negosiasi teks bacaan yang

akan dijadikan sebagai bahan ajar utama. Pemilihan ini hendaknya

disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan bidang studi masing-masing.

2. Pembelajar (dalam hal ini mahasiswa) diwajibkan untuk membaca teks

sebelum masuk kelas dan membuat respon tertulis dalam jurnal mereka.

Respon ini dibuat berdasarkan pertanyaan panduan (guiding questions)

yang dipersiapkan guru.

3. Mahasiswa dipajankan dengan berbagai contoh kongkret praktik berpikir

keliru (faulty reasoning) melalui dua tahap aktivitas:

a. Deskripsi proses berpikir dalam kasus faulty reasoning dan

bagaimana implikasi dari kesalahan tersebut.

b. Demonstrasi proses berpikir dengan thinking aloud (demonstrasi

strategi berpikir dengan disertai penjelasan) termasuk juga proses

verifikasi argumentasinya.

5. Mahasiswa diberi kesempatan untuk melakukan sendiri proses pemikiran

kritis yang tengah diajarkan, melalui pernyataan-pernyataan problematik

dan kontroversial yang diberian. Untuk itu, mahasiswa diberi pertanyaan

panduan untuk mengamati ada tidaknya permasalahan dalam proposisi-

proposisi yang diajukan dan melokalisasi permasalahan yang ditemukan.

Page 27: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

6. Mahasiswa diminta mengutarakan proposisi-proposisi yang bermasakah

dan direspon atau dikritisi oleh mahasiswa lain. Dalam proses ini, aktivitas

diskusi mulai berlangsung.

7. Mahasiswa diminta mengkoreksi atau memodifikasi proposisi tersebut.

8. Mahasiswa melakukan evaluasi secara kolektif melalui proses thinking

aloud terhadap proposisi-proposisi problematis yang tengah dijadikan

pokok pembahasan.

9. Setelah proses diskusi selesai dan disimpulkan, maka selanjutnya guru

akan mengulas strategi yang telah diterapkan dan menyimpulkan

pembahasan.

10. Mahasiswa diharuskan membuat respon kedua berdasarkan hasil diskusi

kelas sebagai bahan evaluasi akhir bagi guru.

Prosedur Operasional Implementasi Cognitive Coaching

4.6 Prospek dan Kendala Implementasi Cognitive Coaching

Prospek implementasi metode pemanduan keterampilan berpikir kritis atau

cognitive coaching untuk pengajaran MKDU bahasa Inggris di Perguruan Tinggi

di Indonesia cukup gemilang. Hal ini dikarenakan adanya keleluasaan yang

diberikan kepada guru dalam mengembangkan metode dan teknik pengajaran di

kelas, selama tidak menyimpang dari kurikulum yang telah digariskan.

Di samping itu, diskursus yang tengah bergulir pada saat ini berkenaan dengan

kurikulum berbasis kompetensi yang tentu saja penekanan pada penguasaan

sejumlah kompetensi oleh pembelajar. Cognitive coaching dalam hal ini mampu

membantu guru dalam mengembangkan kompetensi kognitif pembelajar karena

melalui metode ini mahasiswa dipandu untuk melewati berbagai proses penerapan

proses berpikir kritis. Nantinya, mahasiswa diharapkan dapat mempunyai

kompetensi kognitif yang berkualifikasi dengan penguasaan keterampilan berpikir

kritis sehingga ia bisa ikut bersaing dalam percaturan peradaban global.

GURU/DOSEN MAHASISWA

Sensing

Locating problematic areas

Correcting propositions

Page 28: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Prospek ini pun ditopang oleh beberapa keunggulan cognitive coaching yang

antara lain:

- adanya internalisasi dan eksternalisasi pemahaman mahasiswa terhadap

materi atau konsep yang dipelajari;

- adanya peningkatan ketajaman mahasiswa dalam merespon atau mengkritisi

proposisi atau pernyataan yang bermasalah;

- pembelajar lebih termotivasi untuk belajar karena teks yang akan mereka

pelajari telah disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan bidang studi

mereka memalui proses negosiasi dengan guru;

- adanya kesamaan tujuan yang dipegang oleh guru dan pembelajar;

- adanya evaluasi performansi yang sinambung; dan

- adanya hubungan simbiosme mutualistis, dimana guru mempelajari

kesalahan konsep berpikir mahasiswa dan pengamatan siswa mengenai

strategi yang diterapkan sementara siswa mempelajari pengalaman guru

dalam menerapkan strategi-strategi tersebut.

Akan tetapi, di samping prospek dan keunggulan cognitive coaching dalam

pengajaran MKDU bahasa Inggris sekaligus pengajaran berpikir kritis, ada

sejumlah kendala yang sedikitnya menghambat kelancaran implementasi metode

ini. Adapun kendala tersebut diantaranya:

kurangnya katerampilan akademis yang diperlukan untuk menuntut ilmu di

perguruan tinggi dan tidak adanya pengajran berpikir kritis di SMU (Pierce,

1988);

pengajaran berpikir kritis belum ditangani secara serius oleh pemerintah

sehingga orientasi pendidikan pun otomatis belum diarahkan kesana;

mahasiswa akan mengalami sedikit hambatan dalam mengemukakan gagasan

atau memberikan respon dalam bahasa Inggris karena kurangnya kemampuan

berbahasa baik lisan maupun tulisan;

kurangnya pemahaman guru atau dosen mengenai signifikansi penguasaan

berpikir kritis dan pemutakhiran metode pengajaran bahasa.

Selain itu, kendala yang ada diwarnai dengan sejumlah kelemahan cognitive

coaching yang diantaranya:

Page 29: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

- metode ini hanya menitikberatkan pada pengajaran dan pemenuhan potensi

kognitif siswa sementara potensi afektif, psikomotorik, dan kreatifnya kurang

begitu diberdayakan;

- pengulangan metode ini secara sinambung sebagai langkah pembiasaan

berpikir kritis membuat proses pembelajaran menjadi monoton sehingga

diperlukan alternatif strategi untuk membangkitkan kembali semangat belajar

siswa.

Visualisasi Implementasi Cognitive Coaching dalam Pengajaran MKDU Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi

4.7 Perintisan Metoda Cognitive Coaching dalam Pengajaran Membaca di

Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UPI

Metode pemanduan keterampilan berpikir kritis atau cognitive coaching ini telah

berhasil dirintis oleh sejumlah dosen perkuliahan membaca atau Extensive

Reading 1. Dengan bobot dua SKS, kedua mata kuliah tersebut menjadi muara

mata kuliah membaca lainnya dengan tujuan akhir membina minat membaca.

Dalam metode ini, dipergunakan serangkaian bacaan kontroversial sebagai basis

untuk memperkenalkan pertanyaan panduan atau guiding questions. Perkuliahan

dimulai dengan negosiasi ragam bacaan yang akan dibahas. Bacaan bertalian

dengan permasalahan sosial yang mengundang pro kontra setiap mahasiswa.

Setiap mahasiswa harus membaca teks sebelum perkuliahan dan membuat respon

tertulis dalam bentuk jurnal.

Di dalam kelas, mahasiswa dikelompokkan untuk membahas permasalahan yang

telah mereka temukan dalam bacaan. Kemudian perwakilan setiap kelompok

MAHASISWA

COGNITIVE

COACHING

MKDU BHS INGGRIS

Language Skills

Critical Thinking Skills

Independent Learner

Strategic Learner

Problem

Solving

Decision Making

Page 30: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

mengutarakan hasil pembahasan sambil direspon atau dikritisi oleh kelompok

lainnya. Proses diskusi pun berjalan dengan menggunakan sebagain nas yang

terdapat dalam teks ditambah dengan pendapat pribadi mereka. Pada akhir

perkuliahan, dosen mengulas kembali permasalahan yang telah dibahas dan

meminta setiap mahasiswa untuk membuat jurnal kedua yang memuat hasil

pembahasan.

4.7 Simpulan

1. Globalisasi yang ditandai dengan restrukturisasi dunia disertai meluapnya

informasi mensyaratkan adanya penguasaan keterampilan berbahasa

Inggris sebagai alat komunikasi global dan penguasaan keterampilan

berpikir kritis.

2. Keterampilan berpikir kritis sangat perlu diimplementasikan dalam

konteks pendidikan di Indonesia

3. Pemanduan keterampilan berpikir kritis atau cognitive coaching

merupakan salah satu alternatif metode pengajaran berpikir kritis yang

dapat diintegrasikan dalam pengajaran MKDU bahasa Inggris di

perguruan tinggi.

4. Keterampilan berpikir kritis mendorong terciptanya kelas yang lebih

demokratis.

4.8 Rekomendasi

1. Pembudayaan keterampilan berpikir kritis harus mulai ditangani secara

serius dan sistematis oleh pemerintah dengan memasukkan critical

thinking dalam muatan kurikulum pengajaran bahasa.

2. Harus mulai dirintis pengembangan pemanduan keterampilan berpikir

kritis atau cognitive coaching untuk pengajaran MKDU bahasa Inggris di

perguruan tinggi.

3. Akan lebih baik bila cognitive coaching ini mulai dikembangkan sejak dini

dalam persekolahan misalnya mulai dari jenjang pendidikan SMU.

4. Pengajar dan perumus kurikulum bahasa harus mulai meredefinisi dan

mereorientasi kurikulum bahasa agar lebih ditekankan pada penguasaan

berpikir kritis.

Page 31: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

5. Untuk menakar efektivitas metode cognitive coaching dalam pengajaran

MKDU bahasa Inggris di perguruan tinggi, sebaiknya eksplorasi gagasan

dalam karya tulis ini ditindaklanjuti dengan penelitian eksperimental.

4.9 Penutup

Dalam memasuki abad ke-21 dimana dunia sudah mengglobal dan banjir

informasi sudah mulai melanda seluruh kawasan dunia mengharuskan setiap

negara untuk menyiapkan diri dengan meningkatkan kualitas sumber daya

manusia. Perguruan tinggi mengemban amanah yang besar dalam peningkatan

sumber daya manusia ini dengan berusaha menyediakan proses pembelajaran

yang mampu mencetak lulusan-lulusan yang bernalar kritis.

Bahasa yang memegang peran strategis dalam percaturan komunikasi global harus

mulai diintegrasikan dengan pengajaran keterampilan berpikir kritis. Sehingga,

pembelajar dapat menguasai kaidah bahasa, menerapkannya dalam komunikasi,

dan sekaligus mampu menguasai dan mengaplikasikan kaidah-kaidah berpikir

kritis.

Cognitive Coaching yang dipadukan dalam pengajaran MKDU bahasa Inggris di

perguruan tinggi bisa dijadikan salah satu alternatif solusi untuk menjawab semua

tantangan di atas. Upaya pengintegrasian ini harus mulai dirintis bukan hanya

untuk pengajaran bahasa melainkan untuk pengajaran disiplin ilmu lain yang ada

di perguruan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 32: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Alwasilah A. Chaedar. 2002. Critical Thinking Crucial to Global Success.

Jakarta: Harian Umum The Jakarta Post.

Alwasilah, A. Chaedar. 1994. Dari Cicalengka sampai Chicago: Bunga Rampai

Pendidikan Bahasa. Bandung: Angkasa.

Alwasilah, A. Chaedar. 2001. Language, Culture, and Education: a Portrait of

Contemporarry Indonesia. Bandung: Indira.

Alwasilah A. Chaedar. 2001. Pemutakhiran Metode Pembelajaran Bahasa.

Bandung: Harian Umum Pikiran Rakyat.

Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia

dalam Konteks Persaingan Global. Bandung: Indira.

Azies, Furqanul dan Chaedar A. 2000. Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori

dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Costa, Art dan Robert Garmston. 1994. Cognitive Coaching. A Foundation for

Renaissance Schools. Norwood, MA., Christopher-Cordon Publishers, Inc.

Available on-line at

http://emissary.ots.uteyas.edu/wings/cognitivecoaching.html.

Dildy, Donna. Action Research: Cognitive Coaching as a Vehicle to Improve

Teacher Efficacy. Available on-line at http://www.cognitivecoaching.com.

Gokhale, Anuradha. 1995. Collaborative Learning Enhances Critical Thinking.

Available on-line at

http://www.scholar.lib.vt.edu/ejournals/jte/jte-v7n1/gokhale.jte-v7n1.html.

Key, Sylvia. Cognitive Coaching. Available on-line at

http://www.smcoe.k12.ca.us/cyfs/cognitive.html.

Kasih, Ekawahyu et al. 1999. Pendidikan Tinggi Era Indonesia Baru: Sebuah

Konsep Upaya Praktis Peningkatan Pemerataan dan Kualitas. Jakarta:

Grasindo.

Makmun, Abin S. 1990. Pedoman Studi Psikologi Kependidikan. Bandung: IKIP

Bandung Press.

Marquez, Blessie. Cognitive Coaching. Available on-line at

http://www.funderstanding.com/cognitivecoach.htm.

Paul, Richard et al. 1995. Study of 38 Public Universities and 28 Private

Universities to Determine Faculty Emphasis on Critical Thinking in

Instruction. Available on-line at

http://www.criticalthinking.org/schoolstudy.htm.

Page 33: PEMBUDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Rachmat, Jalaludin. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Semiawan, Conny R. 1999. Pendidikan Tinggi: Kemampuan Manusia Sepanjang

Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Grasindo.

Sundayana, Wahyu. 1996. English for Social Science and Education. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

--- 2001. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol. 1, No. 1.Bandung: Fakultas

Pendidikan Bahasa dan Seni UPI.

--- 2000. Overview of Cognitive Coaching. Available on-line at

http://www.cogniticoaching.com/overview.htm.