profil ketenagakerjaan
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
1/17
PROFIL KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI RIAU
Oleh : SYAMSUL BAHRI.SH.Msi *)
I. PENDAHULUAN
Peningkatan Sumber Daya Manusia sebagai salah satu subjek
pembangunan dan sekaligus bagian dari cita-cita bangsa Indonesia
yang diamanatkan oleh UUD 1945 tentulah mempunyai arti yang
sangat penting (Signitifikan). Signitifikasinya subjek peningkatan
sumber daya manusia dalammeningkatkan taraf hidupnya bukan
saja dilihat dalam konteks manusia (dalam hal ini tenaga kerja)
sebagai faktor terpenting dalam mencapai cita-cita tersebut,
melainkan dan terutama diliat pada penegasan kualifikasi daya
(energy) yang melekat pada tenaga kerja tersebut yang memiliki
kemampuan (competency) untuk membangun.
Setiap tenaga kerja dalam kehidupan pribadinya maupun
dalam kedudukannya sebagai anggota masyarakat, serta dalamperanannya didalam status pekerjaan perlulah memiliki daya
ataupun kemampuan untuk membangun. Tenaga kerja yang
memiliki daya seperti itu tentulan akan mampu mendapatkan
pendidikan dan palatihan yang baik dan sebagai manfaatnya ia
dapat merebut peluang kerja yang tersedia dimasyarakat, ataupun
justru dia dapat menciptakan lapangan kerja sendiri, itu tentu
berdampak sangat positif bagi anggota masyarakat lainnya yangmemerlukan lapangan kerja. Jadi nampak bahwa peningkatan
Sumber Daya Manusia berkedudukan tidak saja sebagai objek,
melainkan juga sekaligus sebagai subjek.
Untuk itu perlu dimantapkan keterpaduan semua pihak terkait
(baik pemerintah, swasta maupun anggota masyarakat sendiri).
Untuk keberhasilan itu semua perlu diterapkan suatu konsep dan
system peningkatan Sumber Daya Manusia yang tepat, yang dikenal
1
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
2/17
2
sebagai pelatihan tersebut diatas maka subjek peningkatan Kualitas
SDM di provinsi Riau dapat diberikan deskripsi singkat sebagai
berikut :
1. Bahwa arti pentingnya peningkatan SDM pada tataran di
masyarakat kita kuncinya DAYA (ENERGY) yakni kekuatan yang
melekat pada diri tenaga kerja yang memiliki kemampuan
(competency) untuk membangun, dalam arti untuk maju positif.
2. Bahwa untuk keberhasilan terwujudnya manusia yang
memiliki daya seperti itu perlu diterapkan secara terpadu
pembinaan dan peningkatan dayaguna (efficiency) tenaga kerja
sehingga memberikan manfaat positif bagi tenaga kerja itu
sendiri dan bagi masyrakat , bangsa dan negaranya. Peningkatan
SDM yang tepat adalah melalui pelatihan keterampilan Tenaga
kerja bagi calon tenaga kerja dan peningkatan produktivitas
bagai yang sudah/pernah bekerja.
3. Konsekwensi logis dari butir 1 dan 2 tersebut ialah bahwa
setiap pengambil kebijakan harus merasa terpanggil (bahkan
komited) untuk secara bijak (wisc) senantiasa berupaya
meningkatkan motivasi terhadap faktor peningkatan SDM di
daerah ini, terutama bagi tenaga kerja tempatan, sehingga
kualitas SDM didaerahnya senantiasa termotivasi untuk maju
positif sehingga kualitasnya semakin meningkat dan dapat
merebut peluang (opportunity) kerja bahkan juga peluang
berusaha wirausaha (business opportunuty) yang berarti
menciptakan lapangan kerja bagi anggota masyarakat dimana
tenaga kerja berada.
Memperhatikan butir-butir diatas, nampak bahwa sebebnarnya
substansi peningkatan SDM itu mencakup bahasan yang sangat luas
seperti kependudukan, kesehatan, soal gizi, calorie intake, umur
harapan hidup, kemiskinana, pendidikan, ketenagakerjaan dan
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
3/17
3
sebagainya. Namun bahasan dalam masalah ini khusus untuk Tim
BENCHMARKING Peningkatan PTK Otonomi/Era Baru harus
difokuskan pada hal-hal yang menyangkut strategi pembangunan
sektor ketenagakerjaan di Provinsi Riau .
Disini akan ditelaah tantangan-tantangan yang dihadapi
dalam peningkatan SDM, termasuk aplikasi dan pengembangannya
yang cocok di propinsi Riau dalam era globalisasi abad XXI yang
didukung pula oleh era otonomi daerah.
II. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN TENAGA KERJA
Permasalahan Tenaga kerja di provinsi Riau saat ini masih
berporos pada kualitas SDM, rendahnya mutu dan produktivitas,
penyebaran dan pendayagunaan tenaga kerja yang tidak merata,
belum terciptanya hubungan industrial yang harmonis, belum
sepenuhnya terlaksanan perlindungan terhadap tenaga kerja dan
yang paling santer saat ini kurangnya pemberdayaan terhadap
tenaga kerja tempatan.
Rendahnya kualitas dan mutu serta produktivitas tenaga kerja
ditandai dengan ingkat pendidikan yang ditamatkan oleh angkatan
kerja saat ini, dimana sampai tamatan SD mencapai 63,45%, untuk
tamatan SLTP 14,50 %, tamatan SLTA sebesar 18,86%. Sedangkan
tingkat Akademi dan Universitas sebesar 3,11%.
Disamping itu penyebaran dan pendayagunaan tenaga kerja
yang tidak merata dapat dilihat pada tempat terkosentrasinya
tenaga kerja yang bekerja pada derah tertentu terdapat kesempatan
kerja yang tidak dapat dipenuhi oleh tenaga kerja yang ada.
Akibat tingkat pendidikan dan pengaruh kondisi kebebasan
untuk mengeluarkan pendapat membawa korelasi terhadap
hubungan industrial, hal ini dapat dilihat banyaknya kasus yang
ditangani tentang hubungan industrial seperti kasus unjuk rasa,
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
4/17
4
mogok dan kasus lainnya yang diproses oleh Mediator maupun
yang dibawa ke pengadilan Hubungan Industrial.
Semakin maju proses pengolahan bahan oleh industri yang
mempergunakan teknologi tinggi disatu sisi membawa dampak
positif dimana tingkat produktifitas tinggi, namun tidak pula
membawa dampak negatif dimana kesempatan kerja semakin
menyempit. Begitu pula kemajuan teknologi bila tidak dibarengi
dengan aspek lain seperti perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
kecelakaan dalam bekerja, keselamatan dan kesehatan kerja.
Disamping itu juga pengaruh lingkungan kerja sangat dominan
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, dimanan bagi industri
yang belum bebas dari faktor pembuangannya seperti debu, asap,
bau tidak sedap dan lainnya.
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat ditarik identifikasi
permasalahan pokok yang dihadapi oleh ketenaga kerjaa di Propinsi
Riau saat ini adalah sebagai berikut :
1. Masih rendahnya kualitas tenaga kerja yang ditandai dengan
tingkat ketrampilan yang dimilki belum mampu bersaing secara
kompetitif.
2. Tidak meratanya penyebaran dan pendayagunaan tenaga kerja
antar daerah.
3. Produktivitas tenaga kerja masih rendah yang dapat dilihat dari
tingkat mutu dan penghasilan.
4. Hubungan industrial yang harmonis dan sejahtera belum
terlaksana secara gradual.
5. Belum sepenuhnya perlindungan terhadap persyaratn kerja,
kecelakaan kerja, keselamatan kerja dan kesehatan kerja.
6. Belum tersusunnya perencanaan tenaga kerja secara siginifikan
mengahadapi era informasi dan globalisasi.
III. KEBIJAKAN DAN LANGKAH PEMECAHAN MASALAH TENAGA KERJA DI
RIAU.
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
5/17
5
1. Kebijakan Makro, Sektor dan Daerah.
Upaya penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan
memerlukan proses pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
yang lebih berorientasi pada kepentingan pekerja, dan tindakan
yang diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja melalui
program-program penciptaan lapangan kerja secara langsung,
yang didukung dengan sistem informasi dan perencanaan tenaga
kerja. Proses pertumbuhan ekonomi yang memperhatikan
kepentingan tenaga kerja memungkinkan tercapainya laju
pertumbuhan output yang diinginkan.
Ditinjau dari ketersediaan Sumber Daya Alam, kekayaan
dan ketersediaan sumber daya daerah di Riau saat ini cukup
tersedia dengan pemberdayaan UKM daerah yang berarti kualitas
SDM harus mendapat kesempatan yang luas untuk meningkatkan
kapasitas dan kemampuan tenaga kerja guna mendorong
peningkatan produktivitas kerja di daerah. Nabum tidak semua
sumber daya daerah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
daerah. Dalam situasi demikian perlu diupayakan bagi
penyerapan tenaga kerja melalui peningkatan ketrampilan yang
menjangkau seluruh daerah.
2. Penciptaan Lapangan Kerja Langsung
Tenaga Kerja tidak dapat lagi dipandang semata-matasebagai salah satu faktor produksi, tetapi lebih luas dari itu, yaitu
sebagai mitra kerja dalam berusaha. Pada gilirannya hubungn
industrial yang harmonis dan kemitraan akan memberikan
dampak positif terhadap kebijaksanaan sistem pengupahan,
sekaligus memberikan rasa bentuk ketenangan bagi pekerja.
Dengan demikian maka perkembangan suatu kegiatan ekonomi
menjadi tanggung jawab bersama antara pemilik modal dan
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
6/17
6
pekerja yang pada akhirnya para pengusaha dapat memahami
akan kepentingan tenaga kerja terutama tenaga kerja tempatan.
3. Pembangunan Sektoral yang Membantu peluang Kesempatan
Kerja.
Sektor pertanian dapat menjadi tumpuan harapan bagi
banyak angkatan kerja yang ada. Dalam kaitan itu pembangunan
sektor pertanian dan sektor yang mendukung (agrobisnis) dan
mengolah hasil-hasil pertanian ( agro industri ) perlu
dikembangkan di Propinsi Riau.
Dalam pengembangannnya, pemerintah daerah dapat
menjadi pendorong dan pembina terhadap masyarakat agar
usaha di sektor pertanian dapat dikembangkan menjadi usaha
produktif. Kegiatan penelitian dengan memanfaatkan IPTEK dapat
dikembangkan agar diperoleh tingkat produksi yang optimal dari
sektor pertanian.
Agregasi pembangunan pertanian yang berbudaya industri
di pedesaan memantapkan proses industrialisasi pedesaan yang
mendorong pertumbuhan sentra-sentra pengembangan
komoditas unggulan berskala ekonomi yang mampu mendorong
menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan eksport. Dalam
mempercepat proses pemulihan ekonomi dibutuhkan
peningkatan kulitas SDM agar dapat meningkatkan kualitas
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan yang pada
gilirannya, penciptaan lapangan usaha yang kompetitif dapat
diakomodasikan.
Pelatihan di tingkat pedesaan diarahkan kepada pelatihan
untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan dalam
mengelola SDA di wilayah / lokasi, keberadaan masyarakat dan
usaha yang akan dirintisnya. Sedangkan pelatihan di perkotaan
diarahkan kepada pelatihan untuk sektor industri dan jasa yang
abnyak berkembang diwilayah perkotaan saat ini.
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
7/17
7
4. Mempersiapkan Tenaga Kerja yang Berkualitas
Pengembangan pembinaan dan peningkatan kualitas dan
produktivitas tenaga kerja di diseminasikan keseluruh sektor,
daerah dan lapisan masyarakat, dalam pemberdayaan dengan
sistem disentralisasi ini mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi secara aktif dan juga turut menyebarluaskan arti
pentingnya kualitas dan produktivitas SDM dalam masa
persaingan, terlebi lagi dalam kondisi ekonomi yang sedang lesu.
Peningkatan ketrampilan tenaga kerja sangat penting
dalam mendukung perubahan struktur produksi sebagai
konsekwensi dari kecendrungan kuat liberalisasi dan globalisasi.
Mengacu kepada perubahan kebutuhan dunia kerja yang semakin
cepat dan beragam, diperlukan pelatihan yang luwes/fleksibel.
Standar kualifikasi kemampuan dan standar program pelatihan
dibatasi pada hal-al pokok yang berlaku umum secara sektoral
dan daerah. Sedangkan hal-hal yang bersifat spesifik
dikembangkan sebagai muatan lokal dan bersifat non standart.
Kualitas standar internasional tetap menjadi acuan. Bentuk-
bentuk kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam
penyelenggaraan pelatihan lebih didorong untuk menjamin
efektivitas dan efisiensi.
Selanjutnya diperlukan kebijakan keterkaitan dan
kesepadanan melalui peningkatan kerjasama antara lembaga
pelatihan dengan perusahaan. Sementara itu kesepadanan
pengakuan dan penghargaan pelatihan dengan pendidikan formal
dan pengalaman kerja, ditingkatkan malalui pengembangan
standarisasi, akreditasi dan sertifikasi yang bersifat sektoral dan
regional.
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
8/17
8
5. Pemberian Perlindungan dan Kesejahteraan Pekerja
Kebijaksanaan bagia angkatan kerja yang sudah bekerja
perlu diberikan selaras dengan arah pembangunan sistem
hubungan industrial yang dapat diterima oleh seluruh lapisan
masyarakat industri yang secara khusus bagai masyarakat
industri yang secara langsung terlibat dalam proses produksi
barang dan jasa, perluasan jangkauan dan kemampuan
berundinag agar menghasilkan syarat-syarat kerja yang
berkualitas, pengawasan dan pembinaan keselamatan dan
kesehatan kerja yang didukung oleh sumber daya yang memadai,
disamping penegakan hukum agar masyarakat luas mengetahui
dinamika hukum ketenaga kerjaan.
Keseluruhan kebijaksanaan dalam pembangunan ketenaga
kerjaan ini dilandasi oleh informasi ketenagakerjaan yang selaras
dengan transformasi struktur perekonomian dengan ketersediaan
tenaga kerja yang berkualitas sesuai dengan perkembangan
aktivitas perekonomian daerah Riau maupun Nasional.
IV. STRATEGI PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN DI PROPINSI
RIAU
1. Perencanaan Tenaga Kerja Otonomi.
Pembangunan bidang ketenagakerjaan, aspek perencanaandan informasi penting artinya. Untuk itu perlu dilakukan
perencanaan tenaga kerja baik pada tingkat propinsi maupun
tingkat kabupataen/kota, serta menyediakan informasi
ketenagakerjaan secara makro yang lebih akurat dan tepat
waktu. Beberapa upaya dilakukan untuk memperoleh suatu
perencanaan tenaga kerja dan sistem informasi ketenagakerjaan
yang lebih baik melalui kerjasama yang lebih intensif dengan
instansi terkait dalam menyususn perencanaan tenagakerja,
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
9/17
9
melaksanakan penelitian dan studi pelacakan untuk menentukan
target yang akan dilaksanakan, baik persediaan maupun
kebutuhan tentang pelatihan, penggunaan tenaga kerja.
Pendekatan baru dalam pembuatan perencanaan tenaga
kerja otonomi adalah disusunnya Active Labor Market Policy atau
Kebijakan pasar kerja aktif dalam upaya mengurangi
pengangguran, menciptakan perluasan kesempatan kerja dan
jaminan sosial tenaga kerja.
2. Penyusunan dan Pengembangan Sistem Informasi Pasar Kerja
Dalam rangka penyusunan dan pengembangan sistem
informasi pasar kerja akan dilaksanakan dengan memanfaatkan
teknologi dibidang informasi. Langkah yang direkomendasikan
dalam upaya memperkokoh institusi pasar kerja melalui :
a. Memperkuat mekanisme yang ada agar koordinasi lebih efektif
antar instansi, unit maupun bagian.
b. Memperkokoh proses kelembagaan disentralisasi, untuk
menyempurnakan pada tingkat propinsi maupun
kabupaten/kota.
c. Mengembangkan sumber daya manusia yang mengelola
sistem informasi secara berkala.
d. Memperkuat dialog sosial antar mitra kerja tripartit di daerah.
3. Perluasan Kesempatan Kerja dan Padat Karya
Sebagai tugas penting yang khusus dihadapi oleh
masyarakat dan pemerintah saat ini adalah menciptakan
kesempatan kerja, perluasan kesempatan kerja ditekankan
melaluiprogram padat karya, khususnya untuk mengatasi
masalah yang timbul disektor-sektor yang terkena PHK dengan
membangun infrstruktur di pedesaan dan pinggiran perkotaan
dengan sistem padat karya. Penekanan juga dilaksanakan pada
perluasan kesempatan kerja mandiri melalui kegiatan yang
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
10/17
10
berkelanjutan dan produktif serta memberikan pendapatan bagi
para peserta program.
4. Pemberdayaan dan Optimalisasi Sumber Daya Pelatihan Daerah.
Kemampuan dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya pelatihan daerah untuk mempercepat proses peningkatan
kualitas dan produktivitas tenaga kerja dilakukan melalui :
a. Pengembangan standarisasi dan sertifikasi kompetensi tenaga
kerja, dengan pendekatan sektor dan profesi yang dilakukan
secara desentralisasi dan paralel disemua sektor, dengan
partisipasi aktif asosiasi profesi, perusahaan, pekerja dan para
pakar.
b. Peningkatan relevansi, kualitas dan efesiensi pelatihan kerja,
melalui pembinaan program, fasilitas dan sarana, instruktur
dan tenaga ahli pelatihan, sistem dan metode, pendataan,
kelompok dan akreditasi.
c. Pengembangan jaring kerjasama pelatihan antar sektor baik di
tingkat pusat, daerah untuk keperluan koordinasi dan sinergi
pelatihan.
d. Peningkatan kerjasama dengan negara tentangga sebagai
pengguna tenaga kerja dari Riau perlu diadakan standarisasi
dan sertifikasi kompetensi, peningkatan kemampuan lembaga
pelatihan maupun pemagangan.
5. Pelatihan Peningkatan dan Pemasyarakatan Produktivitas.
Salah satu dampak dari globalisasi, menuntut peningkatan
produktivitas yang semaksimal mungkin dari para tenaga kerja,
sejalan dengan itu pembangunan ketenagakerjaan di Riau akan
memperhatikan peningkatan kesadaran dan motivasi terhadap
produktivitas, efesiensi, efektivitas, disiplin dan etos kerja
produktif serta berdaya saing tinggi. Upaya yang akan
dilaksanakan melalui :
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
11/17
11
a. Pemasyarakatan nilai dan budaya produktif melalui kampanye
produktivitas, penghargaan produktivitas seminar penyuluhan
dan kegiatan sejenis.
b. Pengembangan kader dan tenaga ahli produktivitas.
c. Pengembangan kelembagaan, pelayanan peningkatan
produktivitas.
d. Pengembangan teknik dan metode peningkatan
produktivitas.
6. Peningkatan Bursa Tenaga Kerja Terpadu
Untuk memperbaiki layanan ketenagakerjaan dan
mengatasi berbagai masalah dalam pemberdayaan bursa tenaga
kerja, direncanakan program sebagai berikut :
a. Memberikan bantuan dan tanggapan yang cepat terhadap
tenaga kerja yang terkena PHK.
b. Diupayakan meningkatkan kemampuan petugas kantor bursa
tenaga kerja dalam melakukan pencatatan dan pengolahan
data.
c. Mendirikan suatu pusat dokumentasi, mengorganisir kelompok
pencari kerja dan pameran ketenagakerjaan.
d. Membuat jaringan komunikasi yang on line dengan seluruh
Dinas data bursa tenaga kerja dapat dihasilkan dan dikirim
tepat waktu.
7. Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri.
Untuk memperluas kesempatan kerja ke Luar Negeri maka
diupayakan program kegiatan :
a. Menyederhanakan prosedur yang dapat mengurangi biaya
rekruitmen dan pengiriman.
b. Memperketat TKI yang akan dikirimi keluar negeri dengan
kerjasama instansi terkait terutama TKI dari propinsi lain yang
sering menimbulkan masalah bagi Pemda.
c. Mengupayakan jalur resmi menjadi pilihan oleh Tki melalui
penyuluhan dan penegakan prosedur yang berlaku.
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
12/17
12
8. Implementasi Hubungan Industrial dalam Iklim Keterbukaan
Untuk melindungi kepentingan pekerja dan pengusaha
perlu disusun aturan kerja yang memadai dan disepakati
berbagai pihak. Selanjutnya aturan baru tersebut
dimasyarakatkan kepada pekerja dan pengusaha. Beberapa
upaya yang akan dilakukan yakni :
a. Reformasi Serikat Pekerja.
b. Pendidikan Perburuhan
c. Pemasyarakatan Kaedah Baru di Bidang Hubungan Industrial
dalam Era Keterbukaan.
9. Perlindungan dan Peningkatan Kehidupan Serta Kesejahteraan
Pekerja.
Aspek-aspek yang menjadi perhatian utama adalah
pemenuhan hak pekerja, keselamatan dan kesehatan kerja dan
perluasan keahlian, termasuk perlindungan TKI di luar negeri.
Strategi yang diperlukan adalah :
a. Perlindungan tenaga kerja anak, orang muda dan wanita.
b. Jaminan Sosial dan Syarat Kerja
c. Perlindungan Pengupahan
d. Perlindungan tenaga kerja ke luar negeri
e. Pengawasan Norma keselamatan dan kesehatan kerja
f. Penegakan hukum dan pengawasan ketenagakerjaa.
IV. KONDISI SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI RIAU
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981
1.a.Jumlah Perusahaan skala Besar jml TK>100 Org = 432
Perusahaan
b.Jumlah Tenaga Kerja = 127.215
Orang
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
13/17
13
2. a.Jumlah Perusahaan Menengah jml TK26-99 Org = 1.906
Perusahaan
b.Jumlah Tenaga Kerja = 117.447
Orang
3 a.Jumlah Perusahaan Kecil jml TK1-25 Org = 1.619
Perusahaan
b.Jumlah Tenaga Kerja = 296.959
Orang
ISU PERMASALAHAN TENAGA KERJA ( KECELAKAAN KERJA DAN
PENYAKIT AKIBAT KERJA)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan
hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan
kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib
dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi,
bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).
Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi
keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek
utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan
kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau
alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak
diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan
kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu
menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat
atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya
kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
14/17
14
pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat
kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang
mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja
setinggi-tingginya.
K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan
penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar),
getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat
menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan
pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan
tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-
lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3
dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam
kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan
jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-
lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap
peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan
revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis
serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya
pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin
produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya
berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin
menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda
dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya.
Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin
adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan
kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi
pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar
bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin
banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat
membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
15/17
15
pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan
hidup.
Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian
integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya
dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk),
bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat
dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas
contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule
(ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko)
(Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang
menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab
pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada
di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia,
kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial
Belanda. K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an
searah dengan semakin ramainya investasi modal dan
pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur).
Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan
regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan
masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang
Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948
tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan
secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma
kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan
program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas
mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai
dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
16/17
16
tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan
dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti
pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur
(pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini,
pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-
isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan
hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya
sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan
dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau
berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki
kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga
kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena
itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3,
menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1990 Tentang
Jamsostek
1. Perusahaan aktif dlm kepesertaan Jamsostek = 2.339
Perusahaan
2. Jumlah Tenaga kerja aktif Sbg peserta Jamsostek = 254.824
Orang
3. Perusahaan kurang aktif dlm Kepesertaan s.d.a = 2.338
Perusahaan
4. Jumlah Tenaga kurang aktif sbg peserta s.d.a = 853.828
Orang
V. PENUTUP
Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Riau mempunyai kondisi
specifik ,dengan jumlah Perusahaan 8.663 Perusahaan ,dengan
-
7/30/2019 profil ketenagakerjaan
17/17
17
jenis perusahaan yang beragam misal Sektor Industri Migas
,Industri Manufakturing , Industri Pulp ,Sektor Pertanian dan
Perkebunan dan sektor Pariwisata ,sektor Informal semestinya
angka pengangguran di Provinsio Riau cukup kecil
namun Riau sebagai Provinsi Surplus dan kaya Sumber Daya Alam
berupa Hasil Tambang (Migas dan Batubara) Hasil hutan dan Hasil
Perkebunan (Kelapa Sawit dan Karet) justru mendapatkan beban
tambahan dipundaknya berupa membanjirnya angka migrasi dari
Provinsi tetangga Terdekat,sehingga angka pengangguran bukan
berkurang tapi terdapat kecenderungan semakin bertambah.Ibarat
Kapal Bermuatan Gula Provinsi Riau didatangi Semut-semut yang
mencari penghidupan dari daerah sekitar.
Sehingga menjadi suatu hal yang wajar ketika Provinsi dengan
pertumbuhan ekonomi diatas 6 % dan terkenal dengan provinsi kaya
,menjadi daerah tujuan kalangan perantau untuk mengadu nasib di
Bumi Lancang Kuning Tercinta ini .
*) Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Persayaratan
Kerja ,Disnakertransduk Provinsi Riau makalah disampaikan dalam acara
Kuliah Pakar Blok 18 Keselamatan dan Kesehatan Kerja FK Universitas Riau
17 Mei 2010