prof. dr. thomas djamaluddin:“perbedaan itu rahmat, tetapi kesatuan lebih menentramkan”

12
1 Revisi-PL2/Wawancara/B/2010 Tristia Riskawati 210110090293 Prof. Dr. Thomas Djamaluddin: “Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan” Pemerintah menetapkan Iduladha (Lebaran Haji) 10 Zulhijah 1431 H/2010 M jatuh pada Rabu (17/11) karena awal Zulhijah 1431 jatuh pada hari Senin (18/11). Demikian hasil keputusan sidang isbat yang dipimpin Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Nasaruddin Umar di Gedung Kemenag Jln. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (8/11). Jika pemerintah memutuskan Iduladha 17 November, Muhammadiyah justru menetapkannya hari Selasa, 16 November 2010. Alasannya, karena awal Zulhijah jatuh pada Minggu, 7 November 2010. Pemerintah Arab Saudi juga menetapkan Iduladha tanggal 16 November 2010. Nasaruddin mengajak semua pimpinan ormas (organisasi masyarakat) agar menyikapi perbedaan yang terjadi pada Iduladha tahun ini dengan bijaksana. Hal senada disampaikan Umar Shihab. “Umat Islam Indonesia walaupun selalu berikhtiar mencapai satu titik temu, tetapi sudah terbiasa dengan perbedaan karena tetap dibingkai dalam ukhuwah yang berkualitas,” kata Shihab. “Perbedaan sebagai suatu keindahan. Kami mohon kepada para pimpinan ormas Islam agar betul-betul dan penuh kekhusyuan meyakini sebagai suatu kebenaran,” kata Nasruddin. Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, yang juga Kepala Badan Hisab dan Rukyat Kemenag Rohadi Abdul Fattah mengatakan, hasil pengamatan hilal awal Zulhijah 1431 H yang dilakukan Badan Hisab dan Rukyat Kemenag dan beberapa ormas di seluruh Indonesia pada Sabtu (16/11) lalu menyimpulkan, hilal tidak terlihat. Adapun

Upload: tristia-riskawati

Post on 10-Mar-2016

220 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Ini adalah hasil wawancara saya dengan Prof. Dr. Thomas Djamaluddin dalam rangka perbedaan penentuan hari raya Idul Adha 17/8/2010 lalu. Mungkin latar waktu wawancara ini berbeda. Namun menurut saya, hasil wawancara ini relevan dengan kebingungan teman-teman mengenai perbedaan awal Ramadhan. Selamat menyimak. ;) Bahasanya sederhana kok! Huehe.

TRANSCRIPT

Page 1: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

1

Revisi-PL2/Wawancara/B/2010 Tristia Riskawati

210110090293

Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:

“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan

Lebih Menentramkan”

Pemerintah menetapkan Iduladha (Lebaran Haji) 10 Zulhijah 1431 H/2010 M jatuh pada Rabu

(17/11) karena awal Zulhijah 1431 jatuh pada hari Senin (18/11). Demikian hasil keputusan

sidang isbat yang dipimpin Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Nasaruddin

Umar di Gedung Kemenag Jln. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (8/11).

Jika pemerintah memutuskan Iduladha 17 November, Muhammadiyah justru

menetapkannya hari Selasa, 16 November 2010. Alasannya, karena awal Zulhijah jatuh pada

Minggu, 7 November 2010. Pemerintah Arab Saudi juga menetapkan Iduladha tanggal 16

November 2010.

Nasaruddin mengajak semua pimpinan ormas (organisasi masyarakat) agar

menyikapi perbedaan yang terjadi pada Iduladha tahun ini dengan bijaksana. Hal senada

disampaikan Umar Shihab. “Umat Islam Indonesia walaupun selalu berikhtiar mencapai satu

titik temu, tetapi sudah terbiasa dengan perbedaan karena tetap dibingkai dalam ukhuwah

yang berkualitas,” kata Shihab.

“Perbedaan sebagai suatu keindahan. Kami mohon kepada para pimpinan ormas

Islam agar betul-betul dan penuh kekhusyuan meyakini sebagai suatu kebenaran,” kata

Nasruddin.

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, yang juga Kepala

Badan Hisab dan Rukyat Kemenag Rohadi Abdul Fattah mengatakan, hasil pengamatan hilal

awal Zulhijah 1431 H yang dilakukan Badan Hisab dan Rukyat Kemenag dan beberapa ormas

di seluruh Indonesia pada Sabtu (16/11) lalu menyimpulkan, hilal tidak terlihat. Adapun

Page 2: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

2

konjungsi awal Zulhijah terjadi pada Sabtu (16/11) bertepatan dengan tanggal 29 Zulkaidah

pada pukul 11.25 WIB (Pikiran Rakyat, 9/11)

Sebenarnya, apakah yang menyebabkan perbedaan dalam penetapan waktu

beribadah antar umat ini, baik hari raya Iduladha maupun penentuan awal bulan? Bagaimana

perhitungan untuk menentukan awal bulan dalam kalender Qamariyah? Mengapa kriteria

yang ditentukan masing-masing ormas dapat berbeda? Apa sajakah upaya pemerintah dalam

menyamakan persepsi antar ormas? Kemudian, bagaimana tindakan yang tepat bagi umat

Muslim Indonesia dalam menyikapi perbedaan ini?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut mahasiswa Jurusan Jurnalistik

Fikom Unpad angkatan 2009, Tristia Riskawati, mewawancarai Prof. Dr. Thomas

Djamaluddin, peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Minatnya

terhadap astronomi diawali dari banyak membaca cerita tentang Unindentified Flying Object

(UFO), sehingga ia menggali lebih banyak pengetahuan tentang alam semesta dari

Encyclopedia Americana dan buku-buku lainnya yang tersedia di perpustakaan SMA. Lulus

dari ITB (1986), Thomas kemudian masuk LAPAN Bandung sebagai peneliti antariksa. Pada

tahun 1988 – 1994, Thomas mendapat kesempatan tugas belajar program S2 dan S3 di

Department of Astronomy, Kyoto University, Jepang, dengan beasiswa Monbusho. Tesis

master dan doktornya berkaitan dengan materi antarbintang dan pembentukan bintang.

Terkait dengan kegiatan penelitiannya, saat ini ia menjadi anggota Himpunan

Astronomi Indonesia (HAI), International Astronomical Union (IAU), dan National Committee

di Committee on Space Research (COSPAR), serta anggota Badan Hisab Rukyat (BHR),

Kementerian Agama RI dan BHR Daerah Provinsi Jawa Barat. Lebih dari 50 makalah ilmiah,

100 tulisan populer, dan lima buku baik tentang astronomi maupun keislaman telah

dipublikasikannya.

Berikut petikan wawancara Tristia Riskawati dengan Thomas Djamaluddin di LAPAN,

Jl. Dr. Djundjunan 133, Bandung, pada Rabu (17/08/2010) sore:

Saya menanyakan kepada beberapa orang awam tentang arti hilal dan saya mendapatkan

jawaban: “Hilal itu bulan sabit yang sangat tipis sekali. Biasanya terdapat pada awal

bulan.” Adakah definisi yang lebih tepat dari hilal menurut sudut pandang astronomi?

Page 3: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

3

Memang betul. Hilal itu adalah bulan sabit yang sangat tipis sekali, dapat dikatakan sebagai

bulan sabit yang pertama kali bisa dilihat. Ukurannya sangat tipis, bentuknya bukan

lengkungan sempurna, dan itu menjadi dasar penentuan bulan qamariyah (penentuan bulan

yang didasarkan pada rotasi bulan.red).

Jadi, untuk setiap pergantian bulan dalam kalender Qamariyah, ditentukan lewat hilal?

Iya. Jadi, pada dasarnya, untuk kepentingan ibadah yang mensyaratkan adanya hilal itu

memang harus dilakukan rukyat (pengamatan.red). Tapi memang kalau hanya sekedar untuk

membuat kalender tahunan Islam itu cukup dilakukan dengan perhitungan.

Perhitungan dengan cara apa yang Anda maksud?

Perhitungan yang dilakukan adalah dengan menentukan ketinggian dan jarak bulan dari

matahari. Kemudian juga dilakukan perhitungan persentase ketebalan hilal, dan umur hilal.

Tapi biasanya yang dijadikan patokan ahli hisab itu hanya masalah ketinggian dari hilal

tersebut.

Berapa hari hilal di langit dapat bertahan?

Dalam pergerakan bulan mengitari bumi, setiap harinya terdapat bulan sabit akan berubah-

ubah bentuknya. Jadi hilal itu hanya merupakan ketampakan bulan sabit yang sangat tipis

dan itu hanya terjadi pada hari pertama.

Bisakah Anda menjelaskan proses rotasi bulan dalam rentang waktu satu bulan

perhitungan Qamariyah?

Ya, jadi selanjutnya pada hari kedua bulan hijriah, itu tidak lagi disebut hilal, tapi hanya

disebut sebagai bulan sabit biasa. Ukurannya makin tebal, dan pada hari berikutnya semakin

tebal, dengan posisi semakin tinggi dan terus akhirnya pada hari ke-7 kita melihat sudah

menjadi setengah lingkaran. Kemudian, ketebalan bulan akan terus bertambah dan pada hari

ke-14 atau 15 itu sudah menjadi lingkaran penuh dan disebut sebagai bulan purnama.

Page 4: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

4

Setelah itu, ketebalan bulan akan mulai mengecil lagi, menjadi setengah lingkaran lagi dan

dapat dilihat pada pagi hari. Itu berarti sudah bulan tanggal 21/22. Kemudian akan makin

mengecil dan menjadi bulan sabit kembali pada tanggal tua. Barulah muncul bulan mati,

tidak terlihat apapun. Itu merupakan peralihan dari kondisi di akhir bulan menuju awal bulan.

Saya membaca blog Anda dan menemukan kalimat yang kurang dimengerti. Apakah

maksud dari “Bulan di Indonesia saat Maghrib 6 November 2010 sudah di atas ufuk dengan

tinggi positif kurang dari 2 derajat.”?

Jadi, bulan itu selalu bergerak ke arah timur. Pengamatan hilal selalu diamati pada Maghrib.

Jadi saat Maghrib ketika matahari sudah mulai terbenam dan bulan masih berada di atas,

nah, ini dinamakan sudah positif. Tetapi karena ketinggiannya dari ufuk garis horizon itu

kurang dari 2 derajat, itu tidak mungkin bisa dirukyat. Dengan kata lain, tidak mungkin dapat

dilihat karena bulannya sangat tipis. Artinya, dari definisi rukyatulhilal itu tanggal 6 saat

maghrib dan november lalu tidak mungkin ada ruhiyatul hilal. Tetapi jika dilihat dari kriteria

wujudul hilal, hilal itu sudah wujud di atas ufuk, saudara-saudara kita di Muhammadiyah

menjadikannya sebagai dasar penentu awal bulan. Jadi karena itu sudah positif, dianggap

sudah wujud, maka malam itu telah dianggap sebagai awal bulan Dzulhijah. Jadi tanggal 7

November 2010 sebagai tanggal 1 Dzulhijah, hingga mereka beriduladha pada tanggal 16

November.

Jadi, hilal hanya dapat dilihat pada Maghrib ya?

Iya, betul. Rukyatul hilal dilakukan pada saat Maghrib. Oleh karena itu, pergantian hari dalam

Islam itu dimulai saat Maghrib. Jadi masyarakat kita yang menyebut Kamis malam dengan

sebutan malam Jumat, itu merujuk pada konsep Islam: bahwa hari itu dimulai pada Maghrib.

Dalam blog Anda, dikatakan terdapat dua macam hilal yang terdapat di Indonesia, yaitu

hilal Muhammadiyah dan hilal Persis (Persatuan Islam) dan NU (Nadhlatul Ulama).

Memangnya apa perbedaan dari hilal yang dianut dari masing-masing ormas (organisasi

masyarakat) tersebut?

Page 5: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

5

Perbedaan tersebut terletak pada kriteria masing-masing ormas dalam menentukan awal

bulan. Jadi jika dilihat dari kriteria rukyat atau observasi seperti yang dianut oleh NU itu,

sebenarnya bila asal bulan sudah terlihat, maka itu merupakan hilal. Tetapi untuk

kepentingan pembuatan kalender, untuk perhitungan astronominya, itu perlu ada kriteria-

kriteria. Pada ketinggian bulan sekian derajat dianggap rukyat itu bisa dilakukan atau

dianggap sudah mulai masuk bulan baru. Nah, kriterianya selama ini belum ada kesepakatan.

Muhammadiyah mendasarkan pada kriteria wujudul hilal, yaitu asal wujud hilal di atas ufuk.

Contoh, pada tanggal 6 November lalu, menurut perhitungan tinggi bulan sudah mencapai

1,7 derajat. Artinya, sudah positif. Karena sudah positif, maka menurut Muhammadiyah, itu

sudah masuk ke bulan Dzulhijah dan ditentukan tanggal 7 November sebagai awal bulan.

Tetapi kata NU, ketinggian minimal 2 derajat baru memungkinkan dianggap masuk bulan

baru. Sedangkan pada tanggal 6 November, tinggi bulan hanya mencapai 1,7 derajat. Secara

umum di seluruh wilayah Indonesia, itu kurang dari 2 derajat, hingga belum dianggap sebagai

awal Dzulhijah, baru besoknya. Ini yang dipercayai Persis dan NU, yaitu tanggal 8 November-

lah yang menjadi awal bulan. Jadi inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan. Persis juga

memiliki kriteria yang berbeda juga, tetapi secara umum mendasarkan pada kriteria

kemungkinan bisa dirukyat.

Saya kurang yakin dengan pengertian rukyat menurut kesimpulan dari apa yang telah saya

dapat. Sebenarnya apa sebenarnya pengertian tepat dari rukyat?

Rukyat itu artinya observasi atau pengamatan. Kalau hisab atau perhitungan astronomi itu

digunakan untuk pembuatan kalender, dan semua ormas Islam melakukan itu. Hanya dalam

pengambilan keputusan untuk keperluan ibadah, NU mensyaratkan harus dibuktikan dengan

rukyat. Betul tidak hilal tersebut tampak atau tidak tampak. Jadi itu yang membedakan

antara hisab dengan rukyat. Secara konsep, seharusnya hisab dengan rukyat saling

melengkapi, jadi komplemen satu sama lain.

Bagaimana dengan negara lain? Apakah ada perbedaan waktu pelaksanaan hari raya

seperti di Indonesia?

Negara lain mempunyai sistem yang berbeda. Di Malaysia atau Brunei, tidak diperbolehkan

ada masyarakat yang berbeda dari keputusan pemerintah.

Page 6: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

6

Apakah ada sanksi jika masyarakat Malaysia atau Brunei melanggar keputusan tersebut?

Saya tidak tahu pasti. Yang pasti, jika itu keputusan tersebut dilanggar, maka itu dianggap

sebagai pelanggaran hukum. Jadi di Malaysia, Brunei, dan juga di Arab Saudi, keputusan

pemerintah atau keputusan mahkamah agungnya dalam penetapan awal bulan wajib ditaati

oleh masyarakatnya. Sehingga di negara-negara tersebut, tidak terdengar adanya perbedaan.

Bagaimana dengan di Indonesia? Bagaimana sikap pemerintah terhadap persepsi-persepsi

setiap ormas yang berbeda satu sama lain?

Di Indonesia, ormas-ormas masih diberikan kebebasan melaksanakan hari raya sesuai dengan

persespsinya masing-masing. Pemerintah tidak menekan ormas untuk sama dengan

pemerintah sehingga perbedaan itu tetap terjadi.

Lalu bagaimana upaya pemerintah untuk menyamakan persespi antar ormas ini?

Pemerintah selalu mengupayakan adanya dialog antar ormas. Pemerintah tidak ingin

melakukan pemaksaan dalam hal yang terkait dengan keyakinan. Jadi keyakinan dalam

penentuan awal bulan, tidak dapat dipaksakan semuanya harus seragam. Karena secara de

facto, Kementerian Agama itu lahir belakangan setelah terbentuknya ormas-ormas. NU dan

Muhammadiyah berdiri sekitar tahun 1910-an atau 1920-an. Sedangkan Kementerian Agama

baru dibentuk sejak Indonesia merdeka. Jika dipandang dari segi daya pengaruh kepada

umat, ormas-ormas memiliki daya pengaruh yang cukup besar. Jadi Kementerian Agama

dapat dikatakan bersifat hanya sebagai lembaga perangkul kepentingan semua masyarakat,

kemudian mengupayakan adanya dialog. Dialog yang telah dilakukan juga beragam. Ada

seminar, lokakarya, kemudian ada dialog antar ormas.

Adakah hasil-hasil yang dicapai dari upaya-upaya yang dilakukan pemerintah tersebut?

Kemajuan-kemajuan yang penting berkat upaya pemerintah tersebut terjadi tepatnya pada

tahun 2007. Pada waktu itu Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla mengajak dua pimpinan

Page 7: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

7

ormas terbesar, Ketua PBNU Hasyim Nurjadi dan Ketua PB Muhammadiyah Din Syamsuddin

untuk bertemu pada Ramadhan tahun 2007. Setelah pertemuan tersebut, dua ormas ini

kemudian menyatakan kesiapan untuk menyamakan persepsi. Menyamakan persepsi dalam

konteks kasus ini adalah menyamakan kriteria.

Untuk menyamakan kriteria, pada waktu itu direncanakan ada tiga pertemuan teknis.

Pertama di markas PBNU pada Oktober 2007, kemudian sekali di PB Muhammadiyah

Yogyakarta pada 6 Desember 2007, dan ada satu lagi rencana agenda pertemuan di UIN

(Universitas Islam Negeri) Jakarta untuk merumuskan secara teknis titik temu permasalahan

ini. Tetapi sampai saat ini belum terjadi. Walaupun seperti itu, Kementerian Agama sudah

berkomitmen untuk menindaklanjuti pertemuan ini. Jadi nantinya pertemuan yang akan

dilaksanakan tidak melibatkan dua ormas saja, tetapi semua ormas yang terkait dengan

pakar-pakar ilmu falak (astronomi yang lebih berorientasi pada posisi.red) dan ilmu

astronomi secara umum.

Pada tanggal 2 November 2010 lalu telah diusulkan untuk menginvestarisasi ide-ide dan

gagasan tentang penyamaan persepsi kriteria. Diharapkan pada awal tahun 1432 hijriah,

mudah-mudahan telah dirumuskan kriteria yang dapat mempersatukan semua umat Islam.

Bagaimana Anda menyikapi perbedaan pelaksanaan hari raya? Apakah ini merupakan

sesuatu yang baik atau buruk?

Secara umum para ulama mengatakan perbedaan itu sebagai rahmat. Jadi, itu sebagai

rahmat jika itu mendorong untuk berpikir. Dengan adanya perbedaan, masyarakat diajak

berpikir, “Mengapa bisa terjadi perbedaan?”, “Mengapa sistem perhitungan kalender

Qamariyah seperti itu?” Ini merupakan suatu hal yang positif.

Anda telah menyebutkan sisi positif yang disebabkan oleh perbedaan ini, bagaimana

dengan sisi negatif dari perbedaan persepsi mengenai hal ini?

Perbedaan sering menimbulkan potensi untuk perpecahan, sehingga sering menimbukan

kekhawatiran, kebingungan, dan ketidaktentraman. Saya selalu mengatakan memang

perbedaan itu rahmat, tetapi kesatuan lebih menentramkan. Jadi sekarang sedang

diupayakan agar kesatuan tersebut dapat tercipta.

Page 8: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

8

Apa yang dimaksud dengan sidang isbat? Bukankah sidang tersebut berfungsi untuk

menyamakan persepsi antar ormas?

Sidang isbat atau sidang penetapan hanya dilakukan untuk penentuan awal Ramadhan, awal

Syawal, dan awal Dzulhijah saja. Sidang ini dilakukan setiap tahun sebagai salah satu upaya

pemerintah untuk mengambil keputusan secara musyawarah. Jadi bukan hanya pemerintah

yang menetapkan.

Siapa saja yang diundang untuk ikut bermusyawarah dalam sidang isbat ini?

Semua perwakilan ormas Islam diundang, kemudian pakar hisab dan rukyat juga hadir.

Berdasarkan hasil pengamatan, berdasarkan hasil perhitungan, kemudian diambil kesimpulan

kapan awal Ramadhan, hari Idulfitri, dan Iduladha. Itulah proses yang terjadi di Indonesia

dalam menetapkan bulan-bulan yang terkait dengan ibadah.

Apakah cukup bagi pemerintah dengan hanya melakukan penetapan awal bulan yang

terkait dengan ibadah? Mengapa tidak dilakukan musyawarah serupa untuk membuat

kalender satu tahun hijirah?

Untuk pembuatan kalender, masing-masing ormas membuat perhitungan sendiri untuk

setiap bulan. Ada yang mengonfirmasi melakukan pengamatan. Badan Hisab Ru’iyat (BHR)

Kementrian Agama sebagai badan yang diminta pendapatnya oleh Menteri Agama untuk

menentukan awal bulan pun membuat kalender standar. Tetapi, untuk yang terkait dengan

waktu pelaksanaan ibadah, maka ada pertemuan khusus yang dinamakan sidang isbat ini

yang mengupayakan adanya kesepakatan bersama.

Sebenarnya apa fungsi dari Badan Hisab Rukyat (BHR)? Siapa saja yang tergabung ke

dalamnya?

Badan Hisab Rukyat itu terdiri atas perwakilan berbagai ormas islam, pakar-pakar hisab

rukyat perseorangan, dan pakar-pakar dari lembaga penelitian atau lembaga yang terkait

dengan astronomi. Ada perwakilan dari astronomi ITB (Institut Teknologi Bandung.red),

observatorium Boscha, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan

Page 9: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

9

Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), planetarium, kemudian bahkan ada dari

Dinas Hidros Angkatan Laut.

Dimana letak Badan Hisab Rukyat dalam struktur pemerintahan?

Badan Hisab Rukyat itu semacam badan non-struktural atau badan ad hoc yang membantu

menteri agama dalam menentukan awal bulan-bulan Islam.

Apakah pemerintah tidak menciptakan badan khusus untuk meneliti perhitungan bulan-

bulan Qamariyah?

Kalau penelitian sudah ada. Di observatorium Boscha ada dosen Astronomi ITB, ada dari

LAPAN, kemudian terdapat perwakilan dari Planetarium. Itu lembaga-lembaga yang

melakukan pengamatan dan penelitian rutin.

Apakah kegiatan tersebut dilakukan di bawah pengawasan pemerintah atau independen?

Tentu kalau ITB itu kan perguruan tinggi negeri dan merupakan lembaga pemerintah juga.

LAPAN juga merupakan lembaga pemerintah. Planetarium juga di bawah pengawasan

pemerintahan DKI Jakarta. Pemerintah hanya menghimpun ahli-ahli hisab rukyat di ormas

dan pakar-pakar hisab rukyat perseorangan.

Jadi setiap ormas Islam memiliki ahli astronomi masing-masing? Apakah mereka menuntut

ilmu khusus tentang astronomi terlebih dahulu atau belajar secara otodiak?

Ya. Masing-masing memiliki ahli astronomi tersendiri. Ilmu hisab dan ilmu falak itu diajarkan

di pesantren. Sedangkan yang terkait dengan astronomi itu hanya terdapat di ITB. Di IAIN

atau UIN, atau yang setingkat dengan itu mengajarkan juga ilmu falak. Jurusan-jurusan

syariah itu juga turut mengajarkan ilmu falak. Kalau di IAIN Semarang, telah ada program

magister dan doktoral untuk ilmu falak.

Page 10: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

10

Seberapa besarkah potensi perpecahan umat yang diakibatkan oleh perbedaan dalam

penentuan hilal di Indonesia?

Secara umum, potensi untuk timbulnya perpecahan dalam umat pasti ada. Tetapi

Alhamdulillah di Indonesia tingkat toleransinya masih cukup tinggi. Hanya memang

dikhawatirkan dalam kondisi tertentu ada sebab-sebab pemicu yang lain. Ada yang

menyatakan bahwa sekitar tahun 1930-an, wilayah Sulawesi terjadi bentrok fisik terkait

dengan perselisihan hari raya. Kemungkinan di tempat lain juga ada. Namun sekarang

masyarakat sudah semakin paham dan tingkat toleransinya sudah semakin tinggi.

Apakah ketika zaman kekhalifahan Islam di masa lampau pernah terjadi perbedaan

persepsi penentuan hari raya seperti di Indonesia kini?

Pada zaman Mu’awiyah ada perbedaan antara Syams dan Madinah. Ketika rombongan

pedagang Syams berkunjung ke Madinah, baru diketahui awal Ramadhannya hari Jum’at,

tetapi di Madinah hari Sabtu. Ini disebabkan karena perbedaan titik pandang dalam observasi

hilal tersebut yang bersifat lokal. Itu dijadikan dasar bahwa setiap wilayah dapat menentukan

awal bulannya masing-masing.

Jadi, dalam negara berhukum Islam sekalipun dapat terjadi perbedaan dalam penentuan

hilal, ya?

Secara fiqih sebenarnya Imam Syafi’i menganjurkan adanya sebuah wilayah hukum. Wilayah

hukum berperan sebagai patokan sejumlah keputusan dari beragam bidang, termasuk dalam

bidang penentuan hilal. Misalnya, jika Aceh ditetapkan sebagai wilayah hukum di Indonesia,

maka seluruh wilayah di Indonesia wajib mematuhi hukum-hukum yang berlaku di Aceh. Hal

ini dilakukan demi menjaga kesatuan antar umat di suatu negara Islam.

Dalam Islam sendiri, bagaimana hukumnya jika terjadi perbedaan pelaksanaan hari raya

seperti yang terjadi di Indonesia?

Dalam hal pelaksanaan ibadah, hukum sesuatu itu didasarkan pada keyakinan. Jadi, jika kita

yakin bahwa hari ini sudah masuk hari raya, maka hukumnya untuk haram puasa. Tetapi jika

Page 11: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

11

ada yang meyakini bahwa hari tersebut belum hari raya, dalam kasus Ramadhan itu masih

dianggap sebagai hari Ramadhan, maka masih wajib shaum. Dilihat dari segi hukumnya, itu

didasarkan dari keyakinan masing-masing. Jadi dalam beribadah, jangan sampai kita

mengambil keputusan dalam keragu-raguan karena itu menyebabkan ibadah kita menjadi

tidak sah. Pilih mana yang dianggap paling meyakinkan bagi Anda untuk diikuti.

Adakah hubungan lain antara astronomi dengan Islam di luar penetapan hilal?

Selain penetapan hilal, astronomi juga digunakan untuk menentukan arah kiblat untuk

Shalat. Astronomi juga bisa digunakan sebagai alat untuk memahami ayat-ayat yang

terkandung dalam Al-Qur’an, terutama yang berhubungan dengan alam semesta. Jadi

terdapat ayat-ayar Qur’an yang mudah dipahami bila kita paham tentang astronomi. Contoh,

isi Surat Al-Anbiya ayat 30 berbunyi “...apakah mereka tidak memahami bahwa langit dan

bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami Pisahkan antara keduanya...”. Dalam

astronomi, dapat dipahami bahwa langit atau bumi itu asal-usulnya sama, termasuk sama

dengan asal-usul matahari dan planet-planet yang ada di antariksa. Ini dapat membantu

manusia dalam menjelaskan proses pembentukkan alam semesta.***

Biodata Narasumber

Prof. Dr. Thomas Djamaluddin

Tempat/Tanggal Lahir: Purwokerto/23 Januari 1962

Alamat: Kantor Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jl. Dr. Djundjunan 133,

Bandung 40173

Telepon: 081573888987

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Riwayat Pendidikan: SMA Negeri II Cirebon, S1 Astronomi ITB, S2 dan S3 Department of Astronomy,

Kyoto University

Istri: Erni Riz Susilawati

Anak: Vega Isma Zakiah (lahir 1992), Gingga Ismu Muttaqin Hadiko (lahir 1996), dan Venus Hikaru

Aisyah (lahir 1999).

Page 12: Prof. Dr. Thomas Djamaluddin:“Perbedaan itu Rahmat, Tetapi Kesatuan Lebih Menentramkan”

12

Lampiran

**Objek: Thomas Djamaluddin

Tempat pemotretan: Kantor LAPAN, Jl. Dr. Djundjunan 133, Bandung 40173

Waktu pemotretan: 17 November 2010, pukul 17.04

Pemotret: Tristia Riskawati