produksi implementasi lacak balak pada rantai proses

50
 i Implementasi Lacak Balak pada Rantai Kegiatan Produksi dan Penanganan Bahan Dalam Proses PELATIHAN PENELUSURAN BAHAN KAYU (CoC) UNTUK PASAR EKSPOR Kerjasama dengan CENTER FOR INTERNATIONAL FORESTRY RESEARCH (CIFOR) BOGOR Jepara, 27  29 Juli 2010 c. Implementasi COC pada proses produks

Upload: rano-tea

Post on 08-Oct-2015

59 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Produksi Implementasi Lacak Balak pada Rantai

TRANSCRIPT

  • 194

    i

    Implementasi Lacak Balak pada Rantai Kegiatan

    Produksi dan Penanganan Bahan Dalam Proses

    PELATIHAN PENELUSURAN BAHAN KAYU (CoC) UNTUK PASAR EKSPOR Kerjasama dengan

    CENTER FOR INTERNATIONAL FORESTRY RESEARCH (CIFOR) BOGOR

    Jepara, 27 29 Juli 2010

    c. Implementasi COC pada proses produks

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    195

    ii

    Daftar Isi

    Halaman I. PENDAHULUAN ....... 1 1.1 Latar Belakang ........... 1 1.2 Maksud dan Tujuan ........... 2 1.3 Metodologi Pembelajaran ............. 2 II. PERANCANGAN PRODUK...... 2 2.1 Perancangan Skala Laboratorium / Studio ................ 3 2.2 Tahap Prototipe ........................................... 6 2.3. Tahap Uji Produksi Komersial .......... 12 III. PERENCANAAN PRODUKSI....... 15 3.1 Perencanaan Dalam Manufaktur .. 15 3.2 Perencanaan Produksi ... 16 IV. PRODUKSI DAN PENANGANAN BAHAN DALAM PROSES... 19 4.1 Persiapan Bahan ........ 19 4.2 Pengawetan Kayu .......... 22 4.3 Pengeringan ............ 23 4.4 Pembahanan ........... 25 4.5 Pembuatan Komponen ............. 28 4.6 Persiapan perakitan ........... 36 4.7 Perakitan .......... 38 4.8 Pengerjaan Akhir ............ 40 V. PENGEPAKAN ....... 44 5.1 Regrading ......... 44 5.2 Repairing .......... 44 5.3 Pengepakan ............. 44 DAFTAR ISTILAH / DEFINISI..... 45 DAFTAR PUSTAKA.. 46

    Daftar Tabel

    Halaman 1. Fungsi-fungsi Tim Design Pada Industri Furniture ........... 3 2. Pertimbangan Dalam Perancangan Produk ................. 4 3. Alternatif pemilihan bahan komposit .............. 7 4. Hasil Analisis Komponen Produk BB1 ........... 11 5. Penggunaan Sortimen Komersial Untuk Komponen ............... 11 6. Pendugaan Pemenuhan Lacak Balak ................ 12 7. Unit Proses Yang Diperlukan Untuk Produksi Produk BB1 .... ....... 12 8. Studi Waktu Terhadap Salah Satu Unit Proses Pada Rantai Proses Produksi ... 13 9. Contoh Studi Waktu Yang Dipergunakan Untuk Menghitung Waktu Proses Produk BB1, Komponen A ... 13

  • 196

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    iii

    10. Contoh rencana pemenuhan order Periode .... 16 11. Tipe Peramalan Berdasarkan Kegunaan . 17 12. Contoh Permintaan Kursi Pada Tahun 2005 .. 17 13. Contoh Rencana Produksi . 18 14. Permasalahan Lacak Balak Pada Persiapan Bahan Baku ... 20 15. Permasalahan Lacak Balak Pada Proses Pemotongan Panjang . 25 16. Persoalan Lacak Balak Pada Mesin Pembentuk . 34 17. Permasalahan Lacak Balak Pada Proses Pembubutan . 35

    Daftar Gambar

    Halaman 1. Perancangan Laboratorium ............... 5 2. Contoh Pemolaan Komponen Produk ................. 6 3. Pembuatan Pola Produk ................ 7 4. Pemotongan Bahan Sesuai Pola .............. 8 5. Mengerjakan Bahan Perkakas .............. 9 6. Proses Perakitan .......... 10 7. Log Breaking .. 20 8. Band Saw 21 9. Wood Stacking Dan Penandaan .... 22 10. Ketel Uap Untuk Pembangkit Kukus .. 24 11. Chamber Pada Mesin Kiln Dryer ............... 24 12. Proses Pengetaman Kayu .............. 26 13. Mesin Ketam Samping ............ 27 14. Alat Penyambung Bilah Kayu Secara Manual ................ 30 15. Rotary Clamper Dan Block Clamp ............ 31 16. Bekerja dengan Jig Saw ............. 31 17. Pergerakan Router ........... 32 18. Mesin Moulder 6 Spindel ............. 33 19. Mesin CNC Router ........... 33 20. Proses Pembubutan ............ 35 21. Bor Untuk Pembentuk ............. 36 22. Beberapa Penyambungan Yang Dipahat .................... 37 23. Sambungan Ekor Burung Dan Beberapa Sambungan Lain ................. 38 24. Proses Perakitan .............. 39 25. Mesin Perakit Kotak ............. 39 26. Merakit Bagian Bukan Kayu ............... 40 27. Wide Belt Sander ............. 41 28. Sanding dengan Alat Bantu ............... 41 29. Pewarnaan Kayu ............. 42 30. Pengampelasan Manual ................ 43 31. Proses Penyalutan (Coating) ............ 43 32. Pengepakan Produk Meubel Bongkar-Pasang ................. 44

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    197

    1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Pada industri furniture skala besar yang orientasi produknya untuk kepentingan digunakan masyarakat luas (mass poduct), memerlukan model design/ rancangan dan kualitas yang dapat memenuhi keinginan mayarakat secara keseluruhan. Tujuan perancangan dan penetapan standard kualitas adalah agar produk tersebut memiliki daur hidup produk (life cycle time produk) yang panjang, sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap penjualan produk tersebut. Bagi industri furniture skala kecilmenengah, sebagian besar orientasi produknya masih mengikuti keinginan pelanggannya. Biasanya industri design dan kualitas produk sudah ditetapkan pelanggan prospektifnya, sehingga peran perusahaan hanya menjadi pelaksana kegiatan produk saja (tailor made). Namun dalam upaya untuk tetap memberikan hubungan saling menguntungkan dengan pelanggannya, upaya untuk mengembangkan design dan kualitas bagi industri sangat bermanfaat. Bahkan ada juga industri skala kecil justru item produk yang dipasarkan hanya berdasarkan pengembangan design, dengan produksi terbatas, namun memberikan nilai penjualan yang kompetitif. Pada industri furniture yang komposisi produknya didominasi bahan kayu, maka untuk design/perancangan produknya, dapat memperhatikan aspek kualitas kayu (keawetan, kekuatan, ketampakan, dan lain-lain) serta nilai estetis dari jenis-jenis kayu yang didesign. Aspek yang tak kalah penting adalah memastikan asal-usul bahan kayu yang akan dibuat menjadi produk furniture, karena sangat mendukung kebenaran informasi jenis dan kualitas kayu yang akan diolah. Rancangan produk dan atau persyaratan permintaan pelanggan, dapat menjadi acuan perencanaan produksi dan rencana pemenuhan kebutuhan bahan kayu yang akan di produksi. Sehingga dengan perencanaan yang terukur, maka pengadaan kebutuhan kayu yang berkualitas dapat efisien disediakan. Peran perencanaan produksi dan pengendalian sediaan bahan (Production Planning and Inventory Control), akan dapat menjadi panduan kegiatan proses produksi, dan pengendalian sediaan bahan baku (raw material), dan bahan setengah jadi (bahan komponen produk). Kegiatan proses produksi pada industri furniture secara umum, dimulai dari kegiatan pengadaan bahan baku, kegiatan proses produksi komponen bahan (kayu dan non kayu), kegiatan perakitan komponen bahan, finishing produk (pewarnaan, pemasangan asesories, dan pengemasan produk).

  • 198

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    2

    1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dari pembuatan dan pengembangan Modul Implementasi CoC pada Rantai kegiatan produksi dan penanganan Bahan dalam proses, Untuk memberikan pemahaman dan ketrampilan kepada peserta yaitu : 1) Untuk memperhatikan aspek rancangan/design produk. 2) Untuk mampu menerapkan pengendalian sediaan bahan kayu, dan

    perencanaan produksi Furniture. 3) Tentang mekanisme proses produksi Furniture, dengan panduan produksi

    yang konsisten dan terukur. 4) Tentang pengendalian aliran bahan kayu dalam proses produksi.

    1.3 Metodologi Pembelajaran Tipe Material Tujuan Buku Pegangan Peserta

    Memberikan dasar pemahaman kepada peserta mengenai mekanisme Implementasi CoC pada rantai kegiatan produksi dan penanganan bahan dalam proses

    Aktivitas kelas Mencakup penjelasan Implementasi CoC pada rantai kegiatan produksi dan penanganan bahan dalam proses, dari mulai design produk, perencanaan sediaan bahan, kegiatan produksi hingga penanganan produk, dengan metode ceramah, tanya jawab, simulasi dan studi kasus

    Tipe Mater

    BAB II PERANCANGAN PRODUK

    Perancangan adalah tahap penting dalam produksi meubel karena akan mempengaruhi pola produksi komersial yang muaranya pada biaya produksi. Ruang lingkup perancangan sangat luas, proses ini tidak hanya dilakukan pada system produksi mass product saja tetapi juga job order/tailor made. Perbedaan prinsipnya adalah pada mass product, produsen dapat mengklaim bentuk rancangannya. Sementara pada job order, bentuk rancangan menjadi hak pembeli atau buyer. Ruang lingkup perancangan di dalam system manufaktur terdiri dari tiga tahap : 1) Tahap laboratorium atau studio; 2) Tahap prototype atau bangsal percontohan (pilot plant); 3) Tahap komersial.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    199

    3

    Perancangan dalam kegiatan manufaktur sebaiknya melalui keseluruhan tahap sebagaimana di atas, kecuali job order di mana tahap studio dilakukan oleh pihak buyer atau pembeli. Fungsi perancangan pada beberapa perusahaan skala besar diletakkan di bawah Litbang (Research and Development), namun pada perusahaan secara umum fungsi ini diletakkan di bawah produksi. Bahkan adapula perusahaan yang meletakkan fungsi perancangan di bawah Perencanaan Produksi. Pekerjaan fungsi perencanaan sangat luas, mulai dari sekedar membuat gambar rancangan, memilih bahan yang sesuai, pemilihan bentuk, kombinasi warna, kekuatan produk, hingga rancang bangun proses. Tabel 1 menjabarkan fungsi-fungsi dalam perancangan di pabrik. Perancangan produk adalah aktifitas perancangan yang berhubungan dengan tampilan produk seperti bentuk, warna, ukuran, dan atribut lain yang berhubungan dengan produk. Perancangan proses adalah aktifitas perancangan yang berhubungan dengan cara pembuatan serta peralatan yang dipergunakan. Perancangan biaya adalah perancangan yang berhubungan dengan proses produksi komersial dan efisiensi penggunaan bahan. Pertimbangan lacak balak dalam perancangan dilakukan mulai dari perancangan produk, khususnya pada pemilihan bahan, hingga perancangan proses. Tabel 1. Fungsi-fungsi Tim Design Pada Industri Furniture

    2.1. Perancangan Skala Laboratorium / Studio Perancangan laboratorium atau studio dilakukan oleh perusahaan yang menjual produk berikut rancangannya. Perancangan tersebut dilakukan dengan memperoleh masukan sebagaimana Tabel 1. Proses perancangan itu

  • 200

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    4

    sendiri tidak dapat dideskripsikan karena sangat bergantung pada kekuatan imaginatif para designer, namun demikian beberapa hal pada Tabel 2 dapat dijadikan pertimbangan.

    Tabel 2. Pertimbangan Dalam Perancangan Produk Aspek Pertimbangan Pertimbangan lacak

    balak Bentuk

    1. seni, menggunakan hasil riset pasar dan sesuai dengan perspektif perancang;

    2. ukuran, menggunakan hasil riset pasar, sesuai dengan fungsi, atau perspektif perancang

    3. warna, sama dengan proses artistik namun harus mempertimbangkan bahan yang digunakan;

    4. perakitan, mempertimbangkan apakah produk akan dirakit fixed atau knock down

    Ukuran dan bentuk menjadi dasar pertimbangan, terutama apabila menggunakan bahan kayu komposit.

    Perakitan dipertimbangkan bila menggunakan pin-pin atau pasak-pasak kayu

    Bahan

    1. kayu, menggunakan kayu padat-baik sudah berbentuk maupun belum, kayu lapis, kayu partikel, atau papan serat;

    2. non kayu, menggunakan bahan bukan kayu dalam rancangan seperti bambu, batu, keramik, resin, dan lain-lain;

    3. perekat, pertimbangan perekat yang baik buat kesehatan dan perekat komersial lain;

    4. asesoris, bahan tambahan yang diperlukan baik atas permintaan pembeli maupun ide perancang. Pertimbangkan pula aspek keamanannya

    5. pelapis, yakni bahan finishing dengan berbagai sifat keamanan produknya

    Bahan kayu menjadi pertimbangan perhitungan porsi pemenuhan persyaratan lacak balak

    Kemasan

    1. bentuk, menyangkut artistik dan disain fungsinya;

    2. bahan, mulai dari kemasan primer, kemasan luar, hingga peti dan pallet. Persyaratan bahan kayu kemasan yang dipergunakan.

    Perhatikan dalam kontak apakah bahan kayu kemasan termasuk dipertimbangkan dalam proporsi pemenuhan persyaratan lacak balak

    Teknik pembahanan

    1. pengaturan pembahanan secara optimal dengan meminimisasi scraps;

    2. pengaturan bahan yang menggunakan proses komposit

    3. menduga kehilangan bahan menjadi wastes

    Teknik pembahanan sangat berhubungan erat dengan pemenuhan persyaratan lacak balak

    Konstruksi

    1. kekuatan bahan pada penggunaan, umumnya menyangkut pemilihan kelas kuat kayu, ukuran komponen, dan penggunaan bahan pembantu

    2. keawetan bahan menyangkut pemilihan kelas awet kayu dan penggunaan bahan pengawet

    Kayu kelas awet dan kelas kuat I dan II umumnya adalah kayu rimba yang merupakan obyek langsung persyaratan lacak balak.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    201

    5

    Gambar 1. Perancangan Laboratorium Perancangan umumnya hanya mempertimbangkan aspek seni (art design), bahan (material design), peruntukan (functional design). Pada perancangan bahan (material design) harus sudah melibatkan kemungkinan pemaduan bahan (composite) yang mempertimbangkan sumber-sumber bahan baku kayu. Pertimbangan pemenuhan persyaratan lacak balak harus sudah dilakukan pada perancangan. Perancangan laboratorium dilakukan terutama untuk penggunaan bahan-bahan tambahan seperti perekat, dempul, kemasan, cat, pelapis, dan lain-lain. Perancangan laboratorium digunakan sebagai pelengkap perancangan produk secara keseluruhan. Sebagai contoh perancangan laboratorium disajikan pada kasus pada Gambar 1. Perancangan studio menggunakan hasil perancangan laboratorium sebagai salah satu masukan dalam perancangan akhir. Perancangan produk dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan gambar konvensional ataupun menggunakan program komputer AUTOCAD. Hasil rancangan dilengkapi dengan pola, rencana perakitan, ukuran potongan bahkan sebaiknya hingga petunjuk perakitannya. Pemilihan mesin yang diperlukan boleh pula diinformasikan agar bagian perencanaan produksi dapat membuat rencana lebih akurat. Salah satu bentuk contoh keluaran rancangan studio disajikan pada Gambar 2. Contoh Pemolaan Komponen Produk

  • 202

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    6

    Gambar 2. Contoh pemolaan komponen produk 2.2. Tahap Prototipe Pembuatan prototipe perlu dilakukan baik diminta calon pelanggan sebagai contoh maupun tidak. Pada tahap ini dapat diketahui dengan pasti tingkat kerumitan pengerjaan produk. Selain itu, uji coba pada prototipe sangat baik untuk menduga kebutuhan akan bahan baku.

    2.2.1. Membuat Pola Pembuatan pola dilakukan dengan menggambar komponen pada ukuran 1:1, bisa menggunakan kertas kalkir atau dapat langsung di gambar di atas bahan. Pembuatan gambar di atas bahan memungkinkan untuk memilih bahan baku yang sesuai dengan jumlah sediaan yang dimiliki. Contoh pembuatan pola dari produk yang dirancang pada Gambar 3.

    Bila tidak tersedia bahan yang cukup ukurannya, baik panjang-lebar-tinggi, maka dapat digunakan produk komposit. Pada saat perancangan menggunakan produk komposit, penting untuk menghitung proporsi kayu terlacak dengan tidak terlacak agar persyaratan lacak balak tetap terpenuhi. Beberapa kemungkinan bahan yang dapat dipergunakan sebagai Tabel 3. Pergunakanlah bahan sebaik mungkin dengan menggunakan pola tersebut di atas agar jumlah scrap yang terbentuk sesedikit mungkin. Disarankan untuk membuat simulasi pola dengan terlebih dahulu menggunakan template agar tidak bekerja berulang-ulang.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    203

    7

    Gambar 3. Pembuatan Pola Produk

    Tabel 3. Alternatif pemilihan bahan komposit

    Komponen

    Bahan Alternatif

    Alasan

    Aspek Lacak Balak

    Komponen tebal >10 cm, untuk kaki meja, gagang, dan lain-lain

    1. Laminating Block, balok ra-kitan dari poto-ngan kayu dan dikempa

    2. Glue Laminated Timber (GLT)

    3. Rotan

    Secara komersial tidak menguntung-kan menjual sawn timber kering dengan ketebalan >10 cm sehingga sukar diperoleh di pasaran.

    Perhatikan pencampuran antara kayu yang detected dengan undectected, hitung komposisi kubikasi kayu yang dirakit. Pada La-minating block, pemeriksaan dila- kukan pada potongan lintang

    Komponen lebar >20 cm, untuk badan sisi, papan alas, dan lainlain

    1. Papan butt joint seperti bahan CLC pada Block board;

    2. Papan laminated jointing;

    3. Panel kayu (kayu lapis, partickle board dan block board);

    4. Panel kayu serat (fiber board);

    5. Bahan lain, anyaman bamboo atau rotan

    Sukar menemukan papan kering ko-mersial dengan uku-ran lebar >20 cm.

    Perhatikan pencampuran pada laminasi, mudah dilihat kombinasinya, kecuali bila meng-gunakan bilah yang sudah disambung jari (finger jointed). Pendugaan perbandingan de-tected dan undetected lacak balak harus dapat dihitung.

  • 204

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    8

    Komponen panjang >100 meter, untuk rangka

    1. Laminating Block, dirakit dari finger jointed;

    2. Rotan

    Tidak efisien menggunakan kayu ukuran panjang atau apabila menggunakan bahan baku kayu pinus karena jumlah mata kayu yang terlalu banyak

    Finger jointed mudah diamati perpaduan kayunya, namun jumlah bilah yang dirakit bisa sangat banyak. Perhitungan proporsi harus dihitung teliti

    2.2.2. Memotong bentuk Bentuk yang telah digambarkan di atas pola, dipotong menggunakan jig saw sebagaimana disajikan pada Gambar 4, lalu bagian kasar diampelas. Hal terpenting di dalam proses pemotongan tersebut dalam sistem lacak balak bukanlah kerapihan bentuknya, tetapi berapa proporsi baru antara balak terlacak dengan tidak terlacak pada komponen potongan yang baru.

    Gambar 4. Pemotongan Bahan Sesuai Pola

    Diperlukan penandaan yang sangat teliti apabila ingin mengetahui secara akurat jumlah bahan terlacak (certified wood) yang terbuang atau terpakai. Disarankan menggunakan prinsip sederhana dalam menduga jumlah bahan certified dengan membuat faktor pengali proporsional. Apabila bahan rakitan awal diketahui memiliki volume A m3 dengan proporsi komponer certified:uncertified dalam rakitannya 6:4, maka asumsikan saja tidak terjadi perubahan komposisi 6:4 tersebut.

    2.2.3. Mengerjakan Bahan Potongan bawah (B) dibuat dari kayu ukuran inci. Sisi-sisinya dibuat miring dengan menggunakan router, table saw, atau ketam lalu ampelas hingga

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    205

    9

    halus. Lubang-lubang dibuat untuk memasukkan skrup pada bagian sisi. Bagian sisi bawah (A) dibentuk miring sebagaimana Gambar 5.

    Gambar 5. Mengerjakan Bahan Perkakas

    2.2.4. Merakit dan Pengerjaan Akhir Komponen yang telah dikerjakan dirakit menggunakan lem pada setiap sisinya, lalu diperkuat dengan skrup sebagaimana Gambar 6. Beberapa bagian yang tampak terbuka, misalnya celah dan lubang bekas kepala skrup, dapat ditutup menggunakan dempul, lalu diwarnai dan difinishing. Tidak banyak kasus lacak balak yang ditemukan pada proses perakitan dan pengerjaan akhir. Beberapa rancangan ada yang menggunakan pasak (pin) kayu sebagai penyambung dan penguat atau penyumbat (plug) dari kayu untuk lubang-lubang skrup. Namun demikian, penggunaan pasak dan sumbat tersebut jumlahnya relatif sedikit dan tidak merubah banyak proporsi kayu. Permasalahan lingkungan acapkali mengemuka dikarenakan penggunaan bahan-bahan pewarna atau cat. Produk mainan anak sudah melarang penggunaan bahan resin melamin dan poliuretan sebagai coating, tetapi harus menggunakan resin nitrosellulosa (NC). Alat-alat perkantoran untuk keperluan interior tidak direkomendasikan menggunakan pelapis melamin (melamine sealer) karena emisi Volatile Organic Compound (VOC) yang mengiritasi mata hingga beberapa minggu.

  • 206

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    10

    Gambar 6. Proses Perakitan

    2.2.5. Menghitung Penggunaan Bahan Setiap bahan yang dipergunakan didaftar dan direkapitulasi perhitungan akhirnya untuk mengetahui proporsi bahan certified dan uncertified. Selain itu, daftar terakhir bahan juga dapat dipergunakan untuk menduga Sortimen kayu yang digunakan dan efisiensi penggunaannya. Sebagai contoh akan digunakan kasus rancangan produk buaian bayi di atas. Daftar potongan komponen yang dipergunakan pada produk buaian bayi (BB1) di atas telah didaftar sebagai berikut : Komponen A = sisi samping, ukuran potongan x 6 x 20 atau 1.905 cm x 15.24 cm x 50.80 cm = 2 pcsIC dan TQM Komponen B = alas, ukuran potongan x 10 x 21.5 atau 1.905 cm x 64.516 cm x 54.61 cm = 1 pcs Komponen C = bagian sisi kepala, ukuran potongan x 6,75 x 8,75 atau 1.905 cm x 17.145 cm x 22.22 cm = 1 pcs Komponen D = bagian sisi kaki, ukuran potongan x 7.75 x 9 atau 1.905 cm x 19.685 cm x 22.86 cm = 1 pcs Komponen E = bagian kaki, ukuran potongan x 4 x 17 1.905 cm x 10.16 cm x 43.18 cm Hasil analisis komponen selanjutnya disajikan pada Tabel 4. Selanjutnya bahan yang dipergunakan harus diprediksikan berdasarkan Sortimen komersial yang tersedia di pasar. Sortimen di pasar harus dibeli dalam ukuran standar, tidak mungkin hanya dipesan seukuran produk. Apabila dihitung sebagai Sortimen standar, maka pemilihan bahan dapat disajikan pada Tabel 5 berikut.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    207

    11

    Tabel 4. Hasil Analisis Komponen Produk BB1

    Tabel 5. Penggunaan Sortimen Komersial Untuk Komponen

    Optimasi penggunaan bahan tentu menjadi bagian dari proses perencanaan produksi sehingga hasil pada Tabel 5 masih dapat diperbaiki. Apabila kondisi penyediaan sertifikasi hutan lestari dapat diprediksikan, maka pada kasus di atas perhitungan lacak balak dapat diilustrasikan sebagaimana Tabel 6 Apabila rancangan mempersyaratkan sertifikasi lacak balak, maka harus diperoleh bahan blockboard yang telah bersertifikat atau dilakukan penggantian dengan bahan kayu solid. Perhitungan bahan pembantu lainnya pada kasus di atas sangat mudah dilakukan dengan memperhatikan standar-standar penggunaannya. Penggunaan paku dapat dihitung dari gambar perakitan produk. Konsumsi perekat dihitung menggunakan standar berat labur antara 35-40 gram/ft2 bidang rekat, dan penggunaan cat per luas permukaan yang dicat.

  • 208

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    12

    Tabel 6. Pendugaan Pemenuhan Lacak Balak

    2.3. Tahap Uji Produksi Komersial 2.3.1. Studi Gerak dan Waktu Kecepatan produksi per unit sangat ditentukan oleh kecepatan produksi komponen. Data produksi tersebut hanya dapat diperoleh melalui uji coba pembuatan produk dalam skala pabrik. Beberapa kendala dalam produksi skala pabrik akan dapat dikenali, sehingga mudah untuk perbaikannya. Salah satu alat yang dapat dipergunakan adalah kajian gerak dan waktu (time and motion study). Tahapan proses yang akan dilalui saat memproduksi suatu produk terlebih dahulu ditetapkan berdasarkan hasil uji coba saat pembuatan prototype. Pada kasus sebagaimana pembuatan produk BB1 di atas, unit proses yang dilalui disajikan pada Tabel 7. Setiap tahapan proses dilakukan pemeriksaan waktu pengerjaannya dengan menggunakan pencatat waktu (stop watch). Pencatatan tersebut dilakukan bersamaan dengan uji coba pembuatan produk pada skala pabrik. Pencatatan tersebut penting mengingat perusahaan mungkin tidak hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan saja, tetapi produksi beberapa order sekaligus. Tabel 8 memberikan contoh bagaimana studi waktu dilakukan terhadap salah satu unit proses pada rantai proses produksi contoh kasus BB1.

    Tabel 7. Unit Proses Yang Diperlukan Untuk Produksi Produk BB1

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    209

    13

    Tabel 8. Studi Waktu Terhadap Salah Satu Unit Proses Pada Rantai Proses Produksi

    Tabel 9. Contoh Studi Waktu Yang Dipergunakan Untuk Menghitung Waktu

    Proses Produk BB1, Komponen A

    2.3.2. Analisa Biaya Setelah uji coba produksi pada skala komersial pabrik, maka proses selanjutnya adalah menghitung biaya produksi dari unit produk yang diteliti. Penghitungan biaya dilakukan dengan membagi komponen biaya sebagai berikut :

  • 210

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    14

    A. Biaya Produksi A1. Biaya Peubah (Variabel Costs) Adalah biaya yang dipengaruhi oleh jumlah unit produksi, termasuk di dalamnya komponen biaya semi variabel, seperti di antaranya: a. Biaya bahan baku b. Biaya bahan pembantu c. Biaya listrik dan tenaga uap; d. Supplies pabrik e. Tenaga kerja langsung. A2. Biaya Tetap (Fixed Cost) Adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh jumlah unit produksi, tetapi yang langsung dipergunakan oleh aktifitas produksi: a. Tenaga kerja tak langsung di produksi b. Reparasi dan pemeliharaan pabrik c. Transportasi dalam pabrik d. Asuransi pabrik e. Administrasi dan umum pabrik f. Penyusutan mesin pabrik. B. Biaya Non Produksi B1. Administrasi Umum dan Perkantoran a. Gaji, Tunjangan, dan Jaminan b. Alat Tulis Kantor c. Telfon, Fax, Internet, dan Konverensi; d. Listrik Kantor; e. Operasional Kendaraan; f. Sumbangan dan entertainment; g. Keselamatan dan Kesehatan Kerja; h. Asuransi Sarana Perkantoran i. Tunjangan Hari Raya j. Legal k. Amortisasi B2. Biaya Pemasaran a. Gaji, Tunjangan, dan Jaminan b. Administrasi Pemasaran c. Biaya Ekspor d. Perjalanan Dinas e. Biaya promosi dan komisi penjualan

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    211

    15

    B3. Biaya Administrasi Keuangan a. Gaji, Tunjangan, dan Jaminan b. Administrasi Keuangan c. Biaya Akuntan d. Administrasi Bank e. Pajak Jumlah biaya bagian A akan menghasilkan Harga Pokok Produksi, dengan perhitungan: A1 + A2 Harga Pokok Produksi Per Unit = Jumlah Produksi Jumlah biaya bagian A+B akan menghasilkan Harga Pokok Penjualan, dengan perhitungan: A + B Harga Pokok Penjualan Per Unit = Jumlah Penjualan Perlu diperhatikan bahwa jumlah unit terjual belum tentu sama dengan jumlah unit produksi karena ada kemungkinan penurunan grade atau rusak.

    BAB III PERENCANAAN PRODUKSI

    3.1. Perencanaan Dalam Manufaktur Perencanaan dalam manufaktur dilaksanakan setelah memperoleh masukan dari rencana pemenuhan order yang dibuat oleh bagian pemasaran. Sejumlah order dari kontrak yang telah disepakati disusun dalam format khusus sesuai dengan target pengiriman (Estimated Time Delivery-ETD), bahkan ada perusahaan yang telah berani mencantumkan Estimated Time Arrival (ETA). Perencanaan dalam manufaktur dilakukan secara menyeluruh dengan menyusun jadwal : 1) Rencana produksi; 2) Rencana pengadaan bahan; 3) Rencana pemeliharaan mesin dan fasilitas pabrik; 4) Rencana pengaturan sumberdaya tenaga kerja. Rencana produksi adalah dasar perhitungan untuk rencana-rencana berikutnya. Keluaran dari aktifitas ini adalah bentuk perencanaan fisik, berupa perhitungan volume, tingkat mutu, dan efisiensi. Perencanaan produksi diteruskan dengan penentuan anggaran (budgeting) untuk memperoleh gambaran biaya keseluruhan untuk aktifitas produksi tersebut. Secara umum proses perencanaan manufaktur disajikan pada Gambar 7.

  • 212

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    16

    Data yang diperlukan pada perencanaan produksi cukup banyak di antaranya : 1) Rencana pemenuhan order; 2) Kapasitas mesin yang tersedia; 3) Tingkat pencapaian mutu yang diinginkan; 4) Standar satuan kerja per unit proses; 5) Posisi sediaan, baik sediaan bahan baku maupun sediaan produk jadi. Khusus untuk perencanaan produksi yang dikaitkan dengan lacak balak, perencanaan produksi harus dihubungkan dengan informasi tambahan mengenai ketersediaan bahan baku maupun sediaan produk jadi yang telah bersertifikat. Perencanaan produksi pada industri meubel melibatkan keahlian production mix yang baik agar dapat memanfaatkan sisa-sisa potongan kayu yang tersedia. Industri meubel banyak sekali menghasilkan scrap, beberapa di antaranya memiliki ukuran cukup besar. Beberapa perusahaan terbiasa menyimpan sisa-sisa potongan produksi menjadi bahan sediaan, walaupun nilai ekonomis bahan sediaan tersebut sudah dimasukkan ke dalam produk sebelumnya. Production mix yang memadukan sejumlah bahan baku dalam sediaan, harus menyediakan wahana yang dapat dipergunakan untuk memantau klasifikasi bahan, khususnya uncertified dan certified, walaupun sebenarnya prinsip terbaru lacak balak yang dikeluarkan oleh FSC meringankan penggunaan bahan baku limbah. Tabel 10. Contoh rencana pemenuhan order

    3.2. Perencanaan Produksi Perencanaan produksi dilakukan untuk menerjemahkan rencana pemenuhan order yang sudah disusun oleh Bagian Pemasaran. Perencanaan produksi disusun umumnya dalam format harian sehingga memudahkan pengawasan pencapaiannya. Penyusunan perencanaan produksi harus mempertimbangkan posisi sediaan, sehingga rencana kerja yang dibuat harus benar-benar real dan sediaan dapat digerakkan. Sediaan yang umumnya tidak terekam di dalam pangkalan data bagian pemasaran adalah Persediaan Dalam Proses (PDP) sehingga tidak diperhitungkan dalam penyusunan rencana pemenuhan order. Perlu dilakukan consensus di dalam suatu perusahaan mengenai konversi PDP, agar basis perhitungannya sama. Panduan umum yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut :

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    213

    17

    1) Apabila bahan baku kayu dimulai dari kayu gergajian basah, maka semua bahan dalam proses yang belum dikeringkan dikonversikan sebagai Green Sawn Timber (GST) atau Kayu Gesek;

    2) Semua bahan dalam proses yang belum mengalami perubahan bentuk fisik dan sudah kering, di mana dimensi panjang-lebar-tebal masih jelas batasnya, maka dikonversikan sebagai Dried Sawn Timber (DST) atau Kayu Gergajian Kering;

    3) Semua bahan dalam proses yang telah menjadi komponen dan siap dirakit, maka dalam perhitungannya dikonversikan sebagai produk rakitan jadi.

    Proses konversi tersebut sangat diperlukan saat perusahaan akan menduga berapa rendemen produksi. PDP diperoleh dari suatu kegiatan yang disebut stock op name, sehingga jumlah dan besarannya tercatat hanya pada satu satuan waktu, yakni pada saat dilakukan penilaian. Keberadaan PDP dapat membantu penentuan jadwal pemenuhan order di mana tahap produksi menjadi lebih pendek, dengan demikian maka produktifitas pada periode waktu tersebut dapat meningkat. Informasi lain yang diperlukan pada proses perencanaan produksi adalah kapasitas produksi. Kapasitas produksi suatu perusahaan pada produksi meubel akan berbeda-beda bergantung pada model rancangan produk yang dibuat. Apabila model rumit, maka kapasitas produksi dapat menurun dibandingkan pengerjaan model yang sederhana. Metoda paling konvensional menentukan kapasitas produksi suatu perusahaan adalah dengan menemukan bottle neck produksi. Besar kapasitas unit proses yang menjadi bottle neck adalah cerminan kapasitas produksi operasi. Peramalan produksi dilakukan dengan berbagai macam pendekatan, sesuai dengan kebutuhannya. Beberapa macam tipe peramalan yang biasa dipergunakan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Tipe Peramalan Berdasarkan Kegunaan

    Data produksi tahun sebelumnya dapat saja dijadikan sebagai dasar perhitungan, apalagi bila permintaan tetap konstan tetapi mempunyai variasi cukup banyak, maka boleh menggunakan peramalan konstan. Sebagai contoh misalnya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Contoh Permintaan Kursi Pada Tahun 2005

  • 214

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    18

    Metoda sederhana penyusunan rencana produksi dilakukan oleh industri dengan menggunakan data dari rencana pemenuhan order. Cara ini dipergunakan hampir seluruh industri perkayuan, terutama pola produksi job order. Pendekatan yang dipergunakan adalah plotting produksi sebagaimana disajikan pada Tabel 13. Rencana produksi disusun harian mengikuti jadwal pemenuhan order. Dalam satu hari dilakukan bauran produksi, terdiri dari beberapa model, sepanjang komponen yang dipergunakan sama. Tabel 13. Contoh Rencana Produksi

    Setiap perusahaan, menggunakan data perancangan sebagaimana bab sebelumnya, memiliki standar kemampuan produksi per satuan waktu. kemampuan produksi tersebut dapat dihitung dalam satuan per jam atau dapat pula per hari. Kolom paling kanan pada Tabel 13 harus tidak boleh lebih besar dari kapasitas produksi perusahaan per harinya. Selanjutnya perhatikan jumlah produksi (Rencana Produksi) pada baris paling bawah, tidak sama dengan jumlah order (Rencana Shipment = RS) dari masing-masing buyer. Perhitungan jumlah harian produksi dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah produk rusak yang tidak dapat terjual. Apabila dibandingkan maka: Rencana Shipment Grade terjual = x 100%

    Rencana Produksi

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    215

    19

    BAB IV PRODUKSI DAN PENANGANAN BAHAN DALAM

    PROSES Kegiatan produksi untuk industri meubel sangatlah banyak variasinya, bergantung pada bentuk rancangan yang dibuat. Tidak ada keseragaman bentuk karena di dalamnya terkandung unsur seni yang sangat tak terukur. Penggunaan bahan meubel bahkan tidak hanya terbatas pada kayu dan rotan, tetapi meluas menggunakan berbagai bahan alam dan sintetik. Di Indonesia pernah dilakukan pengelompokan antara industri meubel dan komponen oleh Masyarakat Perhutanan Indonesia yakni : 1) Indonesian Sawn Timber and Woodworking Industry (ISA/ISWA), yakni

    mengelompokkan semua industri primer kayu mulai dari menggergaji kayu sampai dengan membuat komponen, tetapi belum dirakit. Industri yang memproduksi kayu gergajian (Sawn Timber), Smooth Two Sides (S2S), Smooth Four Sides (S4S), Profile, Dowell, Laminating Board, Laminating Block, dan beberapa produk lainnya;

    2) Asosiasi Meubel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO), yakni mengelompokkan semua industri pengolahan kayu yang merakit komponen menjadi bentuk produk yang memiliki fungsi sebagai perlengkapan rumah tangga atau hiasan, baik dikerjakan hingga selesai maupun setengah jadi.

    Pada prakteknya saat ini, pengelompokkan tersebut tidak lagi menjadi bagian yang harus kaku. Industri Meubel di Indonesia saat ini telah mengerjakan bahan mulai dari penggergajian kayu hingga perakitan produk. Industri meubel tertentu melakukan ekspansi ke industri wood working atau sebaliknya banyak sekali industri wood working yang menambah unit perakitan meubel.

    4.1. Persiapan Bahan

    4.1.1. Penggergajian Kayu Sebaiknya, kayu bundar digergaji menurut pengelompokkannya, sehingga kayu yang telah bersertifikat tidak tercampur dengan yang belum. Pemisahan tersebut tidak harus dilakukan dalam bentuk pemisahan fisik unit mesin, dapat juga menggunakan tata waktu atau pergiliran produksi. Kayu yang memiliki ukuran besar, umumnya berdiameter lebih dari 40 cm, disarankan dibelah terlebih dahulu menggunakan log breaker. Selain memudahkan penanganan pada proses selanjutnya, penggunaan log breaker juga untuk meningkatkan kapasitas produksi dan mengurangi porsi sebetan (slab). Gambar 7 memperlihatkan proses log breaking.

  • 216

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    20

    Gambar 7. Log Breaking

    Penggalan dari log breaking, dibelah (digesek) menggunakan gergaji pita (Band Saw) menjadi sortimen papan atau balok. Ukuran papan dan balok sangat beragam sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pasar komersial umumnya menyediakan papan ukuran tebal 2-3 cm dengan lebar 20-25 cm, sementara balok tersedia ukuran 10x5 cm, 5 x5 cm, atau 5x10 cm. Istilah pasar, khususnya pasar dalam negeri, mengenal istilah reng, yakni balok ukuran kecil dapat mencapai 2x3 cm. Perusahaan yang melakukan pembelahan kayu untuk keperluan sendiri, umumnya tidak mempermasalahkan lebar standar guna mengefisienkan penggunaan sebetan (slab). Sejumlah besar perusahaan menerapkan ketentuan borongan pada proses penggesekan kayu, mengingat pekerjaan tersebut memerlukan kekuatan fisik yang besar. Pekerjaan borongan pada penggesekan kayu beresiko tinggi di antaranya adalah : 1) Tidak memperdulikan keselamatan kerja; 2) Tidak memperdulikan mutu; 3) Tidak mempedulikan pemisahan antara bahan baku bersertifikat dan tidak. Kayu pinus atau tusam memiliki kulit kayu sangat tebal, dapat mencapai 1 cm untuk diameter kayu 30-40 cm, sehingga bila tidak cermat saat pengupasan akan menyebabkan recovery rates jatuh. Tabel 14 menyajikan permasalahan lacak balak penting pada proses persiapan bahan baku. Tabel 14. Permasalahan Lacak Balak Pada Persiapan Bahan Baku No

    Satuan Operasi

    Permasalahan Lacak-balak

    Alternatif Penyelesaian

    1. Log Breaking

    - Kehilangan tanda-tanda fisik, untuk lacak balak apabila menggunakan sensor fisik pada kayu;

    - Bercampur antara yang terlacak dan tidak terlacak

    - catat ulang tanda fisik pada form sebelum kayu dibelah;

    - pemisahan kayu

    bersertifikat dan tidak, dengan penjadwalan produksi

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    217

    21

    2. Saw Milling

    Penggesekan yang tidak terkendali karena mengejar target;

    disediakan petugas khusus yang melakukan penandaan dan pemisahaan

    3. Stick Racking

    Mencukupkan jumlah bilah yangdisusun dengan bahan yang bukan bersertifikasi.

    boleh dicampur tetapi diberi tanda, sebaiknya mengelompok pada salah satu sisi palet;

    Gambar 8. Band Saw

    4.1.2. Penyusunan Bilah Setelah dibelah menjadi papan atau balok, kayu umumnya langsung disusun dalam suatu palet, berbentuk tumpukan. Bila menggunakan stick (bilah penyangga), maka kayu disusun berlapis-lapis dan dibuat berlawanan arah setelah dipisahkan dengan stick. Apabila tidak menggunakan stick, maka sortimen disusun saling berlawanan arah setiap lapisnya. Keperluan menyusun kayu dalam bentuk susunan tertentu dimaksudkan untuk beberapa tujuan berikut : 1) melancarkan sirkulasi saat pengeringan; 2) mengoptimalkan kapasitas Kiln Dryer; 3) memudahkan pengelompokan grading kayu; 4) menyeragamkan kekeringan kayu; 5) memudahkan transportasi.

  • 218

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    22

    Gambar 9. Wood Stacking Dan Penandaan

    4.1.3. Regrading Kayu Gergajian (Sawn Timber) Bagi perusahaan yang tidak melakukan pembelahan kayu sendiri, yakni membeli kayu gergajian, maka proses penyusunan dilakukan terhadap kayu yang telah di-regrade saat penerimaan. Bagi perusahaan yang membelah kayu sendiri, regrading umum dilakukan setelah proses pengeringan. Kegiatan regrading kayu dilakukan sama tujuannya dengan regrading kayu bundar. Berbagai alasan seperti keragaman grade, kemungkinan kerusakan selama perjalan, atau hal lain yang dapat menyebabkan grade berbeda antara invoice grade dengan physical grade. Proses regrading harus dilakukan dengan tetap memperhatikan dokumen bahan masuk, khususnya kemungkinan pencampuran antara kayu yang memiliki lacak-balak dengan yang tidak. Hendaknya tidak memaksakan pencampuran status lacak balak hanya untuk tujuan pemenuhan target volume produksi.

    4.2. Pengawetan Kayu Beberapa kayu bahan meubel, khususnya kayu dengan kelas awet sangat rendah seperti kayu karet (Hevea brasiliensis), umumnya diawetkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Proses pengawetan adalah memasukkan bahan kimia pengawet ke dalam kayu. Salah satu bahan kimia yang sangat poluler adalah larutan asam borax. Proses pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai metoda seperti misalnya perendaman, pengecatan, hingga proses vacum. Proses pengawetan Vacum adalah memasukkan sortimen ke dalam tangki vacum, lalu mengalirkan larutan pengawet yang dihisap dari satu sisi ke sisi berikutnya. Dengan tekanan tinggi, larutan pengawet dipaksa penetrasi ke dalam pori-pori kayu. Proses vacum dinilai paling efektif dibanding metoda lainnya. Produsen umumnya mengoptimalkan penggunaan ruang dalam tangki vakum, sehingga berbagai sortimen dimasukkan. Problem penting yang harus

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    219

    23

    diperhatikan adalah adanya kemungkinan pencampuran sortimen yang terlacak balak dengan sortimen yang tidak terlacak balak di dalam tangki vacum. Disarankan proses vacum sebaiknya dilakukan per batch dengan partai kayu sesuai dengan penandaan, tidak memaksakan pencampuran dengan bahan lain. Apabila kapasitas kurang, hendaknya melakukan pemilihan terhadap kayu terlacak walaupun dari susunan palet berbeda.

    4.3. Pengeringan 4.3.1. Pengeringan Udara (Air Dry) Kapasitas pengeringan dapat ditingkatkan dengan terlebih dahulu melakukan pengeringan secara alami menggunakan sinar matahari. Proses ini dapat membantu penurunan kadar air hingga 16% secara teoritik, namun demikian kadar air 18-20% sudah sangat membantu beban pengeringan Kilang. Sortimen yang telah disusun tersebut dibiarkan di udara terbuka sehingga terjadi proses pengeringan secara alami selama sekitar 6-10 hari. Namun bila perusahaan mengerjakan kayu pinus, sengon, atau karet disarankan untuk tidak melakukan pengeringan udara lebih dari tiga hari karena akan cepat terserang blue/black stain ( Aspergillus niger) dan bubuk kayu. Karena tidak ada pergerakan bahan berarti, maka peluang kontaminasi atau bercampurnya kayu pada proses ini hampir tidak mungkin. Walaupun demikian, disarankan tetap menyediakan areal khusus yang memungkinkan pemisahan dan penandaan tumpukan kayu. Proses pengeringan udara bukan rantai proses wajib dalam pengolahan kayu, tetapi pilihan yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Apabila kapasitas Kiln Dryer memadai, maka proses ini boleh dilangkahi.

    4.3.2. Pengeringan Kilang Pengeringan kilang dilakukan dengan mengunakan mesin pengering yang disebut kilang atau Kiln Dryer. Kilang memperoleh sumber panas dari berbagai sumber, ada yang menggunakan kukus (steam), udara panas dari pembakaran minyak atau kayu bakar, atau elemen pemanas listrik. Penggunaan kukus yang dibangkitkan dari ketel uap sangat populer karena lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar dengan hasil pengeringan yang seragam. Gambar 12 memperlihatkan ketel uap skala kecil yang dapat dipergunakan sebagai pembangkit uap. Kayu disusun di dalam ruang pengering kilang yang populer disebut dengan Chamber. Chamber memiliki alat kelengkapan seperti pemanas (heater), kipas pemanas (heating fan), pengatur sirkulasi udara (damper), sensor panas (thermocouple), perangkat transportasi (lorry dan hoist). Chamber berukuran besar, mulai dari 10 m3 hingga 75 m3, maksudnya dapattmenampung jumlah tumpukan kayu antara 10-75 m3, tergantung rancangannya.

  • 220

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    24

    Gambar 10. Ketel Uap Untuk Pembangkit Kukus Pengeringan di dalam chamber sebaiknya menampung kayu dengan penandaan seragam atau dalam palet yang memiliki tanda sama guna menghindari pencampuran. Selain itu, keseragaman spesies yang dikeringkan juga menjadi penentu laju proses pengeringan. Bahkan secara teoritik, kadar air awal kayu yang dikeringkan sebaiknya seragam agar pengeringan kayu merata dalam suatu chamber.

    Gambar 11. Chamber Pada Mesin Kiln Dryer

    Pada praktek pengeringan kayu, perusahaan acapkali mengoptimalkan penggunaan ruang pengering dengan memasukkan kayu sebanyak-banyaknya. Perlu diperhatikan kemungkinan pencampuran antara kayu yang terlacak balak dengan yang tidak terlacak balak. Proses pencampuran tersebut tidak dilarang sepanjang penandaan pada palet cukup memadai dan mudah dipisahkan setelah pengeringan. Kadar air kayu yang dihasilkan dari proses pengeringan umumnya berkisar antara 10-12%, namun demikian beberapa species kayu dapat mengalami penurunan kadar air hingga 8%. Setelah keluar kilang, penyerapan uap air dari udara dapat berlangsung menuju keseimbangan baru bahkan mencapai 14%.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    221

    25

    4.4. Pembahanan 4.4.1. Pemotongan Panjang (Cross Cutting) Pemotongan panjang adalah tahap awal pembahanan, di mana sortimen yang akan dipergunakan dipotong sesuai panjang yang diinginkan komponen. Pemotongan panjang dilakukan untuk membuang bagian ujung kayu pada arah panjang yang tidak rata, lalu membagi panjang menjadi beberapa ukuran komponen secara optimal. Mesin pemotong yang umum dipergunakan adalah Cross cut, baik yang digerakkan vertikal maupun horisontal (arm saw). Kayu ukuran reng mungkin dapat dipotong menggunakan Arm Saw, namun kayu ukuran balok umumnya menggunakan Cross Cut vertikal. Permasalahan keamanan lacak balak pada unit proses pemotongan panjang dapat terjadi sebagaimana kasus Tabel 15.

    Tabel 15. Permasalahan Lacak Balak Pada Proses Pemotongan Panjang

    Perlu diperhatikan agar melakukan pemisahan dengan seksama antara potongan kayu yang masih memiliki ukuran ekonomis dengan yang tidak. Penyimpanan potongan bilah yang tidak ekonomis (scrap) hanya akan menambah timbunan sampah dengan berbagai kerugian seperti misalnya peluang kebakaran, menghabiskan ruang, dan mempersulit pengendalian produksi. Pada proses pemotongan panjang dihasilkan serbuk gergaji cukup banyak yang menjadi bagian perhitungan di dalam penentuan recovery. Apabila memungkinkan, hendaknya dipasang host untuk exhaust fan debu gergaji guna memberikan kenyamanan kerja bagi karyawan. Mesin Cross Cut termasuk mesin pembahanan yang dapat dipergunakan lebih dari satu kali. Proses sesudahnya masih mungkin kembali lagi ke mesin ini untuk diproses sehingga pengoperasiannya mungkin cukup sibuk. Arm saw termasuk mesin yang sangat tinggi frekwensi penggunaannya dalam proyek ini.

  • 222

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    26

    4.4.2. Pengetaman (Planing) Setiap komponen memerlukan persyaratan ketebalan kayu tertentu, sehingga ukuran sortimen harus ditipiskan dengan menggunakan pengetam. Apabila ketebalan tatal yang ingin dibuang sangat besar, dapat dipilih Double Side Planner, yakni ketam dengan dua sisi mata pisau. Ketam yang hanya memiliki satu mata pisau disebut dengan Single Side Planner, dan banyak dipergunakan pada industri meubel skala kecil. Prinsip kerja ketam adalah menatal satu permukaan, biasanya sisi lebar dari sortimen, pada arah memanjang serat. Bahan yang semula dimasukkan memiliki ketebalan tertentu akan keluar mesin dengan ketebalan yang diharapkan. Proses pengetaman disajikan pada Gambar 12. Selain untuk menipiskan ukuran sortimen, ketam juga dipergunakan untuk meratakan permukaan kayu yang bergelombang. Permukaan bergelombang terjadi karena proses penggesekan, pengeringan, atau bahkan dari produk rakitan (composites). Ciri bahwa produk sudah diketam dapat dilihat pada bagian sisi lebarnya yang bersih seperti baru dikupas. Proses pengetaman pada industri meubel diperlukan untuk mengolah sortimen dan juga kayu rakitan. Dengan demikian proses ini dilalui oleh sedikitnya dua aktifitas, sehingga peluang pencampuran bahan dapat terjadi. Namun demikian pemisahan fisik sangat mudah dilakukan berdasarkan ukuran lebar dari sortimen yang dikerjakan serta dari kenampakan sambungan di permukaan.

    Gambar 12. Proses Pengetaman Kayu

    Pengetaman dapat pula dilakukan pada bagian sisi tebal, menggunakan mesin yang disebut Thicknesser. Mesin ketam samping ini memiliki pisau tunggal dan umumnya dalam posisi terbuka atau dapat tampak langsung. Kayu yang diketam umumnya hanya sorrtimen tunggal, bukan rakitan karena meja kerjanya dirancang sedemikian rupa untuk kayu dengan lebar terbatas. Gambar 13 berikut adalah contoh Thicknesser. Bagi industri yang perputaran kayu dalam prosesnya cepat, penandaan wajib dilakukan terhadap produk yang telah diketam. Lakukan pemisahan dengan

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    223

    27

    palet yang berbeda, baik antar sortimen, antar tahap pengerjaan, juga antar jenis kayu yang telah terlacak-balak dengan tidak terlacak balak. Perlu menjadi perhatian bagi tenaga kerja karena proses pengetaman berpotensi untuk menimbulkan gangguan kebisingan dan debu. Pekerja sebaiknya menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa sumbat telinga (Ear plug), kacamata plastik, dan masker kain. Jangan menarik bahan tersangkut di dalam mesin dengan jari tangan, tetapi harus menggunakan kayu atau alat pendorong.

    Gambar 13. Mesin Ketam Samping

    4.4.3. Perajangan (Ripping) Perajangan dilakukan untuk memperoleh komponen dengan lebar tertentu dari sortimen yang diolah. Perajangan dapat dimaksudkan untuk membagi papan menjadi beberapa ukuran atau dapat pula ditujukan untuk menghilangkan sisi lebar sortimen yang tidak rata. Produk limbah dari perajangan berupa bilah kayu memanjang namun lebarnya relatif kecil mungkin kurang dari 3 cm. Sortimen berukuran lebar tertentu, antara 15 sampai 30 cm, dirajang menjadi komponen dengan lebar seragam antara 4-10 cm. Apabila sortimen yang dikerjakan lebar dan ingin menghasilkan banyak bilah, maka dipergunakan mesin pejarang dengan banyak pisau atau disebut Multi Gang Ripsaw (Multirip). Namun bila hanya merajang satu potongan bilah, maka dapat menggunakan Single Gang Ripsaw (Singlerip) atau gergaji meja biasa (Table saw). Permasalahan lacak balak proses perajangan lebih berpeluang terjadi pencampuran bahan pada outfeed atau keluaran proses. Beberapa alternatif untuk mengatasi persoalan lacak balak pada proses perajangan adalah : 1) menyediakan petugas khusus yang menata secara cepat bilah yang keluar

    dari proses perajangan, sehingga kayu dari sortimen terlacak dapat dipisahkan dengan yang tidak;

    2) mengatur sedemikian rupa agar perajangan dilakukan bertahap, artinya ada pemisahan batch antara kayu dari sortimen terlacak dengan yang tidak terlacak;

  • 224

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    28

    3) apabila memiliki jumlah mesin perajang yang banyak, boleh pula melakukan pemisahan lini produksi, yakni perajangan kayu terlacak balak dipisahkan mesinnya dengan kayu belum terlacak.

    4.5. Pembuatan Komponen 4.5.1. Penyambungan (Jointing) Proses penyambungan pada prinsipnya adalah memadukan beberapa bilah kayu pada arah memanjang agar diperoleh panjang yang sesuai dengan keinginan. Penyambungan kayu dilakukan untuk beberapa alasan berikut : 1) Keterbatasan sumberdaya alam kayu, terutama spesies tertentu yang dinilai

    langka, memerlukan pemikiran khusus agar tetap dapat ditampilkan pada produk;

    2) Kayu tertentu seperti tusam atau pinus, memiliki mata kayu dengan jarak yang berdekatan, sehingga harus dibuang;

    3) Tujuan dekoratif, yakni menghasilkan motif yang diinginkan; 4) Efisiensi penggunaan sumberdaya alam kayu. Proses dan jenis-jenis sambungan banyak macam ragamnya, namur untuk pembuatan komponen paling populer dipergunakan dua macam yakni : 1) sambungan puntung (butt joint); 2) sambungan jari (finger joint). Namun demikian, sambungan puntung umumnya harus dikombinasikan dengan pelapisan (laminating), sehingga tidak dapat berdiri sendiri sebagai sambungan panjang. Proses penyambungan jari lebih populer untuk menghasilkan panjang kayu tertentu. Perlu diketahui bahwa sambungan tunggal memanjang tidak dapat dipergunakan sebagai bahan yang memenuhi persyaratan konstruksi. Apabila akan dipergunakan sebagai bahan untuk kekokohan konstruksi, sambungan tunggal memanjang harus dipadukan dengan pelapisan. Kekuatan penyambungan sangat bergantung pada perekat yang dipergunakan. Tahapan penyambungan yang standar dan telah tersusun dalam mesin penyambung di antaranya adalah : 1) pemotongan sisi panjang, agar permukaan rata pada potongan

    melintangnya. Pada sambungan puntung pisau potong hanya gergaji biasa, tetapi pada sambungan jari mesin potong dirancang khusus agar potongan berbentuk jeruji;

    2) pencampuran perekat pada mixer apabila menggunakan resin (urea formaldehida atau fenol formaldehida). Pencampuran tidak diperlukan bila menggunakan perekat Poli Vinil Asetat (PVAc) atau dikenal dengan perekat warna susu;

    3) aplikasi perekat menggunakan aplicator, namun beberapa perusahaan menggunakan kuas secara manual;

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    225

    29

    4) pengempaan dingin dan pengempaan panas; 5) mesin potong produk sambungan yang dapat diatur untuk kepanjangan

    tertentu,

    Persoalan lacak-balak paling krusial terjadi pada proses penyambungan, di mana berbagai sortimen dapat disambung tanpa dapat dilacak dengan mudah. Karena tingkat kesukaran yang tinggi untuk menelusuri kayu pada saat produk rakitan sudah terbentuk, maka disarankan melakukan hal-hal berikut : 1) Proses penyambungan harus dilakukan malalui pemisahan batch, artinya

    suatu batch hanya untuk kayu terlacak tidak boleh dicampur dengan kayu yang belum jelas asal-usulnya;

    2) Bila memungkinkan, lakukan pemisahan mesin antara kayu terlacak dengan yang belum;

    3) Siapkan palet untuk pemisahan terhadap produk sambungan; 4) Gunakan identifikasi catatan dan label pada kayu, baik bahan masuk yang

    akan disambung maupun produk sambungannya. Beberapa perusahaan tidak memiliki mesin penyambung sendiri, tetapi menggunakan jasa perusahaan lain atau justru membeli produk yang sudah disambung. Identifikasi produk sambungan yang dibeli dari pihak ketiga harus dapat diperoleh dari dokumen pembelian.

    4.5.2. Pelapisan (Laminating) Pelapisan atau laminating dipergunakan untuk proses penyambungan bilah pada sisi lebar dan sisi tebal. Dua produk utama yang dikenal dari proses pelapisan adalah : 1) papan laminasi (laminating board); dan 2) balok laminasi (laminating block). Sesuai dengan namanya maka kedua produk tersebut berhubungan dengan fungsinya sebagai papan atau balok. Papan laminasi dari proses pembentukannya dapat dikategorikan menjadi tiga macam yakni : 1) papan laminasi bilah utuh, yakni papan laminasi yang dibuat dari bilah kayu

    utuh disambung dengan perekat pada sisi samping arah memanjang; 2) papan laminasi bilah sambungan, yakni papan laminasi yang dibuat dari

    bilah kayu hasil sambung jari; 3) papan sambung puntung. Papan laminasi bilah utuh umumnya disambung dengan posisi lengkung papan yang dibuat berlawanan setiap bilahnya, sehingga papan sambungan seperti ini tidak seragam ketebalannya. Penyambunganpun umumnya dilakukan secara manual dengan mesin Clamper sebagaimana disajikan pada Gambar 14. Produk papan laminasi seperti ini umumnya harus menjalani proses pengetaman kembali sebagaimana telah dibahas sebelumnya.

  • 226

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    30

    Gambar 14. Alat Penyambung Bilah Kayu Secara Manual

    Papan laminasi bilah sambungan memiliki ketebalan relatif seragam, disambung menggunakan mesin Composser atau High Frequency Press. Walaupun demikian, dapat saja disambung menggunakan mesin sambung manual. Produk papan laminasi bilah sambungan dapat dipergunakan langsung sebagai bahan komponen atau kalaupun tidak rata hanya perlu menjalani proses pengampelasan saja. Papan sambung puntung dirakit menggunakan mesin khusus yang disebut butt jointer atau kadang disebut Core Lumber Core Composser. Papan jenis ini tidak dapat dipergunakan langsung, tetapi harus dilapis salah satu bagian permukaannya dengan bahan lebih utuh, misalnya panel kayu. Karena sambungan terjadi baik secara tebal maupun potongan lintang memanjang, maka kekuatan papan menjadi lemah mengingat tidak ada ikatan seperti sambungan jari. Balok laminasi adalah balok yang dibentuk dari bahan-bahan sambungan (jointing), disusun sedemikian rupa menjadi ketebalan yang diinginkan. Pada balok laminasi, produsen dapat menempatkan kayu kurang indah berada di bagian dalam, sementara bagian luarnya dipasang kayu sambungan. Perakitan juga dilakukan dengan menggunakan perekat. Secara internasional tidak ada ketentuan jumlah bilah yang boleh disambung dalam proses laminasi, demikian pula jenis species atau jumlah perekat yang dipakai. Persyaratan sambungan dan laminasi lebih ditekankan kepada kemampuannya terhadap uji perekatan atau keteguhan rekat (bonding strength) dan delaminasi. Karena ketidak-jelasan ketentuan penyambungan dan pelapisan tersebut, maka perusahaan harus membuat penertiban tersendiri terhadap pemilihan jenis kayu yang dirakit, khususnya menyangkut beberapa hal berikut : 1) keindahan dan keseragaman susunan; 2) kekuatan rakitan; 3) ketertelusuran kayu dalam lacak balak.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    227

    31

    Guna menghindari pencampuran antar bahan yang terlacak-balak dan tidak, maka prinsip pemisahan sebagaimana proses penyambungan harus diperhatikan.

    Gambar 15. Rotary Clamper Dan Block Clamp

    4.5.3. Pembentukan dua dimensi (Jig Sawing dan Router) Pembentukan dua dimensi dilakukan untuk memperoleh bentuk-bentuk tertentu dari lebar papan. Bahan baku yang masuk dapat berasal dari papan hasil pengetaman ataupun papan laminasi. Bentuk tidak beraturan yang akan dibuat tentu saja sesuai dengan rancangan.

    Gambar 16. Bekerja dengan Jig Saw

    Bentuk yang akan dibuat harus sudah dibuat cetakannya (mal) dengan menggunakan kayu lapis ukuran tipis 2-3 mm atau akrilik bila ingin tembus pandang. Mal tersebut telah diketahui luasannya, baik secara kotor (sesuai

  • 228

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    32

    bahan) maupun sesuai bentuk. Pengetahuan luasan diperlukan untuk kemudahan mengukur komposisi kubikasi kayu terlacak-balak dengan tidak. Pembentukan menggunakan mesin Jig Saw dilakukan dengan meletakkan mal pada bagian atas bahan yang dipotong. Diperlukan ketrampilan yang cukup untuk bekerja dengan Jig Saw, sebagaimana disajikan pada Gambar 18. Gerakan memotong harus berjalan menyusuri pinggiran mal, dan tidak terburu-buru. Peletakan mal untuk pembentukan menggunakan router ada dua cara, bergantung kepada jenis mesin. Pada router gantung, di mana router bit berada menggantung di atas meja kerja, maka mal diletakkan di bawah bahan yang akan dibentuk. Sementara pada router duduk, di mana router bit berada di permukaan meja kerja, maka mal justru diletakkan di atas bahan. Pergerakan router bit disajikan pada Gambar 17.

    Gambar 17. Pergerakan Router

    Perhatian penting lacak-balak pada proses pembentukan dua dimensi adalah perubahan komposisi bahan yang dipakai akibat pembentukan. Agar konsentrasi bahan yang terlacak-balak lebih besar proporsi penggunaannya, maka di dalam perakitan harus diusahakan berada dalam areal yang terpakai. Namun bila keseluruhan bahan rakitan adalah bahan terlacak, maka proses pembentukan dua dimensi tersebut tidak mempengaruhi komposisi.

    4.5.4. Pembentukan tiga dimensi (Moulding dan CNC Router) Komponen meubel ada yang menghendaki bentuk khusus pada lebih dari dua sisi panjang dan lebar, tetapi juga sisi tebal. Bentuk tiga dimensi tersebut dikerjakan dengan mesin pembentuk (moulder) dan Computer Numerical Control Router (CNC Router). Mesin moulder banyak dipergunakan di industri meubel hingga skala kecil, tetapi CNC Router hanya dipakai oleh pabrik skala besar. Prinsip Moulder sebenarnya sama dengan router hanya saja jumlah bits atau mata pisau yang dipergunakan lebih dari satu serta digerakkan lebih dari satu spindle. Jumlah spindle menunjukkan tingkat kehalusan produk yang akan dibuat. Semakin banyak jumlah spindle maka hasil pembentukannya akan semakin halus. Komponen yang dikerjakan oleh mesin Moulder adalah bentuk bilah, baik ukuran balok maupun reng atau papan dengan lebar sangat terbatas (kurang dari 10 cm). Ukuran lebar terbatas tersebut disesuaikan dengan meja kerja

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    229

    33

    mesin Moulder. Bentuk moulder bergantung pada bentuk mata pisau (bits) yang dipergunakan. Apabila bentuknya cekung, maka moulder akan menghasilkan produk yang dinamakan Dowell, yakni bilah kayu panjang berbentuk bundar. Contoh mesin moulder disajikan pada Gambar 18.

    Gambar 18. Mesin Moulder 6 Spindel

    Mesin CNC Router adalah mesin pembentuk dengan banyak mata pisau yang dapat diatur dengan berbagai sudut potong. Pengaturan dapat dilakukan dengan memasukkan contoh mal ke dalam program komputer sehingga pisau akan menyusun formasi sebagaimana diinginkan. Setelah seluruh posisi siap, maka bahan yang diletakkan di meja kerja akan dikerjakan sendiri oleh sejumlah alat potong atau router bits yang tersedia. Mestipun posisi bits pada CNC fleksibel, namun jangan dibayangkan semudah tangan pemahat yang dapat berpindah dengan kebebasan sepenuhnya. Tangan CNC Router tetap memiliki keterbatasan pergerakan, sesuai dengan sumbu X-Y-Z, dengan berbagai kemiringan sudut. CNC Router jugaIdilengkapi dengan sapu pembersih setiap pergerakan sehingga sisa potongan tidak mengganggu pemotongan berikutnya. Contoh ilustrasi pergerakan CNC Router disajikan pada Gambar 19.

    Gambar 19. Mesin CNC Router

  • 230

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    34

    Permasalahan lacak balak pada mesin pembentuk tiga dimensi sama dengan persoalan pada mesin pembentuk dua dimensi sebagaimana disajikan pada Tabel 14 Penandaan sangat diperlukan untuk dapat mengatur kembali komposisi antara sumber kayu terlacak dengan yang tidak terlacak. Sebagian besar praktisi merasa enggan untuk mempermasalahkan perubahan komposisi antara komponen awal dengan komponen bentukan. Namun bentuk ekstrim dari komponen meubel dalam jumlah banyak akan sangat mempengaruhi status ketertelusuran produk. Hasil penetapan yang dilakukan oleh bagian pengembangan saat melakukan perancangan produk sangat penting, karena setelah diterjemahkan oleh Bagian Perencanaan Produksi, akan mudah diterapkan pada bagian produksi. Rancangan dapat dihitung dengan mudah menggunakan program paket sederhana pada komputer meja produksi.

    Tabel 16. Persoalan Lacak Balak Pada Mesin Pembentuk

    4.5.5. Pembubutan (Turning) Pembubutan adalah bagian dari proses pembuatan komponen, khususnya bentuk dengan pola dasar simetri tiga dimensi. Bentuk awal bahannya tidak harus bundar, namun untuk efisiensi dan kemudahan kerja umumnya dipilih bentuk bundar. Proses bubut umumnya menggunakan bahan yang sangat banyak terbuang. Menghitung volume sisa produk bubutan akan sangat sukar, tetapi dapat menggunakan proporsi pengurangan berat. Prinsip pembubutan adalah dengan membentuk kayu menggunakan pahat dalam kondisi kayu tersebut diputar pada poros memanjang. Pahat digerakkan sesuai keinginan rancangan, baik secara manual oleh tangan ahli ataupun

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    231

    35

    secara komputer menggunakan mal. Ilustrasi proses pembubutan disajikan sebagai berikut.

    Gambar 20. Proses Pembubutan

    Perhatian yang harus diberikan mengenai lacak-balak pada proses pembubutan adalah perubahan proporsi jumlah bahan antara yang memiliki lacak balak dengan yang tidak. Permasalahan lacak balak yang perlu mendapat perhatian apabila ada pekerjaan pembubutan disajikan pada Tabel 17.

    Tabel 17. Permasalahan Lacak Balak Pada Proses Pembubutan

    4.5.6. Pengukiran (Carving) Proses pengukiran dilakukan pada meubel dengan rancangan klasik, etnik, atau atas permintaan khusus. Tidak ada proses standar karena secara keseluruhan diserahkan pada keahlian personal. Mesin peniru yang dapat menggantikan fungsi ahli ukir adalah mesin ukir laser namun meninggalkan bekas yang harus ditutup dengan pengecatan. Permasalahan lacak balak pada proses pengukiran adalah pengurangan proporsi yang apabila cukup besar dapat dihitung menggunakan prinsip

  • 232

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    36

    pengurangan berat. Namun bila ukiran sangat kecil, boleh saja diabaikan pada perhitungan akhir proporsi antara kayu terlacak dengan yang tidak terlacak balaknya.

    4.6. Persiapan Perakitan 4.6.1. Pelubangan (Drilling) Beberapa komponen yang akan dirakit umumnya dibuat lubang untuk memasukkan skrup, baut atau pasak kayu. Bila dihitung dengan teliti pasti ditemukan jumlah bahan yang terbuang sebesar ukuran drilling bits atau mata bor, namun jumlah tersebut umumnya diabaikan pada perhitungan lacak balak. Perlu diperhatikan ada beberapa rancangan yang menggunakan bor untuk membentuk komponen, misalnya pembuatan roda mobil-mobilan pada mainan anak. Diameter cakram pemotong yang diletakkan pada mata bor dapat memcapai 5 cm. Peruntukan bor untuk pembuatan komponen harus diperhitungkan karena menjadi bagian dari obyek lacak balak.

    Gambar 21. Bor Untuk Pembentuk

    Perhitungan komposisi bahan yang terlacak-balak dan tidak terlacak pada komponen yang dibuat dari bor cutter, sama prinsipnya dengan komponen yang dibuat dua dimensi. Namun bila sukar untuk diidentifikasi, maka proporsinya dapat mengikuti komposis awal bahan sebelum dibentuk. 4.6.2. Pemahatan (Hollow Chessel) Pemahatan pada industri meubel umumnya dilakukan sebagai persiapan bagi komponen yang akan dirakit. Prinsip umumnya adalah pengaturan bagian pengunci dan bagian penguat dari komponen yang dirakit. Beberapa contoh bentuk paduan perakitan dapat dilihat pada Gambar 22.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    233

    37

    Gambar 22. Beberapa Penyambungan Yang Dipahat

    Permasalahan lacak balak menjadi rumit apabila komponen yang akan dirakit berbeda sumber kayunya, terutama menyangkut komposisi terlacak dengan tidak terlacak balaknya. Bentuk sambungan harus ditetapkan dengan teliti, lalu dilakukan perhitungan terhadap komponen yang dibentuk. Komponen penguat (lidah) akan mengalami penurunan jumlah dalam hal volume karena jumlah yang terbuang lebih besar. Komponen pengunci (celah) mengalami penurunan jumlah dalam hal volume yang terbuang lebih kecil karena hanya lubang. Namun perhitungan jumlah yang terbuang akan sama apabila penyambungan dilakukan lebih dari satu sisi, di mana di sisi lain komponen menjadi penguat sementara di sisi lainnya menjadi pengunci, seperti misalnya rancangan parquet flooring.

    4.6.3. Pembuatan Sambungan Ekor-Burung Sambungan ekor burung tidak dibuat menggunakan mesin pahat, tetapi menggunakan mesin moulder spindle tunggal (Single Spindle Moulder). Sambungan model ekor burung banyak dipakai pada perakitan laci meja dan kotak. Perubahan komposisi bahan mudah dihitung karena pola pemotongan sangat teratur. Tidak dibutuhkan posisi bahan kayu yang terlacak balaknya pada komponen karena perhitungan dapat langsung dirujuk kepada komposisi terakhir bahan tersebut sebelum dirakit.

  • 234

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    38

    Gambar 23. Sambungan Ekor Burung Dan Beberapa

    Sambungan Lain

    4.7. Perakitan 4.7.1. Perakitan Bentuk Semua komponen pada akhirnya akan dirakit menjadi meubel. Ada dua kemungkinan proses yang dilakukan pada perakitan : 1) Perakitan dilakukan tetap (fixed) sampai pengerjaan akhir (finishing) atau

    meubel utuh 2) Perakitan sementara (fitting) untuk meubel model bongkar-pasang (knock

    down). Pada proses perakitan, semua komponen digabung menjadi satu dari seluruh sumber, baik yang terlacak balaknya maupun yang tidak terlacak. Permasalahan lacak balak pada perakitan dapat diselesaikan dengan sistem pencatatan yang baik, mengingat seluruh tahapan sebelumnya telah dilakukan pencatatan. Gambar 23 memberikan contoh proses perakitan.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    235

    39

    Gambar 24. Proses Perakitan

    Pada proses perakitan acapkali masih ada bahan kayu yang ditambah, misalnya pasak (pin) dari kayu untuk pengganti paku dan sumbat (plug) yang digunakan untuk menutup lubang kepala sekrup. Penggunaan pasak (pin) dan sumbat apabila tampak banyak boleh saja dikalkulasi untuk menentukan kontribusinya terhadap bahan kayu terlacak atau tidak terlacak balaknya. Perakitan dapat pula menggunakan peralatan khusus untuk merakit, tetapi terbatas pada bentuk tertentu. Mesin perakit kotak terdiri dari alat press sebagaimana disajikan pada Gambar 25.

    Gambar 25. Mesin Perakit Kotak

    Langkah penting yang harus dilakukan pada perakitan adalah sebagai berikut : 1) Rekap catatan semua komponen yang dirakit; 2) Hitung volume bahan yang dirakit keseluruhan berdasarkan penjumlahan

    komponen; 3) Lakukan perhitungan komposisi bahan yang terlacak-balak; 4) Catat komposisi paling akhir dari penggunaan bahan.

  • 236

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    40

    4.7.2. Perakitan Komponen Selain Kayu Bagi beberapa rancangan meubel atau kerajinan yang menggunakan bahan tambahan selain kayu pada prinsipnya tidak dimasukkan ke dalam perhitungan. Permasalahan perhitungan akan terjadi apabila untuk keperluan menempelkan atau menyatukan bahan bukan kayu tersebut diperlukan bidang yang harus mengurangi bagian kayu. Bahan yang dipasang pada bingkai terpahat, atau celah khusus, sudah barang tentu mengurangi porsi bagian kayu.

    Gambar 26. Merakit Bagian Bukan Kayu

    4.7.3. Pendempulan Pendempulan dilakukan untuk menutup celah-celah pada rakitan yang tampak terbuka. Celah tersebut dapat disebabkan oleh proses penyambungan yang tidak sempurna, retak bahan kayu, mata kayu, serangan organisme perusak kayu, atau sebab fisik lain. Dempul yang dipergunakan bermacam-macam, di antaranya dempul berbahan lilin, berbahan dasar kapur, serta serbuk pengisi. Dempul biasanya dipergunakan dalam jumlah sangat sedikit, kecuali dempul lilin yang memang khusus dipergunakan untuk menutup bagian ekstrim terbuka. Tidak ada permasalahan lacak balak pada proses pendempulan karena tidak ada penambahan dan pengurangan kayu pada proses ini.

    4.8. Pengerjaan Akhir 4.8.1. Pengampelasan Pengampelasan adalah proses penghalusan permukaan,dapat dilakukan dengan tangan secara manual, menggunakan bantuan alat genggam, pengampelas pita (belt), hingga menggunakan mesin pengampelas ukuran lebar atau disebut Wide belt sander.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    237

    41

    Gambar 27. Wide Belt Sander

    Wide belt sander dipergunakan untuk mengampelas bahan dengan maksud menghaluskan dan menipiskan, sehingga fungsinya ganda. Pada produk lebar seperti misalnya alas meja (table top), wide belt sander digunakan pada finishing, namun pada sejumlah besar produk meubel, mesin ini hanya untuk mempersiapkan komponen. Pengurangan kayu pada wide belt sander mudah dikalkulasi yakni dengan menghitung tebal bahan sebelum diampelas dibandingkan dengan bahan setelah diampelas. Pengampelasan menggunakan alat bantu dilakukan juga pada komponen kecil seperti misalnya contoh pada Gambar 28. Pengampelasan menggunakan alat bantu umumnya tidak diperhitungkan pada lacak balak karena nilai konversinya sangat kecil. Pengampelasan menggunakan tangan umumnya dilakukan pada saat menghaluskan produk rakitan jadi. Kegiatan pengampelasan tersebut dilakukan dua kali, yakni sebelum dicat dan setelah dilapis sanding sealer. Proses pengampelasan juga tidak menimbulkan masalah pada lacak balak.

    Gambar 28. Sanding dengan Alat Bantu

  • 238

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    42

    4.8.2. Pewarnaan (Staining) Salah satu daya tarik yang dimiliki produk meubel kayu adalah tata warna. Meubel kayu dapat diberikan berbagai macam warna dasar melalui proses yang disebut pewarnaan (staining). Proses pewarnaan dilakukan dengan menggunakan kuas, kain perca, atau disemprot menggunakan sprayer. Permasalahan lacak balak yang diakibatkan oleh pewarnaan kayu adalah kehilangan inisial dan penandaan bahan karena tertutup pewarna. Namun demikian apabila sistem pencatatan pada proses sebelumnya telah baik, maka penghilangan identitas tersebut tidak mengganggu proses berikutnya.

    4.8.3. Sanding Sealer Sanding sealer adalah semacam bahan bubuk dalam cairan, biasanya bubuk kayu, tempurung kelapa, atau bahan butiran tertentu yang dilaburkan pada permukaan bahan yang akan dicat. Sanding sealer digunakan untuk menutup pori-pori kayu sebelum proses penyalutan (coating) dilakukan. Produk dilapis dengan menggunakan kuas atau semprot (spray) hingga merata ke seluruh permukaannya. Setelah disemprot, produk tersebut dibiarkan mengering di udara hingga pori-pori kayu tertutup rapat.

    Gambar 29. Pewarnaan Kayu

    Produk yang telah kering diampelas secara manual oleh pekerja hingga merata dengan kertas ampelas yang memiliki grid sangat halus, mungkin mencapai 400-600. Proses pengampelasan produk secara manual disajikan pada Gambar 30. Proses manual ini tidak mempengaruhi komposisi bahan baku yang digunakan, sehingga tidak berpengaruh pada lacak balak.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    239

    43

    Gambar 30. Pengampelasan Manual

    4.8.4. Penyalutan (Coating) Integrasi Implementasi CoC dengan PPIC dan TQM Akhir dari proses pengerjaan akhir dari produksi meubel adalah prnyalutan (coating) yakni dengan menyemprotkan cairan penyalut. Cairan penyalut yang dipergunakan bermacam-macam tergantung kepada permintaan pembeli di antaranya berbahan Nitro Cellulose (NC), melamin (melamic), Poly Urethane (PU), dan Ultraviolet Sealer. Tidak ada permasalahan lacak balak pada tahap ini, namur permasalahan lingkungan menjadi perhatian penting. Pabrik meubel besar umumnya menyediakan sarana pengecatan yang dilengkapi Hood dan exhaust fan guna mengendalikan fogging bahan kimia berbahaya. Beberapa sistem pengecatan pabrik besar juga dilengkapi dengan konveyor untuk memindahkan produk yang telah dicat agar tidak tersentuh oleh tangan.

    Gambar 31. Proses Penyalutan (Coating)

    4.8.5. Pemasangan Assesories Beberapa produk meubel dilengkapi dengan assesoris seperti engsel, gagang, kunci, dan lain-lain. Assesoris tersebut dipasang setelah produk dicat rapi.

  • 240

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    44

    Tidak ada lagi permasalahan lacak balak pada tahap ini karena komposisi assesories tidak dimasukkan ke dalam perhitungan lacak balak.

    BAB V. PENGEPAKAN

    5.1. Regrading Penilaian ulang terhadap mutu produk meubel umum dilakukan sebagai pengecekan akhir dari kondisi utuh produk. Pemeriksaan mutu dapat dilakukan secara visual hingga melalui pengujian konstruksi. Hasil dari proses pengujian akhir mutu produk meubel tidak akan mempengaruhi sistem lacak balak.

    5.2. Repairing Beberapa perusahaan terpaksa harus melakukan penyempurnaan terhadap produk yang belum memenuhi syarat pada tahap regrading. Perbaikan umumnya hanya dilakukan sedikit-sedikit dan tidak merubah rancangan secara nyata. Namun apabila perbaikan tersebut merubah rancangan dalam jumlah besar, maka produk harus kembali melalui proses finishing ulang. Permasalahan lacak balak akan timbul bila proses perbaikannya dilakukan dengan mengubah rancangan, di mana komposisi kayu harus dihitung ulang.

    Gambar 32. Pengepakan Produk Meubel Bongkar-Pasang

    5.3. Pengepakan Produk yang telah jadi kemudian dipak dengan berbagai cara pengepakan serta menggunakan bahan kemasan yang dapat melindungi produk. Bahan pengepak yang dipakai mulai dari plastik, styro foam lembaran, hingga karton yang dirancang khusus. Tidak ada pengaruh dari pengepakan terhadap komposisi lacak balak bahan baku yang dipergunakan, namun demikian lebih ditekankan kepada perlindungan mutu. Gambar 32 memberikan contoh pengepakan.

  • Bayuni Shantiko dan Herry Purnomo

    241

    45

    DAFTAR ISTILAH / DEFINISI

    Mass Product adalah Produk yang dibuat secara missal untuk dijual secara luas Job Order adalah produk yang hanya diproduksi berdasarkan pesanan life cycle time produk adalah masa yang menunjukkan daur hidup lakunya produk di pasaran komersial Raw Material adalah Bahan dasar atau bahan baku yang digunakan untuk memproduksi barang Pilot Plant adalah skala bangsal percontohan atau prototipe suatu produk yang memiliki spesifikasi sama dengan produk aslinya. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar nasional yang diterapkan di Indonesia untuk seluruh produk barang Jig Saw adalah peralatan yang digunakan untuk memotong sesuai bentuk yang diinginkan Router adalah peralatan yang digunakan untuk membentuk sisi kayu Table Saw adalah gergaji yang memiliki meja untuk tempat memotong Komponen Biaya adalah satuan-satuan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sebuah barang. Estimated Time Arrival (ETA) adalah dugaan waktu tibanya kiriman ke tempat tujuan Green Sawn Timber adalah kayu gergajian yang belum dikeringkan Bottle Neck adalah titik di mana terjadi sendatan, sehingga produksi terhambat ASMINDO (Asosiasi Meubel dan Kerajinan Indonesia) adalah organisasi perusahaan yang bergerak di bidang produksi mebel dan kerajinan Invoice Grade adalah jenjang mutu sebagaimana dicantumkan dalam surat pengantar penjualan Physical grade adalah jenjang mutu sebagaimana bukti yang terlihat secara fisik.

  • 242

    Panduan Pelatihan untuk Pengrajin Mebel

    46

    DAFTAR PUSTAKA Budianto, A.D. 1999. Mesin Tangan Industri Kayu. PIKA, Semarang. Hammond. J.J, E.T. Donnelly, W.F. Harrod, N.A. Rayner. 1961. Woodworking

    Technology. McKnight and McKnight Publishing Company, Bloomington.

    Hermawan.1996. Perencanaan, Pengendalian Produksi dan Sediaan Pada Industri Kayu. Makalah Pelatihan Manajer Industri Kayu. UGM-FOCUS QE.

    Indonesia Cleaner Industrial Production Program (ICIP). 1998. Kajian Produksi Bersih Pada Industri Kayu Lapis. Jakarta.

    Capotosto, R. 1975. Complete Book of Woodworking. Grand Book Record & Tape Co., LTD., Taipei.

    Haven, G (Ed.). 1995. The Familiy Handyman : Toys, Games, and Furniture. Readers Digest, Montreal.

    Nurendah, Y. 1998. Kajian Pemanfaatan Limbah Kayu Melalui Teknologi Bebas Limbah di PT Internasional Timber Corporation Indonesia. Tesis. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor.