prinsip pengukuran
DESCRIPTION
mnmTRANSCRIPT
PRINSIP-PRINSIP PENGUKURAN DALAM PENELITIANBy. Sirajudin Noor, SKp. Ners, M.Kes
Pengumpulan data merupakan salah satu tahap dalam kegiatan penelitian.
Penelitian memerlukan data yang relevan, reliable (tetap) dan akurat (tepat / valid).
Untuk memperoleh data yang demikian diperlukan metode, teknik, prosedur, alat dan
kegiatan-kegiatan yang dapat diandalkan. Salah satu kegiatan dalam pengumpulan data
ialah melakukan pengukuran.
Pada dasarnya pengukuran adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk
menetapkan jumlah, dimensi atau taraf suatu yang diukur. Sesuatu ini dapat berupa
objek atau gejala (fenomena) baik substansial maupun insubstansial. Hasil pengukuran
dinyatakan dalam bilangan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengukuran
adalah suatu proses kuantifikasi
Bilangan sebagai hasil pengukuran harus mengacu pada satuan (unit)
pengukuran, misalnya satuan berat (gram, kilogram), volume (cc, liter),
panjang(centimeter, meter) waktu (detik, menit, jam, hari, minggu) dan lainnya.
Dipersyaratkan bahwa satuan pengukuran itu harus menunjukan sifat tetap atau
stabil agar dapat diperbandingkan.
Untuk ukuran tertentu dapat dibuat alat ukur yang mempunyai satuan yang cukup
stabil sehingga dapat disebut sebagai satuan baku (unit standar). Kuantitas yang
menjadi sifat benda-benda fisik (ilmu biologi dan fisika) dapat dilakukan pengukuran
yang lebih teliti (dengan ketelitian yang tinggi)jika dibandingkan dengan pengukuran
terhadap kuantitas yang menjadi sifat sesuatu yang abstrak (ilmu social dan budaya).
Disamping itu tingkat ketelitian pengukuran juga dipengaruhi oleh sifat objek atau
gejala yang diukur, tujuan penelitian dan situasi pada saat pengukuran. Dengan
demikian jelaslah kiranya bahwa pengukuran meliputi paling sedikit dua aspek
penting yaitu KUANTITAS DAN KUALITAS.
Dibedakan ada dua jenis alat pengukur ; 1) sudah distandarisasi (ditera)
misalnya meteran untuk mengukur panjang, test kecerdasan, sosiometri dll; 2) tidak
ditera misalnya mengukur panjang dengan hasta, suhu badan dengan punggung tangan,
mengukur kecerdasan dengan cara bicara dan lainnya, mengukur dengan alat ini hasilnya
tidak reliabelitas (tetap) oleh karena tidak stabil (pengukuran subjektif).
1
Alat pengukur yang baik harus memiliki 2 sifat yang penting yaitu Reliabelitas
dan validitas. Suatu alat ukur dikatakan reliable jika alat tersebut menunjukan hasil
pengukuran stabil (tetap/ajeg), tanpa mengkingat siapa yang melakukan, kapan dan
berapa kali dilakukan pengukuran. Suatu alat pengkuran dikatakan mempunyai validitas
jika ada persesuaian antara alat pengukur dengan tujuan pengukuran, yang berarti bahwa
alat tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur sesuai dengan fungsinya (tepat/sahih)
misalnya thermometer sebagai alat pengukur suhu,meteran untuk mengukur panjang.
Pengukuran dapat disamakan dengan menilai objek permainan dan jumlahnya. Setiap
permainan harus mempunyai aturan permainan. Tidak dipersoalkan apakan aturan
permainan itu baik atau buruk, namun prosedurnya tetap disebut ukuran. Mutu suatu
pengukuran sangat ditentukan oleh baik-buruknya aturan yang dipakai.
Biasanya kita mengatakan bahwa kita mengukur suatu objek. Sebenarnya
apa yang kita ukur bukanlah objeknya itu sendiri,bukan pula sifat-sifatnya atau
karakteritik objek yang diukur secara langsung ( ilmu alam). Tetapi baimana dengan
pengukuran moral, bakat , ketakutan dan lainnya. Pada kasus semacam ini kita tidak
dapat mengukur sifat-sifatnya secara langsung yang dapat diukur ialah indikan-indikan
(idikasi) sifat-sifatnya. Indikan-indikan yang menggambarkan atau menunjukkan
sifat-sifat objek atau gejala dapat dinyatakan dengan baik jika sifat-sifat suatu objek
atau gejala dapat dinyatakan dengan baik jika sifat-sifat tersebut dijabarkan dalam
bentuk DEFINISI OPERASIONAL. Batasan definisi operasional harus spesifik
tentang aktivitas-aktivitas yang dapat diukur. Misalnya coba identifikasi indikan-
indikan wanita PSK ?
Gejala-gejala (fenomena) yang diukur adalah misalnya berupa, kecepatan dll.
Dikenal ada 2 jenis gejala ; 1) gejala yang mempunyai ciri yang sangat berbeda, yaitu
gejala nominal dan gejala kontinum.
Gejala nominal adalah gejala yang hanya dapat dikelompokkan secara
terpisah dengan tegas (diskrit, katagorik). Gejala nominal bervariasi berdasarkan
keanggotaan di dalam kelompok, misalnya jenis kelamin (pria,wanita) agama (islam,
protestan, katolik, hindu,buda), kebangsaan (Indonesia, cina, amerika). Hasil
pengukuran gejala nominal disebut data nominal atau diskrit. Dalam hal pengukuran
gejala nominal ini sebenarnya tidak banyak dihadapi persoalan, kecualimmenghitung
2
jumlah tau frekuensinya saja. Disini tidak dipermasalahkan besar-kecilnya (dimensi) dan
taraf (tingkat atau derajat). Sifat dan dasar pengukuran gejala nominal ini membawa
konsekuensi dalam perhitungan statistic. Metode statistic yang dapat dipakai di sini ialah
perhitungan frekuansi, persentase, median, kofesien korelasi (koefisien kontingensi ; Chi
Square). Jika variable kontinum dijadikan atribut, misalnya objek dijadikan atribut,
misalnya dibagi menjadi kelompok tinggi-renda dan tua-muda, maka pengukuran disebut
pengukuran kuasi-nominal.
Gejala kontinum adalah gejala yang bervariasi menurut tingkatan (taraf dan
derajat). Pada gejala jenis ini terlihat adanya kesinambungan (kontinuitas) karakteristik
yang dapat digunakan sebagai dasar pengelompokan. Gejala kontinun selain dapat
dihitung (kuantitas) juga dapat diukur (kualitas). Sebagian besar gjala-gejala alam
termasuk dalam gejala kontinum yang dapat diidentifikasi besar-kecilnya, misalnya suhu,
tekanan, panjuang, berat, social ekonomi, tumbuh kembang anak, pencapaian dll.
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam melakukan pengukuran pada
dasarnya terdiri atas 2 langkah besar (tingkat pengukuran), yaitu klasifikasi dan
Enumerasi. Jika diurutkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam prosedur
pengukuran, maka langkah-langkah berikut ini perlu diperhatikan :
1. Klasifikasi :
a. Tentukan populasi objek atau gejala yang diteliti
b. Tentukan sifat-sifat (karakteristik) objek yang terdapat di dalam populasi yang
akan diukur
c. Katagorikan (klasifikasikan) objek-objek kedalam katagori yang memiliki dan
tidak memiliki ciri-ciri yang dimaksud.
Dalam tahap klasifikasi ini kita menggunakan suatu peraturan (rule) yang
mengintruksikan kepada kita untuk menentukan objek mana dari populasi (sebagai
himpunan) yang masuk kedalam klas-klas (partisi atau subsets)
2. Enumerasi :
d. Menghitung jumlah anggota masing-masing subsets (diberi nilai, misalnya pria 1
dan wanita 0 ). Jika anggota-anggota set dihitung dengan cara ini, maka semua objek
di dalam satu subsets dianggap sama satu dengan lainnya, dan berbeda dengan objek-
objek di dalam subset lainnya.
3
Sebelum memahami lebih lanjut tingkat-tingkat pengukuran perlu dipahami
terlebih dahulu postulat-postulat pengukuran. Postulat adalah suatu asumsi yang
merupakan prasyarat penting dalam melaksanakan suatu aksi (operasi) atau
gagasan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan postulat dalam pengukuran ialah
suatu asumsi tentang hubungan (relasi) antara objek-objek yang diukur.
Dikenal 3 postulat penting dalam pengukuran:
1. (a = b) atau (a b ), tetapi tidak kedua-duanya;
Postulat ini penting untuk klasifikasi. Kita harus dapat menetapkan apakah satu
objek sama atau tidak sama karakteristiknya dengan objek yang lain. Dalam
klasifikasi ini diperlukan sati atau beberapa kreteria tertentu untuik dapat
menyatakan apakah objek-objek tersebut memiliki cirri-ciri yang sama atau
berbeda. Misalnya 2 anak perempuan adalah sama berdasarkan criteria jenis
kelamin) akan tetapi kedua anak perempuan tersebut dapat berbeda berdasarkan
criteria lainnya (umur, tinggi badan dll)
2. Jika (a = b) dan (b = c), maka a = c
Jika satu anggota populasi sama dengan lainya, dan anggota kedua ini sama
dengan anggota etiga, maka anggota pertama sama dengan anggota ketiga.
Dengan postulat ini penneliti dapat menentukan kesamaan karakteristik anggota
kelompok dengan jalan membandingkan satu dengan yang lainnya
3. Jika (a > b) dan (b>c), maka (a > c)
Postulat ini disebut postulat transitivitas yaitu mempunyai arti praktis yang
penting dalam penelitian. Pengertian lebih besar ( > ) disini dapat juga dipakai
sebagai: lebih jauh, lebih panjang, lebih kuat, mendahului, dll). Kita harus berhati-
hati dalam menggunakan postulat ini, kaena dapat menyesatkan. Sebagai contoh
A mendominasi B, B mendominasi C, apakah ini berarti A mendominasi C?
begitu pula dengan istilah cinta atau suka serta benci.
Beberapa penulis berpendapat bahwa Perskalaan pada dasarnya hanya dapat
diterapkan pada gejala kontinum saja. Terutama jika diingat asal kata skala yaitu
jenjang. Dengan demikian perskalaan tidak dapat diterapkan pada gejala nominal.
Pada gejala kontinum terlihat adanya variabelitas jenjang atau tingkatan yang
membawa konsekuensi adanya skala. Sehingga dikenal adanya skala ordinal, skala
4
interval dan skala rasio. Makin teliti perskalaan itu semakin teliti pula hasil
pengukurannya.
Dibedakan 4 tingkat pengukuran , yaitu :
1. Nominal
Ada yang berpendapat bahwa “pengukuran” nominal tidak termasuk
pengkukuran, oleh karena tidak dapat ditetapkan dimensinya. Walaupun
demikian, perdefinisi pengukuran nominal biasanya dimaksukkan dalam
pengukuran. Pengukuran ini merupakan tingkat pengkuran terendah. Nomer-
nomer yang diberikan kepada objek adalah angka tanpa mengandung arti
bilangan; angka-angka tersebut tidak dapat disusun berurut atau
dijumlahkan. Nomer-nomer tersebut hanya merupakan label atau nama saja.
Sebagai contoh objek-objek diberi ngka aatau nomer 1,2,3,4 dst (pemain sepak
bola, nomer telpon)
2. Ordinal
Objek-objek (sebagai anggota himpunan) dapat disusun menurut peringkatnya
berdasarkan cirri-ciri yang diteliti. Penggolangan di sini dilakukan tanpa
memperhatikan antara kelompok yang satu dengan lainya. Skalanya disebut skala
ordinal. Angka yang diberikan hanya menunjukkan urut-urut (rank-oder)
tidak menunjukkkan kuantitas absolute dan interval/jarak yang
sama.Pengukuran ordinal ini harus memenuhi portulat no 3 (transitivitas).
Misalnya A duduk di klas IV SD-X, B duduk diklas II di SD yang sama.
Kesimpulan yang dapat diambil : a dan B berada disekolah yang sama
(katagori) Pendidikan A lebih tinggi dari pada pendidikan B
3. Interval
Mempunyai jarak yang sama antara 2 titik yang berdekatan. Karakteristik
pengukuran interval ialah :
a. Mempunyai sifat nominal dan ordinal, terutama karakteristik urutannya
b. Jarak yang secara numeric sama pada skala interval menggambarkan jarak
yang sama dalam sifat-sifat yang diukur.
Cara lain untuk menyatakan gagasan interval yang sama ialah dengan menjumlah
atau mengurangkan. Mislanya temperature F dua objek A dan B; Temperatur A :
5
100 derajat F dan B 50 derajat F. Kesimpulan ; 1) Temperatur A berbeda dengan
temperature B; 2) A lebih panas daripada B; 3 Temperatur A lebih panas 50
derajat F. Akan tetapi kita tidak dapat menarik kesimpulan ke 4 yaitu; Temperatur
A 2 kali lebih panas dari temperature B (tidak ada kelipatan). Hal ini disebabkan
oleh karena temperature F tidak mempunyai titik nol absolute. 0 derajat F
adalah nol secara arbtrer.
4. Rasio
Pengukuran rasio merupakan tingkat pengukuran tertinggi, pengukuran yang
paling ideal bagi ilmuan. Pengukuran ini memiliki karakteristik pengukuran
nominal, ordinal, dan interval. Disamping itu juga mempunyai titik nol absolute
(jika nol natural). Hasil pengukuran pada pengukuran rasio dinyatakan nol
jika pada titik tersebut objek tidak menunjukkan sifat-sifat yang diukur
(titik nol absolute). Dengan demikian karakteristik nol absolut ini, semua operasi
aritmik dimungkinkan (termasuk perkalian dan pembagian) sebagai contoh :
Umur A 30 tahu, umur B 15 tahun; Kesimpulan : 1) A dan B mempunyai umur
yang berbeda; 2) A lebih tua daripada B; 3) A 15 tahun lebih tua daripada B; 4.
Umur A 2 kali lebih tua daripada B (rasio umur mereka 2:1)
6