prinsip penatalaksanaan infeksi
DESCRIPTION
infeksiTRANSCRIPT
PRINSIP PENATALAKSANAAN INFEKSI SECARA
BEDAH DAN ANTIMIKROBA
I. PENDAHULUAN
Dokter gigi seringkali merawat infeksi pada daerah stomatognati yang
bersumber dari gigi yang rusak. Infeksi gigi dapat meluas dan menjadi berat dan
bahkan dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan adekuat.
Prinsip tindakan penanganan infeksi meliputi identifikasi organisme
patogen dengan cara kultur dan apus, tes sensitivitas, dan terapi antibiotik yang
sesuai. Selain itu dilakukan tindakan yang paling penting berupa tindakan bedah
meliputi insisi dan drainase, dan pencabutan gigi sumber infeksi.
Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroor-
ganisme yang mempunyai kemampuan, dalam cairan pelarut, untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain
Terapi antibiotik merupakan bagian integral dalam praktek. Untuk
menggunakan agen ini secara efektif, dokter gigi harus mengetahui dasar
terapinya secara jelas.
II. PRINSIP TERAPI
A. TERJADINYA INFEKSI
Umumnya mudah untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi. Secara
lokal, terdapat tanda-tanda dan gejala berupa rasa sakit, bengkak, eritema
permukaan, pembentukan pus dan keterbatasan pergerakan. Secara sistemik,
ditemukan demam, limfadenopati, malaise, gambaran toksik, dan peningkatan
jumlah sel lekosit.
Kadang pasien hanya melaporkan beberapa gejala infeksi. Hal ini terjadi di
saat pasien merasa sakit gigi tapi tidak ada pembengkakan, trismus, peningkatan
temperatur, atau tanda infeksi lainnya. Dalam situasi tersebut, suatu proses
1
peradangan seperti pulpitis, bukan suatu infeksi, mungkin menjadi penyebabnya
dan tidak diperlukan antibiotik.
Contoh kondisi non-infeksi lain terjadi pada pasien yang menjalani operasi
molar tiga 2 hari sebelum mengalami rasa sakit dan pembengkakan, tapi tidak
terjadi peningkatan temperatur, halitosis atau malaise. Adanya gambaran
pembengkakan, eritema permukaan dan sakit hebat dapat membantu dalam
diagnosa infeksi. Namun dalam situasi ini, sakit dan bengkak terjadi akibat
operasi, bukan karena infeksi.
Kesulitan diagnosis dapat terjadi pada pasien yang menjalankan prosedur
maksilofasial di bawah anestesi umum. Selama hari kedua dan ketiga setelah
operasi, jelas terlihat pembengkakan dan rasa sakit. Dan peningkatan temperatur
dan jumlah lekosit biasa terjadi. Walaupun banyak tanda infeksi yang terlihat, tapi
gambaran klinis tersebut disebabkan faktor kombinasi. Bedah menyebabkan rasa
sakit, pembengkakan, dan peningkatan netrofil. Anestesi umum yang lama tanpa
diimbangi dengan penanganan pulmo pasca bedah dapat menyebabkan temperatur
meningkat akibat atelectasis. Untuk menghasilkan suatu diagnosa infeksi yang
tepat, dokter gigi harus mempertimbangkan semua informasi.
B. TAHAPAN DAYA TAHAN HOST
Mekanisme pertahanan host adalah faktor terpenting dalam mengatasi
infeksi bakteri. Respon peradangan, dimana terjadi migrasi sel lekosit dan
produksi antibodi, merupakan hasil proteksi tubuh terhadap infeksi. Bila
mekanisme ini atau daya tahan host terganggu, infeksi dapat terjadi lewat jalan
masuk bakteri. Saat mempertimbangkan terapi profilaksis infeksi, dokter gigi
harus mengevaluasi tahapan umum mekanisme pertahanan host.
Penting untuk memahami bahwa infeksi sembuh oleh host bukan karena
antibiotik. Antibiotik membantu dalam situasi dimana host diserang bakteri atau
saat virulensi bakteri terlibat. Bila daya tahan pasien melemah, antibiotik berperan
penting dalam mengontrol infeksi. Sebagian populasi lebih mudah mengalami
infeksi karena depresi daya tahan tubuh. Penyebabnya dibagi menjadi empat
2
kategori : fisiologi, berhubungan dengan penyakit, berhubungan dengan sistem
immune, dan berhubungan dengan obat-obatan supresi.
Depresi daya tahan akibat fisiologi berhubungan erat dengan ketidak-
mampuan pasien menghasilkan agen pertahanan, seperti sel lekosit, antibodi, dan
komplemen ke daerah invasi bakteri. Syok, gangguan sirkulasi akibat usia tua atau
obesitas dan ketidakseimbangan cairan adalah contoh depresi ini.
Beberapa penyakit dan stadium penyakit dapat menghambat daya tahan
host. Contoh penting adalah sindrom malnutrisi akibat alkohol. Penderita kanker
dan leukemia juga rentan infeksi. Walaupun diabetes merupakan faktor
predisposisi infeksi pada ekstremitas, tapi bukan faktor penting yang berperan
dalam regio orofasial, kecuali pasien diabetes tidak terkontrol.
Gangguan sistem imun dapat diakibatkan gangguan kongenital seperti
agammaglobulinemia, penyakit seperti myeloma multipel, dan terapi radiasi
seluruh tubuh. Pasien dengan kondisi ini tidak dapat menang melawan invasi
bakteri. Anak yang pernah menjalani splenectomy lebih rentan terhadap
pneumonia akibat Streptococcus pneumoniae.
Berbagai obat-obatan terapeutik dapat menekan kemampuan pasien untuk
mengatasi infeksi. Ada dua grup obat yang berhubungan dengan hal ini. Pertama
grup cytotoxic, terutama digunakan untuk perawatan berbagai keganasan. Karena
efektit, maka obat-obatan cytotoxic terus dikembangkan. Kerentanan pasien
terhadap infeksi meningkat sampai 1 tahun setelah serangkaian terapi kanker.
Grup kedua adalah obat-obatan immunosupresif seperti glucocorticoids,
azathioprine, dan cyclosporine. Tujuan pemberiannya adalah untuk menekan
sistem imun. Biasanya diberikan dalam beberapa kondisi misalnya transplantasi
organ. Terapi imunosupresif steroid dan azathioprine menekan sel limfosit T dan
B. Saat obat ini digunakan, terjadi peningkatan insidensi infeksi berat.
Cyclosporine lebih menekan sel T, membiarkan sel B untuk meneruskan aktivitas
antibakterinya. Pada kondisi ini, terapi antibiotik agresif harus dipertimbangkan.
Saat pembedahan harus dilakukan pada host yang terinfeksi, dianjurkan
untuk memberikan antibiotik profilaksis.
3
C. INSISI DAN DRAINASE
Prinsip perawatan infeksi jaringan dalam adalah drainase. Tujuannya
adalah untuk mengeluarkan pus dari jaringan dan memasukkan drain sehingga
tidak terjadi akumulasi pus yang lebih banyak di daerah ini. Prosedur ini
membuang pus yang terinfeksi dan menghilangkan tekanan jaringan. Pada
sebagian besar infeksi odontogenik, drainase dilakukan dengan mengesktrasi gigi
yang terinfeksi (atau dengan opening, pembersihan dan perawatan pulpa). Lewat
pencabutan gigi, jalan masuk (portal of entry) bakteri ke jaringan lebih dalam,
dapat dihilangkan. Pada beberapa infeksi odontogenik, opening saluran pula atau
pencabutan gigi tidak dapat menghasilkan drainase yang baik, maka harus
dilakukan insisi intraoral atau ekstraoral.
Insisi juga berperan penting pada pasien selulitis tanpa pembentukan pus.
Pada pasien dengan bengkak indurasi, insisi menembus jaringan akan
mempercepat penyembuhan infeksi. Pada beberapa kondisi bahkan prosedur ini
penting untuk penyembuhan. Tujuannya adalah untuk mehilangkan tekanan pada
jaringan. Bila tidak dihilangkan, tekanan tersebut akan terus mengurangi
vaskularisasi jaringan dan menahan komponen pertahanan tubuh untuk mencapai
daerah tersebut.
Pada sebagian besar pasien selulitis moderate sampai severe, insisi dan
eksplorasi spasia yang terlibat hampir selalu menggambarkan daerah kecil
pembentukan abses. Gambaran klinis situasi ini adalah indurasi tanpa fluktuasi,
Bahkan, saat insisi dan eksplorasi dilakukan dengan baik, daerah pembentukan
abses biasanya ditemukan. Pada beberapa pasien, poket abses ini sangat besar.
Oleh sebab itu pertimbangan insisi awal dan drainase penting bagi pasien dengan
rapidly progressing cellulitis atau moderately advanced cellulitis.
D. KEPUTUSAN PENGGUNAAN TERAPI ANTIBIOTIKA
Saat dokter gigi merawat pasien infeksi, faktor-faktor yang berperan
sebelumnya harus tetap diperhatikan sehingga dapat memutuskan dengan tepat
apakah perlu diberikan terapi antibiotika. Keputusan kapan harus merawat pasien
4
dengan antibiotik sebenarnya mudah : berikan antibiotik untuk menyembuhkan
infeksi. Namun langkah ini menjadi sulit bila dihubungkan dengan resiko/
manfaat pemberian obat.
Sebenarnya, kita hidup dalam “era antibiotika”. Dimulai oleh Sir
Alexander Flemming pada tahun 1929, saat penicillin menjadi “obat ajaib”
pertama, banyak yang terselamatkan dari bahaya pneumococcal pneumonia, luka
sepsis, dan bakterimia. Dokter gigi memperoleh manfaat besar dari ditemukannya
penicillin karen sebagian besar infeksi odontogenik disebabkan oleh
mikroorganisme yang sensitif terhadap penicillin.
Tidak lama terbukti bahwa penggunaan antibiotika beresiko. Pertama,
alergi terhadap penicillin. Kedua, timbul variasi reaksi toksik dan idiosinkrasi,
berkisar dari nausea simpel sampai anemia aplastik yang fatal. Juga terjadi
kerusakan organ dan saraf tertentu. Ketiga, superinfeksi oleh bakteri yang dalam
keadaan normal bersifat non-patogen di kulit, permukaan mukosa, dan saluran
gastroinstestinal. Terakhir, berkembangnya resistensi antibiotika. Penicillinase-
producing staphylococci yang pertama berkembang dan menjadi masalah utama
karena penggunaan penicillin yang luas menghasilkan penyakit “baru” yang
disebabkan spesies yang resisten terhadap antibiotik.
Masalah bakteri resisten bersifat ekologi. Lingkungan mikrobiologi telah
dipolusikan oleh bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik. Resiko pasien
terhadap resep penicillin tunggal cukup kecil tapi perubahan flora bakteri
menggambarkan resiko bagi masyarakat saat ini dan masa mendatang. Resiko
masyarakat harus seimbang dengan manfaat individual.
Di samping masalah yang berkenaan dengan penggunaan antibiotik,
antibiotik adalah senjata ampuh melawan infeksi. Perawatan infeksi odontogenik
melibatkan serangkaian kegiatan diagnosa dan terapi, termasuk menentukan
keparahan infeksi, mengevaluasi daya tahan host, merawat infeksi secara bedah,
dan meresepkan antibiotik yang sesuai.
Pada beberapa pasien infeksi, antibiotik tidak perlu diberikan karena daya
tahan host normal yang bertanggungjawab untuk menyembuhkan infeksi. Oleh
5
sebab itu infeksi minor tidak selalu memerlukan antibiotik. Bahkan infeksi yang
cukup parah dapat dirawat tanpa antibiotik bila drainase, terutama pembuangan
sumber infeksi dilakukan dengan baik.
III. PRINSIP MEMILIH ANTIBIOTIK YANG SESUAI
Saat diputuskan bahwa harus diberikan antibiotik sebagai tambahan
perawatan infeksi, antibiotik harus dipilih dengan baik. Pedoman berikut berguna
untuk memilih.
A. IDENTIFIKASI ORGANISME PENYEBAB
Identifikasi suatu patogen dapat dilakukan di laboratorium dimana
organisme dapat diisolasi dari pus, darah atau jaringan atau secara empirik
berdasarkan patogenesis dan gambaran klinis infeksi spesifik. Terapi antibiotik
dapat menjadi perawatan awal atau definitif tergantung apakah organisme
diidentifikasikan dengan tepat.
Terapi empirik awal dapat diberikan bila : lokasi dan gambaran infeksi
jelas, lingkungan sekitar penyebab infeksi diketahui, dan organisme yang
umumnya menyebabkan infeksi diketahui.
Mikrobiologi infeksi odontogenik sangat jelas diketahui beberapa tahun
belakangan. Penggunaan teknik anaerobik aseptik untuk mendapatkan spesimen
biakan serta penggunaan biakan anaerobik standar dan teknik identifikasi
menghasilkan gambaran umum bakteri penyebab.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan tipe bakteri (aerob vs anaerob)
dan identifikasi spesifiknya penting bagi dokter gigi. Khas infeksi odontogenik
adalah disebabkan gabungan bakteri aerob dan anaerob, sekitar 70% infeksi
tersebut disebabkan gabungan flora. Infeksi yang disebabkan bakteri aerob jarang,
sekitar 5 %. Dan infeksi anaerobik murni hanya sekitar 25 %. Data ini dihasilkan
dari aspirasi pus per kutan dan dibiakkan dengan metode yang baik.
Walaupun hubungan klinis hasil tersebut tidak sepenuhnya terbukti, tapi
terdapat cukup informasi untuk menyatakan bahwa bakteri yang ditemukan pada
6
abses kronis terlokalisir hampir selalu merupakan bakteri anaerobik saja. Dan,
juga ditemukan bahwa pada infeksi selulitis dimana tidak terjadi pembentukan
abses, hampir seluruhnya terdiri dari bakteri aerob. Saat infeksi menjadi
bertambah parah, terjadi gabungan flora aerob dan anaerob. Bila proses infeksi
telah terkontrol oleh daya tahan tubuh host, bakteri aerob tidak dapat bertahan
hidup dalam lingkungan hipoxia, acidotic sehingga hanya tinggal bakteri anaerob.
Bakteri aerob yang ditemukan pada infeksi odontogenik pada umumnya
adalah gram posititf cocci, jenis Streptococcus viridans. Spesies streptococcal
termasuk tipe flora oral, meliputi Streptococcus milleri, S. sanguis, S salivarius,
dan S. mutans. Oral streptococci, dikenal sebagai α-hemolytic cocci, berjumlah
sekitar 85% dari total bakteri aerob yang ditemukan pada infeksi odontogenik.
Jumlah bakteri anaerob yang ditemukan pada infeksi odontogenik lebih
banyak dari bakteri aerob. Terdapa dua grup utama bakteri anaerob : anaerob
gram positif cocci dan anaerob gram negatif rods. Dua grup utama gram posititf
cocci adalah streptococci dan peptostreptococci anaerob. Gram positif cocci
anaerob ditemukan sejumlah sepertiga dari infeksi odontogenik dan sekitar 30%
bakteri anaerob dari jumlah tersebut. Kesesuaian dengan antibiotik sama dengan
streptococci aerob meliputi sensitif terhadap penicillin dan antibiotik lain dengan
spektrum yang mirip penicillin.
Gram negatif rods anaerob berjumlah sekitar 50% dari bakteri anaerob
pada infeksi odontogenik. Dua generasi penting dari jenis ini adalah Bacteriodes
dan Fusobacterium. Ada dua macam Bacteriodes, pertama adalah grup
orofaringeal yang ditemukan dalam mlut dan berperan dalam infeksi odontogenik.
Grup lainnya, Bacteriodes enteric, ditemukan dalam gut. Spesies gut meliputi B.
fragilis, vulgaris, distasonis, thetaiota omicron, dan ovatus. Secara keseluruhan
lebih dikenal sebagai grup fragilis. Jarang ditemukan dalam rongga mulut dan
umumnya tidak menyebabkan infeksi odontogenik.
Bacteriodes orofaringeal telah direklasifikasi menjadi dua :
Porphyromonas dan Prevotella. Grup porphyromonas meliputi tiga spesies: P.
asaccharolyticus, gingivalis, dan endodontalis. Grup Prevotella termasuk P.
7
melaninogenica, buccae, intermedia, oralis, loeschii, ruminicola, dan denticola.
Gram negatif rods anaerob yang paling sering ditemukan dalam infeksi
odontogenik adalah Prevotella. Porphyromonas jarang ditemukan dalam infeksi
ini, namun P. gingivalis adalah organisme umum penyebab periodontitis.
Organisme Prevotella resisten terhadap penicillin, sekitar 40%-80%.
Grup ketiga dari gram negatif rods anaerob adalah genus Fusobacterium.
Seperti Prevotella, organisme Fusobacterium cukup patogenik dan dapat
menghancurkan jaringan lewat produksi enzim proteolitik dan endotoksin.
Organisme fusobacterium umumnya sensitif terhadap penicillin dan obat mirip
penicillin, tapi resisten terhadap erythromycin. Bahkan, sekitar 50%
Fusobacterium dalam infeksi odontogenik resisten terhadap erythromycin.
Fusobacterium tampaknya berkaitan dengan infeksi odontogenik berat.
Kombinasi spesifik Fusobacterium dan S. milleri oleh beberapa peneliti
dinyatakan biasa ditemukan pada infeksi berat yang meluas ke spasia lateral dan
retrofaringeal dan ke mediastinum.
Patobiologi infeksi odontogenik campuran jelas. Bakteri aerob yang paling
pertama membuka jalan masuk ke jaringan. Kemudian infeksi terjadi dan selulitis
berkembang. Proses selulitis bilang dibiarkan akan menghasilkan kondisi
hypoxicacidotic dan exotoxin pada jaringan yang akan menyebabkan bakteri
anaerob tumbuh dan berproliferasi. Bakteri anaerob akan menghasilkan berbagai
enzim proteolitik, endotoksin dan eksotoksin yang menyebabkan kerusakan
jaringan. Kerusakan jaringan yang diikuti dengan peningkatan sel lekosit di
daerah tersebut akan membentuk abses dan pus. Bila infeksi dapat dilokalisir oleh
daya tahan tubuh, bakteri aerob akan menghilang, hanya tinggal bakteri anaerob.
Maka lewat pengamatan dapat dinyatakan bahwa selulitis awal terutama
disebabkan oleh Streptococcus, tipe moderate sampai severe disebabkan
kombinasi bakteri aerob dan anaerob, dan abses kronis yang terlokalisir terutama
disebabkan hanya oleh bakteri anaerob.
Gambaran tersebut berdampak klinis. Antibiotik yang berguna pada
infeksi odontogenik harus efektif melawan Streptococcus dan anaerob. Pada
8
infeksi selulitis, aktivitas Streptococcal lebih penting. Pada tahap akhir, kondisi
abses kronis, aktivitas anaerob menjadi tujuan antibiotik.
Sehingga dapat dinyatakan pula bahwa biakan rutin untk infeksi
odontogenik mild dan moderate tidak diperlukan. Saat bedah, smear dari pus
dioleskan pada glass slide untuk pewarnaan Gram.
Beberapa kondisi klinis memerlukan biakan contohnya bila pasien infeksi
mengalami penurunan daya tahan dan memerlukan perawatan agresif dan tepat.
Kondisi lainnya adalah seperti (1) bila pasien sudah mendapat perawataan yang
sesuai selama 3 hari tanpa perbaikan, (2) bila infeksi merupakan infeksi luka post
operasi, (3) bila infeksi rekuren, (4) bila diduga actinomycosis atau (5) bila
terdapat ostemomyelitis. Diperlukan informasi yang jelas mengenai bakteri pada
kondisi tersebut agar dapat diberikan perawatan definitif.
B. PENENTUAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIK
Bila tidak ada respon terhadap perawatan antibiotik awal atau pada infeksi
luka postoperasi, agen penyebab harus diketahui dengan jelas begitu pula dengan
sesitivitas antibiotik sehingga dapat diberikan antibiotik yang paling sesuai.
Umumnya infeksi odontogenik yang disebabkan oleh organisme seperti
streptococci tidak banyak bervariasi dalam pola sensitivitasnya. Streptococci
viridans yang diberikan antibiotik β-lactam dapat menjadi resisten selama
beberapa hari (2 – 4 hari). Resistensi ini dapat menyebabkan infeksi serius pada
beberapa pasien. Namun, infeksi serius dapat juga disebabkan oleh organisme
lain. Misalnya, perawatan infeksi Staphylococcus harus mengetahui antibiotik
yang sesuai. Penicillin G telah menjadi drug of choice selama beberapa tahun
belakangan, tapi menyebabkan terjadinya rantai penicillinase-producing pada
spesies S. aureus dan S. epidermis. Penicillin G dapat diberikan bila ada hasil
sensitivitas yang mendukung keefektifannya. Bila tidak, gunakan penicillinase-
resistant penicillin.
Beberapa perbedaan susceptibility lain juga penting. Penicillin sangat baik
untuk perawatan infeksi Streptococcus dan juga untuk sebagian besar infeksi
9
odontogenik anaerob. Erythromycin efektif melawan Streptococcus,
Peptostreptococcus dan Prevotella tapi tidak efektif melawan Fusobacterium.
Clindamycin bagus untuk Streptococcus dan lima grup utama anaerob.
Cephalexin berkemampuan moderate terhadap Streptococcus (sekitar 10% dari
strain adalah resisten, 70% sensitif intermediate, dan 20% sensitif) dan sangat
baik melawan lima grup anaerob. Metronidazole tidak mempunyai aktivitas
terhadap Streptococcus tapi sangat ampuh melawan lima grup anaerob.
C. GUNAKAN ANTIBIOTIK SPESIFIK, SPEKTRUM SEMPIT
Saat mempertimbangkan penggunaan antibiotik, dapat muncul empat
sampai lima jenis obat. Pilihan harus berdasarkan pertimbangan beberapa faktor.
Pertama, harus dipilih antibiotik dengan spektrum antibakteri tersempit. Misalnya,
bila Streptococcus sensitif terhadap penicillin, maka dapat diberikan
cephalosporin, tetracycline, atau penicillin karena spektrumnya tersempit.
Kesempatan strain berkembang menjadi resisten terjadi setiap kali bakteri
terkena antibiotik. Maka saat antibiotik spektrum luas yang digunakan, banyak
bakteri dalam tubuh yang juga terkena antibiotik. Namun, bila antibiotik spektrum
sempit yang digunakan, lebih sedikit organisme yang berkesempatan menjadi
resisten karena tidak terlalu sensitif.
Penggunaan antibiotik spektrum sempit juga meminimalkan resiko
superinfeksi. Saat flora host normal dalam jumlah besar tereliminasi, terjadi
pertumbuhnan organisme resisten. Pada beberapa pasien kondisi ini dapat
menyebabkan infeksi, dimulai dari moniliasi sampai pneumonia gram negatif.
Penggunaan antibiotik spektrum sempit akan membiarkan sejumlah besar flora
host tetap hidup sehingga menurunkan resiko superinfeksi.
D. GUNAKAN ANTIBIOTIK DENGAN TOKSIKITAS TERENDAH
Antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri hidup, tapi sebagian
antibiotik dapat juga membunuh atau melukai sel tubuh. Maka sifatnya sangat
toksik. Gunakan antibiotik lain dengan toksikitas lebih rendah tapi setara
10
keefektifannya. Misalnya, bakteri yang menyebabkan infeksi odontogenik
umumnya sensitif terhadap penicillin dan chloramphenicol. Bahkan,
chloramphenicol lebih efektif 2-3% dalam kondisi ini. Namun, chloramphenicol
adalah obat toksik yang berpotensi menyebabkan depresi sumsum tulang hebat.
Walaupun kegagalan perawatan sedikit lebih sering pada penicillin dibandingkan
chloramphenicol, penicillin lebih disukai karena toksikitasnya lebih rendah.
Namun, kegagalan perawatan dengan penicillin menyebabkan waktu perawatan
bertambah lama karena perlu untuk mengganti obat. Dokter gigi harus terus
waspada terhadap gejala toksikitas dan juga menginstruksikan pasien untuk
memperhatikan dan melaporkan gejala tersebut bila ada.
E. RIWAYAT OBAT PASIEN
Penting untuk mengetahui riwayat reaksi obat pasien. Ada dua hal yang
harus diperhatikan: reaksi alergi dan reaksi toksik sebelumnya.
Karena penicillin digunakan secara luas dan karena rata-rata alergi
penicillin adalah sekitar 5%, umumnya dokter gigi akan rutin menanyakan
riwayat alergi sebelumnya, terutama akibat anitbiotik.
Pasien yang alergi penicillin cenderung juga lebih alergi dari pasien yang
tidak. Maka sering dipertanyakan apakah cephalosporin aman untuk
menggantikan penicillin. Walaupun tidak ada reaksi silang diantara keduanya, tapi
sering ditemukan reaksi alergi pada keduanya. Oleh sebab itu biasanya
direkomendasikan bila pasien mempunyai catatan reaksi anafilaktik akibat alergi
(tipe 1) terhadap penicillin, cephalosporin harus dihindari kecuali sangat
diperlukan. Sebaliknya bila penicillin aman digunakan begitu pula dengan
cephalosporin. Pasien harus diperiksa sekitar 30 menit setelah administrasi
cephalosporin untuk mengetahui reaksi alergi yang timbul.
Pasien dengan riwayat toksik atau efek samping antibiotik dapat
mengalami hal yang sama. Harus dilakukan usaha untuk mengidentifikasikan obat
dan reaksi yang tepat. Bila memungkinkan, gunakan obat alternatif.
11
F. GUNAKAN OBAT BAKTERISIDAL DIBANDINGKAN BAKTERIO-
STATIK
Antibiotik termasuk bakterisidal atau bakteriostatik tergantung sifatnya
dan tergantung dari mekanismenya melawan bakteri. Antibiotik yang digunakan
sebagai tambahan untuk melawan infeksi harus sebesar daya tahan host untuk
melawan infeksi. Terapi antibiotik menurunkan serangan bakteri sehingga daya
tahan host dapat menyempurnakan perawatan. Antibiotik bakteriostatik akan
menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri, umumnya dengan menghambat
sintesa protein. Karena pertumbuhan melambat, daya tahan host dapat
mengeliminasi populasi bakteri dan menyembuhkan infeksi. Bila sistem
pertahanan host berkurang, peranan antibiotik untuk membunuh bakteri
(bakterisidal) menjadi penting. Dua mekanisme antibiotik membunuh bakteri
berhubungan dengan sintesa dinding sel dan asam nukleat.
Keuntungan antibiotik bakterisidal adalah (1) tidak bergantung pada daya
tahan host, (2) membunuh bakteri lewat antibiotik itu sendiri, (3) hasilnya lebih
cepat dibandingkan dengan obat bakteriostatik, (4) fleksibilitas lebih besar dengan
interval dosis. Obat bakterisidal mulai berperan setelah masuk ke dalam sel
bakteri sehingga sel mati. Obat bakteriostatik sebaliknya, hanya berperan saat
masuk ke jaringan pasien. Bakteri kembali tumbuh normal saat obat habis. Oleh
sebab itu penting diketahui bahwa obat bakteriostatik harus diberikan sesuai
jadwal. Gunakan antibiotik bakterisidal bukan bakteriostatik pada pasien
immunosupresi secara patologi atau terapi. Aksi antibiotik bakterisidal
ditunjukkan lewat matinya invasi mikroorganisme, sedangkan antibiotik
bakteriostatik hanya menahan pertumbuhnan bakteri. Saat antibiotik bakteriostatik
digunakan, daya tahan host harus berperan lebih penting dalam mengatasi bakteri.
Misalnya, obat bakterisidal seperti penicillin atau cephalosporin digunakan pada
pasien immunodefisien bukannya obat bakteriostatik seperti erythromycin atau
clindamycin untuk mengatasi bakteri yang susceptible dengan keempatnya.
12
G. GUNAKAN ANTIBIOTIK YANG KEBERHASILANNYA SUDAH
TERBUKTI
Untuk mengevaluasi suatu obat diperlukan pengamatan dan penggunaan
dalam jangka waktu yang panjang. Lewat pengamatan ini akan didapat penilaian
tentang frekuensi kesuksesan dan kegagalan perawatan, frekuensi reaksi lanjutan,
dan frekuensi efek samping. Dari hasil tersebut, beberapa obat menjadi standar
untuk digunakan dan tidak boleh digantikan obat lain yang belum terbukti
khasiatnya.
Perawatan infeksi oral adalah contoh klasik prinsip ini. Sejak awal
penicillin telah digunakan untuk infeksi oral karena efektif serta insidensi reaksi
lanjutannya rendah.Semakin berkembangknya obat-obatan dan bakteri, peranan
penicillin sebagai obat pilihan mulai tersaingi. Tetracyclines, erythromycin,
lincomycin dan clindamycin diklaim lebih superior. Namun, dari hasil
pengamatan, tidak ada yang dapat mengalahkan penicillin dalam perawatan
infeksi odontogenik.
Saat suatu obat baru dipasarkan untuk umum, timbul keinginan untuk
menggunakannya walaupun kurang ada alasan yang tepat meninggalkan obat yang
lama. Saat suatu antibiotik tersedia, untuk mengetahui toksisitasnya diperlukan
waktu 4 atau 5 tahun penelitian klinis.
Resistensi terhadap bakteri dapat diperlambat dengan membatasi
penggunaannya, atau dapat dipercepat dengan memperluas penggunaannya. Bila
penggunaan yang luas seimbang dengan manfaat obat, resiko resisten harus
diterima. Namun, bila penggunaan yang luas tidak sesuai dengan pilihan obat,
resistensi dipandang sebagai suatu kegagalan.
Antibiotik yang lebih baru hanya digunakan bila keuntungannya melebihi
yang lama. Antibiotik ini mungkin lebih efektif melawan bakteri dimana
antibiotik lainnya gagal, seperti methicillin dapat digunakan untuk pencillinase-
producing staphylococci. Dalam situasi seperti itu, antibiotik diberikan pada
pasien infeksi akibat bakteri yang sensivitasnya terbukti terhadap antibiotik
tersebut. Antibiotik baru dapat lebih aktif dalam konsenstrasi rendah (sehingga
13
mengurangu biaya dan dosis yang berhubungan dengan reaksi toksisitas), kurang
toksik, atau kurang efek samping dibandingkan antibiotik lama. Dan bahkan
antibiotik baru dapat lebih murah, walaupun jarang ditemukan. Untuk alasan ini,
ahli bedah akan memilih antibiotik baru tapi menggunakannya dengan hati-hati
dan tujuan yang baik.
H. BIAYA ANTIBIOTIK
Sulit untuk memberi label harga untuk kesehatan, tapi ahli bedah harus
mempertimbangkan biaya antibiotik yang diberikan. Dalam beberapa situasi,
antibiotik yang lebih mahal adalah obat pilihan (drug of choice). Contohnya,
harga penicillin V sangat berbeda dengan harga cephalexin dan clindamycin. Saat
akan meresepkan obat, pasien harus diberitahu mengenai biaya obat sebelum
mengunjungi farmasi. Hal ini untuk mencegah pasien merasa marah.
Sebagai tambahan biaya obat, harus dipertimbangkan tentang biaya
administrasi. Sebagian besar antibiotik parenteral yang diberikan di rumah sakit
diadministrasikan secara intravena. Obat ini dipersiapkan di farmasi rumah sakit
sebagau satu set administrasi dosis tunggal. Bila biaya tiap set adalah $25, biaya
administrasi harian untuk obat yang diberikan setiap 4 jam adalah 6 x $25, atau
$150. Biaya ini ditambahkan ke biaya obat. Penggunaan obat dengan waktu paruh
panjang tapi lebih mahal per gram-nya lebih mahal bila semua biaya digabungkan.
I. MENINGKATKAN PELAKSANAAN PASIEN
Jelas bahwa pasien sering, biasa untuk mendapatkan medikasi. Socrates
pada tahun 400 menyatakan dokter gigi harus waspada bahwa pasien akan
berbohong mengenai minum obat yang diberikan.
Tersedia data dari banyak penelitian yang menunjukkkan pelaksanaan
pasien menurun dengan semakin banyaknnya yang diberikan. Bila resep untuk
administrasi satu sekali perhari, pelaksanaan pasien sekitar 80%. Namun,bila
diperlukan untuk minum pil dua kali sehari, pelaksanaan berkurang sampai 69%
dan semakin berkurang sampai 35%u unuk empat kali sehari. Makanya bila ada
14
pilihan, dokter gigi harus meresepkan antibiotik yang dapat diberikan beberapa
kali sehari untuk meningkatkan pelaksanaan pasien.
Juga sudah jelas bahwa pasien yang menghentikan antibiotik setelah
simtom akut mulai mengurangi dan jarang minum obat sesuai resep setelah hari
ke 5 atau 6. Tampaknya pasien mulai jarang minum antibiotik yang diresepkan
lebih dari 3 atau 4 hari. Oleh sebab itu antibiotik yang dampaknya paling tinggi
adalah obat yang diberikan satu kali sehari selama 4 atau 5 hari.
V. KESIMPULAN
Intervensi bedah diperlukan pada abses kronik disertai pembentukan pus dan
selulitis akut terindurasi. Banyak infeksi menunjukkan pembentukan abses dan
selulitis terindurasi. Dalam situasi seperti itu, insisi dan drainase abses akan
mengurangi tekanan di daerah selulitis. Drainase dan insisi juga dapat
menghindarkan penggunaan antibiotik atau meningkatkan keefektifan antibiotik
karena vaskularisasi diperbaiki. Contohnya, ekstraksi rutin gigi infeksi tidak
selalu memerlukan antibiotik walaupun terdapat sedikit infeksi periapikal.
Sebaliknya infeksi minor pada pasien yang daya tahan tubuhnya menurun harus
dirawat agresif yaitu dengan obat bakterisidal dan pembedahan sedini mungkin.
Agar dapat menggunakan antibiotik dengan bijak, dokter gigi harus
mengetahui indikasi positif sebelum meresepkannya. Dokter gigi tidak boleh
beranggapan bahwa antibiotik harus diberikan dalam segala kondisi infeksi.
Komponen aerob dari kombinasi bakteri aerob anaerob penyebab infeksi
odontogenik sebagian besar terdiri dari α-hemolytic streptococci, seluruhnya
dapat diatasi dengan penicillin atau antibiotik lain yang spektrum antimikroba
yang sama dengan penicillin.
Bakteri anaerob berperan penting sebagai sumber infeksi odontogenik.
Gram positif cocci anaerob ditemukan sekitar sepertiga keseluruhan infeksi
odontogenik dan gram negatif rods ditemukan pada 50% infeksi odontogenik.
Spesies utama gram posistif cocci adalah Streptococcus intermedius dan
15
Peptostreptococcus spp. Gram negatif rods utama adalah Prevotella dam
Fusobacterium. Fusobacterium sp adalah yang paling virulen, dan bila ditemukan
bersama dengan S. milleri, maka sangat berhubungan dengan infeksi odontogenik
yang paling agresif.
DAFTAR PUSTAKA
Topazian, R. G, et al. 2002. Oral and Maxillofacial Infections. 4th ed. W.
B. Saunders. Philadelphia
Karasutisna, T, et al. 2001. Infeksi Odontogenik. 1st ed. Bandung
Archer, H. 1975. Oral and Maxilllofacial. 1st ed. W. B. Saunders.
Philadelphia.
16