preskes neuro store non hemoragik

Upload: arianto-adi-wibowo

Post on 10-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

presentasi kasus pasien stroke non hemoragic

TRANSCRIPT

STATUS PENDERITA

PRESENTASI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 44 TAHUN DENGAN RECURRENT STROKE INFARK

Oleh :

Elita Rahmi G99131004Catur Nugroho G99131026Intan Savira G99131042Sofi Ariani G99131081Ahmad Afiyyuddin N G99131011Arianto Adi Wibowo G99131021Siti Fatimah Risa G99131080Charismatika Syntia Dewi G99131027Faiz Yunanto G99131039

Pembimbing :Fx. Sutedjo, dr.Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK KARDIOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN VASKULERFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDISURAKARTA2014BAB ISTATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITANama: Tn. T

Umur: 44 tahun

Jenis Kelamin: Laki-laki

AgamaStatusPekerjaan: Islam: Menikah: Pedagang

Alamat: Ngrondon 14/06 Klaten, Jawa Tengah

Tanggal MasukTanggal Pemeriksaan: 28 Agustus 2014: 28 Agustus 2014

No. RM: 01267866

II. ANAMNESISA. Keluhan Utama : Lemah anggota gerak sebelah kiriB. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 20 jam SMRS. Keluhan dirasakan tiba-tiba dan dirasakan terus-menerus. Pasien mengeluhkan sulit berjalan dan menggerakan tangan.Sebelumnya pasien mengeluhkan pusing berputar disertai mual. Pasien juga merasakan sulit untuk berbicara. Kejang (-), Muntah (-), Pelo (+), Tersedak (+).1,5 Tahun yang lalu pernah mengalami serangan stroke, lalu di rawat oleh dokter, namun setelah mengalami perbaikan, pasien berhenti berobat.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :Riwayat sakit serupa: 1,5 tahun yang laluRiwayat hipertensi: tidak terkontrolRiwayat stroke: 1,5 tahun yang lalu mengalami serangan strokeRiwayat DM: disangkalRiwayat ashma: disangkalRiwayat alergi: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga :Riwayat hipertensiRiwayat jantungRiwayat DMRiwayat asmaRiwayat alergi: disangkal: disangkal: disangkal: disangkal: disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIKA. Status generalis1. Keadaan umum: Komposmentis

2. Vital Sign: Tekanan Darah HR Nadi

RR Suhu

: 200/150 mmHg : 88x /menit, reguler, isi dan tekanan cukup: 88x /menit, teraba lemah, reguler: 20x/menit: 37o C peraksila

3. Mata: Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

4. Leher: JVP tidak meningkat

5. Thorax: retraksi (-)

6. Cor: I: ictus cordis tidak tampak P: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-) P: batas jantung kesan tidak melebar A:bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

6. Pulmo

: I : pengembangan dada kiri=kanan P : fremitus raba kiri = kanan P : paru kanan redup, paru kiri redup A : SDV, RBH (-/-), wheezing (-/-)

7. Abdomen

8. Ekstremitas: I : dinding perut sama dengan dinding dada A : BU (+) normal P : Pekak alih (-), P : Supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba

: Akral dingin--

--

Oedem--

--

B. Status NeurologisFungsi kesadaran: GCS E4 M5 V6Fungsi luhur: Dalam batas normalN

N

Fungsi sensorik:

Meningeal sign: (-)Fungsi vegetatif: IV line, DC, NGTFungsi koordinasi: SDENervi cranialis:N I: Dalam batas normalN II, III: Pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+N III, IV, VI: Gerak bola mata kesan dalam batas normalN V: Reflek kornea +/+N VII: Parese SinistraN VIII: Dalam batas normalN IX: SDEN X: SDEN XI: Dalam batas normalN XII: Parese SinistraFungsi Motorik: 5+4+

5+4+

Kekuatan Tonus Reflek fisiologis Reflek patologisNN

NN

+3+3

+3+4

++

--

Meningeal Sign:Kaku kuduk: (-)Brudzinski I: (-)Brudzinski II: (-)Brudzinski III: (-)Brudzinski IV: (-)Kernig: (-)

Provoke test:Laseque: (-/-)Patrick: (-/-)Contra Patrick: (-/-)

Siriraj Score:(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 0) + (0,1 x 150) (3 x 0) -12 = 5

IV. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium Darah Rutin ( 28 Agustus 2014)

Pemeriksaan28/08/2014SatuanRujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin15.5g/dl12,0-15,6

Hematokrit43%33-45

Leukosit5.9ribu/ul4,5-11,0

Trombosit281ribu/ul150-450

Eritrosit4.86juta/ul4,10-5,10

KIMIA KLINIK

GDS152mg/dl60-140

SGOT14u/l0-35

SGPT9u/l0-45

Creatinine1.1mg/dl0,6-1,1

Ureum16mg/dl200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL 150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.7. ObesitasObesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.8. MerokokMerokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.

E. PatofisiologiOtak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.5,13Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :111. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis.2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah.3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.

F. Gejala klinisGejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu :5,9,24Penilaian skor skala koma Glasgow :a. Koma (GCS = 3-8)b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar) :5,131. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan menghentikan gerakan.3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-goyang.

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.26Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%, diikuti oleh hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan hemiparesese dupleks 7,8%. Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular :1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi arteri retinalisb. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri mediac. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.2. Arteri serebri media (tersering)a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateralc. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasid. Disfasia3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkaib. Defisit sensorik kontralateralc. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitasb. Meningkatnya reflek tendonc. Ataksiad. Tanda Babinski bilaterale. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigof. Disfagiag. Disartriah. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidahi. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasij. Gangguan penglihatan dan pendengaran5. Arteri serebri posteriora. Komab. Hemiparese kontralateralc. Afasia visual atau buta kata (aleksia)d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.

G. Pemeriksaan fisikTujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian hal-hal berikut ini :251. Status mentala. Tingkat kesadaranb. Bicarac. Orientasid. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhire. Pertimbanganf. Abstraksig. Kosakatah. Respons emosionali. Daya ingatj. Berhitungk. Pengenalan bendal. Praksis (integrasi aktivitas motorik).

2. Nervus kraniala. Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau.b. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan pemeriksaan oftalmoskopi.c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.d. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada pipi.f. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke samping kiri dan kanan.g. Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran, keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.i. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.j. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.k. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di berikan si pemeriksa.l. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.3. Fungsi motorika. Masa otot bisa dengan inspeksi.b. Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan, bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim digunakan yaitu 0: tidak ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2: gerakan yang dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4: gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh (normal).c. Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu bandingkan dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan tonus tetapi sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah menyebabkan penurunan tonus otot.4. ReflekAda dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo profunda, dan reflek superfisial. Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps, brakioradialis, triseps, patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan sekala 0-4+ yaitu 0: tak ada respon, 1+: berkurang, 2+: normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif. Jika reflek hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan metabolik, sedangkan jika reflek berkurangnya reflek merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Reflek superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek openheim. Reflek babinski untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua, dengan menggores bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit ke arah pangkal jari-jari kaki melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek openheim dengan penekanan tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.5. Fungsi sensorika. Sentuhan ringanb. Sensasi nyeric. Sensasi getard. Propriosepsis (sensasi posisi)e. Lokalisasi taktil.

6. Fungsi serebelara. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas bawah menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari lutut, dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya untuk keseimbangan.e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson cenderung berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan punggung membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika berjalan. Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang khas. Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang tinggi.

H. Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraanPemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :1. Gula darahKadar glukosa darah.9

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.5,26

2. Profil lipidKadar Lipid Serum Normal.22

LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.22Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan diantaranya yaitu :27,111. CT scanUntuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.20

2. MRI (magnetic resonance imaging)Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.203. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.204. Angiografi otakMerupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.20

I. Penatalaksanaan Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.91. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragika. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset 120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis3) Stroke dalam evolusi4) Diseksi arteri5) Trombosis sinus duraHeparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika :271. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.282. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.283. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.28Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri. 28,5

J. KomplikasiKebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu :91. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur.2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari.4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset stoke :a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravenab. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jamc. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktatd. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravenae. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravenaf. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravenag. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravenah. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di lakukan neurorestorasi dini.8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.

K. Pencegahan Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.9 Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.9

L. Prognosis Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.29,30,31,32

DAFTAR PUSTAKA

1. Irdawati. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non-Hemoragik Hemiparese Kanan Dibandingkan Dengan Hemiparese Kiri. Media Medika Indonesia. Surakarta, 2008. 2. Rambe AS. Sekilas Tentang Definisi, Penyebab, Efek, Dan Faktor Risiko. Departemen Neurologi FK-USU. Medan .2009. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18925. (4 januari 2012)

3. Situmorang MH. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Yang Meninggal di RSU Dr. Pirngadi Medan.FKM USU. Medan. 2009.

4. Utami DN. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stroke Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Seputih Banyak Lampung Tengah Tahun 2009. PSIK-UNIMAL. Bandar Lampung, 2009.

5. Sinaga SA. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan. 2008. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16617. (3 januari 2012).

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Riset kesehatan dasar 2007.Jakarta.2008.

7. Hudak, Gallo. Modified National Institute of Health Stroke Scale for Use in Stroke Clinical Trials. USU Digital Library. 2006.

8. RSUD Abdul Moloek. Rekam Medik RSUD Abdul Moeloek 2010. Lampung, 2010.

9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.

10. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010. http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf (1 januari 2012)

11. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.

12. Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC. Jakarta. 1994.hal:579-80.

13. Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta. 2010: 290-91.

14. Noeryanto M. Masalah-masalah Dalam Stroke Akut, Temu Regional Neurologi, Universitas Diponegoro. Semarang, 2002.dalam Standard Pelayanan Minimal Tatalaksana Stroke Non Hemoragik Fase Akut Dan Pfevensi Skunder.2011. http://standar-pelayanan-minimal-tatalaksana.html (31 Agustus 2014).

15. Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3745. (30 Agustus 2014).

16. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.

17. Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.

18. Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita Stroke Di Rsud Kabupaten Kudus.FK UNDIP.Semarang.2002. http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf (3 februari 2012)

19. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.

20. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30. 21. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81.

22. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 (30 Agustus 2014)

23. Andaka D. Normalkah Body Mass Index (BMI) Anda?.2008. http://www.andaka.com/normalkah-body-mass-index-bmi-anda.php.(30 Agustus 2014)

24. Lamsudin R. Algoritma Stroke Gajah Mada Penyusunan Dan Validasi Untuk Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Stroke Iskemik Akut Atau Stroke Infark. FKUGM. Yogyakarta. 1996.

25. Swartz MH, Buku Ajar Diagnostic Fisik, EGC, Jakarta,2002: 359-98.

26. Januar R. Karakteristik Penderita Stroke Non Hemorage Yang Di Rawat Inap Di RSU Herna Medan Tahun 200.FKM USU.Medan.2002. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569. (29 Agustus 2014 )

27. Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6,Penerbit Erlangga. Jakarta. 2005: 98-99.

28. Rambe AS. Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. FK USU. Medan. 2002. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. (1 September 2014).

29. Giraldo, elias. Stoke ischemic.2010. http://www.merck.com/mmpe/sec16/ ch211/ch211b.html. (30 Agustus 2014)

30. Goldstein LB. Stroke Ischemic.2010. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ ency/article/000726.htm. (29 Agustus 2014) 31. Yayasan Stroke Indonesia. Stroke Non Hemoragik. Jakarta. 2011. http://www.yastroki.or.id/read.php?id=250 (1 September 2014)

32. Artikel Kedokteran. Stroke Non Hemoragik.2011.http://stroke-non hemoragik.html. (25 Agustus 2014)

33. Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta, Jakarta, 2005.

34. Arikunto, S, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.

35. Pujarini LA. Dislipidemia pada Penderita Stroke dengan Demensia di RS Dr. Sardjito Jogjakarta. Yogyakarta. 2007

36. Soebroto L. Hubungan Antara Kadar LDL Kolesterol Pada Penderita Stroke di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. USM. Surakarta. 2010

37. Darmawan A. Hiperglikemia dan Aterosklerosis Arteri Karotis Interna pada Penderita Pasca Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4511117_0126-1762.pdf (31 Agustus 2014)

1

45