preskes asma tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 1/23
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA
A. Definisi
Definisi asma yang umum digunakan saat ini adalah definisi menurut
National Heart Lung and Blood Institute sebagai berikut: Asma adalah suatu
inflamasi kronik saluran nafas, dimana terdapat berbagai sel yang memegang
peranan penting (terutama sel mast, eosinofil, dan limfosit T). Inflamasi ini
menyebabkan peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.
Pada individu yang peka terhadap inflamasi ini, akan timbul gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama
malam hari dan atau dini hari, yang seringkali bersifat reversibel, baik terjadi secara
spontan maupun melalui pengobatan.1
B. Epidemiologi
Di Indonesia sendiri merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan
kematian, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
di berbagai propinsi di Indonesia. pada tahun 1986 menunjukkan asma menduduki
urutan ke-5 dari 10 penyebab kematian (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis
kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, prevalensi asma di seluruh Indonesia
sebesar 13/1000, dibandingkan bronchitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru
2/1000.
Jika dilihat dari saat timbul serangan asma, maka 30% semua serangan
asma dimulai pada umur di bawah 10 tahun pada orang Inggris, Amerika, dan
Australia. Sedangkan di Skandinavia, India, dan Nigeria serangan asma pertama
yang timbul pada usia dewasa muda di Amerika Serikat kurang dari 9%, di
Finlandia dapat mencapai 42% dan di Inggris sekitar 6 sampai 16%.2
16
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 2/23
C. Faktor Resiko
Faktor risiko terjadinya asma terdiri atas:
1. Faktor pejamu:
a) Predisposisi genetik (bakat yang diturunkan) dan Atopi atau alergi
Asma adalah penyakit yang diturunkan dan telah terbukti dari berbagai
penelitian. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan
bakat untuk terjadinya asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan
objektif (hiperaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena
kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan
diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara objektif
seperti hiperaktivitas bronkus, alergik / atopi, walau disadari kondisi tersebut
tidak khusus untuk asma.
Pada studi genetic telah menemukan multiple chromosomal region yang
berisi gen – gen yang member konstribusi asma. Kadar serum IgE yang tinggi
telah diketahui ada hubungan dengan kromosom 5q, 11q, dan 12q. Secara
klikik ada hubungan kuat antara hiperesponsif saluran nafas dengan
peningkatan kadar Ig E dan bukti terbaru menunjukkan coinheritance dari gen
untuk atopi dan airway hypereactivity (AHR) dijumpai pada kromosom yang
sama.
Gen yang menentukan spesifitas dari respon imun mungkin juga penting
pada pathogenesis asma. Gen – gen yang terletak pada human leukocyte
antigen (HLA) kompleks dapat menentukan respon terhadap aeroallergen
pada beberapa individu. Gen – gen pada kromosom 11,12, dan 13 dapat
secara langsung mengontrol sitokin proinflamasi. Kromosom 12 berisi gen
yang mengkode interferon γ , sel mast, growth factor. Insuline-like growth
factor, dan nitric oxide sinthase. 3
b) Jenis kelamin dan ras atau etnis
Berdasarkan jenis kelamin, perbandingan asma pada anak laki-laki dan
wanita sebesar 1,5:1 dan perbandingan ini cenderung menurun pada usia yang
lebih tua. Pada orang dewasa serangan asma dimulai pada umur lebih dari 35
tahun, wanita lebih banyak daripada pria. Di Inggris perbandingan tersebut
17
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 3/23
25% wanita dan 10% pria. Secara geografis prevalensi asma bronchial,
rendah pada bangsa Eskimo, Indian di Amerika Utara dan Papua New
Guinea. Walaupun ada sarjana yang berpendapat bahwa keadaan ini bukan
semata-mata karena pengaruh lingkungan, tetapi lebih mengarah pada
pengaruh genetik.4
c) hiperresponsif jalan nafas dan obesitas.
2. Faktor lingkungan: alergen (jamur, kayu, tepung sari bunga, dust mite/ kutu,
kecoak, dll), sensitisasi lingkungan kerja, infeksi pernafasan (virus), asap rokok/
polusi udara, diet, hewan peliharaan (anjing, kucing), zat iritan (parfum), status
sosial ekonomi, dan besarnya keluarga.1
Sedangkan menurut Surjanto (2001), faktor-faktor risiko terjadinya asma
dapat dibagi sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi
Atopi (produksi Ig E yang berlebihan dalam kontak dengan alergen
lingkungan), jenis kelamin, dan ras.
2. Faktor kausal
Alergen dalam ruangan/ indoor allergent (tungau, debu rumah, binatang,
jamur), alergen di luar ruangan/ outdoor allergent (tepung sari bunga, biji-bijian,
rumput-rumputan, serta jamur), obat (aspirin, NSAID), dan zat aditif makanan/
food additive (salisilat, monosodium glutamat).
3. Faktor kontribusi
Merokok baik aktif maupun pasif, polusi udara, infeksi saluran nafas, berat
badan bayi rendah, dan diet.
4. Faktor risiko penyebab eksaserbasi (pencetus)
Alergen, polusi udara, infeksi saluran nafas, exercise dan hiperventilasi,
perubahan cuaca, sulfur dioksida, makanan, zat aditif, obat-obatan, ekspresi
emosional yang ekstrem, rhinitis, sinusitis, gastroesofageal refluk , menstruasi,
premenstruasi, dan kehamilan.5
18
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 4/23
D. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran nafas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran nafas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi
dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik,
asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Ada 2 jenis inflamasi yaitu:
1. Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
allergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang
terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma
tipe lambat.
Reaksi Asma Tipe Cepat : Alergen akan terikat pada IgE yang menempel
pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut
mengeluarkan preformed mediator seperti histamine, protease, dan newly
generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin, dan PAF yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mucus dan vasodilatasi.
Reaksi Fase Lambat : Reaksi ini dapat timbul antara 6-9 jam setelah
provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T
CD4+, neutrofil, dan makrofag.
2. Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot
polos bronkus.
Ada dua jalur untuk mencapai asma. Jalur imunologis yang terutama
disominasi oleh Ig E dan jalur syaraf autonom. Pada jalur Ig E, masuknya alergen
ke dalam tubuh akan diolah oleh APC ( Antigen Precenting Cells = sel penyaji
antigen), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel
Th, yang kemudian akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar
19
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 5/23
sel-sel plasma membentuk Ig E, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag,
sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan
mediator-mediator inflamasi, seperti histamin, prostaglandin, leukotrien, platelet
activating factor , bradikinin, tromboksin, dll yang akan mempengaruhi organ
sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema
saluran nafas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis sub epitel
sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran nafas. Jalur non alergik selain
merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem syaraf autonom dengan hasil
akhir berupa inflamasi dan hiperreakivitas saluran nafas.6
Gambar 1. Patogenesis Asma7
E. Diagnosis dan Klasifikasi
Asma sering sekali tidak terdiagnosa hal ini disebabkan antara lain
gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang bervariasi, serta gejala
yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis
asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas,
mengi, rasa berat di dada, dan variability yang berkaitan dengan cuaca.
Anamnesis yang baik sebenarnya sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis, apalagi ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru
terutama reversibility kelainan faal paru yang akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.
20
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 6/23
Riwayat gejala yang mungkin timbul:
1. Bersifat episodik, sering kali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.
3. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari.
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.
5. Respon terhadap pemberian bronkodilator.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit:
1. Riwayat keluarga (atopi).
2. Riwayat alergi/ atopi.
3. Penyakit lain yang memberatkan.
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.
Gejala asma dapat bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani
dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normalwalaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan
napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema, dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran
napas. Hal itu meningkatkan kerja penapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa
sesak napas, mengi, dan hiperinflasi.1
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea
dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain
untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai
berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai obstruksi jalan napas,
reversibiliti kelainan faal paru, dan variabiliti faal paru sebagi penilaian tidak
langsung hiperesponsif jalan napas. Banyak parameter dan metode untuk menilai
faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan
adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak respirasi (APE).
21
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 7/23
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma adalah mengetahui
obstruksi jalan napas dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai
prediksi. Selanjutnya spirometri dapat menilai reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥
15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Spirometri juga dapat untuk menilai derajat
asma.
Manfaat mengukur arus puncak respirasi (APE) adalah menilai reversibiliti,
yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator),
atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respon terapi kotikosteroid (inhalasi/oral, 2
minggu). Selain itu dapat untuk menilai variabiliti, menilai variasi diurnal APE
yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga
dapat digunakan menilai derajat berat penyakit.8
Diagnosis banding asma pada dewasa antara lain penyakit paru obstruksi
kronik, bronkitis kronik, gagal jantung kongestif, batuk kronik akibat lain-lain,
disfungsi larings, obstruksi mekanis, emboli paru. Diagnosis banding asma pada
anak adalah benda asing di saluran napas, laringotrakeomalasia, pembesaran
kelenjar limfe, tumor, stenosis trakea, bronkiolitis.9
Derajat berat asma dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis
(sebelum pengobatan).1
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
(sebelum pengobatan)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
I. Intermitten Bulanan APE ≥ 80%- gejala <1x/minggu
- tanpa gejala di luar
serangan
- serangan singkat
≤2x sebulan - VEP1 ≥ 80% nilai
prediksi
APE ≥ 80% nilai
terbaik
- variabiliti APE <
20%
II.Persisten
Ringan
Mingguan APE > 80%
- gejala >1x/
minggu, tetapi
< 1x/hari
>2x sebulan - VEP1 ≥ 80% nilai
prediksi
APE ≥ 80% nilai
22
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 8/23
- serangan dapat
mengganggu
aktivitas dan tidur
terbaik
- variabiliti APE 20-
30%III. Persisten
Sedang
Harian APE 60-80%
- gejala setiap hari
- serangan
mengganggu
aktivitas dan tidur
- membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
>1x/minggu - VEP1 60 - 80% nilai
prediksi
APE 60 - 80% nilai
terbaik
- Variabiliti APE >
30%
IV. Persisten
Berat
Kontinyu APE ≤ 60%
- gejala terus
menerus
- sering kambuh
- aktivitas fisik
terbatas
Sering - VEP1 ≤60% nilai
prediksi
APE ≤60% nilai
terbaik
- Variabiliti APE >
30%
Sedangkan derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan
diklasifikasikan sebagai berikut1:
Tabel 2. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan
Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian
Gejala dan Faal Paru dalam
Pengobatan
Tahap 1
Intermiten
Tahap 2
Persisten
Ringan
Tahap 3
Persisten Sedang
Tahap I:Intermitten
Gejala <1x /minggu
Serangan singkat
Gejala malam <2x /bulanFaal paru normal di luar
serangan
Intermiten Persisten
Ringan
Persisten Sedang
Tahap II: Persisten ringan
Gejala >1x /minggu, tetapi
<1x/hari
Gejala malam >2x /bulan,
tetapi <1x/minggu
Faal paru normal di luar
serangan
Persisten
Ringan
Persisten
Sedang
Persisten Berat
Tahap III: Persisten Sedang
Gejala setiap hari
Persisten
Sedang
Persisten
Berat
Persisten Berat
23
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 9/23
Serangan mempe-ngaruhi
aktivitas dan tidur
Gejala malam >1x/minggu60%<VEP1<80% nilai prediksi
60%<APE<80% nilai terbaik
Tahap IV: Persisten Berat
Gejala terus menerus
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP1 ≤ 60% nilai prediksi,
atau
APE ≤ 60% nilai terbaik
Persisten
berat
Persisten
berat
Persisten berat
Status kontrol asma seseorang dapat diketahui dengan menggunakan
Asthma Control Test (ACT). ACT adalah sebuah tes sederhana berbentuk kuisioner
yang dapat membantu penyandang asma mengevaluasi asma telah terkontrol
dengan baik. Tujuan ACT adalah untuk menyeleksi asma yang tidak terkontrol,
mengubah pengobatan yang tidak efektif menjadi lebih tepat, melaksanakan
program pengobatan secara lebih tepat, dan memberikan pendidikan atau
pengetahuan kepada pasien tentang bahaya keadaan asma yang tidak terkontrol.10,11
Tabel 3. Tabel Asthma Control Test (ACT)
No Pertanyaan Nilai
1. Selama 4 minggu terakhir seberapa sering asma mengganggu anda
untuk melakukan pekerjaan sehari – hari (kantor, rumah, dll)?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang – kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
1
2
3
4
5
2. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalami sesak nafas?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang – kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
1
2
3
4
5
3. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering asma (bengek, batuk –
batuk, sesak nafas, nyeri dada) menyebabkan anda terbangun
malam/lebih awal?
a. 4 kali/lebih dakam seminggu
b. 2-3 kali seminggu
1
2
24
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 10/23
c. Sekali seminggu
d. 1-2 kali sebulan
e. Tidak pernah
3
4
54. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda menggunakan
obat semprot atau obat oral untuk melegakan pernafasan?
a. 3 kali/lebih dalam sehari
b. 1-2 kali sehari
c. 2-3 kali seminggu
d. 1 kali seminggu atau kurang
e. Tidak pernah
1
2
3
4
5
5. Menurut anda, bagaimana tingkat kontrol asma anda dalam 4
minggu terakhir
a. Tidak terkontrol sama sekali
b. Kurang terkontrol
c. Cukup terkontrol
d. Terkontrol dengan baik
e. Terkontrol sepenuhnya
1
2
3
4
5
Nilai ACT
25 = terkontrol penuh
20-24 =terkontrol sebagian
≤19= tidak terkontrol
F. Penatalaksanaan Asma
Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditas dan mortalitas. Edukasi
tidak hanya untuk pasien dan keluarganya, tetapi juga pemegang keputusan
kesehatan, profesi kesehatan, dan masyarakat luas. Tujuan dari seluruh edukasi
adalah membantu agara penderita dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma.
Edukasi harus dilakukan terus- menerus, pada prinsipnya edukasi
diberikan pada:
a. Kunjungan awal (I)
b. Kunjungan kemudian (II) yaitu 1-2 minggu dari kunjungan pertama
c. Kunjungan berikut (III)
b. Kunjungan-kunjungan berikutnya
25
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 11/23
Edukasi sebaiknya dilakukan dengan alat peraga lengkap, dengan materi
edukasi bisa mengenai cara sdan waktu penggunaan obat, menghindari pencetus,
mengenali efek samping obat dan fungsi kontrol teratur pada pengobatan asma.
2. Penilaian dan Pemantauan Secara Berkala
Pemantauan tanda dan gejala asma sebaiknya meliputi 3 hal berikut ini:
a. Gejala asma sehari-hari (mengi, batuk, rasa berat di dada dan sesak napas)
b. Asma malam terbangun pada malam hari karena gejala asma
c. Gejala asma pada dini hari tidak menunjukkan perbaikan setelah diberi
pengobatan agonis beta-2 kerja singkat
Pemeriksaan faal paru sangat bermanfaatkan dalam mengindentifikasi
dan pelaksanaan penyakit asma, bisa dilakukan dengan spirometri atau
pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) menggunakan peak flow meter .
3. Perencanaan dan Pengobatan Jangka Panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit sehingga
disebut asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan.1
Medikasi asma 1
Pengontrol (Controller)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol
asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan kondisi asma
terkontrol pada asma terkontrol.
Macam-macam obat pengontrol adalah :
a. Glukokortikosteroid inhalasi : medikasi jangka panjang paling efektif dalam
mengontrol asma. Pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai
berat). Kurva dosis- respons steroid inhalasi adalah datar, berarti
meningkatkan dosis tidak akan banyak menghasilkan manfaat dalam
mengontrol asma, sehingga apabila dengan dosis inhalasi tidak mencapai
asma terkontrol, dianjurkan untuk menambah obat pengontrol lainnya
daripada menambah dosis.
26
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 12/23
b. Glukokortikosteroid sistemik : digunakan sebagai pengontrol dalam kasus
asma persisten berat, tetapi pengunaannya terbatas mengingat resiko sistemik.
c. Kromolin : sebagai AINS, menghambat pelepasan mediator inflamasi dari sel
mast yang diperantarai IgE, selain itu juga menghambat saluran kalsium.
Diberikan secara inhalasi, sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.
d. Metilxantin : bronkodilator yang juga memiliki efek antiinflamasi. Teofilin
juga diberikan sebagai bronkodilator tambahan pada serangan asma berat.
e. Agonis beta-2 kerja lama : mempunyai efek relaksasi otot polos,
meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh
darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast. Pemberian secara
inhalasi menghasilkan efek bronkodilasi lebih baik dari preparat oral.
f. Leukotriens modifiers : merupakan anti asma terbaru dengan mekanisme
menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok semua sintesis leukotrien.
Efek yang dihasilkan adalah bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokontriksi.
Tabel 4. Sedian dan Dosis obat Pengontrol Asma12
Medikasi Sediaan Obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon Tablet 4,8,16 mg 4-40 mg/hr, dosis
tunggal atauterbagi
0,25-2 mg/
kgBB/hr,dosis tunggalatau terbagi
Pemakaian jangka
panjang dosis 4-5mg/hr atau 8-10 mgselang sehari untuk mengontrol asma,
atau sebagai pengganti steroid
inhalasi pada kasusyang tidak dapat/
mampu
menggunakansteroid inhalasi
Prednison Tablet 5 mg Short-course:
20-40 mg/hr dosistunggal atau
terbagi selama 3-10 hari
Short-course:
1-2mg/kgBB/hr.
Maks. 40mg/hr,
selama 3-10hr
Kromolin dan Nedokromil
Kromolin IDT 5 mg/semprot 1-2 semprot,
3-4x/hr
1 semprot,
3-4x/hr
Sebagai alternatif
antiinflamasi
Nedokromil IDT 2 mg/semprot 2 semprot,
2-4x/hr
2 semprot,
2-4x/hr
Sebelum exercise
atau pajanan alergen,
profilaksis efektif dlm 1-2 jam
27
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 13/23
Agonis beta-2 kerja lama
Salmoterol IDT 25mcg/semprot
Rotadisk 50 mcg
2-4 semprot,2x/hr
1-2 semprot,2x/hr
Digunakan bersama/kombinasi dengan
steroid inhalasiuntuk mengontrol
asma
Bambuterol Tablet 10 mcg 1x10 mg/hr --
Prokaterol Tablet 25, 50 mcgSirup 5 mcg/ml
2x50 mcg/hr 2x5 ml/hr
2x25 mcg/hr 2x2,5 ml/hr
Tidak dianjurkanuntuk mengatasi
pada gejalaeksaserbasi.
Kecuali formoterolyang mempunyai
onset kerja cepat dan berlangsung lama,
sehingga dapatdigunakan mengatasi
gejala padaeksaserbasi
Formoterol IDT 4,5 ; 9 mcg,1-2x/hr
4,5-9 mcg1-2x/hr
2x1 semprot(>12 tahun)
Metilxantin
Aminofilin lepas lambat Tablet 225 mg 2x1 tablet ½-1 tablet,
2x/hr
Atur dosis sampai
mencapai kadar obatdalam serum 5-15
mcg/ml
Teofilin lepas lambat Tablet 125,250,300
mg-2x/hr
2x125-300 mg 2x125 mg
(>6tahun)
Sebaiknya
monitoring kadar obat dalam serum
dilakukan rutin,mengingat sangat
bervariasinyametabolic clearance
dari teofilin,sehingga mencegah
efek samping
Antileukotrin
Zafirlukast Tablet 20 mg 2x20 mg/hr -- Pemberian bersamamakanan
mengurangi bioavailabilitas.
Sebaiknya diberikan1 jam sebelum atau
2 jam setelah makan.
Steroid Inhalasi
Flutikason propionate IDT 50,125 mcg/hr 125-500 mcg/hr 50-125mcg/hr
Dosis bergantung pada derajat beratasma
Budesonide IDT, Turbuhaler
100,200,400 mcg
100-800 mcg/hr 100-200
mcg/hr
Sebaiknya diberikan
dengan spacer
Beklometason dipropionat IDT,Rotacap,
Rotahaler,Rotadisk
100-800 mcg/hr 100-200
mcg/ht
Pelega ( Reliever )
28
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 14/23
Prinsip kerjanya adalah pelebaran jalan napas melalui relaksasi jalan
napas, memperbaiki dan atau menghambat bronkokontriksi yang berkaitan
dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
Macam-macam obat pelega adalah :
a. Agonis beta-2 kerja singkat : mempunyai onset kerja yang cepat. Merupakan
pilihan terapi pada serangan asma akut dan pratetapi pada exercise-induced
asthma.
b. Metilxantin : sebagai bronkodilator meski lebih lemah dan onset lebih lama
dari agonis beta-2 kerja singkat.
c. Antikolinergik : memblok pelepasan asetilkolin dari saraf kolinegik pada
jalan napas.
d. Adrenalin : pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.
Tabel 5. Sediaan dan Dosis Obat Pelega untuk mengatasi gejala asma12
Medikasi Sediaan Obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Agonis beta-2 kerja singkat
Terbutalin IDT 0,25 mg/ semprot
Turbuhaler 0,25 mg;
0,5 mg/hirup
Respule/ solution 5
mg/2ml
Tablet 2,5 mg
Sirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5 ml
0,25-0,5 mg, 3-
4x/hr
Oral 1,5-2,5
mg, 3-4x/hr
Inhalasi 0,25
mg, 3-4x/hr
(>12 thn)
Oral 0,05
mg/kgBB/x, 3-
4x/hr
Penggunaan obat
pelega sesuai
kebutuhan bila
perlu.
Salbutamol IDT 100 mcg/semprot
Nebules/solutio
2,5 mg/2ml, 5mg/ml
Tablet 2mg, 4mg
Sirup 1mg,2mg/5ml
Inhalasi 200
mcg, 3-4 x/hari
Oral 1-2 mg,
3-4x/hr
100 mcg 3-
4x/hr
0,05
mg/kgBB/x, 3-
4x/hr
Untuk mengatasi
eksaserbasi, dosis
pemeliharaan
berkisar 3-4x/hr
Fenoterol IDT 100, 200
mcg/semprot
Solutio 100 mcg/ml
200 mcg 3-
4x/hr 10-20
mcg.
100 mcg, 3-
4x/hr 10 mcg.
29
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 15/23
Prokaterol IDT 10 mcg/semprot
Tablet 25,50 mcg
Sirup 5 mcg/ml
2-4x/hr
2x50 mcg/hr
2x5 ml/hr
2x/hr
2x25 mcg/hr
2x2,5 ml/hr Antikolinergik
Ipratropium bromide IDT 20 mcg/semprot
Solutio 0,25 mg/ml
(0,025%) (nebulisasi)
40 mcg, 3-
4x/hr
0,25 mg, setiap
6 jam
20 mcg, 3-
4x/hr
0,25-0,5 mg
tiap 6 jam
Diberikan
kombinasi dengan
agonis beta-2 kerja
singkat, untuk
mengatasi
serangan.
Kombinasi dengan
agonis beta-2 pada
pengobatan jangka
panjang, tidak ada
manfaat tambahan.
Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon Tablet 4,8,16 mg Short course:
24-40 mg/hr
dosis tunggal
atau terbagi
selama 3-10 hr.
Short course:
1-2
mg/kgBB/hr,
maks. 40 mg/hr
selama 3-10 hr
Short course
efektif untuk
mengontrol asma
pada terapi awal,
sampai tercapai
APE 80% terbaik
atau gejalamereda, umumnya
membutuhkan 3-
10 hr.
Prednison Tablet 5 mg
Metilxantin
Teofilin Tablet 130,150 mg 3-5
mg/kgBB/x, 3-
4x/hr
3-5
mg/kgBB/x, 3-
4x/hr
Kombinasi
teofilin/aminofilin
dengan agonis
beta-2 kerja
singkat (masing-
masingdosis
minimal),
meningkatkan
efektivitas dengan
efek samping
minimal.
Aminofilin Tablet 200 mg
Pengobatan berdasarkan derajat berat asma
1
30
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 16/23
1. Asma intermitten
Pengobatan yang lazim adalahagonis beta-2 kerja singkat bila
dibutuhkan. Juga sebelum exercise pada exercise-induced asthmadengan
alternatf kromolin atau leukotriens modifiers. Bila terjadi serangan obat pilihan
adalah agonis beta-2 kerja singkat inhalasi, agonis beta-2 kerja singkat oral,
kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral atau
antikolinergik inhalasi. Bila perlu bronkodilator > 1 minggu selama 3 bulan,
sebaiknya diperlakukan sebagai asma persisten ringan.
2. Asma persisten ringan
Membutuhkan obat pengontrol setiap hari sehingga terapi utama adalah
antiinflamasi dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Terapi lainnya
adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat) tidak lebih 4x per hari. Jika >
4x perhari dipertimbangkan beratnya asma pada tahap selanjutnya.
3. Asma persisten sedang
Obat idealnya adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid terbagi
dalam 2 dosis dan agonis beta-2 kerja lama 2x sehari. Terapi lainnya adalah
bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat) inhalasi bila perlu,tidak lebih 4x per
hari. Alternatifnya adalah agonis beta-2 kerja singkat oral atau kombinasi oral
teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat.
4. Asma persisten berat
Tujuannya adalah mencapai kondisi terbaik, gejala seringan mungkin,
kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru sebaik mungkin,
variabilitas APE seminimal mungkin sehingga obat pengontrolnya lebih dari
satu. Terapi utama adalah inhalasi glukokortikosteroid dosis tinggi dan agonis
beta-2 kerja lama 2x sehari. Alternatifnya adalah teofilin lepas lambat, agonis
beta-2 kerja lama oral dan leukotriens modifiers sebagai alternatis agonis beta-2
kerja lama.
Pelangi Asma1
Adalah sistem monitoring keadaan asma secara mandiri, terdiri dari :
1. Hijau :
31
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 17/23
• kondisi baik, asma trerkontrol
•tidak ada/ gejala minimal
• APE 80-100 % nilai prediksi
Pengobatan tergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap
pada hijau minimal 3 bulan, pertimbangkan turunkan terapi
2. Kuning :
• berhati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi eksaserbasi
• dengan gejala asma (asma malam, hambatan aktivitas, batuk, mengi,
dada terasa berat baik aktivitas maupun istirahat dan/atau APE 60-80 %
nilai prediksi.
Menbutuhkan peningkatan dosis terapi atau perubahan medikasi.
3. Merah :
• berbahaya
• gejala asma terus menerus
• APE <60 % nilai prediksi
Penderita perlu pengobatan segera
Penatalaksanaan Asma Akut1
Serangan asma sangat bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat
bersifat fatal atau mengancam jiwa. Seringnya serangan asma dapat menunjukkan
penanganan asma sehari – hari yang kurang tepat. Dengan kata lain penanganan
asma ditekankan kepada penanganan jangka panjang dengan tetap memperhatikan
serangan asma akut atau perburukan gejala dengan memberikan pengobatan yang
tepat. Penilaian berat serangan merupakan kunci dalam penanganan asma serangan
akut. Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat, selanjutnya
menilai respon pengobatan, dan memberikan pengobatan tepat, selanjutnya menilai
respons pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya
dilakukan pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan
ventilator, ICU dan lain – lain), rawat inap, intubasi, membutuhkan, sayangnya
seringkali yang dicermati hanyalah bagian pengobatan tanpa memahami kapan dan
bagaimana sebenarnya penanganan asma.
32
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 18/23
Tabel 6. Klasifikasi berat serangan asma akut1
Gejala dan
Tanda
Berat serangan akut Keadaan
mengancam
JiwaRingan Sedang Berat
Sesak Napas
Posisi
Cara berbicara
Kesadaran
RR
Nadi
Pulsus Paradoksus
Otot bantu
prnfasn & retraksi
suprasternal
Mengi
APE
PaO2
PaCO2
SaO2
Berjalan
Dapat tidur
terlentang
1 kalimat
Mungkin
gelisah
<20x/mnt
<100
-
10mmHg
-
Akhr ekpirasi pks
>80%
>80 mmHg
<45mmHg
>95%
Berbicara
Duduk
Beberapa kata
Gelisah
20-30x/mnt
100-120
±10-20
mmHg
+
akhir ekspirasi
60-80%
80-60mmHg
<45mmHg
91-95%
Istirahat
Duduk
membungkuk
Kata demi kata
Gelisah
>30x/mnt
>120
+
>25 mmHg
+
Inspirasi danekspirasi
<60%
<60mmHg
>45mmHg
<90%
Mengantuk
gelisah,kesadaranmenurun
Bradikardi
-
Kelelahan otot
Torakoabdominal
paradoksal
Silent chest
33
Penilaian awal
Asma sedang/beratAsma ringan Asma mengancam jiwa
Oksigenasi
Nebulisasi agonis beta-2 kerja singkat 20’ dalam 1jam atau agonis beta-2 injeksi
(terbutalin 0,5 mg sc atau adrenalin 1/1000 0,3 sc)Kortikosteroid sistemik
Serangan asma berat
Tidak ada respon, segera pengobatan bronkodilator
Dalam kortikosteriod oral
Penilaian ulang 1 jam
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 19/23
Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah sakit
34
Penilaian berat serangan
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja
singkat 20’ dalam 1 jam atau
bronkodilator oral
Respon baik
Gejala (batuk/berdahak/mengi/sesak) membaik
Perbaikan dengan agonis beta-2 dan bertahan selama 4 jam.
APE > 80% prediksi
Respon buruk
Gejala menetap/bertambah buruk
APE < 60% prediksi
Tambah kortikosteroid oral
Agonis beta-2 diulang
Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4 jam dalam 24-48 jam.alternatif bronkodilator oral tiap 6-8 jam
Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi (bila
memakai)selama 2 minggu, kemudian kembali ke dosis
semula
Segera ke dokter /IGD/RS
Hubungi dokter
Tidak perbaikan
Respon tidak sempurna
Resiko tinggi distress
Px fisik :gejala ringan
sedang
APE> 50% < 70%
Sa 02 tidak ada perbaikan
Respon buruk
Resiko tinggi distressPx fisik : berat,
gelisah, kesadaran
menurun
APE < 30%
PaCO2 > 45
mmHg
PaO2 < 60 mmHg
Respon baik
Respon baik dan stabil
dalam 1 jam
Px fisik normal
APE >70% prediksi
Sa O2 >90%
Pulang
Terapi lanjut inhalasi
agonis beta-2
Kortikosteriod oralEdukasi
Dirawat di RS
inhalasi agonis beta-2 +
antikolinergik
kortikosteroid sistemik
aminofilin drip
terapi oksigen
pantau APE,
SaO2,nadi, kadar
teofilin
Dirawat ICU
inhalasi agonis beta-2
+ antikolinergik
kortikosteroid IV
pertimbangkan agonis
beta-2 inj sc/im/iv
terapi oksigen
aminofilin drip
intubasi
Perbaikan
Pulang
bilaAPE>60%
prediksi tetap
berikan terapi oral
atau inhalasiDirawat di ICU
Bila tidak perbaikan
dalam 6-12 jam
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 20/23
Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah
G. Pencegahan Asma
Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah
tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah
mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma; dan
pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi serangan / bermanifestasi
klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.
1. Pencegahan Primer
Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal
dan perinatal merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan
pencegahan primer penyakit asma. Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan
atau menurunkan sensitisasi alergen pada fetus, tetapi pengaruh faktor-
faktor tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan usia gestasi, sehingga
pencegahan primer waktu ini adalah belum mungkin. Walau penelitian ke arah
itu terus berlangsung dan menjanjikan.
a. Periode prenatal
Kehamilan trimester ke dua yang sudah terbentuk cukup sel penyaji
antigen (antigen presenting cells) dan sel T yang matang, merupakan saat fetus
tersensisitasi alergen dengan rute yang paling mungkin adalah melalui usus,
35
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 21/23
walau konsentrasi alergen yang dapat penetrasi ke amnion adalah penting.
Konsentrasi alergen yang rendah lebih mungkin menimbulkan
sensitisasi daripada konsentrasi tinggi. Faktor konsentrasi alergen dan waktu
pajanan sangat mungkin berhubungan dengan terjadinya sensitisasi atau
toleransi imunologis.
Penelitian menunjukkan menghindari makanan yang bersifat alergen pada
ibu hamil dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi
atopi, bahkan makanan tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada
nutrisi ibu dan fetus. Saat ini, belum ada pencegahan primer yang dapat
direkomendasikan untuk dilakukan.
b. Periode postnatal
Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin dilakukan terutama
difokuskan pada makanan bayi seperti menghindari protein susu sapi, telur, ikan,
kacang-kacangan. Sebagian besar studi menunjukkan mengenai hal tersebut,
menunjukkan hasil yang inkonklusif (tidak dapat ditarik kesimpulan). Dua studi
dengan tindak lanjut yang paling lama menunjukkan efek transien dari
menghindari makanan berpotensi alergen dengan dermatitis atopik. Dan tindak
lanjut lanjutan menunjukkan berkurangnya bahkan hampir tidak ada efek pada
manifestasi alergik saluran napas, sehingga disimpulkan bahwa upaya
menghindari alergen makanan sedini mungkin pada bayi tidak didukung oleh
hasil. Bahkan perlu dipikirkan memanipulasi dini makanan berisiko
menimbulkan gangguan tumbuh kembang.
2. Pencegahan sekunder
Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder mencegah
yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru
mengenai pemberian antihitamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada
penderita anak dermatitis atopik. Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai
peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk menurunkan onset asma.
Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan
alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan
36
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 22/23
sudah dengan gejala asma, adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi
total dari gejala daripada jika pajanan terus berlangsung.
3. Pencegahan Tersier
Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan
oleh berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan
memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/ obat.13
37
5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 23/23
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosa & Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2004 : 1-76.
2. Hadibroto I. Asma: Infomasi Lengkap untuk Penderita dan Keluarganya.
Jakarta.Gramedia Pustaka Utama. 2005 :67-97.
3. Braman SS. Asthma. ACPP pulmonary board review 2003. Course syllabus. Am
College of Chest Physician. 2003: 1-19.
4. Apter AJ dan Weiss ST. Asthma: Epidemiology. In Fishman AP, Elias JA, Fisman
JA, et al (Eds). Fishman’s Pulmonary disease and disorders.New York.
McGrawHill Mesdical. 2008: 787-89.
5. Surjanto E. Diagnosis dan Klasifikasi Asma. Dalam: Kumpulan Naskah Temu
Ilmiah Respirologi 2001. Surakarta : Perpustakaan Laboratorium/ SMF Paru FK
UNS/ RSUD Dr.Moewardi. 2001:1I-8I.
6. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
FKUI.2006:245-250.
7. Wenzel SE. The phatobiology os asthma: Implication for treatment. Preface. Clin in
Chest. 2001 (21) : XIII-XIV.
8. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention.National Institute of Health.National Heart, Lung, and Blood Institute.2006. www.ginaasthma.org.
9. Kuvuru MS dan Wiedermand HP. Asthma. In : Chest medecine. Essential of
Pulmonary and Critical care. Philadelphia. Lippincort William and Wilkins. 2000:
133-173.
10. Yunus F. Penatalaksanaan Asma Bronkial Masa Kini. Dalam:Simposium Sehari
yang Benar tentang Asma. 1999: 1- 9.
11. Widysanto A. Korelasi Penilaian Asma Terkontrol pada Penderita Asma Persisten
Sesudah Pemberian Kortikosteroid Inhalasi dengan Menggunakan Asthma Control
Scoring dan Asthma Control Test.Jakarta.Universitas Indonesia.Thesis.2006.12. Boushey HA.Obat-obat Asma.Dalam:Katzung, B.G., Farmakologi Dasar & Klinik,
Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk, Jakarta. Salemba Medika.2006:588-609.
13. Maranatha D. Asma Bronkial. Dalam:Wibisono MJ, Winariani, dan Hariadi S.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya. Departemen Ilmu Penyakit Paru
FKUNAIR-RSUD Dr. Soetomo. 2010: 55-73.
38