asma pada anak - tinjauan pustaka

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 1 Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. 2 2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor lingkungan meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), 1

Upload: lidwina-anissa-hartanto

Post on 01-Jul-2015

919 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: asma pada anak - tinjauan pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan

hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak

nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut

terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat

reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1

Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun

2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan

karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari

(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada

pasien dan/atau keluarganya.2

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan

faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang

memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor lingkungan meliputi: alergen

didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen di luar ruangan

(alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,

makanan laut, susu sapi, telur), obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID,

beta-blocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), ekspresi

emosi berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalam

ruangan, exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas

tertentu, dan perubahan cuaca.3,4

2.3 Epidemiologi

Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2003,

prevalensi  serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan pada

dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan  yang mengalami serangan lebih banyak

daripada laki-laki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma.

1

Page 2: asma pada anak - tinjauan pustaka

Sedangkan  berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat 4487 kematian akibat asma

atau 1,6 per 100  ribu populasi.5

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat nasional Amerika

Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan menderita asma dan 3,8 juta

anak pernah mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada anak-anak

di Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke Instalasi

Gawat Darurat (867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk sekolah (10.1

juta kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun dilaporkan 164

kematian anak akibat asma pada tahun 1998.4

2.4. Patogenesis

Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh

serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai

sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel

epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, alergen,

virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe

cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.4

Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap

alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast mengeluarkan

histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos

bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 6-9

jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil,

netrofil, dan makrofag.4

Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan

deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses

dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel terlibat dalam

proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran retikular basal,

fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus. Perubahan struktur

yang terjadi pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas,

hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular basal, pembuluh

darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan struktur parenkim, dan

peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya airway remodeling, terjadi

peningkatan tanda dan gejala asma seperti hipereaktivitas jalan napas, distensibilitas dan

obstruksi jalan napas.4

2

Page 3: asma pada anak - tinjauan pustaka

Gambar 1. Patogenesis Asma

2.5 Patofisiologi Asma

2.5.1 Obstruksi saluran respiratori

Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh

banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang dipicu oleh

mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik

dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain itu,

dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar dari

mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.6

Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

2.5.2 Hiperaktivitas saluran respiratori

Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian

histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced

3

Page 4: asma pada anak - tinjauan pustaka

Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat

dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease

(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun

adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti

histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel

lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.6

2.5.3 Otot polos saluran respiratori

Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini

disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot

polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma

berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat

bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos

dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.6

2.5.4 Hipersekresi mukus

Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran

nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma

kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan

pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada

serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.6

2.6. Diagnosis

Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk

dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari

(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada

pasien.2,7

Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan bertambahnya

umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak

yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi

paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer.

Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan

dingin,atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna

untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:8

1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%

2. Kenaikan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.

4

Page 5: asma pada anak - tinjauan pustaka

3. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

2.6.1 Anamnesis

Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk

dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas

dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat

serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih

lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah

berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis

dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.8

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada

serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik

di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan

sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan

peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda

atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.8

Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik

saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding bronkus dan

konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya

gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi. Pada saat

serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang lebih

menonjol.8

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis

gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada AGD dapat

dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan

penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada

pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai

normal.8

Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eusinofil total dapat membantu

penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai pada

pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan

5

Page 6: asma pada anak - tinjauan pustaka

histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitive

dapat ditegakkan.8

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak 7,8

Parameter klinisKebutuhan obat,

dan faal paru

Asma episodik jarang

(asma ringan)

Asma episodik sering

(asma sedang)

Asma persisten(asma berat)

1.Frekuensi serangan 3-4x /1tahun 1x/bulan ≥1/bulan2.Lama serangan <1 minggu ≥1 minggu Hampirsepanjang

tahun, tidak ada remisi3.Intensitas serangan Ringan Sedang Berat4.diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

malam5.Tidur dan aktivitas Tidak terganggu

<3x/mingguSering terganggu>3x/minggu

Sangat terganggu

6.Pemeriksaan fisis diluar serangan

Normal, tidak ditemukan kelainan

Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)

Tidak pernah normal

7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid/ steroid inhalasi dosis 100-200 ụg

Perlu, steroid inhalasiDosis ≥400 ụg/hari

8.Uji faal paru(di luar serangan0

PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%Variabilitas 20-30%

9.Variabilitas faal paru(bila ada serangan)

≥20% ≥30% ≥50%

Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma8

Parameter klinis,Fungsi paru, Laboratorium

Ringan Sedang Berat

Sesak (breathless) BerjalanBayi :Menangis keras

BerbicaraBayi :Tangis pendek& lemahKesulitan menetek dan makan

IstirahatBayi :Tidak mau minum / makan

Posisi Bisa berbaring Lebih sukaDuduk

Duduk bertopang lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat

Kata-kata

Kesadaran Mungkin irritable

Biasanyairritable

BiasanyaIrritable

Sianosis Tidak ada Tidak ada AdaWheezing Sedang, sering Nyaring, Sangat

6

Page 7: asma pada anak - tinjauan pustaka

hanya pada akhir ekspirasi

Sepanjang ekspirasi± inspirasi

nyaring, Terdengar tanpa stateskop

Penggunaan ototBantu respiratorik

Biasanya tidak Biasanya ya Ya

Retraksi Dangkal,Retraksi Interkosta

Sedang, ditambahRetraksi suprasternal

Dalam, ditambahNapas cuping hidung

Frekuensi napas Takipnu Takipnu TakipnuPedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:Usia frekuensi napas normal<2 bulan < 60 / menit2-12 bulan < 50 /menit1-5 tahun < 40 / menit6-8 tahun < 30 / menit

Frekuensi nadi Normal Takikardi TakikardiPedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :Usia Frekuensi nadi normal2-12 bulan < 160 / menit1-2 tahun < 120 / menit3-8 tahun < 110 / menit

Pulsus paradoksus Tidak ada<10 mmHg

Ada10-20 mmHg

Ada>20 mmHg

PEFR atau FEV1PrabronkodilatorPascabronkodilator

(% Nilai dugaan/>60%>80%

Nilai terbaik)40-60%60-80%

<40%<60%Respon < 2 jam

SaO2 % >95% 91-95% ≤90%PaO2 Normal >60 mmHg < 60 mmHgPaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

2.7.Tatalaksana Asma

Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka

panjang.8 Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya

tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Secara lebih khusus

tujuan yang ingin dicapai adalah:7

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain dan

berolah raga,

2. sedikit mungkin angka absensi sekolah,

3. gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu),

7

Page 8: asma pada anak - tinjauan pustaka

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada

PEF,

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak

ada serangan,

6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama

yang mempengaruhi tumbuh kembang anak,

Tujuan tatalaksana saat serangan:2

- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

- Mengurangi hipoksemia

- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat

pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan telah

tercapai dan stabil 1 – 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan – pelan (step

down). Berikut ini adalah syarat step up dan step down:7,8

Syarat Step Up Syarat Step down

pengendalian lingkungan dan hal-hal yang

memberatkan asma sudah dilakukan

Pengendalian lingkungan harus tetap baik

pemberian obat sudah tepat susunan dan

caranya

Asma sudah terkendali selama 3 bulan

berturut-turut

tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6

minggu

ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3

bulannya sampai dengan dosis terkecil yang

masih dapat mengendalikan asmanya.

efek samping ICS (inhaled cortikosteroid)

tidak ada

Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya

dan kalau sudah dikoreksi, ICS dapat

diturunkan bersama dengan penambahan

LABA dan atau LTRA

2.7.1. Tatalaksana Medikamentosa

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat

pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma

jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini

tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang

disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi

8

Page 9: asma pada anak - tinjauan pustaka

masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat

ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya

diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai

6 – 8 minggu.9

Obat – obat Pereda (Reliever)

1. Bronkodilator

a. Short-acting β2 agonist

Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.

Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi,

jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12). Dengan pemberian short acting

β2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya

bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan

berkurangnya pelepasan mediator sel mast. Obat yang sering dipakai adalah salbutamol,

fenoterol, terbutalin.9

Dosis salbutamol:

Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit,

atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15

mg/jam).

Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis tebutalin:

Oral: 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai

dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi)

memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.

Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.

Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.

Serangan berat: MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini obat

inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih

sering terjadi.9

9

Page 10: asma pada anak - tinjauan pustaka

Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap

15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan

dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan

takikardi.

b. Methyl xanthine

Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek

sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan

asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan antikolinergik(12). Methilxanthine cepat

diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus

dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan

dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi

derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta

dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar

dieksresi bersama urin. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada

konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia. Dosis aminofilin IV

inisial bergantung kepada usia : 1–6 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 6–11 bulan: 1 mg/kgBB/Jam;

1–9 tahun: 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam.9

2. Antikolinergik

Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi β2

agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 ml/kgBB,

nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis :

untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah

kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan

pada terapi asma jangka panjang pada anak.9

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial inhalasi β2

agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2) serangan asma tetap

terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler; (3)

serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid

sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek

10

Page 11: asma pada anak - tinjauan pustaka

maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone,

prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari

selama 3 – 5 kali sehari. Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan

penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek

mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB

setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis

dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.9

Obat – obat Pengontrol

Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik yaitu:

glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, teofilin, kromolin, dan

long acting oral β2-agonist.1,10

1. Inhalasi glukokortikosteroid

Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan

direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan

inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan

mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi

glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari

eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi

paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.

Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa

gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan

mulut.1,10

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)

Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya

lebih baik. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil

leukotriane. Selain itu LTRA mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap

bronkokonstriktor dan dapat mencegah early asma reaction dan late asthma reaction. LTRA

dapat diberikan per oral, penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati. Preparat

LTRA yaitu montelukas dan zafirlukas. Preparat yang tersedia di Indonesia hanya zafirlukas.

Zafirlukas digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.1,10

3. Long acting β2 Agonist (LABA)

11

Page 12: asma pada anak - tinjauan pustaka

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS

400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan

sore, penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.

Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate

dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI

sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan

meningkatkan kepatuhan memakai obat.1,10

4. Teofilin lepas lambat

Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan

untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi

teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Terapi dimulai pada

dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.1,10

2.7.2 Terapi Suportif

Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen dan terapi

cairan. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui nasal kanul ataupun

masker. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse

oxymetry (nilai normal > 95%).9

Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan

cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian

cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik

Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif

tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang

diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan maintenance.9

4.7.2. Cara Pemberian Obat7

UMUR ALAT INHALASI< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)

5-8 tahun NebuliserMDI dengan spacerAlat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

12

Page 13: asma pada anak - tinjauan pustaka

>8 tahun NebuliserMDI (metered dose inhaler)Alat Hirupan BubukAutohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring),

jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik.

Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih baik.

Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk

ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

13

Page 14: asma pada anak - tinjauan pustaka

DAFTAR PUSTAKA

1. O’Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global

Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.

2. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta:

UKK Pulmonologi PP IDAI; 2009.

3. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.

4. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science (USA);2003.

5. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,

Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.

6. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto

DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI ; 2008. h.98-104.

7. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam : Manajemen Kasus

Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta : Yapnas

Suddharprana; 2007.h. 97-106.

8. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS, Rusmil K,

dkk, penyunting. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI; 2005.

9. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno

B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32.

10. Rahajoe N. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno

B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.134-46.

14