presiden jokowi mengikuti rakyat

4
Presiden Jokowi Mengikuti “Rakyat” Oleh: Ahmad Barjie B Mahasiswa Prodi Akhlak dan Tasawuf Pascasarjana IAIN Antasari Akhirnya Badrodin Haiti menggantikan posisi Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri baru. Tanda-tanda Presiden Jokowi membatalkan pelantikan BG sebenarnya sudah terasa cukup lama. Terlihat dari sikap Jokowi yang lambat mengambil keputusan, sehingga harus minta nasihat sejumlah tokoh eksternal. Tokoh tua seperti Buya Syafii Maarif, Hasyim Muzadi dan Malik Fadjar.juga turun gunung memberi masukan. Sekiranya Jokowi ingin melantik, hal itu dapat segera dilakukan, sebab mayoritas Fraksi di DPR-RI, kecuali Demokrat, telah menyetujuinya. Artinya prosedur pengangkatan dan pelantikan Kapolri sudah terpenuhi Pembatalan pelantikan BG, berarti Presiden Jokowi lebih mendengarkan suara rakyat yang ada di luar, bukan wakil rakyat yang ada di dalam gedung parlemen. Jika kita amati kekuatan Jokowi memang terletak pada rakyat di luar. Kekuatan inilah yang mesti harus tetap dipelihara oleh Jokowi. Di era sekarang memang agak sulit mendefinisikan dan menunjuk, rakyat mana yang dimaksud. Tapi paling tidak rakyat yang telah memilih dan mendukung Jokowi sendiri. Termasuk kategori rakyat ini para tokoh, aktivis dan ”rakyat yang tidak jelas” yang mendukung KPK sesaat setelah Bambang Widjojanto ditangkap Polri. Juga Forum Rektor se-Indonesia yang mensupport KPK. Mereka berada di belakang KPK secara spontan tanpa rekayasa. Kartika Djoemadi, seorang relawan Jokowi sejak Pilpres menyatakan bersama kelompoknya selalu berusaha mendampingi dan mengawal pemerintahan Jokowi. Ketika Jokowi dililit dilema KPK - Polri, pihaknya juga memberi

Upload: boarderor

Post on 21-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Presiden Jokowi Mengikuti Rakyat

TRANSCRIPT

Akhirnya Presiden Jokowi Mengikuti Rakyat

Presiden Jokowi Mengikuti RakyatOleh: Ahmad Barjie B

Mahasiswa Prodi Akhlak dan Tasawuf Pascasarjana IAIN Antasari

Akhirnya Badrodin Haiti menggantikan posisi Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri baru. Tanda-tanda Presiden Jokowi membatalkan pelantikan BG sebenarnya sudah terasa cukup lama. Terlihat dari sikap Jokowi yang lambat mengambil keputusan, sehingga harus minta nasihat sejumlah tokoh eksternal. Tokoh tua seperti Buya Syafii Maarif, Hasyim Muzadi dan Malik Fadjar.juga turun gunung memberi masukan.

Sekiranya Jokowi ingin melantik, hal itu dapat segera dilakukan, sebab mayoritas Fraksi di DPR-RI, kecuali Demokrat, telah menyetujuinya. Artinya prosedur pengangkatan dan pelantikan Kapolri sudah terpenuhi

Pembatalan pelantikan BG, berarti Presiden Jokowi lebih mendengarkan suara rakyat yang ada di luar, bukan wakil rakyat yang ada di dalam gedung parlemen. Jika kita amati kekuatan Jokowi memang terletak pada rakyat di luar. Kekuatan inilah yang mesti harus tetap dipelihara oleh Jokowi.

Di era sekarang memang agak sulit mendefinisikan dan menunjuk, rakyat mana yang dimaksud. Tapi paling tidak rakyat yang telah memilih dan mendukung Jokowi sendiri. Termasuk kategori rakyat ini para tokoh, aktivis dan rakyat yang tidak jelas yang mendukung KPK sesaat setelah Bambang Widjojanto ditangkap Polri. Juga Forum Rektor se-Indonesia yang mensupport KPK. Mereka berada di belakang KPK secara spontan tanpa rekayasa.

Kartika Djoemadi, seorang relawan Jokowi sejak Pilpres menyatakan bersama kelompoknya selalu berusaha mendampingi dan mengawal pemerintahan Jokowi. Ketika Jokowi dililit dilema KPK - Polri, pihaknya juga memberi masukan, yang intinya pelantikan itu dibatalkan. Kalau diteruskan berpotensi menambah panjang perdebatan publik, hal ini melelahkan dan kontraproduktif. Tidak Optimal

Kepastian Jokowi membatalkan pelantikan, bukanlah tamparan bagi BG, sebab dia dalam posisi dicalonkan, bukan mencalonkan diri atau minta dicalonkan. Apalagi status tersangka BG mengandung kontroversi, sehingga pihak BG melakukan upaya hukum praperadilan dan dikabulkan.

Justru yang patut dipertanyakan, mengapa hampir semua fraksi DPR, minus Demokrat menyetujui pencalonan tersebut. Terkesan DPR tidak optimal menghargai dan mendukung produk hukum KPK. DPR seperti menganggap angin lalu dan membelakangi KPK.

Memang sudah teramat banyak kader partai di legislatif maupun eksekutif dihukum KPK. Gubernur/bupati/walikota dan anggota DPR yang dihukum KPK, yang mereka itu notabene kader partai politik, sudah tak terhitung. Hukuman berat yang ditimpakan KPK itu tak jarang menimbulkan kontroversi, dalam arti orang yang dituduh korupsi merasa tidak bersalah seperti dituduhkan. Tak mustahil ada yang merasa dizalimi. Hal ini membuat daftar musuh KPK makin panjang.

Ada dugaan, persetujuan Koalisi Merah Putih (KMP) terhadap pencalonan BG tempo hari sebagai jebakan, sehingga Jokowi menjadi serba salah dan dilematis, maju kena mundur kena. Tetapi saya tidak percaya terhadap teori jebakan ini, karena tidak mungkin presiden mau dijebak. Pencalonan BG sebagaimana kata Syafii Maarif, bukan kehendak Jokowi pribadi. Besar kemungkinan persetujuan tersebut karena KMP tidak lagi bermusuhan dengan KIH, bahkan dari momentum persetujuan itu kedua koalisi tampak makin cair dan mesra.

Patut diacungi jempol sikap Fraksi Partai Demokrat yang dari awal menolak pencalonan BG disebabkan statusnya yang sempat dijadikan sebagai tersangka KPK. Padahal BG termasuk petinggi Polri yang berprestasi dan di zaman Presiden SBY telah dua kali dinaikkan bintangnya. Meski demikian Fraksi Demokrat tetap menghormati sinyal KPK. Benny K Harman dari Demokrat telah menegaskan penolakan itu dengan melihat konsekuensi di belakang. Dianulirnya BG sebagai calon Kapolri, berarti naluri politik Demokrat lebih tepat dan menjadi kenyataan. Sensitivitas Demokrat terhadap perasaan rakyat lebih terlihat. Menjadi Lilin

Meskipun pembatalan pelantikan BG dan penunjukan calon Kapolri baru berhasil dilakukan, haru biru masalah ini telah memakan korban, yaitu status para pimpinan KPK yang berada di ujung tanduk. Bahkan Bambang Widjojanto dan Abraham Samad sudah diberhentikan sementara dan posisi mereka diisi oleh Plt Taufiqurraman Ruki, Indriyanto Senoaji dan Johan Budi.

Ada yang menyindir, langkah KPK menjadikan BG sebagai tersangka atau keberanian menghukum para koruptor selama ini tak ubahnya memercik air di dulang terkena muka sendiri. Tetapi lebih tepat langkah KPK tersebut ibarat nasib lilin. Setiap lilin yang menyala memiliki misi menerangi orang sekitar, walau konsekuensinya batang tubuh lilin sendiri akhirnya ikut meleleh.

Mengingat korupsi di negeri ini masih marak, kita belum ingin KPK lumpuh apalagi hancur. Kalau ada komisioner bermasalah perlu diisi pengganti antarwaktu atau rekrutmen anggota baru yang lebih mumpuni. Nasir Jamil dari PKS mengusulkan, jika KPK lumpuh tugas pemberantasan korupsi dialihkan ke Kejaksaan. Usul ini terlalu prematur, karena kepercayaan rakyat terhadap lembaga lain di luar KPK belum kuat. Yang penting sekarang KPK dibenahi dan diselamatkan. Lembaga antikorupsi perlu tetap ada, sampai saatnya negara kita bersih.

Menurut Pramono BS (BPost 8/2), Singapura, Malaysia, Hongkong dan Cina menjadi negara bersih karena petinggi negara hingga ke bawah memiliki konsistensi tinggi dan keberanian memberantas korupsi. Mereka full mendukung lembaga antikorupsi semacam KPK sehingga benar-benar eksis dan efektif. Jepang dan Korea juga demikian, bahkan melengkapinya dengan budaya malu yang tinggi. Sementara di negara kita, belum apa-apa KPK sudah terancam lumpuh dan bubar.

KPK dan Polri hendaknya sama-sama dijaga dan menjaga kekuatan dan integritasnya. Kita menanti dan mendukung kinerja Kapolri baru dan komisioner baru. Semua dapat menjalankan tugas dan fungsi masing-masing, dan ke depan tidak lagi bertabrakan seperti pernah terjadi selama ini.

Dan kepada DPR kita berharap tidak terlalu kecewa terhadap putusan Presiden Jokowi. Kenyataannya masyarakat lega dan suasana sudah relatif kondusif. Tidak perlu DPR mengajukan hak angket atau interpelasi kepada presiden atas putusannya itu, karena dapat membuat suhu politik memanas lagi. Kini waktunya semua bekerja untuk rakyat.