presentasi oi 'arab league

Upload: fibri-wignyo-sumarto

Post on 05-Jul-2015

686 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Liga Arab atau Liga Negara-Negara Arab adalah sebuah organisasi yang terdiri dari negara-negara Arab. Organisasi ini didirikan pada 22 Maret 1945 oleh tujuh Negara (Mesir, Irak, Yordania, Lebanon, Arab Saudi, Suriah dan Yaman)1. Sebagaimana yang dinyatakan dalam piagamnya bahwa Liga Arab bertugas mengkoordinasikan kegiatan ekonomi, termasuk hubungan niaga; komunikasi; kegiatan kebudayaan; kewarganegaraan, paspor, dan visa; kegiatan sosial; dan kegiatan kesehatan. Piagam Liga Arab juga melarang para anggota untuk menggunakan kekerasan terhadap satu sama lain. Markas Liga Arab berada di Kairo. Sejarah lahirnya Liga Arab tidak bisa dilepaskan dari peranan Inggris, yang waktu itu sebagai penguasa sebagain besar daerah Arab pada abad ke 19 menyadari bahwa di Arab telah tumbuh Pan Arabisme2. Inggris menyadari hal ini dengan membantu Arab untuk melakukan gerakan revolusi melawan Kesultanan Usmaniyah yang merupakan lawan dari Inggris pada Perang Dunia Pertama. Inggris berjanji mereka akan membantu bangsa Arab untuk membentuk sebuah negara persatuan dibawah kepemimpinan Syarif Hussein di Mekkah3. Kemudian pada tahun 19434, Mesir memprakarsai gerakan Liga Arab. Tujuan Liga Arab ini untuk mempererat persahabatan Bangsa Arab, memerdekakan negara di kawasan Arab yang masih terjajah, mencegah berdirinya negara Yahudi di daerah Palestina dan membentuk kerjasama dalam bidang politik, militer, dan ekonomi. Negara anggota Liga Arab memiliki sumber daya alam yang amat besar, diantaranya Minyak dan Gas Alam, terutama di kawasan Teluk. Beberapa negara anggota Liga Arab memiliki tanah yang subur, terutama di bagian Sudan. Beberapa kawasan, seperti daerah Mesir, Lebanon, Tunisia, dan Yordania juga merupakan negara anggota Liga Arab yang memiliki kawasan industri. Liga Arab juga mendirikan lembaga bantuan Arab Economic League, untuk membantu ekonomi beberapa negara berkembang anggota Liga Arab, seperti Sudan.

1

Dikutip dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Liga_Arab"/diakses tanggal 10 desember 2009

2 3

Ibid Riza Sihbudi, PERANAN ORGANISASI REGIONAL dalam MENYANDERA TIMUR TENGAH, hal. 110 4 Ibid

Anggota Liga Arab saat ini adalah 22 negara di kawasan Asia Barat dan Afrika utara.5 Pada Januari 2003, Eritrea bergabung sebagai negara pemantau. Kemudian pada tahun 2006, Venezuela menjadi negara pemantau. Pada tahun 2007, India bergabung sebagai negeri pemantau. Daftar Sekretaris Jenderal Liga Arab, dari masa ke masa6: Sekretaris Jenderal Liga Arab Nama Abdul Rahman Hassan Azzam Abdul Khlek Hassouna Mahmoud Riad Chedi Klibi Dr. Ahmad Esmat Abd al Meguid Amr Moussa Negara Dilantik Mesir Mesir Mesir 1945 1952 1972 Akhir tugas 1952 1972 1979 1990 2001 sedang menjabat masa

Tunisia 1979 Mesir Mesir 1991 2001

Sepanjang sejarahnya konferensi Liga Arab hampir setiap 1-2 tahun diadakan dari tahun 1945, tergantung situasi di kawasan Timur-tengah. Bila terjadi situasi yang sangat mendesak, misalnya insiden Gaza, maka akan segera diselenggarakan konferensi darurat. Dan hingga sekarang sudah sebanyak 30 kali konferensi (baik yang rutin atau darurat) telah dilakukan Liga Arab7. Sebelumnya dalam Konferensi ke-12 di Fez, Maroko terbagi atas dua bagian: Pada tanggal 25 November 1981: Pertemuan berakhir tanpa ada persetujuan. Pada 6-9 September 1982.

Dimana hal ini sebenarnya mulai mengindikasikan perpecahan dalam tubuh Liga Arab, karena waktu itu bertepatan dengan pecahnya Perang Teluk I8 (Iran vs Irak, 1980-1988).5 6

Dikutip dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Liga_Arab"/diakses tanggal 10 desember 2009 Ibid 7 Ibid 8 Riza Sihbudi, PERANAN ORGANISASI REGIONAL dalam MENYANDERA TIMUR TENGAH, hal. 115

Sebagai akibatnya adalah Liga Arab terpecah dalam menyikapi konflik bersenjata Iran vs Irak, sebagian Negara yang terkenal keras (Suriah, Libya, Aljazair, dan Yaman Selatan) berada di pihak Iran, sedangkan Negara-negara yang tergabung dalam GCC (Dewan Kerjasama Teluk: Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar dan Uni Emirat Arab) berada di pihak Irak. Yang di kemudian hari perpecahan di Negara-negara anggota Liga Arab, semakin nampak jelas dalam peristiwa Perang Teluk II.9 Hingga hari inipun masih belum ada peningkatan sikap dari Liga Arab, padahal pada awal Januari tahun kemarin serangan militer Israel telah meluluh-lantakkan ratusan bangunan dan menwaskan kurang lebih 1400 warga sipil. Hal itulah yang mendasari diselengarakannya KTT Darurat di Doha, Qatar dan KTT Liga Arab ke-21 di tempat yang sama, pada bulan Januari dan Maret 2009. Sebagai upaya untuk menyikapi dan sekaligus membantu menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh beberapa Negara di Timur-tengah seperti, Palestina, Iran dan Sudan. 1. 2 Rumusan Masalah 1. 2. 1 Bagaimana upaya Liga Arab dalam menyelesaikan konflik di Timur-tengah (Palestina)? 1. 2. 2 Bagaimana proses pengambilan kebijakan dalam Liga Arab? 1. 3 Batasan Masalah 1. 3. 1 Batasan Materi Di sini kami akan memfokuskan masalah seputar peranan Liga Arab dalam menyelesaikan konflik di Timur-tengah, khususnya Palestina. Serta bagaimana cara pengambilan keputusan di antara Negara-negara anggota Liga Arab. 1. 3. 2 Batasan Waktu Dalam makalah ini kami membatasi waktu antara dikeluarkannya Mesir dari keanggotaan Liga Arab hingga KTT ke-21 Liga Arab di Doha, Qatar (30-31 Maret 2009). Atau bersamaan dengan saat-saat memanasnya konflik bersenjata di Gaza, antara militer Israel dengan kelompok Hamas. 1. 4 Kerangka Teori9

Ibid

Di dalam makalah ini kami menggunakan teori pemikiran neo-realis menurut Kenneth Waltz. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Kenneth Waltz, bahwa pandangan neo-realis terdiri dari dua bagian; sistem internasional yang selalu anarkis dan perang selalu menjadi kemungkinan dari sistem anarkis ini. Demikian halnya dalam Liga Arab meskipun Negaranegara anggotanya terikat ke dalam pakta non-intervensi dan adanya keharusan untuk menyelesaikan permasalahan antar Negara Liga Arab tanpa kekerasan, namun pada kenyataannya perang antar sesama anggotanya tidak bisa dihindari. Misalnya perang antara Iraq vs Iran (1980-1988) memperebutkan Shatt al-Arab sebuah terusan yang menuju Teluk Persia, telah banyak memakan korban jiwa dari kedua belah pihak. Kemudian invasi Iraq atas Kuwait pada Agustus 1990 yang selain melanggar pakta non-intervensi juga sekaligus menurunkan legitimasi Liga Arab, dan akhirnya memancing campur tangan asing melalui kedatangan pasukan multinasional dibawah komando AS. Selain itu penyatuan Yaman Utara dan Yaman Selatan pun juga tidak bisa dilakukan tanpa adanya penggunaan kekuatan militer oleh pihak Utara pada 1994, dimana ketika itu Liga Arab seolah-olah tidak dapat berbuat apaapa. Beberapa waktu lalu dalam KTT Liga Arab ke-21 (Arab League Summit Conference) di Doha, Qatar. Liga Arab berusaha memberikan jalan keluar bagi beberapa masalah yang dialami Negara-negara anggotanya, seperti Sudan yang Presidennya Umar al-Bashir mendapat ancaman penangkapan dari ICC (Pengadilan Internasional) jika berada di luar negaranya; juga masalah krisis kemanusiaan di Gaza Palestina akibat invasi militer Israel ke salah satu wilayah dari Otorita Palestina itu yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Hamas, tetapi sebaliknya alih-alih menjatuhkan pemerintahan Hamas akibat serangan tersebut posisi kelompok yang seringkali dicap sebagai teroros oleh AS dan sekutunya ini justeru semakin bertambah menguat, akibat aksi heroiknya dalam mempertahankan Gaza dari serbuan militer Israel. Walaupun Liga Arab sendiri kurang bisa memberikan solusi terbaik dan yang benar-benar tepat, dalam menyelesaikan konflik yang sedang terjadi di Gaza. Meskipun sebenarnya Liga Arab dengan posisinya sebagai gabungan dari Negara-negara yang memiliki kesamaan etnis dan budaya (Arab), dengan keanggotaan meliputi Negara-negara di kawasan Asia Barat hingga Afrika Utara setidaknya mampu berperan sebagai balance of power terhadap posisi Israel yang selalu dianggap sebagai duri dalam daging oleh kebanyakan Negara Arab, namun pada kenyataannya selama ini Liga Arab belum mampu bersikap lebih tegas kepada Israel, selain karena faktor legitimasinya yang terkadang lemah terhadap sesama anggota Liga juga disebabkan oleh factor AS sebagai

Negara Super Power yang selalu berada di belakang Israel (dan salah satu Negara pendiri Liga Arab, Saudi Arabia berada dalam perlindungan militer AS dibuktikan dengan banyaknya pangkalan militer Negara adi daya itu di beberapa pelabuhan Saudi Arabia, yang menampung ratusan ribu mariner AS). Hingga saat inipun belum ada satupun Negara Arab yang mencoba menggunakan minyak sebagai sarana untuk melakukan Coercive Diplomacy (Diplomasi koersif) yang bertujuan memaksakan keinginan pada AS maupun Israel, seperti yang pernah dilakukan oleh Raja Faisal bin Suud dalam perang Arab-Israel 1973 (yang terkenal dengan istilah Perang Minyak). Ketika itu tidak hanya posisi Saudi Arabia yang terangkat tetapi juga wibawa Negara-negara Liga Arab lainnya turut terkena imbas dari sikap Saudi Arabia ketika itu, meskipun pasca tewasnya Raja faisal ditangan keponakannya sendiri dan jauh sebelum itu meninggalnya Jamal Abd. Nasser akibat serangan jantung, belum ada satupun pemimpin dari Negara anggota Liga Arab yang mampu menyamai charisma dan ketegasan dari para pemimpin tersebut. Sekalipun muncul fenomena dari sikap Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad yang terkenal berkat sikap kerasnya terhadap amsi-aksi militer AS dan Israel, tetapi dia sendiri belum mampu menggalang suatu opini yang dapat mempersatukan Negara-negara anggota Liga Arab dalam sebuah kesatuan sikap. Maka berbagai fakta diatas menunjukkan bahwa konsep dari paradigm realis (khususnya neo-realis) masih berlaku di Timur-tengah hingga saat sekarang ini.

BAB II Pembahasan 2. 1 Upaya Liga Arab Dalam Menyelesaikan Konflik di Timur-tengah

Yang selama ini dikeluhkan oleh banyak pihak tentang Liga Arab adalah, sikap diam Negara-negara anggotanya, berkenaan dengan konflik kemanusiaan yang terjadi di kawasan Timur-tengah. Khususnya berkaitan dengan Tragedi Gaza pada beberapa waktu yang lalu (akhir 2008). Seperti yang terlihat, para wakil yang terhormat dari Negara-negara anggota Liga Arab justeru lebih suka bertarung diatas podium dengan sesama mereka sendiri, daripada memberikan sebuah langkah konkrit dalam menyelesaikan penderitaan warga Palestina, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di Gaza. Dan memang sejak masuknya kembali Mesir sebagai anggota Liga Arab tahun 198910 (setelah dikeluarkan dari keanggotaan pada 1979, karena mengakui kedaulatan Israel), secara perlahan namun pasti banyak Negara-negara anggota yang mengikuti sikap Mesir mengakui kedaulatan Negara Israel. Padahal di piagam Liga Arab sendiri sebelumnya dengan tegas menyatakan, menolak pembentukan Negara Zionis Israel. Namun dengan diterimanya kembali Mesir sebagai anggota Liga Arab, maka lambat laun sikap lama itu berubah. Kini hampir dalam setiap kali konflik di Palestina yang timbul, sebagian besar pemimpin Negara-negara anggota Liga Arab justeru lebih memilih berunding dengan Israel alih-alih mendahulukan warga Palestina, yang secara ideologis lebih dekat dengan mereka. Sebenarnya sangat ironis sekali sebuah organisasi yang semula dibentuk dengan semangat pan-arabisme, serta menolak eksistensi dari Negara Israel. Pada akhirnya hanya menjadi sebuah perkumpulan orang-orang pragmatis, yang hanya memikirkan keuntungan diri pribadi dan kelompoknya sendiri. Sangat jauh sekali bila dibandingkan dengan semangat dan militansi IM (Ikhwanul Muslimin/Moslems Brotherhood11), yang meskipun ditekan habis-habisan dan bahkan banyak anggotanya yang ditangkap tanpa surat perintah oleh pihak berwenang di Mesir dan dinyatakan organisasi terlarang. Tetapi justeru lebih bisa mempertahankan eksistensinya dan bahkan menyebarkan gagasan-gagasannya melewati batas Negara. Sebaliknya Liga Arab yang secara de facto dan de jure eksistensinya diakui oleh PBB dan masyarakat internasional, malah tidak bisa memberikan solusi brilian dalam tragedi kemanusiaan di Palestina dan seperti impoten (tidak berdaya) dalam menghadapi kebuasan serdadu Israel di Palestina (khususnya Gaza), sehingga pantas bila Ahmadinejad geram dan mengkritik sikap mayoritas Negara-negara Liga Arab yang terlihat masa bodoh12. Padahal dengan berbagai fasilitas dan keuntungan yang dimilikinya, sudah sepantasnyalah10 11

Ibid, hal. 114 Ibid, hal. 57 12 bloggerarema.blogspot.com/2009/01/liga-arab-mana.html/diakses 11 desember 2009

Liga Arab harus memberikan yang terbaik untuk membela dan mendukung perjuangan bangsa Palestina. Yang notabene masih se-ideologi dan serumpun dengan mereka. Meskipun begitu pada sekitar tanggal 30-31 Maret 2009 para pemimpin Negaranegara Arab, yang juga menjadi petinggi Liga Arab mengadakan Arab League Summit ke-21 di Doha, Qatar.13 KTT kali ini selain menjadi agenda rutin dari para pemimpin Negara-negara Arab, juga membahas beberapa agenda mengenai konflik di beberapa wilayah, seperti membahas beberapa permasalahan dunia Arab, mulai dari kasus perintah penangkapan Presiden Sudan Umar al-Bashir, pemulihan kembali Irak pasca invasi Amerika, pemulihan Gaza pasca serangan Israel, hingga upaya Yahudisasi Yerusalem oleh Israel. Dari 22 negara anggota Liga Arab yang hadir tampak 17 kepala Negara anggota Liga Arab, termasuk Presiden Sudan Umar al-Bashir yang tetap datang meskipun mendapat ancaman penangkapan oleh ICC (Pengadilan Internasional). Dalam pertemuan itu juga Presiden Suriah Bashar alAssad turut memberikan pidato sambutan dan juga menyerukan negara-negara Arab untuk menyatukan suara menolak keputusan Pengadilan Internasional (ICC) yang memerintahkan penangkapan Presiden Sudan Umar al-Bashir. Assad menyebut keputusan penangkan ICC tersebut sebagai bentuk baru dari kolonialisme Barat terhadap dunia Arab dan Islam. 14 Seruan Assad mendapat tanggapan hangat dari Amir Qatar, Syaikh Hamdi bin Khalifah Ali Tsani, yang memberikan pidato sambutan setelah Assad. Amir Qatar menyatakan, negara-negara Arab seharusnya dapat berperan secara aktif dan bersinergi dalam menyelesaikan pelbagai krisis dunia Arab. Sementara itu Sekjen Liga Arab Amr Mousa juga mengeluarkan pernyataan senada, dan menyatakan liga Arab secara mutlak menolak keputusan ICC.15 Selain itu delegasi dari Iraq Sekjen Persatuan Ulama Irak Syaikh Harits ad-Dhari menyerukan KTT Liga Arab membuahkan resolusi untuk membangun kembali Irak yang kini porak poranda, dan juga menyerukan agar KTT Liga Arab segera mendesak pihak Amerika untuk segera menarik mundur pasukannya dari bumi Irak.16 Dari Palestina PM Ismail haniya juga menyerukan KTT Arab kali ini dapat membuat keputusan tegas yang secara serius menyikapi upaya yahudisasi Yerusalem, termasuk di dalamnya Masjid al-Aqsha, oleh Israel. Dia juga

13

www.eramuslim.com/ KTT Liga Arab di Doha: Dari Kasus Bashir, Irak dan Gaza, hingga Yahudisasi Yerusalem/Selasa, 31/03/2009/ diakses tanggal 12 Januari 2010

14 15

Ibid Ibid 16 www.eramuslim.com/ KTT Liga Arab di Doha: Dari Kasus Bashir, Irak dan Gaza, hingga Yahudisasi Yerusalem/Selasa, 31/03/2009 diakses tanggal 12 Januari 2010

menyerukan KTT Arab untuk menghasilkan solusi nyata terkait progam pembangunan kembali Gaza yang hancur akibat serangan Israel di akhir Desember 2008 silam.17 Walaupun penyelenggaraan KTT Arab League Summit ke-21 di Doha, Qatar tergolong sukses. Kendati ada upaya dari Mesir untuk menggagalkan pertemuan tersebut, dimana upaya itu mulai tampak ketika diadakannya KTT Darurat di Doha pada Januari Tahun kemarin.18 Belum lagi krisis kemanusiaan yang penganannya masih belum terlaksana dengan baik, sehingga pantas saja jika PM Palestina Ismail Haniya dalam pernyataannya mengkritik KTT Liga Arab ke-21 di Doha, Qatar. Hal itu berkaitan dengan hasil pertemuan tingkat tinggi Negara-negara Liga Arab yang berlangsung dua hari itu, sama-sekali tidak membuahkan keputusan yang strategis dan mampu menyelamatkan rakyat Palestina dari penderitaan di bawah bayang-bayang penjajahan Israel, dimana hal itu juga dikuatkan oleh pernyataan salah satu pimpinan Hamas Fawzi Barhoum.19 Semua fakta tersebut menjadi salah satu titik lemah dari hasil penyelenggaraan KTT ke-21 Liga Arab di Doha, Qatar. Meskipun begitu bukan berarti tidak ada upaya sama-sekali dari Negara-negara anggota Liga Arab, dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di Palestina. Karena bagaimanapun Liga Arab telah mengajukan beberapa tuntutannya kepada AS, yang notabene adalah bemper/pelindung dari Israel, jauh-jauh harinya sebelumnya dalam keikutsertaannya dalam konferensi di Annapolis November 2007. Namun disadari maupun tidak, Liga Arab memang tidak memiliki kemampuan untuk memaksakan tuntutannya baik terhadap Israel maun PBB sekalipun (sudah menjadi rahasia umum jika setiap keputusan/resolusi dari DK PBB terhadap masalah Palestina, terutama sanksi terhadap Israel selalu mendapat veto dari AS). Apalagi tidak ada satupun pemimpin dari Negara-negara anggota Liga Arab yang betul-betul kharismatik, setelah era Jamal Abd. Nasser dan Anwar Sadat (para presiden Mesir terdahulu), maupun yang setegas raja Faisal bin Suud dengan melancarkan Perang minyak terhadap AS pada awal tahun 1970-an. Kelemahan para pemimpin Liga Arab dan kekurang tegasan17

Ibid 18

Menlu Mesir, Ahmad Abu Al-Ghaith mengakui bahwa Mesir menghalang-halangi usaha Qatar menyelenggarakan KTT Darurat untuk Gaza yang diadakan pada awal bulan Januari kemarin. "Jika KTT tersebut terselenggara, maka akan mengancam kerjasama antar negara-negara Arab," jelas Ghaith dalam wawancaranya dengan Channel TV Orbit hari Rabu (28/01) lalu.www.eramuslim.com/Menlu Mesir Akui Upaya Gagalkan KTT Doha/ Jumat, 30/01/2009/diakses pada tanggal 12 Januari 2010

19

Pimpinan Hamas, Fawzi Barhoum dalam pernyataannya mengatakan bahwa pernyataan final hasil pertemuan tingkat tinggi Liga Arab "lemah, kurang serius dan tidak membawa angin baru bagi rakyat Palestina." Pertemuan itu, kata Barhoum, juga tidak mengedepankan aspirasi-aspirasi rakyat Palestina yang paling mendasar, yang menginginkan agar Liga Arab lebih berperan untuk menghentikan penjajahan, perusakan dan pembunuhan di tanah Palestina. www.eramuslim.com/Hamas Kritik Hasil Pertemuan Liga Arab di QatarSelasa, 31/03/2009/diakses pada tanggal 12 Januari 2009

mereka dalam menyikapi konflik di Timur-tengah (Palestina khususnya), telah sempat menimbulkan perdebatan sengit dan saling kecam antara Presiden Libya Moammar Ghaddafi (yang sekarang memjadi pemimpin Uni afrika).20 Untungnya perdebatan itu mampu dilerai oleh amir Qatar Syeikh Hamad ibn Khalifa al-Thani, sehingga tidak berkepanjangan. Memang harus diakui bahwa sejauh ini upaya dari Negara-negara anggota Liga Arab untuk menyelesaikan konflik di Timur-tengah (termasuk Palestina salah satunya), dari di selenggarakannya KTT Liga Arab ke-21 Arab Summit League di Doha Qatar (30-31 Maret 2009) hingga sekarang ini hanya mampu menghasilkan kecaman-kecaman terhadap tindakan brutal militer Israel di Gaza dan Tepi Barat Palestina, maupun terhadap sikap AS yang selalu membela Israel. Sehingga belum mampu untuk menggoyahkan maupun mempengaruhi sikap AS dan menghentikan aksi militer Israel di Palestina. Meskipun begitu sejauh ini upaya dari Negara-negara anggota Liga Arab dalam menyelesaikan permasalahan terkait konflik di Timur-tengah, khususnya mengenai masalah di Palestina dapat dikatakan sudah cukup maksimal jika diukur dari taraf kemampuan dan keberanian mereka. Karena untuk saat ini belum memungkinkan jika Liga Arab mengeluarkan sikap, lebih dari tindakan mngecam aksi militer Israel di Palestina maupun Lebanon dan mengkrtitik pembelaan AS yang terusmenerus terhadap aksi militer Israel. Walaupun mungkin hal itu akan menjadikan Liga Arab terus-terusan dikecam oleh Negara-negara yang merasa dirugikan dengan sikap lemahnya, dan untuk kedepannya masih tetap diharapkan peningkatan dari sikap Liga Arab terhadap berbagai konflik di Timur-tengah.

2. 1. 2 Proses Pengambilan Kebijakan di Liga Arab Ketika Liga Arab terbentuk di kairo, 22 Maret 1945, organisasi ini tidak terlalu mengikat seperti dalam konferensi Iskandaria (mnyetujui semacam asosiasi dan menekankan kedaulatan dari tiap anggotanya tetapi tetap menekankan penyatuan Arab dengan cara disetujui rakyat). Pakta ini lebih menekankan kedaulatan setiap anggota dan menghilangkan

20

Pemimpin Libya itu menunjukkan ketidak senangannya kepada pemimpin Saudi yang senantiasa tunduk kepada Inggris dan Amerika. Gaddafi yang sekrang menjadi Presiden Uni Afrika itu, secara tegas ingin agar para pemimpin Arab berani menghadapi tantangan Amerika. Dalam kesempatan itu, Gaddafi menyatakan : Saya raja diantara raja-raja di Afrika, dan saya tidak mengambil posisi apapun diantara para pemimpin Arab. www.eramuslim.com/Selasa, 31/03/2009/diakses pada tanggal 12 Januari 2009

larangan atas kebijakan yang mengganggu organisasi. Liga Arab memiliki 16 badan utama, yaitu:21 (1) Dewan Liga, badan tertinggi dari organisasi ini yang beranggotakan para wakil Negara-negara anggota, dengan prinsip satu Negara satu suara. Dewan ini bersidang dua kali setahun: Maret dan Oktober, serta akan mengadakan siding khusus jika minimal diminta oleh 2 negara anggota. Setiap keputusan yang diambil berdasrkan suara bulat berlaku untuk semua anggota, sedangkan keputusan yang didasarkan pada asas mayoritas hanya berlaku pada Negara-negara anggota yang menerimanya. Keputusan-keputusan yang menentukan tindakan yang perlu untuk menghadapi agresi diambil berdasarkan suara bulat, dan suara Negara aggressor tidak perlu diperhatikan. (2) Komisi-komisi tetap yang mencakup, komisi politik,, komisi budaya, ekonomi, komunikasi, sosial, hokum, penerangan, kesehatan, administrasi, dan keuangan, serta komisi ahli minyak. (3) Sekjen, yang terdiri dari Sekjen dan para asisten dan pejabat-pejabat lainnya. Tugas utamanya adalah mempersiapkan dan menyusun anggaran organisasi, serta memimpin siding-sidang Dewan Liga Arab. Jabatan Sekjen pertama kali dijabat Abdur Rahman Azzam Bey dari Mesir, dan sekarang oleh Amr Mousa. (4) Dewan Pertahanan Bersama; (5) Dewan Sosial dan Ekonomi; (6) Organisasi-organisasi Arab yang khusus-seperti Arabsat (Arab Satellite Cmmunication organization), APC (Arab Potash Company), AMC (Arab Maritime Company), AMF (Arab Monetary Fund), dan AFESD (Arab Fund for Economic and Social Development). Tujuan dari keberadaan badan-badan ini adalah mendorong terciptanya kerjasama yang lebih erat diantara Negara-negara anggota di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, komunikasi dan keuangan. Pakta Liga Arab meskipun mencantumkan ketentuan penyelesaian konflik secara damai namun tidak mengatur sistem keamanan bersama. Tetapi lebih menekankan pada kerjasama sukarela dan musyawarah. Seperti ditegaskan dalam pasal 8, Setiap Negara anggota harus menghormati pemerintah yang ditetapkan di Negara anggota lainnya, namun ini diperlunak oleh pasal 9, Negara-negara anggota Liga Arab yang ingin menjalin kerjasama lebih erat dan ikatan yang lebih kuat daripada yang disajikan dalam Pakta ini dapat membuat persetujuan untuk maksud tersebut.

21

Riza Sihbudi, PERANAN ORGANISASI REGIONAL dalam MENYANDERA TIMUR TENGAH, hal. 112

Berdasarkan aturan yang tercantum dalam Pakta Liga Arab, maka diatur hal-hal sebagai berikut:22 (1) Keanggotaan hanya dibatasi pada Negara-negara Arab yang sudah merdeka. Setiap Negara Arab merdeka berhak menjadi anggota; (2) Negara-negara Arab yang belum merdeka diberi status sebagai peninjau; (3) Setiap Negara anggota berhak keluar dari organisasi, dengan catatan bahwa perlindungan permohonan pengunduran diri harus diajukan paling lambat satu tahun sebelumnya; (4) Organisasi berhak mengeluarkan Negara anggota yang tidak dapat memenuhi kewajiban serta dinilai melanggar tata tertib organisasi; (5) Setiap Negara anggota harus menghirmati system pemerintahan Negara anggota lainnya dan tidak dibenarkan ikut campur dalam setiap tindakan yang dimaksudkan untuk mengubah system pemerintahan yang ada; (6) Tidak dibenarkan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan perselisihan di antara para Negara anggota; (7) Yurisdiksi yang bertindak sebagai penengah; (8) Dimungkinkan pembentukan dewan pengadilan Negara-negara Arab (Arab Tribunal of Arbitration), yang berfungsi melindungi Negara anggota yang terancam diserang oleh Negara lain. Pada awal pembentukannya Liga Arab sempat dipengaruhi oleh ideolog nasionalisme Arab (Pan-Arabisme), dan secara otomatis menolak pembentukan Negara Israel. Namun sejak diterimanya kembali Mesir-yang sempat dikeluarkan dari keanggotaa karena berdamai dengan Israel-sebagai anggota Liga Arab pada 1989, akibat dari peranan Mesir dalam Liga Arab menyebabkan terjadinya perubahan sikap dari Liga Arab. Apalagi di saat yang bersamaan terjadi pergeseran dalam peta politik dunia setelah runtuhnya Uni Sovyet, yang mengakibatkan melemahnya posisi Negara-negara Arab garis keras (Libya, Suriah, Yaman Selatan) di satu sisi, dan menguatnya Negara-negara Arab moderat (pro-Barat; Mesir, Yordania, Saudi Arabia) di sisi lain. Meskipun mendapat kritikan tajam akibat ketidak mampuannya menyelesaikan krisis politik dan kemanusiaan di beberapa Negara anggotanya (missal: Sudan, Somalia dan Palestina sebelumnya masih bernama PLO sampai tahun 1976), namun di dalam bidang non-politik banyak sekali kemajuan yang dicapai oleh Liga Arab. Hal itu meliputi; mensponsori pertukaran sarjana dan pemeliharaan naskah Arab kuno; mengadakan konfrensi insinyur, dokter, arkeolog, dan ilmuwan sosial Arab; mendirikan22

Ibid, hal. 114

kantor berita Arab dan masih banyak lagi. Sebaliknya di bidang politik Liga Arab seringkali tidak mampu mengatasi pertikaian diantara anggotanya. Misalnya; pada tahun 1979 Mesir dikeluarkan dari keanggotaan karena berdamai dengan Israel, tetapi setelah Mesir diterima kembali sebagai anggota Liga Arab pada 1989 sikap ini berubah.23 Bahkan sejak 1987 dalam KTT Liga Arab di Amman (Yordania), para Negara anggota diberi kebebasan untuk menormalisasi hubungan dengan Mesir. Kelemahan sikap Liga Arab juga Nampak dalam ketidakmampuannya menangani krisis kemanusiaan di Gaza (Palestina), akibat invasi militer Israel. Dalam kasus-kasus lain Liga Arab juga tidak dapat berbuat banyak, seperti dalam masalah rekonstruksi Iraq pasca invasi militer AS tahun 2003 maupun dalam menyelesaikan krisis politik yang terjadi di Somalia. Mungkin belum cukup dengan hanya melakukan KTT dan konferensi-konferensi tahunan, jika tidak ada perubahan sikap dari Negara-negara anggota Liga Arab, terutama perubahan sikap dari para pemimpinnnya yang saat ini cenderung pragmatis.

Bab III Penutup 3. 1. Kesimpulan Sebenarnya segala peristiwa internasional yang terjadi di seluruh belahan dunia ini, termasuk krisis di Timur-tengah, tidak bisa dilepaskan dari paradogma realis (dan neo-realis).23

Riza Sihbudi, PERANAN ORGANISASI REGIONAL dalam MENYANDERA TIMUR TENGAH, hal. 115

Yaitu sistem internasional internasional yang anarkis dan perang yang tidak bisa tidak selalu menjadi kemungkinan akhir dari peristiwa internasional. Hal ini dibuktikan dalam konstelasi politik di Timur-tengah sebelum hingga saat berlangsungnya KTT Liga Arab (Arab League Summit Conference) ke-21, kecaman dan kutukan Liga Arab terhadap aksi militer Israel di Palestina (khususnya Gaza saat ini) tidak bisa menghentikan kebrutalan pasukan Israel. Karena bagaimanapun Liga Arab tidak memiliki bargaining position yang kuat, apalagi dalam persenjataan (termasuk nuklir) Israel memiliki kelebihan dibandingkan Negara-negara Arab, yang dibuktikan dalam empat kali perang Arab-Israel (1948, 1956, 1967 dan 1973). Selain itu faktor keberadaan AS yang selalu berdiri di belakang setiap aksi militer Israel, juga menjadi salah satu poin tersendiri, karena untuk saat ini tidak ada satupun Negara di dunia yang mampu melawan hegemoni AS (kecuali Negara itu dipimpin seorang yang nekat dan memiliki nasionalisme tinggi, seperti Iran dan Libya). Oleh karena itu meskipun Negaranegara anggota Liga Arab mengadakan pertemuan tingkat tinggi dalam KTT Liga Arab (Arab League Summit Conference) ke-21 di Doha, Qatar. Namun bisa dipastikan hasilnya tidak akan jauh berbeda dengan yang sudah-sudah, hanya sekedar kecaman terhadap aksi militer Israel di Palestina dan kritikan atas penanganan rekonstruksi Iraq pasca invasi oleh AS, serta himbauan dan seruan kepada sesama pemimpin dari Negara-negara anggota Liga Arab agar bersatu dalam upaya bersama melawan kolonialisme baru oleh Barat. Pada intinya semua hasil kesepakatan Liga Arab itu tidak akan mampu menyelesaikan kiris politik di Somalia maupun memberikan solusi penanganan Iraq pasca invasi militer AS, dan terutama krisis kemanusiaan di Gaza akibat invasi militer Israel. Jika tidak ada perubahan sikap dari para pemimpin Negara-negara anggota Liga Arab, yang lebih sering menunggu ketika terjadi krisis di salah bagian Timur-tengah, khususnya Palestina. Sehingga karena hal itu krisis kemanusiaan di Gaza (Palestina) khususnya dan Timur-tengah pada umumnya tidak akan mampu diakhiri oleh Liga Arab, setidaknya dalam satu dasawarsa kedepan.

Daftar Pustaka Buku : Sihbudi, Riza. Menyandera Timur Tengah, Penyunting: Taufiq MR; Penyelaras Aksara: Dalmeri. Bandung: PT Mizan Publika, 2007. Website:

http://id.wikipedia.org/wiki/Liga_Arab"/diakses tanggal 10 desember 2009 bloggerarema.blogspot.com/2009/01/liga-arab-mana.html/diakses 11 desember 2009 www.eramuslim.com/ KTT Liga Arab di Doha: Dari Kasus Bashir, Irak dan Gaza, hingga Yahudisasi Yerusalem/Selasa, 31/03/2009/ www.eramuslim.com/Menlu Mesir Akui Upaya Gagalkan KTT Doha/ Jumat, 30/01/2009 www.eramuslim.com/Hamas Kritik Hasil Pertemuan Liga Arab di QatarSelasa, 31/03/2009 www.eramuslim.com/Hamas Kritik Hasil Pertemuan Liga Arab di QatarSelasa, 31/03/2009