presentasi case_orthopedi.- indah m
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
FRAKTUR SUBTHROCANTER
Pembimbing :
1. Dr. Tjahja Nurrobi ,Sp.OT
2. Dr. Subagyo, Sp.OT
Disusun oleh :
Indah Mukarromah
0920.221.102
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT BEDAH
RSAL DR.MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN
UPN ”VETERAN”JAKARTA
2012
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T.M
Umur : 78 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Alamat : Jl. Penyengat I Kodamar. Jakarta - Utara
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Pensiun Purnawirawan TNI-AL
Tanggal Kontrol RSAL : 27 April 2012
Ruang : Poli BEDAH Orthopedi
II. SUBJEKTIF
Riwayat penyakit pasien diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal 27 April
2012 Poli Bedah Orthopedi RSAL Dr. Mintohardjo
Keluhan Utama = Bekas luka operasi pada paha kirinya masih terasa
sakit, riwayat terjatuh dari sepeda.
Keluhan tambahan = Belum bisa berdiri sendiri, masih harus di bantu
oleh orang lain, tetapi sudah bisa duduk
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang untuk kontrol rutin di Poli Bedah Orthopedi RSAL Dr.
Mintohardjo, saat ini pasien mengeluhkan bekas luka operasi pada paha
kirinya masih terasa sakit, selain itu pasien masih belum bisa berdiri sendiri,
selama di rumah pasien sudah bisa duduk sendiri. Sebelumnya pada tanggal
13 April 2012, pasien telah dioperasi pada paha kirinya atas indikasi fraktur
subthrocanter sinistra (berdasarkan hasil ekspertise CT- SCAN)
Pada tanggal 04 April 2012, pasien datang ke UGD RSAL DR.
Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada paha kirinya karena terjatuh dari
sepeda, pada tungkai kiri tidak bisa diluruskan dan sangat nyeri jika di
gerakkan. Saat terjatuh pasien dalam posisi terduduk miring ke arah kiri dan
saat itu sepeda menimpa tubuh bagian kanannya, pasien menyangkal adanya
benturan pada kepalanya, setelah kejadian tersebut pasien juga menyangkal
adanya pingsan, mual dan muntah. Hal tersebut merupakan kejadian yang
pertama kali dan kecelakaan tersebut merupakan kecelakaan tunggal.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat trauma sebelumnya disangkal
- Riwayat alergi obat di sangkal oleh pasien
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat Penyakit jantung disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
- Riwayat mengkonsumsi obat disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat alergi obat di sangkal oleh pasien
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat Penyakit jantung disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
III. OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 27 April 2012 pukul 12.00 di Poli
Bedah
Survey Primer
1. Keadaan umum : Tampak Sakit sedang, kesan gizi baik
2. Airway : Tidak ada sumbatan, C-Spine stabil
3. Breathing : 18 x/ menit
4. Circulation : Nadi = 85 x/menit
5. Disability : GCS E4M6V5
6. Exposure : Suhu 36,50C per axiller, terdapat bekas
luka operasi pada 1/3 proximal femur sinistra
Status generalis
Tanda – Tanda Vital : Tekanan Darah : 160/70 mmHg
Frekwensi nadi : 80 x/menit
Frekwensi Nafas : 36 kali / Menit
Suhu : 36,50 C
Kulit :
- Warna : Sawo matang, pucat (-), ikterik (-)
- Rambut : pertumbuhan rambut normal
- Turgor kulit : kurang
Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
refleks pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga 5
linea mid clavicula sinistra.
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop
(-)
Pulmo : Inspeksi : Pergerakan hemitoraks dalam
keadaan statis dan dinamis
simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus vocal dan taktil
hemitoraks kanan dan kiri simetris, tidak teraba
massa dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SD Vesikuler +/+, Rhonki -/-,
Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar simetris
Palpasi : Supel , Nyeri tekan (NT): - ; hepar dan lien tidak
teraba besar
Perkusi : Tympani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+ ) normal
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/- (Lihat status
lokalis)
Status lokalis :
a/r Femoralis sinistra
Look : Terlihat paha kiri terbalut elastic verband dari os femur
proksimal sinistra sampai ke genu sinistra.
Feel : Arteri dorsalis sinistra teraba, sensibilitas baik, suhu normal
dibandingkan tungkai atas sebelahnya
Move : Nyeri (+), abduksi (+) terbatas, adduksi (+) terbatas, tungkai
bawah kiri dapat digerakan terbatas, ankle joint kanan dapat
digerakan rasa nyeri (+), dorso dan plantar fleksi (+) rasa
nyeri (-), Jari – jari kaki kanan dapat bebas digerakan nyeri (-
a/r Femoralis Dekstra
Look : Terlihat paha kanan tampak normal
Feel : Arteri dorsalis dekstra teraba, sensibilitas baik, suhu normal
dibandingkan tungkai atas sebelahnya
Move : Nyeri (-), abduksi (+) bebas, adduksi (+) bebas, tungkai bawah
kanan dapat digerakan bebas, ankle joint kanan dapat digerakan rasa
nyeri (-), dorso dan plantar fleksi (-) rasa nyeri (-), Jari – jari kaki
kanan dapat bebas digerakan nyeri (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thorax
Kesan = Jantung dan pulmo normal
b. Foto Pelvis
c. ST SCAN PELVIS (tanggal 10 April 2012)
Kesan = Fraktur Femur Kiri (Subthrochanter), tampak discontinuitas pada subthrocanter,
Aposisi dan alignment jelek
Articulatio coxae kanan baik
d. Foto pelvis post operasi (tanggal 13 April 2012)
1. Hasil Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL HEMATOLOGI Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit
KIMIA KLINIK GDS SGOT (AST) SGPT (ALT) Gamma GTBT CT
Billirubin TotalBillirubin direkBillirubin indirek
12,4 1370035 223.000
175452539 2’30’’12’00’’
1,010,270,74
g/dL ribu/L % ribu/L
mg/dL U/L UL mg/dL menitmenit
mg/dlmg/dlmg/dl
11,7 – 15,5 3.60 – 11.00 35 – 47 150.000 – 440.000
70 – 200 10 – 31 9 – 36 < 55 - < 381-610-16
0,1- 1,2<0,2<0,9
IV. RESUME
Pasien laki – laki usia 78 tahun datang dengan keluhan bekas operasi pada paha
kirinya masih terasa sakit, pasien belum bisa berdiri sendiri. Sudah bisa duduk, dan
sedikit demi sedikit sudah dapat menggerakkan kaki kirinya, kaki kirinya sudah
bisa diluruskan, di gerakkan walau masih terbatas.
Pada pemeriksaan fisik di Regio Femoralis sinistra di dapatkan, terlihat paha kiri
terbalut elastic verband dari os femur proksimal sinistra sampai ke genu sinistra.
Pada perabaan, arteri dorsalis sinistra teraba, sensibilitas baik, suhu normal
dibandingkan tungkai atas sebelahnya. Pada pergerakan tungkai kiri masih terasa
nyeri (+), abduksi (+) terbatas, adduksi(+)terbatas,tungkai bawah kiri dapat
digerakan terbatas, ankle joint kanan dapat digerakan rasa nyeri (+),dorso dan
plantar fleksi (+) rasa nyeri (-),jari – jari kaki kanan dapat bebas digerakan nyeri (-).
V. Diagnosis Kerja
- Post operasi ORIF dengan DHS (Dinamic Hips Scrue) atas indikasi Close
Fraktur Subthrocanter sinistra.
- Fraktur Patologic e.c Osteoporosis.
VI. Diagnosis Banding
-
VII. Penatalaksanaan
A. Konservatif
FOLLOW UP
Persiapan Pre Operasi (04 April 2012)
Pemeriksaan darah lengkap
Puasa
EKG
Foto toraks
CT-SCAN Pelvis
Operasi dengan Bedah Ortopedi.
Terapi medikamentosa = - Ketopain 1 Amp / 8 jam
- Pansoprazol 1 Amp / 12 jam
- Pasang skin traksi dengan beban 3 kg.
B. Operatif (13 April - 2012)
- ORIF (Open Fraktur Internal Fiksation) dengan DHS (Dinamic Hips
Scrue), Pasang ORIF dengan DHS pada femur sinistra
Laporan operasi =
- Pasien terlentang dengan General anestesi + meja trakrsi.
- Insisi Lateral sinistra
- Fraktrur Subthrocanter femur di lakukan pemasangan DHS
75/1350 / 4 Screw
- Pasang bone graft
- Pasang Drain
- Jahit luka operasi lapis demi lapis
- Sayatan operasi ± 15 cm
VIII. Prognosis
- Quo ad Vitam = ad bonam
- Quo ad Fungtionam = dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam = dubia ad bonam
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
2.1 ANATOMI FEMUR1
Anatomi tulang femur
- Caput femoris
- Fovea capitis
- Trochanter major dan minor
- Crista intertrochanterica
- Fossa intercondylaris
- Linea aspera
- Epicondylus medialis
- Epicondylus lateralis
- Condylus medialis
- Condylus lateralis
- Linea intercondylaris
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan
trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan
berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat
caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang
ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke
bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita
sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat
karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan
batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan
dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat
tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat
pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea
aspera.
Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke
bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada
condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat
tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang
melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan
posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus
dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk
articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis.
Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.
2.2 FRAKTUR
DEFINISI
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi
ETIOLOGI
Fraktur dapat disebabkan oleh :
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
2.3 KLASIFIKASI2
KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
- Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
- Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
Fraktur komunit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
Tertutup
Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma
Garis patah melintang.
Oblik / miring.
Spiral / melingkari tulang.
Kompresi
Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
Tidak adanya dislokasi.
Adanya dislokasi
8. Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
Tipe Ekstensi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi
supinasi.
Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.
KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR6
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
A. FRAKTUR COLLUM FEMUR:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita
jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan
benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena
gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
- Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
- Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
B. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR8
Dimana fraktur terdapat garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi
dalam beberapa klasifikasi:
a. The Evans Classification
b. The Ramadier Classification
c. The Briot Classification
d. The Ender Classification
e. The Ao Classification
THE EVANS CLASSIFICATION (Fig. 1)
Figure 1 Evans' classification
Type I: Undisplaced 2-fragment fracture
Type II: Displaced 2-fragment fracture
Type III: 3-fragment fracture without posterolateral support, owing to
displacement of greater trochanter fragment
Type IV: 3-fragment fracture without medial support, owing to displaced
lesser trochanter or femoral arch fragment
Type V: 4-fragment fracture without posterolateral and medial support
(combination of Type III and Type IV)
R: Reversed obliquity fracture
THE RAMADIER CLASSIFICATION (Fig. 2)
Figure 2 Ramadier's classification
a: Cervico-trochanteric fractures
b: Simple pertrochanteric fractures
c: Complex pertrochanteric fractures
d: Pertrochanteric fractures with valgus displacement
e: Pertrochanteric fractures with an intertrochanteric
fracture line
f: Trochantero-diaphyseal fractures
g: Subtrochanteric fractures
Decoulx and Lavarde's classification (1969)
Cervico-trochanteric fractures (a)
Pertrochanteric fractures (b,c,d)
Subtrochanteric fractures (e)
Subtrochantero-diaphyseal fractures (f)
THE BRIOT CLASSIFICATION (Fig. 3)
Figure 3 Briot's grading of diaphyseo-trochanteric fractures
A Evans' reversed obliquity fracture
B "Basque roof" fractures
C Boyd's "steeple" fracture
D Fractures with an additional fracture line ascending to the intertrochanteric line
E Fractures with additional fracture lines radiating through the greater trochanter
THE ENDER CLASSIFICATION (Fig. 4)
Figure 4 Ender's classification
Trochanteric eversion fractures
-1 Simple fractures
-2 Fractures with a posterior fragment
-3 Fractures with lateral and proximal displacement
Trochanteric inversion fractures
-4 With a pointed proximal fragment spike
-5 With a rounded proximal fragment beak
-6 Intertrochanteric fractures
Subtrochanteric fractures
-7 and 7a Transverse or reversed obliquity fractures
-8 and 8a Spiral fractures
THE AO CLASSIFICATION (Fig. 5)
Figure 5 AO classification
A1: Simple (2-fragment) pertrochanteric area fractures
A1.1 Fractures along the intertrochanteric line
A1.2 Fractures through the greater trochanter
A1.3 Fractures below the lesser trochanter
A2: Multifragmentary pertrochanteric fractures
A2.1 With one intermediate fragment (lesser trochanter detachment)
A2.2 With 2 intermediate fragments
A2.3 With more than 2 intermediate fragments
A3: Intertrochanteric fractures
A3.1 Simple, oblique
A3.2 Simple, transverse
A3.3 With a medial fragment
C. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam
shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
- Tertutup
- Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah
dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya
diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan
dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
D. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak – anak)
E. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini
biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya
fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi
sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
F. FRAKTUR INTERCONDYLAIR
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya
terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
G. FRAKTUR CONDYLER FEMUR
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai
dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
2.4. PATOFISIOLOGI 3
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan
yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang
tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut.
Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang
lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang
hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di
bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur terbuka.
2.5.MANIFESTASI KLINIS4
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai
2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu
dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa
jam atau beberapa hari setelah cedera.
2.6. TEKNIK BEDAH
a. PreOperatif dengan foto X-Ray dan X-Ray Template
b. Insisi
c. Mobilisasi fragmen trocater.
d. Posisi plate dan reduksi
e. Fiksasi Plate.
e.1. Shaft Fixation
e.2. proximal fixation
f. Additional fixation (opti
onal)
PERAWATAN POST OPERASI
a. Abduksi tungkai bawah selama 2 minggu.
b. No Adduksi dan aktif adduksi selama 6 minggu.
c. Fleksi non aktif > 600 selama 6 minggu.
PEMILIHAN SKRUP
2.7. DIAGNOSIS4
1. Anamnesis
• Biasanya pasien datang dengan keluhan keseleo.
• Diagnosis patah tulang biasanya dengan adanya trauma tertentu, seperti : terputar,
terjatuh, dan tertumbuk.
2. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi : Bandingkan keadaan kiri dan kanan.
• Raba : Analisis Rasa Nyeri (+) atau (-).
• Gerak : Aktif atau pasif.
• Lihat apakah ada pembengkakan, perubahan bentuk, terputar, pemendekkan, dan juga
terdapat gerakan yang tidak normal.
• Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin patah
tulang.
Pemeriksaan neurovaskular yang terdapat pada dorsalis pedis, agar dapat memprediksi
keadaan neurovaskular disekitar fraktur.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI5
Prosedur tetap pemeriksaan Os Femur
Persiapan pasien : Pasien dianjurkan mengganti pakaian dengan pakaian yang
telah disediakan.
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.
Posisi pemeriksaan : Anterior-Posterior dan Lateral.
2.8. PENATALAKSANAAN5
Penatalaksanaan fraktur adalah sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak.
2. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai
adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien
dipindahkan.
Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:
a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat
diterima.
- Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan posisi anatomis normal.
Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik
normalnya.
- Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya
tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :7
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus
dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi
anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai
atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi
dilakukan pemasangan gips adalah :
- Immobilisasi dan penyangga fraktur.
- Istirahatkan dan stabilisasi .
- Koreksi deformitas .
- Mengurangi aktifitas .
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Metode pemasangan traksi:
Traksi manual: perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada keadaan emergensi.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik:
- Traksi kulit: Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya:
otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk anak-anak waktu
beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan
dengan pemasangan gips.
- Traksi skeletal: Merupakan traksi definitive pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan operasi dengan kawat metal atau
penjepit melalui tulang/jaringan metal.
Traksi yang dipasang pada leher, tungkai, lengan atau panggul kegunaannya:
- Mengurangi nyeri akibat spasme otot
- Memperbaiki dan mencegah deformitas
- Imobilisasi
- Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
- Mengencangkan pada perlekatannya
Macam-macam traksi:7
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak
iliaka.
Traksi Extention (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu atau kedua kaki. Digunakan
untuk imobilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi
spasme otot.
Traksi Russell
Traksi ini digunakan untuk fraktur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk
terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan
vertical pada lutut secara horizontal pada tibia atau fibula.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dib or dengan Steinman pen,
dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai
bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau
lebih, sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha
dapat dilatih secara aktif.
Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia
baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun
dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica.
Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica
gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary
nails atau plate dan screw.
Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu dislokasi
panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6
minggu. Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada
dewasa muda dengan ORIF, sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin
IV diterapi dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum.
Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa
pemasangan skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan
pin, plate dan screw atau arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi
arthroplasti, hemiarthroplasti dan arthtroplasti total.
Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang
bergeser dilakukan ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan
intercondylar, femur atau proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama
12 minggu. Sedangkan untuk intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg,
selama 12-14 minggu.
Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif
hanya bersifat untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak
dan remaja, level fraktur terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada
anak, Cast bracing dilakukan bila terjadi clinical union.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
b. Mobilisasi, yaitu Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan.
Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” (bebat,
brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal”
(nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).
c. Rehabilitasi , Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada
bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan
bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan
isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan
melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi.
2.9. KOMPLIKASI FRAKTUR
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
6. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
7. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu
tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan
lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi
paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis
iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena
nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
2.10. Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya
kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan
nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing
diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak
mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu
menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal
serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi cukup cepat
untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian
meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal,
tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted
fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang
dan rotasi.