presentasi case_orthopedi.- indah m

50
PRESENTASI KASUS FRAKTUR SUBTHROCANTER Pembimbing : 1. Dr. Tjahja Nurrobi ,Sp.OT 2. Dr. Subagyo, Sp.OT Disusun oleh : Indah Mukarromah 0920.221.102 DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT BEDAH RSAL DR.MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UPN ”VETERAN”JAKARTA

Upload: imukarromah

Post on 24-Jul-2015

301 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

PRESENTASI KASUS

FRAKTUR SUBTHROCANTER

Pembimbing :

1. Dr. Tjahja Nurrobi ,Sp.OT

2. Dr. Subagyo, Sp.OT

Disusun oleh :

Indah Mukarromah

0920.221.102

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT BEDAH

RSAL DR.MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN

UPN ”VETERAN”JAKARTA

2012

Page 2: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. T.M

Umur : 78 tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Alamat : Jl. Penyengat I Kodamar. Jakarta - Utara

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Pensiun Purnawirawan TNI-AL

Tanggal Kontrol RSAL : 27 April 2012

Ruang : Poli BEDAH Orthopedi

II. SUBJEKTIF

Riwayat penyakit pasien diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal 27 April

2012 Poli Bedah Orthopedi RSAL Dr. Mintohardjo

Keluhan Utama = Bekas luka operasi pada paha kirinya masih terasa

sakit, riwayat terjatuh dari sepeda.

Keluhan tambahan = Belum bisa berdiri sendiri, masih harus di bantu

oleh orang lain, tetapi sudah bisa duduk

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang untuk kontrol rutin di Poli Bedah Orthopedi RSAL Dr.

Mintohardjo, saat ini pasien mengeluhkan bekas luka operasi pada paha

kirinya masih terasa sakit, selain itu pasien masih belum bisa berdiri sendiri,

selama di rumah pasien sudah bisa duduk sendiri. Sebelumnya pada tanggal

13 April 2012, pasien telah dioperasi pada paha kirinya atas indikasi fraktur

subthrocanter sinistra (berdasarkan hasil ekspertise CT- SCAN)

Page 3: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Pada tanggal 04 April 2012, pasien datang ke UGD RSAL DR.

Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada paha kirinya karena terjatuh dari

sepeda, pada tungkai kiri tidak bisa diluruskan dan sangat nyeri jika di

gerakkan. Saat terjatuh pasien dalam posisi terduduk miring ke arah kiri dan

saat itu sepeda menimpa tubuh bagian kanannya, pasien menyangkal adanya

benturan pada kepalanya, setelah kejadian tersebut pasien juga menyangkal

adanya pingsan, mual dan muntah. Hal tersebut merupakan kejadian yang

pertama kali dan kecelakaan tersebut merupakan kecelakaan tunggal.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat trauma sebelumnya disangkal

- Riwayat alergi obat di sangkal oleh pasien

- Riwayat asma disangkal

- Riwayat Penyakit jantung disangkal

- Riwayat Hipertensi disangkal

- Riwayat Diabetes Melitus disangkal

- Riwayat mengkonsumsi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat alergi obat di sangkal oleh pasien

- Riwayat asma disangkal

- Riwayat Penyakit jantung disangkal

- Riwayat Hipertensi disangkal

- Riwayat Diabetes Melitus disangkal

III. OBJEKTIF

Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 27 April 2012 pukul 12.00 di Poli

Bedah

Survey Primer

1. Keadaan umum : Tampak Sakit sedang, kesan gizi baik

2. Airway : Tidak ada sumbatan, C-Spine stabil

3. Breathing : 18 x/ menit

4. Circulation : Nadi = 85 x/menit

Page 4: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

5. Disability : GCS E4M6V5

6. Exposure : Suhu 36,50C per axiller, terdapat bekas

luka operasi pada 1/3 proximal femur sinistra

Status generalis

Tanda – Tanda Vital : Tekanan Darah : 160/70 mmHg

Frekwensi nadi : 80 x/menit

Frekwensi Nafas : 36 kali / Menit

Suhu : 36,50 C

Kulit :

- Warna : Sawo matang, pucat (-), ikterik (-)

- Rambut : pertumbuhan rambut normal

- Turgor kulit : kurang

Kepala : Normocephal

Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,

refleks pupil +/+ normal

Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)

Thoraks

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga 5

linea mid clavicula sinistra.

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop

(-)

Pulmo : Inspeksi : Pergerakan hemitoraks dalam

keadaan statis dan dinamis

simetris kanan dan kiri

Palpasi : Fremitus vocal dan taktil

hemitoraks kanan dan kiri simetris, tidak teraba

massa dan tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Page 5: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Auskultasi : SD Vesikuler +/+, Rhonki -/-,

Wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar simetris

Palpasi : Supel , Nyeri tekan (NT): - ; hepar dan lien tidak

teraba besar

Perkusi : Tympani pada seluruh kuadran abdomen

Auskultasi : Bising usus (+ ) normal

Ekstremitas atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-

Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/- (Lihat status

lokalis)

Status lokalis :

a/r Femoralis sinistra

Look : Terlihat paha kiri terbalut elastic verband dari os femur

proksimal sinistra sampai ke genu sinistra.

Feel : Arteri dorsalis sinistra teraba, sensibilitas baik, suhu normal

dibandingkan tungkai atas sebelahnya

Move : Nyeri (+), abduksi (+) terbatas, adduksi (+) terbatas, tungkai

bawah kiri dapat digerakan terbatas, ankle joint kanan dapat

digerakan rasa nyeri (+), dorso dan plantar fleksi (+) rasa

nyeri (-), Jari – jari kaki kanan dapat bebas digerakan nyeri (-

Page 6: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

a/r Femoralis Dekstra

Look : Terlihat paha kanan tampak normal

Feel : Arteri dorsalis dekstra teraba, sensibilitas baik, suhu normal

dibandingkan tungkai atas sebelahnya

Move : Nyeri (-), abduksi (+) bebas, adduksi (+) bebas, tungkai bawah

kanan dapat digerakan bebas, ankle joint kanan dapat digerakan rasa

nyeri (-), dorso dan plantar fleksi (-) rasa nyeri (-), Jari – jari kaki

kanan dapat bebas digerakan nyeri (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto thorax

Kesan = Jantung dan pulmo normal

b. Foto Pelvis

Page 7: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

c. ST SCAN PELVIS (tanggal 10 April 2012)

Kesan = Fraktur Femur Kiri (Subthrochanter), tampak discontinuitas pada subthrocanter,

Aposisi dan alignment jelek

Articulatio coxae kanan baik

Page 8: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

d. Foto pelvis post operasi (tanggal 13 April 2012)

1. Hasil Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL HEMATOLOGI Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit

KIMIA KLINIK GDS SGOT (AST) SGPT (ALT) Gamma GTBT CT

Billirubin TotalBillirubin direkBillirubin indirek

12,4 1370035 223.000

175452539 2’30’’12’00’’

1,010,270,74

g/dL ribu/L % ribu/L

mg/dL U/L UL mg/dL menitmenit

mg/dlmg/dlmg/dl

11,7 – 15,5 3.60 – 11.00 35 – 47 150.000 – 440.000

70 – 200 10 – 31 9 – 36 < 55 - < 381-610-16

0,1- 1,2<0,2<0,9

Page 9: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

IV. RESUME

Pasien laki – laki usia 78 tahun datang dengan keluhan bekas operasi pada paha

kirinya masih terasa sakit, pasien belum bisa berdiri sendiri. Sudah bisa duduk, dan

sedikit demi sedikit sudah dapat menggerakkan kaki kirinya, kaki kirinya sudah

bisa diluruskan, di gerakkan walau masih terbatas.

Pada pemeriksaan fisik di Regio Femoralis sinistra di dapatkan, terlihat paha kiri

terbalut elastic verband dari os femur proksimal sinistra sampai ke genu sinistra.

Pada perabaan, arteri dorsalis sinistra teraba, sensibilitas baik, suhu normal

dibandingkan tungkai atas sebelahnya. Pada pergerakan tungkai kiri masih terasa

nyeri (+), abduksi (+) terbatas, adduksi(+)terbatas,tungkai bawah kiri dapat

digerakan terbatas, ankle joint kanan dapat digerakan rasa nyeri (+),dorso dan

plantar fleksi (+) rasa nyeri (-),jari – jari kaki kanan dapat bebas digerakan nyeri (-).

V. Diagnosis Kerja

- Post operasi ORIF dengan DHS (Dinamic Hips Scrue) atas indikasi Close

Fraktur Subthrocanter sinistra.

- Fraktur Patologic e.c Osteoporosis.

VI. Diagnosis Banding

-

VII. Penatalaksanaan

A. Konservatif

FOLLOW UP

Persiapan Pre Operasi (04 April 2012)

Pemeriksaan darah lengkap

Puasa

EKG

Foto toraks

CT-SCAN Pelvis

Page 10: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Operasi dengan Bedah Ortopedi.

Terapi medikamentosa = - Ketopain 1 Amp / 8 jam

- Pansoprazol 1 Amp / 12 jam

- Pasang skin traksi dengan beban 3 kg.

B. Operatif (13 April - 2012)

- ORIF (Open Fraktur Internal Fiksation) dengan DHS (Dinamic Hips

Scrue), Pasang ORIF dengan DHS pada femur sinistra

Laporan operasi =

- Pasien terlentang dengan General anestesi + meja trakrsi.

- Insisi Lateral sinistra

- Fraktrur Subthrocanter femur di lakukan pemasangan DHS

75/1350 / 4 Screw

- Pasang bone graft

- Pasang Drain

- Jahit luka operasi lapis demi lapis

- Sayatan operasi ± 15 cm

VIII. Prognosis

- Quo ad Vitam = ad bonam

- Quo ad Fungtionam = dubia ad bonam

- Quo ad Sanationam = dubia ad bonam

Page 11: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

BAB II

DAFTAR PUSTAKA

2.1 ANATOMI FEMUR1

Anatomi tulang femur

- Caput femoris

- Fovea capitis

- Trochanter major dan minor

- Crista intertrochanterica

- Fossa intercondylaris

- Linea aspera

- Epicondylus medialis

- Epicondylus lateralis

- Condylus medialis

- Condylus lateralis

- Linea intercondylaris

Page 12: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan

trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan

berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat

caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan

ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang

ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke

bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita

sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat

karena dapat dirubah oleh penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan

batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan

dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat

tuberculum quadratum.

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat

pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea

aspera.

Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke

bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada

condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris

lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat

tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang

melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan

posteriornya, disebut fascia poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian

posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus

dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk

articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis.

Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

Page 13: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

2.2 FRAKTUR

DEFINISI

Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi

ETIOLOGI

Fraktur dapat disebabkan oleh :

1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir

mendadak, kontraksi otot ekstrim.

2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.

3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

2.3 KLASIFIKASI2

KLASIFIKASI FRAKTUR

Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).

2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :

- Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui

kedua korteks tulang).

- Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis

penampang tulang).

3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :

Fraktur komunit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).

Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).

Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan

tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).

4. Berdasarkan posisi fragmen :

Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak

bergeser.

Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur

5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :

Page 14: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Tertutup

Terbuka (adanya perlukaan dikulit).

6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma

Garis patah melintang.

Oblik / miring.

Spiral / melingkari tulang.

Kompresi

Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.

7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :

Tidak adanya dislokasi.

Adanya dislokasi

8. Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :

Tipe Ekstensi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi

supinasi.

Tipe Fleksi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.

KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR6

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

A. FRAKTUR COLLUM FEMUR:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita

jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan

benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena

gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :

- Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

- Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

B. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR8

Page 15: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Dimana fraktur terdapat garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi

dalam beberapa klasifikasi:

a. The Evans Classification

b. The Ramadier Classification

c. The Briot Classification

d. The Ender Classification

e. The Ao Classification

THE EVANS CLASSIFICATION (Fig. 1)

Figure 1 Evans' classification

Type I: Undisplaced 2-fragment fracture

Type II: Displaced 2-fragment fracture

Type III: 3-fragment fracture without posterolateral support, owing to

displacement of greater trochanter fragment

Type IV: 3-fragment fracture without medial support, owing to displaced

Page 16: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

lesser trochanter or femoral arch fragment

Type V: 4-fragment fracture without posterolateral and medial support

(combination of Type III and Type IV)

R: Reversed obliquity fracture

THE RAMADIER CLASSIFICATION (Fig. 2)

Page 17: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Figure 2 Ramadier's classification

a: Cervico-trochanteric fractures

b: Simple pertrochanteric fractures

c: Complex pertrochanteric fractures

d: Pertrochanteric fractures with valgus displacement

e: Pertrochanteric fractures with an intertrochanteric

fracture line

f: Trochantero-diaphyseal fractures

g: Subtrochanteric fractures

Decoulx and Lavarde's classification (1969)

Cervico-trochanteric fractures (a)

Pertrochanteric fractures (b,c,d)

Subtrochanteric fractures (e)

Subtrochantero-diaphyseal fractures (f)

THE BRIOT CLASSIFICATION (Fig. 3)

Page 18: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Figure 3 Briot's grading of diaphyseo-trochanteric fractures

A Evans' reversed obliquity fracture

B "Basque roof" fractures

C Boyd's "steeple" fracture

D Fractures with an additional fracture line ascending to the intertrochanteric line

E Fractures with additional fracture lines radiating through the greater trochanter

THE ENDER CLASSIFICATION (Fig. 4)

Page 19: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Figure 4 Ender's classification

Trochanteric eversion fractures

-1 Simple fractures

-2 Fractures with a posterior fragment

-3 Fractures with lateral and proximal displacement

Trochanteric inversion fractures

-4 With a pointed proximal fragment spike

-5 With a rounded proximal fragment beak

-6 Intertrochanteric fractures

Subtrochanteric fractures

-7 and 7a Transverse or reversed obliquity fractures

-8 and 8a Spiral fractures

THE AO CLASSIFICATION (Fig. 5)

Page 20: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Figure 5 AO classification

A1: Simple (2-fragment) pertrochanteric area fractures

A1.1 Fractures along the intertrochanteric line

A1.2 Fractures through the greater trochanter

A1.3 Fractures below the lesser trochanter

A2: Multifragmentary pertrochanteric fractures

A2.1 With one intermediate fragment (lesser trochanter detachment)

Page 21: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

A2.2 With 2 intermediate fragments

A2.3 With more than 2 intermediate fragments

A3: Intertrochanteric fractures

A3.1 Simple, oblique

A3.2 Simple, transverse

A3.3 With a medial fragment

C. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan

lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat

menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam

shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang

berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :

- Tertutup

- Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah

dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya

diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan

dari luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak

banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

D. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak – anak)

E. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini

biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya

fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi

sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

Page 22: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

F. FRAKTUR INTERCONDYLAIR

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya

terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

G. FRAKTUR CONDYLER FEMUR

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai

dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

2.4. PATOFISIOLOGI 3

Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan

yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang

tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut.

Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang

lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang

hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di

bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur terbuka.

Page 23: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

2.5.MANIFESTASI KLINIS4

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.

Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.

Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot

bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan

dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai

2,5 sampai 5,5 cm

4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba

adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu

dengan lainnya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa

jam atau beberapa hari setelah cedera.

2.6. TEKNIK BEDAH

a. PreOperatif dengan foto X-Ray dan X-Ray Template

Page 24: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

b. Insisi

c. Mobilisasi fragmen trocater.

Page 25: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

d. Posisi plate dan reduksi

Page 26: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M
Page 27: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

e. Fiksasi Plate.

e.1. Shaft Fixation

Page 28: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

e.2. proximal fixation

f. Additional fixation (opti

onal)

Page 29: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

PERAWATAN POST OPERASI

a. Abduksi tungkai bawah selama 2 minggu.

b. No Adduksi dan aktif adduksi selama 6 minggu.

c. Fleksi non aktif > 600 selama 6 minggu.

PEMILIHAN SKRUP

Page 30: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

2.7. DIAGNOSIS4

1. Anamnesis

• Biasanya pasien datang dengan keluhan keseleo.

• Diagnosis patah tulang biasanya dengan adanya trauma tertentu, seperti : terputar,

terjatuh, dan tertumbuk.

2. Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi : Bandingkan keadaan kiri dan kanan.

• Raba : Analisis Rasa Nyeri (+) atau (-).

• Gerak : Aktif atau pasif.

• Lihat apakah ada pembengkakan, perubahan bentuk, terputar, pemendekkan, dan juga

terdapat gerakan yang tidak normal.

• Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin patah

tulang.

Pemeriksaan neurovaskular yang terdapat pada dorsalis pedis, agar dapat memprediksi

keadaan neurovaskular disekitar fraktur.

Page 31: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

PEMERIKSAAN RADIOLOGI5

Prosedur tetap pemeriksaan Os Femur

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan mengganti pakaian dengan pakaian yang

telah disediakan.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : Anterior-Posterior dan Lateral.

2.8. PENATALAKSANAAN5

Penatalaksanaan fraktur adalah sebagai berikut:

1. Penatalaksanaan secara Umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi

(circulation), apakah terjadi syok atau tidak.

2. Penatalaksanaan Kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari

adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai

adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien

dipindahkan.

Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan

pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:

a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat

diterima.

- Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik

normalnya.

Page 32: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

- Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.

Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya

tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk

mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan

perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera

sudah mengalami penyembuhan.

Metode reduksi :7

1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus

dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi

anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai

atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi

dilakukan pemasangan gips adalah :

- Immobilisasi dan penyangga fraktur.

- Istirahatkan dan stabilisasi .

- Koreksi deformitas .

- Mengurangi aktifitas .

2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya

traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

Metode pemasangan traksi:

Traksi manual: perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada keadaan emergensi.

Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

Traksi Mekanik:

- Traksi kulit: Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya:

otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk anak-anak waktu

Page 33: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan

dengan pemasangan gips.

- Traksi skeletal: Merupakan traksi definitive pada orang dewasa yang merupakan

balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan operasi dengan kawat metal atau

penjepit melalui tulang/jaringan metal.

Traksi yang dipasang pada leher, tungkai, lengan atau panggul kegunaannya:

- Mengurangi nyeri akibat spasme otot

- Memperbaiki dan mencegah deformitas

- Imobilisasi

- Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)

- Mengencangkan pada perlekatannya

Macam-macam traksi:7

Traksi Panggul

Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak

iliaka.

Traksi Extention (Buck’s Extention)

Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu atau kedua kaki. Digunakan

untuk imobilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi

spasme otot.

Page 34: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Traksi Russell

Traksi ini digunakan untuk fraktur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk

terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.

Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan

vertical pada lutut secara horizontal pada tibia atau fibula.

Traksi khusus untuk anak-anak

Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dib or dengan Steinman pen,

dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai

bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau

lebih, sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha

dapat dilatih secara aktif.

Page 35: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia

baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun

dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica.

Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica

gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary

nails atau plate dan screw.

Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu dislokasi

panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6

minggu. Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada

dewasa muda dengan ORIF, sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin

IV diterapi dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum.

Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa

pemasangan skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan

pin, plate dan screw atau arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi

arthroplasti, hemiarthroplasti dan arthtroplasti total.

Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang

bergeser dilakukan ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan

intercondylar, femur atau proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama

12 minggu. Sedangkan untuk intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg,

selama 12-14 minggu.

Page 36: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif

hanya bersifat untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak

dan remaja, level fraktur terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada

anak, Cast bracing dilakukan bila terjadi clinical union.

3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan

pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,

kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk

mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang

solid terjadi.

b. Mobilisasi, yaitu Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.

Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan.

Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” (bebat,

brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal”

(nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).

c. Rehabilitasi , Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada

bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan

mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan

bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan

isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan

melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi.

2.9. KOMPLIKASI FRAKTUR

Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi

yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.

6. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi

dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

7. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

Page 37: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang

berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu

tempat.

5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada

fraktur.

6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor

resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40

tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.

7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu

yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan

lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi

paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil

8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini

biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan

bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis

iskemia.

10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf

simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena

nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

2.10. Fiksasi Interna

Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya

kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan

nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing

diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak

mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu

menyebabkan non-union.

Page 38: Presentasi Case_orthopedi.- Indah M

Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal

serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi cukup cepat

untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian

meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.

Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal,

tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted

fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang

dan rotasi.