pres rilis evaluasi apbd 2012 se-provinsi riau oleh...

16
EVALUA A. Pengantar Inti dari pengangga Pemerintah daerah m mengumpulkan penda pemerintahan yang pro daerah mampu memb ekonomi, kesejahteraa diperlukan kebijakan p dan para pelaku usa pendekatan belanja ya tidak pelit (utamanya ekonomi dan indikator k Posisi pemerintah t mengelola keuangan d dituntut bijaksana dala uang yang berasal dari terhadap program da setiap penyelenggara yang dicanangkan, efis tetap menjadi acuan ut sebaliknya politisasi ke pada ketidak adilan d bahkan yang lebih para keuangan daerah justr anggaran yang mend perbaikan ekonomi. B. Hasil Analisis 1. Menggantung Ped Ternostalgia Den Riau terke sehingga wajar k daerah mendapat 2012 untuk tingka pusat masih me pemerintahan. R (sembilan puluh PRES RILIS ASI APBD 2012 Se-PROVINSI RIAU Oleh : FITRA RIAU aran daerah di era otonomi saat ini ad mempunyai kemampuan managerial ya apatan dan kemudian mengalokasikanny oporsional. Hal ini dimaksud agar penge berikan efek positif terhadap meningkatn an masyarakat dan daya saing da pendapatan daerah yang tidak membera aha serta penerapan strategi belanja ang tidak boros (utamanya pada belan belanja pada sektor strategis pengung kesejahteraan masyarakat). tidak ubah selayaknya “amil” (panitia) daerah yang berasal dari rakyat. Maka da am menyelenggarakan negara yang not i pajak rakyat. Yaitu dengan pencermatan an penggunaan sumberdaya keuangan pemerintahan benar-benar bekerja sesu sien, azaz manfaat menjadi tolok ukur, se tama dalam mengatur kebijakan keuanga ebijakan keuangan yang didahulukan seh dan ketidak meratanya pembangunan ah lagi, ketika kepanitiaan (pemerintah) s ru terus subur dan tidak sesuai dengan dongkrak peningkatan kesejahteraan dapatan ke Pusat ngan DBH enal kaya akan sumberdaya Minyak da ketika hasil dari pengelolaan Sumber Da tkan “jatah” dari hasil pengelolaanya. Da at kabupaten Kota se provinsi Riau, da enjadi tempat bergantung dalam m Rata dari 12 kabupaten/kota se Pro persen) pendapatan APBD nya be dalah, bagaimana ang prima dalam ya untuk belanja elolaan anggaran nya pertumbuhan aerah. Untuk itu atkan masyarakat daerah melalui nja aparatur) dan gkit pertumbuhan yang bertugas ari itu pemerintah taben-nya adalah n atau pengkajian n memungkinkan uai target kinerja erta skala prioritas an daerah. Bukan hingga berdampak disegala bidang. sebagai pengelola besarnya alokasi masyarakat dari an gas Alamnya, aya Alam (SDA), alam APBD tahun ana perimbangan menjalankan roda ovinsi Riau 90% erasal dari dana

Upload: hadiep

Post on 08-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EVALUASI APBD 2012

A. Pengantar Inti dari penganggaran daerah di era otonomi saat ini adalah, bagaimana

Pemerintah daerah mempunyai kemampuan managerial yang prima dalam mengumpulkan pendapatan dan kemudian mengalokasikannya untuk belanja pemerintahan yang proporsional. Hal ini dimaksud agar pengelolaan anggaran daerah mampu memberikan efek positif terhadap ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah. Untuk itu diperlukan kebijakan pendapatan daerah yang tidak memberatkan masyarakat dan para pelaku usaha serta penerapan strategi belanja daerah melalui pendekatan belanja yatidak pelit (utamanya belanja pada sektor strategis pengungkit pertumbuhan ekonomi dan indikator kesejahteraan masyarakat).

Posisi pemerintah tidak ubah selayaknya mengelola keuangan daerah yang berasal dari rakyat. Maka dari itu pemerintah dituntut bijaksana dalam menyelenggarakan negara yang uang yang berasal dari pajak rakyat. Yaitu dengan pencermatan atau pengkajian terhadap program dan penggunaan sumberdaya keuangan memungkinkan setiap penyelenggara pemerintahan benaryang dicanangkan, efisien, azaz manfaat menjadi tolok ukur, serta skala prioritas tetap menjadi acuan utama dalam mengatur kebijsebaliknya politisasi kebijakan keuangan yang didahulukan sehingga berdampak pada ketidak adilan dan ketidak meratanya pembangunan disegala bidang. bahkan yang lebih parah lagi, ketika kepanitiaan (pemerintah) sebagai pengelola keuangan daerah justru terus subur dan tidak sesuai dengan besarnya alokasi anggaran yang mendongkrak peningkatan kesejahteraan masyarakat dari perbaikan ekonomi.

B. Hasil Analisis1. Menggantung Pedapatan ke Pusat

Ternostalgia Dengan DBHRiau terkenal kaya

sehingga wajar ketika hasil dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), daerah mendapatkan “jatah” dari hasil pengelolaanya. 2012 untuk tingkat kabupaten Kota se provinsi Riau, dana perimbangan pusat masih menjadi tempat bergantung dalam menjalankan roda pemerintahan. Rata dari 12 kabupaten/kota se Provinsi Riau 90%(sembilan puluh persen)

PRES RILISEVALUASI APBD 2012 Se-PROVINSI RIAU

Oleh : FITRA RIAU

Inti dari penganggaran daerah di era otonomi saat ini adalah, bagaimana Pemerintah daerah mempunyai kemampuan managerial yang prima dalam mengumpulkan pendapatan dan kemudian mengalokasikannya untuk belanja pemerintahan yang proporsional. Hal ini dimaksud agar pengelolaan anggaran daerah mampu memberikan efek positif terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah. Untuk itu diperlukan kebijakan pendapatan daerah yang tidak memberatkan masyarakat dan para pelaku usaha serta penerapan strategi belanja daerah melalui pendekatan belanja yang tidak boros (utamanya pada belanja aparatur) dan

(utamanya belanja pada sektor strategis pengungkit pertumbuhan ekonomi dan indikator kesejahteraan masyarakat).

osisi pemerintah tidak ubah selayaknya “amil” (panitia)mengelola keuangan daerah yang berasal dari rakyat. Maka dari itu pemerintah dituntut bijaksana dalam menyelenggarakan negara yang notabenuang yang berasal dari pajak rakyat. Yaitu dengan pencermatan atau pengkajian

ram dan penggunaan sumberdaya keuangan memungkinkan setiap penyelenggara pemerintahan benar-benar bekerja sesuai target kinerja yang dicanangkan, efisien, azaz manfaat menjadi tolok ukur, serta skala prioritas tetap menjadi acuan utama dalam mengatur kebijakan keuangan daerah. Bukan sebaliknya politisasi kebijakan keuangan yang didahulukan sehingga berdampak pada ketidak adilan dan ketidak meratanya pembangunan disegala bidang. bahkan yang lebih parah lagi, ketika kepanitiaan (pemerintah) sebagai pengelola keuangan daerah justru terus subur dan tidak sesuai dengan besarnya alokasi anggaran yang mendongkrak peningkatan kesejahteraan masyarakat dari

Menggantung Pedapatan ke Pusat Dengan DBH

Riau terkenal kaya akan sumberdaya Minyak dan gas Alamnya, ketika hasil dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA),

ah mendapatkan “jatah” dari hasil pengelolaanya. Dalam APBD tahun 2012 untuk tingkat kabupaten Kota se provinsi Riau, dana perimbangan

asih menjadi tempat bergantung dalam menjalankan roda pemerintahan. Rata dari 12 kabupaten/kota se Provinsi Riau 90%(sembilan puluh persen) pendapatan APBD nya berasal dari dana

Inti dari penganggaran daerah di era otonomi saat ini adalah, bagaimana Pemerintah daerah mempunyai kemampuan managerial yang prima dalam mengumpulkan pendapatan dan kemudian mengalokasikannya untuk belanja pemerintahan yang proporsional. Hal ini dimaksud agar pengelolaan anggaran

meningkatnya pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah. Untuk itu diperlukan kebijakan pendapatan daerah yang tidak memberatkan masyarakat dan para pelaku usaha serta penerapan strategi belanja daerah melalui

(utamanya pada belanja aparatur) dan (utamanya belanja pada sektor strategis pengungkit pertumbuhan

yang bertugas mengelola keuangan daerah yang berasal dari rakyat. Maka dari itu pemerintah

taben-nya adalah uang yang berasal dari pajak rakyat. Yaitu dengan pencermatan atau pengkajian

ram dan penggunaan sumberdaya keuangan memungkinkan benar bekerja sesuai target kinerja

yang dicanangkan, efisien, azaz manfaat menjadi tolok ukur, serta skala prioritas akan keuangan daerah. Bukan

sebaliknya politisasi kebijakan keuangan yang didahulukan sehingga berdampak pada ketidak adilan dan ketidak meratanya pembangunan disegala bidang. bahkan yang lebih parah lagi, ketika kepanitiaan (pemerintah) sebagai pengelola keuangan daerah justru terus subur dan tidak sesuai dengan besarnya alokasi anggaran yang mendongkrak peningkatan kesejahteraan masyarakat dari

akan sumberdaya Minyak dan gas Alamnya, ketika hasil dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA),

Dalam APBD tahun 2012 untuk tingkat kabupaten Kota se provinsi Riau, dana perimbangan

asih menjadi tempat bergantung dalam menjalankan roda pemerintahan. Rata dari 12 kabupaten/kota se Provinsi Riau 90%

nya berasal dari dana

perimbangan pusat yang terdiri dari Bagi hasil pajak bukan Pajak, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.yang bersumber dari PAD dari 12 Kabupaten/kota dibawah angka 15% (untuk kota Pekanbaru), bahkan terdapat (bawah angka 5 % dari total pendapatan daerahnya.

Komposisi Pendapatan Daerah Se

Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau

Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau

8,41%

2,86%

5,95%

2,76%

3,65%

6,51%

2,98%

2,64%

0%

Provinsi Riau

Kab. Bengkalis

Kab. Indragiri Hulu

Kab. Kampar

Kab. Kuantan Singingi

Kab. Pelalawan

Kab. Rokan Hilir

Kab. Rokan Hulu

Kab. Siak

Kota Dumai

Kota Pekanbaru

Kab. Meranti

PAD

2,86%

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

Kab. Indragiri Hulu

6 Kabupaten PAD Terkecil TA 2012

perimbangan pusat yang terdiri dari Bagi hasil pajak bukan Pajak, dana i umum dan dana alokasi khusus. Sedangkan pendapatan daerah

yang bersumber dari PAD dari 12 Kabupaten/kota dibawah angka 15% (untuk kota Pekanbaru), bahkan terdapat (6 dari 12) daerah PAD nya di bawah angka 5 % dari total pendapatan daerahnya.

Komposisi Pendapatan Daerah Se – Riau TA 2012

Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau

Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau

32,85%

8,41%

2,86%

5,95%

2,76%

3,65%

6,51%

2,98%

11,17%

10,42%

15,93%

2,64%

57,14%

90,20%

90,27%

87,74%

90,30%

88,15%

90,06%

89,19%

84,36%

81,43%

68,40%

88,17%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

PAD Dana Perimbangan Pusat Lain-Lain yang Sah

5,95%

2,76%

3,65%2,98%

Kab. Indragiri Kab. Kampar Kab. Kuantan Singingi

Kab. Pelalawan

Kab. Rokan Hulu

6 Kabupaten PAD Terkecil TA 2012

perimbangan pusat yang terdiri dari Bagi hasil pajak bukan Pajak, dana Sedangkan pendapatan daerah

yang bersumber dari PAD dari 12 Kabupaten/kota dibawah angka 15% ) daerah PAD nya di

Riau TA 2012

Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau

10,00%

1,38%

6,87%

6,31%

6,94%

8,20%

3,43%

7,83%

4,47%

8,15%

15,67%

9,19%

80% 90% 100%

Lain yang Sah

2,98%2,64%

Kab. Rokan Kab. Meranti

6 Kabupaten PAD Terkecil TA 2012

Fakta tersebut menunjukkan bahwa, komposis rendah dibandingkanKabupaten kota tersebut hanya mempu menghasilakan PAD dibawah angka 5% dibandingkan total seluruh Pendapatan daerah yang diterima. Dengan demikian, ketergantungan daerah terhadap dana perimbangan pusat masih kental, terutama dari hasil DBH Minyak dan gas Bumi. belum mampu menggaet sektor handal di daerah sebagai penghasil PAD untuk keberlanjutan pemerintahan.

Rendahnya penerimaan PAD di setiapada rendahnya pembbersumber dari PAD. Fakta APBD 2012 di 12 kabupaten Kota menunjukkan bahwa kekuatan PAD untuk membiayai belanja daerah (Meranti, Rohul, pelalwan, Kuansing dan dari seluruh total belanja daerahnya. Kemudian Rokan Hilir) kekauatan PAD untuk membiayai belanja daerah berada pada 5-6%. Selanjutnya 9Kota Dumai dan Pekanbaru).

Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau Pertanyaannya,

perimbangan pusat, yang berakhir?. Penguasa“aman dimasanyajangka panjang bagaimana mendapatkan penopang keuangan daerahdengan melakukan

Hutan Gundul Tak Beri UntungSelain ekpolitasi minyak dan gas bumi, Riau terkenal dengan ekploitasi

hutannya. Menurut (kajian riau kehilangan hutan alam 0,5 juta hektar. Dengan laju deforestasi 188 ribu

6%

0%5%

10%15%20%

Kekuatan PAD Membiayai Belanja Daerah TA 2012

Fakta tersebut menunjukkan bahwa, komposis PAD masih sangat rendah dibandingkan seluruh total pendapatan daerahnyaKabupaten kota tersebut hanya mempu menghasilakan PAD dibawah angka 5% dibandingkan total seluruh Pendapatan daerah yang diterima. Dengan demikian, ketergantungan daerah terhadap dana perimbangan pusat masih

, terutama dari hasil DBH Minyak dan gas Bumi. Faktanya daerah tidak belum mampu menggaet sektor handal di daerah sebagai penghasil PAD untuk keberlanjutan pemerintahan.

Rendahnya penerimaan PAD di setiap daerah, tentu akan berimplikasi pembiayaan (belanja daerah) melalui anggaran yang

bersumber dari PAD. Fakta APBD 2012 di 12 kabupaten Kota menunjukkan bahwa kekuatan PAD untuk membiayai belanja daerah di lima(Meranti, Rohul, pelalwan, Kuansing dan Inhu), hanya 3% (tiga persen)

i seluruh total belanja daerahnya. Kemudian (Bengkalis, Kampar dan Rokan Hilir) kekauatan PAD untuk membiayai belanja daerah berada pada

6%. Selanjutnya 9-15 % kekuatan PAD nya terdapat di (Kabupaten Kota Dumai dan Pekanbaru).

Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau Pertanyaannya, ketergantungan keuangan daerah

perimbangan pusat, yang notaben-nya hasil minyak dan gas bumi ini akan enguasa-penguasa daerah masih mempertahankan prinsip

masanya” dan sebaliknya tidak memikirkan keberjangka panjang bagaimana mendapatkan penopang keuangan daerah

ekploitasi alamnya.

Hutan Gundul Tak Beri UntungSelain ekpolitasi minyak dan gas bumi, Riau terkenal dengan ekploitasi

hutannya. Menurut (kajian Jikalahari), pada tiga tahun terakhir 2009 riau kehilangan hutan alam 0,5 juta hektar. Dengan laju deforestasi 188 ribu

3%6%

3% 3%5%

3%

9% 10%

16%

Kekuatan PAD Membiayai Belanja Daerah TA 2012

PAD masih sangat nya. Enam dari 12

Kabupaten kota tersebut hanya mempu menghasilakan PAD dibawah angka 5% dibandingkan total seluruh Pendapatan daerah yang diterima. Dengan demikian, ketergantungan daerah terhadap dana perimbangan pusat masih

Faktanya daerah tidak belum mampu menggaet sektor handal di daerah sebagai penghasil PAD

akan berimplikasi iayaan (belanja daerah) melalui anggaran yang

bersumber dari PAD. Fakta APBD 2012 di 12 kabupaten Kota menunjukkan di lima kabupaten

hanya 3% (tiga persen) (Bengkalis, Kampar dan

Rokan Hilir) kekauatan PAD untuk membiayai belanja daerah berada pada 15 % kekuatan PAD nya terdapat di (Kabupaten Siak,

Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau ketergantungan keuangan daerah terhadap dana

nya hasil minyak dan gas bumi ini akan penguasa daerah masih mempertahankan prinsip

tidak memikirkan keberlangsungan jangka panjang bagaimana mendapatkan penopang keuangan daerah selain

Selain ekpolitasi minyak dan gas bumi, Riau terkenal dengan ekploitasi ), pada tiga tahun terakhir 2009 – 2012

riau kehilangan hutan alam 0,5 juta hektar. Dengan laju deforestasi 188 ribu

16%

2%

Kekuatan PAD Membiayai Belanja Daerah TA 2012

hektar pertahunnya, dan sekarangyang ada. Sebagian besar kehilangan hutan di Riau adalah bentuk ekploitasi yang dilakukan oleh perusahaan pendapatan negara yang sebagiannya untuk diberikan kepada daerah sebagai bentuk pembayaran PSDH (Pajak Sumber Daya Hutan) dan DR (Dana Reboisasi). Namun, dilihat dari mata anggaran yang diterima daerah serta dampak-dampak lain terhadap masyarakat sekitar wialayah ekploitasi tidak sebanding dengan hasil yang diterima daeada.

Selama kurun waktu 8 tahun terakhir (2005semester 1), bahwa total PSDH dan DR yang diterima Provinsi Riau 803.660.294.237,78. daerah Riau untuk memberikan antisipasi dampak dari ekploitasi hutantahunnya tidak lebih dari tertentu bencana banjir terus meningkat, karena hasil dari ekploitasi hutan tidak memberikan kontribusi terhadap k

Sumber: menteri keuangan diolah Fitra RiauLebih parah lagi, dana yang menjadi pendapatan daerah tidak

dialokasikan sebagai mana mestinya untuk sebesarrakyat. Penghambur-hamburan anggaran masih selalu terjadi, kongkalikong penguasa untuk meraup keuntungan dari APBD terus meraja lela,selalu dimanjakan. Taburan iming kesejahteraan hanya “isapan jempol”, sebaliknya potensi bencana akibat ekploitasi menjadi penantian panjang masyarakat.

-20.000 40.000 60.000 80.000

100.000 120.000 140.000 160.000 180.000

Mill

ions

Penerimaan Daerah dari PSDH/DR (2005

hektar pertahunnya, dan sekarang sisa hutan tinggal 22,5% dari luas daratan Sebagian besar kehilangan hutan di Riau adalah bentuk ekploitasi

yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan yang katanya sebagai bentuk pendapatan negara yang sebagiannya untuk diberikan kepada daerah sebagai bentuk pembayaran PSDH (Pajak Sumber Daya Hutan) dan DR (Dana Reboisasi). Namun, dilihat dari mata anggaran yang diterima daerah

dampak lain terhadap masyarakat sekitar wialayah ekploitasi tidak sebanding dengan hasil yang diterima daerah dari ekploitasi hutan yang

Selama kurun waktu 8 tahun terakhir (2005-2011 realisasi 1), bahwa total PSDH dan DR yang diterima Provinsi Riau

. Artinya setiap tahunnya total PSDH/DR yang diterima Riau untuk memberikan antisipasi dampak dari ekploitasi hutan

tahunnya tidak lebih dari Rp. 150 Miliyar. Dengan demikian sudah barang tertentu bencana banjir terus meningkat, karena hasil dari ekploitasi hutan tidak memberikan kontribusi terhadap kelestarian lingkungannya.

: menteri keuangan diolah Fitra Riauparah lagi, dana yang menjadi pendapatan daerah tidak

dialokasikan sebagai mana mestinya untuk sebesar-besarnya kemakuran hamburan anggaran masih selalu terjadi, kongkalikong

penguasa untuk meraup keuntungan dari APBD terus meraja lela,Taburan iming kesejahteraan hanya “isapan jempol”,

sebaliknya potensi bencana akibat ekploitasi menjadi penantian panjang

20

Rp134.382,32 Rp152.744,97

Rp84.619,52

Rp124.178,26

Rp96.336,21

Rp136.622,22

Penerimaan Daerah dari PSDH/DR (2005-Perkiraan 2012)

sisa hutan tinggal 22,5% dari luas daratan Sebagian besar kehilangan hutan di Riau adalah bentuk ekploitasi

perusahaan yang katanya sebagai bentuk pendapatan negara yang sebagiannya untuk diberikan kepada daerah sebagai bentuk pembayaran PSDH (Pajak Sumber Daya Hutan) dan DR (Dana Reboisasi). Namun, dilihat dari mata anggaran yang diterima daerah

dampak lain terhadap masyarakat sekitar wialayah ekploitasi rah dari ekploitasi hutan yang

2011 realisasi – 2012 1), bahwa total PSDH dan DR yang diterima Provinsi Riau Rp.

SDH/DR yang diterima Riau untuk memberikan antisipasi dampak dari ekploitasi hutan setiap

Dengan demikian sudah barang tertentu bencana banjir terus meningkat, karena hasil dari ekploitasi hutan

elestarian lingkungannya.

parah lagi, dana yang menjadi pendapatan daerah tidak besarnya kemakuran

hamburan anggaran masih selalu terjadi, kongkalikong penguasa untuk meraup keuntungan dari APBD terus meraja lela, aparatur

Taburan iming kesejahteraan hanya “isapan jempol”, sebaliknya potensi bencana akibat ekploitasi menjadi penantian panjang

Rp136.622,22

Rp74.756,44

Perkiraan 2012)

2. Fenomena Alokasi APBD 2012

Tujuan otonomi daerah sebenarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah dengan mendekatkan pelayanan publik akantetapi fakta dilapangan masih jauh panggang dari api. Hampir semua daerah belanja pegawainya lebih beseperti ini tentu tujuan semangat oprogram pengentasan kemiskinan itu bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Dengan postur gambar dibawah ini bagaiman mungkina hal tersebut bisa tercapai? Bukankah APBD itu diamanatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tapi kenapa malah justru belanja AMILNYA yang lebih banyak daripada yang disalurkan

63,5%54,3%

41,3%36,5%

45,7%

BELANJA LANGSUNG vs BELANJA TIDAK LANGSUNG 2012

Fenomena Alokasi APBD 2012

Tujuan otonomi daerah sebenarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah dengan mendekatkan pelayanan publik akan

fakta dilapangan masih jauh panggang dari api. Hampir semua daerah belanja pegawainya lebih besar ketimbang belanja publiknya. Dengan kondisi seperti ini tentu tujuan semangat otonomi daerah sulit dicapai. Bukankah program pengentasan kemiskinan itu bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Dengan postur gambar dibawah ini bagaiman mungkina hal

rcapai? Bukankah APBD itu diamanatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tapi kenapa malah justru belanja AMILNYA yang lebih banyak daripada yang disalurkan.

41,3%

51,4%

63,1%71,7%

55,8%62,0%

53,2%58,7%

48,6%

36,9%28,3%

44,2%38,0%

46,8%

BELANJA LANGSUNG vs BELANJA TIDAK LANGSUNG 2012

Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung

Tujuan otonomi daerah sebenarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah dengan mendekatkan pelayanan publik akan

fakta dilapangan masih jauh panggang dari api. Hampir semua daerah sar ketimbang belanja publiknya. Dengan kondisi

tonomi daerah sulit dicapai. Bukankah program pengentasan kemiskinan itu bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Dengan postur gambar dibawah ini bagaiman mungkina hal

rcapai? Bukankah APBD itu diamanatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tapi kenapa malah justru belanja AMILNYA yang lebih

53,2% 49,6%

62,1%

46,8% 50,4%

37,9%

BELANJA LANGSUNG vs BELANJA TIDAK LANGSUNG 2012

6 Daerah Boros Belanja Pegawai

Ke enam daerah ini merupakah daerah yang mengalokasikan anggaran APBD nya ditas 40% untuk membiayai belanja pegawai daerah baik PNSD maupun non PNSD. Tahun 2012 Kota pekanbaru menempati urutan pertama besarnya alokasi untuk belanja pegawai yaitu 59% dari tdaerahnya. Kemudian posisi kedua Kabupaten Kampar mengalokasikan anggaran 55,3% dari total belanja daerahnya untuk belanja pegawai, selanjutnya dumai 53%, Kuansing 47,2%, Inhil 46%, dan kemudian Kabupaten Rokan Hulu 42,5% untuk belanja pegawai

Tidak hanya itu, dalam komposisi belanja daerah dalam APBD, selain alokasi anggaran yang dikhususkan untuk belanja gaji dan tunjangan pegawai, belanja aparatur lainnya juga tidak kalah besarnya dengan komponen belanja –

Belanja Modal adalah tumpuan akhir masyarakat untuk bisa merasakan langsung kehadiran pemerintah daerah. Karena Belanja Barang dan Jasa lebih banyak dinikmati oleh pejabat daerah.ini (pekanbaru, Dumai, Inhu, kampar Kuansing dan Rokan Hulu), bmodal yang bisa dinikmati masyarakat justru tidak sebanding dengan besarnya alokasi anggaran untuk belanja pegawai dan belanja untuk memanjakan aparatur. Faktanya, meskipun telah di atur dalam Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2010, bahwa alokasi belpersen dari total belanja daerah, keenam daerah ini proporsi belanja

46,6%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

Kab. Indragiri Hulu

6 Daerah Boros APBD Untuk Belanja Pegawai TA 2012

6 Daerah Boros Belanja Pegawai

Ke enam daerah ini merupakah daerah yang mengalokasikan anggaran APBD nya ditas 40% untuk membiayai belanja pegawai daerah baik PNSD maupun non PNSD. Tahun 2012 Kota pekanbaru menempati urutan pertama besarnya alokasi untuk belanja pegawai yaitu 59% dari tdaerahnya. Kemudian posisi kedua Kabupaten Kampar mengalokasikan anggaran 55,3% dari total belanja daerahnya untuk belanja pegawai, selanjutnya dumai 53%, Kuansing 47,2%, Inhil 46%, dan kemudian Kabupaten Rokan Hulu 42,5% untuk belanja pegawai.

Tidak hanya itu, dalam komposisi belanja daerah dalam APBD, selain alokasi anggaran yang dikhususkan untuk belanja gaji dan tunjangan pegawai, belanja aparatur lainnya juga tidak kalah besarnya dengan

– balanja lainnya. Modal adalah tumpuan akhir masyarakat untuk bisa

merasakan langsung kehadiran pemerintah daerah. Karena Belanja Barang dan Jasa lebih banyak dinikmati oleh pejabat daerah. Namun di enam daerah ini (pekanbaru, Dumai, Inhu, kampar Kuansing dan Rokan Hulu), bmodal yang bisa dinikmati masyarakat justru tidak sebanding dengan besarnya alokasi anggaran untuk belanja pegawai dan belanja untuk memanjakan aparatur. Faktanya, meskipun telah di atur dalam Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2010, bahwa alokasi belanja modal minimal 29 persen dari total belanja daerah, keenam daerah ini proporsi belanja

55,3%

47,2%42,5%

53,9%

Kab. Kampar Kab. Kuantan Singingi

Kab. Rokan Hulu

Kota Dumai

6 Daerah Boros APBD Untuk Belanja Pegawai TA 2012

Ke enam daerah ini merupakah daerah yang mengalokasikan anggaran APBD nya ditas 40% untuk membiayai belanja pegawai daerah baik PNSD maupun non PNSD. Tahun 2012 Kota pekanbaru menempati urutan pertama besarnya alokasi untuk belanja pegawai yaitu 59% dari total belanja daerahnya. Kemudian posisi kedua Kabupaten Kampar mengalokasikan anggaran 55,3% dari total belanja daerahnya untuk belanja pegawai, selanjutnya dumai 53%, Kuansing 47,2%, Inhil 46%, dan kemudian

Tidak hanya itu, dalam komposisi belanja daerah dalam APBD, selain alokasi anggaran yang dikhususkan untuk belanja gaji dan tunjangan pegawai, belanja aparatur lainnya juga tidak kalah besarnya dengan

Modal adalah tumpuan akhir masyarakat untuk bisa merasakan langsung kehadiran pemerintah daerah. Karena Belanja Barang

Namun di enam daerah ini (pekanbaru, Dumai, Inhu, kampar Kuansing dan Rokan Hulu), belanja modal yang bisa dinikmati masyarakat justru tidak sebanding dengan besarnya alokasi anggaran untuk belanja pegawai dan belanja untuk memanjakan aparatur. Faktanya, meskipun telah di atur dalam Peraturan

anja modal minimal 29 persen dari total belanja daerah, keenam daerah ini proporsi belanja

53,9%59,4%

Kota Dumai Kota Pekanbaru

6 Daerah Boros APBD Untuk Belanja Pegawai TA 2012

modalnya dibawah 29 % sampai 17%. kabupaten yang APBD nya mencapai Rp. 1,7 triliun, sementara belanja modalnya hanya 18,2 %. Begitu juga

Pembengkakkan belanja pegawai daerah juga tidak terlepas dari kebijakan dana perimbangan dari pusat, yang sebagian besar atau sekitar 70% diperuntukan untuk membiayai pegawai, seperti DAU (Dana Alokasi Umum) dan tambahan tunjangan guru. Otomatis daerah yamenggantungkan sumber pendapatannya pada dana perimbangan, juga akan memiliki belanja pegawai yang semakin besar.

23,7%

0,0%5,0%

10,0%15,0%20,0%25,0%30,0%

Kab. Indragiri

Hulu

25,1%

46,6%55,3%

36,0%23,7%

BELANJA MODAL vs BELANJA PEGAWAI TA 2012

modalnya dibawah 29 % sampai 17%. Kabupaten kampar, merupakan kabupaten yang APBD nya mencapai Rp. 1,7 triliun, sementara belanja modalnya hanya 18,2 %. Begitu juga pekanbaru dan kabupaten lainnya.

Pembengkakkan belanja pegawai daerah juga tidak terlepas dari kebijakan dana perimbangan dari pusat, yang sebagian besar atau sekitar 70% diperuntukan untuk membiayai pegawai, seperti DAU (Dana Alokasi Umum) dan tambahan tunjangan guru. Otomatis daerah yang sebagian besar menggantungkan sumber pendapatannya pada dana perimbangan, juga akan memiliki belanja pegawai yang semakin besar.

23,7%18,2%

22,9%28,2%

17,4%

Kab. Indragiri

Hulu

Kab. Kampar

Kab. Kuantan Singingi

Kab. Rokan Hulu

Kota Dumai

Proporsi Belanja Modal

55,3%47,2%

31,5% 28,2%

42,5%33,5%

53,9%

18,2% 22,9%34,4%

48,1%

28,2% 33,4%17,4%

BELANJA MODAL vs BELANJA PEGAWAI TA 2012

Belanja Pegawai Belanja Modal

Kabupaten kampar, merupakan kabupaten yang APBD nya mencapai Rp. 1,7 triliun, sementara belanja

pekanbaru dan kabupaten lainnya.

Pembengkakkan belanja pegawai daerah juga tidak terlepas dari kebijakan dana perimbangan dari pusat, yang sebagian besar atau sekitar 70% diperuntukan untuk membiayai pegawai, seperti DAU (Dana Alokasi

ng sebagian besar menggantungkan sumber pendapatannya pada dana perimbangan, juga akan

18,1%

Kota Dumai Kota Pekanbaru

59,4%

36,6%

17,4% 18,1%30,1%

APBD Riau Bagaimana ?APBD Naik, Silpa Membengkak

APBD Provinsi Riau empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan yang siginifikan, dibarengi dengan meningkatnya belanja daerahnya. Tahun 2009 tercatat dalam APBD Realisasi Belanja Daerah 3,7 triliun. Ditahun 2012 meningkat menjadi Rp. 8,3 96% dibandingkan realisasi tahun 2011 lalu sebesar Rp.meningkatnya APBD Provinsi Riau ini tidak berbanding lurus dengan kemampuan pemerintah untuk menyerap anggaran. Hal itu ditahun berjalan yang membengkak terus dari tahun

SILPA tahun berjalan pada realisasi APBD tahun 2009peningkatan yang signifikan. Silpa tahun 2009 realisasi sebesar Rp. 188 Miliyar, dan meningkat menjadi 1,3 Triliun di tahun 2011 lalu. Sedangkan ditahun 2012 dengan APBD Rp. 8,3 Triliun Proyeksi Silpa kembali membengkak menjadi Rp. 1.834.864.765.217,92 (dalam RAPBD tahun 2013).

Meningkatnya APBD, seyogyanya memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dipergunakan sebaiksebesar-besarnya kemakmuran bagi masyarakat. Namun realita diatas menunjukkan bahwa pemerintah Riau tidak mampu menggsebaik-baiknya. Membengkaknya SILPA tahun 2012 ini, sebagai potret buruknya kinerja birokrasi pada pemerintah provinsi Riau.

Menumpukknya SILPA APBD ini disebabkan - Buruknya perencanaan anggaran

memperhatikan kemampuan kapasitas SKPD. Pola penganggaran kita masih menganut tidak peduli kemampuan lembaga tersebut menyerap anggaran tahun

Rp-

Rp500

Rp1.000

Rp1.500

Rp2.000

Billi

ons

SiLPA Tahun Berjalan APBD 2009

Silpa Membengkak

APBD Provinsi Riau empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan yang siginifikan, dibarengi dengan meningkatnya belanja daerahnya. Tahun 2009 tercatat dalam APBD Realisasi Belanja Daerah 3,7 triliun. Ditahun 2012 meningkat menjadi Rp. 8,3 trilun. Pertumbuhan belanja daerah tahun 2012 tumbuh 96% dibandingkan realisasi tahun 2011 lalu sebesar Rp. 4.264.819.457.766

katnya APBD Provinsi Riau ini tidak berbanding lurus dengan kemampuan pemerintah untuk menyerap anggaran. Hal itu dibuktikan dengan besaran SILPA tahun berjalan yang membengkak terus dari tahun-ketahun.

SILPA tahun berjalan pada realisasi APBD tahun 2009-2011 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Silpa tahun 2009 realisasi sebesar Rp. 188 Miliyar, dan

adi 1,3 Triliun di tahun 2011 lalu. Sedangkan ditahun 2012 dengan APBD Rp. 8,3 Triliun Proyeksi Silpa kembali membengkak menjadi Rp.

(dalam RAPBD tahun 2013).

Meningkatnya APBD, seyogyanya memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dipergunakan sebaik

besarnya kemakmuran bagi masyarakat. Namun realita diatas menunjukkan bahwa pemerintah Riau tidak mampu menggunakan APBD dengan

Membengkaknya SILPA tahun 2012 ini, sebagai potret buruknya kinerja birokrasi pada pemerintah provinsi Riau.

Menumpukknya SILPA APBD ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : Buruknya perencanaan anggaran. Sejak awal anggaran disusun tidak memperhatikan kemampuan kapasitas SKPD. Pola penganggaran kita masih menganut incremental, setiap tahun jatah anggaran harus naik, tidak peduli kemampuan lembaga tersebut menyerap anggaran tahun

Rp118 Rp378

Rp1.339

Rp1,9.3

2009 R 2010 R 2011 R 2012 Proyeksi

SiLPA Tahun Berjalan APBD 2009-2011 Realisasi dan 2012 Proyeksi

SiLPA Tahun Berjalan

APBD Provinsi Riau empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan yang siginifikan, dibarengi dengan meningkatnya belanja daerahnya. Tahun 2009 tercatat dalam APBD Realisasi Belanja Daerah 3,7 triliun. Ditahun 2012 direncanakan

trilun. Pertumbuhan belanja daerah tahun 2012 tumbuh 4.264.819.457.766. Namun

katnya APBD Provinsi Riau ini tidak berbanding lurus dengan kemampuan buktikan dengan besaran SILPA

2011 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Silpa tahun 2009 realisasi sebesar Rp. 188 Miliyar, dan

adi 1,3 Triliun di tahun 2011 lalu. Sedangkan ditahun 2012 dengan APBD Rp. 8,3 Triliun Proyeksi Silpa kembali membengkak menjadi Rp.

Meningkatnya APBD, seyogyanya memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dipergunakan sebaik-baiknya untuk

besarnya kemakmuran bagi masyarakat. Namun realita diatas unakan APBD dengan

Membengkaknya SILPA tahun 2012 ini, sebagai potret buruknya

oleh beberapa faktor yaitu : . Sejak awal anggaran disusun tidak

memperhatikan kemampuan kapasitas SKPD. Pola penganggaran kita setiap tahun jatah anggaran harus naik,

tidak peduli kemampuan lembaga tersebut menyerap anggaran tahun

9.34.86

2012 Proyeksi

2011 Realisasi dan 2012

sebelumnya. Buruknya panggaran disusun sudah di atas pagu kebutuhan.

- Tranfer Pusat Lambatpenerimaan banyak berasal dari SDA pada umumnya menerima DBH mepet pada akhir tahun atau bahkan lewat tahun, sempat terbelanjakan dan menjadi SiLPAperlu intropeksi untuk tetap mendahulukan yang menjadi hak daerah sehingga belanja daerah mampu terselesaikan dengan baik.

Yang perlu di ketahui adalah, semakin bebesar anggaran publik semakin besarnya dana publik yang belum atau tidak digunakan dalam belanja atau pengeluaran pembiayaan lain sehinggadaerah sebagai dana direalisasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi siamampu terserap dengan baik.

Rasio SiLPA terhadap Belanja Agregat Provinsi, Kabu

sebelumnya. Buruknya perencanaan anggaran, juga disebabkan sejak anggaran disusun sudah di atas pagu kebutuhan. Tranfer Pusat Lambat, Riau merupakan Daerah yang sumber penerimaan banyak berasal dari SDA pada umumnya menerima DBH mepet pada akhir tahun atau bahkan lewat tahun, sehingga memang tidak sempat terbelanjakan dan menjadi SiLPA. Oleh karena Pemerintah pusat perlu intropeksi untuk tetap mendahulukan yang menjadi hak daerah sehingga belanja daerah mampu terselesaikan dengan baik.

Yang perlu di ketahui adalah, semakin besar SILPa, maka semakin publik Semakin besar SiLPA pada dasarnya menunjukkan

semakin besarnya dana publik yang belum atau tidak digunakan dalam belanja atau pengeluaran pembiayaan lain sehingga mengendap di kas daerah sebagai dana idle. Anggaran negara yang seharusnya bisa direalisasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi sia-sia, karena tidak mampu terserap dengan baik.

Rasio SiLPA terhadap Belanja Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

erencanaan anggaran, juga disebabkan sejak

Daerah yang sumber penerimaan banyak berasal dari SDA pada umumnya menerima DBH

sehingga memang tidak . Oleh karena Pemerintah pusat

perlu intropeksi untuk tetap mendahulukan yang menjadi hak daerah sehingga belanja daerah mampu terselesaikan dengan baik.

sar SILPa, maka semakin Semakin besar SiLPA pada dasarnya menunjukkan

semakin besarnya dana publik yang belum atau tidak digunakan dalam mengendap di kas

aran negara yang seharusnya bisa direalisasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun dialokasikan

sia, karena tidak

paten dan Kota

Sumber : Hasil Analisis kementrian keuangan RI 2012

Proporsi Belanja APBD 2012

Belanja Hibah “MelambungProporsi belanja pada tahun 2012, memang belanja modal masih berada

pada urutan pertama yaitu 29%. Persentase aturan yang berlaku yang mengamatkan alokasi belanja modal minimal 29% dari jumlah belanja daerah. sementara itu alokasi belanja Hibah pada tahun 2012 melambung tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2010 belanja Hibah dialokasi 139 Miliyar atau setara dengan 4,5% dari total belanja daerah, di tahun 2012 meningkat ribuan persen, menjadi Rp. 1,8 tribelanja daerah. Padahal sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2012. belanja hibah harus dibatasi jumlahnya, mengingat belanja hibah adalah bantuayang tidak wajib dan tidak mengikat, secara terus menerus”.

Fakta yang terjadi, pengalokasian anggaran hibah dan bantuan sosial yang diberikan kepada instansi/ organisasi, tanpa ada proses evaluasi. bantuan hibah, cenderung akibat kemana anggaran APBD tersebuthamburkan uanga tanpa ada target capaian dari bantuan yang diberikan kepada instansi/lembaga terkait. Selain dari itu, alokasi anggaran hibah danberpotensi rentan untuk diselewengkan hal itu akibat dari Lemahnya pengawasan

Belanja Barang dan jasa

19%

Proporsi Belanja APBD Riau 2012

Sumber : Hasil Analisis kementrian keuangan RI 2012

2012

Melambung”belanja pada tahun 2012, memang belanja modal masih berada

pada urutan pertama yaitu 29%. Persentase belanja modal ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku yang mengamatkan alokasi belanja modal minimal 29% dari

sementara itu alokasi belanja Hibah pada tahun 2012 melambung tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2010 belanja Hibah dialokasi 139 Miliyar atau setara dengan 4,5% dari total belanja daerah, di tahun 2012 meningkat ribuan persen, menjadi Rp. 1,8 triliun atau setara dengan 22 % dari

Padahal sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2012. belanja hibah harus dibatasi jumlahnya, mengingat belanja hibah adalah bantuayang tidak wajib dan tidak mengikat, secara terus menerus”.

yang terjadi, pengalokasian anggaran hibah dan bantuan sosial yang diberikan kepada instansi/ organisasi, tanpa ada proses evaluasi.

cenderung akibat pemerintah “stres” tidak tahun akan dialokasikan APBD tersebut. sehingga bantuan hibah seperti menghambur

hamburkan uanga tanpa ada target capaian dari bantuan yang diberikan kepada instansi/lembaga terkait. Selain dari itu, alokasi anggaran hibah dan

rentan untuk diselewengkan hal itu akibat dari Lemahnya pengawasan

Belanja Pegawai14%

Belanja Hibah22%

Belanja Bagi Hasil kpd

Prop/Kab/Kota dan Pemdes

12%Belanja Lainnya

4%

Belanja Barang dan jasa

19%

Belanja Modal

29%

Proporsi Belanja APBD Riau 2012

belanja pada tahun 2012, memang belanja modal masih berada odal ini sudah sesuai dengan

aturan yang berlaku yang mengamatkan alokasi belanja modal minimal 29% dari sementara itu alokasi belanja Hibah pada tahun 2012

melambung tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2010 belanja Hibah dialokasi 139 Miliyar atau setara dengan 4,5% dari total belanja daerah, di tahun

liun atau setara dengan 22 % dari Padahal sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri

No 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2012. “Bahwa belanja hibah harus dibatasi jumlahnya, mengingat belanja hibah adalah bantuan

yang terjadi, pengalokasian anggaran hibah dan bantuan sosial yang diberikan kepada instansi/ organisasi, tanpa ada proses evaluasi. Memberian

“stres” tidak tahun akan dialokasikan sehingga bantuan hibah seperti menghambur-

hamburkan uanga tanpa ada target capaian dari bantuan yang diberikan kepada instansi/lembaga terkait. Selain dari itu, alokasi anggaran hibah dan bansos sangat

rentan untuk diselewengkan hal itu akibat dari Lemahnya pengawasan

serta mudahnya pengajuan permohonan bantuan hibah dan tidak adanya target capaian penggunaan anggaran tersebut.

Lebih –lebih lagi tak jarang dibeberapa daerah yangbansos ini untuk kepentingan suksesi pemernangan pemilukda dan lain sebagainya. Tahun 2012 merupakan tahun keempat menjelang pemilukada ditahun 2013 nantinya. Dengan demikian perlu diwaspadai dan perlu dicurigai kemada alokasi hibah dan bansos ini dialokasikan dan untuk kepentingan apa?. RAPBD provinsi Riau juga menganggarkan hibah sampai Rp.1,4 Triliun.

Penyandera APBD

a. “Doubel Budget” Gaji AparaturDalam Rancangan

provinsi Riau tahun 2013, belanja pegawai (Gaji dan Tunjangan PNS) di rencanakan Rp. naik 20% dibandingkan belanja pegawai dari tahun 2012 lalu. Tern tahun 2009 – 2011 Realisasi sampai 2012 perubahan,mengalami kenaikan mengikuti besarnya pendapatan daerah Riau dengan rata – rata pertumbuhan belanja pegawai meningkat 15% setiap tahunnya. hal tersebut menunjukkan meningkatnya pendapatan daerah justru memberikan penggemukan kepada aparatur pemerintah. Tahun 2012 tidak ada penerimaan pegawai secara besar

mengharuskan untuk meningkatnya anggaran belanja Pegawai Khususnya Gaji dan Tunjangan. aparatur (Gaji pegawai) tidak berdasarkan hanya didasarkan pada upaya untuk menghabiskan anggaran daerah yang semakin besar.

Relaisasi SILPA tahun 2011 Rp. 1,3 triliun, atau 25% dari total pendapatan daerah Rp. 5,4 Triliun, diproyeksikan ditahun 2012 SILPA sebesar Rp. 1,8 Triliun atau 22 % dari total belaja daerah 2012. Besaran SILPA yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya adalah akibat dari tidak optimalnya penyerapan keuangan daerah dan membuktikan kinerja aparatur lemah. Akibatnya anggaran yang seharusnymasyarakat khususnya dalam pemenuhan hakjustru terabaikan.

Selain gaji pegawai yang diposkan dalam komposisi belanja tidak langsung, belanja pegawai juga terdapat pada belanja langsung. Anggaran ini untuk memberikan honordalam kegiatan tertentu. aparatur akan terus gemuk dengan anggaran “halal” yang dialokasikan. Dengan demikian menunjukkan adanya diterima oleh PNS/non PNS meskipun sudah mendapatkan gaji pokok dan tunjangan-tunjangan lainnya.

b. Kegiatan Spektakuler

serta mudahnya pengajuan permohonan bantuan hibah dan tidak adanya target capaian penggunaan anggaran tersebut.

lebih lagi tak jarang dibeberapa daerah yang menggunakan uang bansos ini untuk kepentingan suksesi pemernangan pemilukda dan lain sebagainya. Tahun 2012 merupakan tahun keempat menjelang pemilukada ditahun 2013 nantinya. Dengan demikian perlu diwaspadai dan perlu dicurigai kemada alokasi

ansos ini dialokasikan dan untuk kepentingan apa?. Tahun 2013 dalam RAPBD provinsi Riau juga menganggarkan hibah sampai Rp.1,4 Triliun.

“Doubel Budget” Gaji AparaturDalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD)

Riau tahun 2013, belanja pegawai (Gaji dan Tunjangan PNS) di 1.043.448.001.071. besaran alokasi belanja aparatur ini

naik 20% dibandingkan belanja pegawai dari tahun 2012 lalu. Tern tahun 2011 Realisasi sampai 2012 perubahan, alokasi belanja pegawai terus

mengalami kenaikan mengikuti besarnya pendapatan daerah Riau dengan rata pertumbuhan belanja pegawai meningkat 15% setiap tahunnya. hal

tersebut menunjukkan meningkatnya pendapatan daerah justru memberikan kepada aparatur pemerintah.

Tahun 2012 tidak ada penerimaan pegawai secara besarmengharuskan untuk meningkatnya anggaran belanja Pegawai Khususnya Gaji dan Tunjangan. Meningkatnya anggaran 20% untuk aparatur (Gaji pegawai) tidak berdasarkan penilaian kinerja. Sebaliknya, hanya didasarkan pada upaya untuk menghabiskan anggaran daerah yang semakin besar. Relaisasi SILPA tahun 2011 Rp. 1,3 triliun, atau 25% dari total pendapatan daerah Rp. 5,4 Triliun, diproyeksikan ditahun 2012 SILPA

p. 1,8 Triliun atau 22 % dari total belaja daerah 2012. Besaran SILPA yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya adalah akibat dari tidak optimalnya penyerapan keuangan daerah dan membuktikan kinerja aparatur lemah. Akibatnya anggaran yang seharusnymasyarakat khususnya dalam pemenuhan hak-hak dasar masyarakat justru terabaikan.

Selain gaji pegawai yang diposkan dalam komposisi belanja tidak langsung, belanja pegawai juga terdapat pada belanja langsung. Anggaran ini untuk memberikan honor kepada pegawai baik PNS/non PNS yang terlibat dalam kegiatan tertentu. Tentu dengan model penganggaran demikian, aparatur akan terus gemuk dengan anggaran “halal” yang dialokasikan. Dengan demikian menunjukkan adanya “double budget”diterima oleh PNS/non PNS meskipun sudah mendapatkan gaji pokok dan

tunjangan lainnya.

Kegiatan Spektakuler

serta mudahnya pengajuan permohonan bantuan hibah dan tidak adanya target

menggunakan uang bansos ini untuk kepentingan suksesi pemernangan pemilukda dan lain sebagainya. Tahun 2012 merupakan tahun keempat menjelang pemilukada ditahun 2013 nantinya. Dengan demikian perlu diwaspadai dan perlu dicurigai kemada alokasi

Tahun 2013 dalam RAPBD provinsi Riau juga menganggarkan hibah sampai Rp.1,4 Triliun.

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Riau tahun 2013, belanja pegawai (Gaji dan Tunjangan PNS) di

. besaran alokasi belanja aparatur ini naik 20% dibandingkan belanja pegawai dari tahun 2012 lalu. Tern tahun

alokasi belanja pegawai terus mengalami kenaikan mengikuti besarnya pendapatan daerah Riau dengan

rata pertumbuhan belanja pegawai meningkat 15% setiap tahunnya. hal tersebut menunjukkan meningkatnya pendapatan daerah justru memberikan

Tahun 2012 tidak ada penerimaan pegawai secara besar-besaran yang mengharuskan untuk meningkatnya anggaran belanja Pegawai

Meningkatnya anggaran 20% untuk penilaian kinerja. Sebaliknya,

hanya didasarkan pada upaya untuk menghabiskan anggaran daerah

Relaisasi SILPA tahun 2011 Rp. 1,3 triliun, atau 25% dari total pendapatan daerah Rp. 5,4 Triliun, diproyeksikan ditahun 2012 SILPA

p. 1,8 Triliun atau 22 % dari total belaja daerah 2012. Besaran SILPA yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya adalah akibat dari tidak optimalnya penyerapan keuangan daerah dan membuktikan kinerja aparatur lemah. Akibatnya anggaran yang seharusnya dinikmati

hak dasar masyarakat

Selain gaji pegawai yang diposkan dalam komposisi belanja tidak langsung, belanja pegawai juga terdapat pada belanja langsung. Anggaran ini

kepada pegawai baik PNS/non PNS yang terlibat Tentu dengan model penganggaran demikian,

aparatur akan terus gemuk dengan anggaran “halal” yang dialokasikan. ” anggaran yang

diterima oleh PNS/non PNS meskipun sudah mendapatkan gaji pokok dan

Tahun 2012 tercatat dalam APBD, anggaran yang dialokasikan untuk kebutuhan kegiatan sepektakuler (PON, Paralimpic, POPNasebanyak Rp 816.011.962.740,00, belanja daerah. anggaran itu digunakan untuk pelaksanaan kegiatanbaik yang bersifat fisik maupun non fisik. suksesi pelaksanaan ivent ini telah dianggarkan sebesar Rp. 485.638.386.636,00, untuk suksesi pelaksanaan pekan olahraga nasional dan sejenisnya telah menghabiskan anggaran untuk :

Di tahun 2011 temuan BPK berdasarkan LHP BPK tahun 2012 untuk LKPD Provinsi Riau tahun 2011, ditemukan 2 item temuan yang berhubungan dengan keuangan PON.

1. Pengadaan peralatan venue dan peralatan traga berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp. 16.741.715.108,

2. Barang hasil pengadaan 21. 816. 317.600,peralatan

Selain dari pada itu, kegiatan sepektakuler yang lakukan pemerintah provinsi Riau dan tidak berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah bentuk bangunan “berhala” dengan anggaran besar yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 mendatang. Meskipun telah menghabiskan anggaran triliunan dan tidak dirasakan oleh masyarakat luas Riau juga mennati kegiatan spektakuler lainnya yaitu ISG yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 mendatang dengan anggaran yang tidak sedikit pula.

Berkaca dari yang telah ulang, untuk membangun . tidak dirasakan langsung oleh masyarakat itu. Karena adanya venuevenue bernilai triliunan rupiah tersebut justru membebani APBD tahun berikutnytidak sedikit jumlahnya.

Penghasilan Kepala Daerah

Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk tingkat propinsi, kabupaten, kota, dan kabupaten adalah pejabat negara yang gaji, serta tunjangannya sudah ditetapkan dalam peraturan perundangtunjangan, mereka juga mendapatkan daerah.

2012 tercatat dalam APBD, anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan sepektakuler (PON, Paralimpic, POPNa

Rp 816.011.962.740,00, atau setara dengan 10% dari seluruh belanja daerah. anggaran itu digunakan untuk pelaksanaan kegiatanbaik yang bersifat fisik maupun non fisik. Sebelumnya pada tahun 2011 untuk suksesi pelaksanaan ivent ini telah dianggarkan sebesar Rp. 485.638.386.636,00, artinya dalam dua tahun (2011-2012) anggaran APBD untuk suksesi pelaksanaan pekan olahraga nasional dan sejenisnya telah menghabiskan anggaran Rp. 1.301.650.349.376,00. Anggaran ini digunakan

Di tahun 2011 temuan BPK berdasarkan LHP BPK tahun 2012 untuk LKPD Provinsi Riau tahun 2011, ditemukan 2 item temuan yang berhubungan dengan keuangan PON.

Pengadaan peralatan venue dan peralatan tanding 39 cabang olah raga berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp. 16.741.715.108,-Barang hasil pengadaan peralatan / perlengkapan oralh raga Rp. 21. 816. 317.600,- tidak dapat diidentifikasi akibat tidak adanya peralatan – peralatan yang dipertanggung jawabkan.

Selain dari pada itu, kegiatan sepektakuler yang lakukan pemerintah provinsi Riau dan tidak berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah bentuk bangunan “berhala” dengan anggaran besar yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 mendatang.

pun telah menghabiskan anggaran triliunan dan tidak dirasakan oleh masyarakat luas Riau juga mennati kegiatan spektakuler lainnya yaitu ISG yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 mendatang dengan anggaran yang tidak sedikit pula.

Berkaca dari yang telah terjadi, pemerintah seharusnya berfikir ulang, untuk membangun – bangunan yang tidak berdampak langsung . tidak dirasakan langsung oleh masyarakat itu. Karena adanya venuevenue bernilai triliunan rupiah tersebut justru membebani APBD tahun berikutnya dengan alokasi pemeliharaan dan fungsionaltidak sedikit jumlahnya.

Penghasilan Kepala Daerah

Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk tingkat propinsi, kabupaten, kota, dan kabupaten adalah pejabat negara yang gaji, serta tunjangannya sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Selain gaji pokok dan tunjangan, mereka juga mendapatkan insentif dari jumlah pajak serta retribusi

2012 tercatat dalam APBD, anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan sepektakuler (PON, Paralimpic, POPNas) dianggarkan

atau setara dengan 10% dari seluruh belanja daerah. anggaran itu digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan

Sebelumnya pada tahun 2011 untuk suksesi pelaksanaan ivent ini telah dianggarkan sebesar Rp.

2012) anggaran APBD untuk suksesi pelaksanaan pekan olahraga nasional dan sejenisnya telah

Anggaran ini digunakan

Di tahun 2011 temuan BPK berdasarkan LHP BPK tahun 2012 untuk LKPD Provinsi Riau tahun 2011, ditemukan 2 item temuan yang berhubungan

anding 39 cabang olah raga berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp.

peralatan / perlengkapan oralh raga Rp. tidak dapat diidentifikasi akibat tidak adanya

peralatan yang dipertanggung jawabkan.

Selain dari pada itu, kegiatan sepektakuler yang lakukan pemerintah provinsi Riau dan tidak berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah bentuk bangunan “berhala” dengan anggaran besar yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 mendatang.

pun telah menghabiskan anggaran triliunan dan tidak dirasakan oleh masyarakat luas Riau juga mennati kegiatan spektakuler lainnya yaitu ISG yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 mendatang

terjadi, pemerintah seharusnya berfikir bangunan yang tidak berdampak langsung

. tidak dirasakan langsung oleh masyarakat itu. Karena adanya venue-venue bernilai triliunan rupiah tersebut justru membebani APBD tahun-

a dengan alokasi pemeliharaan dan fungsional yang

Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk tingkat propinsi, kabupaten, kota, dan kabupaten adalah pejabat negara yang gaji, serta tunjangannya sudah

Selain gaji pokok dan insentif dari jumlah pajak serta retribusi

Berdasarkan peraturan perundangadalah rincian komponen penghasilan serta jumlah yang mereka dapatkan :

a. Penghasilan / Gaji KDH/WKDH

Komponen Penghasilan

Gubernur Wakil Gubernur

Gaji Pokok 3000000 2400000

Tunjangan Jabatan

5400000 4320000

Tunjangan Operasional

Besarnya biaya penunjang operasional Gubernur dan wakilnya ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut:

• </= Rp 15 milyar, min: Rp. 150 juta, max: 1,75%;

• > Rp 15 milyar s/d Rp 50 milyar, min: Rp. 262,5 juta, max: 1%

• > Rp 50 milyar s/d Rp 100 milyar min: Rp. 500 juta; max: 0,75%;

• > Rp 100 milyar s/d Rp 250 milyar, min: Rp. 750 juta, max: 0,40%;

• >Rp 250 milyar s/d Rp. 500 milyar, min: Rp. 1 milyar, max: 0,25%;

• > Rp. 500 milyar, min: Rp. 1,25 milyar, max: 0.15%.

Insentif Pajak dan Retribusi

Besarnya pembayaran Insentif dikelompokkan berdasarkan realisasi penerimaan Pajak dan Retribusi tahun anggaran sebelumnya dengan ketentuan:

• < Rp 1 Triliun rupiah = paling tinggi 6 kali gaji tunjangan yang melekat

• antara Rp 1 Triiun s/d Rp 2,5 Trliun = 7 kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat

• antara Rp 2,5 Triliun s/d Rp 7,5 Triliun = 8 kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat

Berdasarkan peraturan perundang--‐undangan yang berlaku, berikut adalah rincian komponen penghasilan serta jumlah yang mereka dapatkan :

Penghasilan / Gaji KDH/WKDH

Gubernur Walikota/ Bupati

Wakil Walikota/ Bupati

2400000 2100000 1800000

4320000 3780000 3240000

penunjang Gubernur dan

wakilnya ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

</= Rp 15 milyar, min: Rp. 150 juta, max:

> Rp 15 milyar s/d Rp 50 milyar, min: Rp. 262,5

milyar s/d Rp 100 milyar min: Rp. 500 juta; max: 0,75%;

Rp 100 milyar s/d Rp 250 milyar, min: Rp. 750 juta, max: 0,40%;>Rp 250 milyar s/d Rp. 500 milyar, min: Rp. 1 milyar, max: 0,25%;> Rp. 500 milyar, min: Rp. 1,25 milyar, max:

Besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut:• </= Rp 5 milyar, min: Rp.

125 juta, max: 3%• > Rp 5 milyar s/d Rp 10

milyar, min: Rp. 150 juta, max: 2%;

• >Rp 10 milyar s/d Rp 20 milyar, min: Rp. 200 juta, max: 1,50%;

• > Rp 20 milyar s/d Rp 50 milyar, min: Rp. 300 juta, max: 0,80%;

• > Rp. 50 milyar s/d Rp. 150 milyar, min: Rp. 400 juta, max: 0,40%;

• > Rp 150 milyar, min: Rp. 600 juta, max: 0,15%.

Besarnya pembayaran Insentif setiap bulannya dikelompokkan berdasarkan realisasi penerimaan Pajak dan

anggaran sebelumnya dengan ketentuan: < Rp 1 Triliun rupiah = paling tinggi 6 kali gaji pokok dan tunjangan yang melekatantara Rp 1 Triiun s/d Rp 2,5 Trliun = 7 kali gaji pokok dan tunjangan yang melekatantara Rp 2,5 Triliun s/d Rp 7,5 Triliun = 8 kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat

undangan yang berlaku, berikut adalah rincian komponen penghasilan serta jumlah yang mereka dapatkan :

Wakil Walikota/ dasar hukum

Pasal 4 PP. No. 59 Tahun 2000Pasal 1 ayat (2) Keppres No 68 tahun 2001

aya penunjang operasional Kepala Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah sebagai

</= Rp 5 milyar, min: Rp.

> Rp 5 milyar s/d Rp 10 milyar, min: Rp. 150 juta,

p 20 milyar, min: Rp. 200 juta,

> Rp 20 milyar s/d Rp 50 milyar, min: Rp. 300 juta,

> Rp. 50 milyar s/d Rp. 150 milyar, min: Rp. 400 juta,

> Rp 150 milyar, min: Rp. 600

Pasal 9 ayat (1) dan (2) PP No. 109 tahun 2000

setiap bulannya dikelompokkan berdasarkan realisasi penerimaan Pajak dan

anggaran sebelumnya dengan ketentuan: pokok dan

antara Rp 1 Triiun s/d Rp 2,5 Trliun = 7 kali gaji pokok

antara Rp 2,5 Triliun s/d Rp 7,5 Triliun = 8 kali gaji pokok

Pasal 7 PP No. 69 tahun 2010

• > Rp 7,5 Triliun = 10 kali gaji dan tunjangan yang melekat

Gubenur dan Wakil Gubenur Riau

Penghasilan Gubenur Riau setiap bulannya diperkirakan menerima sebesar Rp. 203.526.354,00. Yang terdiri dari Gaji Pokok Sebesar Rp. 3.000.000, Tunjangan jabatan sebesar Rp. 5.400.000,136.326.354,- ditambah lagi insentif pajak sebesar Rp. 58.800.000,operasional ini dihitung dari besarnya Pendapatan Asli Daerah, Provinsi Riau tahun 2012 PAD Rp. 2,181 triliun, maka besarnya tunjangan Gubenur itu adalah 0,15% dari total PAD yang diterimapajak dan retribusi daerah adalah sebesar 1,850 Triliun. Sehingga sesuai dengan ketentuan insentif untuk Gubenur Riau adalah 7 kali Gaji Poko dan Tunjangan. Dengan demikian diperkirakan gaji/penghasilaadalah sebesar Rp. 2,4 Triliun.

Sedangkan Wakil Gubernur Riau, tahun 2012 diperkirakan berpenghasilan setiap Bulannya Rp. 190.086.354,Tunjangan Jabatan Rp. 4.320.000,Juta, dan insentif pajak Rp. 47,04 Juta. Dengan Demikian total penghasil Wakil Gubenur Riau Pertahunnya sebesar Rp. 2.2 triliun

Uraian Penghasilan1. Gaji Pokok 2. Tunjangan Jabatan 3. Tunjangan Operasional4. Insentif Pajak

Total perbulan Total Pertahun

> Rp 7,5 Triliun = 10 kali gaji dan tunjangan yang

Gubenur dan Wakil Gubenur Riau TA 2012

Penghasilan Gubenur Riau setiap bulannya diperkirakan menerima sebesar Rp. 203.526.354,00. Yang terdiri dari Gaji Pokok Sebesar Rp. 3.000.000, Tunjangan jabatan sebesar Rp. 5.400.000,-. Kemudaian tunjangan operasional sebesar

ditambah lagi insentif pajak sebesar Rp. 58.800.000,operasional ini dihitung dari besarnya Pendapatan Asli Daerah, Provinsi Riau tahun 2012 PAD Rp. 2,181 triliun, maka besarnya tunjangan Gubenur itu adalah 0,15% dari total PAD yang diterima. Kemudian insentif pajak diakumulasikan dari besarnya pajak dan retribusi daerah adalah sebesar 1,850 Triliun. Sehingga sesuai dengan ketentuan insentif untuk Gubenur Riau adalah 7 kali Gaji Poko dan Tunjangan. Dengan demikian diperkirakan gaji/penghasilan Gubenur Riau dalam satu tahun adalah sebesar Rp. 2,4 Triliun.

Sedangkan Wakil Gubernur Riau, tahun 2012 diperkirakan berpenghasilan setiap Bulannya Rp. 190.086.354,-. Dengan Rincian gaji pokok Rp. 2.400.000,Tunjangan Jabatan Rp. 4.320.000,-. Kemudian Tujangan Operasional Rp. 136,3 Juta, dan insentif pajak Rp. 47,04 Juta. Dengan Demikian total penghasil Wakil Gubenur Riau Pertahunnya sebesar Rp. 2.2 triliun

Uraian Penghasilan Gubenur Wakil Gubenur3.000.000,- 2.400.000,

Tunjangan Jabatan 5.400.000,- 4.320.000,Tunjangan Operasional 136.326.354,- 136.326.354,

58.800.000,- 47.040.000,Total perbulan 136.326.354,- 190.086.354,Total Pertahun

2.409.316.246,-2.254.636.246,

> Rp 7,5 Triliun = 10 kali gaji dan tunjangan yang

Penghasilan Gubenur Riau setiap bulannya diperkirakan menerima sebesar Rp. 203.526.354,00. Yang terdiri dari Gaji Pokok Sebesar Rp. 3.000.000, Tunjangan

. Kemudaian tunjangan operasional sebesar Rp ditambah lagi insentif pajak sebesar Rp. 58.800.000,-. Tunjangan

operasional ini dihitung dari besarnya Pendapatan Asli Daerah, Provinsi Riau tahun 2012 PAD Rp. 2,181 triliun, maka besarnya tunjangan Gubenur itu adalah 0,15%

. Kemudian insentif pajak diakumulasikan dari besarnya pajak dan retribusi daerah adalah sebesar 1,850 Triliun. Sehingga sesuai dengan ketentuan insentif untuk Gubenur Riau adalah 7 kali Gaji Poko dan Tunjangan.

n Gubenur Riau dalam satu tahun

Sedangkan Wakil Gubernur Riau, tahun 2012 diperkirakan berpenghasilan . Dengan Rincian gaji pokok Rp. 2.400.000,-

Tujangan Operasional Rp. 136,3 Juta, dan insentif pajak Rp. 47,04 Juta. Dengan Demikian total penghasil Wakil

Wakil Gubenur2.400.000,-4.320.000,-

136.326.354,-47.040.000,-

190.086.354,-2.254.636.246,-

3 Penghasilan KDH dan WKDH Kabupaten/Kota Tertinggi di Riau

No3 Rangking KDH Penghasilan Terbesar

1 Walikota Pekanbaru 2 Kabupaten Bengkalis 3 Kabupaten Siak

No 3 Rangking WKDH

Penghasil Terbesar 1 Walikota Pekanbaru 2 Kabupaten Bengkalis 3 Kabupaten Siak

Untuk penghasilan kepala daerah kabupaten/ kota se Provinsi Riau, sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka, penghasilan tertinggi kepada daerah tingkat dua se Riau adalah Walikota Pekanbaru (Firdaus, MT) dengan penghasilan perbulan diperkirakan sebesar Rsebesar Rp. 932,8 Juta. Kemudian nomor tertinggi kedua Bupati Bengkalis (Herliyan Saleh) dengpertahunnya sebesar Rp. 853,9M.Si) berada pada posisi penghasilan tertinggi ketiga dengan penghasilan perbulan diperkirakan sebesar Rp. 66,1pertahunnya sebesar Rp. 793,9daerah tersebut merupakan peringkat tertinggi penghasilanny

Selain itu, diluar gaji, tunjangan, operasional dan insentfi pajak, skepala daerah juga mendapatkan fasilitas rumah dinas. Tetapi tidak hanya itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2000, kepala daerah juga mendapatkan tunjangan biaya• Biaya rumah tangga • Biaya pembelian inventaris rumah jabatan • Biaya pemeliharaan rumah jabatan dan barang• Biaya pemeliharaan kendaraan dinas • Biaya pemeliharaan kesehatan • Biaya perjalanan dinas • Biaya pakaian dinas • Biaya penunjang operasional

Yang terpenting dan perlu masyarakat ketahui, bahwa setiap uang yang dinikmati dan menjadi penghasilan kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut adalah bersumber dari “

3 Penghasilan KDH dan WKDH Kabupaten/Kota Tertinggi di Riau

Bulan TahunRp 77.739.105 Rp Rp 71.160.000 Rp 853.920.000 Rp 66.160.000 Rp 793.920.000

Bulan TahunRp 70.209.105 Rp 842.509.266 Rp 63.630.000 Rp 763.560.000 Rp 58.630.000 Rp 703.560.000

Untuk penghasilan kepala daerah kabupaten/ kota se Provinsi Riau, sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka, penghasilan tertinggi kepada daerah tingkat dua se Riau adalah Walikota Pekanbaru (Firdaus, MT) dengan penghasilan perbulan diperkirakan sebesar Rp. 77,7 Juta d

Juta. Kemudian nomor tertinggi kedua Bupati Bengkalis (Herliyan Saleh) dengan penghasilan perbulan Rp. 71,1pertahunnya sebesar Rp. 853,9 juta. Selanjutnya Bupati Siak (Syamsura,

pada posisi penghasilan tertinggi ketiga dengan penghasilan an diperkirakan sebesar Rp. 66,1 juta sedangkan akumula

pertahunnya sebesar Rp. 793,9 juta. Begitu juga dengan WKDH, juga ketiga daerah tersebut merupakan peringkat tertinggi penghasilanny

Selain itu, diluar gaji, tunjangan, operasional dan insentfi pajak, skepala daerah juga mendapatkan fasilitas rumah dinas. Tetapi tidak hanya itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2000, kepala daerah juga mendapatkan tunjangan biaya-biaya berikut :

Biaya rumah tangga Biaya pembelian inventaris rumah jabatan Biaya pemeliharaan rumah jabatan dan barang-barang inventaris Biaya pemeliharaan kendaraan dinas Biaya pemeliharaan kesehatan Biaya perjalanan dinas Biaya pakaian dinas Biaya penunjang operasional

Yang terpenting dan perlu masyarakat ketahui, bahwa setiap uang yang dinikmati dan menjadi penghasilan kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut adalah bersumber dari “Pajak dan Retribusi yang dibayar

3 Penghasilan KDH dan WKDH Kabupaten/Kota Tertinggi di Riau

Rp 932.869.266 Rp 853.920.000 Rp 793.920.000

Rp 842.509.266 Rp 763.560.000 Rp 703.560.000

Untuk penghasilan kepala daerah kabupaten/ kota se Provinsi Riau, sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka, penghasilan tertinggi kepada daerah tingkat dua se Riau adalah Walikota Pekanbaru (Firdaus, MT) dengan

Juta dan pertahunnya Juta. Kemudian nomor tertinggi kedua Bupati Bengkalis

an penghasilan perbulan Rp. 71,1 juta sedangkan juta. Selanjutnya Bupati Siak (Syamsura,

pada posisi penghasilan tertinggi ketiga dengan penghasilan juta sedangkan akumulasi

juta. Begitu juga dengan WKDH, juga ketiga daerah tersebut merupakan peringkat tertinggi penghasilannya.

Selain itu, diluar gaji, tunjangan, operasional dan insentfi pajak, setiap kepala daerah juga mendapatkan fasilitas rumah dinas. Tetapi tidak hanya itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2000, kepala daerah

barang inventaris

Yang terpenting dan perlu masyarakat ketahui, bahwa setiap uang yang dinikmati dan menjadi penghasilan kepala daerah dan wakil kepala

Pajak dan Retribusi yang dibayar

oleh Rakyat”. Olehkaberfoya-foya dengan banyaknya APBD, melainkan harus mengabdi kepada rakyat dengan mengatur secara baik pemerintahan sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakatnya. Dengan mengarahkan pembangunan yang berorientasi sebesarnya untuk kemakmuran rakyatnya. Bukan justru sebaliknya prinsip “aji mumpung”, sebagai bentuk ketidak sadaran kepala daerah yang lupa bahwa dirinya sebagai pengabdi terhadap rakyatnya. Sehingga dengan kekuasaan digunakan untuk mengeruksebesarnya. Dengan prinsip membangun salah kaprah, popularitas jadi pijakan untuk membuat prgram.

Dengan demikian rakyat memiliki hak untuk menuntut, apabila terdapat kesenjangan antara banyaknya sumber daya alam dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Olehkarena itu, kepala daerah bukan sebagai raja yang harus foya dengan banyaknya APBD, melainkan harus mengabdi kepada

rakyat dengan mengatur secara baik pemerintahan sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakatnya. Dengan mengarahkan pembangunan yang berorientasi sebesarnya untuk kemakmuran rakyatnya. Bukan justru sebaliknya prinsip “aji mumpung”, sebagai bentuk ketidak sadaran kepala daerah yang lupa bahwa dirinya sebagai pengabdi terhadap rakyatnya. Sehingga dengan kekuasaan digunakan untuk mengeruksebesarnya. Dengan prinsip membangun salah kaprah, popularitas jadi pijakan untuk membuat prgram.

Dengan demikian rakyat memiliki hak untuk menuntut, apabila terdapat kesenjangan antara banyaknya sumber daya alam dengan tingkat

an masyarakatnya.

rena itu, kepala daerah bukan sebagai raja yang harus foya dengan banyaknya APBD, melainkan harus mengabdi kepada

rakyat dengan mengatur secara baik pemerintahan sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakatnya. Dengan mengarahkan pembangunan yang berorientasi sebesarnya untuk kemakmuran rakyatnya. Bukan justru sebaliknya prinsip “aji mumpung”, sebagai bentuk ketidak sadaran kepala daerah yang lupa bahwa dirinya sebagai pengabdi terhadap rakyatnya. Sehingga dengan kekuasaan digunakan untuk mengeruk kekayaan yang sebesarnya. Dengan prinsip membangun salah kaprah, popularitas jadi

Dengan demikian rakyat memiliki hak untuk menuntut, apabila terdapat kesenjangan antara banyaknya sumber daya alam dengan tingkat