preferensi dan frekuensi konsumsi makanan … · jajanan digoreng pada anak sd di kecamatan ......

107
PREFERENSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN DIGORENG PADA ANAK SD DI KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR OKTAVIANUS PARA ENDRO DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: nguyenmien

Post on 25-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PREFERENSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN DIGORENG PADA ANAK SD DI KECAMATAN

CIJERUK, KABUPATEN BOGOR

OKTAVIANUS PARA ENDRO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Preferensi dan

Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan

Cijeruk, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Otavianus Para Endro NIMI14080127

ABSTRACT

Oktavianus Para Endro. Preferences and Consumption Frequency of Fried Snacks Among Elementary School Children at Cijeruk Sub-District, Bogor District. Supervised by M. Rizal. M. Damanik and Leily Amalia Furkon.

The aim of the present study was to analyze preferences and consumption Frequency of fried snacks among elementary school children at Cijeruk sub-district, Bogor District. The study design was a cross sectional with 80 samples of school children. Spearman test results showed that there was a significant relationship between the age at hawker on batagor (p=0.037, r=0.252) and risoles (p=0.014, r=0.274); and knowledge of nutrition on bakso goreng (p =0.039, r=-0.231) and cireng isi ayam (p=0.003, r=0.314). The results of Spearman test showed that there was significant relationship between the level of student preferences with the frequency of the snack batagor (p=0.002, r=0.344), chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016, r=0.270), and risoles (p=0.000, r=0.397). Flavors and prices on food are two of the characteristics that most influence food preference level. Contribution to energy and nutrient adequacy of nutritional snack foods to 44% for energy, 68.9% for protein, 13.1% for calcium, 37.2% for iron, 5.6% for vitamin C.

Key words: snacks, preference, frequency, contribution

RINGKASAN

Oktavianus Para Endro. Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh M. Rizal. M. Damanik dan Leily Amalia Furkon.

Tujuan umum penelitian ini untuk menganalisis preferensi dan frekuensi konsumsi makanan jajanan digoreng pada anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik individu contoh; 2) mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh; 3) mengidentifikasi karakteristik makanan jajanan contoh; 4) menganalisis preferensi dan alasan menyukai makanan jajanan contoh antar SD; 5) menganalisis frekuensi makan jajanan contoh antar SD; 6) menganalisis kontribusi energi dan zat gizi makanan jajanan contoh terhadap AKG; 7) menganalisis hubungan antara karakteristik individu contoh dan frekuensi makan jajanan dengan preferensi makanan jajanan contoh. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study yang dilakukan di SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara purposive berdasarkan beberapa pertimbangan terutama letak lokasi yang berdekatan. Jumlah contoh setiap sekolah antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki persentase yang sama dengan alasan jenis kelamin mempengaruhi tingkat kesukaan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2012 sampai dengan Januari 2013. Contoh penelitian adalah siswa kelas 4 dan kelas 5. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui jumlah minimal contoh adalah 72 siswa, sehingga setelah dilakukan secara proposional jumlah contoh menjadi 80 siswa.

Data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan cara wawancara dan observasi menggunakan kuesioner untuk menanyakan preferensi dan frekuensi jajan, besar uang jajan, besar keluarga, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi, dan jenis kelamin serta keadaan kantin, penjaja, dan warung mengenai makanan jajanan yang diperoleh dari setiap penjual makanan jajanan. Data sekunder terdiri atas karakteristik lingkungan sekolah dan keadaan siswa yang diperoleh dari pihak administrasi di setiap SD yang bersangkutan. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver.17 for Windows dengan analisis deskriptif menggunakan uji beda Kruskal Walis dan uji Spearman untuk melihat hubungan antar variabel.

Besar keluarga contoh tergolong kategori sedang (65.5%) dan paling banyak di SD P2 sekitar 72.7% dengan jumlah anggota keluarga lima sampai tujuh orang. Pendidikan ayah dan ibu umumnya berada disebaran tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara dan hanya 1.3% (bapak) dan 2.5% (ibu) berada pada sebaran perguruan tinggi. Sebagian besar pendapatan orang tua berada pada kategori sedang (48.8%) dan paling banyak di SD P1 dan SD P2 mencapai 53.1% dan 50.0%. Secara umum karakteristik orang tua tidak berbeda secara signifikan (p>0.05)

Contoh yang menjadi sampel paling banyak di SD P1 mencapai 32 siswa. Uang jajan siswa berkisar Rp1,000 dan lebih besar atau sama dengan Rp4,000 dan umumnya berada pada kategori rendah (Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000) dengan total mencapai 38.8% (88.5% di SD C1). Rentang usia contoh sebagian besar berada pada rentang 10 dan lebih kecil dari 11 tahun mencapai 36.3%. Pengetahuan gizi contoh umumnya berada pada kategori sedang

(47.5%) dan hasil rata-rata tingkat pengetahuan gizi di SD P2 (71.13) tergolong kategori sedang dan lebih tinggi. SD C1 tergolong tingkat pengetahuan gizi buruk (53.26). Karakteristik contoh umumnya tidak berbeda secara signifikan (p>0.05) kecuali pada uang jajan (p=0.000) dan pengetahuan gizi (p=0.001).

Harga makanan jajanan terendah Rp500 per porsi dengan bentuk yang bervariasi, seperti: berbentuk “love”, berbentuk tabung, berbentuk bulat, berbentuk pipih, berbentuk segi empat, dan berbentuk menyerupai kue kroket. Tekstur, warna, suhu, dan rasa tidak diperhatikan oleh penjual dengan baik terutama pada cara pengolahan dan penggorengan sehingga mempengaruhi keadaan makanan jajanan, seperti: tekstur yang kasar, warna yang kecoklatan dan kehitaman, suhu yang dingin, dan rasa asin.

Bakso goreng (86.3%) dan chicken nugget (77.6%) adalah makanan jajanan dengan persentase tertinggi disukai contoh dibandingkan dengan cireng isi abon (15.1%) dan bakwan (8.8%) merupakan jenis makanan jajanan yang paling tinggi persentase contoh tidak suka (tidak suka dan sangat tidak suka). Harga dan rasa merupakan dua dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi tingkat preferensi contoh. Tingkat preferensi jajan contoh antar sekolah berbeda nyata pada bakwan (p=0.027) dan risoles (p=0.007), SD P1 paling tinggi tingkat kesukaannya.

Bakwan (17.5%) dan bakso goreng (20.1%) adalah makanan jajanan yang sering (sering dan sangat sering) dibeli paling tinggi dibandingkan dengan batagor dan cireng isi sapi merupakan jenis makanan jajanan dengan total persentase tertinggi jarang dibeli (sangat jarang dan tidak pernah sama sekali) mencapai 72.5% dan 67.5%. Tingkat frekuensi jajan contoh antar sekolah berbeda nyata pada bakwan (p=0.002) dan onde-onde (p=0.021), SD P2 paling tinggi frekuensi jajan.

Kontribusi energi dan zat gizi terhadap kecukupan dari gizi makanan jajanan di SD P2 lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan sekolah di SD P1 dan SD C1 mencapai 49% untuk energi, 73.2% untuk protein, 14.5% untuk kalsium, 41.3% untuk zat besi, dan 6.7% untuk vitamin C. Tingginya kontribusi energi dan zat gizi di SD P2 diduga akibat tingginya frekuensi jajan contoh yang sangat tinggi yang mana berdasarkan tingkat frekuensi terdapat perbedaan yang nyata antara frekuensi jajan contoh pada ke tiga sekolah yang menunjukkan SD P2 Lebih tinggi persentase jajan. Sedangkan total rata-rata kontribusi energi dan zat gizi di sekolah secara keseluruhan mencapai 44% untuk energi, 68.9% untuk protein, 13.1% untuk kalsium, 37.2% untuk zat besi, dan 5.6% untuk vitamin C.

Hasil uji Correlations-Spearman’s terdapat hubungan nyata antara makanan jajanan dengan karakteristik individu, seperti: usia pada batagor (p=0.037, r=0.252), dan risoles (p=0.014, r=0.274) dan pengetahuan gizi pada bakso goreng (p=0.039, r=-0.231) dan cireng isi ayam (p=0.003, r=0.314). Sementara ada hubungan yang signifikan antara tingkat preferensi contoh dengan frekuensi terhadap makanan jajanan seperti batagor (p=0.002, r=0.344), chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016, r=0.270), dan risoles (p=0.000, r=0.397).

PREFERENSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN DIGORENG PADA ANAK SD DI KECAMATAN

CIJERUK, KABUPATEN BOGOR

OKTAVIANUS PARA ENDRO

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

Judul : Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan

Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten

Bogor Nama : Oktavianus Para Endro

NIM : I14080127

Mengetahui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si Nip. 19640731 199003 1 001 Nip. 19721209 200501 2 004

Mengetahui :

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr.Ir.Budi Setiawan, MS Nip. 19621218 198703 1 001

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada

Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini merupakan salah

satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi

pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian

Bogor.

Atas segala bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini,

tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada: drh. M. Rizal M. Damanik,

MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing I dan Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si

selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan semangat

kepada penulis; Dr.Ir.Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan bimbingan selama kuliah kepada penulis; Prof.Dr.Ir.Siti

Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan Dr.Ir.Budi Setiawan, MS

selaku dosen penguji yang memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi;

dr.Ermia Rahardjo, MS, Sp.Gk dan dr.Vera Uripi selaku dosen pembimbing

selama ID (Internship Dietetik) di RSUD Ciawi; Pemerintah Daerah Kabupaten

Landak, Provinsi Kalimantan Barat yang memberikan bantuan biaya pendidikan

selama kuliah kepada penulis serta orang tua (A. Anyi dan E. Lusiana), saudara

(Pido dan Tia), dan teman dekat (Miranti) yang selalu memberi nasehat dan

motivasi kepada penulis; teman-teman seangkatan (Adi, Nehem, Caca, Rompul,

Made, Yasmin, Nofitri dan Anak GM 45 semuanya) serta anggota AINP (Adit,

Didit, Azan dan semua anggota yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu)

yang telah memberikan masukan serta motivasi.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis dan masyarakat serta

memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak lupa penulis

mohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang tidak berkenan baik

secara lisan maupun tulisan pada skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran

untuk kesempurnaan sangat diharapkan.

Bogor, Januari 2013

Oktavianus Para Endro

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Senakin, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak,

Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 9 Oktober 1989 dari ayah Adrianus Anyi

dan Ibu Emiliana Lusiana. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SDN

43 Andeng, Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak. Kemudian Penulis

melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah pertama di SMP Santo Aloysius

Gonzaga Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kabupaten Bengkayang

dan tamat pada tahun 2004. Penulis melanjutkan di SMA Seminari Santo Paulus

Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kabupaten Bengkayang sampai

tingkat kedua dan melanjutkan ke SMAN 01 Sengah Temila, Kabupaten Landak

sampai selesai pada tahun 2007.

Penulis masuk ke IPB melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) pada

tahun 2007. Sebelum masuk pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis

mengikuti program Prauniversitas yang diselenggarakan oleh pihak IPB dan

dinyatakan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis menjalani

masa TPB, akhirnya penulis memilih dan diterima di mayor Ilmu Gizi, Fakultas

Ekologi Manusia dengan Supporting Course dari berbagai bidang ilmu seperti:

Silvika (Departemen Silvikultur), Perkembangan Karakter dan Perilaku

Konsumen (Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen), Ekonomi Sumberdaya

(Departemen Ekonomi Sumberdaya Lahan), dan Dasar-dasar Hortikultur serta

Pasca Panen Tanaman Pertanian (Departemen Agronomi dan Hortikultur).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa kegiatan

organisasi, antara lain: Korma Kemaki (Korma Mahasiswa Keluarga Mahasiswa

Katolik IPB), Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat (KPMKB), dan SAMI

SAENA bagian Gizi Kesehatan yang merupakan bidang Bina Desa yang

diselengarakan oleh Fakultas Ekologi Manusia. Penulis juga melaksanakan

Kuliah Kerja Profesi di Desa Kaligiri, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes,

Jawa Tengah pada bulan Juli sampai Agustus 2011 dan melaksanakan

Internship (ID) bidang Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi pada bulan

Maret hingga April 2012.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii

PENDAHULUAN .................................................................................. 1

Latar Belakang .............................................................................. 1

Perumusan Masalah ...................................................................... 4

Tujuan ........................................................................................... 4

Hipotesis Penelitian ........................................................................ 5

Kegunaan Penelitian ...................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6

Makanan Jajanan Digoreng dan Kandungan Zat Gizi .................... 6

Anak Sekolah Dasar dan Makanan Jajanan.................................... 7

Anak Sekolah Dasar dan Angka Kecukupan Gizi ............................ 8

Preferensi Makanan Jajanan Anak ................................................. 10

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Makanan Jajanan .... 11

KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................... 19

METODE PENELITIAN.......................................................................... 21

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian .......................................... 21

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .............................................. 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................... 23

Pengolahan Data ............................................................................ 25

Analisis Data .................................................................................. 27

Definisi Operasional ....................................................................... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 30

Gambaran Umum Sekolah ............................................................. 30

Karakteristik Keluarga Contoh......................................................... 33

Karakteristik Contoh ........................................................................ 39

Karakteristik Makanan Jajanan ...................................................... 44

Preferensi dan Alasan Jajan Contoh di Sekolah ............................ 47

Frekuensi Jajan contoh di Sekolah ................................................. 53

Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap AKG .... 55

Hubungan Preferensi Jajan dengan Karakteristik Contoh ............... 58

Hubungan Preferensi Jajan dengan Frekuensi Jajan Contoh ......... 69

SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 70

Simpulan ........................................................................................ 70

Saran ............................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 73

LAMPIRAN ........................................................................................... 77

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kandungan zat gizi dari berbagai camilan digoreng .......................... 6

2 Fungsi energi dan zat gizi ................................................................. 9

3 Kebutuhan energi dan zat gizi ........................................................... 9

4 Cara pengumpulan data sekunder ................................................... 24

5 Cara pengumpulan data primer ........................................................ 24

6 Klasifikasi tingkat pengetahuan gizi ................................................... 25

7 Cara menganalisis data ..................................................................... 27

8 Data yang diolah ............................................................................... 28

9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .................................... 34

10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan bapak ................................ 35

11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu..................................... 36

12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua ......................... 37

13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan .............................. 38

14 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ....................................... 39

15 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan ........................................... 41

16 Sebaran contoh berdasarkan usia ..................................................... 41

17 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ................................ 43

18 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pengetahuan gizi yang benar 44

19 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan ............................................................................................. 49

20 Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan ................................................................................. 51

21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan ............................................................................................. 54

22 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut jenis kelamin .......................................................... 60

23 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan ................................................. 61

24 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut usia ........................................................................ 64

25 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut pengetahuan gizi ................................................... 67

26 Hubungan Preferensi jajan dengan frekuensi jajan contoh ................ 69

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran preferensi makanan jajanan .............................. 20

2 Pengambilan sampel ......................................................................... 23

3 Lokasi sekolah .................................................................................. 30

4 Lingkungan SDN 01 Palasari ............................................................ 31

5 Lingkungan SDN 02 Palasari ........................................................... 31

6 Kantin Ajinomoto-IPB Nutrition Program 2012 ................................... 32

7 Lingkungan SDN 01 Cipicung ........................................................... 33

8 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi antar sekolah ....... 56

9 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi contoh keseluruhan 57

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan ............................................................................................. 77

2 Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan ................................................................................ 79

3 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan ............................................................................................. 81

4 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut jenis kelamin ......................................................... 83

5 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan ................................................. 84

6 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut usia ........................................................................ 86

7 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut pengetahuan gizi ................................................... 87

8 Gambar makanan jajanan digoreng .................................................. 88

9 Karakteristik makanan jajanan .......................................................... 89

10 Hubungan karakteristik individu dengan preferensi jajan ................... 90

11 Hubungan frekuensi jajan dengan preferensi makanan jajanan ........ 91

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak sekolah dasar (SD) rata-rata berusia 7 sampai 12 tahun. Di usia ini

anak sekolah memiliki sifat individual, aktif bermain, dan berkeinginan untuk

mandiri (Megawangi 2009). Sifat individu dan berkeinginan untuk mandiri

tersebut berdampak pada penentuan makanan. Menurut Proverawati et al.

(2008) makanan yang disukai anak-anak tidak sejalan dengan makanan sehat.

Hal ini dikarenakan anak sekolah cendrung memilih makanan yang kaya akan

karbohidrat dibandingkan dengan makanan sumber serat seperti sayuran (Bruun

et al. 2011). Disisi lain aktifitas bermain anak pada usia ini sangat tinggi sehingga

menguras energi yang dapat meyebabkan ketidakseimbangan antara energi

yang masuk dan keluar.

Usia anak-anak sering sekali bermasalah dalam mengonsumsi makanan.

Suka memilih makanan dan monoton terhadap makanan tertentu merupakan

masalah yang sering dihadapi para orang tua dalam memberi dan menyediakan

makanan. Proverawati et al. (2008) mengatakan takut akan makanan tertentu,

mengikuti zaman, dan tidak mau mencoba makanan baru merupakan masalah

yang serius pada anak dalam mengonsumsi makanan. Situasi ini akan

berdampak pada status gizi anak. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan

keseimbangan, atau perwujudan dari gizi dalam bentuk variabel tertentu

(Supariasa et al. 2002). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN)

(2007) memperkirakan hampir 50 persen penduduk atau lebih dari 90 juta jiwa

penduduk Indonesia mengalami aneka masalah gizi (gizi kurang dan gizi lebih).

Permasalahan mengenai makanan pada anak-anak sebenarnya telah

mendapat perhatian dari pemerintah. Salah satu bukti nyatanya adalah program

pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS). Tetapi tidak jarang

penolakan terhadap makanan, kejenuhan terhadap makanan, dan rasa bosan

terhadap menu makanan yang diberikan menjadi permasalahan. Permasalahan

ini bisa dipicu akibat dari pemberian atau penyelenggaraan makanan kurang

memperhatikan preferensi makan anak. Menurut Proverawati et al. (2008)

preferensi makanan bisa dijadikan prediktor dalam penilaian dan pemilihan

kualitas maupun jenis makanan. Jadi preferensi makanan merupakan salah satu

cara yang bisa digunakan untuk melihat dan menentukan kesukaan seseorang

terhadap makanan tertentu. Karakteristik makanan tidak dapat dilepaskan dari

2

kesukaan anak-anak terhadap makanan tidak terkecuali pada makanan jajanan.

Rasa, tekstur, dan suhu pada makanan merupakan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kesukaan (Wiharta 1982).

SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung merupakan tiga

contoh SDN (Sekolah Dasar Negeri) yang ada di Kecamatan Cijeruk, Kota

Bogor. Dilihat dari profil keluarga (keadaan ekonomi) umumnya masih tergolong

keluarga tingkat ekonomi rendah. Keadaan ekonomi akan mempengaruhi daya

beli (Dewan Ketahanan Pangan 2009). Menurut Supariasa et al. (2002) yang

menjadi akar dan pokok permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, kemiskinan,

kurang pendidikan dan keterampilan. Keadaan ekonomi mempengaruhi daya

beli, dua di antara tiga SD (Sekolah Dasar) yang ada dijadikan tempat untuk

menjalankan program penyelenggaraan makanan jajanan (SDN 02 Palasari dan

SDN 01 Cipicung), dan letak antara ke tiga SD berdekatan membuat peneliti

menjadikan ke tiga SD ini menjadi objek penelitian.

Menurut Tresanawati (2009) anak-anak (usia sekolah) harus mendapatkan

makanan (makanan ringan) untuk mengatasi rasa lapar dan mencukupi energi

serta zat gizi. Jajan merupakan fenomena yang menarik bagi anak usia sekolah

dasar. Hal ini dikarenakan mengonsumsi makanan jajanan dapat memenuhi

kebutuhan berbagai energi karena aktifitas yang tinggi (apalagi bagi anak yang

tidak sarapan), pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan

kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil, dan memberikan perasaan

meningkatnya gengsi anak dimata teman-teman sekolah (Khomsan 2002).

Berdasarkan hasil penelitian umumnya anak makan 3 kali sehari (85%) sisanya

anak makan 2 kali sehari. Disamping makanan pokok sebagian besar anak

mendapat makanan selingan. Hanya 2.5% anak yang tidak mendapat makanan

selingan. Frekuensi makanan selingan yang terbanyak adalah setiap hari, yaitu

77.5% (Harahap 1992). Oleh sebab itu pola makan terutama makanan ringan

(jajan) pada anak-anak perlu dikaji lebih dalam.

Makanan ringan (jajanan) merupakan makanan yang bukan tergolong ke

dalam makanan pokok. Di usia anak-anak makanan ringan merupakan salah

satu bentuk makanan yang apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak dapat

mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi (Proverawati et al. 2008). Makanan

ringan dikelompokkan ke dalam berbagai kelompok salah satunya makanan

camilan (Winarno 2004, diacu dalam Rosa 2011). Jenis jajanan ini merupakan

salah satu kelompok makanan ringan sebagai sumber energi dan zat gizi

3

(Kementrian Agama RI 2012). Menurut Khomsan (2005), diacu dalam Tresnawati

(2009) kelompok makanan ini dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi

dan 2% dari kebutuhan protein anak sekolah. Umumnya seorang anak dapat

mengonsumsi 400 sampai 500 Kalori per sekali makan. Dengan demikian

makanan ringan dapat dijadikan alternatif dalam memenuhi kebutuhan dan

kecukupan gizi anak.

Permasalahan mengenai makanan dan status gizi anak sekolah juga

mendapat perhatian khusus dari pihak swasta. Tingginya peran makanan jajanan

terhadap sumbangan energi dan zat gizi menjadikan salah satu perusahaan di

Indonesia mengangkat masalah makanan jajanan sebagai program CSR

(corporate social responsibility). Ajinomoto-IPB Nutrition Program (AINP) 2012

merupakan program kerjasama antara Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Ekologi Manusia, IPB dengan PT Ajinomoto Indonesia dalam bidang pengabdian

kepada masyarakat. Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan status gizi anak

sekolah dasar melalui peningkatan mutu dan keamanan makanan jajanan di

sekolah.

Melihat fakta di atas peneliti menyadari makanan jajanan memiliki peran

dalam membantu mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi. Tetapi tidak semua

anak mampu memperoleh dan mau mengonsumsi makanan jajanan yang ada di

tempat sekolah. Keadaan ini bisa dipicu oleh tingkat preferensi makanan

seseorang yang mana banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi di

antaranya karakteristik individu dan karakteristik sosial (keluarga). Oleh sebab itu

peneliti ingin melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan preferensi makan

jajanan khususnya makanan jajanan digoreng pada Anak SDN 01 Palasari, SDN

02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

Pemilihan makanan (camilan) digoreng dengan alasan jumlah camilan yang

diolah dengan cara digoreng lebih banyak dibandingkan dengan camilan yang

diolah dengan cara dikukus, direbus, dan dipanggang di lingkungan sekolah

siswa. Situasi ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang spesifik

mengenai tingkat preferensi siswa terhadap makanan khususnya makanan

jajanan digoreng.

4

Perumusan Masalah

Masa anak-anak merupakan usia yang tepat untuk mengarahkan status

gizi yang baik. Hal ini dikarenakan pada usia ini makanan yang dikonsumsi

digunakan untuk pertumbuhan. Masalahnya tidak jarang kita menemukan anak

yang susah dalam mengonsumsi makanan. Akibatnya dalam jangka panjang

pertumbuhan organ yang ada pada anak itu akan terganggu. Perkembangan

fungsi otak seperti melemahnya daya ingat, kemampuan belajar menurun,

tingginya kesakitan mengakibatkan menurunya prestasi belajar merupakan efek

yang akan ditimbulkan. Oleh sebab itu diperlukan solusi untuk meningkatkan

asupan makanan. Salah satunya dengan cara mengetahui tingkat preferensi

makan dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi makan terutama pada

makanan jajanan. Tujuannya adalah memperoleh informasi awal untuk

mengetahui kendala dan cara mengatasi masalah sesuai dengan sasaran

masalah masing-masing. Pemilihan makanan jajanan mengingat waktu yang

paling banyak dihabiskan oleh anak adalah di sekolah.

Penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan dengan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik contoh terhadap preferensi jajan contoh,

2. Bagaimana preferensi jajan terhadap frekuensi jajan contoh.

Tujuan

Tujuan Umum

Menganalisis preferensi dan frekuensi konsumsi makanan jajanan

digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi karakteristik individu contoh (uang jajan, jenis kelamin,

tingkat pengetahuan gizi, dan umur),

2) Mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh (tingkat pendidikan orang

tua, besar penghasilan orang tua, dan besar keluarga),

3) Mengidentifikasi karakteristik makanan jajanan contoh,

5

4) Menganalisis preferensi dan alasan menyukai makanan jajanan contoh

antar SD,

5) Menganalisis frekuensi makan jajanan contoh antar SD,

6) Menganalisis kontribusi energi dan zat gizi (energi, protein, kalsium, zat

besi, dan vitamin C) makanan jajanan contoh terhadap angka kecukupan

gizi (AKG),

7) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu contoh, dan frekuensi

makan jajanan dengan preferensi makanan jajanan contoh.

Hipotesis Penelitian

1) Terdapat hubungan positif antara karakteristik individu contoh dan

karakteristik makanan jajanan contoh terhadap preferensi makanan

jajanan,

2) Terdapat hubungan positif antara preferensi makanan jajanan terhadap

frekuensi makanan jajanan.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

preferensi makanan jajanan sehingga bisa digunakan sebagai literatur

untuk membuat makanan jajanan yang disukai anak.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan membantu peneliti untuk membuktikan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi makanan jajanan

anak.

6

TINJAUAN PUSTAKA

Makanan Jajanan Digoreng dan Kandungan Zat Gizi

Makanan jajanan merupakan makanan atau minuman yang dijual dalam

wadah atau sarana penjualan di tempat umum atau di tempat khusus. Makanan

jajanan biasanya tersusun dari aneka ragam pangan dengan variasi bentuk,

rupa, dan jenis yang sangat beragam (Forum Koordinasi PMT-S Tingkat Pusat

1997). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makanan jajanan merupakan

makanan atau minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat

penjualan maupun di rumah yang disajikan sebagai siap santap dalam wadah

atau sarana penjualan dalam bentuk, rupa, dan jenisnya baik sarana penjualan

maupun jenis makanan jajanan yang dijual.

Makanan jajanan tidak termasuk makanan pokok dan jenis makanan ini

sering dijumpai di kaki lima, di lingkungan sekolah, di pinggiran jalan, di stasiun,

dan di pasar. Menurut Winarno (2004), diacu dalam Rosa (2011) berdasarkan

jenisnya makanan ini dibedakan ke dalam empat kelompok yaitu makanan

sepinggan (nasi remes, nasi kucing, dan bakso), camilan (bakwan, cimol dan

gorengan), minuman (es kelapa, es buah, dan teh) dan buahan segar (pepaya,

nenas, dan melon).

Tabel 1 Kandungan zat gizi dari berbagai camilan digoreng

Jenis Jajanan Kandungan Gizi/100 g makanan

Energi (Kkal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vit. C (mg)

Bakso goreng 76 4.1 14.0 2.7 1.8

Batagor 152 12.1 80.0 4.5 0.0

Donat 357 9.4 451.9 1.7 0.0

Onde-onde 289 8.3 0.1 4.5 0.0

Tahu goreng 128 5.6 84.8 0.5 0.0

Tempe goreng 328 18.4 149.6 10.5 0.0

Bakwan 272 4.2 0.1 7.2 0.0

Risoles 335 5.2 6.8 1.4 0.0

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (2008)

Camilan digoreng merupakan salah satu jenis makanan jajanan yang

diolah dengan cara digoreng. Pengorengan umumnya mengunakan minyak yang

berasal dari minyak kelapa dan minyak sawit. Keuntungan pengolahan dengan

cara digoreng akan memberikan rasa yang enak, praktis, dan umumnya lebih

7

cepat dibuat. Sehingga tidak heran jenis camilan ini sering ditemui di lingkungan

sekitar kita. Namun jenis makanan yang digoreng sebenarnya perlu dikontrol

tingkat konsumsinya. Hal ini dikarenakan minyak yang digunakan untuk

menggoreng merupakan bahan yang paling mudah teroksidasi. Artinya makanan

yang digoreng secara tidak langsung sudah teroksidasi sehingga radikal bebas

yang bisa mengancam kesehatan mudah terbentuk. Proses oksidasi bisa dilihat

dari perubahan minyak yang agak kehitam-hitaman setelah digoreng (Anonim

2012).

Anak Sekolah Dasar dan Makanan Jajanan

Anak sekolah harus berangkat ke sekolah pada pukul 06.00 pagi dan

pulang sekolah pada pukul 15.00 sore. Terkadang mereka harus mengikuti

ektrakurikuler tambahan sehingga tidak jarang mereka harus pulang lebih dari

pukul 15.00 sore. Selain itu banyaknya tugas pekerjaan rumah (PR) dan

persiapan untuk esoknya tidak jarang membuat stamina anak menjadi lemah.

Salah satu upaya untuk menambah stamina anak dengan cara memberikan

sarapan pagi. Masalahnya sedikit sekali anak yang mau sarapan pagi. Hal ini

dikarenakan banyak faktor penyebab. Misalnya, jarak sekolah cukup jauh,

terlambat bangun pagi, atau tidak selera untuk sarapan pagi (Khomsan 2002).

Pada usia sekolah kebiasan makan pada anak tergantung pada kehidupan

sosial di sekolah, biasanya mereka malas untuk makan di rumah dikarenakan

ada sesuatu yang tidak disukai. Misalnya akibat stres sehingga perlu

pemantauan dan umumnya mereka lebih suka makan secara bersama teman

sekolahnya (Hidayat 2004). Pilih-pilih terhadap makanan, takut akan makanan

tertentu, mengikuti tren, dan cendrung tidak mau mencoba makanan baru

merupakan masalah serius. Akibatnya pertumbuhan dan perkembangan mereka

bisa terganggu. Hal ini dikarenakan ketidakseimbangan asupan antara energi

dan zat gizi yang masuk dengan keluar (Proverawati et al. 2008).

Makanan jajanan merupakan makanan yang paling disukai anak-anak

dibandingkan dengan makanan selingan lain seperti makanan bekal yang dibawa

dari rumah. Jajan bagi anak merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah

karena berbagai hal: merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan berbagai

energi karena aktifitas yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan),

pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan

jenis pangan sejak kecil, dan memberikan perasaan meningkatnya gengsi anak

8

dimata teman-teman sekolah (Khomsan 2002). Keadaan ini dibuktikan dari hasil

penelitian Harahap et al. (1992) yang menyatakan umumnya anak makan 3 kali

sehari (85%) sisanya anak makan 2 kali sehari. Disamping makanan pokok

sebagian besar anak mendapat makanan selingan. Hanya 2.5% anak yang tidak

mendapat makanan selingan. Frekuensi pemberian makanan selingan yang

terbanyak adalah setiap hari, yaitu 77.5%.

Menurut Khomsan (2005), diacu dalam Tresnawati (2009) makanan ringan

dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi dan 2% dari kebutuhan protein

anak sekolah. Umumnya seorang anak dapat mengonsumsi 400 sampai 500

Kalori per sekali makan. Menurut syarifah (2010) kontribusi energi dan dan

protein sekitar 30.0% dan 22.3%. Sedangkan Judarwanto (2008), diacu dalam

Rizki (2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan energi bagi anak usia

sekolah sampai 36.0%, protein 29%, dan zat besi 52%. Tambahan energi pada

saat sekolah bisa berdampak positif kepada anak sekolah. Misalnya anak lebih

aktif dikarenakan ketersediaan kadar gula tidak menurun. Protein bisa membantu

pertumbuhan dan berperan sebagai pencegahan anemia pada anak. Dengan

demikian makanan jajanan bermanfaat dan mempunyai pengaruh terhadap

kesehatan dan dapat dijadikan alternatif dalam memenuhi kecukupan gizi.

Anak Sekolah Dasar dan Angka Kecukupan Gizi

Anak sekolah dasar rata-rata dimulai pada umur 7 sampai 12 tahun.

Hidayat (2004) anak usia sekolah umumnya dimulai dari usia 5 sampai 11 tahun.

Di usia ini mereka memiliki sifat individual, aktif bermain, dan berkeinginan untuk

mandiri (Megawangi 2009). Menurt Lickona et al. (2003), diacu dalam

Megawangi (2009) anak yang berusia 6.5 sampai 8 tahun masih memiliki sifat

yang egosentris dan anak yang berusia 8.5 sampai 14 tahun sudah dapat

mengerti “golden rules”; harus memperlakukan orang lain seperti kamu

mengharapkan orang lain memperlakukanmu”. Sehingga tidak heran apabila kita

menemukan adanya anak yang nakal dan seolah-olah sudah dewasa pada usia

sekolah dasar.

Anak sekolah dasar mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara

cepat pada usia 9 sampai 12 tahun. Pertumbuhan yang terjadi berupa

penambahan berat badan bisa mencapai 2.5 kg/tahun dan tinggi badan bisa

mencapai 5 cm/tahun. Hal yang menarik pada anak sekolah dasar adalah

kemampuan motoriknya dipengaruhi oleh tingginya aktifitas fisik anak. Selain

9

meningkatkan kemampuan motoriknya peran aktifitas fisik berperan sebagai

meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan sosialisasi anak, dan

meningkatkan kreatifitas (Hidayat 2004). Keaktifan anak-anak ini perlu mendapat

perhatian khusus, dikarenakan masa anak-anak merupakan masa pertumbuhan

yang cepat dan aktif. Oleh sebab itu mereka membutuhkan makanan yang

memenuhi kebutuhan gizi baik dari segi kualitas maupun kuantitas

(Wirakusumah dan Pranadji 1989).

Tabel 2 Fungsi energi dan zat gizi

Energi dan Zat Gizi

Fungsi

Energi Proses sintesis jaringan baru memerlukan energi, peningkatan ukuran tubuh menyebabkan peningkatan laju metabolik, dan kebutuhan energi untuk aktifitas.

Protein Sintesis jaringan baru.

Besi Diperlukan untuk pertambahan massa sel darah untuk menunjang jaringan ekstra. Pada anak perempuan, mulainya menstruasi meningkatkan kebutuhan zat besi.

Kalsium Diperlukan untuk pertumbuhan rangka

Vitamin C Terkonsentrasi pada sel darah putih, sebagai anti oksidan untuk melindungi dari kerusakan oleh radikal bebas akibat fagositosis.

Sumber: Barasi (2007)

Usia, jenis kelamin, aktifitas, tinggi badan, berat badan, dan kondisi

fisiologis merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya kebutuhan energi

dan zat gizi. Artinya ada perbedaan dalam segi jumlah kebutuhan energi dan zat

gizi tergantung dari usia, jenis kelamin, aktifitas, tinggi badan, berat badan, dan

kondisi fisiologis tertentu. Secara rinci kebutuhan energi dan zat gizi dapat dilihat

pada Tabel 3 di bawah ini (Barasi 2007).

Tabel 3 Kebutuhan energi dan zat gizi

No Kelompok

Umur

Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (Cm)

Energi (Kkal)

Protein (g)

Vit. C (mg)

Kalsium (mg)

Besi (mg)

Anak

1 7-9 thn 25 120 1800 45 45 600 10

Pria

2 10-12 thn 35 138 2050 50 50 1000 13

Perempuan

3 10-12 thn 37 145 2050 50 50 1000 20

Sumber: Barasi (2007)

10

Preferensi Makanan Jajanan Anak

Preferensi makanan memainkan peran yang penting terhadap apa yang

dipilihnya terhadap makanan dan dirinya (Proverawati et al. 2008). Menurut

Sanjur (1982), diacu dalam Tiyas (2009) tingkat preferensi seseorang terhadap

makanan tertentu dapat dilihat dan diukur. Pengukurannya menggunakan

metode skala dengan cara responden ditanya seberapa besar dia menyukai

makanan tertentu berdasarkan kriteria. Skala pengukuran dapat dibedakan

menjadi sangat tidak suka, tidak suka, netral, suka, dan sangat suka. Derajat

kesukaan diperoleh dari pengalamannya terhadap makanan yang akan

memberikan pengaruh kuat pada angka preferensinya. Preferensi terhadap

pangan bersifat plastis pada orang yang berusia muda, tetapi pada usia mereka

yang sudah cukup umur, preferensi telah bersifat permanen dan akhirnya

menjadi gaya hidup.

Menurut Proverawati et al. (2008) preferensi makanan anak-anak secara

keseluruhan tidak sejalan dengan makanan sehat. Umumnya mereka meyukai

makanan sumber karbohidrat dan protein yang berasal dari hewani dari pada

sayuran. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Rodrigo et al. (2003) yang

bertempat di Spayol dengan tujuan penelitian untuk menggambarkan preferensi

makanan, suka dan tidak suka pada anak-anak dan orang dewasa di Spayol.

Desain penelitian yang digunakan cross sectional survei penduduk. Hasilnya

makanan yang tidak disukai anak-anak adalah sayuran dan buah-buahan.

Menurut hasil penelitian Rizki (2009) pada anak sekolah dasar di Bogor,

makanan yang paling disukai adalah snacks yakni sebanyak 40.7% pada SD

Swasta dan 54.9% pada SD Negeri. Sedangkan kelompok makanan yang paling

sedikit adalah kelompok buah-buahan.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Tiyas (2009) dengan jumlah sampel 90

orang. Metode penelitian menggunakan metode survei dengan desain cross

sectional study. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan nyata antara

besar keluarga dengan preferensi minyak goreng (p<0.05), adanya hubungan

yang nyata antara pendapatan keluarga dengan preferensi minyak goreng

(p<0.01), margarin (p<0.05), kacang kedelai (p<0.05), dan kacang panjang

(p<0.05), adanya hubungan nyata antara jenis kelamin contoh dengan preferensi

bihun (p<0.05), dan pengetahuan gizi contoh berhubungan dengan preferensi ubi

jalar (p<0.05), margarin (p<0.01), dan nangka (p<0.01).

11

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Makanan Jajanan

Menurut Sanjur (1982), diacu dalam Martiani (2000) preferensi makanan

dipengaruhi oleh tiga faktor seperti karakteristik individu, karakteristik makanan,

dan karakteristik lingkungan. Umur, jenis kelamin, usia, dan pengetahuan gizi

merupakan beberapa karakteristik individu yang bisa mempengaruhi tingkat

preferensi seseorang. Harga, suhu, rasa, warna, bentuk, tekstur, zat gizi, dan

ketersediaan merupakan beberapa karakteristik makanan yang bisa

mempengaruhi tingkat preferensi seseorang terhadap makanan. Sedangkan

besar keluarga, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua pada

karakteristik lingkungan yang juga diyakini mempengaruhi tingkat kesukaan

seseorang. Menurut Candraningsih dan Sumarwan (1996) perbedaan preferensi

makanan dipengaruhi oleh karakteristik makanan (rasa, rupa, tekstur, dan

bentuk).

Karakteristik Individu Contoh

Umur

Anak yang terbiasa mengonsumsi makanan lokal semenjak kecil akan

memudahkannya dalam mengonsumsi makanan tersebut di kemudian hari

dibandingkan dengan anak yang tidak terbiasa mengonsumsi makanan lokal

meskipun berasal dari daerah dan suku yang sama. Menurut Gibney et al. (2008)

faktor kebiasaan makan dan pengalamam makan mempengaruhi populasi dalam

memilih makanan dari pada faktor genetik. Faktor umur pada seseorang

menentukan pilihan makanan dan cara makan pada makanan tertentu.

Kebutuhan gizi selalu disesuaikan dengan umur seseorang. Tujuannya untuk

memberikan asupan sesuai kebutuhan. Perbedaan usia akan mempengaruhi

perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 20011).

Usia prasekolah merupakan awal dari kemampuan kemandirian dalam

pemenuhan kebutuhan gizi sudah mulai muncul. Sehingga pengenalan yang

berhubungan tentang makanan harus diperkenalkan. Kejenuhan pada makanan

lebih rentan sehingga diperlukan variasi menu. Kebiasaan makan anak usia

sekolah dipengaruhi oleh kehidupan sosial. Umumnya anak sekolah lebih suka

mengonsumsi permen, makanan ringan, soda, dan susu (Gharib dan Rhashed

2011). Usia remaja kebutuhan gizi semakin tinggi hal ini dikarenakan berbagai

hal seperti pubertas dan aktifitas yang semakin tinggi (Hidayat 2004).

12

Jenis Kelamin

Banyak penelitan yang menunjukkan pengaruh jenis kelamin

mempengaruhi pemilihan makan seseorang. Gibney et al. (2008) menyatakan

kelompok yang memperhatikan berat badannya memiliki keterlibatan yang lebih

besar dengan makanan dibandingkan dengan orang lain atau orang tertentu

(makanan padat energi seperti cokelat). Kaum wanita terutama karena peran

gender yang secara historis tetap bertahan dalam masyarakat modern

(berbelanja dan memasak) cendrung lebih terlibat ke dalam makanan

dibandingkan dengan kaum pria. Hasil dari penelitian Poverawati et al. (2008)

menunjukkan preferensi sampel laki-laki dan perempuan terhadap jenis makanan

agar-agar berbeda secara bermakna. Sebanyak 23 sampel laki-laki dan 14

sampel perempuan menyukai jenis makanan ini. Menurut Maghubat et al. (2011)

anak laki-laki lebih suka mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dari pada

perempuan seperti kentang goreng.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan sebagian besar dari

pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga

(Sukandar 2007). Pengetahuan gizi merupakan pemahaman seseorang tentang

ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan

kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik bisa menghindarkan seseorang dari

konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996, diacu dalam Sukandar

2007). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan

perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan

gizi yang bersangkutan. Pengukuran pengetahun gizi dapat dilakukan dengan

menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice

test) (Khomsan 2000).

Hasil penelitian Irawati et al. (1992) kebiasaan makanan anak SD

sebanyak 76.0% setiap hari makan dengan menu empat sehat (nasi, lauk pauk,

sayur, dan buah). Namun 3.3% yang hanya mengonsumsi nasi dan sayur. Hanya

35.6% anak SD yang mengonsumsi sayuran. Hanya 27.8% anak SD yang

melakukan sarapan sisanya makan di luar (di sekolah). Penelitian yang dilakukan

terhadap siswa SD di Bogor menunjukkan tingkat pengetahuan gizi dengan

pemilihan makan terdapat perbedaan antara kategori kurang dengan kategori

13

sedang yakni masing-masing 30% dan 35%. Tetapi tidak berbeda nyata antara

kategori sedang dengan kategori baik yaitu 35% dan 35% (Syarifah 2009).

Uang Jajan

Preferensi pangan sesorang anak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya

uang jajan yang digunakan untuk membeli makanan jajanan. Rendahnya uang

jajan membuat anak tidak mampu untuk membeli dan memilih makanan baik

kualitas maupun kuantitasnya. Besar dan kecilnya dipengaruhi oleh keadaan

ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Yuflida (2001) diketahui bahwa

besar uang jajan berhubungan dengan frekuensi jajan anak.

Karakteristik Keluarga Contoh

Penghasilan Keluarga

Penghasilan keluarga/pendapatan keluarga merupakan besarnya rata-rata

penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga yang bisa ditentukan

berdasarkan jenis pekerjaan suami dan istri beserta anggota keluarga lainnya

(Susanti 1999). Menurut Hartanti (2005) bila pendapatan keluarga berubah maka

secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga.

Pendapatan meningkat berarti peluang untuk membeli bahan pangan dengan

kuantitas dan kualitas yang baik menjadi lebih besar dan jika pendapatan

menurun akan terjadi sebaliknya.

Pendapatan yang terpakai dan jumlah uang yang akan dibelanjakan

merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan, khususnya pemilihan

daging, buah, dan sayuran. Bukti nyata ada hubungan antara pola makan dan

kemiskinan di Eropa menunjukkan orang yang berasal dari rumah tangga

berpendapatan rendah bukan tidak peduli dengan masalah pangan, tetapi pada

kenyataannya mereka sangat terampil dalam mengatur belanja, khususnya

ketika makan merupakan satu-satunya unsur yang fleksibel dalam rumah

tangganya (Gibney et al. 2008).

Besar Keluarga

Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang terdiri atas ayah,

ibu, anak, kakek, nenek, pembantu, dan semua anggota keluarga yang hidup

14

pada rumah yang sama dan mengelola sumber daya lainnya secara bersama

(Sukandar 2007). Keluarga yang memiliki tambahan penghasilan sebesar 1%

pada keluarganya berdampak pada keluarga dengan anggota 2 sampai 3 orang

akan meningkatkan pengeluaran pangan lebih dari 1%. Anggota keluarga yang

lebih besar pengeluaran pangannya hanya meningkat sebesar 0.8% sampai

0.9%. Sehingga semakin besar anggota keluarga berhubungan positif terhadap

jumlah pengeluaran terhadap makanan dan sebaliknya. Anggota keluarga di atas

lima orang menggambarkan hubungan yang signifikan terhadap kurangnya berat

badan (Mukherjee et al. 2008). Di sisi lain besar keluarga bisa mempengaruhi

preferensi seseorang terhadap jenis makanan. Kondisi ini bisa disebabkan setiap

anggota keluarga memiliki peran memberi ide (Innitiator) dan diminta untuk

berpendapat (influencer ) terhadap jenis makanan yang akan dibeli (Sumarwan

2011).

Besar keluarga dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok

keluarga kecil, kelompok keluarga sedang, dan kelompok keluarga besar.

Kelompok keluarga kecil merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota

keluarga terdiri atas dua anggota sampai empat anggota keluarga. Kelompok

keluarga sedang merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga

terdiri atas lima anggota sampai tujuh anggota keluarga. Kelompok keluarga

besar merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga sekurang-

kurangnya delapan orang (Hurlock 1982, diacu dalam Tiyas 2009).

Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola

konsumsi pangan dan status gizinya. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan

lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak

(Rahmawati 2006, diacu dalam Sukandar 2007). Tingkat pendidikan formal ayah

semakin tinggi akan menentukan tingginya pendidikan anaknya. Tingkat

pengetahuan ibu lebih tinggi menentukan tingkat pengetahuan anak, termasuk

pengetahuan gizinya yang mana tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap

status gizi anaknya (Irawati et al. 1992). Selain itu tingkat pendidikan dan

pengetahuan Ibu sehubungan dengan praktek gizi menjadi faktor penting dalam

penentuan status gizi anak (Osei et al. 2010). Berdasarkan penelitian Mukherjee

et al. (2008) terdapat perbedaan yang nyata antara ibu berpendidikan tinggi dan

15

berpendidikan rendah. Anak dengan berat badan rendah lebih banyak terdapat

pada ibu dengan tingkat pendidikan sampai SD/setara dan sebaliknya. Menurut

Yasmin dan Madanijah (2010) terdapat hubungan antara tingkat pendidikan

dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan. Sedangkan Sumarwan (2011)

orang tua merupakan model bagi anak untuk pembentukan sikap dan preferensi

anak terhadap pangan dan makanan.

Karakteristik Sosial (lingkungan Sekolah)

Lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang baru dan paling banyak

dihabiskan oleh anak sekolah untuk segala aktifitas selain di rumah. Pengalaman

dan segala informasi yang diperoleh di sekolah berpengaruh terhadap

kehidupanya. Letak sekolah yang berbeda akan menentukan kesukaan anak

terhadap makanan tertentu. Anak sekolah yang hidup di lingkungan perkotaan

akan lebih menyukai makanan modern dibandingkan dengan makanan lokal dan

sebaliknya. Letak sekolah yang berfasilitas kantin yang lengkap juga

memudahkan anak sekolah dasar untuk mengakses makanan jajanan. Kantin

dan warung merupakan tempat yang biasa digunakan untuk jajan bagi anak

sekolah selain penjaja makanan jajanan baik di luar sekolah maupun di dalam

sekolah. Penjaja makanan jajanan adalah orang yang menjual makanan jajanan

dengan cara menjajakan makanan jajanan. Warung, kantin, dan penjaja

makanan jajanan memiliki fungsi yang sama yaitu berperan sebagai penyedia

makanan jajanan pada tempat tertentu salah satunya di lingkungan sekolah.

Karakteristik Makanan

Apabila kita menceritakan makanan pasti ada kaitanya dengan selera dan

perasaan. Hal yang mempengaruhi selera dan perasaan dapat berasal dari

dalam tubuh sendiri, dari makanan, dan dari lingkungan. Keadaan yang berasal

dari tubuh, misalnya terjadi karena sifat khas pribadi anak tersebut. Seperti

diketahui tiap anak mempunyai kesukaan terhadap makanan sendirinya.

Sebagian anak menyukai manis, tapi anak lain lebih menyukai asin. Ada anak

yang menyenangi daging, tapi anak lain lebih menggemari sayur-sayuran.

Namun tiap anak dilahirkan dengan nafsu makan yang cukup. Ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kesukaan anak terhadap makanan adalah rasa,

warna, dan bentuk (Wiharta 1982). Menurut Sumarwan (2011) tekstur, harga,

16

rasa, kemasan, dan penampakan merupakan karakteristik pada makanan yang

bisa mempengaruhi tingkat kesukaan pada anak (Sumarwan 2011).

Rasa

Cita rasa memiliki pengaruh terhadap kesukaan seseorang terhadap

makanan tertentu. Secara naluriah seorang anak akan lebih menyukai rasa

manis dari pada rasa pahit. Ada bukti menarik yang menujukkan preferensi dini

terhadap makanan manis, hampir semua makanan dapat diterima jika makanan

itu terasa manis (Gibney et al. 2007). Proverawati et al. (2008) anak-anak lebih

menyukai buah, sumber makanan karbohidrat seperti susu dan daging

dibandingkan dengan sayuran. Hal ini diduga jenis makanan ini umumnya

memberikan rasa manis dan enak pada saat dimakan.

Warna

Banyak anak yang menolak makan sehingga membuat orang tua merasa

khawatir. Tetapi sebagai orang tua jangan sampai kehilangan akal dalam

mengupayakan berbagai cara agar anak mau makan. Baik anak-anak maupun

orang dewasa, faktor warna mempengaruhi kesukaan anak terhadap makanan.

Hasilnya anak-anak lebih menyukai makanan yang berwarna warni (Anonim

2012).

Ada beberapa warna yang umumnya mempengaruhi nafsu makan. Warna

merah adalah warna yang penuh emosi dan warna yang sangat enerjik. Warna

ini dapat meningkatkan laju pernapasan dan menaikan tekanan darah dan dapat

meningkatkan nafsu makan. Karena bisa merangsang nafsu makan, warna

merah sering dijadikan sebagai warna cat dinding rumah makan dan juga pilihan

yang baik untuk warna di ruang makan. Warna hijau dikaitkan dengan warna

alam, kesehatan, dan sering digunakan untuk menunjukkan produk keselamatan.

Karena ada hubungannya dengan alam, warna hijau dianggap sebagai warna

menenangkan dan santai. Warna orange dapat membantu meningkatkan

pasokan oksigen ke otak, menghasilkan efek menyegarkan dan menstimulasi

aktivitas mental. Warna orange adalah warna yang dapat membuat orang

merasa nyaman. Seperti warna jeruk, orange dikaitkan dengan makanan sehat

dan dapat merangsang nafsu makan. Warna kuning adalah warna yang cerah

ceria. Kuning meningkatkan konsentrasi, juga merangsang nafsu makan, karena

hal ini berkaitan dengan kebahagiaan (Anonim 2011). Intinya warna pada

17

makanan harus disesuaikan dengan warna standar dari makanan tersebut.

Kesesuaian warna akan memberikan penilaian positif terhadap mutu makanan.

Sebagai contoh makanan yang seharusnya disajikan berwarna kuning

kecoklatan tetapi akibat salah pengolahan sehingga makanan menjadi lebih

pucat atau lebih tua dari standarya. Keadaan tersebut bisa membuat seseorang

menilai suka atau tidak suka terhadap makanan (Yusuf et al. 2008).

Bentuk

Bentuk makanan merupakan salah satu cara untuk menilai makanan pada

saat kita belum mengenal makanan, apakah dari rasa maupun tekstur. Biasanya

seseorang akan merasa tertarik pada makanan tertentu apabila makanan

tersebut menarik berdasarkan standar bentuk makanan yang diharapkan.

Misalnya, makanan yang seharusnya berbentuk silinder harus disajikan dengan

bentuk silider (Yusuf et al. 2008).

Bentuk makanan pada anak-anak sangat mempengaruhi kesukaan anak-

anak terhadap makanan. Anak-anak biasanya lebih menyukai makanan yang

dibentuk sedemikian rupa. Misalnya mereka lebih menyukai telur yang dihiasi

membentuk mulut menggunakan bahan lainnya seperti kecap dari pada mereka

diberi telur dan kecap tetapi tidak dihias. Menurut Yusuf et al. (2008) situasi ini

terjadi dikarenakan pada anak-anak penuh imajinasi yang tinggi.

Tekstur

Tekstur makanan ada berbagai macam. Ada makanan dengan tekstur

lunak, keras, lembek, kasar, halus, dan sebagainya. Tektsur makanan yang baik

adalah sesuai dengan bentuk makanan tersebut. Seperti bubur, memiliki tekstur

lunak. Apabila bubur tersebut disajikan dengan tekstur yang lebih padat maka

konsumen akan memberikan penilaian yang kurang baik terhadap bubur tersebut

(Yusuf et.al 2008). Anak usia sekolah umumnya lebih menyukai makanan yang

lunak dibandingkan dengan yang kasar dan keras. Situasi ini bisa diakibatkan

perkembangan alat pencerna pada anak belum sempurna.

Harga

Harga merupakan salah satu faktor penentu seseorang dalam membeli

suatu barang, termasuk makanan. Hal ini ditentukan oleh kemampuan finansial

18

seseorang. Menurut Sumarwan (2011) jumlah pendapatan akan mengambarkan

besarnya daya beli dari seseorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan

banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang

konsumen.

Suhu

Temperatur atau suhu makanan pada waktu disajikan memegang peran

dalam penentuan cita rasa makanan. Makanan yang terlalu panas atau terlalu

dingin akan sangat mengurangi sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa

makanan. Menurut Gobel et al. (2011) makanan sebaiknya dihidangkan dalam

keadaan panas terutama makanan yang dapat memancarkan aroma yang

sedap, seperti: sop, soto, dan sate. Sebaliknya makanan yang harus dihidangkan

dalam keadaan dingin hendaknya dihidangkan dalam keadaan dingin. Anak-anak

umumnya cendrung mengonsumsi makan yang relatif dingin dikarenakan

memberi rasa segar dan kesenangan.

Zat Gizi

Zat gizi merupakan unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan

tubuh untuk berbagai keperluan. Zat gizi umumnya dikelompokkan ke dalam dua

kelompok besar yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro terdiri atas

karbohidrat, protein, dan lemak. Zat gizi mikro terdiri atas vitamin vitamin dan

mineral. selain zat gizi unsur lain seperti air dan serat merupakan beberapa

unsur yang terdapat dalam makanan yang berguna bagi kesehatan (Hartono

2006).

Ketersediaan

Ketersediaannya suatu makanan akan memudahkan seseorang untuk

mengakses makanan tertentu. Mulai dari jenisnya maupun jumlahnya. Menurut

Gibney et al. (2008) salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

menerapkan pola makan atau diet seimbang dan sehat harus ditunjang dengan

akses yang memadai seperti tempat tinggal untuk memudahkan belanja.

19

KERANGKA PEMIKIRAN

Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7 sampai 12 tahun. Menurut

Khomsan (2002) anak pada usia ini merupakan masa yang mana mereka banyak

memerlukan asupan energi dan zat gizi. Hal ini dikarenakan padatnya aktifitas

sekolah, aktif bermain, dan banyaknya kegiatan ektrakurikuler. Hasilnya anak-

anak lebih rentan mengalami kecapean. Salah satu cara untuk meningkatkan

energi dan zat gizi anak adalah dengan mengonsumsi makanan jajanan. Hal ini

dikarenakan kontribusi energi dan dan protein makanan jajanan sekitar 30.0%

dan 22.3% (Syarifah 2012). Sedangkan Judarwanto (2008), diacu dalam Rizki

(2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan energi bagi anak usia sekolah

sampai 36.0%, protein 29%, dan zat besi 52%. Tetapi pilih memilih makanan dan

tidak mau terhadap makanan tertentu merupakan masalah yang sering dihadapi

seorang anak pada makanan tertentu.

Preferensi makanan bisa dikatakan kesukaan seseorang terhadap makan

tertentu. Menurut Proverawati et.al (2008) preferensi makanan bisa dijadikan

prediktor dalam penilaian dan pemilihan kualitas maupun jenis makanan. Dengan

demikian preferensi makanan bisa digunakan untuk melihat dan menentukan

kesukaan seseorang terhadap makanan tertentu. Tujuannya untuk melihat jenis

makanan atau makanan jajanan yang cocok untuk digunakan dalam penyediaan

makanan. Menurut Sanjur (1982), diacu dalam Martiani (2000) preferensi

makanan dipengaruhi oleh tiga faktor seperti karakteristik individu, karakteristik

makanan, dan karakteristik lingkungan. Oleh sebab itu peneliti ingin melihat

hubungan antar faktor dalam preferensi makanan.

20

Gambar 1 Kerangka pemikiran preferensi makanan jajanan

Karakteristik Individu: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pengetahuan gizi 4. Uang saku

Karakteristik makanan: 1. Harga 2. Rasa 3. Bentuk 4. Warna 5. Suhu 6. Tekstur 7. Zat Gizi

Karakteristik lingkungan (keluarga):

1. Besar keluarga 2. Penghasilan keluarga 3. Tingkat pendidikan orang

tua

Frekuensi Jajan

Preferensi Makanan

Camilan Digoreng

Karakteristik lingkungan (sekolah):

1. Tempat sekolah

Kantin dan penjaja makanan jajanan:

1. Ketersediaan jajanan

Keterangan: Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti

Kontribusi energi

dan zat gizi

Status Gizi

Ketersediaan makan

di rumah

21

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul “Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan

Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor”

menggunakan metode survei dengan desain penelitian cross sectional study

dikarenakan data yang dikumpulkan dan variabel yang diteliti pada waktu yang

sama dan sekali saja. Pemilihan lokasi berdasarkan beberapa alasan seperti dua

di antara tiga sekolah dijadikan sasaran dalam program pendidikan gizi dan

makanan (SDN 02 Palasari dan SDN 01 Cipicung). AINP (Ajinomoto-IPB

Nutrition Program) 2012 merupakan program kerjasama antara Departemen Gizi

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB dengan PT Ajinomoto Indonesia

dalam bidang pengabdian ke pada masyarakat. Sasaran dalam kegiatan AINP

2012 adalah siswa, guru, orang tua siswa, pedagang makanan jajanan, dan

masyarakat. Letak antara ke tiga SD (SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan

SDN 01 Cipicung) berdekatan membuat peneliti menjadikan ke tiga SD ini

menjadi objek penelitian karena ekonomis dari segi waktu dan transportasi.

Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Mei 2012 sampai Januari 2013.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh penelitian adalah siswa kelas 4 dan 5 pada anak SDN 01 Palasari,

SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung dilakukan secara purposive. Pemilihan

lokasi secara purposive dilakukan berdasarkan pendekatan karakteristik

terutama dalam letak lokasi yang berdekatan dan jenis makanan jajanan tidak

terlalu berbeda antar sekolah. Penetapan contoh siswa kelas 4 dan kelas 5

dikarenakan pada usia ini anak sekolah mampu menerima pengarahan

kuesioner serta mampu mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan (Hidayat

2004). Populasi siswa berjumlah 249 siswa, terdiri atas SDN 01 Palasari

berjumlah 43 siswa untuk kelas 4 dan 59 siswa untuk kelas 5, SDN 02 Palasari

berjumlah 36 siswa untuk kelas 4 dan 29 siswa untuk kelas 5, dan SDN 01

Cipicung berjumlah 40 siswa untuk kelas 4 dan 42 siswa untuk kelas 5. Jumlah

minimal sampel yang harus diambil dari tiga SD ini menggunakan rumus Solvin:

22

n =

Keterangan

n = jumlah sampel

N = populasi

e = tingkat kepercayaan/ ketetapan yang digunakan (0,1)

Jumlah sampel per kelas/ sd= x n

Rumus di atas digunakan untuk menghitung jumlah sampel minimal

setiap sekolah:

1. SDN 01 Palasari

= (92/249)x 72= 29,49= 30 siswa

2. SDN 02 Palasari

=(65/249)x 72= 18,79= 19 siswa

3. SDN 01 Cipicung

= (82/249)x 72= 23,71= 24 siswa

Menurut penelitian Proverawati et al. (2008) menyimpulkan jenis kelamin

mempengaruhi pemilihan jenis makanan sehingga jumlah sampel antara laki-laki

dan wanita yang diperlukan di setiap kelas dan jumlahnya sama:

Jumlah sampel per kelas/ sd= x n

A. SDN 01 Palasari

Kelas 4= (43/92)x 30= 12,64= 14 siswa

Kelas 5= (59/92)x 30=17,35= 18 siswa

*total 32 siswa

B. SDN 02 Palasari

Kelas 4= (36/65)x 19= 9,52= 12 siswa

Kelas 5= (29/65)x 19= 8,47= 10 siswa

*total 22 siswa

C. SDN 01 Cipicung

Kelas 4= (40/82)x 24= 11,70= 12 siswa

Kelas 5= (42/82)x 24= 12,29= 14 siswa

*total 26 siswa

23

Secara keseluruhan jumlah siswa yang menjadi sampel pada SDN 01

Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung berdasarkan jenis kelamin

adalah 80 siswa, karena ada pembulatan dan penambahan 8 siswa untuk

menjadikan jumlah siswa perempuan maupun laki-laki setiap kelas per SD harus

sama. Secara singkat pengambilan sampel pada populasi preferensi makanan

jajanan pada anak SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung,

Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor disajikan dalam gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2 Pengambilan sampel

Jumlah sampel untuk penjualan makanan dikelompokkan ke dalam dua

kelompok, yaitu: kantin dan penjaja makanan jajanan. Jumlah kantin di setiap

sekolah bervariasi jumlahnya sedangkan jumlah penjaja makanan jajanan relatif

sama. Situasi ini dikarenakan penjaja makanan ke tiga SD ini umumnya sama

baik orang maupun jenis makanan jajanan. SDN 01 Palasari memiliki tiga kantin

tetap, SDN 02 Palasari memiliki satu kantin tetap, dan SDN 01 Cipicung memiliki

satu kantin tetap. Namun terdapat beberapa warung yang menjual makanan

terutama makanan sepinggan di sekitar sekolah (di luar sekolah) yang juga

menjual makanan ringan (camilan/kudapan) yang bisa diakses para siswa.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data

sekunder meliputi gambaran umum keadaan dan tempat penelitian yang

didapatkan dari pihak administrasi sekolah. Secara umum data sekunder meliputi

SDN di Kecamatan Cijeruk

SDN 02 Palasari 22 orang

SDN 01 Cipicung 26 orang

SDN 01 Palasari 32 orang

Kls 4 (7 P & 7 L) Kls 5 (9 P & 9 L)

Kls 4 (6 P & 6 L) Kls 5 (5 P & 5 L)

Kls 4 (6 P & 6 L) Kls 5 (7 P & 7 L)

Purposive

Proposional

24

lokasi penelitian dan data mengenai siswa/siswi SDN 01 Palasari, SDN 02

Palasari, dan SDN 01 Cipicung.

Tabel 4 Cara pengumpulan data sekunder

No Data Variabel Cara Pengumpulan

Data Sasaran

1 Karateristik sosial/lingkungan (sekolah)

Lokasi dan tempat

Observasi, dan pencatatan dari arsip

sekolah

TU setiap sekolah

2 Keadaan siswa setiap sekolah

Jumlah siswa kelas 4 dan

kelas 5

Pencatatan dari arsip sekolah

TU setiap sekolah

Data primer dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dengan cara

observasi dan wawancara. Data primer yang dikumpulkan terdiri atas

karakteristik contoh, karakteristik keluarga contoh, pengetahuan gizi, karakteristik

makanan jajanan, keadaan kantin, keadaan penjaja makanan jajanan, dan

keadaan warung. Variabel yang dikumpulkan dari masing-masing data disajikan

pada Tabel 5.

Tabel 5 Cara pengumpulan data primer

No Data Variabel Cara

Pengumpulan Data

Sasaran

1 Karakteristik contoh Umur, jenis kelamin, suku, dan uang saku

Wawancara dan pengisian kuesioner

Siswa

2 Karakteristik keluarga contoh

Besar keluarga, penghasilan keluarga, dan tingkat pendidikan keluarga

Pengisian kuesioner

Orang tua

3 Pengetahuan gizi Tingkat pengetahuan gizi

Wawancara dan pengisian kuesioner

Siswa

4 Preferensi Makanan Jajanan

Kesukaan terhadap makanan jajanan yang tersedia

Wawancara dan pencatatan

siswa

5 Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan

Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Yang tersedia

Wawancara dan pencatatan

siswa

6 karakteristik Makanan

Harga, rasa, bentuk, warna, suhu, tekstur, zat gizi

Wawancara dan pencatatan

Siswa

7 Keadaan kantin, penjaja, dan warung makanan jajanan

Ketersediaan makanan jajanan

Wawancara dan pencatatan

Kantin, penjaja, dan warung makanan jajanan

25

Data pengetahuan gizi diambil dengan menggunakan 20 pertanyaan

mengenai makanan jajanan, fungsi makanan jajanan, fungsi zat gizi dan ilmu gizi

dasar. Setiap pertanyaan diberikan dalam bentuk pilihan ganda dengan tiga

pilihan jawaban. Menurut khomsan (2000) dengan jumlah soal 20 butir

pertanyaan sudah bisa mengetahui tingkat pengetahuan gizinya.

Data preferensi terhadap makanan jajanan contoh dilakukan dengan cara

wawancara terhadap kesukaan terhadap jenis-jenis makanan jajanan yang ada

di warung, di kantin, dan di penjaja makanan jajanan. Preferensi makanan

jajanan diurutkan berdasarkan tingkat kesukaan, yaitu urutan satu sebagai

sangat suka dan urutan lima sebagai sangat tidak suka.

Pengolahan Data

Pengolahan dan analisis data yang terkumpul melalui proses editing,

coding, scoring, entry data ke komputer, cleaning, dan perhitungan. Data primer

dan sekunder yang telah melalui proses cleaning kemudian diolah dan dianalisis

secara deskriptif, uji Kruskal-Walis, dan uji Spearman menggunakan Microsoft

Excel 2007 dan SPSS ver. 17 for Windows untuk penarikan kesimpulan.

Penilaian terhadap tingkat pengetahuan gizi anak sekolah dasar diukur

berdasarkan jawaban atas 20 pertanyaan dalam kuesioner pengetahuan gizi.

Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Skor

dari 20 pertanyaan kemudian dikumulatifkan dan dipresentasikan terhadap nilai

jika total pertanyaan dijawab benar (skor total 20). Nilai persentase tersebut

kemudia dikategorikan sebagai baik (nilai >80%), sedang (nilai 60%-80%), atau

buruk (nilai benar <60%) (Tabel 6).

Tabel 6 Klasifikasi tingkat pengetahuan gizi

Tingkat Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Total Skor

Baik >80

Sedang 60-80

Buruk <60

Sumber : Khomsan A. (2000)

Preferensi terhadap berbagai makanan jajanan digolongkan ke dalam

lima kategori sikap, yaitu: sangat suka (1), suka (2), biasa (3), tidak suka (4), dan

26

sangat tidak suka (5). Hasilnya dikelompokkan berdasarkan karakteristik contoh,

karakteristik keluarga, dan frekuensi jajan. Untuk mengetahui tingkat makanan

jajanan yang disukai diperoleh dari akumulasi persentase (1) sangat suka dan (2)

suka. Tingkat makanan yang tidak disukai diperoleh dari akumulasi persentase

(4) tidak suka dan (5) sangat tidak suka. Semakin tinggi akumulasi persentase

sangat suka dan suka pada makanan jajanan menunjukkan makanan tersebut

disukai. Adapun untuk mengetahui alasan siswa menyukai makanan jajanan

diperoleh dari tingginya persentase terhadap beberapa karakteristik makanan

yang ditanyakan seperti harga, rasa, bentuk, warna, tekstur, suhu, gizi, dan

ketersediaan.

Frekuensi jajan diperoleh dari data frekuensi jajan siswa per hari, per

minggu, per bulan, dan per tahun yang dikonversi ke dalam tahun. Data

frekuensi siswa per hari dikalikan 365 hari (n x 365 hari/tahun), data frekuensi

siswa per minggu dikalikan 52 minggu (n x 52 minggu/tahun), dan data frekuensi

siswa per bulan dikalikan 12 bulan (n x 12 bulan/tahun). Tujuan mengkonversi ke

dalam tahun agar memudahkan membandingkan tingkat frekuensi jajan siswa

berdasarkan sebaran contoh yang diperoleh. Frekuensi diklasifikasikan menjadi

lima kategori, yaitu: sangat sering, sering, jarang, hampir tidak pernah, dan tidak

pernah sama sekali. Berdasarkan perhitungan diperoleh frekuensi jajan siswa

dengan rata-rata sekitar 268 kali per tahun dan nilai terkecil 0 (nol) kali per tahun.

Nilai rata-rata (268 kali per tahun) dan nilai terkecil (0 kali per tahun) dijadikan

patokan dalam menentukan tingkatan kalsifikasi frekuensi jajan. Setiap kategori

digunakan rentang dengan pembulatan 250 kali per tahun yang diperoleh dari

perhitungan ±10% dari nilai rata-rata untuk memudahkan pengklasifikasikan.

Sehingga diperoleh rentang setiap kategori sebagai berikut: tidak pernah sama

sekali (0 kali per tahun), hampir tidak pernah dimulai dari 1 sampai 250 kali per

tahun), jarang di atas 250 sampai 500 kali per tahun, sering di atas 500 sampai

750 kali per tahun, dan sangat sering lebih besar dari 750 kali per tahun.

Kontribusi energi dan zat gizi makanan jajanan diperoleh dengan cara

membandingkan kandungan gizi makanan per takaran saji dengan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Data Kandungan gizi didapatkan dari

tabel daftar komposisi bahan makanan (DKBM), dengan memperhitungkan berat

takaran saji (dalam DKBM satuan berat adalah 100 gram).

27

Rumus untuk menghitung kandungan energi dan zat gizi pada bahan

makanan:

KXj= Bj/100 x Xj x BDD/100

Keterangan:

KXj = Kandungan energi dan zat gizi makanan jajanan j dengan berat B

Bj = Berat bahan makanan jajanan j per takaran saji

Xj = Kandungan energi dan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan j

BDDj = persen bahan makanan j yang dapat dimakan (%BDD)

Data kandungan energi dan zat gizi yang didapatkan dari rumus di atas

kemudian dibandingkan dengan AKG untuk menilai kontribusi energi dan zat gizi

dari makanan jajanan terhadap angka kecukupan. Angka Kecukupan Gizi yang

digunakan adalah AKG berdasarkan WNPG tahun 2004.

Analisis Data

Data karakteristik individu contoh, karakteristik keluarga contoh,

karakteristik makanan jajanan contoh, preferensi dan alasan menyukai makanan

jajanan contoh, frekuensi makanan jajanan contoh, kontribusi energi dan zat gizi

pada makanan jajanan contoh dilakukan analisis deskriptif. Sedangkan uji

Kruskal-Walis dugunakan untuk mencari apakah ada perbedaan yang signifikan

di setiap SD berdasarkan karakteristik yang diteliti. Uji Kruskal-Walis digunakan

dengan alasan kelompok data terdiri dari tiga sekolah dan pengambilan sampel

pada kelompok tersebut secara acak (Anonim 2012). Untuk menganalisis

hubungan antar variabel digunakan uji korelasi Spearman. Uji Spearman

digunakan karena data merupakan data kategori kualitatif (nominal) dan

semikuantitatif (ordinal) (anonim 2012).

Tabel 7 Cara menganalisis data No Variabel Cara Analisis Data

1 Karakteristik contoh Deskriftif dan Uji Kruskal Walis

2 Krakteristik keluarga contoh Deskriftif dan Uji Kruskal Walis

3 Karakteristik makanan Jajanan Deskriftif

4 Preferensi jajan dan alasan menyukai jajan Deskriftif dan Uji Kruskal Walis

5 Frekuensi Jajan Deskriftif dan Uji Kruskal Walis

6 Kontribusi energi dan zat gizi makanan jajanan Deskriftif

7 Hubungan antara karakteristik individu dan frekuensi dengan preferensi makanan jajanan

Uji Spearman

28

Tabel 8 Data yang diolah

No Variabel Kategori Skala

1

Jenis Kelamin

1. Laki-laki Nominal

2. Perempuan

Umur (tahun)

1. 9 dan lebih kecil dari 10 tahun

Rasio 2. 10 dan lebih kecil dari 11 tahun

3. 11 dan lebih kecil dari 12 tahun

4. Lebih besar atau sama dengan 12 tahun

Uang Jajan

1. Sangat rendah (lebih kecil dari Rp1,000)

Ordinal 2. Rendah (Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000)

3. Sedang (Rp2,000 dan lebih kecil dari Rp3,000)

4. Sangat tinggi (lebih besar atau sama dengan Rp4,000)

Pengetahuan Gizi

1. Baik (lebih besar dari 80)

Ordinal 2. Sedang (60 sampai 80)

3. buruk (lebih kecil dari 60)

2

Besar keluarga

1.Kecil (lebih kecil atau sama dengan 4 orang)

Ordinal 2. Sedang (5 sampai 7 orang)

3. Besar (lebih besar dari 7 orang)

Pendidikan Orang Tua

1.Tidak/belum tamat SD

Ordinal

2.SD/setara

3.SMP/setara

4.SMA/setara

5.Diploma I/II

6.Diploma II/akademi

7.Perguruan Tinggi

Pendapatan Orang Tua

1.Rendah (lebih kecil atau sama dengan Rp500,000)

Ordinal 2.Sedang (lebih besar dari Rp500,000 dan lebih kecil atau sama dengan Rp1,000,000)

3.Tinggi (lebih besar dari Rp1,000,000)

3 Preferensi Jajan

1. Sangat Suka

Ordinal

2.Suka

3.Biasa

4.Tidak Suka

5.Sangat Tidak Suka

4 Alasan Jajan

1. Harga

Nominal

2.Rasa

3.Bentuk

4.warna

5.Suhu

6.Tkestur

7.Gizi

8.Keterseiaan

5 Frekuensi

1.Sangat Sering (lebih besar dari 750 kali/tahun)

Ordinal 2. Sering (lebih besar dari 500 sampai 750 kali/tahun)

3. Jarang (lebih dari 250 sampai 500 kali/tahun)

4. Tidak pernah sama sekali (0 kali/tahun

29

Definisi Operasional

Contoh adalah anak yang berusia antara 9 sampai 12 tahun yang duduk di kelas

4 dan kelas 5 SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung

Makanan Jajanan di goreng adalah seluruh makanan jajanan digoreng yang

dijajakan dan dijual oleh penjaja maupun di kantin dan di warung yang

ada di sekitar SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung

Preferensi Makanan Jajanan adalah tingkat kesukaan terhadap makanan

jajanan yang diukur dengan menggunakan skala sangat suka (1), suka

(2), biasa (3), tidak suka (4), dan sangat tidak suka (5).

Pengetahuan Gizi adalah tingkat pemahaman contoh tentang makanan jajanan

dan ilmu gizi yang dilihat dari kemampuan menjawab pertanyaan

dengan benar berdasarkan pengkategorian cut-off point (baik dengan

kategori lebih besar dari 80, sedang dengan kategori 60 sampai 80, dan

buruk dengan kategori lebih kecil dari 60) yang telah diubah ke dalam

persen.

Jenis Kelamin adalah perbedaan yang ada pada contoh berdasarkan ciri

biologis dengan kategori laki-laki dan perempuan.

Pendapatan keluarga adalah jumlah total keseluruhan pendapatan yang berasal

dari setiap anggota keluarga yang dinilai dengan uang dalam kurun

waktu satu bulan.

Karakteristik Makanan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kesukaan

makanan jajanan contoh yang terdiri atas harga, rasa, bentuk, warna,

suhu, dan tekstur.

Uang Jajan adalah besar uang saku yang diberikan oleh orang tua yang

digunakan untuk membeli makanan jajanan.

Frekuensi Jajan adalah jumlah pembelian terhadap makanan jajanan yang

diukur berdasarkan per hari, per minggu, per bulan, dan per tahun yang

dikonversi ke dalam tahun dengan kategori sangat sering, sering,

jarang, hampir tidak pernah, dan tidak pernah sama sekali.

Kontribusi Energi dan Zat Gizi adalah persentase ketersediaan energi dan zat

gizi pada makanan jajanan yang dikonsumsi terhadap AKG.

Total Kontribusi Energi dan Zat Gizi adalah total kontribusi energi dan zat gizi

seluruh contoh pada makanan jajanan terhadap jumlah contoh.

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

Sekolah yang menjadi sasaran penelitian terdiri atas SDN 01 Palasari,

SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung. Alasan pemilihan sekolah ini

berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, dua di antara sekolah (SDN 02

Palasari dan SDN 01 Cipicung) menjadi objek salah satu proyek kerjasama

antara Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan

Program CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu perusahaan di

Indonesia. Kedua, adanya kerjasama tersebut memudahkan peneliti untuk

melakukan penelitian terutama dalam perijinan.

Gambar 3 Lokasi Sekolah “Dimodifikasi dari Google Map (2003)

Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari (SD P1)

Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari berdiri tahun 1926 dan terletak di

Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Secara geografis SDN 01 Palasari dekat

dengan jalan raya. SDN 01 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar

Sarjana Pendidikan. Jumlah guru 11 orang, tata usaha satu orang, dan penjaga

sekolah satu orang. Sekolah ini memiliki 59 siswa kelas lima dan 85 siswa kelas

empat yang terdiri atas 43 siswa di kelas 4A dan 42 siswa di kelas 4B. Untuk

kelas empat siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas 4A. Alasan

pemilihan kelas 4A dikarenakan waktu (situasi internal sekolah) yang

memungkinkan untuk pengambilan data dibandingkan dengan siswa kelas 4B.

Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu penelitian yang kurang lebih satu minggu

lagi akan diadakan ulangan sekolah.

31

Waktu belajar dimulai pukul 07:30 WIB sampai pukul 12:00 WIB untuk

kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua waktu belajar dimulai

pukul 07:00 WIB sampai pukul 11:30 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas

enam ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu lapangan

olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan, satu gudang, dua toilet

guru, dua toilet siswa, dan satu ruang kesenian. Kegiatan ektrakurikuler terdiri

atas pencak silat dan degung. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Gambar 4 Lingkungan SDN 01 Palasari Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari (SD P2)

Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari berdiri tahun 1977 dan beroperasi pada

tahun 1980. Secara geografis SDN 02 Palasari dekat dengan jalan raya. Sekolah

Dasar Negeri 02 Palasari terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. SDN

02 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan.

Jumlah guru pengajar berjumlah tujuh orang, penjaga sekolah satu orang, dan

penjaga kebersihan satu orang. Sekolah ini memiliki 36 siswa kelas empat dan

29 siswa kelas lima.

Gambar 5 Lingkungan SDN 02 Palasari

Pengambilan data di Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari bertepatan dengan

adanya suatu kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu

perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang pengabdian kepada

32

masyarakat yang berkerjasama dengan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas

Ekologi Manusia IPB. Secara umum kegiatan ini menjelaskan mengenai

pentingnya mengonsumsi makanan jajanan yang bergizi, aman, dan enak, serta

perilaku hidup sehat yang diberi nama Ajinomoto-IPB Nutrition Program 2012.

Waktu belajar dimulai pukul 07:15 WIB sampai pukul 11:12 WIB untuk

kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua waktu belajar dimulai

pukul 07:15 WIB sampai pukul 10:00 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas

enam ruang kelas, satu ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu

lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan sekaligus

dijadikan mushola, satu gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan ektrakurikuler

terdiri atas voli dan pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Gambar 6 Kantin Ajinomoto-IPB Nutrition Program 2012

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung (SD C1)

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung berdiri tahun 1948. Sekolah Dasar

Negeri 01 Cipicung terletak di Kecamatan Palasari Kabupaten Bogor. SDN 01

Cipicung dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Ada

kesamaan di antara SDN 01 Cipicung dan SDN 02 Palasari yaitu kepala sekolah

keduanya dipimpin oleh orang yang sama. Jumlah guru pengajar berjumlah

sembilan orang dan penjaga kebersihan satu orang. Sekolah ini memiliki 40

siswa kelas empat dan 42 siswa kelas lima. SDN 01 Cipicung lebih sulit ditempuh

dibandingkan dengan SDN 01 dan SDN 02 Palasari dikarenakan akses jalan

yang sangat kecil.

Waktu belajar dimulai pukul 07:05 WIB sampai pukul 12:00 WIB untuk

kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua dari pukul 07:15 WIB

sampai pukul 10:00 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas lima ruang kelas, satu

ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus

tempat parkir, satu perpustakaan dan gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan

33

ektrakurikuler hanya terdiri atas pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari

dana BOS.

Gambar 7 Lingkungan SDN 01 Cipicung

Karakteristik Keluarga Contoh

Besar Keluarga

Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang terdiri atas

ayah, ibu, anak, kakek, nenek, pembantu, dan semua anggota keluarga yang

hidup pada rumah yang sama dan mengelola sumber daya lainnya secara

bersama (Sukandar 2007). Menurut Sumarwan (2012) keluarga diartikan sebagai

sebuah kelompok yang terikat oleh perkawinan maupun adopsi. Secara

sederhana anggota keluarga tidak harus selalu orang yang terikat oleh tali

perkawinan atau keturunan melainkan bisa dengan cara mengadopsi.

Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: kelompok

keluarga kecil, kelompok keluarga sedang, dan kelompok keluarga besar.

Kelompok keluarga kecil merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota

keluarga terdiri atas dua anggota sampai empat anggota keluarga. Kelompok

keluarga sedang merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga

terdiri atas lima anggota sampai tujuh anggota keluarga. Kelompok keluarga

besar merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga sekurang-

kurangnya delapan orang (Hurlock 1982, diacu dalam Tiyas 2009). Anggota

keluarga di atas lima orang menggambarkan hubungan yang signifikan terhadap

kurangnya berat badan (Mukherjee et al. 2008). Jumlah anggota keluarga

menentukan jumlah dan pola konsumsi terhadap barang dan jasa. Rumah

tangga dengan anggota keluarga lebih besar akan lebih banyak membeli

keperluan kebutuhan hidup (beras, sayur, daging, dan buah-buahan)

34

dibandingkan dengan rumah tangga dengan anggota keluarga lebih kecil. Situasi

ini akan berpengaruh terhadap kecukupun kebutuhan pangan setiap anggota

dalam rumah tangga. Besar keluarga bisa mempengaruhi preferensi seseorang

terhadap jenis makanan. Hal ini bisa disebabkan karena setiap anggota keluarga

memiliki peran memberi ide (Innitiator) dan diminta untuk berpendapat

(influencer) terhadap jenis makanan yang akan dibeli (Sumarwan 2011).

Tabel 9 di bawah menggambarkan besar keluarga setiap rumah tangga

siswa yang menjadi contoh. Sebaran besar keluarga umumnya berada pada

ketegori sedang mencapai 65.5% dan rata-rata 5.78±1.60. Besar keluarga pada

kategori sedang paling tinggi di SD P2 mencapai 72.7%. Besar keluarga pada

kategori kecil paling tinggi di SD P1 mencapai 25.0%. Besar keluarga pada

kategori besar paling tinggi mencapai 15.4% di SD C1. Rata-rata besar keluarga

di SD P2 lebih tinggi dibandingkan dengan SD P1 dan SD C1 mencapai

6.10±1.78. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis rata-rata besar

keluarga contoh antar sekolah tidak berbeda secara signifikan (p=0.733). Oleh

karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan

besar keluarga contoh antar sekolah.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

Kecil 8 25.0 3 13.6 6 23.1 17 21.3

Sedang 20 62.5 16 72.7 16 61.5 52 65.0

Besar 4 12.5 3 13.6 4 15.4 11 13.8

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Rata-rata±SD 5.43±1.60 6.10±1.78 5.96±1.56 5.78±1.60

Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua diyakini menjadi salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola

konsumsi pangan, dan status gizinya. Menurut Sumarwan (2011) orang tua

merupakan model bagi anak untuk pembentukan sikap dan preferensi anak

terhadap pangan dan makanan. Menurut Yasmin dan Madanijah (2010) terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan keamanan

pangan. Tingginya pendidikan orang tua diasumsikan pemilihan makanan akan

lebih terkontrol. Pentingnya pengontrolan makanan anak sejak kecil dikarenakan

anak lebih memilih makanan yang kaya akan karbohidrat dan energi

35

(Proverawati et al. 2008) serta tidak menyukai sayuran maupun buah (Rodrigo et

al. 2003). situasi ini harus diperhatikan mengingat pola makan anak akan

berdampak pada pengaruhi pola makan sampai diusia dewasa. Artinya jenis

makanan yang disukai atau tidak disukai pada saat dewasa berhubungan

dengan jenis makanan yang disukai maupun sebaliknya pada masa anak-anak

(Rodrigo et al. 2003).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan bapak

Pendidikan Bapak P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

Tidak/Belum Tamat SD 11 34.4 5 22.7 9 34.6 25 31.3

SD/Setara 10 31.3 13 59.1 11 42.3 34 42.5

SMP/Setara 4 12.5 2 9.1 4 15.4 10 12.5

SMA/Setara 6 18.8 2 9.1 2 7.7 10 12.5

Perguruan Tinggi 1 3.1 0 0.0 0 0.0 1 1.3

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Tabel 10 di atas menggambarkan sebaran tingkat pendidikan bapak

siswa yang menjadi contoh. Secara keseluruhan tingkat pendidikan bapak

berada pada sebaran tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara. Tingkat

pendidikan bapak pada sebaran Perguruan Tinggi hanya di SD P1 hanya

mencapai 3.1%. Persentase total tingkat pendidikan bapak pada sebaran

SD/setara paling tinggi dibandingkan dengan sebaran pendidikan lainnya

mencapai 42.4%. Sebaran pendidikan bapak pada tingkat SD/setara paling tinggi

di SD P2 mencapai 59.1% dibandingkan dengan SD P1 dan SD C1.

Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis tingkat pendidikan bapak

contoh tidak berbeda secara signifikan (p=0.722). Oleh karena nilai p>0.05 maka

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan bapak

contoh antar sekolah.

Irawati et al. (1992) mengatakan tingkat pendidikan formal ibu lebih

menentukan tingkat pengetahuan anak, termasuk pengetahuan gizinya yang

mana tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap status gizi anaknya. Tingkat

pendidikan dan pengetahuan Ibu sehubungan dengan praktek gizi menjadi faktor

penting dalam penentuan status gizi anak (Osei et al. 2010). Mukherjee et al.

(2008) terdapat perbedaan yang nyata antara ibu berpendidikan tinggi dan

berpendidikan rendah. Anak dengan berat badan rendah lebih banyak terdapat

pada ibu dengan tingkat pendidikan sampai SD/setara dan sebaliknya. Artinya

36

semakin tingggi tingkat pendidikan ibu semakin baik praktek gizi terutama dalam

penentuan jenis makanan baik secara kualitas maupun kuantitas.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu

Pendidikan Ibu P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

Tidak/Belum Tamat SD 10 31.3 5 22.7 4 15.4 19 23.8

SD/Setara 8 25.0 13 59.1 13 50.0 34 42.5

SMP/Setara 5 15.6 0 0.0 3 11.5 8 10.0

SMA/Setara 8 25.0 4 18.2 5 19.2 17 21.3

Perguruan Tinggi 1 3.1 0 0.0 1 3.8 2 2.5

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Tabel 11 di atas menggambarkan sebaran tingkat pendidikan Ibu siswa

yang menjadi contoh. Tingkat pendidikan ibu umumnya tidak jauh berbeda

dengan tingkat pendidikan bapak berada pada sebaran tidak/belum tamat SD

sampai SMA/setara. Persentase total tingkat pendidikan ibu pada sebaran

perguruan tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan bapak

mencapai 2.5% (3.1% di SD P1 dan 3.8% di SD C1). Persentase total tingkat

pendidikan ibu pada sebaran SD/setara paling tinggi dibandingkan sebaran

pendidikan lainnya mencapai 42.5%. Sebaran pendidikan ibu pada tingkat

SD/setara paling tinggi di SD P2 mencapai 59.1% dibandingkan dengan SD P1

dan SD C1. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis tingkat

pendidikan ibu contoh antar sekolah tidak berbeda secara signifikan (p=0.590).

Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan tingkat pendidikan ibu contoh antar sekolah.

Pendapatan Orang Tua

Pendapatan orang tua merupakan hasil penjumlahan pendapatan yang

berpenghasilan dalam anggota keluarga. Pendapatan orang tua dikelompokkan

menjadi tiga kelompok, yaitu: rendah dengan kisaran lebih kecil atau sama

dengan Rp500,000 sedang dengan kisaran lebih besar Rp500,000 dan lebih

kecil atau sama dengan Rp1,000,000 dan tinggi dengan kisaran lebih besar

Rp1,000,000. Selang pengelompokan berkisar lima ratus ribu rupiah antar

kelompok. Pengelompokan nilai pendapatan ini berdasarkan nilai ±10% dari nilai

minimum, maximum, dan rata-rata. Tinggi rendahnnya pendapat keluarga sangat

mempengaruhi status gizi anak (Mukherjee et al. 2008). Tingginya pendapatan

37

keluarga diduga mempengaruhi kemudahan keluarga dalam memilih kualitas dan

kuantitas makanan dan besarnya pemberian uang saku pada anak. Artinya

semakin baik tingkat ekonomi suatu keluarga akan memberikan dampak yang

baik terhadap jenis dan jumlah makanan yang dipilih, dibeli, dan dikonsumsi

serta besarnya uang saku yang diterima anak maupun sebaliknya.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua

Pendapatan Orang Tua

P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

Rendah 6 18.8 4 18.2 2 7.7 12 15.0

Sedang 17 53.1 11 50.0 11 42.3 39 48.8

Tinggi 9 28.1 7 31.8 13 50.0 29 36.3

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100

Rata-rata±SD 1,018,750±486,884 863,636±353,951 998,077±465,077 969,375±446,257

Tabel 12 di atas menggambarkan sebaran pendapatan orang tua siswa

yang menjadi contoh. Pendapatan orang tua umumnya berada pada kategori

sedang mencapai 48.8% dengan rata-rata Rp969,375±446,257. Pendapatan

orang tua terbesar pada kategori sedang di SD P1 dan SD P2 mencapai 53.1%

dan 50.0%. Pendapatan orang tua terbesar pada kategori tinggi di SD C1

mencapai 50.0%. Hasil rata-rata pendapatan orang tua tertinggi di SD P1

mencapai Rp1,018,750±486,884. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)

tahun 2011 rata-rata upah, gaji, pendapatan buruh, karyawan, pegawai perbulan

Provinsi Jawa Barat adalah Rp1,526,691. Apabila dibandingkan dengan data

BPS dapat disimpulkan pendapatan orang tua pada ke tiga SD masih di bawah

pendapatan rata-rata secara keseluruhan. Berdasarkan uji statistik

menggunakan Kruskal- Wallis rata-rata pendapatan orang tua contoh tidak

berbeda secara signifikan (p=0.159). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendapatan orang tua

contoh antar sekolah.

Pendapatan orang tua dibagi dengan jumlah anggota keluarga akan

menghasilkan pendapatan per kapita/bulan. Diketahuinya pendapatan per

kapita/bulan akan memberikan gambaran tingkat kemiskinan setelah

dibandingkan dengan data BPS (2011). Berdasarkan data BPS (2011) garis

kemiskinan untuk Provinsi Jawa Barat di daerah pedesaan adalah Rp204,199.

Tabel 13 di bawah menggambarkan sebaran contoh berdasarkan tingkat

kemiskinan. Tingkat kemiskinan dibagi dua kelompok, yaitu: miskin dengan

38

kisaran lebih kecil dari Rp204,199 dan tidak miskin dengan kisaran lebih besar

atau sama dengan Rp2,401,999. Secara umum contoh berada pada kategori

miskin paling tinggi mencapai 73.8% dibandingkan dengan tidak miskin hanya

26.3%. Tingkat kemiskinan pada kategori miskin paling tinggi di SD P2 dan SD

C1 mencapai 81.8% dan 73.1% di SD masing-masing. Tingkat kemiskinan pada

kategori tidak miskin paling tinggi di SD P1 mencapai 31.3%. Hasil rata-rata

pendapatan per kapita/bulan paling tinggi di SD P1 mencapai

Rp203,932±114,762. Apabila dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per

kapita/bulan tertinggi dan total rata-rata pendapatan per kapita/bulan orangtua

pada ke tiga sekolah dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat di pedesaan

(Rp204,199) umumnya masih berada di bawah garis kemiskinan. Situasi ini

didukung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 menyatakan tingkat kemiskinan

Jawa Barat sekitar 10.65% dari total keseluruhan.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan

Tingkat Kemiskinan P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

Tidak miskin 10 31.3 4 18.2 7 26.9 21 26.3

Miskin 22 68.8 18 81.8 19 73.1 59 73.8

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Rata-rata±SD 203,932±114,762 159,037±88,007 177,708±92,210 183,063±101,312

Rendahnya pendapatan total dan banyaknya jumlah keluarga yang berada

pada garis kemiskinan disebabkan beberapa faktor, yaitu: jenis pekerjaan, besar

anggota keluarga, dan jumlah anggota keluarga yang berpenghasilan. Jenis

pekerjaan secara umum berkaitan dengan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan

yang tinggi biasanya memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang tinggi. Artinya

semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua akan mempengaruhi tingginya

penghasilan dan rendahnya pendidikan akan berdampak pada rendahnya

penghasilan yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian umumnya orang tua

contoh berada pada tingkat tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara. Oleh

sebab itu tidak heran berdasarkan hasil penelitian rata-rata keluarga responden

berada pada kategori miskin mencapai 73.8%. Besar dan kecilnya anggota

keluarga dalam rumah tangga akan mempengaruhi besar kecilnya nilai

pendapatan total maupun pendapatan per kapita/bulan suatu keluarga. Keadaan

ini tergantung dengan banyak atau sedikitnya anggota keluarga yang berkerja

dan memiliki penghasilan. Contohnya, sedikitnya anggota keluarga yang

39

berpenghasilan dan rendahnya penghasilan tersebut ditambah jumlah anggota

keluarga yang besar akan mempengaruhi rendahnya pendapatan total keluarga

dan pendapatan per kapita/bulan serta sebaliknya.

Karakteristik Contoh

Jenis Kelamin

Contoh yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah anak sekolah

dasar kelas empat dan kelas lima di SD P1, SD P2, dan SD C1 Kecamatan

Cijeruk, Kabupaten Bogor. Menurut Hidayat (2004) siswa kelas empat dan kelas

lima merupakan anak usia sekolah yang sudah mampu menerima pengarahan

kuesioner serta mampu mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan. Anak

kelas enam tidak dijadikan contoh sampel penelitian ini dikarenakan waktu pada

saat pengambilan data berdekatan dengan persiapan ujian sekolah.

Tabel 14 di bawah menggambarkan jumlah contoh yang menjadi sampel

paling banyak di SD P1 mencapai 32 contoh, diikuti SD C1 mencapai 26 contoh

dan SD P2 mencapai 22 contoh. Perbedaan jumlah contoh ini dikarenakan

jumlah siswa setiap SD beraneka ragam. Semakin banyak jumlah siswa setiap

SD maka semakin banyak jumlah contoh yang menjadi sampel pada SD tersebut

dan sebaliknya. Untuk jenis kelamin setiap SD disamakan mengingat jenis

kelamin mempengaruhi pemilihan jenis makanan (Proverawati et al. 2008).

Menurut Maghubat et al. (2011) anak laki-laki lebih suka mengonsumsi makanan

sumber karbohidrat dibandingkan perempuan seperti kentang goreng. Hasilnya

jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan memiliki perbandingan 50.0%;

50.0% setiap sekolah. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis

jenis kelamin contoh tidak berbeda secara signifikan (p=1.000). Oleh karena nilai

p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persensentase

jenis kelamin contoh antar sekolah.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

Laki-laki 16 50.0 11 50.0 13 50.0 40 50.0

Perempuan 16 50.0 11 50.0 13 50.0 40 50.0

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

40

Uang Jajan

Uang saku merupakan uang yang diterima oleh siswa dari orang tua yang

digunakan untuk berbagai keperluan masing-masing. Uang jajan merupakan

sejumlah uang dari uang saku yang dialokasikan untuk keperluan jajan terutama

dalam bentuk makanan, camilan, minuman, maupun buah dan olahannya. Besar

uang jajan mempengaruhi pemilihan dan pembelian anak terhadap makanan

jajanan. Anak yang memiliki uang jajan rendah akan sulit untuk menentukan

kualitas maupun kuantitas jenis jajanan. Menurut Yufilda (2001) uang jajan

berhubungan dengan frekuensi jajan anak. Uang jajan siswa dikelompokkan

menjadi lima kategori, yaitu: sangat rendah berkisar lebih kecil dari Rp1,000,

rendah dengan kisaran dari Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000, sedang

dengan kisaran Rp2,000 dan lebih kecil dari Rp3,000, tinggi dengan kisaran

Rp3,000 dan lebih kecil dari Rp4,000, dan sangat tinggi dengan kisaran lebih

besar atau sama dengan Rp 4,000. Pengkategorian ini didasarkan pada asumsi

uang jajan siswa sudah bisa digunakan untuk membeli makanan jajanan dengan

harga yang paling murah Rp500 dan paling tinggi lebih besar atau sama dengan

Rp5,000.

Tabel 15 di bawah menggambarkan kelompok uang jajan contoh yang

dialokasikan sebagai uang jajan per hari. Besar kecilnya uang jajan bisa

menggambarkan berapa besar uang saku yang diterima contoh. Menurut

Sumarwan (2011) pengeluaran bisa menjadi salah satu indikator pendapatan

seseorang. Berdasarkan pengkategorian uang jajan contoh secara umum

berkisar pada sebaran Rp1,000 dan lebih besar atau sama dengan Rp4,000.

Uang jajan paling tinggi berada pada kategori rendah antara Rp1,000 dan lebih

kecil dari Rp2,000 dengan total mencapai 38.8%. Uang jajan pada sebaran

rendah paling tinggi di SD C1 mencapai 88.5%. Uang jajan contoh pada SD P1

dan SD P2 ada yang mencapai kategori sangat tinggi mencapai 6.3% dan 18.2%

dibandingkan dengan SD C1 (0.0%). Apabila dibandingkan antar sekolah rata-

rata uang jajan SD P2 lebih tinggi dibandingkan SD yang ada mencapai

Rp2,613±1,262.

Besar kecilnya uang saku yang dialokasikan menjadi uang jajan bisa

disebabkan beberapa faktor, yaitu: jumlah uang saku yang ada dan jarak

sekolah. Semakin banyak jumlah uang saku yang diberikan akan memudahkan

contoh untuk mengalokasikannya menjadi uang jajan dan sebaliknya. Jauhnya

jarak sekolah memungkinan contoh membagi uang saku menjadi uang jajan dan

41

uang transportasi sehingga uang jajan menjadi berkurang. Berdasarkan uji

statistik menggunakan Kruskal-Wallis besar uang saku contoh antar sekolah

berbeda secara signifikan (p=0.000). Oleh karena nilai p<0.05 maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan besar uang jajan contoh antar sekolah.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan

Uang Jajan (Rupiah) P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

1000-<2000 3 9.4 5 22.7 23 88.5 31 38.8

2000-<3000 15 46.9 7 31.8 3 11.5 25 31.3

3000-<4000 12 37.5 6 27.3 0 0.0 18 22.5

≥4000 2 6.3 4 18.2 0 0.0 6 7.5

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Rata-rata-SD 2,484±788 2,613±1,262 1,788±351 2,294±913

Usia

Kebiasaan makan seseorang umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan

masa lalu. Faktor umur pada seseorang merupakan salah satu faktor yang

menentukan pilihan makanan dan cara makan pada makanan tertentu. Tidak

dapat dipungkiri kebutuhan gizi selalu disesuaikan dengan umur seseorang.

Hidayat (2004) yang mengatakan usia remaja kebutuhan gizi semakin tinggi.

Pernyataan di atas mengimplikasikan semakin bertambah usia seseorang

kebutuhan gizi semakin bertambah dan mengalami perubahan baik jumlah,

kualitas, dan cara makan seseorang. Perbedaan usia akan mempengaruhi

perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2011). Umumnya

anak sekolah lebih suka mengonsumsi permen, makanan ringan, soda, dan susu

(Gharib dan Rhashed 2011).

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan usia

Umur (Tahun) P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

9-<10 2 6.3 2 9.1 1 3.8 5 6.3

10-<11 17 53.1 3 13.6 9 34.6 29 36.3

11-<12 5 15.6 7 31.8 8 30.8 20 25.0

≥12 8 25.0 10 45.5 8 30.8 26 32.5

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Rata-rata 10.7±1.1 11.0±1.0 10.8±0.8 10.9±1.1

Tabel 16 di atas menggambarkan berbagai kelompok rentang usia contoh

antar SD. Siswa yang menjadi contoh umumnya berada pada rentang usia 10

42

tahun dan lebih kecil dari 11 tahun paling tinggi mencapi 36.3%. Rentang usia 10

tahun dan lebih kecil dari 11 tahun paling tinggi di SD P1 mencapai 53.1%

dibandingkan dengan SD P1 dan C1. Rentang usia 9 tahun dan lebih kecil dari

10 tahun paling rendah mencapai 3.8% di SD C1 dan 45.5% rentang usia lebih

besar atau sama dengan 12 paling tinggi di SD P2. Rata-rata umur SD P2 lebih

tinggi dibandingkan dengan SD yang ada sekitar 11.0±1.0 tahun.

Tinggi rendahnya nilai rata-rata usia kemungkinan disebabkan beberapa

faktor, yaitu: metode pengambilan contoh, umur, dan jumlah contoh.

Pengembilan contoh secara acak memungkinan bisa mempengaruhi keadaan

ini. Sehingga contoh yang diambil tidak dikontrol usiannya. Perbedaan usia yang

terpaut jauh bisa mempengaruhi tinggi rendahnya hasil rata-rata apalagi dengan

jumlah siswa yang berbeda. Sehingga tidak heran terdapat pebedaan nilai rata-

rata usia antar sekolah. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis

umur contoh antar sekolah tidak berbeda secara signifikan (p=0.093). Oleh

karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan

usia contoh antar sekolah.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi merupakan pemahaman seseorang tentang ilmu gizi,

zat gizi, serta interaksi antara zat gizi dengan status gizi dan kesehatan.

Pengetahuan gizi yang baik bisa menghindarkan seseorang dari konsumsi

pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996, diacu dalam Sukandar 2007).

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang terhadap gizi diperlukan

metode pengukuran khusus. Pengukuran pengetahun gizi dapat dilakukan

dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda

(multiple choice test) (Khomsan 2000). Pengukuran ini sangat penting

dikarenakan tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap

dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya mempengaruhi

keadaan gizi yang bersangkutan (Khomsan 2000).

Tabel 17 di bawah menggambarkan tingkat pengetahuan gizi contoh

antar sekolah. Tingkat pengetahuan gizi contoh umumnya berada pada kategori

sedang mencapai 47.5%. Hasil rata-rata tingkat pengetahuan gizi di SD P2

(71.13) tergolong kategori sedang lebih tinggi dibandingkan dengan di SD P1

(68.43). Sedangkan SD C1 berada pada kategori tingkat pengetahuan gizi buruk

dengan nilai rata-rata hanya 53.26. Tingginya rata-rata tingkat pengetahuan gizi

43

pada SD P2 kemungkinan disebabkan materi yang diberikan oleh tim CSR suatu

perusahaan yang bekerjasama dengan salah satu institut perguruan tinggi.

Adanya materi tambahan yang diberikan oleh tim salah satu institusi di SD P2

tentang pendidikan gizi mengenai makanan dan jajanan diyakini mempengaruhi

nilai rata-rata di SD P2 lebih tinggi dari SD lainnya. Berdasarkan uji statistik

menggunakan Kruskal-Wallis tingkat pengetahuan gizi contoh antar sekolah

berbeda secara signifikan (p=0.001). Oleh karena nilai p<0.05 maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengetahuan gizi contoh antar

sekolah

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi

Pengetahuan Gizi P1 P2 C1 Total

n % n % n % n %

Baik (>80) 7 21.9 5 22.7 1 3.8 13 16.3

Sedang(60-80) 18 56.3 12 54.5 8 30.8 38 47.5

Buruk(<60) 7 21.9 5 22.7 17 65.4 29 36.3

Total 32 100.0 22 100.0 26 100.0 80 100.0

Rata±rata 68.43±15.42 71.13±18.25 53.26±14.69 64.3±17.6

Untuk menentukan tingkat pengetahuan gizi contoh, digunakan metode

Multiple Choice Test (MCT) dengan 20 pertanyaan. Pertanyaan yang dijawab

oleh contoh mengenai pengetahuan gizi umum seperti pengertian zat gizi,

sumber zat gizi, fungsi zat gizi, akibat kekurangan zat gizi, serta jenis maupun

kelompok makanan jajanan sumber zat gizi. Alasan pemilihan beberapa

kelompok pertanyaan ini diduga semua materi telah didapatkan di sekolah

terutama pada mata pelajaran IPA. Pertanyaan yang paling banyak dijawab

dengan benar oleh contoh dari semua pertanyaan adalah mengenai makanan

jajanan sumber air mencapai 96.3% dari total contoh. Persentase tertinggi bisa

menjawab dengan benar pertanyaan ini di SD P1 mencapai 96.9% dibandingkan

dengan di SD P2 dan SD C1. Tingginya persentase kemampuan menjawab

mengenai makanan sumber air diduga pertanyaan ini merupakan hal yang

sangat umum dan sederhana sekali.

Pertanyaan yang paling sedikit dijawab dengan benar adalah mengenai

zat gizi sumber pembangun hanya mencapai 31.3% dari total contoh. Persentase

tertinggi bisa menjawab dengan benar pertanyaan ini di SD P2 mencapai 54.5%.

Ketidakmampuan contoh dalam menjawab pertanyaan tersebut dengan benar

diduga adanya kata yang jarang didengar oleh contoh seperti kata “pembangun”

44

yang ada dalam kalimat. Tingginya persentase contoh di SD P2 menjawab

dengan benar pertanyaan tersebut diduga adanya penambahan materi mengenai

makanan dan gizi oleh salah satu institusi perguruan tinggi. Oleh sebab itu

kemungkinan ada hubungan antara tingkat pemahaman gizi dengan pemberian

tambahan materi yang berkaitan dengan gizi.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pengetahuan gizi yang benar

No Pertanyaan P1 (32) P2 (22) C1 (26) Total (80)

n % n % N % n %

1 Pengertian zat gizi 31 96.9 19 86.4 23 88.5 73 91.3

2 Pengertian makanan 17 53.1 8 36.4 7 26.9 32 40.0

3 Zat gizi sumber tenaga 6 18.8 16 72.7 9 34.6 31 38.8

4 Zat gizi sumber pembangun 5 15.6 12 54.5 8 30.8 25 31.3

5 Zat gizi pengatur fungsi dan kerja organ tubuh

14 43.8 14 63.6 10 38.5 38 47.5

6 Kebutuhan air putih per hari 11 34.4 16 72.7 15 57.7 42 52.5

7 Zat gizi pada nasi, mie, dan roti 21 65.6 18 81.8 5 19.2 44 55.0

8 zat gizi pada mentega dan minyak goreng

26 81.3 21 95.5 22 84.6 69 86.3

9 zat gizi pada jambu biji dan kendondong

27 84.4 18 81.8 20 76.9 65 81.3

10 Pengertian makanan jajanan 24 75.0 10 45.5 10 38.5 44 55.0

11 Makanan camilan termasuk kedalam makanan

24 75.0 15 68.2 18 69.2 57 71.3

12 Jenis makanan jajanan kelompok camilan

28 87.5 18 81.8 12 46.2 58 72.5

13 Contoh makanan jajanan sumber energi

17 53.1 9 40.9 6 23.1 32 40.0

14 Contoh makanan jajanan sumber protein

25 78.1 14 63.6 14 53.8 53 66.3

15 Contoh makanan jajanan sumber air

31 96.9 21 95.5 25 96.2 77 96.3

16 Penyakit akaibat makanan jajanan tidak sehat

30 93.8 19 86.4 21 80.8 70 87.5

17 Vitamin pencegah sariawan 26 81.3 20 90.9 17 65.4 63 78.8

18 fungsi kalsium dalam tubuh 30 93.8 18 81.8 17 65.4 65 81.3

19 Gondok akibat kekurangan 21 65.6 14 63.6 13 50.0 48 60.0

20 akibai kurang konsumsi vitamin A

25 78.1 13 59.1 5 19.2 43 53.8

Karakteristik Makanan Jajanan

Selera terhadap makanan berkaitan dengan perasaan seseorang

sehingga penilaian terhadap makanan tidak bersifat mutlak. Hal yang

mempengaruhi selera dapat berasal dari tubuh sendiri, makanan, dan lingkungan

(Wiharta 1982). Harga, warna, bentuk, tekstur, suhu, dan rasa merupakan faktor

dari makanan yang bisa mempengaruhi selera seseorang (Sumarwan 2011).

Oleh sebab itu sangat diperlukan untuk mengidentifikasi karakteristik makanan.

45

Karakteristik makanan yang diidentifikasi adalah kelompok makanan jajanan

digoreng di lingkungan sekolah yang dijadikan contoh dalam penelitian. Jumlah

makanan jajanan yang diidentifikasi sebanyak 12 jenis sesuai dengan jenis yang

ditanyakan pada contoh. Untuk gambar masing-masing makanan jajanan dapat

dilihat pada lampiran 8.

Bakso Goreng

Bakso goreng merupakan makanan jajanan dengan harga per porsi

tergantung keinginan konsumen, umumnya anak sekolah hanya membeli Rp500

per porsinya. Bakso goreng disajikan menggunakan tusukan untuk

menggambungkan setiap bakso yang dibelah-belah sehingga bakso yang

berbentuk bulat hanya berbentuk setengah bulat. Rasa bakso agak asin dan

memiliki after taste agak amis dengan warna yang kecoklatan. Rasa pedas pada

bakso goreng diperoleh dari saus yang ditambahkan. Bakso goreng sudah

digoreng sebelumnya sehingga tidak lagi panas. Permukaan bakso memiliki

tekstur yang lembut namun agak sedikit liat pada saat dikunyah.

Batagor

Batagor merupakan salah satu makanan jajanan yang dijual dengan

harga yang bervariasi dan bisa dibeli dengan harga Rp500 per porsi. Batagor

disajikan mengunakan plastik sebagai wadah setelah dipotong-potong sehingga

bentuk batagor tidak beraturan lagi. Rasa dominan pada batagor adalah gurih

sedikit asin dan rasa manis yang diperoleh dari bumbu kacang. Sebelum diberi

bumbu kacang warna batagor agak kekuningan dan menjadi kecoklatan setelah

ditambahkan bumbu kacang. Umumnya batagor sudah digoreng sebelum

penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli konsumen. Permukaan

batagor memiliki tekstur yang agak kasar tetapi renyah pada saat dimakan.

Chicken Nugget

Chicken Nugget merupakan salah satu makanan jajanan yang dijual

dengan harga Rp500 per porsi dengan bentuk bulat yang digepengkan. Rasa

dominan adalah rasa gurih dengan warna agak kuning kecoklatan. Tekstur

permukaan chicken nugget kasar tetapi renyah pada saat dimakan. Umumnya

46

chicken nugget sudah digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas

pada saat dibeli konsumen.

Cireng

Cireng merupakan makanan jajanan dengan isi yang bervariasi, seperti:

abon, ayam, dan daging. Harga per porsi adalah Rp500 dengan bentuk yang

bervariasi yang dibedakan berdasarkan isi pada cireng. Cireng isi abon dibentuk

seperti “Love” sedangkan cireng isi ayam dan cireng isi daging dibentuk

setengah lingkaran menyerupai kue kroket. Rasa cireng (kulit) umumnya sama

agak asin kecuali isi setiap cireng berbeda, seperti: isi ayam rasa dominan

adalah gurih dan pedas, isi abon rasa dominan adalah rasa abon, dan isi daging

rasa dominan adalah rasa bawang (after taste). Warna dan tekstur cireng sama

antar cireng isi abon, cireng isi, ayam, dan cireng isi daging yaitu kuning

keemasan dan tekstur yang lembut serta agak liat pada saat dipegang maupun

digigit. Umumnya cireng sudah digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi

panas pada saat dibeli konsumen.

Donat

Donat merupakan makanan jajanan berbentuk lingkaran dan ditaburi gula

sehingga memberi rasa manis dengan harga Rp500 per porsi. Permukaan donat

agak kasar tetapi pada saat dimakan mudah dikunyah. Umumnya donat sudah

digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli

konsumen dan berwarna kuning kecoklatan.

Tahu Goreng

Tahu goreng merupakan makanan jajanan yang dijual dengan harga

Rp500 per porsi dan berbentuk kubus. Rasa yang dominan adalah rasa gurih

sedikit asin dengan tekstur agak kasar terutama pada lapisan luar. Umumnya

tahu goreng sudah digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada

saat dibeli konsumen dan berwarna kuning keemasan.

Tempe Goreng

Tempe goreng merupakan makanan jajanan yang dijual dengan harga

Rp500 per porsi dan berbentuk pipih. Rasa yang dominan adalah rasa gurih

47

sedikit asin dengan tekstur agak kasar. Umumnya tempe goreng sudah digoreng

sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli konsumen dan

berwarna kuning keemasan.

Bakwan

Bakwan merupakan makanan jajanan dengan harga per porsi Rp500

dengan bentuk yang pipih. Rasa yang dominan adalah gurih dengan tekstur agak

kasar. Umumnya bakwan sudah digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi

panas pada saat dibeli konsumen dan berwarna kuning keemasan

Onde-onde

Onde-onde merupakan makanan jajanan berbentuk bulat dengan isi

kacang hijau dan ditaburi biji wijan pada permukaan onde-onde. Harga per porsi

bisa dibeli dengan harga Rp 500 per porsi. Rasa yang dominan adalah rasa

manis dengan tekstur kasar pada saat dimakan. Umumnya onde-onde sudah

digoreng sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli

konsumen dan berwarna kuning keemasan.

Risoles

Risoles merupakan makanan jajanan dengan harga per porsi Rp500

dengan bentuk tabung. Rasa yang dominan adalah asin pada isinya dengan

tekstur agak kasar pada saat dipegang. Umumnya risoles sudah digoreng

sebelum penyajian sehingga tidak lagi panas pada saat dibeli konsumen dan

berwarna kuning keemasan.

Preferensi dan Alasan Jajan Contoh di Sekolah

Preferensi makanan jajanan bisa dikatakan sebagai tingkat kesukaan

seseorang terhadap makanan jajanan dengan cara membandingkan jenis

makanan jajanan yang ada. Tingkat preferensi dikelompokkan menjadi lima

kategori, yaitu: sangat suka, suka, biasa, tidak suka, dan sangat tidak suka. Jenis

makanan jajanan merupakan camilan yang ada di lingkungan sekolah. Untuk

mengetahui tingkat preferensi pada makanan jajanan dibedakan antar sekolah.

Pengelompokan ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang kuat

terhadap preferensi pada makanan jajanan di sekolah masing-masing.

48

Karakteristik makanan merupakan faktor yang bisa mempengaruhi

kesukaan seseorang terhadap jenis makanan selain karakteristik individu dan

karakteristik keluarga. Tekstur, harga, rasa, kemasan, dan penampakan

merupakan karakteristik pada makanan yang bisa mempengaruhi tingkat

kesukaan pada anak (Sumarwan 2011). Ketersediaan suatu makanan (Gibney et

al. 2008) dan suhu makanan (Gobel et al. 2011) bisa mempengaruhi kesukaan

seseorang. Tidak bisa dipungkiri tahu atau tidaknya seseorang terhadap

kandungan zat gizi akan memberikan penyeleksian terhadap makanan. Faktor-

faktor ini secara tidak langsung dapat memberikan gambaran mengenai alasan

mereka suka atau tidak suka terhadap jenis makanan jajanan. Oleh sebab itu

alasan siswa memilih makanan jajanan dikelompokkan menjadi delapan kategori

yang umumnya adalah karakteristik pada makanan jajanan, seperti: harga, rasa,

bentuk, warna, suhu, tekstur, gizi, dan ketersediaan.

Tabel 19 di bawah menggambarkan sebaran contoh berdasarkan tingkat

kesukaan jajan terhadap makanan jajanan camilan. Bakso goreng (bakso tusuk)

merupakan makanan jajanan yang disukai (sangat suka dan suka) di setiap SD.

Keadaan ini terlihat pada tingginya total persentase kesukaan pada makanan

jajanan ini dibandingkan dengan jenis makanan jajanan lainnya mencapai 86.3%.

Persentase tertinggi tingkat kesukaan bakso goreng mencapai 88.5% di SD C1

dibandingkan dengan SD P1 dan SD P2. Chicken nugget merupakan camilan

dengan total persentase tertinggi tingkat kesukaan mencapai 77.6% selain bakso

goreng. Sedangkan cireng isi abon dan bakwan merupakan camilan dengan

persentase total tertinggi tidak disukai (tidak suka dan sangat tidak suka)

mencapai 15.1% dan 8.8%. Persentase tertinggi tidak suka terhadap cireng isi

abon dan bakwan mencapai 22.7% di SD P2 dan 15.4 % di SD C1. Secara

umum contoh menyukai semua makanan jajanan meskipun ada makanan

jajanan yang dibedakan berdasarkan persentase tidak suka (tidak suka dan

sangat tidak suka) paling tinggi dibandingkan dengan makanan jajanan lainnya

mencapai 15.1% (cireng isi abon) dan 8.8% (bakwan) tetapi kedua jenis camilan

ini sebenarnya disukai contoh di atas 50.0% (62.5% untuk cireng isi abon dan

57.6% untuk bakwan). Uji statistik menggunakan Kruskal Wallis menggambarkan

tingkat preferensi makanan jajanan contoh untuk setiap jenis makanan jajanan

umumnya tidak berbeda secara signifikan (p>0.05). Situasi ini disebabkan jenis

makanan jajanan ke tiga sekolah tidak jauh berbeda antar sekolah. Namun

terdapat perbedaan nyata pada bakwan (p=0.027) dan risoles (p=0.007). Oleh

49

karena ada nilai p<0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

tingkat preferensi jajan contoh antar sekolah khususnya pada bakwan dan

risoles.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan

Tingkat P1 P2 C1 Total P

Kesukaan n % n % n % n %

Bakso Goreng

Sangat suka 8 25.0 10 45.5 13 50.0 31 38.8

0.203

Suka 19 59.4 9 40.9 10 38.5 38 47.5

Biasa 5 15.6 1 4.5 3 11.5 9 11.3

Tidak suka 0 0.0 2 9.1 0 0.0 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Chicken Nugget

Sangat suka 16 50.0 11 50.0 10 38.5 37 46.3

0.843

Suka 8 25.0 6 27.3 11 42.3 25 31.3

Biasa 7 21.9 3 13.6 3 11.5 13 16.3

Tidak suka 1 3.1 2 9.1 0 0.0 3 3.8

Sangat tidak suka 0 0.0 0 0.0 2 7.7 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng Isi Abon

Sangat suka 5 15.6 7 31.8 6 23.1 18 22.5

0.637

Suka 14 43.8 6 27.3 12 46.2 32 40.0

Biasa 8 25.0 4 18.2 6 23.1 18 22.5

Tidak suka 2 6.3 5 22.7 0 0.0 7 8.8

Sangat tidak suka 3 9.4 0 0.0 2 7.7 5 6.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Bakwan

Sangat suka 11 34.4 5 22.7 3 11.5 19 23.8

0.027*

Suka 11 34.4 9 40.9 7 26.9 27 33.8

Biasa 9 28.1 6 27.3 12 46.2 27 33.8

Tidak suka 1 3.1 1 4.5 2 7.7 4 5.0

Sangat tidak suka 0 0.0 1 4.5 2 7.7 3 3.8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Risoles

Sangat suka 9 28.1 4 18,2 3 11.5 16 20.0

0.007*

Suka 17 53.1 11 50.0 7 26.9 35 43.8

Biasa 6 18.8 6 27.3 15 57.7 27 3.,8

Tidak suka 0 0.0 1 4.5 1 3.8 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan persentase lebih tinggi; Uji Kruskal-Walis berbeda nyata pada level p*<0.05; Makanan ajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 1

Hasil perhitungan pada penelitian menunjukkan bakwan dan risoles

merupakan makanan jajanan paling banyak disukai contoh di SD P1 mencapai

64.4% dan 81.2%. Tingginya tingkat kesukaan contoh pada makanan jajanan ini

50

diduga faktor ketersediaan yang ada di lingkungan sekolah terutama pada SD P1

yang lebih beragam baik jumlah kantin dan penjaja serta jenis camilan yang

dijual. Berdasarkan pengamatan kedua jenis camilan ini lebih mudah didapatkan

di SD P1. Hal ini disebabkan kantin dan warung yang ada di sekitar SD P1 ada

yang menjual makanan jajanan ini selain penjaja jajanan dibandingkan SD P2

dan SD C1 yang umumnya hanya bergantung pada penjaja makanan jajanan.

Adanya akses seperti ketersediaan untuk memperoleh suatu barang dan jasa

akan memudahkan seseorang untuk memperolehnya (Gibney et al. 2008). Hal ini

diduga yang mempengaruhi tingginya contoh di SD P1 menyukai makanan

jajanan tersebut.

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh contoh dapat dilihat pada

Tabel 20 alasan contoh menyukai camilan terutama disebabkan karena faktor

harga (murah dan sangat murah) dan rasa (gurih, pedas, dan manis) baik

makanan jajanan yang sangat disukai (bakso goreng dan chicken nugget)

maupun sebaliknya (bakwan dan risoles). Hal ini terlihat pada banyaknya contoh

memilih karena faktor harga dan rasa. Namun setiap makanan jajanan ada faktor

tertentu yang paling dominan dan sebaliknya dalam mempengaruhi preferensi

contoh. Sebanyak 43.8%, 20.0%, 25.0%, 31.3%, dan 15.0% contoh memberikan

alasan karena harga yang mempengaruhi tingkat preferensi jajan terhadap bakso

goreng, chicken nugget, cireng isi abon, bakwan dan risoles. Sebanyak 46.3%,

63.8%, 63.8%, 55.0%, 56,3% contoh memberikan alasan karena rasa yang

mempengaruhi tingkat preferensi jajan terhadap bakso goreng, chicken nugget,

cireng isi abon, bakwan, dan risoles. Berdasarkan data di atas faktor rasa pada

camilan sangat dominan mempengaruhi tingkat kesukaan contoh dibandingkan

faktor yang ada.

Berdasarkan hasil observasi harga makanan jajanan digoreng hanya

dipatok lima ratus rupiah per satuan (porsi) yang merupakan harga tergolong

murah dan sangat murah menurut contoh. Berdasarkan hasil penelitian harga

yang ditawarkan penjaja dan kantin di bawah rata-rata uang jajan contoh

meskipun dengan rata-rata uang jajan terkecil di setiap sekolah seperti di SD C1.

Harga yang terjangkau akan memudahkan seseorang dalam memilih dan

membeli sesuatu yang diinginkan tidak terkecuali pada makanan jajanan.

Keadaan ini diduga mempengaruhi tingginya kesukaan contoh terhadap

makanan jajanan yang ada dan banyaknya contoh memilih faktor harga selain

rasa sebagai alasan dalam menentukan tingkat preferensi jajan mereka.

51

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan

Karakteristik P1 P2 C1 Total

Jajanan n % n % n % n %

Bakso

Harga 18 56.3 8 36.4 9 34.6 35 43.8

Rasa 11 34.4 10 45.5 16 61.5 37 46.3

Bentuk 3 9.4 2 9.1 0 0.0 5 6.3

Warna 0 0.0 0 0.0 1 3.8 1 1.3

Gizi 0 0.0 2 9.1 0 0.0 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Chicken Nugget

Harga 7 21.9 5 22.7 4 15.4 16 20.0

Rasa 17 53.1 13 59.1 21 80.8 51 63.8

Bentuk 2 6.3 1 4.5 0 0.0 3 3.8

Warna 3 9.4 0 0.0 0 0.0 3 3.8

Suhu 1 3.1 0 0.0 0 0.0 1 1.3

Tekstur 1 3.1 0 0.0 1 3,8 2 2.5

Gizi 1 3.1 3 13.6 0 0.0 4 5.0

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng Isi Abon

Harga 6 18.8 7 31.8 7 26,9 20 25.0

Rasa 22 68.8 11 50.0 18 69,2 51 63.8

Bentuk 0 0.0 1 4.5 0 0.0 1 1.3

Warna 0 0.0 1 4.5 0 0.0 1 1.3

Suhu 1 3.1 0 0.0 0 0.0 1 1.3

Tekstur 3 9.4 0 0.0 1 3,8 4 5.0

Gizi 0 0.0 2 9.1 0 0.0 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Bakwan

Harga 13 40.6 3 13.6 9 34.6 25 31.3

Rasa 15 46.9 15 68.2 14 53.8 44 55.0

Bentuk 1 3.1 0 0.0 2 7.7 3 3.8

Suhu 1 3.1 0 0.0 0 0.0 1 1.3

Gizi 1 3.1 4 18.2 0 0.0 5 6.3

Ketersediaan 1 3.1 0 0.0 1 3.8 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Risoles

Harga 5 15.6 4 18.2 3 11.5 12 15.0

Rasa 23 71,9 10 45.5 12 46.2 45 56.3

Bentuk 3 9,4 2 9.1 2 7.7 7 8.8

Warna 0 0.0 1 4.5 0 0.0 1 1.3

Tekstur 0 0.0 1 4.5 0 0.0 1 1.3

Gizi 1 3,1 4 18.2 0 0.0 5 6.3

Ketersediaan 0 0.0 0 0.0 9 34,6 9 11.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis jajanan dengan persentase lebih tinggi; Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 2

Bentuk yang menarik ditambah penyajian makanan yang praktis diduga

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya contoh menyukai

bakso goreng (bakso tusuk) dan chicken nugget. Bakso goreng dan chicken

nugget disajikan seperti sate menggunakan tusukan. Keadaan ini sesuai dengan

penelitian Proverawati et al. (2008) bahwa telur puyuh yang disajikan

mengunakan tusukan menyerupai sate dalam penyajiannya termasuk makanan

52

jajanan yang paling banyak disukai contoh. Artinya anak-anak menyukai

makanan jajanan yang disajikan sedemikian rupa sehingga memberi kesan

semenarik mungkin. Keadaan ini terjadi dikarenakan anak-anak penuh imajinasi

tinggi (Yusuf et al. 2008).

Adanya pemahaman mengenai zat gizi pada suatu makanan diduga

mempengaruhi banyaknya contoh menyukai chicken nugget. Namun tidak bisa

dipungkiri pemahaman mengenai zat gizi tidak selalu menjadi alasan seseorang

untuk menyukai makanan terlihat pada bakwan yang merupakan salah satu jenis

makanan jajanan yang tidak disukai contoh paling tingggi. Situasi ini terlihat pada

tingginya contoh memilih karena zat gizi pada bakwan sebagai alasan yang

mempengaruhi tingkat kesukaan selain rasa dan harga. Hal ini bisa disebabkan

kesukaan seseorang terhadap suatu makanan tidak dipengaruhi oleh satu faktor

saja (zat gizi). Banyaknya contoh tidak menyukai cireng isi abon disebabkan

tekstur yang liat sehingga menyulitkan contoh dalam mengonsumsinya. Keadaan

ini diduga yang mempengaruhi contoh tidak menyukai cireng isi abon. Anak-anak

umumnya menyukai makanan yang lunak dan mudah dikunyah (Proverawati et

al. 2008).

Berdasarkan paparan di atas setiap makanan jajanan memiliki

karakteristik tersendiri untuk menarik konsumen. Maksudnya setiap karaktersitik

pada makanan jajanan ada yang mempengaruhi dan sebaliknya terhadap tingkat

kesukaan seseorang pada makanan jajanan tertentu. Intinya makanan harus

disajikan dalam bentuk standar makanan (Yusuf et al. 2008). Untuk bisa menilai

karakteristik standar pada makanan setiap individu dipengaruhi oleh situasi

sebelumnya. Sehingga bisa saja setiap individu memiliki penilaian yang berbeda

terhadap makanan yang sama. Faktor yang bisa mempengaruhi keadaan ini bisa

disebabkan kebiasaan dan naluriah masing-masing individu (Wiharta 1982).

Kebiasaan seseorang terhadap suatu makanan tertentu diyakini bisa

mempengaruhi tingkat kesukaan seseorang sehingga tidak heran ada makanan

yang disukai dan tidak disukai meskipun tersedia. Kebiasaan konsumsi

seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, seperti: orang tua, teman

sebaya, dan media massa (Sumarwan 2011). Artinya anak-anak akan menirukan

apa yang dilakukan oleh orang yang ada disekitarnya tidak terkecuali dalam

penentuan pola makannya.

53

Frekuensi Jajan Contoh di Sekolah

Frekuensi jajan merupakan sering atau tidaknya seseorang mengonsumsi

makanan jajanan tertentu. Untuk mengetahui tingkat frekuensi jajan contoh

dikelompokkan ke dalam hari, minggu, bulan, dan tahun kemudian dikonversi ke

tahun yang bertujuan untuk memudahkan dalam membandingkan data.

Frekuensi dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu: satu (sangat sering), dua

(sering), tiga (jarang), empat (hampir tidak pernah), lima (tidak pernah sama

sekali). Pengelompokan tingkat frekuensi menjadi lima kategori bertujuan untuk

menggambarkan tingkat frekuensi jajan lebih spesifik.

Umumnya frekuensi jajan contoh sangat rendah. Contoh yang sering

jajan (sering dan sangat sering) tidak mencapai 50.0% dibandingkan dengan

contoh yang jarang jajan (hampir tidak pernah dan tidak pernah sama sekali)

mencapai di atas 50.0%. Berdasarkan Tabel 21 di bawah tingkat frekuensi jajan

contoh pada bakwan dan bakso goreng merupakan beberapa jenis makanan

jajanan dengan persentase lebih tinggi yang sering (sering dan sangat sering)

dibeli oleh contoh di sekolah masing-masing. Tingginya total persentase

terhadap bakwan dan bakso goreng mencapai 17.5% dan 20.1%. Persentase

tertinggi mencapai 36.3% di SD P2 (bakwan), dan 23.0% di SD C1 (bakso

goreng).

Batagor dan cireng isi sapi merupakan beberapa jenis makanan jajanan

dengan total persentase tertinggi jarang dibeli (sangat jarang dan tidak pernah

sama sekali) mencapai 72.5% (80.8% di SD C1) dan 67.5% (80.8 di SD C1).

Berdasarkan data tersebut, tingkat kesukaan diduga mempengaruhi tingkat

frekuensi jajan contoh. Hal ini terlihat pada tingginya frekuensi jajan terhadap

bakso goreng sedangkan berdasarkan tingkat preferensi bakso goreng

merupakan jenis camilan yang banyak disukai contoh.

Usia anak sekolah merupakan usia yang rentan sekali menerima stimulus

dari luar. Artinya mereka mudah sekali menerima dan meniru apa yang dilakukan

berdasarkan pengamatan mereka dalam kehidupan sehari-hari khususnya orang

tua. Sumarwan (2011) pembentukan sikap dan preferensi makan tidak hanya

dipengaruhi oleh orang tua. Hal ini disebabkan anak usia sekolah memiliki

karakter yang sangat mudah terpengaruh oleh teman sekolah, media massa, dan

program pemasaran berbagai produk makanan lainnya, sehingga belum menjadi

konsumen yang kritis. Akibatnya anak-anak akan menyukai jenis camilan yang

disukai teman maupun orang tuanya. Keadaan ini diduga yang mempengaruhi

54

tingginya frekuensi jajan contoh terhadap bakwan meskipun berdasarkan tingkat

preferensi merupakan salah satu camilan yang tidak disukai paling banyak

mencapai 8.8% dibandingkan dengan jenis camilan yang ada. Dengan demikian

tingkat kesukaan anak terhadap frekuensi jajan pada makanan jajanan tidak

selalu dipengaruhi oleh dirinya sendiri melainkan lingkungan luar dan tergantung

pada intensitas seseorang terhadap faktor lingkungan yang ada di sekitarnya.

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan

Frekuensi Jajan P1 P2 C1 Total

P n % n % n % n %

Bakso Goreng

Sangat Sering 1 3,1 1 4,5 3 11,5 5 6,3

0,678

Sering 6 18,8 2 9,1 3 11,5 11 13,8

Jarang 8 25 8 36,4 9 34,6 25 31,3

Hampir Tidak Pernah 17 53,1 11 50 11 42,3 39 48,8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Batagor Sangat Sering 1 3,1 1 4,5 1 3,8 3 3,8

0,283

Sering 2 6,3 1 4,5 0 0 3 3,8

Jarang 9 28,1 3 13,6 4 15,4 16 20

Hampir Tidak Pernah 20 62,5 17 77,3 21 80,8 58 72,5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng Isi Sapi

Sangat Sering 2 6,3 1 4,5 0 0 3 3,8

0,114

Sering 2 6,3 4 18,2 0 0 6 7,5

Jarang 10 31,3 2 9,1 5 19,2 17 21,3

Hampir Tidak Pernah 18 56,3 15 68,2 21 80,8 54 67,5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Onde-onde

Sangat Sering 0 0 1 4,5 0 0 1 1,3

0,021*

Sering 1 3,1 1 4,5 1 3,8 3 3,8

Jarang 7 21,9 11 50 6 23,1 24 30

Hampir Tidak Pernah 24 75 9 40,9 19 73,1 52 65

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Bakwan

Sangat Sering 1 3,1 1 4,5 0 0 2 2,5

0,002*

Sering 4 12,5 7 31,8 1 3,8 12 15

Jarang 6 18,8 7 31,8 5 19,2 18 22,5

Hampir Tidak Pernah 21 65,6 7 31,8 20 76,9 48 60

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis jajanan dengan persentase lebih tinggi; Uji Kruskal-Walis berbeda nyata pada level p*<0.05; Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 3

55

Uji statistik menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan tingkat frekuensi

jajan contoh antar sekolah umumnya tidak berbeda secara signifikan (p > 0.05)

yang diduga bisa disebabkan faktor kebiasaan dan sudah terbentuknya pola

konsumsi contoh terhadap jenis camilan sehingga sulit diubah meskipun banyak

faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkat frekuensi jajan. Pola konsumsi yang

sudah terbentuk merupakan hasil suatu proses kebiasaan seseorang dalam

rentan waktu tertentu pada setiap makanan.

Tabel 21 di atas menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada

bakwan (p=0.002) dan onde-onde (p=0.021). Oleh karena ada nilai p<0.05 maka

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan frekuensi jajan contoh antar

sekolah. SD P2 merupakan SD dengan persentasi frekuensi jajan paling tinggi

pada kedua jenis camilan ini mencapai 36.3% dan 9.0%. Berdasarkan Tabel 19

faktor gizi merupakan salah satu faktor selain faktor harga, rasa, dan bentuk

pada bakwan dan onde yang dominan menjadi alasan contoh menyukai jenis

camilan ini mencapai 18.2% dan 4.5% (sumber karbohidrat dan protein). Adanya

pemahaman gizi mengenai peran makanan sebagai sumber zat gizi di SD ini

bisa disebabkan dengan adanya program tentang pendidikan gizi yang sedang

berlangsung. Artinya tingginya persentase contoh di SD P2 membeli bakwan dan

onde-onde diduga karena adanya pemahaman mereka terhadap kandungan gizi

pada makanan tersebut dibandingkan SD P1 dan SD C1.

Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap AKG

Makanan jajanan merupakan makanan atau minuman yang diolah oleh

pengrajin makanan di tempat penjualan maupun di rumah yang disajikan sebagai

makanan siap santap dalam wadah atau sarana penjualan dalam bentuk, rupa,

dan jenisnya baik sarana penjualan maupun jenis makanan jajanan yang dijual.

Makanan jajanan biasanya tersusun dari aneka ragam pangan dengan variasi

bentuk, rupa, dan jenis yang sangat beragam (Forum Koordinasi PMT-S Tingkat

Pusat 1997). Jenis jajanan ini bisa dijadikan sumber energi dan zat gizi karena

sumber bahan olahan berasal dari kelompok padi-padian dan daging

(Kementerian Agama RI 2012). Menurut Khomsan (2005), diacu dalam

Tresnawati (2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan

energi dan 2% dari kebutuhan protein. Rata-rata persentase kontribusi makanan

snack (pagi) terhadap asupan energi dan zat gizi mencapai 9% untuk energi, 8%

untuk protein, 13% untuk kalsium, 6% untuk zat besi, dan 7% untuk vitamin C

56

(Kusharto dan Sa’diyyah 2011). Menurut Judarwanto (2008), diacu dalam Rizki

(2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan energi bagi anak usia sekolah

mencapai 36%, protein 29%, dan zat besi 52.0%. Penelitian Rakhmawati (2009)

menunjukkan makanan jajanan menyumbangkan 22.4% zat besi, 21.2% kalsium,

dan 20.5% vitamin C.

Gambar 8 di bawah menunjukkan kontribusi energi dan zat gizi terhadap

kecukupan dari gizi contoh antar sekolah. Secara umum kontribusi energi dan zat

gizi makanan jajanan di SD P2 lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan

SD P1 dan SD C1 mencapai 49% untuk energi, 73.2% untuk protein, 14.5%

untuk kalsium, 41.3% untuk zat besi, dan 6.7% untuk vitamin C. Tingginya

kontribusi energi dan zat gizi di SD P2 karena tingginya frekuensi jajan contoh

dan berdasarkan tingkat frekuensi terdapat perbedaan yang nyata antara

frekuensi jajan contoh pada ke tiga sekolah yang menunjukkan SD P2 lebih

tinggi persentase frekuensi jajan. Adanya pemahaman akan pentingnya zat gizi

akan mempengaruhi pemilihan jenis makanan baik secara kualitas dan kuantitas

yang diduga dapat mempengaruhi tingginya kontribusi asupan energi dan zat

gizi. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tingkat

pengetahuan gizi antar SD dan SD P2 merupakan SD paling tinggi tingkat

pengetahuan gizi. Situasi di atas yang menjadi penyebab tingginya kontribusi

energi dan zat gizi di SD P2.

Gambar 8 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi contoh antar sekolah

Gambar 9 di bawah menunjukkan total kontribusi energi dan zat gizi

terhadap kecukupan dari gizi pada makanan jajanan di sekolah secara

keseluruhan. Berdasarkan hasil penelitian total kontribusi energi dan zat gizi

mencapai 44% untuk energi, 68.9% untuk protein, 13.1% untuk kalsium, 37.2%

0

20

40

60

80

Energi (Kkal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vit.C (mg)

(%)

SD P1 SD P2 SD C1

57

untuk zat besi, dan 5.6% untuk vitamin C. Total kontribusi energi (44%) dan

protein (68.9%) lebih tinggi kecuali zat besi (37.2%) yang menunjukkan hasil

yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan penelitian Judarwanto (2008),

diacu dalam Rizki (2009) mencapai 36% (energi), 29% (protein), dan 52% (zat

besi). Tingginya total kontribusi energi dan protein diduga akibat dominannya

bahan olahan makanan jajanan contoh yang berasal dari sumber karbohidrat,

kacang-kacangan, dan daging yang merupakan sumber energi dan protein paling

banyak dibandingkan dengan sumber bahan makanan yang berasal dari buah-

buahan dan sayur. Tingginya total persentase kontribusi zat besi apabila

dibandingkan dengan kalsium dan vitamin C diduga sumber bahan makanan

yang berasal dari kacang-kacangan dan daging yang merupakan sumber zat

besi (Almatsier 2001).

Gambar 9 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi contoh keseluruhan

Rendahnya persentase kontribusi kalsium apabila dibandingkan dengan

hasil penelitian Rahmawati (2009) kecuali dibandingkan dengan literatur pada

Kusharto dan Sa’diyyah (2011) yang menunjukkan nilai yang sama diduga akibat

sumber bahan olahan makanan jajanan setempat. Bahan olahan yang digunakan

untuk membuat makanan jajanan pada penelitian ini merupakan bahan pangan

yang umumnya rendah sumber kalsium, karena berasal dari sumber karbohidrat,

kacang-kacangan, dan daging apabila di bandingkan dengan susu dan hasil

susu. Susu nonfat merupakan sumber terbaik kalsium karena sumber

ketersediaanya biologinya yang tinggi (Almatsier 2001). Dominannya ketiga

bahan pangan ini diduga mempengaruhi rendahnya persentase kontribusi

vitamin C karena sumber makanan rendah vitamin terutama vitamin C

dibandingkan dengan buah dan sayur yang merupakan sumber vitamin. Hal ini

0

20

40

60

80

Energi (Kkal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vit.C (mg)

(%)

Total ke tiga SD

58

menunjukkan kualitas makanan berupa kandungan energi dan zat gizi salah

satunya dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan. Pengolahan dengan cara

pemanasan terutama dengan cara digoreng bisa merusak beberapa vitamin

terutama vitamin C karena mudah teroksidasi (Almatsier 2001). Hal ini diduga

yang menjadi peyebab rendahnya kontribusi vitamin C pada makanan jajanan

terutama makanan jajanan digoreng. Kesimpulannya adalah frekuensi jajan,

pemilihan makanan jajanan, jumlah kebutuhan energi dan zat gizi per individu,

dan cara pengolahan makanan merupakan fakto-faktor yang mempengaruhi

besar kecilnya kontribusi energi dan zat gizi pada makanan jajanan.

Hubungan Preferensi Jajan dengan Karakteristik Contoh

Jenis Kelamin

Pemilihan makanan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Hasil

penelitian Poverawati et al. (2008) menggambarkan preferensi sampel laki-laki

dan perempuan terhadap jenis makanan agar-agar berbeda secara bermakna.

Sebanyak 23 sampel laki-laki dan 14 sampel perempuan menyukai jenis

makanan ini. Artinya tingkat kesukaan pada jenis makanan tertentu ada yang

didominani oleh laki-laki atau perempuan. Keadaan ini sangat dikhawatirkan

mengingat tingginya kebutuhan gizi bagi anak usia sekolah. Salah satu cara

untuk mencukupi kebutuhan gizi adalah dengan cara mengonsumsi makanan

yang beragam selain bergizi dan berimbang. Untuk mengonsumsi makanan yang

beragam berarti mengonsumsi aneka jenis makanan tanpa ada yang didominani

termasuk makanan pada makanan jajanan. Makanan jajanan merupakan salah

satu jenis camilan yang bisa dijadikan alternatif makanan sumber energi dan zat

gizi. Alasannya karena makanan jajanan ini umumnya terdiri atas bahan pangan

sumber energi dan zat gizi (protein) (Kementrian Agama RI 2012).

Energi dan protein merupakan dua dari sekian banyak zat gizi yang

diperlukan oleh anak usia sekolah terutama dalam proses pertumbuhan

(perubahan ukuran dan komposisi tubuh) (Barasi 2007). Ukuran dan komposisi

tubuh yang tidak ideal (kurus, kegemukan, dan overweight) merupakan masalah

serius yang berkaitan dengan kesehatan. Oleh sebab itu diperlukan informasi

mengenai tingkat preferensi jajan mengingat makanan jajanan bisa dijadikan

alternatif dalam pemenuhan energi dan zat gizi yang berguna untuk

pertumbuhan anak usia sekolah.

59

Sebagian besar kebutuhan gizi pada usia kanak-kanak umumnya sama

antara anak laki-laki dan perempuan, peningkatan hanya sedikit antara usia yang

lebih muda (4 sampai 6 tahun) dan usia yang lebih tua (7 sampai 10 tahun).

Tetapi peningkatan kebutuhan gizi akan meningkat seiring bertambahnya usia.

Berdasarkan angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia maka tingkat

kecukupan antara laki-laki dan perempuan dimulai pada usia 10 tahun. Artinya

jumlah zat gizi yang dibutuhkan berbeda antar jenis kelamin dan usia. Perbedaan

kebutuhan ini bisa disebabkan oleh aktifitas dan komposisi tubuh (Barasi 2007).

Tabel 22 di bawah menggambarkan sebaran contoh berdasarkan

preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut jenis kelamin. Bakso

goreng, chicken nugget, cireng isi ayam, dan tempe goreng merupakan makanan

jajanan yang paling tinggi disukai (sangat suka dan suka) baik laki-laki dan

perempuan. Berdasarkan tingginya tingkat persentase terhadap preferensi

perjenis kelamin maka laki-laki umumnya memiliki tingkat persentase paling

tinggi dibandingkan perempuan. Sebanyak 12 jenis makanan jajanan yang

ditanyakan hanya lima jenis makanan jajanan (batagor, cireng isi abon, cireng isi

sapi, cireng isi ayam, dan tempe goreng) yang paling tinggi persentase disukai

perempuan sisanya disukai oleh laki-laki.

Tingginya persentase kesukaan laki-laki terhadap makanan jajanan

diduga kebutuhan kalori yang dibutuhkan akibat aktifnya laki-laki terutama dalam

bermain dan berolahraga dibandingkan dengan perempuan. Makanan jajanan

merupakan salah satu camilan yang padat energi yang bisa membantu

memenuhi kebutuhan energi. Oleh sebab itu laki-laki lebih banyak menyukai jenis

camilan ini. Tetapi berdasarkan komposisi bahan olahanya perempuan cendrung

memilih makanan yang lengkap dan tinggi mengandung sumber energi, protein,

dan zat besi dibandingkan laki-laki terutama pada ke lima jenis makanan jajanan

yang paling tinggi disukai apabila dilihat dari kelompok sumber pangannya.

Hasil uji Correlations-Spearman menggambarkan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan preferensi terhadap jenis

makanan jajanan (P>0.05). Artinya tidak ada hubungan apakah laki-laki atau

perempuan yang lebih menyukai setiap jenis makanan jajanan. Hal ini

menunjukkan tingkat kesukaan contoh terhadap jajan pada makanan jajanan

sulit diubah meskipun kebutuhan gizi berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan hasil perhitungan pada setiap jenis makanan jajanan baik contoh

laki-laki dan perempuan menyukai camilan yang dibuktikan dengan tingginya

60

contoh menyukai setiap jenis makanan jajanan mencapai di atas 50%. Hal ini

sesuai dengan penelitian di Spayol yang menyatakan anak-anak cendrung

menyukai makanan sumber karbohidrat dan protein dibandingkan makanan yang

kaya akan serat (Rodrigo et al. 2003). Situasi ini bisa diduga karena

ketidaktahuan contoh terhadap kebutuhan gizi. Preferensi contoh terhadap

makanan jajanan di sekolah bisa dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan teman

sebaya (Sumarwan 2011). Artinya anak-anak akan mengonsumsi camilan yang

sama dengan teman mereka. Akibatnya jenis camilan yang dikonsumsi tidak ada

yang didominani baik laki-laki maupun perempuan.

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan

camilan menurut jenis kelamin

Camilan Jenis

Kelamin

Tingkat Kesukaan Total P-

Value (r)

1 2 3 4 5

n % n % n % n % n % n %

Bakso goreng

Laki-laki 16 40.0 21 52.5 2 5.0 1 2.5 0 0.0 40 100 0.427 (0.090) Perempuan 15 37.5 17 42.5 7 17.5 1 2.5 0 0.0 40 100

chicken nugget

Laki-laki 22 55.0 10 25.0 7 17.5 1 2.5 0 0.0 40 100 0.940 (0.009) Perempuan 15 37.5 15 37.5 6 15.0 2 5.0 2 5.0 40 100

Cireng isi ayam

Laki-laki 13 32.5 16 40.0 10 25.0 1 2.5 0 0.0 40 100 0.143 (0.091) Perempuan 19 47.5 13 32.5 3 7.5 5 12.5 0 0.0 40 100

Tempe goreng

Laki-laki 12 30.0 18 45.0 9 22.5 1 2.5 0 0.0 40 100 0.423 (-0.091) Perempuan 16 40.0 15 37.5 9 22.5 0 0.0 0 0.0 40 100

*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan persentase lebih tinggi; Tingkat kesukaan: (1) sangat suka, (2) suka, (3) biasa, (4) tidak suka, dan (5) sangat tidak suka; Uji Spearman p>0.05 (tidak signifikan); Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 4

Uang Jajan

Uang jajan merupakan bagian dari uang saku yang diperoleh dari orang

tua/wali yang digunakan untuk membeli makanan jajanan. Besar uang jajan

mempengaruhi pemilihan dan pembelian anak terhadap makanan jajanan. Anak

yang memiliki uang jajan rendah akan sulit untuk menentukan kualitas maupun

kuantitas jenis camilan. Menurut Sumarwan (2011) pendapatan seseorang akan

menentukan daya beli yang selanjutnya akan mempengaruhi pola konsumsi.

Artinya akan ada perbedaan terhadap tingkat preferensi seseorang terhadap

jenis makanan jajanan akibat besar kecilnya uang saku. Oleh sebab itu perlu

diketahui tingkat kesukaan pada makanan jajanan terhadap besar kecilnya uang

jajan siswa.

61

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan

Camilan Uang Jajan (Rupiah)

Tingkat Kesukaan Total

P- Value

(r) 1 2 3 4 5

n % n % n % n % n % n %

Bakso Goreng

Rendah 16 51.6 12 38.7 2 6.5 1 3.2 0 0 31 100

0.230 (0.136)

Sedang 8 32 10 40 6 24 1 4 0 0 25 100

Tinggi 5 27.8 12 66.7 1 5.6 0 0 0 0 18 100

Sangat Tinggi 2 33.3 4 66.7 0 0 0 0 0 0 6 100

Cireng Isi Ayam

Rendah 12 38.7 9 29 8 25.8 2 6.5 0 0 31 100

0.379

(-0.100)

Sedang 10 40 10 40 3 12 2 8 0 0 25 100

Tinggi 6 33.3 8 44.4 2 11.1 2 11.1 0 0 18 100

Sangat Tinggi 4 66.7 2 33.3 0 0 0 0 0 0 6 100

Onde-onede

Rendah 7 22.6 14 45.2 10 32.3 0 0 0 0 31 100

0.948 (0.007)

Sedang 5 20 6 24 10 40 3 12 1 4 25 100

Tinggi 5 27.8 8 44.4 5 27.8 0 0 0 0 18 100

Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 3 50 0 0 0 0 6 100

Tempe Goreng

Rendah 13 41.9 10 32.3 8 25.8 0 0 0 0 31 100

0.895 (-0.015)

Sedang 7 28 10 40 7 28 1 4 0 0 25 100

Tinggi 5 27.8 10 55.6 3 16.7 0 0 0 0 18 100

Sangat Tinggi 3 50 3 50 0 0 0 0 0 0 6 100

*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan persentase lebih tinggi; Tingkat kesukaan: (1) sangat suka, (2) suka, (3) biasa, (4) tidak suka, dan (5) sangat tidak suka; Uji Spearman p>0.05 (tidak signifikan); Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 5

Tabel 23 di atas mengambarkan tingkat sebaran contoh berdasarkan

preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan.

Bakso goreng, tempe goreng, dan cireng isi ayam merupakan tiga dari sekian

makanan jajanan dengan persentase teratas yang disukai oleh contoh apabila

dijumlahkan berdasarkan kategori uang jajan (sangat rendah sampai sangat

tinggi) pada setiap jenis makanan jajanan. Apabila dilihat perkalsifikasi uang

saku maka bakso goreng, tempe goreng, cireng isi ayam, dan tempe goreng

merupakan jenis camilan dengan persentase paling tinggi mencapai 100%

disukai (sangat suka dan suka) pada kategori uang jajan contoh sangat tinggi.

Namun dapat disimpulkan sebagian besar contoh pada berbagai kategori uang

jajan menyatakan menyukai semua camilan yang dibuktikan dengan tingginya

tingkat kesukaan contoh berdasarkan kalsifikasi uang jajan pada setiap jenis

makanan jajanan mencapai lebih besar atau sama dengan 50%. Meskipun pada

onde-onde contoh yang memiliki uang saku berada pada kategori sedang hanya

menyukai sekitar 44.0% dari total contoh yang berada pada kategori uang saku

sedang. Artinya tidak ada perbedaan yang menonjol antar klasifikasi uang jajan

62

dengan preferensi jajan pada makanan jajanan yang dipilih. Hal ini dikuatkan

hasil uji Correlations-Spearman yang menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara klasifikasi uang jajan terhadap preferensi pada makanan

jajanan (P>0.05).

Hasil observasi yang dilakukakan harga jenis camilan yang digoreng

umunya dipatok Rp500/porsi. Sedangkan hasil penelitian rata-rata uang jajan

contoh berdasarkan Tabel 14 berkisar Rp2,294.00±913 dan SD C1 berada pada

kategori uang jajan terendah berkisar Rp1,788±351. Keadaan ini dapat kita

simpulkan uang jajan contoh lebih besar dari harga setiap jenis makanan

jajanan. Artinya anak-anak memiliki kemampuan untuk membeli makanan

jajanan. Menurut Khomsan (2002) jajan bagi anak digunakan untuk

meningkatkan rasa gengsi dimata teman sebayanya dan sering digunakan untuk

menggambarkan status ekonomi (Almatsier 2003). Biasanya anak akan

melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebaya termasuk dalam hal menyukai

dan membeli makanan apalagi didukung dengan kemampuan daya beli. Besar

uang jajan yang ditunjukkan dengan kemampuan daya beli akan mempengaruhi

frekuensi jajan (Yufilda 2001). Hal ini diduga yang menyebabkan preferensi

contoh terhadap makanan jajanan sulit diubah dan setiap kelompok pada

kalsifikasi uang jajan menyukai camilan yang sama (tidak ada yang mendominasi

jenis jajanan) meskipun uang jajan contoh berada pada rentang sangat rendah

sampai sangat tinggi. Akibatnya tidak ada hubungan yang signifikan antara uang

jajan dengan preferensi jajan contoh.

Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesukaan

seseorang terhadap makanan. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan

selera dan merek (Sumarwan 2011). Menurut Gibney et al. (2008) faktor

kebiasaan makan dan pengalamam makan mempengaruhi populasi dalam

memilih makanan dari pada faktor genetik. Faktor umur pada seseorang

menentukan pilihan makanan dan cara makan pada makanan tertentu.

Berdasarkan angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia maka tingkat

kecukupan antara laki-laki dan perempuan dimulai pada usia 10 tahun. Artinya

jumlah zat gizi yang dibutuhkan berbeda antar jenis kelamin dan usia tertentu.

Perbedaan kebutuhan ini bisa disebabkan oleh aktifitas dan komposisi tubuh

(Barasi 2007). Tetapi hasil penelitian Proverawati et al. (2008) perbedaan

63

preferensi jajan siswa sudah terlihat pada usia lebih dini (usia taman kanak-

kanak) yang mana terdapat hubungan yang signifikan terutama pada jenis

makanan jajanan, seperti: agar-agar, sate telur puyuh, krekes goreng, dan sus isi

sayuran. Oleh sebab itu pentingnya memahami preferensi jajan siswa pada usia

lebih dini perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan pola makan anak umumnya

mempengaruhi pola makan mereka pada saat diusia dewasa.

Tabel 24 di bawah mengambarkan tingkat sebaran contoh berdasarkan

preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori usia. Bakso

goreng dan cireng isi ayam merupakan dua dari sekian makanan jajanan dengan

persentase teratas yang disukai oleh contoh apabila dijumlahkan beradasarkan

kategori usia 9 tahun dan lebih besar atau sama dengan 12 tahun. Berdasarkan

kalsifikasi usia maka tahu goreng dan risoles merupakan jenis makanan jajanan

dengan persentase paling tinggi disukai mencapai 100% (sangat suka dan suka)

pada kategori usia 9 tahun dan sampai lebih kecil dari 10 tahun. Sebagian besar

contoh pada berbagai kategori usia umumnya menyukai semua camilan yang

dibuktikan dengan tingginya tingkat kesukaan contoh pada setiap kalsifikasi usia

mencapai lebih besar atau sama dengan 50%. Artinya tingkat kesukaan secara

umum pada camilan ini tidak ada perbedaan yang menonjol antar klasifikasi usia

terhadap jenis camilan yang dipilih.

Berdasarkan Tabel 20 rasa (pedas, asin, gurih, dan manis) pada

makanan diduga faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesukaan contoh. Hal

ini terlihat pada tingginya total persentase contoh memilih rasa sebagai alasan

mereka menyukai makanan jajanan dibandingkan faktor yang ada, contohnya

terlihat pada jenis camilan dengan persentase teratas yang mana faktor karena

rasa merupakan sebagai alasan contoh mencapai 46.3% (bakso goreng) dan

65.0% (cireng isi ayam). Keadaan ini sesuai dengan pernyataan Wiharta (1982)

anak-anak umumnya menyukai setiap jenis makanan jajanan dengan rasa manis

dan ada juga anak yang menyukai rasa asin. Artinya setiap anak memiliki naluri

tersendiri terhadap makanan jajanan yang disukai atau tidak.

Faktor harga, tekstur, dan bentuk pada bakso goreng merupakan

beberapa faktor dengan persentase tertinggi selain rasa apabila dibandingkan

dengan faktor yang ada pada Tabel 20. Berdasarkan observasi bakso goreng

merupakan makanan yang disajikan dalam bentuk yang menarik dan

menggunakan tusukan seperti sate sehingga memudahkan contoh dalam

mengonsumsinya. Keadaan yang menarik merupakan faktor penyebab contoh

64

dalam menyukai makanan jajanan (Proverawati et al. 2008). Tekstur yang sesuai

dengan keinginan contoh (liat dan kenyal) merupakan faktor yang mempengaruhi

tingginya persentase kesukaan terhadap cireng isi ayam. Beberapa situasi di

atas diduga mempengaruhi tingginya contoh menyukai jenis camilan seperti

bakso goreng dan cireng isi ayam

Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan

camilan menurut usia

Camilan Usia

(Tahun)

Tingkat Kesukaan Total P-

Value (r)

1 2 3 4 5

n % n % n % n % n % n %

Bakso Goreng

9-<10 4 80.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 0 0.0 5 100

0.093 (0.189)

10-<11 13 44.8 12 41.4 4 13.8 0 0.0 0 0.0 29 100

11-<12 8 40.0 9 45.0 3 15.0 0 0.0 0 0.0 20 100

≥12 6 23.1 17 65.4 2 7.7 1 3.8 0 0.0 26 100

Batagor

9-<10 2 40.0 2 40.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 5 100

0.024* (0.252)

10-<11 12 41.4 10 34.5 7 24.1 0 0.0 0 0.0 29 100

11-<12 9 45.0 7 35.0 2 10.0 0 0.0 2 10.0 20 100

≥12 6 23.1 6 23.1 9 34.6 5 19.2 0 0.0 26 100

Cireng Isi Ayam

9-<10 4 80.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 0 0.0 5 100

0.082 (0.195)

10-<11 10 34.5 14 48.3 4 13.8 1 3.4 0 0.0 29 100

11-<12 12 60.0 5 25.0 1 5.0 2 10.0 0 0.0 20 100

≥12 6 23.1 10 38.5 8 30.8 2 7.7 0 0.0 26 100

Risoles

9-<10 4 80.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 5 100

0.014* (0.274)

10-<11 6 20.7 14 48.3 9 31.0 0 0.0 0 0.0 29 100

11-<12 3 15.0 9 45.0 7 35.0 1 5.0 0 0.0 20 100

≥12 3 11.5 11 42.3 11 42.3 1 3.8 0 0.0 26 100

*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan

persentase lebih tinggi; Tingkat kesukaan: (1) sangat suka, (2) suka, (3) biasa, (4) tidak suka, dan (5) sangat tidak suka; Uji Spearman p*<0.05 (bermakna); Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 6

Menurut Yusuf et al. (2008) bentuk, tekstur, dan warna yang sesuai

dengan keadaan standar akan mempengaruhi tingkat kesukaan seseorang.

Artinya makanan harus disajikan dalam bentuk standar seperti bakso berbentuk

bulat harus disajikan dalam bentuk bulat begitu juga pada jenis makanan jajanan

yang lain. Berdasarkan paparan di atas setiap makanan memiliki karakteristik

tersendiri untuk menarik konsumen. Artinya setiap karakteristik pada makanan

jajanan ada yang berpengaruh dan sebaliknya. Tetapi untuk menilai karakteristik

standar pada makanan sangat dipengaruhi oleh situasi sebelumnya. Sehingga

bisa saja setiap individu memiliki penilaian yang berbeda terhadap jenis

makanan jajanan yang sama.

65

Menurut Sumarwan (2011) faktor yang mempengaruhi preferensi pangan

anak adalah lingkungan (orang tua, teman, dan media masa) dan karakteristik

makanan itu sendiri. Sehingga apa yang dikonsumsi orang tua dan teman

sebaya akan disukai anak. Tahu goreng dan risoles merupakan makanan jajanan

yang sering ditemui di lingkungan dan dikonsusmi oleh orang yang ada di sekitar

contoh. Usia anak sekolah merupakan usia yang rentan sekali menerima

stimulus dari luar. Artinya mereka mudah sekali menerima dan meniru apa yang

dilakukan berdasarkan pengamatan mereka dalam kehudupan sehari-hari

khususnya orang tua. Menurut Lickona (2007), diacu dalam Megawangi (2009)

anak usia pada usia 8.5 sampai 14 tahun tergolong fase Peer-orientid Morality

(Memenuhi harapan lingkungan) yang mana orang tua merupakan orang yang

bijak dan perlu untuk diikuti nasehatnya. Sedangkan Sumarwan (2011)

pembentukan sikap dan preferensi makan tidak hanya dipengaruhi oleh orang

tua. Hal ini disebabkan anak usia sekolah memiliki karakter yang sangat mudah

terpengaruh oleh teman sekolah, media massa, dan program pemasaran

berbagai produk makanan lainnya. Artinya mereka belum menjadi konsumen

yang kritis. Akibatnya anak-anak akan menyukai jenis camilan yang disukai

teman maupun orang tuanya. Situasi ini diduga yang menyebabkan contoh

diusia 9 tahun dan lebih kecil dari 10 tahun lebih menyukai tahu goreng dan

risoles. Sehingga dapat kita simpulkan semakin muda usia akan semakin mudah

menerima dan terpengaruh oleh lingkungan sekitar salah satunya dalam

pemilihan makanan jajanan.

Hasil uji Correlations-Spearman menggambarkan tidak terdapat

hubungan nyata antara usia dengan preferensi terhadap makanan jajanan

secara umum (P>0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara kategori

usia terhadap preferensi jajan pada setiap jenis makanan jajanan secara umum

meskipun ada beberapa jenis makanan jajanan yang banyak disukai pada

kategori usia tertentu. Keadaan ini diduga rentang usia yang tidak terlalu jauh

dan berada pada siklus yang sama (usia sekolah). Sehingga dari kebutuhan zat

gizi tidak jauh berbeda dan berdampak pada pola konsumsi yang sama. Menurut

Sumarwan (2011) siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usia

sedangkan konsumen yang berbeda usia akan mengonsumsi produk dan jasa

yang berbeda. Pada penelitian ini siklus usia yang menjadi sampel pada

umumnya tergolong pada anak usia sekolah (6-12 tahun) meskipun ada yang di

66

atas 12 tahun (12 tahun 4 bulan). Artinya usia responden yang menjadi sampel

masih dan tidak terlalu jauh pada siklus yang sama yaitu usia sekolah.

Hasil penelitian lainnya terutama pada batagor (p=0.037, r=0.252), dan

risoles (p=0.014, r=0.274) menggambarkan ada hubungan yang signifikan

(p<0.05). Artinya ada hubungan antara kategori usia yang berbeda terhadap

tingkat preferensi jajan contoh terutama dalam memilihan makanan jajanan

khususnya batagor dan risoles. Pada Tabel 22 di atas menunjukkan semakin

bertambah usia tingkat kesukaan contoh tehadap risoles semakin rendah

(rendah persentasenya). Keadaan ini mengindikasikan semakin bertambah usia

seseorang semakin tidak menyukai risoles. Berbeda dengan batagor meskipun

pada umumnya semakin bertambah usia contoh mengalami penurunan tetapi

pada usia 11 tahun dan lebih kecil dari 12 tahun contoh yang menyukai batagor

mencapai 80.0%. Keadaan ini menunjukkan adanya perubahan nafsu makan

pada contoh.

Di usia sekolah anak-anak masih mengalami pertumbuhan yang ditandai

adanya perubuhan ukuran tubuh dan komposisi tubuh (Barasi 2007). Bukti nyata

contoh masih dalam proses pertumbuhan bisa dilihat dari pola konsumsi batagor

dan risoles yang mana pada kategori usia tertentu ada contoh yang menyukai

jajanan ini sangat banyak dan sebaliknya. Situasi ini disebabkan masa

pertumbuhan akan menyebabkan nafsu makan berubah-ubah karena laju

pertumbuhan berubah-ubah pula (Barasi 2007). Hal ini diduga yang meyebabkan

adanya hubungan yang ditandai penurunan dan peningkatan jumlah contoh

menyukai batagor dan risoles pada kategori pada usia tertentu.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan sebagian besar dari

pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga

(Sukandar 2007). Pengetahuan gizi yang baik bisa menghindarkan seseorang

dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Tingkat pengetahuan gizi

seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan

yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan gizi yang bersangkutan (Suhardjo

1996, diacu dalam Sukandar 2007).

Tabel 25 di bawah menggambarkan sebaran contoh berdasarkan

preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut tingkat pengetahuan

67

gizi. Bakso goreng dan cireng isi ayam merupakan jenis makanan jajanan yang

paling banyak disukai (sangat suka dan suka) contoh pada berbagai tingkat

pengetahuan gizi. Berdasarkan observasi bakso goreng disajikan sangat menarik

dengan tusukan sehingga memudahkan contoh untuk memegang pada saat

mengonsumsinya. Menurut Proverawati (2008) tampilan yang menarik akan

mempengaruhi tingkat kesukaan contoh. Penampakan merupakan salah satu

karakteristik pada makanan yang bisa mempengaruhi tingkat kesukaan pada

anak selain harga, rasa, dan kemasan (Sumarwan 2011). Cireng isi ayam

merupakan jenis camilan tradisional yang sering dijumpai di masyarakat dan di

lingkungan sehingga contoh sudah biasa dalam mengonsumsinya. Faktor

kebiasaan diyakini mempengaruhi tingkat kesukaan tidak terkecuali pada

makanan. Tradisi, kepercayaan, dan nilai-nilai merupakan bagian dari faktor

utama yang mempengaruhi kesukaan, cara menyiapkan makanan, menyajikan

makanan, dan status gizi terutama dalam pola makan (Gibney et al. 2008).

Pernyataan-peryataan di atas diduga yang mempengaruhi banyaknya contoh

menyukai bakso goreng dan cireng isi ayam.

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan

camilan menurut pengetahuan gizi

Camilan Pengetahuan

Gizi

Tingkat Kesukaan Total

P- Value

(r) 1 2 3 4 5

n % n % n % n % n % n %

Bakso Goreng

Baik 2 15.4 7 53.8 4 30.8 0 0.0 0 0.0 13 100

Sedang 14 36.8 21 55.3 2 5.3 1 2.6 0 0.0 38 100 (0.039)* (0.231)

Buruk 15 51.7 10 34.5 3 10.3 1 3.4 0 0.0 29 100

Cireng Isi Ayam

Baik 7 53.8 6 46.2 0 0.0 0 0.0 0 0.0 13 100 0.003* (0.314)

Sedang 18 47.4 13 34.2 3 7.9 4 10.5 0 0.0 38 100

Buruk 7 24.1 10 34.5 10 34.5 2 6.9 0 0.0 29 100

Bakwan

Baik 1 7.7 5 38.5 6 46.2 1 7.7 0 0.0 13 100 0.906

(-0.013) Sedang 12 31.6 12 31.6 11 28.9 2 5.3 1 2.6 38 100

Buruk 6 20.7 10 34.5 10 34.5 1 3.4 2 6.9 29 100

Risoles

Baik 1 7.7 5 38.5 6 46.2 1 7.7 0 0.0 13 100 0.668

(-0.049) Sedang 10 26.3 17 44.7 11 28.9 0 0.0 0 0.0 38 100

Buruk 5 17.2 13 44.8 10 34.5 1 3.4 0 0.0 29 100

*Jenis makanan jajanan yang disajikan adalah sebagian jenis makanan jajanan dengan persentase lebih tinggi; Tingkat kesukaan: (1) sangat suka, (2) suka, (3) biasa, (4) tidak suka, dan (5) sangat tidak suka; Uji Spearman p*<0.05 (bermakna); Makanan jajanan lainnya bisa dilihat pada lampiran 7

Berdasarkan tingkat pengetahuan gizi maka cireng isi ayam merupakan

jenis makanan jajanan dengan persentase paling tinggi disukai mencapai 100%

(sangat suka dan suka) pada kategori tingkat pengetahuan gizi baik kecuali pada

68

onde-onde, cireng isi abon, bakwan, dan risoles umumnya contoh yang

menyukai tidak sampai separuh (<50%). Dapat disimpulkan sebagian besar

contoh pada berbagai kategori tingkat pengetahuan gizi menyukai semua

camilan pada makanan jajanan yang dibuktikan dengan tingginya tingkat

kesukaan contoh pada setiap kategori mencapai lebih besar atau sama dengan

50%. Situasi ini dibuktikan dengan hasil uji Correlations-Spearman

menggambarkan tidak terdapat hubungan nyata antara pengetahuan gizi dengan

preferensi terhadap makanan jajanan pada umumnya (p>0.05) kecuali pada

bakso goreng dan cireng isi ayam (p<0.05). Hal ini diduga karena preferensi

contoh sulit diubah meskipun pengetahuan gizi bertambah. Artinya contoh yang

memiliki pengetahuan gizi baik, gizi sedang, dan gizi buruk secara umum tidak

ada hubungan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan pada jenis camilan

tertentu kecuali bakso goreng (p=0.039, r=-0.231) dan cireng isi ayam (p=0.003,

r=0.314). Nilai p<0.05 menunjukkan korelasi antara tingkat preferensi jajan

dengan pengetahuan gizi terhadap makanan jajanan bakso goreng dan cireng isi

ayam bermakna. Artinya ada hubungan antara kategori tingkat pengetahuan gizi

yang berbeda terhadap tingkat preferensi contoh terutama dalam pemilihan

makanan jajanan seperti bakso goreng dan cireng isi ayam.

Cireng isi ayam merupakan salah satu makanan jajanan yang berbahan

dasar tepung sagu dan daging ayam. Sehingga jenis camilan ini tergolong

makanan sumber karbohidrat dan protein. Karbohidrat dan protein merupakan

zat gizi sebagai sumber energi dan zat pembangun untuk tubuh kita. Seseorang

yang mengetahui akan pentingnya makanan terutama untuk kesehatan akan

memperhatikan, memilih, dan mengonsumsi makanan yang bergizi. Menurut

Khomsan (2000) tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap

sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya mempengaruhi

keadaan gizi yang bersangkutan. Pengetahuan gizi yang baik bisa

menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk

(Suhardjo 1988, diacu dalam Sukandar 2007). Keadaan ini diduga yang

mempengaruhi banyaknya contoh menyukai cireng isi ayam terutama dengan

tingkat pengetahuan gizi baik karena mengetahui fungsi makanan sebagai

penghasil energi dan zat gizi yang berguna bagi kesehatan. Berbeda dengan uji

statistik menunjukkan terdapat hubungan yang nyata negatif antara pengetahuan

gizi dengan preferensi jajan terhadap bakso goreng (p=0.039, r=-0.231), artinya

semakin baik pengetahuan gizi maka contoh semakin tidak menyukai bakso

69

goreng. Hal ini diduga dengan semakin baiknya pengetahuan gizi contoh maka

semakin beranekaragam pula pilihan terhadap jenis camilan digoreng dan

berakibat pada menurunnya kesukaan terhadap bakso goreng.

Hubungan Preferensi Jajan dengan Frekuensi Jajan Contoh

Pentingnya mengetahui hubungan antara preferensi jajan dengan

frekuensi jajan bertujuan untuk melihat kebiasaan makan seseorang. Kebiasaan

makan tidak lepas dari aspek budaya dan lingkungan di mana seseorang berada.

Menurut Gibney et al. (2008) ada bukti yang menunjukkan bahwa tradisi,

kepercayaan, dan nilai-nilai merupakan sebagian dari faktor utama yang

mempengaruhi kesukaan, cara menyiapkan makanan, menyajikan makanan, dan

status gizi terutama dalam pola makan.

Anak usia sekolah umumnya masih berada pada masa pertumbuhan

yang memerlukan asupan gizi yang optimal. Dengan demikian sangat perlu untuk

melihat kebiasaan makan siswa terutama dalam mengonsumsi makanan jajanan.

Tabel 26 di bawah menggambarkan hubungan antara preferensi jajan terhadap

frekuensi jajan contoh berkorelasi positif dan signifikan (P<0.05) pada batagor

(p=0.002, r=0,344), chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016,

r=0.270), dan risoles (p=0.000, r=0.397) yang menunjukkan bahwa korelasi

antara preferensi jajan dengan frekuensi jajan adalah bermakna dengan arah

korelasi yang positif. Hal ini menunjukkan tingkat kesukaan mempengaruhi

frekuensi seseorang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati

(2010) yang membuktikan ada hubungan antara preferensi dengan frekuensi.

Tabel 26 Hubungan preferensi jajan dengan frekuensi jajan contoh

Correlation Spearman's Batago

r Chicken Nugget

Cireng Isi Abon

Risoles

Batagor Sig. (2-tailed) 0.002*

Chicken Nugget

Sig. (2-tailed)

0.045*

Cireng Isi Abon Sig. (2-tailed)

0.016*

Risoles Sig. (2-tailed)

0.000* *Data yang disajikan adalah data jajanan dengan nilai p*<0.05 (bermakna); data lainnya

bisa dilihat pada lampiran 11

70

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Besar keluarga contoh tergolong kategori sedang (65,5%) dan paling

banyak di SD P2 mencapai 72.7% dengan jumlah anggota keluarga lima sampai

tujuh orang. Pendidikan ayah dan ibu umumnya berada di sebaran tidak/belum

tamat SD sampai SMA/setara dan hanya 1.3% (bapak) dan 2.5% (ibu) berada

pada perguruan tinggi. Sebagian besar pendapatan orang tua berada pada

kategori sedang (48.8%) dan paling banyak di SD P1 dan SD P2 mencapai

53.1% dan 50.0%. Karakteristik keluarga contoh tidak berbeda secara signifikan

(p>0.05)

Contoh yang menjadi sampel paling banyak di SD P1 mencapai 32 siswa.

Uang jajan contoh berkisar Rp1,000 dan lebih besar atau sama dengan Rp4,000

dan lebih banyak berada pada kategori rendah berkisar Rp1,000 dan lebih kecil

dari Rp2,000 dengan total mencapai 38.8% (88.5% di SD C1). Rentang usia

contoh sebagian besar berada pada rentang 10 tahun dan lebih kecil dari 11

tahun mencapai 36.3%. Pengetahuan gizi contoh umumnya berada pada

kategori sedang (47.5%) dengan hasil rata-rata tingkat pengetahuan gizi di SD

P2 (71.13) tergolong kategori sedang dan lebih tinggi dibandingkan dengan SD

P1 dan SD C1. SD C1 tergolong tingkat pengetahuan gizi buruk (53.26).

Karakteristik contoh tidak berbeda secara signifikan (p>0.05) kecuali pada uang

jajan (p=0.000) dan pengetahuan gizi (p=0.001).

Makanan jajanan bisa diperoleh dengan harga Rp500 per porsi dengan

bentuk yang divariasikan sedemikan rupa, seperti: berbentuk “love”, berbentuk

tabung, berbentuk bulat, berbentuk pipih, berbentuk segi empat, dan berbentuk

menyerupai kue kroket. Tekstur, warna, suhu, dan rasa tidak diperhatikan oleh

penjual dengan baik sehingga berdampak pada tekstur yang kasar, warna yang

kecoklatan dan kehitaman, suhu yang dingin, dan rasa asin meskipun dari segi

preferensi pasti berbeda antar individu. Hal ini harus diperhatikan mengingat

pengolahan sangat mempengaruhi kualitas gizi dari makanan.

Tingkat kesukaan (suka dan sangat suka) contoh terhadap semua

makanan jajanan sangat tinggi mencapai di atas 50.0%, jika dibedakan

perkategori tidak suka (tidak suka dan sangat tidak suka) cireng isi abon dan

bakwan adalah jenis makanan jajanan dengan persentase paling tinggi tidak

disukai contoh. Persentase total contoh paling tinggi menyukai (sangat suka dan

suka) bakso goreng mencapai 86.3% dan chicken nugget mencapai 77.6%,

71

sedangkan cireng isi abon mencapai 15.1% dan bakwan mencapai 8.8%

merupakan jenis makanan jajanan yang paling tinggi persentase total contoh

tidak suka (tidak suka dan sangat tidak suka). Faktor harga dan rasa merupakan

dua dari sekian banyak faktor yang paling dominan menjadi alasan contoh

menyukai maupun sebaliknya pada setiap jenis makanan jajanan. Tekstur, zat

gizi, dan bentuk pada makanan jajanan dan adanya karena kebiasaan contoh

terhadap jenis makanan jajanan yang bisa disebabkan karena budaya

merupakan beberapa faktor yang diyakini mempengaruhi tinggi atau rendahnya

tingkat kesukaan contoh.

Setiap makanan jajanan memiliki karakteristik tersendiri untuk menarik

konsumen. Maksudnya setiap karaktersitik pada makanan jajanan ada yang

berpengaruh dan sebaliknya, intinya makanan jajanan harus disajikan dalam

bentuk standar. Untuk bisa menilai karakteristik standar pada makanan setiap

individu dipengaruhi oleh situasi sebelumnya. Sehingga bisa saja antar individu

memiliki penilaian yang berbeda terhadap jenis makanan jajanan yang sama.

Akibatnya pada kasus makanan tertentu ada contoh yang suka dan tidak suka

pada makanan yang sama. Berdasarkan uji beda sebagian besar jenis makanan

jajanan yang disukai contoh di setiap sekolah tidak berbeda nyata kecuali pada

bakwan (p=0.027) dan risoles (p=0.007) yang mana SD P1 paling tinggi

persentase suka terhadap kedua jenis makanan jajanan ini dibandingkan dengan

SD P2 dan SD C1.

Total persentase tingkat frekuensi (sering dan sangat sering) jajan contoh

terhadap semua jenis makanan jajanan rendah jika dibandingkan dengan tingkat

preferensi hanya mencapai mencapai 20.1% paling tinggi. Bakwan (17.5%) dan

bakso goreng (20.1%) merupakan beberapa jenis makanan jajanan camilan yang

sering (sering dan sangat sering) dibeli. Batagor dan cireng isi sapi merupakan

beberapa jenis makanan jajanan dengan total persentase tertinggi jarang dibeli

(sangat jarang dan tidak pernah sama sekali) mencapai 72.5% dan 67.5%. Uji

statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar tingkat frekuensi

jajan contoh pada bakwan (p=0.002) dan onde-onde (p=0.021) yang mana SD

P2 paling tinggi persentase frekuensi jajan terhadap kedua jenis makanan

jajanan ini dibandingkan dengan SD P1 dan SD C1.

Kontribusi energi dan zat gizi terhadap kecukupan dari gizi makanan

jajanan di SD P2 lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan sekolah di SD

P1 dan SD C1 mencapai 49% untuk energi, 73.2% untuk protein, 14.5% untuk

72

kalsium, 41.3% untuk zat besi, dan 6.7% untuk vitamin C. Tingginya kontribusi

energi dan zat gizi di SD P2 diduga akibat tingginya frekuensi jajan contoh yang

sangat tinggi yang mana berdasarkan tingkat frekuensi terdapat perbedaan yang

nyata antara frekuensi jajan contoh pada ke tiga sekolah yang menunjukkan SD

P2 Lebih tinggi persentase jajannya. Sedangkan total rata-rata kontribusi energi

dan zat gizi di sekolah secara keseluruhan mencapai 44% untuk energi, 68.9%

untuk protein, 13.1% untuk kalsium, 37.2% untuk zat besi, dan 5.6% untuk

vitamin C.

Hasil uji Correlations-Spearman’s terdapat hubungan nyata antara

makanan jajanan dengan karakteristik individu, seperti: usia dan pengetahuan

gizi. Korelasi antara usia dengan preferensi jajan pada pada batagor (p=0.037,

r=0.252) dan risoles (p=0.014, r=0.274) adalah bermakna. Hasil penelitian

diperoleh nilai signifikan (p<0.05) pada tingkat pengetahuan gizi yang

menunjukkan korelasi antara preferensi dengan makanan jajanan bakso goreng

(p=0.039, r=-0.231) dan cireng isi ayam (p=0.003, r=0.314) adalah bermakna.

Nilai r=-0.231 (bakso goreng) dan nilai r=0.0314 (cireng isi ayam) dengan

preferensi menunjukkan bahwa arah korelasi negatif dan positif. Artinya, semakin

tinggi tingkat pengetahuan gizi pada seseorang akan mempengaruhi tingginya

tingkat kesukaan terhdap cireng isi ayam dibandingkan dengan bakso goreng.

Sementara ada hubungan yang signifikan antara tingkat preferensi contoh

dengan frekuensi terhadap makanan jajanan seperti batagor (p=0.002, r=0.344),

chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016, r=0.270), dan

risoles (p=0.000, r=0.397) yang menunjukkan bahwa korelasi antara preferensi

jajan dengan frekuensi jajan adalah bermakna dengan arah korelasi yang positif.

Saran

Preferensi makanan jajanan anak sebaiknya diarahkan untuk

mengonsumsi makanan jajanan yang aman dan bergizi. Hal ini terlihat pada

rendahnya kontribusi vitamin C dibandingkan dengan kontribusi zat gizi lainnya

seperti zat besi. Padahal ada hubungan antara vitamin C dengan zat besi

terutama dalam proses absorbsi yang mana proses absorbsi zat besi akan baik

jika ada vitamin C dan sebaliknya. Peran orang tua dan guru sangat diperlukan

untuk mencapai situasi di atas tidak terkecuali penjaja jajanan yang berperan

sebagai penyedia makanan jajanan.

73

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2012. Cara Jitu Meransang Nafsu Makan Anak. www. Go4healthylife. [27 Maret 2012].

______. 2011. Warna dan Efek Psikologis Terhadap Nafsu Makan. www.dokterumum [ 27 Februari 2012].

______. 2012. Uji Chi-Square (X2). http://fkm.unair.ac.id/s2k3.statistik/chiaqure. [27 Februari 2012].

______. 2012. Uji Statistik. http://sovi88.wordpress.com/2011/2012/uji-statistik. [27 Februari 2012]. ______. 2012. Ahlinya Lambung. www. Facebook.com/ ahlinya lambung/

post467379056634160. [7 Desember 2012].

______. 2003. Lokasi Bantarkambing. www. Google Map. [9 Januari 2013] [BPPN] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Rencana Aksi

Nasional Pangan dan Gizi 2006-20011.http://ntt-academia.org/Pangantt/ RAN-Gizi-Pangan-Bahasa. [30 Januari 2012].

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi. Indonesia. www.bps.co.id. [8 Agustus 2012].

[DKP] Dewan Ketahanan Pangan. 2009. Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015. www. Bkp. bangka. Go .id/ donlot/ tahan-pangan-dan-gizi-2015_datastudi.pdf. [30 Januari 2012].

[KEMENAGRI] Kementrian Agama RI. 2012. Pedoman Pelaksanaan Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Bagi Siswa RA dan MI Tahun 2012. http://mapendajatim.files.wordpress.com/2012/04/2012-pedoman-pmtas.pdf. [8 Agustus 2012].

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

_________. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Andarwulan N, Madanijah S, Zulaikhah. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Siswa Sekolah (PJAS) Nasional 2008. Bogor: Southheast Asian Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center IPB Direktorat Surveilan Penyuluhan Kemanan Pangan BPOM RI.

Barasi ME. 2007. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.

Bruun H et al . 2009. Adult Intake Patterns Are related to Adult and Chilhood Socioeconomic Status. The Journal of Nutrition. 19.13341.

Candraningsih F, Sumarwan U. 1996. Preferensi dan Persepsi Konsumen Terhadap Makanan Tradisional Sunda. Media Gizi dan Keluarga: XX(1): 53-60.

Forum Koordinasi PMT-AS Tingkat Pusat. 1997. Pedoman Pelatihan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Tingkat Desa/Kelurahan, Jakarta dalam Butar. 2005. Pemenuhan Kebutuhan Energi dan Protein yang Bersumber dari Makanan Jajanan Dihubungkan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Negeri No.060923 Simpang Marindal Medan Tahun 2005. [Skripsi]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

74

Gharib N, Rasheed P. 2011. Energy and Macronutrient Intake and Dietary Pattern Among School Children In Bahrain: A Cross-sectional Study. Nutrition Jurnal. 10:62

Gibney MJ, Margets BM, Keraney JM, Arab L. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat: Jakarta: EGC.

Gobel SY, Prawiningdyah Y, Budiminingsari RD. 2011. Menu Pilihan Diet Nasi yang Disajikan Berpengaruh Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien VIP di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 7, No 3: 112-120.

Harahap H, Puspitasari DS.1992. Pengasuhan dan Keadaan Gizi Anak dari Ibu Yang Berkerja Di Jakarta. PGM: 15:55-65.

Hartanti Y. 2006. Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Ikan dan Status Gizi Anak 1-2 tahun di Kecamatan Gandus Kota Palembang Tahun 2005. [Tesis]. Semarang: Program Studi Magister Masyarakat, Program Pasca Sarjana. Universitas Dipenogoro.

Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

Hidayat A. 2004. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi.

Hurlock E. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. 2009. Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. [Skripsi] Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.

Irawati A, Damanhuri, Fachruozi. 1992. Pengetahuan Gizi Murid Sekolah Dasar di Kota Bogor. PGM:15:21-28

Judarwanto W. 2008. Antisipasi Perilaku Makan Anak Sekolah [Terhubung Berkala] htt//www.Pdpersi.co.id dalam Rizki J. 2009. Kontribusi Makanan Jajanan, Tingkat Kecukupan Energi dan Gizi Serta Morbiditas Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bogor. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

___________. 2012. Perilaku Makan Anak Sekolah. www. gizi.depkes. [2 Desember 2012].

Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. [diktat]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.

______. 2002. Pangan dan Gizi [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Pertanian, IPB.

______. 2005. Pangan dan Gizi Untuk kesehatan 2. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dalam Tresnawati M. 2009. Analisis Sistem Pengolahan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Kusharto CM, Sa’diyyah NY. 2011. Penilaian Konsumsi Pangan. [diktat]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Isntitut Pertanian Bogor.

75

Maghubat et al. 2011. Food Preferences and Dietary Intakes of philipino Adolescents in Metro Manila, The Philippines. Mal J Nutr. Vol. 17, No. 1:31-41.

Megawangi. 2009. Pendidikan Karakter. Jakarta: IHF.

Mukherjee M, Chaturvedi L, Bhalwan C. 2008. Determinants of Nutritional Status of School Children. MJAFI. Vol 64:227-231.

Osei A, Pandey P, Spiro D, Nielson J, Sherstha R, Talukder Z, Quin V, Haselow N. 2010. Household Food Insecurity and Nutritional Status of Children Aged 6 to 23 Months in Kailali District of Nepal. Food and Nutrition Bulletin. Vol.31, No.4: 483-494.

Pollit E, Jacoby E, Cueto S.1996. School Breakfast and Codition Among Nutritionally At-risk Chldren in Peruvian Andes. Nutrition Revew. Vol. 54,No.4.April(ii)S22-S26 dalam Cahyaningrum F. 2005. Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Prestasi Belajar Anak Pansti Asuhan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Proverawati A, Prawirohartono E, Kunjjoro T.2008. Jenis Kelamin, Pendidikan Ibu, dan Motivasi Dari Guru Serta Hubunganya dengan Preferensi makan Sekolah pada Anak Prasekolah di TK Universitas Muhammadiyah Purwekerto. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol 5,No 2:78-83.

Rizki J. 209. Kontribusi Makanan Jajanan, Tingkat Kecukupan Energi dan Gizi Serta Morbiditas Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Rodrigo P, Ribas L, Serre-majem Li, Arnceta J. 2003. Food Preference of Spanish Chlidren and Young People: The endKid Study. European Journal of Clinical Nutrition %7.Suppl 1, 545-548.

Syarifah. 2010. Kebiasaan Jajan Serta Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap Kecukupan Gizi Siswa Sekolah Dasar [Skripsi]. Bogor : Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Sanjur D. 1982. Social and Culture Perspective In Nutrition. New York: Prntice Hall dalam Tiyas YTC. 2009. Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. [Skripsi] Bogor: Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.

______. 1982. Social And Culture Perspective In Nutrition. New York: Prntice Hall dalam Martianti. 2000. Kebiasaan Jajan dan Preferensi Terhadap Makanan Jajanan pada Mahasiswa IPB di Wilayah Dramaga, Bogor Dasar Di Kota Bogor. [Skripsi] Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.

Singarimbun M et al. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES dalam Tiyay Y. 2009. Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota bogor. .[Skripsi].Bogor: Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.

Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, dalam Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, dan Gizi.

76

Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi (Petani Sawah Beririgasi di Banjar Jawa Barat). Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Supariasa et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Susanti L. 1999. Kebiasaan Makanan dan Aktivitas Fisik dalam Hubungannya Dengan Gizi Lebih Pada Murid Taman Kanak-kanak di Kotamadya Bengkulu [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, IPB.

Syarifah NP. 2009. Kebiasaan Jajanan serta Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap kecukupan Gizi Siswa Sekolah Dasar [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. IPB.

Tiyas YTC. 2009. Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. [Skripsi] Bogor: Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.

Tresnawati M. 2009. Analisis Sistem Pengolahan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Hidayat A. 2004. Pengantar Ilmu Keperawatan 1. Jakarta: Direktoral Jendral Pendidikan.

Wiharta A. 1982. Masalah Kesulitan Makan Pada anak. Cermin Dunia Kedokteran. http://www/scribid/doc/76756284/cdk-027-masalah-anak-anak/ [6 April 2012].

Winarno FG . 2004. Keamanan Pangan. Bogor: Mbrio Press dalam Rosa R. 2011. Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan. [Skripsi]. Bogor, Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekolgi Manusia, IPB.

Wirakusumah E, Pranadji DK. 1989. Pendidikan Gizi (Proses Belajar Mengajar). [Diktat]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Yasmin G, Madanijah S. 2010. Perilaku Penjaja Pangan Jajanan Anak Sekolah Terkait Gizi dan Kemananan Pangan di Jakarta dan sukabumi. Vol.5, No3: 148-157 Jurnal Gizi dan Pangan.

Yuflida. 2001. Pengetahuan, Sikap serta Praktek Konsumsi Sarapan Pagi dan Makanan Jajanan Anak Sekolah di SD PMT-AS dan SD Non PMT-AS. [Skripsi]. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.

Yusuf L, Yuli A, Kasmita, Faridah A. 2008. Teknik Perancanaan Gizi Makanan. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

77

Lampiran 1. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan

Tingkat P1 P2 C1 Total P

Kesukaan n % n % n % n %

Bakso Goreng

Sangat suka 8 25 10 45.5 13 50 31 38.8

0.203

Suka 19 59.4 9 40.9 10 38.5 38 47.5

Biasa 5 15.6 1 4.5 3 11.5 9 11.3

Tidak suka 0 0 2 9.1 0 0 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Batagor

Sangat suka 13 40.6 9 40.9 7 26.9 29 36.3

0.300

Suka 12 37.5 4 18.2 9 34.6 25 31.3

Biasa 7 21.9 4 18.2 8 30.8 19 23.8

Tidak suka 0 0 4 18.2 1 3.8 5 6.3

Sangat tidak suka 0 0 1 4.5 1 3.8 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Chicken Nugget

Sangat suka 16 50 11 50 10 38.5 37 46.3

0.843

Suka 8 25 6 27.3 11 42.3 25 31.3

Biasa 7 21.9 3 13.6 3 11.5 13 16.3

Tidak suka 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8

Sangat tidak suka 0 0 0 0 2 7.7 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng Isi Abon

Sangat suka 5 15.6 7 31.8 6 23.1 18 22.5

0.637

Suka 14 43.8 6 27.3 12 46.2 32 40

Biasa 8 25 4 18.2 6 23.1 18 22.5

Tidak suka 2 6.3 5 22.7 0 0 7 8.8

Sangat tidak suka 3 9.4 0 0 2 7.7 5 6.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng Isi Ayam

Sangat suka 13 40.6 11 50 8 30.8 32 40

0.205

Suka 17 53.1 4 18.2 8 30.8 29 36.3

Biasa 1 3.1 4 18.2 8 30.8 13 16.3

Tidak suka 1 3.1 3 13.6 2 7.7 6 7.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng Isi Sapi

Sangat suka 6 18.8 8 36.4 9 34.6 23 28.8

0.820

Suka 16 50 6 27.3 8 30.8 30 37.5

Biasa 8 25 6 27.3 7 26.9 21 26.3

Tidak suka 1 3.1 2 9.1 2 7.7 5 6.3

Sangat tidak suka 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Donat

Sangat suka 7 21.9 9 40.9 7 26.9 23 28.8

0.658

Suka 13 40.6 5 22.7 11 42.3 29 36.3

Biasa 9 28.1 6 27.3 6 23.1 21 26.3

Tidak suka 1 3.1 2 9.1 1 3.8 4 5

Sangat tidak suka 2 6.3 0 0 1 3.8 3 3.8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Onde-onde

Sangat suka 6 18.8 8 36.4 5 19.2 19 23.8

0.424

Suka 10 31.3 7 31.8 12 46.2 29 36.3

Biasa 15 46.9 4 18.2 9 34.6 28 35

Tidak suka 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8

Sangat tidak suka 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Tahu Goreng

Sangat suka 7 21.9 3 13.6 10 38.5 20 25

0.211

Suka 16 50 11 50 9 34.6 36 45

Biasa 6 18.8 5 22.7 7 26.9 18 22.5

Tidak suka 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8

Sangat tidak suka 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Tempe Goreng Sangat suka 10 31.3 7 31.8 11 42.3 28 35

0.486 Suka 16 50 7 31.8 10 38.5 33 41.3

78

Tingkat P1 P2 C1 Total P

Kesukaan n % n % n % n %

Biasa 5 15.6 8 36.4 5 19.2 18 22.5

Tidak suka 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Bakwan

Sangat suka 11 34.4 5 22.7 3 11.5 19 23.8

0.027

Suka 11 34.4 9 40.9 7 26.9 27 33.8

Biasa 9 28.1 6 27.3 12 46.2 27 33.8

Tidak suka 1 3.1 1 4.5 2 7.7 4 5

Sangat tidak suka 0 0 1 4.5 2 7.7 3 3.8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Risoles

Sangat suka 9 28.1 4 18.2 3 11.5 16 20

0.007

Suka 17 53.1 11 50 7 26.9 35 43.8

Biasa 6 18.8 6 27.3 15 57.7 27 33.8

Tidak suka 0 0 1 4.5 1 3.8 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

79

Lampiran 2. Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan

Karakteristik P1 P2 C1 Total

Jajanan n % n % n % n %

Bakso

Harga 18 56.3 8 36.4 9 34.6 35 43.8

Rasa 11 34.4 10 45.5 16 61.5 37 46.3

Bentuk 3 9.4 2 9.1 0 0 5 6.3

Warna 0 0 0 0 1 3.8 1 1.3

Gizi 0 0 2 9.1 0 0 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Batagor

Harga 14 43.8 5 22.7 6 23.1 25 31.3

Rasa 16 50 14 63.6 17 65.4 47 58.8

Bentuk 1 3.1 1 4.5 2 7.7 4 5

Warna 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Tekstur 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

Gizi 0 0 1 4.5 1 3.8 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Chicken Nugget

Harga 7 21.9 5 22.7 4 15.4 16 20

Rasa 17 53.1 13 59.1 21 80.8 51 63.8

Bentuk 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8

Warna 3 9.4 0 0 0 0 3 3.8

Suhu 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

Tekstur 1 3.1 0 0 1 3.8 2 2.5

Gizi 1 3.1 3 13.6 0 0 4 5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng Isi Abon

Harga 6 18.8 7 31.8 7 26.9 20 25

Rasa 22 68.8 11 50 18 69.2 51 63.8

Bentuk 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Warna 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Suhu 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

Tekstur 3 9.4 0 0 1 3.8 4 5

Gizi 0 0 2 9.1 0 0 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng Isi Ayam

Harga 4 12.5 6 27.3 11 42.3 21 26.3

Rasa 25 78.1 13 59.1 14 53.8 52 65

Bentuk 0 0 0 0 0 0 0 0

Warna 0 0 0 0 0 0 0 0

Suhu 0 0 0 0 1 3.8 1 1.3

Tekstur 3 9.4 1 4.5 0 0 4 5

Gizi 0 0 2 9.1 0 0 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng Isi Sapi

Harga 8 25 8 36.4 10 38.5 26 32.5

Rasa 20 62.5 11 50 16 61.5 47 58.8

Bentuk 3 9.4 0 0 0 0 3 3.8

Warna 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Suhu 0 0 0 0 0 0 0 0

Tekstur 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5

Gizi 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Donat

Harga 8 25 7 31.8 2 7.7 17 21.3

Rasa 17 53.1 10 45.5 22 84.6 49 61.3

Bentuk 5 15.6 3 13.6 1 3.8 9 11.3

Warna 0 0 0 0 0 0 0 0

Tekstur 1 3.1 1 4.5 1 3.8 3 3.8

Gizi 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Ketersediaan 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

80

Karakteristik P1 P2 C1 Total

Jajanan n % n % n % n %

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Onde-onde

Harga 8 25 4 18.2 8 30.8 20 25

Rasa 17 53.1 13 59.1 16 61.5 46 57.5

Bentuk 7 21.9 4 18.2 1 3.8 12 15

Tekstur 0 0 0 0 1 3.8 1 1.3

Gizi 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Tahu Goreng

Harga 5 15.6 5 22.7 3 11.5 13 16.3

Rasa 18 56.3 10 45.5 20 76.9 48 60

Bentuk 5 15.6 1 4.5 3 11.5 9 11.3

Suhu 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

Tekstur 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8

Gizi 2 6.3 4 18.2 0 0 6 7.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Tempe Goreng

Harga 5 15.6 1 4.5 1 3.8 7 8.8

Rasa 18 56.3 15 68.2 23 88.5 56 70

Bentuk 1 3.1 0 0 1 3.8 2 2.5

Warna 0 0 0 0 1 3.8 1 1.3

Suhu 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5

Tekstur 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

Gizi 6 18.8 5 22.7 0 0 11 13.8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Bakwan

Harga 13 40.6 3 13.6 9 34.6 25 31.3

Rasa 15 46.9 15 68.2 14 53.8 44 55

Bentuk 1 3.1 0 0 2 7.7 3 3.8

Suhu 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

Gizi 1 3.1 4 18.2 0 0 5 6.3

Ketersediaan 1 3.1 0 0 1 3.8 2 2.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Risoles

Harga 5 15.6 4 18.2 3 11.5 12 15

Rasa 23 71.9 10 45.5 12 46.2 45 56.3

Bentuk 3 9.4 2 9.1 2 7.7 7 8.8

Warna 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Tekstur 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

Gizi 1 3.1 4 18.2 0 0 5 6.3

Ketersediaan 0 0 0 0 9 34.6 9 11.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

81

Lampiran 3. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan

Frekuensi Jajan P1 P2 C1 Total

P n % n % n % n %

Bakso goreng

Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 3 11.5 5 6.3

0.678

Sering 6 18.8 2 9.1 3 11.5 11 13.8

Jarang 8 25 8 36.4 9 34.6 25 31.3

Hampir Tidak Pernah 17 53.1 11 50 11 42.3 39 48.8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Batagor Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 1 3.8 3 3.8

0.283

Sering 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8

Jarang 9 28.1 3 13.6 4 15.4 16 20

Hampir Tidak Pernah 20 62.5 17 77.3 21 80.8 58 72.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Chicken nugget

Sangat Sering 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8

0.45

Sering 1 3.1 3 13.6 4 15.4 8 10

Jarang 9 28.1 8 36.4 8 30.8 25 31.3

Hampir Tidak Pernah 20 62.5 10 45.5 14 53.8 44 55

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng isi abon

Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5

0.061

Sering 4 12.5 1 4.5 2 7.7 7 8.8

Jarang 7 21.9 9 40.9 2 7.7 18 22.5

Hampir Tidak Pernah 20 62.5 11 50 22 84.6 53 66.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng isi ayam

Sangat Sering 3 9.4 1 4.5 0 0 4 5

0.073

Sering 2 6.3 3 13.6 1 3.8 6 7.5

Jarang 9 28.1 6 27.3 4 15.4 19 23.8

Hampir Tidak Pernah 18 56.3 12 54.5 21 80.8 51 63.8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Cireng isi sap

Sangat Sering 2 6.3 1 4.5 0 0 3 3.8

0.114

Sering 2 6.3 4 18.2 0 0 6 7.5

Jarang 10 31.3 2 9.1 5 19.2 17 21.3

Hampir Tidak Pernah 18 56.3 15 68.2 21 80.8 54 67.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Donat

Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5

0.904

Sering 3 9.4 2 9.1 0 0 5 6.3

Jarang 9 28.1 5 22.7 13 50 27 33.8

Hampir Tidak Pernah 19 59.4 14 63.6 13 50 46 57.5

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Onde-onde

Sangat Sering 0 0 1 4.5 0 0 1 1.3

0.021

Sering 1 3.1 1 4.5 1 3.8 3 3.8

Jarang 7 21.9 11 50 6 23.1 24 30

Hampir Tidak Pernah 24 75 9 40.9 19 73.1 52 65

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Tahu goreng

Sangat Sering 1 3.1 0 0 0 0 1 1.3

0.616

Sering 3 9.4 1 4.5 4 15.4 8 10

Jarang 8 25 11 50 9 34.6 28 35

Hampir Tidak Pernah 20 62.5 10 45.5 13 50 43 53.8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Tempe goreng

Sangat Sering 2 6.3 0 0 2 7.7 4 5

0.136

Sering 2 6.3 4 18.2 4 15.4 10 12.5

Jarang 11 34.4 13 59.1 11 42.3 35 43.8

Hampir Tidak Pernah 17 53.1 5 22.7 9 34.6 31 38.8

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Bakwan

Sangat Sering 1 3.1 1 4.5 0 0 2 2.5

0.002 Sering 4 12.5 7 31.8 1 3.8 12 15

Jarang 6 18.8 7 31.8 5 19.2 18 22.5

Hampir Tidak Pernah 21 65.6 7 31.8 20 76.9 48 60

82

Frekuensi Jajan P1 P2 C1 Total

P n % n % n % n %

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

Risoles

Sangat Sering 1 3.1 2 9.1 0 0 3 3.8

0.157

Sering 4 12.5 3 13.6 2 7.7 9 11.3

Jarang 3 9.4 6 27.3 6 23.1 15 18.8

Hampir Tidak Pernah 24 75 11 50 18 69.2 53 66.3

Total 32 100 22 100 26 100 80 100

83

Lampiran 4. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada jajanan camilan menurut jenis kelamin

Camilan Jenis

Kelamin

Tingkat Kesukaan Total

P 1 2 3 4 5

n % n % n % n % n % n %

Bakso goreng

Laki-laki 16 40.0 21 52.5 2 5.0 1 2.5 0 0.0 40 100 0.427

Perempuan 15 37.5 17 42.5 7 17.5 1 2.5 0 0.0 40 100

Batagor Laki-laki 17 42.5 7 17.5 13 32.5 2 5 1 2.5 40 100

0.940 Perempuan 12 30.0 18 45 6 15.0 3 7.5 1 2.5 40 100

Chicken nugget

Laki-laki 22 55.0 10 25 7 17.5 1 2.5 0 0.0 40 100 0.143

Perempuan 15 37.5 15 37.5 6 15.0 2 5 2 5.0 40 100

Cireng isi abon

Laki-laki 10 25.0 13 32.5 12 30.0 3 7.5 2 5.0 40 100 0.924

Perempuan 8 20.0 19 47.5 6 15.0 4 10 3 7.5 40 100

Cireng isi ayam

Laki-laki 13 32.5 16 40 10 25.0 1 2.5 0 0.0 40 100 0.290

Perempuan 19 47.5 13 32.5 3 7.5 5 12.5 0 0.0 40 100

Cireng isi sapi

Laki-laki 13 32.5 13 32.5 10 25.0 3 7.5 1 2.5 40 100 0.900

Perempuan 10 25.0 17 42.5 11 27.5 2 5 0 0.0 40 100

Donat Laki-laki 11 27.5 16 40 9 22.5 2 5 2 5.0 40 100

0.968 Perempuan 12 30.0 13 32.5 12 30.0 2 5 1 2.5 40 100

Onde-onde

Laki-laki 11 27.5 14 35 12 30.0 2 5 1 2.5 40 100 0.629

Perempuan 8 20.0 15 37.5 16 40.0 1 2.5 0 0.0 40 100

Tahu goreng

Laki-laki 11 27.5 18 45 7 17.5 1 2.5 3 7.5 40 100 0.685

Perempuan 9 22.5 18 45 11 27.5 2 5 0 0.0 40 100

Tempe goreng

Laki-laki 12 30.0 18 45 9 22.5 1 2.5 0 0.0 40 100 0.423

Perempuan 16 40.0 15 37.5 9 22.5 0 0 0 0.0 40 100

Bakwan Laki-laki 10 25.0 15 37.5 13 32.5 2 5 0 0.0 40 100

0.346 Perempuan 9 22.5 12 30 14 35.0 2 5 3 7.5 40 100

Risoles Laki-laki 6 15.0 20 50.0 12 30.0 2 5 0 0.0 40 100

0.609 Perempuan 10 25.0 15 37.5 15 37.5 0 0 0 0.0 40 100

84

Lampiran 5. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada camilan

menurut kategori uang jajan

Camilan Uang Jajan (Rupiah)

Tingkat Kesukaan Total

P 1 2 3 4 5

n % n % n % n % n % n %

Bakso goreng

Rendah 16 51.6 12 38.7 2 6.5 1 3.2 0 0 31 100

0.230 Sedang 8 32 10 40 6 24 1 4 0 0 25 100

Tinggi 5 27.8 12 66.7 1 5.6 0 0 0 0 18 100

Sangat Tinggi 2 33.3 4 66.7 0 0 0 0 0 0 6 100

Batagor

Rendah 9 29 12 38.7 8 25.8 1 3.2 1 3.2 31 100

0.425 Sedang 10 40 6 24 5 20 3 12 1 4 25 100

Tingi 7 38.9 5 27.8 5 27.8 1 5.6 0 0 18 100

Sangat Tinggi 3 50 2 33.3 1 16.7 0 0 0 0 6 100

Chicken nugget

Rendah 13 41.9 12 38.7 3 9.7 1 3.2 2 6.5 31 100

0.787 Sedang 13 52 5 20 6 24 1 4 0 0 25 100

Tinggi 8 44.4 7 38.9 2 11.1 1 5.6 0 0 18 100

Sangat Tinggi 3 50 1 16.7 2 33.3 0 0 0 0 6 100

Cireng isi abon

Rendah 7 22.6 13 41.9 8 25.8 1 3.2 2 6.5 31 100

0.802 Sedang 6 24 8 32 7 28 2 8 2 8 25 100

Tinggi 4 22.2 8 44.4 2 11.1 4 22.2 0 0 18 100

Sangat Tinggi 1 16.7 3 50 1 16.7 0 0 1 16.7 6 100

Cireng isi ayam

Rendah 12 38.7 9 29 8 25.8 2 6.5 0 0 31 100

0.379 Sedang 10 40 10 40 3 12 2 8 0 0 25 100

Tinggi 6 33.3 8 44.4 2 11.1 2 11.1 0 0 18 100

Sangat Tinggi 4 66.7 2 33.3 0 0 0 0 0 0 6 100

Cireng isi sapi

Rendah 12 38.7 8 25.8 10 32.3 1 3.2 0 0 31 100

0.276 Sedang 7 28 10 40 6 24 2 8 0 0 25 100

Tinggi 3 16.7 9 50 4 22.2 2 11.1 0 0 18 100

Sangat Tinggi 1 16.7 3 50 1 16.7 0 0 1 16.7 6 100

Donat

Rendah 9 29 14 45.2 8 25.8 0 0 0 0 31 100

0.400 Sedang 8 32 5 20 7 28 3 12 2 8 25 100

Tinggi 4 22.2 9 50 4 22.2 1 5.6 0 0 18 100

Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 2 33.3 0 0 1 16.7 6 100

Onde-onede

Rendah 7 22.6 14 45.2 10 32.3 0 0 0 0 31 100

0.948 Sedang 5 20 6 24 10 40 3 12 1 4 25 100

Tinggi 5 27.8 8 44.4 5 27.8 0 0 0 0 18 100

Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 3 50 0 0 0 0 6 100

Tahu goreng

Rendah 12 38.7 10 32.3 8 25.8 1 3.2 0 0 31 100

0.335 Sedang 5 20 10 40 7 28 1 4 2 8 25 100

Tinggi 2 11.1 11 61.1 3 16.7 1 5.6 1 5.6 18 100

Sangat Tinggi 1 16.7 5 83.3 0 0 0 0 0 0 6 100

Tempe goreng

Rendah 13 41.9 10 32.3 8 25.8 0 0 0 0 31 100

0.895 Sedang 7 28 10 40 7 28 1 4 0 0 25 100

Tinggi 5 27.8 10 55.6 3 16.7 0 0 0 0 18 100

Sangat Tinggi 3 50 3 50 0 0 0 0 0 0 6 100

Bakwan

Rendah 6 19.4 9 29 13 41.9 2 6.5 1 3.2 31 100

0.563 Sedang 8 32 10 40 5 20 0 0 2 8 25 100

Tinggi 3 16.7 7 38.9 6 33.3 2 11.1 0 0 18 100

Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 3 50 0 0 0 0 6 100

Risoles Rendah 6 19.4 10 32.3 14 45.2 1 3.2 0 0 31 100

0.345 Sedang 6 24 12 48 7 28 0 0 0 0 25 100

85

Camilan Uang Jajan (Rupiah)

Tingkat Kesukaan Total

P 1 2 3 4 5

n % n % n % n % n % n %

Tinggi 2 11.1 12 66.7 3 16.7 1 5.6 0 0 18 100

Sangat Tinggi 2 33.3 1 16.7 3 50 0 0 0 0 6 100

86

Lampiran 6. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan

camilan menurut usia

Camilan Usia

(Tahun)

Tingkat Kesukaan Total

P 1 2 3 4 5

n % n % n % n % n % n %

Bakso goreng

9-<10 4 80.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 0 0.0 5 100

0.093 10-<11 13 44.8 12 41.4 4 13.8 0 0.0 0 0.0 29 100

11-<12 8 40.0 9 45.0 3 15.0 0 0.0 0 0.0 20 100

>12 6 23.1 17 65.4 2 7.7 1 3.8 0 0.0 26 100

Batagor

9-<10 2 40.0 2 40.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 5 100

0.024 10-<11 12 41.4 10 34.5 7 24.1 0 0.0 0 0.0 29 100

11-<12 9 45.0 7 35.0 2 10.0 0 0.0 2 10.0 20 100

>12 6 23.1 6 23.1 9 34.6 5 19.2 0 0.0 26 100

Chicken nugget

9-<10 2 40.0 1 20.0 0 0.0 1 20.0 1 20.0 5 100

0.709 10-<11 14 48.3 11 37.9 3 10.3 1 3.4 0 0.0 29 100

11-<12 10 50.0 6 30.0 3 15.0 0 0.0 1 5.0 20 100

>12 11 42.3 7 26.9 7 26.9 1 3.8 0 0.0 26 100

Cireng isi abon

9-<10 1 20.0 1 20.0 1 20.0 1 20.0 1 20.0 5 100

0.439 10-<11 8 27.6 13 44.8 6 20.7 1 3.4 1 3.4 29 100

11-<12 6 30.0 6 30.0 3 15.0 3 15.0 2 10.0 20 100

>12 3 11.5 12 46.2 8 30.8 2 7.7 1 3.8 26 100

Cireng isi ayam

9-<10 4 80.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 0 0.0 5 100

0.082 10-<11 10 34.5 14 48.3 4 13.8 1 3.4 0 0.0 29 100

11-<12 12 60.0 5 25.0 1 5.0 2 10.0 0 0.0 20 100

>12 6 23.1 10 38.5 8 30.8 2 7.7 0 0.0 26 100

Cireng isi sapi

9-<10 3 60.0 0 0.0 2 40.0 0 0.0 0 0.0 5 100

0.061 10-<11 8 27.6 14 48.3 6 20.7 1 3.4 0 0.0 29 100

11-<12 8 40.0 7 35.0 2 10.0 2 10.0 1 5.0 20 100

>12 4 15.4 9 34.6 11 42.3 2 7.7 0 0.0 26 100

Donat

9-<10 2 40.0 1 20.0 2 40.0 0 0.0 0 0.0 5 100

0.976 10-<11 8 27.6 13 44.8 5 17.2 2 6.9 1 3.4 29 100

11-<12 4 20.0 6 30.0 8 40.0 0 0.0 2 10.0 20 100

>12 9 34.6 9 34.6 6 23.1 2 7.7 0 0.0 26 100

Onde-onede

9-<10 1 20.0 3 60.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 5 100

0.716 10-<11 8 27.6 10 34.5 10 34.5 1 3.4 0 0.0 29 100

11-<12 3 15.0 7 35.0 8 40.0 1 5.0 1 5.0 20 100

>12 7 26.9 9 34.6 9 34.6 1 3.8 0 0.0 26 100

Tahu goreng

9-<10 3 60.0 2 40.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 5 100

0.581 10-<11 6 20.7 13 44.8 8 27.6 1 3.4 1 3.4 29 100

11-<12 5 25.0 8 40.0 6 30.0 1 5.0 0 0.0 20 100

>12 6 23.1 13 50.0 4 15.4 1 3.8 2 7.7 26 100

Tempe goreng

9-<10 2 40.0 1 20.0 2 40.0 0 0.0 0 0.0 5 100

0.869 10-<11 10 34.5 13 44.8 6 20.7 0 0.0 0 0.0 29 100

11-<12 7 35.0 9 45.0 4 20.0 0 0.0 0 0.0 20 100

>12 9 34.6 10 38.5 6 23.1 1 3.8 0 0.0 26 100

Bakwan

9-<10 3 60.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 1 20.0 5 100

0.275 10-<11 7 24.1 11 37.9 9 31.0 1 3.4 1 3.4 29 100

11-<12 6 30.0 3 15.0 8 40.0 2 10.0 1 5.0 20 100

>12 3 11.5 12 46.2 10 38.5 1 3.8 0 0.0 26 100

Risoles

9-<10 4 80.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 5 100

0.014 10-<11 6 20.7 14 48.3 9 31.0 0 0.0 0 0.0 29 100

11-<12 3 15.0 9 45.0 7 35.0 1 5.0 0 0.0 20 100

>12 3 11.5 11 42.3 11 42.3 1 3.8 0 0.0 26 100

87

Lampiran 7. Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada jajanan camilan menurut pengetahuan gizi

Camilan Basah

Pengetahuan Gizi

Tingkat Kesukaan Total

P 1 2 3 4 5

n % n % n % n % n % n %

Bakso goreng

Baik 2 15.4 7 53.8 4 30.8 0 0.0 0 0.0 13 100

0.039 Sedang 14 36.8 21 55.3 2 5.3 1 2.6 0 0.0 38 100

Buruk 15 51.7 10 34.5 3 10.3 1 3.4 0 0.0 29 100

Batagor

Baik 4 30.8 3 23.1 4 30.8 2 15.4 0 0.0 13 100

0.192 Sedang 11 28.9 16 42.1 8 21.1 1 2.6 2 5.3 38 100

Buruk 14 48.3 6 20.7 7 24.1 2 6.9 0 0.0 29 100

Chicken nugget

Baik 3 23.1 5 38.5 5 38.5 0 0.0 0 0.0 13 100

0.281 Sedang 20 52.6 10 26.3 6 15.8 1 2.6 1 2.6 38 100

Buruk 14 48.3 10 34.5 2 6.9 2 6.9 1 3.4 29 100

Cireng isi abon

Baik 2 15.4 4 30.8 3 23.1 3 23.1 1 7.7 13 100

0.208 Sedang 8 21.1 17 44.7 8 21.1 2 5.3 3 7.9 38 100

Buruk 8 27.6 11 37.9 7 24.1 2 6.9 1 3.4 29 100

Cireng isi ayam

Baik 7 53.8 6 46.2 0 0.0 0 0.0 0 0.0 13 100

0.005 Sedang 18 47.4 13 34.2 3 7.9 4 10.5 0 0.0 38 100

Buruk 7 24.1 10 34.5 10 34.5 2 6.9 0 0.0 29 100

Cireng isi sapi

Baik 2 15.4 7 53.8 3 23.1 1 7.7 0 0.0 13 100

0.943 Sedang 13 34.2 13 34.2 9 23.7 2 5.3 1 2.6 38 100

Buruk 8 27.6 10 34.5 9 31.0 2 6.9 0 0.0 29 100

Donat

Baik 4 30.8 4 30.8 3 23.1 1 7.7 1 7.7 13 100

0.450 Sedang 9 23.7 15 39.5 11 28.9 1 2.6 2 5.3 38 100

Buruk 10 34.5 10 34.5 7 24.1 2 6.9 0 0.0 29 100

Onde-onede

Baik 3 23.1 2 15.4 7 53.8 1 7.7 0 0.0 13 100

0.229 Sedang 6 15.8 19 50.0 12 31.6 0 0.0 1 2.6 38 100

Buruk 10 34.5 8 27.6 9 31.0 2 6.9 0 0.0 29 100

Tahu goreng

Baik 0 0.0 7 53.8 3 23.1 2 15.4 1 7.7 13 100

0.141 Sedang 12 31.6 16 42.1 8 21.1 1 2.6 1 2.6 38 100

Buruk 8 27.6 13 44.8 7 24.1 0 0.0 1 3.4 29 100

Tempe goreng

Baik 4 30.8 6 46.2 3 23.1 0 0.0 0 0.0 13 100

0.686 Sedang 15 39.5 15 39.5 7 18.4 1 2.6 0 0.0 38 100

Buruk 9 31.0 12 41.4 8 27.6 0 0.0 0 0.0 29 100

Bakwan

Baik 1 7.7 5 38.5 6 46.2 1 7.7 0 0.0 13 100

0.906 Sedang 12 31.6 12 31.6 11 28.9 2 5.3 1 2.6 38 100

Buruk 6 20.7 10 34.5 10 34.5 1 3.4 2 6.9 29 100

Risoles

Baik 1 7.7 5 38.5 6 46.2 1 7.7 0 0.0 13 100

0.668 Sedang 10 26.3 17 44.7 11 28.9 0 0.0 0 0.0 38 100

Buruk 5 17.2 13 44.8 10 34.5 1 3.4 0 0.0 29 100

88

Lampiran 8. Gambar makanan jajanan digoreng

Bakso Goreng Batagor Chicken Nugget

Cireng Isi Ayam Cireng Isi Abon Cireng Isi Daging

Donat Onde-onde Tahu Goreng

Tempe Goreng Bakwan Risoles

89

Lampiran 9. Karakteristik Makanan Jajanan

no

Nama

Makanan

Jajanan

Harga/porsi

(Rp) Bentuk Warna Suhu Rasa Tekstur

1 Bakso goreng 500 Setengah

bulat kecoklatan Ruang

Asin dan

agak amis

Lembut

dan liat

2 Batagor 500 Tidak

beraturan kecoklatan Ruang

Gurih, asin,

dan manis

Kasar dan

liat

3 Chcken

nugget 500

Bulat

gepeng

Kuning

kecoklatan Ruang gurih

Kasar dan

renyah

4 Cireng isi

abon 500 “love”

Kuning

keemasan Ruang Rasa abon

Lembut

dan liat

5 Cireng isi

ayam 500 Kue kroket

Kuning

keemasan Ruang

Gurih dan

pedas

Lembut

dan liat

6 Cireng isi sapi 500 Kue kroket Kuning

keemasan Ruang

Rasa

bawang

Lembut

dan liat

7 Tahu goreng 500 Kubus Kuning

keemasan Ruang

Gurih dan

agak asin Kasar

8 Tempe

goreng 500 Pipih

Kuning

keemasan Ruang

Gurih dan

agak asin

Agak

kasar

9 Bakwan 500 pipih Kuning

keemasan Ruang Gurih

Agak

kasar

10 Donat 500 Lingkaran Kuning

kecoklatan Ruang manis

Agak

kasar

11 Onde-onde 500 Bulat Kuning

keemasan Ruang Manis Kasar

12 Risoles 500 Tabung Kuning

keemasan Ruang Asin

Agak

kasar

90

90

Lampiran 10. Hubungan karakteristik individu dengan preferensi makanan jajanan

Correlations

bakso goreng batagor

chiken nuget

cireng isi

abon

cireng isi

ayam cireng isi sap donat

onde-onde

tahu goreng

tempe goreng bakwan risoles

Spearman's rho

Jenis Kelamin Correlation Coefficient

.090 .009 .165 -.011 -.120 .014 .005 .055 .046 -.091 .107 -.058

Sig. (2-tailed)

.427 .940 .143 .924 .290 .900 .968 .629 .685 .423 .346 .609

N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80

Umur Correlation Coefficient

.189 .252 .042 .088 .195 .210 -.003 .041 .063 .019 .124 .274

Sig. (2-tailed)

.093 .024 .709 .439 .082 .061 .976 .716 .581 .869 .275 .014

N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80

Uang Saku Correlation Coefficient

.136 -.091 -.031 .028 -.100 .123 .095 .007 .109 -.015 -.066 -.107

Sig. (2-tailed)

.230 .425 .787 .802 .379 .276 .400 .948 .335 .895 .563 .345

N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80

Pengetahuan Gizi

Correlation Coefficient

-.231 -.147 -.122 -.142 .314 .008 -.086 -.136 -.166 .046 -.013 -.049

Sig. (2-tailed)

.039 .192 .281 .208 .005 .943 .450 .229 .141 .686 .906 .668

N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80

91

91

Lampiran 11. Hubungan frekuensi jajan dengan preferensi makanan jajanan

Correlations

Jenis Jajanan bakso goreng

batagor chiken nuget

cireng isi abon

cireng isi ayam

cireng isi sap

donat onde-onde

tahu goreng

tempe goreng

bakwan Risoles

Spearman's rho

bakso goreng

Correlation Coefficient

.109

Sig. (2-tailed) .338

N 80

batagor

Correlation Coefficient

.344

Sig. (2-tailed)

.002

N

80

chiken nuget

Correlation Coefficient

.225

Sig. (2-tailed)

.045

N

80

cireng isi abon

Correlation Coefficient

.270

Sig. (2-tailed)

.016

N

80

cireng isi ayam

Correlation Coefficient

.192

Sig. (2-tailed)

.088

N

80

cireng isi sap

Correlation Coefficient

.168

Sig. (2-tailed)

.136

92

92

Correlations

Jenis Jajanan bakso goreng

batagor chiken nuget

cireng isi abon

cireng isi ayam

cireng isi sap

donat onde-onde

tahu goreng

tempe goreng

bakwan Risoles

N

80

donat

Correlation Coefficient

-.012

Sig. (2-tailed)

.918

N

80

onde-onde

Correlation Coefficient

.046

Sig. (2-tailed)

.683

N

80

tahu goreng

Correlation Coefficient

.047

Sig. (2-tailed)

.679

N

80

tempe goreng

Correlation Coefficient

-.058

Sig. (2-tailed)

.611

N

80

bakwan

Correlation Coefficient

.184

Sig. (2-tailed)

.102

N

80

risoles

Correlation Coefficient

.397

Sig. (2-tailed)

.000

93

93

Correlations

Jenis Jajanan bakso goreng

batagor chiken nuget

cireng isi abon

cireng isi ayam

cireng isi sap

donat onde-onde

tahu goreng

tempe goreng

bakwan Risoles

N

80