prediksi dan evaluasi erosi
TRANSCRIPT
PREDIKSI DAN EVALUASI EROSI
1.1 Prediksi Erosi dan Erosi yang Masih Dapat Dibiarkan
Prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metode untuk memperkirakan laju erosi
yang akan terjadi dari tanah yang dipergunakan dalam penggunaan lahan dan pengelolaan
tertentu. Tindakan konservasi tanah dan penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang
dapat menekan laju erosi agar sama atau lebih kecil dari laju erosi yang masih dapat
dibiarkan Metode prediksi juga merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau
tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah atau
suatu daerah aliran sungai (DAS).
Laju Erosi yang Masih Dapat Dibiarkan
Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau
ditoleransikan, sangat diperlukan karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi
nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang
berlereng. Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar
yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah
yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya
produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau
ditoleransikan, yang dalam buku ini disebut nilai T.
Thompson (1957) menyarankan sebagai pedoman penetapan nilai T dengan
menggunakan kedalaman tanah, permeabilitas lapisan bawah dan kondisi substratum,
seperti tertera pada Tabel.1. Wischmeier dan Smith (1978) melaporkan bahwa nilai T
bekisar antara 5 sampai 2 ton per acre (11,21 sampai 4,48 ton per hektar) untuk tanah-
tanah di Amerika. Adapun faktor-faktor yang dipertimbangan dalam penetapan nilai T
tersebut adalah kedalaman tanah, ciri-ciri fisik dan sifat-sifat tanah lainnya yang
mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan terbentuknya erosi parit, penyusutan
kandungan bahan organik, kehilangan unsur hara, dan masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh sedimen di lapangan. Suatu tanah yang dalam, bertekstur sedang
dengan permeabilitas sedang dan memiliki lapisan bawah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman, memiliki nilai T lebih besar dari pada tanah yang dangkal. Beberapa tanah yang
dalam daerah perakarannya, mungkin mempunyai nilai T lebih besar dari 11,21 ton per
hektar. Kriteria penetapan nilai T untuk maksud terakhir ini tidak sama dengan kriteria
yang bertujuan untuk memelihara kelestarian produktivitas tanah. Jika nilai T yang
ditetapkan untuk melestarikan produktivitas tanah tidak cukup untuk menghindari
percepatan pendangkalan waduk atau gagal memberikan air dengan kualitas yang
ditetapkan, maka dapat ditetapkan khusus nilai T untuk DAS diatas waduk tersebut, tanpa
merubah batas-batas maksimum yang telah ditetapkan secara umum.
Hudson (1971) untuk tanah-tanah berpasir yang dangkal dan tererosi di Afrika
yang jika mengalami erosi sedikit saja produktivitasnya menurun, menganggap nilai T
yang sesuai adalah antara 4 sampai 6 ton per hektar. Sedangkan tanah-tanah lempung
yang dalam dan subur, terbentuk dari batuan vulkanik yang terdapat di Kenya, nilai T
sebesar 13 sampai 15 ton per hektar adalah cocok. Di Rhodesia dipergunakan nilai T
sebesar 4 ton per acre per tahun (8,97 ton per hektar per tahun) untuk tanah-tanah
berpasir yang lebih ringan, dan 5 ton per acre per tahun (11,21 ton per hektar per tahun)
untuk tanah-tanah liat yang lebih berat.
Penetapan nilai T harus juga mempertimbangkan tingkat teknologi yang
dipergunakan dalam usaha tani (El-Swaify, Arsyad dan Krisnajarah,1982) dan faktor
dominan yang mempengaruhi pembentukan tanah yaitu iklim. Tingkat masukan energi
yang dipergunakan, mengkonpensasi akibat erosi terhadap penurunan produksi
(Pimental,et.al.,1976). Di Amerika Serikat nilai T seperti yang ditetapkan dalam
Wischmeier dan Smith (1978) adalah untuk tanah-tanah di Amerika Serikat dengan
system pertanian yang menggunakan tingkat masukan yang tinggi. Di daerah-daerah atau
Negara-negara yang system pertaniannya masih menggunakan teknologi tradisional atau
masukan rendah maka nilai T harus ditetapkan rendah. Akan tetapi oleh karena
temperature dan curah hujan rata-rata yang lebih tinggi di daerah tropika basah jika
dibandingkan dengan di daerah beriklim sedang maka kecepatan pembentukan tanah di
daerah tropika basah diperkirakan diperkirakan dua kali lebih besar dari daerah beriklim
sedang (tabel .2). Kecepatan tertinggi pembentukan tanah yang dalam, bertekstur sedang
dengan permeabilitasnya sedang di Amerika Serikat (bagian utara) diperkirakan 0,8 mm
per tahun. Di Indonesia pada daerah-daerah yang masa tumbuhnya lebih dari 270 hari
kecepatan pembentukan tanah dapat mencapai lebih dari 2 mm per tahun (Tabel .2). Hasil
ini sesuai dengan hasil penelitian Hardjowigeno (1987) di pulau Rakata (anak gunung
Krakatau) yang menunjukkan bahwa dalam masa 100 tahun (1883 – 1983) dari vulkanik
hasil letusan Krakatau tahun 1883 (bahan vulkanik vitrik), telah terbentuk tanah setebal
25 cm atau rata-rata sebesar 2,5 mm per tahun. Dari penelaahan di atas dan hasil
penelitian Hardjowigeno (1987) tersebut mungkin dapat ditetapkan besarnya T
maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah
yang dalam dengan lapisan bawah (subsoil) yang permeable dengan substratum yang
tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamnya kurang
atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang
belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun.
Tabel.1 Pedoman Penetapan Nilai T (Thompson, 1957)
Sifat Tanah dan Substratum
Nilai T
Ton/acre/tahun Ton/ha/tahun
1 Tanah dangkal di atas batuan 0,5 1,12
2 Tanah dalam, di atas batuan 1,0 2,24
3 Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil) padat,
diatas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah
mengalami pelapukan)
2,0
4,48
4 Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas
lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
4,0
8
,96
5 Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas
sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
5,0
11
,21
6 Tanah yang lapisan bawahnya berpermeabel (agak
cepat), di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
6,0
13
,45
Catatan :
Tabel.2 Pengaruh Temperatur Udara dan Curah Hujan Terhadap Kecepatan
Pembentukan Tanah (Shah,1982)
Masa Tumbuh
(hari)
Temperatur Udara
Panas
(>180 C)
Sedang
(30 – 180C)
Dingin
(-30 – 100C)
Kecepatan Pembentukan Tanah (mm/tahun)
< 75
75 – 179
180 – 269
>270
0,50
1,00
1,50
2,00
0,50
0,50
0,75
1,00
0,25
0,25
0,50
0,50
Catatan : Masa tumbuh adalah jumlah hari dalam satu tahun yang curah hujannya sama atau lebih besar
dari setengah evapotranspirasi.
Oleh karena besarnya nilai T yang ditetapkan akan menentukan teknologi
pengelolaan lahan atau tanaman yaitu tindakan/metode konservasi yang diperlukan yang
secara langsung menentukan biaya konservasi yang harus dapat dilakukan dengan tepat.
Ada beberapa metoda atau pendekatan yang dapat dipergunakan untuk menetapkan nilai
T suatu tanah, sebagai berikut:
1.Hammer (1981) menggunakan konsep kedalaman ekivalen (equivalent depth)
dan umur guna (resources life) tanah untuk menetapkan nilai T suatu tanah. Kedalaman
ekivalen adalah kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi produktivitasnya
berkurang dengan 60 % dari produktivitas tanah yang tidak tererosi (Gambar.1).
Menurunnya produktivitas tanah oleh erosi disebabkan oleh menurunnya kandungan
unsur hara tanah dan atau merosotnya sifat-sifat fisik tanah. Sehubungan dengan
hubungan ini maka Hammer (1981) mengelompokkan penurunan atau kemerosotan sifat
fisik dan kimia tanah ke dalam rendah (R), sedang (S) dan tinggi (T). Penurunan rendah
artinya penurunan atau kemerosotan sifat fisik dan kimia sebagai akibat semakin tebalnya
lapisan tanah tererosi terjadi dengan kecepatan yang rendah, sehingga penurunan
produktivitas juga rendah. Kombinasi perilaku kedua factor tersebut dengan tiga tingkat
kemerosotan mendapatkan sembilan kombinasi seperti tertera pada Tabel.3. Setiap
kombinasi factor diberi nilai yang disebut factor kedalaman tanah (soil depth factor).
Nilai factor kedalaman tanah dikalikan dengan kedalaman efektif tanah (effective soil
depth) akan didapatkan kedalaman ekivalen. Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman
tanah sampai suatu lapisan (horizon) yang menghambat pertumbuhan akar tanaman. Nilai
factor beberapa sub order tanah telah disusun oleh Hammer (1981) dan disajikan pada
Tabel 4.
Contoh I :
- Suatu tanah mempunyai kedalaman efektif (hasil survey) : 1250 mm
- Sub-order : Udult
- Nilai factor kedalaman (Tabel 7.4) : 0,8
- Kedalaman ekivalen 1.250 mm x 0,80 = 1000 mm
- Umur guna : 400 tahun (jangka waktu yang cukup untuk memelihara
kelestarian tanah).
- Besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan (T) :
- Jika berat volume tanah = 1,2 g/cc, maka nilai T tanah ini sama dengan
2,5 x 1,2 x 10 = 30 ton/ha/tahun.
b) Contoh II :
- Kedalaman efektif : 250 mm, diatas batuan
- Sub-order : Udult
- Nilai factor kedalaman (Tabel 7.4) : 0,8
- Kedalaman ekivalen 25 x 0,80 = 200 mm
- Umur guna : 200 tahun
- Besarnya T :
- Jika besarnya Berat Volume tanah = 1,2 g/cc, maka nilai T tanah ini = 0,5
x 1,2 x 10 ton/ha/tahun= 6 ton/ha/tahun.
c) Contoh III :
- Kedalaman efektif : 600 mm
- Sub-order : Udult
- Kedalaman ekivalen : 600 x 0,8 mm = 480 mm
- Umur guna : 400 tahun
- Besarnya T jika Berat Volume adalah 1,2 g/cc =
= 1,2 x 1,2 x 10 ton/ha/tahun = 14,4 ton/ha/tahun.
Tabel.3 Spesifikasi Faktor Kedalaman Tanah
Harkat Kecepatan
Kerusakan/Kemerosotan Sifat Fisik
Dan Kimia Tanah Oleh Erosi
Nilai Faktor
Kedalaman Tanah
Fisik Kimia
R R 1,00
R S 0,95
R T 0,90
S R 0,90
S S 0,85
S T 0,80
T R 0,80
T S 0,75
T T 0,70
Catatan : R = rendah; S = sedang; T = tinggi
Tabel.4 Nilai Faktor Kedalaman 30 Sub-Order Tanah ( Hammer,1981)
Taxonomi Tanah
(Sub-Order)
Harkat Kemerosotan
Sifat Fisik & Kimia
Nilai Faktor
Kedalaman Tanah
Fisika Kimia
01. Aqualf *) S R 0,9002. Udalf *) S R 0,9003. Ustalf S R 0,9004. Aquent S R 0,9005. Arent R R 1,0006. Fluvent*) R R 1,0007. Orthent R R 1,0008. Psmamment R R 1,0009. Andept*) R R 1,0010. Aquept*) R S 0,9511. Tropept R R 1,0012. Alboll T S 0,7513. Aquoll S R 0,9014. Rendoll S R 0,9015. Udoll R R 1,0016. Ustoll R R 1,0017. Aquox R T 0,9018. Humox R R 1,0019. Orthox*) R T 0,9020. Ustox R T 0,9021. Aquod R T 0,9022. Ferrod R S 0,9523. Humod R R 1,0024. Orthod R S 0,9525. Aquult S T 0,8026. Humult R R 1,0027. Udult S T 0,8028. Ustult S T 0,8029. Udert R R 1,0030. Ustert R R 1,00
Catatan : - *) Berdasarkan deskripsi penuh profil tanah dan data laboratorium
- Tanah-tanah dalam suatu sub-order mempunyai keragaman yang besar.
Penilaian ini adalah untuk tanah-tanah yang umum terdapat di Indonesia
saja.
2. Dengan menggunakan kriteria yang dipergunakan oleh Thompson (1957).,
dengan menentukan T maksimum untuk tanah yang dalam, dengan lapisan bawah yang
permeabel, di atas bahan (substratum) yang telah melapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar
2,5 mm/tahun, dan dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum
tanah, maka nilai T seperti tertera pada Tabel 5 disarankan untuk menjadi pedoman
penetapan nilai T tanah-tanah di Indonesia.
Tabel.5 Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah-tanah di Indonesia.
Sifat Tanah dan Substratum Nilai T
(mm per tahun)
1. Tanah sangat dangkal di atas batuan 0,0
2. Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk
(tidak terkonsolidasi)
0,4
3. Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk 0,8
4. Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk 1,2
5. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di
atas substrata yang telah melapuk
1,4
6. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang berpemeabilitas
lambat, di atas substrata telah melapuk
1,6
7. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang berpemeabilitas
sedang, di atas substrata telah melapuk
2,0
8. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang pemeabel, di
atas substrata telah melapuk
2,5
*) mm x Berat Volume x 10 = ton/ha/tahun
**) Berat Volume tanah berkisar antara 0,8 sampai 1,6 gr/cc akan tetapi pada
umumnya tanah-tanah berkadar liat tinggi mempunyai Berat Volume antara 1,0 sampai
1,2 gr/cc.
Akhirnya dalam menentukan besarnya erosi yang masih dapat ditoleransikan dari
suatu tanah atau tanah-tanah didalam suatu daerah seperti daerah aliran sungai misalnya,
harus juga mempertimbangkan ancaman pengendapan waduk, sungai dan badan air
lainnya. Artinya jika ancaman pendangkalan menjadi sangat gawat pada suatu DAS maka
nilai T yang ditetapkan berdasarkan prosedur yang telah dikemukakan dapat diturunkan
menjadi lebih kecil.
Metode Prediksi Erosi
Secara ideal metode prediksi harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang
nampaknya bertentangan, yaitu dapat diandalkan, secara universal dapat dipergunakan,
mudah dipergunakan dengan data yang minimum, komperenhensif dalam hal faktor-
faktor yang dipergunakan dan mempunyai kemampuan untuk mengikuti perubahan-
perubahan tataguna tanah dan tindakan konservasi. Oleh karena rumitnya sistem erosi
tanah dengan berbagai faktor yang berinteraksi maka pendekatan yang paling memberi
harapan dalam pengembangan metoda dan prosedure prediksi adalah dengan
merumuskan model konseptual proses erosi itu.
Menurut Ward (1971, dalam Gregory and Walling, 1979) terdapat tiga tipe model
utama yaitu model fisik, model analog dan model digital (Tabel.6). Model digital terdiri
atas model deterministik, model stochastik, dan model parametrik. Dalam prediksi erosi
yang umum dipergunakan pada saat ini adalah model parametrik, terutama tipe kotak
kelabu.
Tabel.6 Tipe Model (Ward, 1971 di dalam Gregory and Walling, 1973)
Tipe Penjelasan
Fisik Model dalam bentuk kecil keadaan sebenarnya yang biasanya
dibuat di laboratorium; asumsinya bahwa terdapat kesamaan
dinamik antara model dengan keadaan sebenarnya.
Analog Menggunakan sistem mekanika atau listrik yang analog dengan
sistem yang diselidiki, sebagai contoh aliran arus listrik
dipergunakan untuk mensimulasikan aliran air.
Digital Didasarkan atas penggunakan komputer digital untuk memproses
data yang banyak dalam waktu yang singkat.
a. Deterministik Didasarkan pada persamaan matematik untuk menjelaskan proses
yang berperan di dalam model, dengan memperhitungkan hukum
kontinuitas atau konservasi massa dan energi.
b. Stochastic Didasarkan atas pengembangan urutan sintetik data yang berasal
dari sifat statistik data contoh yang tersedia; digunakan untuk
menghasilakan urutan masukan bagi model deterministik dan
model parametrik jika data yang tersedia hanya dari pengamatan
yang pendek.
c. Parametrik Didasarkan atas penggunaan hubungan yang secara statistik nyata
antara peubah-peubah yang dianggap penting dari sejumlah data
yang cukup tersedia. Tiga tipe analisis dikenal : kotak hitam, yaitu
jika hanya masukan dan keluaran utama yang ditelaah; kotak
kelabu, yaitu jika cara kerja sistem itu ditelaah agak detail; dan
kotak putih jika semua rincian bagaimana sistem itu bekerja
dikemukakan.
Penyusunan model parametrik meliputi pengembangan dan analisis hubungan
antara sifat yang menyebabkan terjadinya erosi secara numerik dengan besarnya erosi.
Parameter diartikan sebagai term matematik di dalam hubungan fungsional antara
peubah. Model parametrik dianggap terletak antara model deterministik dan model
stochastic. Terdapat informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dan proses yang
terjadi sehingga pendekatan stochastik tidak diperlukan, akan tetapi informasi tersebut
belum cukup untuk menyusun model deterministik. Contoh-contoh model erosi dengan
pendekatan-pendekatan kotak hitam, kotak kelabu, kotak putih dan deterministik
dikemukakan di bawah ini.
1. Pendekatan kotak hitam
Pendekatan kotak hitam meliputi penyesuaian masukan (yaitu curah hujan)
dengan keluaran (sedimen) dengan suatu fungsi matematik yang sederhana tanpa
ada usaha untuk memasukkan hubungan atau parameter-parameter lain yang
berpengaruh. Suatu contoh yang khas adalah persamaan berikut :
dimana Qs adalah banyaknya tanah yang terangkut, Qw adalah banyaknya aliran
permukaan, a adalah konstanta yang merupakan indeks kehebatan erosi, dan b
adalah konstansta. Javanovic dan Vulkemic (1958, di dalam Morgan, 1980),
menggunakan data enam belas stasiun pengukur di Yugoslavia, mendapatkan nilai
b = 2,25 dan nilai a lebih besar dari 7 x 10 -4 untuk kehilangan tanah berat dan a
lebih kecil dari 3 x 10-4 untuk tanah yang laju erosinya rendah. Leopold et.al.
(1964, di dalam Morgan, 1980) mendapatkan nilai b berkisar dari 2,0 – 3,0.
Hubungan yang ditunjukkan dalam persamaan (7-1) berlaku umum, akan tetapi
nilai konstanta a dan b berubah-ubah dan berbeda untuk suatu tempat dari tempat
lain. Kekurangan utama model tipe ini adalah ia tidak memberikan petunjuk
bagaimana erosi itu terjadi.
2. Model kotak kelabu
Pengertian yang lebih baik tentang penyebab erosi didapat dengan model kotak
kelabu. Model ini umumnya didapat secara empirik, yang berakhir dalam bentuk
hubungan antara besarnya erosi dengan sejumlah peubah berupa persamaan
regresi. Model kotak kelabu yang dikembangkan dapat berlaku untuk suatu
daerah aliran sungai atau untuk satu bidang tanah.
2.1. Model kotak kelabu suatu DAS
Walling (1974, di dalam Morgan, 1980), mengembangkan kotak kelabu
untuk suatu daerah aliran sungai (DAS); artinya pengukuran erosi dilakukan di
tempat keluarnya sedimen terbawa air dari DAS tersebut, untuk satu kejadian
hujan, sebagai berikut:
Log Qs = - 1,1402 – 0,0524 DUR
= - 0,7764 loq Qw + 1,3735
log Qq + 0,9892 log QQ
= - 0,4961 log Qap + 0,2693 DY (2)
dimana Qs adalah hasil sediment dalam kg, DUR adalah waktu hujan dalam jam,
Qw adalah puncak laju aliran sungai dalam liter per detik, Qq adalah laju puncak
aliran di atas permukaan tanah yang dihitung dengan mengurangi laju aliran
sungai dengan aliran dasar (base flow) dalam liter per detik, QQ adalah jumlah
aliran di atas permukaan tanah (mm), Qap adalah laju aliran sungai sebelum
hidrograf naik, dalam liter per detik, dan DY adalah jumlah hari dari suatu tahun
dinyatakan dalam sinus (radiasi) 2 d/365, dimana D adalah hari dihitung mulai
dari 1 Januari. Banyak peubah yang dipakai dalam model ini saling berkolerasi
dan kadang-kadang sulit untuk menetapkan mana yang terpenting. Jadi meskipun
dalam hal ini persamaan tersebut mempunyai nilai penjelasan yang tinggi dan
oleh karenanya memiliki prediksi dalam artian statistic, persamaan tersebut
mempunyai nilai kejelasan konseptual yang rendah. Walling (1974, dalam
Morgan, 1980) menyarakan penggunakan komponen analisis utama untuk
mengurangi jumlah peubah dengan menghilangkan yang tidak perlu. Teknik ini
dipergunakan oleh Douglas (1968, dalam Morgan 1980) dalam penelitian hasil
sediment sungai-sungai di Queensland Utara. Sepuluh peubah yang berperan
dikurangi menjadi empat peubah utama yaitu kebasahan, morfologi DAS,
lithologi dan kekasaran lapangan, dan mendapatkan persamaan berikut :
Log SS = - 8,73 + 3,81 log QWA
- 1,54 log R/L + 4,82 log DD (3)
dimana SS adalah hasil sediment tersuspensi dalam m3 per km2, QWA adalah
aliran permukaan (sungai) rata-rata tahunan dalam mm, R/L adalah nisbah relief
terhadap panjang DAS dalam kaki per mil, dan DD adalah kerapatan drainase
dalam kaki per mil persegi. Kerapatan drainase adalah jumlah panjang sungai
(tetap dan tersendat) dibagi luas DAS.
Masalah model empiric berikut adalah bahwa persamaan tersebut tidak
dapat diektrapolasi dengan mantap keluar jangkauan data yang dipeergunakan
untuk merumuskannya. Menurut Morgan (1980) pendekatan yang mungkin paling
mendekati suatu persamaan yang berlaku secara universal adalah yang
dikembangkan oleh Douglas (1967 dalam Morgan, 1980) yang menghubungkan
kandungan sediment tahunan rata-rata dengan curah hujan efektif sebagai berikut:
(4)
dimana Qs adalah kandungan sediment sungai tahunan rata-rata dalam m3 per km2
dan PE adalah curah hujan efektif dalam mm. Pembilang dalam persamaan ini
menyatakan pengaruh kekuatan erosi curah hujan sedangkan pembagi merupakan
usaha untuk memperhitungkan pengaruh perlindungan tanaman penutup.
Fournier (1960, dalam Gregory and Walling, 1973) dari analisa statistic
sekitar 96 DAS memilih indeks oleh karena mencerminkan variasi musiman
dengan jumlah absolute curah hujan. Dari kenyataan ini Fournier (1960 dalam
Gregory and Walling, 1973) dari mendapatkan hubungan sebagai berikut :
(5)
dimana DS = sediment yang tersuspensi (ton/km2/tahun), H= relief rata-rata DAS
atau perbedaan altitude rata-rata dengan altitude minimum (m), dan S = luas DAS
(km2), p = curah hujan bulanan tertinggi rata-rata (mm), dan P = curah hujan
tahunan rata-rata (mm).
2.2 Model kotak kelabu untuk bidang tanah
Persamaan-persamaan (2),( 3),( 4) dan (5) merupakan model kotak
kelabu untuk memprediksi erosi dari suatu DAS dan tidak dapat dipergunakan
untuk memprediksi besarnya erosi dari sebidang tanah. Suatu model parametric
untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah telah dikembangkan oleh
Wischmeier dan Smith (1965,1978), yang disebut the Universal Soil Loss
Equation (USLE). USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi
suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu
untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi
tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan. Persamaan yang
dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang
mempengaruhi laju erosi kedalaman enam peubah utama yang nilainya untuk
setiap tempat dapat dinyatakan secara numeric.
USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-
rata erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur di bawah keadaan tertentu. Ia
juga bermanfaat untuk tempat-tempat bangunan dan penggunaan bukan pertanian,
tetapi tidak dapat memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil
sediment dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai.
USLE dikembangkan di National Runoff and Soil Loss Data Centre yang
didirikan dalam tahun 1954 oleh The Science and Education Administration
Amerika Serikat (dahulu namanya Agricultural Research Service) bekerjasama
dengan Universitas Purdue (Wischmeier dan Smith, 1978). Proyek-proyek
penelitian Federal dan Negara Bagian menyumbangkan lebih dari 10.000 petak-
tahun data erosi dan aliran permukaan untuk analisa statistic.
Persamaan USLE adalah sebagai berikut :
A = R K L S C P (6)
dimana :
A adalah banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar per tahun
R adalah factor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan
indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan
total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30), tahunan.
K adalah factor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R)
untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu
petak percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22 meter) terletak
pada lereng 9% tanpa tanaman.
L adalah factor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah
dengan suatu panjang lereng 72,6 kaki (22 meter) di bawah
keadaan yang identik.
S adalah factor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang
terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu,terhadap
besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah
keadaan yang identik.
C adalah factor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu
nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi
penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap
besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman.
D adalah factor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah
antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan
konservasi khusus seperti pengolahan menurut kontur,
penanaman dalam strip atau terras terhadap besarnya erosi
dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang
identik.
GAMBAR.3
Skema Persamaan USLE
PENGELOLAAN LAHAN
PENGELOLAAN TANAMAN
CPL.SKR=
BESARNYA EROSI YANG
AKAN TERJADI ADALAH FUNGSI :
ENERGI
HUJAN
SIFAT TANAH PENGELOLAAN
KEMUNGKINANEROSI TANAH
KEKUATANPERUSAK
HUJAN
A
Tabel 7.7 Kode Struktur Tanah
Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter) Kode
- Granuler sangat halus (< 1 mm)
- Granuler halus (1 sampai 2 mm)
- Granuler sedang sampai kasar ( 2 sampai 10 mm)
- Berbentuk blok,blocky,plat,massif
1
2
3
4
Tabel 7.8 Kode Permeabilitas Profil Tanah
Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode
- Sangat Lambat
- Lambat
- Lambat – sedang
- Sedang
- Sedang – cepat
- Cepat
< 0,5
0,5 - 2,0
2,0 - 6,3
6,3 - 12,7
12,7 - 25,4
> 25,4
6
5
4
3
2
1
Romkens, Roth dan Nelson (1977) menunjukkan pentingnya peranan
Al2O3 dan Fe2O3 dalam mempengaruhi nilai K. Dari penelitian mereka terhadap
sejumlah tanah didapatkan untuk lapisan bawah tanah (subsoil) hubungan sebagai
berikut :
K = 0,004 + 0,00023 M – 0,108 (% Al2O3 + Fe2O3) (8)
dan :
K = 0,705 – 0,019 Clay + 0,112 % (Bahan Amorf) (9)
dimana K adalah erodibilitas lapisan bawah tanah, M adalah (% debu + pasir sangat
halus) x (debu + pasir), dan Clay adalah % liat.
Panjang lereng diukur dari tempat mulai terjadinya aliran air di atas
permukaan tanah sampai ke tempat mulai terjadinya pengendapan disebabkan oleh
berkurangnya kecuraman lereng atau ke tempat aliran air di permukaan tanah
masuk ke dalam saluran. Data percobaan lapangan menunjukkan bahwa besarnya
erosi persatuan luas berbanding dengan pangkat panjang lereng. Oleh karena nilai L
adalah nisbah besarnya erosi dari suatu lereng terhadap besarnya erosi dari lereng
dengan panjang 22 meter, maka nilai L dapat dinyatakan sebagai berikut :
L = (X/22)m (10)
Dimana X adalah panjang lereng dalam meter, dan m adalah konstanta yang
besarnya sama dengan 0,5 untuk lereng yang kecuramannya lebih dari 5 %, 0,4
untuk lereng 3,5 sampai 4,5 %, 0,3 untuk kecuraman lereng 1 – 3% dan 0,2 untuk
lereng < 1%. Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa nilai eksponen panjang
lereng yang didapat dari data percobaan lapangan mungkin akan memberikan angka
laju erosi yang terlalu tinggi jika dipergunakan untuk lereng yang demikian panjang
jarang sekali memiliki kecuraman yang seragam, dan ketidak seragaman ini akan
mempengaruhi pengangkutan tanah ke bagian bawah lereng. Besarnya erosi
meningkat lebih besar dibandingkan dengan aliran permukaan jika kecuraman
lereng bertambah. Kecuraman lereng dinyatakan dalam derajat sudut lereng atau
persen. Lereng 100% bersudut lereng 450. Kecuali untuk beberapa hal, di dalam
ilmu tanah kebanyakan lereng dinyatakan dalam persen. Nilai factor S di dalam
persamaan USLE dihitung dengan persamaan :
S = 65,41 Sin2 + 4,56 Sin2 + 0,065 (11)
Dimana adalah sudut lereng (derajat). Jika dipergunakan kecuraman lereng dalam
persen maka persamaan factor S menjadi :
(12)
dimana s adalah kecuraman lereng dalam persen. Persamaan (11) dan (12)
dikembangkan dari data percobaan pada lereng-lereng < 20%. Untuk lereng > 20%
seberapa besar penyimpangan belum banyak diselidiki.
Dalam prakteknya nilai L dan nilai S dihitung sekaligus berupa factor LS.
LS adalah rasio antara besarnya erosi dari sebidang tanah dengan panjang lereng
dan kecuraman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang terletak pada lereng
dengan panjang 22 meter dan kecuraman 9%. Nilai LS untuk suatu tanah dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
LS = (13)
Dimana X adalah panjang lereng dalam meter dan s adalah kecuraman lereng dalam
persen. Nilai LS dapat juga diperoleh dengan menggunakan nomograf seperti
tertera pada Gambar.4.
Faktor C dalam USLE adalah nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang
tidak ditanami dan diolah bersih. Faktor ini mengukur pengaruh bersama jenis
tanaman dan pengelolaannya. Nilai factor C dipengaruhi oleh banyak peubah yang
dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu peubah-peubah alami dan peubah-
peubah yang dipengaruhi oleh system pengelolaan. Peubah alami terutama adalah
iklim dan fase pertumbuhan tanaman. Daya guna tanaman dalam mencegah erosi
meningkat sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman secara bertahap. Untuk
keperluan praktis fase pertumbuhan tanaman dibagi sebagai berikut :
- Fase F : Saat pengolahan tanah pertama : pembalikan tanah sampai
pengolahan kedua.
- Fase SB : Pengolahan kedua untuk persiapan menanam bibit sampai
tanaman berkembang mencapai 10% penutupan
tajuk.
- Fase I : Akhir fase SB sampai perkembangan tajuk menutupi 50%
(untuk kapas35 % penutupan tajuk).
- Fase II : Akhir fase I sampai perkembangan tajuk menutupi 75%
(60% untuk kapas).
- Fase III : Akhir fase II sampai panen (dapat diperinci : 80, 90,
96, 100% penutupan tajuk).
- Fase IV : (Sisa-sisa tanaman atau rumpun yang telah dipotong) :
dari panen sampai pengolahan berikutnya.
Peubah-peubah yang dipengaruhi oleh keputusan pengelolaan
adalah tajuk tanaman, mulsa sisa-sisa tanaman, sisa-sisa tanaman yang
dibenamkan ke dalam tanah, pengolahan tanah, pengaruh residual
pengelolaan tanah, dan interaksi antara peubah-peubah tersebut. Setiap
peubah tersebut dapat diperlakukan sebagai subfaktor yang mempunyai
pengaruh sendiri-sendiri yang nilainya adalah nisbah antara besarnya erosi di
bawah peubah-peubah tersebut terhadap besarnya erosi tanpa peubah
tersebut. Nilai C adalah produk semua subfaktor.
Tajuk tanaman. Daun dan cabang-cabang tanaman yang tidak
langsung menyentuh tanah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap jumlah
dan kecepatan aliran permukaan. Besar kecilnya pengaruh tersebut
ditentukan oleh tinggi dan kerapatan tajuk.
Mulsa sisa-sisa tanaman. Sisa-sisa tanaman yang disebarkan di
atas permukaan tanah sebagai mulsa lebih efektif dalam pencegahan erosi
dari pada tajuk yang sama persentase penutupan tanahnya. Mulsa mencegah
butir-butir hujan yang jatuh demikian dekatnya dari permukaan tanah
sehingga energi tumbuknya praktis sama dengan nol. Selain dari pada itu
mulsa juga menghambat aliran permukaan sehingga mengurangi kecepatan
dan kapasitas angkut aliran permukaan. Dari berbagai penelitian, hubungan
antara banyaknya mulsa yang disebar secara merata di atas permukaan tanah
dengan persentase penutupan tanah tertera pada Gambar 5.
Dari berbagai hasil penelitian nilai factor C untuk berbagai
tanaman dan pengelolaan tanaman dapat dilihat pada Tabel.9.
Menurut definisi factor P adalah nisbah besarnya erosi dari tanah
dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah
yang diolah menurut arah lereng. Termasuk dalam tindakan konservasi
adalah penanaman dalam strip, pengolahan tanah menurut kontur, guludan
dan terras. Nilai P untuk beberapa tindakan konservasi khusus tertera pada
Tabel 10 dan Tabel 11.
Dalam keadaan tanah terbuka tanpa tanaman dan tanpa tindakan
konservasi khusus persamaan (6) menjadi :
A = R K L S (14)
Dalam keadaan ini pengaruh tanaman dan tindakan konservasi terhadap erosi
tidak ada dan nilai C dan P masing-masing sama dengan satu. Persamaan
(14) memprediksi besarnya erosi potensial yang akan terjadi dari sebidang
tanah.
Besarnya erosi yang akan terjadi dalam keadaan sebenarnya yaitu
tanah bertanaman dengan atau tanpa tindakan konservasi maka besarnya
erosi yang didapat dengan memasukkan nilai semua factor ke dalam
persamaan (6), disebut erosi “actual”. Untuk setiap jenis tanaman atau pola
tanam dengan tindakan konservasi tertentu besarnya erosi yang terjadi dapat
diprediksi. Jika besarnya yang akan terjadi dari perhitungan persamaan
USLE tersebut lebih besar dari nilai T maka factor C atau P atau keduanya
harus dirubah yang berarti merubah jenis tanaman dan pola tanam dan/atau
tindakan konservasi tanah sehingga nilai AT.
Sebagai contoh, sebidang tanah Podsolik Merah Kuning
(Tropudult) terletak di daerah Pekalongan Lampung Tengah, dengan lereng
15% dan ditanami dengan padi-jagung-kacang tanah secara berurutan. Nilai
R daerah ini adalah 1200 (Suwardjo, 1981) dengan nilai K sebesar 0,32
Kemiringan 15% mempunyai nilai S, menurut persamaan (12) :
Tabel 9 Nilai Faktor C (Pengelolaan Tanaman).
No Jenis Tanaman Nilai C1 Tanah terbuka / tanpa tanaman 1,02 Sawah 0,013 Tegalan tidak dispesifikasi 0,74 Ubi Kayu 0,805 Jagung 0,706 Kedelai 0,3997 Kentang 0,408 Kacang tanah 0,209 Padi 0,56110 Tebu 0,2011 Pisang 0,6012 Akar wangi (sereh wangi) 0,4013 Rumput Bede (tahun pertama) 0,28714 Rumput Bede (tahun kedua) 0,00215 Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2016 Talas 0,8517 Kebun campuran : - Kerapatan tinggi 0,10
- Kerapatan sedang 0,20 - Kerapatan rendah 0,50
18 Peladangan 0,4019 Hutan alam : - Serasah banyak 0,001
- Serasah kurang 0,00520 Hutan produksi : - Tebang habis 0,5
- Tebang pilih 0,221 Semak belukar / padang rumput 0,322 Ubikayu + Kedelai 0,18123 Ubikayu + Kacang tanah 0,19524 Padi – Sorghum 0,34525 Padi – Kedelai 0,41726 Kacang tanah + Gude 0,49527 Kacang tanah + Kacang tunggak 0,57128 Kacang tanah + Mulsa jerami 4 ton / ha 0,04929 Padi + Mulsa jerami 4 ton / ha 0,09630 Kacang tanah + Mulsa jagung 4 ton / ha 0,12831 Kacang tanah + Mulsa Crotalaria 3 ton / ha 0,13632 Kacang tanah + Mulsa kacang tunggak 0,25933 Kacang tanah + Mulsa jerami 2 ton / ha 0,37734 Padi + Mulsa Crotalaria 3 ton / ha 0,38735 Pola tanam tumpang gilir **) + Mulsa jerami 0,07936 Pola tanam berurutan ***) + Mulsa sisa tanaman 0,35737 Alang-alang murni subur 0,001*) Data Pusat Penelitian Tanah (1973 - 1981 tidak dipublikasikan)
**) Pola tanam tumpang gilir : jagung + padi + ubikayu setelah panen padi ditanami kacang tanah.
***) Pola tanam berurutan : padi – jagung – kacang tanah.
Tabel 10. Nilai Faktor P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah Khusus.
No Tindakan khusus konservasi tanah Nilai P1. Terras bangku1)
- Konstruksi baik 0,04 - Konstruksi sedang 0,15 - Konstruksi kurang baik 0,35 - Terras tradisional 0,40
2. Strip tanaman rumput Bahia 0,40
3. Pengolahan tanah dan Penanaman menurut garis kontur :- Kemiringan 0 – 8% 0,50- Kemiringan 9 – 20 % 0,75- Kemiringan lebih dari 20% 0,90
4. Tanpa tindakan konservasi 1,00Catatan : 1) Konstruksi terras bangku dinilai dari kerataan dasar terras dan keadaan talud terras.
Tabel 11 Nilai Faktor P dan Batas Panjang Lereng untuk Penanaman Dalam Strip (A), Penanaman/Pengolahan Menurut Kontur (B) dan Terras Berdasarkan Lebar (C) (Wischmeier dan Smith, 1978).
KemiringanTanah (%)
(A) (B) (C)(1) (2) P (2) P P
1 – 2 40 240 0,30 120 0,60 0,123 – 5 30 180 0,25 90 0,50 0,106 – 8 30 120 0,25 60 0,50 0,109 – 12 24 70 0,30 36 0,60 0,1213 – 16 24 48 0,35 24 0,70 0,1417 – 20 18 36 0,40 18 0,80 0,1621 – 25 15 30 0,45 15 0,9 0,18
Keterangan : - (1) = Lebar strip (m); (2) = Panjang lereng maksimum (m); P = Nilai
Faktor P
- Penanaman Dalam Strip antara tanaman semusim dengan rumput (dengan
ratio pergiliran : 4 – 2).
Oleh karena panjang lereng tidak disebutkan dapat kita anggap nilai L = 1,0. Nilai C
untuk pola tanam padi – jagung – kacang tanah berurutan adalah 0,357 (Tabel 9), dan
oleh karena tidak ada tindakan konservasi tanah, maka nilai P = 1,0. Dengan
mempergunakan persamaan USLE, persamaan (6), akan kita dapat :
A = 1200 x 0,32 x 1,0 x 2,2 x 0,357 x 1,0
= 301,6 ton/ha/tahun.
Jadi besarnya erosi yang akan terjadi dari tanah tersebut adalah 301,6 ton/ha/tahun. Jika
tanah tersebut dalam dan terletak diatas substrata yang telah melapuk, maka nilai T dapat
ditetapkan sebesar 2,5 mm/tahun, yang dengan Berat Volume sebesar 1,2 gr/cc adalah
ekivalen dengan 30 ton/ha/tahun. Dengan demikian besarnya erosi yang akan terjadi (A)
yaitu sebesar 301,6 ton/ha/tahun. Artinya tanaman dan pola tanam serta tindakan
konservasi pada tanah tersebut belum cukup untuk mencegah atau menekan erosi sampai
pada tingkat yang tidak membahayakan. Untuk menjaga agar kerusakan tanah tidak
terjadi dan tanah dapat dipergunakan secara lestari, nilai A harus ditekan menjadi sama
atau lebih kecil dari 30 ton/ha/tahun dengan mencari dan menerapkan tanaman/pola
tanam (C) dan tindakan konservasi tanah (P) yang sesuai dengan cara :
Jadi untuk menekan erosi menjadi sama atau lebih kecil dari 30 ton/ha/tahun harus
dipergunakan/diusahakan tanaman/pola tanaman yang mempunyai nilai C 0,036 atau
tindakan konservasi tanah dengan nilai P 0,036. Jika tanah tersebut masih ingin
dipertahankan pada tanaman dan pola tanam seperti semula harus diterapkan tindakan
konservasi. Pada Tabel.10 hanya terras bangku dengan konstruksi sedang dan baik yang
dapat memenuhi syarat tersebut, yaitu CP < 0,036. Jika pada tanah tersebut dengan pola
tanaman semula dan dibuat terras bangku dengan konstruksi baik (P = 0,04) maka
besarnya erosi yang akan terjadi (A) :
A = 1200 x 0,32 x 1,0 x 2,2 x (0,357 x 0,04)
= 12,1 ton/ha/tahun
= 1 mm/tahun
Jadi besarnya erosi yang akan terjadi dari tanah tersebut yang diterras dengan
tanaman/pola tanam yang semula akan mengalami erosi sebesar 12,1 ton/ha/tahun atau 1
mm/tahun yang jauh lebih kecil dari nilai T sebesar 30 ton/ha/tahun atau 2,5 mm/tahun.
Dengan demikian tanah tersebut tidak akan mengalami kerusakan dan tetap dapat
berproduksi secara lestari.
Untuk suatu areal yang luas atau suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
mungkin mempunyai erosivitas hujan, tanah, kecuraman lereng, panjang lereng,
penggunaan tanah/pola tanam dan tindakan konservasi tanah yang bermacam-macam
maka untuk setiap segmen harus ditetapkan besarnya sediment total atau per hektar yang
terbawa oleh sungai dari DAS tersebut, maka besarnya erosi (Y) pada Tabel 12 dikalikan
dengan NSP (Nisbah Pelepasan Sedimen).
Tabel 12 Prosedur Prediksi Besarnya Erosi dari Suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sub DAS/
Sub-sub DAS/
Segmen
R
K
L S C P A Luas (Ha)
Erosi
Total
(Ton/th)
1 R1 K1 L1 S1 C1 P1 A1 15 15 A1
2 R1 K1 L2 S1 C2 P1 A2 30 30 A2
3 R1 K2 L1 S2 C1 P2 A3 50 50 A3
4 R2 K3 L2 S2 C3 P3 A4 30 30 A4
5 R2 K5 L5 S5 C5 P5 A5 25 25 A5
Jumlah - - - - - - - 150 Y
Catatan : 1) Erosi total dari DAS sebesar Y adalah jumlah erosi total masing-masing
bagian.
2) Nilai A rata-rata DAS adalah (Y/150) ton/ha/th.
Persamaan USLE sampai sekarang masih umum dan luas dipergunakan untuk
memprediksi besarnya erosi yang akan terjadi dari sebidang tanah. Usaha dan penelitian
untuk meningkatkan keandalan metoda ini masih terus dilakukan. Berbagai kelemahan
dan penyalahgunaan persamaan USLE telah banyak diungkapkan (Wischmeier,1976).
Beberapa saran perubahan telah diajukan terhadap model USLE dengan tujuan
memperbaiki keragamannya untuk kondisi khusus tertentu (Renard, Sinanton dan
Osborn, 1974; Williams,1975).
3. Model kotak putih
Pendekatan yang paling mendekati model kotak putih untuk prediksi sediment
adalah Model Sedimen Stanford (Negev,1967) yang merupakan tambahan Model
DAS Stanford IV untuk memprediksi aliran permukaan. Model DAS Stanford IV
telah dicoba dipergunakan untuk Sub-DAS Genteng, Jawa Tengah, oleh Multilaksono
(1987). Curah hujan, aliran air di atas permukaan tanah dan aliran dalam saluran
merupakan masukan terhadap model dan keluaran terdiri atas sediment yang diangkut
dari lereng oleh aliran air di atas permukaan tanah dan sediment yang diangkut dari
alur,erosi parit dan saluran. Pelaksanaan model tersebut didasarkan pada beberapa
fungsi yang menggambarkan proses dalam system erosi,dan dinyatakan dalam
persamaan-persamaan. Sampai saat ini model ini belum dipergunakan secara
operasional.
4. Model deterministic
Model-model deterministic didasarkan atas hokum konservasi massa dan energi.
Pada umumnya model-model tersebut mempergunakan persamaan differensial khusus
yang dikenal sebagai persamaan kontinuitas yang merupakan pernyataan konservasi
materi sewaktu bergerak melalui ruangan selama suatu waktu. Persamaan tersebut
dapat dipergunakan untuk erosi tanah dari bagian-bagian atau segmen kecil dari suatu
lereng sebagai berikut. Terdapat masukan materi ke dalam suatu segmen sebagai hasil
pelepasan butir-butir tanah pada segmen tersebut dan masukan sediment dari bagian
di sebelah atasnya. Terdapat keluaran material melalui proses pengangkutan oleh
percikan hujan (rain splash) dan aliran permukaan. Jika proses pengangkutan
mempunyai kapasitas untuk mengeluarkan semua material, maka akan terdapat
kehilangan tanah dari segmen tersebut. Jika kapasitas transport tidak cukup, maka
akan terdapat pertambahan bahan segmen tersebut. Jadi pada suatu segmen lereng
akan terjadi proses :
Masukan – Keluaran = Kehilangan atau Penambahan Material
Pendekatan ini dipergunakan oleh Meyer dan Wischmeier (1969) dalam model
matematik yang dirancang untuk menstmulasi erosi sebagai suatu proses dinamik.
Secara skematik pendekatan tersebut digambarkan dalam bagan aliran yang tertera
pada Gambar 6. Pelaksanaan model tersebut menggunakan empat persamaan yang
menggambarkan (1) pelepasan butir-butir tanah oleh curah hujan (detachment by
rainfall), (2) pelepasan butir-butir tanah oleh aliran permukaan (detachment by
runoff), (3) kapasitas angkut curah hujan dan (4) kapasitas angkut aliran permukaan.
Penjelasan keempat persamaan adalah sebagai berikut :
Pelepasan butir-butir tanah oleh curah hujan (DR) adalah fungsi luas areal dan
intensitas hujan :
DR = k1 A.I2
Di mana A adalah luas areal, I adalah intensitas hujan dalam inci per jam dan k
adalah konstanta yang besarnya dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah.
Pelepasan butir-butir tanah oleh aliran permukaan (DF) adalah fungsi luas areal,
lereng permukaan tanah dan aliran permukaan yang dinyatakan dalam persamaan
berikut :
DF = k2 A ½ (Ss2/3 Qs2/3 + Se
2/3 Qe2/3) (16 )
Dimana k2 adalah konstanta yang dipengaruhi oleh sifat tanah, Ss adalah kecuraman
lereng dalam persen di pangkal segmen, Qs adalah laju aliran permukaan di pangkal
segmen, Se adalah kecuraman lereng di ujung bawah segmen dan Qe adalah laju
aliran di ujung bawah segmen.
Kapasitas pengangkutan curah hujan (TR) dipengaruhi oleh kecuraman lereng dan
intensitas hujan yang dinyatakan dalam persamaan berikut :
TR = k3 S.I (17 )
Dimana k3 adalah konstanta yang dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, S adalah
kecuraman lereng, dan I adalah intensitas hujan.
Kapasitas pengangkutan aliran permukaan (Tf) dipengaruhi oleh kecuraman
lereng dan laju aliran yang dinyatakan dalam persamaan :
Tf = k4 S5/3Q5/3 (18 )
Dimana k4 adalah konstanta yang dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, S adalah
kecuraman lereng, dan Q adalah laju aliran permukaan.
Untuk mengkomputasi air dan tanah mulai dari bagian atas sampai bagian bawah
lereng berdasarkan konservasi massa telah dikembangkan program komputernya.
Keempat subproses dari proses erosi seperti terlihat pada Gambar 6 dievaluasi untuk
setiap segmen sepanjang lereng. Untuk setiap segmen, tanah yang tersedia untuk
tererosi adalah bagian tanah yang telah terlepas pada bagian itu oleh curah hujan dan
oleh aliran permukaan (DR + DF) ditambah material yang terbawa dari bagian di
sebelah atasnya. Jumlah dibandingkan dengan kapasitas angkut di ujung bagian
tersebut (TR + TF). Jika jumlah seluruh tanah yang telah terlepas dan tersedia untuk
diangkut (DR + DF) kurang dari kapasitas angkut total (TR + TF), maka jumlah tanah
yang tersedia adalah merupakan factor pembatas pada bagian lereng tersebut dan
beban sediment yang terangkut ke bagian di sebelah bawahnya sama dengan jumlah
material tersedia. Akan tetapi, jika jumlah kapasitas angkut (TR + TF) lebih kecil dari
jumlah kecil tanah yang tersedia untuk tererosi (DR + DF), maka pengangkutan adalah
factor pembatas dan besarnya beban sediment adalah sama dengan kapasitas angkut.
DR = k1.A.I2
DF = k2.A.1/2 (Ss 2/3Qs2/3 +Se
2/3Qe2/3)
TR = k3.S.I
TF = k4.S5/3Qw5/3
A = luas areal; I = intensitas hujan; S = kemiringan lereng;
Qw = aliran permukaan; k = konstanta.
Gambar 6 Bagan Aliran Model Proses Erosi oleh Air (Meyer dan Wischmeier, 1969).
Tanah dari bagian atas lereng
DRPelepasan oleh curah
hujan
DFPelepasan oleh aliran permukaan
TRKapasitas
angkut curah hujan
TFKapasitas
angkut aliran permukaan
Tambahan pelepasan
Jumlah seluruh tanah yang dilepaskan
Jumlah kemampuan transportBandingkan
Tanah terangkut kebagian bawah lereng
Jika DR + DF < TR + TF Jika TR + TF < DR + DF
7.2 Evaluasi Ancaman Erosi dan Pengukuran Erosi
Evaluasi erosi bertujuan untuk mengetahui potensi atau bahaya erosi suatu
wilayah atau bidang tanah dan mengetahui tingkat atau besarnya erosi yang telah
terjadi. Evaluasi dengan tujuan untuk mengetahui potensi erosi atau ancaman aerosi
tersebut disebut evaluasi potensi erosi atau evaluasi ancaman erosi. Evaluasi untuk
mengetahui besarnya erosi yang telah terjadi tersebut disebut pengukuran erosi.
1. Evaluasi Potensi Erosi
Evaluasi potensi erosi dapat dilakukan pada semua tingkat pengamatan yaitu
makro,meso dan mikro. Pengamatan tingkat makro adalah evaluasi potensi erosi
regional, pengamatan tingkat meso adalah evaluasi potensi erosi lakal, dan
pengamatan tingkat mikro merupakan evaluasi lapangan setempat. Dari berbagai
penelitian dapat disimpulkan bahwa perbedaan-perbedaan regional secara luas dalam
potensi erosi disebabkan terutama oleh iklim, perbedaan local merupakan
manisfestasi iklim, relief dan tanah, sedangkan perbedaan-perbedaan pada tingkat
lapangan setempat merupakan manisfestasi perbedaan-perbedaan dalam jenis
tanaman/pengelolaan tanaman, lereng dan tindakan konservasi yang digunakan.
Tingkat makro. Evaluasi potensi erosi tingkat makro merupakan evaluasi umum
suatu wilayah yang luas yang meliputi satu pulau atau wilayah nasional dilakukan
dengan menggunakan peta skala 1 : 1.000.000 dan lebih kecil. Evaluasi tingkat makro
didasarkan pada umumnya pada analisa factor iklim. Erosivitas hujan yang
dinyatakan sebagai nilai R(EI) oleh Wischmeier dan Smith (1958), KE > 25
(Hudson,1971), atau indeks AIm(La1,1975,1977) dapat dipergunakan.
Fourier(1960,dalam Morgan,1980) menggunakan nilai p2/P sebagai parameter hujan
yang menunjuk potensi erosi suatu wilayah (p=curah hujan bulanan rata-rata yang
tertinggi, P=curah hujan tahunan rata-rata). Dengan menggambarkan nilai-nilai
erositas hujan tersebut berupa garis-garis isoeroden dalam interval tertentu dapat
ditunjukkan daerah-daerah yang mempunyai potensi erosi sangat tinggi,tinggi,sedang
(rata-rata),rendah dan sangat rendah.
Tingkat meso. Evaluasi potensi erosi tingkat meso merupakan evaluasi potensi
erosi yang meliputi areal lebih kecil seperti suatu DAS, Sub-DAS, Propinsi,
Kabupaten atau Kecamatan, dengan menggunakan peta dasar skala 1 : 20.000 sampai
1 : 500.000. Jadi evaluasi tingkat meso dapat berupa evaluasi semi detail sampai
evaluasi tinjau. Faktor-faktor yang dianalisa adalah iklim,topografi dan tanah. Ada
dua cara evaluasi tingkat meso, yaitu (1) mempergunakan persamaan prediksi seperti
USLE dan (2) menggunakan Klasifikasi Kemampuan Lahan.
Persamaan USLE seperti dikemukakan pada persamaan (6) dipergunakan dengan
menganggap factor-faktor C dan P masing-masing bernilai sama dengan satu yaitu
jika tidak ada tumbuhan penutup tanah dan tidak ada tindakan konservasi tanah,
sehingga menjadi :
A = RKLS (39 )
Dengan persamaan (39 ) ditetapkan besarnya erosi potensial untuk setiap bagian dari
suatu wilayah.
Tingkat mikro. Evaluasi potensi tingkat mikro merupakan evaluasi erosi potensial
meliputi suatu areal yang lebih sempit yaitu satu bidang tanah. Evaluasi ini dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai metode prediksi erosi, seperti USLE.
Selanjutnya bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya (Ancaman) Erosi yang
didefinisikan sebagai berikut (Hammer,1981) :
dimana T adalah besarnya erosiyang masih dapat dibiarkan. Indeks Bahaya Erosi
dikelompokkan sebagai tertera pada Tabel 14.
Tabel 14 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer,1981)
Nilai Indeks
Bahaya ErosiHarkat
< 1,0 Rendah
1,01 – 4,0 Sedang
4,01 – 10,0 Tinggi
> 10,01 Sangat Tinggi
2. Pengukuran Erosi
Berbagai cara dapat dipergunakan dalam pengukuran erosi. Beberapa metode
bertujuan mengukur seluruh erosi (accumulated erosion) yang telah terjadi dalam
masa yang lama; lainnya mengukur erosi yang telah terjadi oleh satu kejadian hujan
atau masa tertentu. Pengukuran pelepasan atau penghancuran agregat tanah juga
mungkin dilakukan.
Pengukuran penghancuran agregat. Pelepasan butir-butir primer dari agregat
tanah (detachment) oleh percikan hujan dapat diukur di lapangan dengan alat vertical
splash boards atau dengan menggunakan bejana pengumpul yang dibenamkan dalam
tanah.
Pengukuran erosi untuk suatu kejadian hujan atau masa tertentu. Untuk dapat
dipergunakan (1) pengukuran erosi petak kecil, (2) Daerah Aliran Sungai (DAS), (3)
survey reservoir, (4) penggunaan tongkat pengukur dan (5) survey tanah.
(1) Petak kecil. Petak kecil, yang biasanya berukuran satu meter persegi,
dipergunakan untuk mendapatkan hubungan antara besarnya erosi dengan sifat-
sifat fisik tanah atau penutup tanah untuk suatu tipe tanah dengan tanaman
penutup tertentu atau sisa-sisanya. Petak yang dipergunakan umumnya demikian
kecilnya sehingga semua aliran permukaan yang terjadi pada suatu hujan dapat
ditampung dalam suatu tanki yang dipasang di ujung bagian bawah petak
tersebut. Penggunaan petak kecil di lapangan biasanya dilakukan dengan
menggunakan hujan tiruan, dengan simulator hujan. Di laboratorium juga sering
dipergunakan petak kecil berupa bak berbingkai untuk tempat tanah yang akan
diteliti.
Petak yang lebih besar, yang memungkinkan proses erosi yang lengkap
seperti erosi alur dan lembar terjadi sehingga lebih menyerupai keadaan sebenarnya,
dipergunakan dalam penelitian untuk mengembangkan model USLE. Panjang petak
adalah 22 m dengan lebar bervariasi antara 2 sampai 4 meter. Di ujung bawah petak
dipasang tanki penampungan air dan tanah yang tererosi. Penggunaan petak yang
lebih besar ini mempunyai keuntungan lebih dari petak kecil, yaitu dapat
menghilangkan pengaruh tepid an meliputi berbagai bentuk erosi.
(2) Daerah Aliran Sungai (DAS). Pengukuran erosi biasanya dilakukan baik pada
DAS kecil maupun pada DAS besar.
Pengukuran erosi dan aliran permukaan dari DAS kecil yang berukuran antara 2
sampai 5 hektar dipergunakan untuk mempelajari pengaruh berbagai metode
konservasi tanah dan jenis tanaman terhadap aliran permukaan dan erosi. DAS kecil
adalah tempat yang terbaik untuk mengevaluasi suatu system konservasi atau untuk
menguji suatu model. Pengukuran aliran permukaan dilakukan dengan memasang
Parshall flume dan pengukuran tinggi air otomatis untuk DAS yang datar atau
menggunakan H-flume dan pengukuran tinggi air otomatis untuk DAS yang berlereng
lebih curam. Pada DAS yang besar pengukuran debit dilakukan dengan mengalikan
kecepatan air dengan luas penampang sungai. Pengukuran hasil sediment dilakukan
dengan mengambil contoh air dalam interval tertentu. Secara terinci alat-alat
pengukuran dapat dilihat dalam USDA Agricultural Handbook 224 (Brackenseik,
Osborn and Rawls, 1979).
Banyaknya sediment yang terbawa oleh sungai yang mengalir keluar dari suatu
DAS yang luas dapat memberikan gambaran tentang laju erosi yang terjadi di dalam
DAS tersebut. Pengukuran demikian ini sudah sejak lama dilakukan pada berbagai
sungai di Indonesia. Dengan pengukuran ini yang terukur adalah sediment yang
tersuspensi, sedangkan bagian yang bergerak di dasar sungai (bedload) tidak terukur.
Pengukuran kandungan sediment dilakukan secara manual atau dengan menggunakan
alat yang bekerja secara otomatis mengambil contoh air sungai (American Society of
Civil Engineers, 1975; World Meteorological Organization, 1981). Pengambilan
contoh dilakukan dalam interval waktu tertentu, yaitu minggu, hari atau jam
tergantung dari fluktuasi kandungan sediment yang terjadi. Pengukuran kandungan
terus menerus dilakukan dengan alat pemompa otomatis (Flemming, 1969;
Braben,1981), atau pengukuran nuklir (nuclear probe) (Tazioli,1981). Data yang
didapat dari pengukuran konsentrasi sediment air sungai dikalikan dengan debit
sungai sesuai dengan waktu pengukuran akan memberikan gambaran hasil sediment
dalam suatu waktu yang panjang, seperti sebulan atau setahun. Jika terdapat data
konsentrasi sediment yang terbatas untuk menghitung hasil sediment dalam waktu
yang lebih panjang dipergunakan teknik rating curve (Campbell and Bauder,1940;
Miller,1951; Walling,1977). Untuk memperkirakan besarnya erosi yang terjadi di
dalam DAS, maka nilai hasil sediment dibagi dengan NPS (SDR).
Survei sediment (pengendapan) reservoir (waduk,danau) dapat dipergunakan untuk
menentukan hasil sediment dari suatu DAS yang masuk kedalam reservoir tersebut.
Dengan memperkirakan tebalnya endapan pada berbagai tempat di reservoir dapat
ditetapkan volume sediment (Rausch dan Heinemann,1976). Melalui penetapan
Berat-Volume contoh sediment ditetapkan berat total sediment. Selanjutnya dengan
menggunakan nilai efisiensi perangkap reservoir tersebut dapat ditentukan banyaknya
sediment (hasil sediment) yang masuk ke dalam reservoir yaitu sediment yang berasal
dari DAS disebelah atasnya. Hasil sediment per tahun dari DAS tersebut ditetapkan
dengan membagi waktu (tahun) mulainya sedimentasi terjadi.Untuk mendapatkan
besarnya erosi yang terjadi pada DAS tempat sumber air reservoir tersebut, nilai hasil
sediment yang didapat tadi dibagi dengan SDR (NPS) untuk DAS tersebut.
(3) Tongkat pengukur yang ditancapkan ke dalam tanah dapat dipergunakan untuk
mengukur besarnya erosi yang terjadi untuk suatu masa. Tongkat pengukur dapat
berupa batangan besi atau kayu yang diberi tanda batas permukaan tanah dapat
diketahui. Sebagai pengganti batangan besi atau kayu yang diberi tanda batas
permukaan tanah pada waktu dibenamkan dan setelah waktu tertentu penurunan
permukaan tanah dapat diketahui. Sebagai pengganti batangan besi atau kayu
dapat juga dipergunakan botol yang dibenamkan terbalik. Pengukuran erosi
dengan tongkat pengukur sangat kasar, oleh karena perbedaan batas permukaan
tanah mungkin baru terbaca setelah mencapai lebih dari 0,5 cm atau setelah
terjadi erosi lebih dari 50 ton selama masa pengamatan.
(4) Survei tanah. Dalam survey pemetaan tanah, tingkat kerusakan tanah oleh erosi
seringkali perlu ditetapkan dan dipetakan, yang akan dipergunakan untuk tujuan-
tujuan tertentu. Untuk menetapkan tingkat erosi suatu tanah perlu dibuat suatu
standar atau norma bagi tiap tanah. Dalam lingkungan alami tiap horizon dan
kedalaman tanah mempunyai sifat-sifat tebal tertentu. Sifat-sifat ini bila
diketahui dengan tepat, akan merupakan alat penetapan tingkatkerusakan tanah
yang ampuh. Untuk tanah yang mempunyai sifat-sifat horizon yang jelas,
perubahan-perubahan yang terjadi oleh erosi mudah diketahui, sehingga dengan
tepat dapat ditentukan tingkat kehilangan tanah yang telah terjadi. Tingkat erosi
atau kelas erosi, ditentukan berdasarkan tebalnya horizon A atau lapisan atas
yang hilang (Soil Survey Staff,1951). Survey tingkat erosi dapat dilakukan
dalam berbagai tingkat ketelitian survey tanah, yaitu detail, semi detail, tinjau
dan eksplorasi.