predator
DESCRIPTION
predatorTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas keamanan makanan telah menjadi perhatian masyarakat pada
beberapa tahun terakhir karena relevansinya dengan industri makanan. Sifat
makanan yang mudah rusak atau tidak tahan lama menyebabkan produsen
menggunakan bahan pengawet pada makanan. Salah satu bahan yang sering
digunakan adalah boraks. Boraks merupakan garam Natrium Na2 B4O7 10H2O
yang awalnya banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya
industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Daya pengawet yang kuat dari
boraks berasal dari kandungan asam borat dan boron di dalamnya (Manurung,
2012)
Penyalahgunaan boraks sebagai bahan pengawet makanan banyak
ditemukan di Indonesia. Hasil uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Jawa dan Bali menunjukka 54,29 % produk makanan yang beredar di pasaran
mengandung boraks (BPOM, 2006). Bahaya penyalahgunaan boraks sebagai
bahan pengawet makanan perlu ada perhatian khusus, karena penggunaan boraks
pada dapat menyebabkan penumpukan pada otak, hati, lemak dan ginjal.
Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan
ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan,
radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian, gangguan sistem
reproduksi, menimbulkan iritasi pada lambung, kulit merah, dan mengelupas,
serta menimbulkan gangguan pada hati, ginjal dan testes (Yoza, 2009).
Karena itu, untuk menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang tidak
aman dikonsumsi atau berbahaya bagi kesehatan perlu diadakan usaha keamanan
pangan. Hal tersebut dilandasi ambang batas yang telah ditetapkan International
Programme on Chemical Safety (IPCS) terhadap penggunaan boraks dalam
makanan yaitu sebesar 1 gr/1 kg pangan. Dalam dosis tinggi, boraks dalam tubuh
manusia dapat meyebabkan muntah, pusing, mencret, kram perut, dan lain-lain.
Pada anak kecil dan bayi, boraks sebanyak 5 gram dalam tubuhnya dapat
mengakibatkan kematian. Sementara pada orang dewasa, kematian akan terjadi
jika dosisnya mencapai 10-20 gram atau lebih (Palupi, 2011). Maka dari itu, perlu
adanya monitoring untuk mengetahui adanya boraks dalam makanan atau
minuman, dengan cara deteksi bahan tersebut.
Dengan melihat kondisi tersebut, penulis dalam Program Kreativitas Mahasiswa
Bidang Gagasan tertulis ini memilih judul “PREDATOR – Perancangan Digital
Borax Detector” Inovasi Pendeteksi Kadar Boraks Portable, Cepat dan Akurat
dengan Teknologi Konduktometri.
Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengaplikasikan metode konduktometri dalam
perancangan “Digital Borax Detector” sehingga dihasilkan “Digital Borax
Detector” yang dapat mendeteksi kadar boraks dalam sampel makanan secara
cepat dan akurat.
Tujuan
Tujuan dari Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis ini adalah
untuk membuat alat pendeteksi kadar boraks portable yang cepat dan akurat.
Manfaat
Gagasan tertulis ini diharapkan dapat memberikan alternatif alat
pendeteksi boraks bagi dunia ilmu pengetahuan, industri, dan masyarakat. Selain
itu, gagasan tertulis bermanfaat untuk menciptakan produk alat pendeteksi boraks
yang cepat dan akurat.
Kondisi Kekinian
Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) adalah senyawa
kimia turunan dari logam berat boron (B). Asam borat terdiri atas tiga macam
senyawa, yaitu: asam ortoborat (H3BO3), asam metaborat (HBO2), dan asam
piroborat (H2B4O7)10 (Sugiyati, 2006). Boraks dalam peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia dinyatakan bahan berbahaya dan beracun, dan dilarang untuk
digunakan dalam pembuatan makanan. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut
didasarkan pada hasil siding Codex dunia tentang makanan, yang melarang boraks
untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena dapat menyebabkan
kanker pada tikus percobaan. Karena bersifat toksik, maka boraks dimasukkan
dalam golongan senyawa yang disebut bahan berbahaya dan beracun (B3).
Namun, kenyataannya penggunaan boraks pada makanan masih sering dijumpai
di masyarakat.
Penggunaan boraks pada makanan biasanya bertujuan untuk memperoleh
tekstur menarik serta sebagai bahan pengawet. Hasil uji Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) Jawa dan Bali menunjukkan 54,29 % produk makanan
yang beredar di pasaran mengandung boraks (BPOM, 2011).
Hasil penelitian dari Hikmawati pada tahun 2010 tentang Studi Kandungan
Boraks pada makanan yang beredar di kota Medan tahun 2010, diperoleh hasil :
1. Sampel bakso, dari 12 sampel diperoleh 100% positif mengandung boraks.
2. Sampel mie, dari 30 sampel mie, diperoleh 84% positif mengandung boraks.
3. Sampel lontong, diperoleh dari 9 (sembilan) sampel diperoleh 11,1 % positif
mengandung boraks.
Ini membuktikan penggunaan boraks pada makanan masih tinggi di
Indonesia. Padahal, apabila boraks masuk dalam jumlah terlalu banyak ke dalam
tubuh dapat menyebabkan penumpukan pada otak, hati, lemak dan ginjal.
Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan
ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan,
radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian, gangguan sistem
reproduksi, menimbulkan iritasi pada lambung, kulit merah dan mengelupas, serta
menimbulkan gangguan pada hati, ginjal dan testes (Yoza, 2009).
Solusi yang Pernah Diterapkan Sebelumnya
Untuk menanggulangi permasalahan terkait yaitu semakin maraknya
penyalahgunaan boraks di masyarakat, telah dilakukan beberapa penelitian
tentang cara pendeteksian boraks. Diantaranya adalah dengan menggunakan
HPLC (high performance liquid chromatography) yang merupakan salah satu
teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi.
HPLC digunakan untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya
terhadap zat padat tertentu. Cairan yang akan dipisahkan merupakan fasa cair dan
zat padatnya merupakan fasa diam (stasioner). Teknik ini sangat berguna untuk
memisahkan beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai
afinitas selektif antara fasa diam tertentu dan fasa gerak tertentu. Namun teknik ini
memiliki beberapa kelemahan di antaranya harga alatnya yang mahal, sering ada
larutan standar yang tertinggal di injektor, serta pengoperasiannya yang susah
sehingga tidak semua orang dapat menggunakannya.
Teknologi lain yang biasa digunakan dalam pendeteksian boraks adalah
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada
pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil
mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Dalam AAS, atom bebas
berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi
elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan
proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi
(pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena
mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas
(Basset, 1994). Namun teknologi ini juga memiliki beberapa kelemahan, di
antaranya harga alatnya yang mahal, dibutuhkan banyak reagen dalam
pengoperasiannya, dan cara pengoperasiannya yang susah.
Di Indonesia sendiri telah banyak beredar kertas tumerik yang dapat
mendeteksi boraks. Kertas tumerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke
dalam larutan kunyit kemudian dikeringkan. Kertas tumerik berwarna kuning
akan berubah menjadi coklat bila dicelupkan ke dalam filtrat sampel makanan
yang mengandung boraks. Perubahan ini terjadi karena reaksi antara asam borat
(senyawa aktif dalam boraks) dengan senyawa kurkumin (senyawa aktif dalam
kertas tumerik) menghasilkan senyawa baru yang sifatnya berbeda dengan zat
asalnya. Kelemahan dari kertas tumerik ini di antaranya hanya dapat digunakan
sekali pakai dan hanya dapat menunjukkan ada atau tidaknya boraks dalam
sampel makanan, tidak dapat menunjukkan kadar boraks dalam suatu sampel.
Gagasan yang Diajukan
Berdasarkan dari pemikiran tersebut maka dapat dikembangkan sebuah
inovasi baru yaitu Digital Borax Detector. Digital Borax Detector, sebuah alat
pendeteksi boraks portable yang akurat, mudah digunakan, dan menggunakan
sistem digital dalam pengoperasiannya. Digital Borax Detector menerapkan
teknologi konduktometri dalam pengoperasiannya yang merupakan merupakan
metode analisa kuantitatif yang didasarkan pada daya hantar larutan.
(Pujaatmaka, 2002).
Titrasi konduktometri merupakan suatu penambahan larutan basa dalam
larutan asam yang menyebabkan terjadinya reaksi ionic, dimana kondutivitas
larutan bisa naik atau turun. Perubahan hantaran ini terjadi karena adanya
penggantian ion hydrogen yang memiliki konduktivitasnya tinggi oleh kation lain
yang konduktivitasnya yang rendah (Hendayana, 1994: 723). Menurut penelitian
Ahmad, boraks adalah turunan dari asam borat dan boron. Asam borat sendiri
apabila dititrasi dengan NaOH akan membentuk boraks sesuai reaksi berikut:
2NaOH + 4H3BO3 Na2B4O7 + 7H2O
Sebelum ditambah NaOH, didalam larutan terdapat ion H+ dan BO3- yang
masing-masing mempunyai harga konduktivitas molar (25°C) sebesar 349,8
cm2/mol dan ? cm2/mol. Pada penambahan NaOH, terjadi reaksi antara H+ dengan
OH- membentuk H2O, sehingga jumlah H+ didalam larutan berkurang sedangkan
jumlah NaOH bertambah. Na+ mempunyai harga konduktivitas molar 50,1 S cm-
1/mol yang jauh lebih kecil dari H+ sehingga harga konduktivitas total dari larutan
turun. Pada titik akhir titrasi, H+ dalam larutan telah bereaksi seluruhnya dengan
OH-, sehingga penambahan NaOH lebih lanjut akan menaikkan harga
konduktivitas total larutan, karena terdapat OH- dengan konduktivitas molar 198,3
S cm-1/mol.
Metode titrasi konduktometri dalam menganalisa larutan berdasarkan
kemampuan ion dalam menghantarkan muatan listrik di antara dua elektroda.
Pengukuran konduktovitas (hantaran) dapat pula digunakan untuk penentuan titik
ahir titrasi. Titrasi konduktometri dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung
pada frekuensi arus yang digunakan (Hiskia, 2001: 342). Jika arus frekuensinya
bertambah besar, maka kapasitas dan induktif akan semakin besar. Seperti yang
ditulis di atas bahwa konduktometri merupakan salah satu metode analisis yang
berdasarkan daya hantar larutan. Daya hantar ini bergantung pada jenis dan
konsentrasi ion di dalam larutan. Menurut hukum ohm arus (I) berbanding lurus
dengan potensial listrik (E) yang digunakan, tetapi berbanding terbalik dengan
tahanan listrik (R).
I =E/R atau G = I / R
Daya hantar (G) merupakan kebalikan dari tahan yang mempunyai satuan
ohm atau Siemens (S), bila arus listrik dialirkan ke suatu larutan melalui luas
bidang elektroda (A) dan berbanding terbalik dengan jarak kedua elektroda (I),
maka:
G = I / R = k x A / I
Dimana: A / I adalah tetapan sel sementara K adalah daya hantar arus
(konduktivitas) dengan satuan SI ohm cm-1 atau s cm-1(Khopkar, 2003).
Sehingga dapat dilihat bahwa gagasan ini memiliki beberapa keunggulan
jika dibandingkan dengan solusi yang sebelumnya pernah diterapkan.
Tabel.1 Perbandingan Alat Pendeteksi Borak
HPLC AAS Digital Borax Detector
Harga alat mahal Harga alat mahal Harga alat relatif
terjangkau
Larutan standar yang
tertinggal di injector bisa
mempengaruhi
sensitivitas pendeteksian
Dibutuhkan banyak
reagen untuk
pengoperasiannya
Menggunakan metode
konduktometri dengan
analisa kuantitatif
sehingga mudah diamati
dan memperkecil
kesalahan dalam
pendeteksian
Pengoperasian sulit,
sehingga dibutuhkan
tenaga ahli
Pengoperasiannya sulit,
dibutuhkan tenaga ahli
Pengoperasian mudah
Sementara itu, komponen utama pada Digital Borax Detector adalah
mikrokontroler arduino dan operational amplifier yang berfungsi sebagai
pengolah data. Mikrokontroler merupakan suatu alat elektronika digital yang
mempunyai masukan dan keluaran serta kendali dengan program yang bisa ditulis
dan dihapus dengan cara khusus. Mikrokontroler merupakan komputer di dalam
chip yang digunakan untuk mengontrol peralatan elektronik, yang menekankan
efisiensi dan efektifitas biaya (Noouril, 2010). Sementara Operational Amplifier
merupakan salah satu komponen analog yang sering digunakan dalam berbagai
aplikasi rangkaian elektronika. Op-Amp memiliki 2 rangkaian feedback (umpan
balik) yaitu feedback negatif dan feedback positif dimana feedback negatif pada
op-amp memegang peranan penting. Secara umum, umpan balik positif akan
menghasilkan osilasi sedangkan umpan balik negatif menghasilkan penguatan
yang dapat terukur (Del Prete dkk, 2001).
Pihak-Pihak yang Bersangkutan
Dalam hal ini, pihak yang bersangkutan untuk menerapkan program ini
antara lain Laboratorium Mekatronik Alat dan Mesin Agroindustri Jurusan
Keteknikan Pertanian Brawijaya, Malang. Selain itu dalam proses penyediaan
bahan baku dasar yaitu IC Mikrokontroler Arduino dan Opm-Amp kami akan
bekerja sama dengan perusahaan-perusahaaan elektronika. Sementara itu untuk
menguji kualitas dari alat kami, kami akan bekerja sama pada badan BPOM serta
kelompok masyarakat yang ada di pasar.
Predator
Implementasi Gagasan
Pembuatan “Digital Borax Detector”
Gambar 2. Diagram alir pembuatan Digital Borax Detector
Elektroda Platina
LCDOperational
Amplifier
Bahasa C
Komponen Dalam
Mikrokontroler
Perakitan
Penambahan komponen lain stainless steel
Mulai
Desain “Digital Borax Detector”
Gambar 1. Desain tampak depan “Digital Boraks Detektor”
Metode aplikasi pada sampel makanan
Gambar 3.Bagan sistem intrumentasi “Digital Borax Detector”
Sampel makanan yang mengandung
borax
Sampel cairElektroda Platinum
ADC Mikrokontroler
Display
Op Amp
Data Digital
NaOH
KESIMPULAN
Melihat angka begitu besanya bahaya penyalahgunaan boraks sebagai
bahan pengawet makanan di Indonesia, penulis mengajukan gagasan tertulis
tentang perancangan “Digital Borax Detector”. “Digital Borax Detector”
merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi kadar boraks secara cepat dan
akurat, dengan metode konduktometri. Dalam hal ini “Digital Borax Detector”
akan diaplikasikan pada sampel-sampel makanan yang diduga mengandung
boraks. Pengukuran dalam pengujian sampel makanan didasarkan pada ada
tidaknya reaksi ionic pada saat titrasi berlangsung. Apabila pada titrasi terjadi
reaksi ionic, maka reaksi ini menandakan adanya kandungan boraks pada sampel
makanan, untuk mengetahui kadar boraks metode konduktometri menggunakan
elektroda platina sebagai sensor yang akan menagkap perbedaan hantaran yang
berlangsung dalam titrasi sampai kedua hantaran tersebut sama hal ini
menandakan titik ekuivalen. Hantaran pada titik ekuivalen ini nantinya akan
diolah oleh mikrokontroler dan hasil olahan akan ditampilkan pada display.
Penggunaan “Digital Borax Detector” akan memudahkan produsen, konsumen
dan penjual dalam mendeteksi kadar boraks pada makanan, sehingga dapat
menekan penyalahgunaan zat boraks oleh penjual-penjual yang tidak bertanggung
jawab. Teknik implementasi yang dilakukan dalam program ini adalah yang
pertama bekerja sama dengan Laboratorium Mekatronik Alat dan Mesin
Agroindustri Jurusan Keteknikan Pertanian Brawijaya, Malang yang memiliki
fasilitas yang menunjang pembuatan produk. Apabila proses pembuatan selesai
dan alat layak pakai, alat akan diproduksi dan dipasarkan kepada industri
makanan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM.
Melihat alat digital boraks detector keunggulan dan manfaat yang lebih
baik dibandingkan alat yang sudah ada (HPLC, Spektrofotometer UV, Gas
Chromatografi dan Kertas Tumerik), dapat diambil kesimpulan bahwa prospek
alat ini akan diterima masyarakat dan industri makanan dengan baik. Prediksi
harga jual yang akan ditentukan adalah Rp 2.500.000 harga tersebut lebih murah
dibandingkan harga alat yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. and A. Almahdy. 2010. Pengujian Sifat Teratogen Boraks pada
Mencit Putih. Padang: Universitas Andalas.
Ananthanarayana, R., P. Sahoo, N. Murali. 2012. Digital Conductometry for
Determination of Boron in Light Water and Heavy Water at Trace Level.
Indian Journal of Chemical Technology, Vol 19: hal 278-282.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM). 2011. Informasi Pengamanan Bahan
Berbahaya Boraks. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya :
Jakarta.
Boes, E. 2001. Metoda Ion Kromatografi untuk Analisis Ammonium dan Nitrat
pada Uji Profisiensi Air Limbah. Lembaga Ilmu Pengetehuan Indonesia.
Bandung.
Del Prete, Z., Monteleone, L., and Steindler, R.2001. A novel pressure array
sensor based on contact resistence vartiation: metrological properties.
Rev.Sci.Instru. Vol 72(3). hal 1548-1558.
Dwi, W. 2010. Penentuan Total Asupan Harian Unsur Gizi Mikro dalam
Makanan Anak-Anak Sekolah Dasar di Bandung Dengan Menggunakan
Metode Spektofotometri Serapan Atom (SSA). Bandung: Insitut Teknologi
Bandung.
Farina, M. 2011. Polimerasi Interfasial Polianilin dan Aplikasinya Sebagai
Indikator Boraks. Depok: Universitas Indonesia.
Fitriadi, Y. 2009. Uji Boraks dalam Suatu Bahan. Bengkulu: Universitas
Bengkulu.
Haris, A. 2000. Studi Aplikasi Metode Potensiometri Pada Penentuan Kandungan
Karbon Organik Total Tanah. Bandung: ITB
Indang, N. M., Abdulamir. 2009. A Review: Methodes of Determination of
Health-Endangering Formaldehyde in Diet. Medwell Journals. , Vol. 2,
hal. 31-47.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Manurung, B. 2012. Bahaya Penggunaan Boraks Pada Bakso dan Alternatif
Pengawet yang Aman. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mongillo, F. 2007. Nanotecnology. London : British Library Cataloguing.
Noorulil. 2010. Rancang Bangun Model Mekanik Alat untuk Mengukur Kadar
Keasaman Susu Cair, Sari Buah dan Soft Drink.Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh November.
Palupi, R. 2011. Identifikasi Boraks Dalam Makanan. Semarang: Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang.
Panjaitan, L. 2010. Pemeriksaan dan Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso di
Kota Madya Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Persaud, K.C. 2005. Polymers for chemical sensing. Journal Materials Today.
Vol. 8, No. 4, hal. 38-44.
Pujaatmaka, H. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi. 2005. Bahan Tambahan pada
Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Francis, R., and A. Rouessac. 2007. Chemical Analysis: Modern Instrumentation
Methods and Techniques Second Edition. West Sussex: John Wiley &
Sons, Ltd.
Saparinto, C dan D. Hidayati. 2011. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta :
Kanisius
Sugiyatmi, S. 2006. Analisis Faktor-faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik
Boraks dan
Pewarna pada Makanan Jajanan Tradisional yang Dijual di Pasar-pasar
Kota
Semarang Tahun 2006. Semarang: Universitas Diponegoro.
Ulansari, R. 2012. Rancangan Modul Praktikum Sistem Tertanam Berbasis
Mikrokontroler Arduino. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Wang, J.2001. Analytical Electrochemistry Second Edition. New York: John
Wiley & Sons, Inc.