predator

18
PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas keamanan makanan telah menjadi perhatian masyarakat pada beberapa tahun terakhir karena relevansinya dengan industri makanan. Sifat makanan yang mudah rusak atau tidak tahan lama menyebabkan produsen menggunakan bahan pengawet pada makanan. Salah satu bahan yang sering digunakan adalah boraks. Boraks merupakan garam Natrium Na 2 B 4 O 7 10H 2 O yang awalnya banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Daya pengawet yang kuat dari boraks berasal dari kandungan asam borat dan boron di dalamnya (Manurung, 2012) Penyalahgunaan boraks sebagai bahan pengawet makanan banyak ditemukan di Indonesia. Hasil uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jawa dan Bali menunjukka 54,29 % produk makanan yang beredar di pasaran mengandung boraks (BPOM, 2006). Bahaya penyalahgunaan boraks sebagai bahan pengawet makanan perlu ada perhatian khusus, karena penggunaan boraks pada dapat menyebabkan penumpukan pada otak, hati, lemak dan ginjal. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian, gangguan sistem reproduksi,

Upload: septian-citra-kusuma

Post on 02-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

predator

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas keamanan makanan telah menjadi perhatian masyarakat pada

beberapa tahun terakhir karena relevansinya dengan industri makanan. Sifat

makanan yang mudah rusak atau tidak tahan lama menyebabkan produsen

menggunakan bahan pengawet pada makanan. Salah satu bahan yang sering

digunakan adalah boraks. Boraks merupakan garam Natrium Na2 B4O7 10H2O

yang awalnya banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya

industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Daya pengawet yang kuat dari

boraks berasal dari kandungan asam borat dan boron di dalamnya (Manurung,

2012)

Penyalahgunaan boraks sebagai bahan pengawet makanan banyak

ditemukan di Indonesia. Hasil uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Jawa dan Bali menunjukka 54,29 % produk makanan yang beredar di pasaran

mengandung boraks (BPOM, 2006). Bahaya penyalahgunaan boraks sebagai

bahan pengawet makanan perlu ada perhatian khusus, karena penggunaan boraks

pada dapat menyebabkan penumpukan pada otak, hati, lemak dan ginjal.

Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan

ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan,

radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian, gangguan sistem

reproduksi, menimbulkan iritasi pada lambung, kulit merah, dan mengelupas,

serta menimbulkan gangguan pada hati, ginjal dan testes (Yoza, 2009).

Karena itu, untuk menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang tidak

aman dikonsumsi atau berbahaya bagi kesehatan perlu diadakan usaha keamanan

pangan. Hal tersebut dilandasi ambang batas yang telah ditetapkan International

Programme on Chemical Safety (IPCS) terhadap penggunaan boraks dalam

makanan yaitu sebesar 1 gr/1 kg pangan. Dalam dosis tinggi, boraks dalam tubuh

manusia dapat meyebabkan muntah, pusing, mencret, kram perut, dan lain-lain.

Pada anak kecil dan bayi, boraks sebanyak 5 gram dalam tubuhnya dapat

mengakibatkan kematian. Sementara pada orang dewasa, kematian akan terjadi

jika dosisnya mencapai 10-20 gram atau lebih (Palupi, 2011). Maka dari itu, perlu

adanya monitoring untuk mengetahui adanya boraks dalam makanan atau

minuman, dengan cara deteksi bahan tersebut.

Dengan melihat kondisi tersebut, penulis dalam Program Kreativitas Mahasiswa

Bidang Gagasan tertulis ini memilih judul “PREDATOR – Perancangan Digital

Borax Detector” Inovasi Pendeteksi Kadar Boraks Portable, Cepat dan Akurat

dengan Teknologi Konduktometri.

Rumusan Masalah

Bagaimana cara mengaplikasikan metode konduktometri dalam

perancangan “Digital Borax Detector” sehingga dihasilkan “Digital Borax

Detector” yang dapat mendeteksi kadar boraks dalam sampel makanan secara

cepat dan akurat.

Tujuan

Tujuan dari Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis ini adalah

untuk membuat alat pendeteksi kadar boraks portable yang cepat dan akurat.

Manfaat

Gagasan tertulis ini diharapkan dapat memberikan alternatif alat

pendeteksi boraks bagi dunia ilmu pengetahuan, industri, dan masyarakat. Selain

itu, gagasan tertulis bermanfaat untuk menciptakan produk alat pendeteksi boraks

yang cepat dan akurat.

Kondisi Kekinian

Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) adalah senyawa

kimia turunan dari logam berat boron (B). Asam borat terdiri atas tiga macam

senyawa, yaitu: asam ortoborat (H3BO3), asam metaborat (HBO2), dan asam

piroborat (H2B4O7)10 (Sugiyati, 2006). Boraks dalam peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia dinyatakan bahan berbahaya dan beracun, dan dilarang untuk

digunakan dalam pembuatan makanan. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut

didasarkan pada hasil siding Codex dunia tentang makanan, yang melarang boraks

untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena dapat menyebabkan

kanker pada tikus percobaan. Karena bersifat toksik, maka boraks dimasukkan

dalam golongan senyawa yang disebut bahan berbahaya dan beracun (B3).

Namun, kenyataannya penggunaan boraks pada makanan masih sering dijumpai

di masyarakat.

Penggunaan boraks pada makanan biasanya bertujuan untuk memperoleh

tekstur menarik serta sebagai bahan pengawet. Hasil uji Badan Pengawas Obat

dan Makanan (BPOM) Jawa dan Bali menunjukkan 54,29 % produk makanan

yang beredar di pasaran mengandung boraks (BPOM, 2011).

Hasil penelitian dari Hikmawati pada tahun 2010 tentang Studi Kandungan

Boraks pada makanan yang beredar di kota Medan tahun 2010, diperoleh hasil :

1. Sampel bakso, dari 12 sampel diperoleh 100% positif mengandung boraks.

2. Sampel mie, dari 30 sampel mie, diperoleh 84% positif mengandung boraks.

3. Sampel lontong, diperoleh dari 9 (sembilan) sampel diperoleh 11,1 % positif

mengandung boraks.

Ini membuktikan penggunaan boraks pada makanan masih tinggi di

Indonesia. Padahal, apabila boraks masuk dalam jumlah terlalu banyak ke dalam

tubuh dapat menyebabkan penumpukan pada otak, hati, lemak dan ginjal.

Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan

ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan,

radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian, gangguan sistem

reproduksi, menimbulkan iritasi pada lambung, kulit merah dan mengelupas, serta

menimbulkan gangguan pada hati, ginjal dan testes (Yoza, 2009).

Solusi yang Pernah Diterapkan Sebelumnya

Untuk menanggulangi permasalahan terkait yaitu semakin maraknya

penyalahgunaan boraks di masyarakat, telah dilakukan beberapa penelitian

tentang cara pendeteksian boraks. Diantaranya adalah dengan menggunakan

HPLC (high performance liquid chromatography) yang merupakan salah satu

teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi.

HPLC digunakan untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya

terhadap zat padat tertentu. Cairan yang akan dipisahkan merupakan fasa cair dan

zat padatnya merupakan fasa diam (stasioner). Teknik ini sangat berguna untuk

memisahkan beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai

afinitas selektif antara fasa diam tertentu dan fasa gerak tertentu. Namun teknik ini

memiliki beberapa kelemahan di antaranya harga alatnya yang mahal, sering ada

larutan standar yang tertinggal di injektor, serta pengoperasiannya yang susah

sehingga tidak semua orang dapat menggunakannya.

Teknologi lain yang biasa digunakan dalam pendeteksian boraks adalah

Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang

didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada

pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan

tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil

mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Dalam AAS, atom bebas

berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi

elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan

proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi

(pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena

mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas

(Basset, 1994). Namun teknologi ini juga memiliki beberapa kelemahan, di

antaranya harga alatnya yang mahal, dibutuhkan banyak reagen dalam

pengoperasiannya, dan cara pengoperasiannya yang susah.

Di Indonesia sendiri telah banyak beredar kertas tumerik yang dapat

mendeteksi boraks. Kertas tumerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke

dalam larutan kunyit kemudian dikeringkan. Kertas tumerik berwarna kuning

akan berubah menjadi coklat bila dicelupkan ke dalam filtrat sampel makanan

yang mengandung boraks. Perubahan ini terjadi karena reaksi antara asam borat

(senyawa aktif dalam boraks) dengan senyawa kurkumin (senyawa aktif dalam

kertas tumerik) menghasilkan senyawa baru yang sifatnya berbeda dengan zat

asalnya. Kelemahan dari kertas tumerik ini di antaranya hanya dapat digunakan

sekali pakai dan hanya dapat menunjukkan ada atau tidaknya boraks dalam

sampel makanan, tidak dapat menunjukkan kadar boraks dalam suatu sampel.

Gagasan yang Diajukan

Berdasarkan dari pemikiran tersebut maka dapat dikembangkan sebuah

inovasi baru yaitu Digital Borax Detector. Digital Borax Detector, sebuah alat

pendeteksi boraks portable yang akurat, mudah digunakan, dan menggunakan

sistem digital dalam pengoperasiannya. Digital Borax Detector menerapkan

teknologi konduktometri dalam pengoperasiannya yang merupakan merupakan

metode analisa kuantitatif yang didasarkan pada daya hantar larutan.

(Pujaatmaka, 2002).

Titrasi konduktometri merupakan suatu penambahan larutan basa dalam

larutan asam yang menyebabkan terjadinya reaksi ionic, dimana kondutivitas

larutan bisa naik atau turun. Perubahan hantaran ini terjadi karena adanya

penggantian ion hydrogen yang memiliki konduktivitasnya tinggi oleh kation lain

yang konduktivitasnya yang rendah (Hendayana, 1994: 723). Menurut penelitian

Ahmad, boraks adalah turunan dari asam borat dan boron. Asam borat sendiri

apabila dititrasi dengan NaOH akan membentuk boraks sesuai reaksi berikut:

2NaOH + 4H3BO3 Na2B4O7 + 7H2O

Sebelum ditambah NaOH, didalam larutan terdapat ion H+ dan BO3- yang

masing-masing mempunyai harga konduktivitas molar (25°C) sebesar 349,8

cm2/mol dan ? cm2/mol. Pada penambahan NaOH, terjadi reaksi antara H+ dengan

OH- membentuk H2O, sehingga jumlah H+ didalam larutan berkurang sedangkan

jumlah NaOH bertambah. Na+ mempunyai harga konduktivitas molar 50,1 S cm-

1/mol yang jauh lebih kecil dari H+ sehingga harga konduktivitas total dari larutan

turun. Pada titik akhir titrasi, H+ dalam larutan telah bereaksi seluruhnya dengan

OH-, sehingga penambahan NaOH lebih lanjut akan menaikkan harga

konduktivitas total larutan, karena terdapat OH- dengan konduktivitas molar 198,3

S cm-1/mol.

Metode titrasi konduktometri dalam menganalisa larutan berdasarkan

kemampuan ion dalam menghantarkan muatan listrik di antara dua elektroda.

Pengukuran konduktovitas (hantaran) dapat pula digunakan untuk penentuan titik

ahir titrasi. Titrasi konduktometri dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung

pada frekuensi arus yang digunakan (Hiskia, 2001: 342). Jika arus frekuensinya

bertambah besar, maka kapasitas dan induktif akan semakin besar. Seperti yang

ditulis di atas bahwa konduktometri merupakan salah satu metode analisis yang

berdasarkan daya hantar larutan. Daya hantar ini bergantung pada jenis dan

konsentrasi ion di dalam larutan. Menurut hukum ohm arus (I) berbanding lurus

dengan potensial listrik (E) yang digunakan, tetapi berbanding terbalik dengan

tahanan listrik (R).

I =E/R atau G = I / R

Daya hantar (G) merupakan kebalikan dari tahan yang mempunyai satuan

ohm atau Siemens (S), bila arus listrik dialirkan ke suatu larutan melalui luas

bidang elektroda (A) dan berbanding terbalik dengan jarak kedua elektroda (I),

maka:

G = I / R = k x A / I

Dimana: A / I adalah tetapan sel sementara K adalah daya hantar arus

(konduktivitas) dengan satuan SI ohm cm-1 atau s cm-1(Khopkar, 2003).

Sehingga dapat dilihat bahwa gagasan ini memiliki beberapa keunggulan

jika dibandingkan dengan solusi yang sebelumnya pernah diterapkan.

Tabel.1 Perbandingan Alat Pendeteksi Borak

HPLC AAS Digital Borax Detector

Harga alat mahal Harga alat mahal Harga alat relatif

terjangkau

Larutan standar yang

tertinggal di injector bisa

mempengaruhi

sensitivitas pendeteksian

Dibutuhkan banyak

reagen untuk

pengoperasiannya

Menggunakan metode

konduktometri dengan

analisa kuantitatif

sehingga mudah diamati

dan memperkecil

kesalahan dalam

pendeteksian

Pengoperasian sulit,

sehingga dibutuhkan

tenaga ahli

Pengoperasiannya sulit,

dibutuhkan tenaga ahli

Pengoperasian mudah

Sementara itu, komponen utama pada Digital Borax Detector adalah

mikrokontroler arduino dan operational amplifier yang berfungsi sebagai

pengolah data. Mikrokontroler merupakan suatu alat elektronika digital yang

mempunyai masukan dan keluaran serta kendali dengan program yang bisa ditulis

dan dihapus dengan cara khusus. Mikrokontroler merupakan komputer di dalam

chip yang digunakan untuk mengontrol peralatan elektronik, yang menekankan

efisiensi dan efektifitas biaya (Noouril, 2010). Sementara Operational Amplifier

merupakan salah satu komponen analog yang sering digunakan dalam berbagai

aplikasi rangkaian elektronika. Op-Amp memiliki 2 rangkaian feedback (umpan

balik) yaitu feedback negatif dan feedback positif dimana feedback negatif pada

op-amp memegang peranan penting. Secara umum, umpan balik positif akan

menghasilkan osilasi sedangkan umpan balik negatif menghasilkan penguatan

yang dapat terukur (Del Prete dkk, 2001).

Pihak-Pihak yang Bersangkutan

Dalam hal ini, pihak yang bersangkutan untuk menerapkan program ini

antara lain Laboratorium Mekatronik Alat dan Mesin Agroindustri Jurusan

Keteknikan Pertanian Brawijaya, Malang. Selain itu dalam proses penyediaan

bahan baku dasar yaitu IC Mikrokontroler Arduino dan Opm-Amp kami akan

bekerja sama dengan perusahaan-perusahaaan elektronika. Sementara itu untuk

menguji kualitas dari alat kami, kami akan bekerja sama pada badan BPOM serta

kelompok masyarakat yang ada di pasar.

Predator

Implementasi Gagasan

Pembuatan “Digital Borax Detector”

Gambar 2. Diagram alir pembuatan Digital Borax Detector

Elektroda Platina

LCDOperational

Amplifier

Bahasa C

Komponen Dalam

Mikrokontroler

Perakitan

Penambahan komponen lain stainless steel

Mulai

Desain “Digital Borax Detector”

Gambar 1. Desain tampak depan “Digital Boraks Detektor”

Metode aplikasi pada sampel makanan

Gambar 3.Bagan sistem intrumentasi “Digital Borax Detector”

Sampel makanan yang mengandung

borax

Sampel cairElektroda Platinum

ADC Mikrokontroler

Display

Op Amp

Data Digital

NaOH

KESIMPULAN

Melihat angka begitu besanya bahaya penyalahgunaan boraks sebagai

bahan pengawet makanan di Indonesia, penulis mengajukan gagasan tertulis

tentang perancangan “Digital Borax Detector”. “Digital Borax Detector”

merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi kadar boraks secara cepat dan

akurat, dengan metode konduktometri. Dalam hal ini “Digital Borax Detector”

akan diaplikasikan pada sampel-sampel makanan yang diduga mengandung

boraks. Pengukuran dalam pengujian sampel makanan didasarkan pada ada

tidaknya reaksi ionic pada saat titrasi berlangsung. Apabila pada titrasi terjadi

reaksi ionic, maka reaksi ini menandakan adanya kandungan boraks pada sampel

makanan, untuk mengetahui kadar boraks metode konduktometri menggunakan

elektroda platina sebagai sensor yang akan menagkap perbedaan hantaran yang

berlangsung dalam titrasi sampai kedua hantaran tersebut sama hal ini

menandakan titik ekuivalen. Hantaran pada titik ekuivalen ini nantinya akan

diolah oleh mikrokontroler dan hasil olahan akan ditampilkan pada display.

Penggunaan “Digital Borax Detector” akan memudahkan produsen, konsumen

dan penjual dalam mendeteksi kadar boraks pada makanan, sehingga dapat

menekan penyalahgunaan zat boraks oleh penjual-penjual yang tidak bertanggung

jawab. Teknik implementasi yang dilakukan dalam program ini adalah yang

pertama bekerja sama dengan Laboratorium Mekatronik Alat dan Mesin

Agroindustri Jurusan Keteknikan Pertanian Brawijaya, Malang yang memiliki

fasilitas yang menunjang pembuatan produk. Apabila proses pembuatan selesai

dan alat layak pakai, alat akan diproduksi dan dipasarkan kepada industri

makanan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM.

Melihat alat digital boraks detector keunggulan dan manfaat yang lebih

baik dibandingkan alat yang sudah ada (HPLC, Spektrofotometer UV, Gas

Chromatografi dan Kertas Tumerik), dapat diambil kesimpulan bahwa prospek

alat ini akan diterima masyarakat dan industri makanan dengan baik. Prediksi

harga jual yang akan ditentukan adalah Rp 2.500.000 harga tersebut lebih murah

dibandingkan harga alat yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. and A. Almahdy. 2010. Pengujian Sifat Teratogen Boraks pada

Mencit Putih. Padang: Universitas Andalas.

Ananthanarayana, R., P. Sahoo, N. Murali. 2012. Digital Conductometry for

Determination of Boron in Light Water and Heavy Water at Trace Level.

Indian Journal of Chemical Technology, Vol 19: hal 278-282.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM). 2011. Informasi Pengamanan Bahan

Berbahaya Boraks. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya.

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya :

Jakarta.

Boes, E. 2001. Metoda Ion Kromatografi untuk Analisis Ammonium dan Nitrat

pada Uji Profisiensi Air Limbah. Lembaga Ilmu Pengetehuan Indonesia.

Bandung.

Del Prete, Z., Monteleone, L., and Steindler, R.2001. A novel pressure array

sensor based on contact resistence vartiation: metrological properties.

Rev.Sci.Instru. Vol 72(3). hal 1548-1558.

Dwi, W. 2010. Penentuan Total Asupan Harian Unsur Gizi Mikro dalam

Makanan Anak-Anak Sekolah Dasar di Bandung Dengan Menggunakan

Metode Spektofotometri Serapan Atom (SSA). Bandung: Insitut Teknologi

Bandung.

Farina, M. 2011. Polimerasi Interfasial Polianilin dan Aplikasinya Sebagai

Indikator Boraks. Depok: Universitas Indonesia.

Fitriadi, Y. 2009. Uji Boraks dalam Suatu Bahan. Bengkulu: Universitas

Bengkulu.

Haris, A. 2000. Studi Aplikasi Metode Potensiometri Pada Penentuan Kandungan

Karbon Organik Total Tanah. Bandung: ITB

Indang, N. M., Abdulamir. 2009. A Review: Methodes of Determination of

Health-Endangering Formaldehyde in Diet. Medwell Journals. , Vol. 2,

hal. 31-47.

Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Manurung, B. 2012. Bahaya Penggunaan Boraks Pada Bakso dan Alternatif

Pengawet yang Aman. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Mongillo, F. 2007. Nanotecnology. London : British Library Cataloguing.

Noorulil. 2010. Rancang Bangun Model Mekanik Alat untuk Mengukur Kadar

Keasaman Susu Cair, Sari Buah dan Soft Drink.Surabaya: Institut

Teknologi Sepuluh November.

Palupi, R. 2011. Identifikasi Boraks Dalam Makanan. Semarang: Politeknik

Kesehatan Kemenkes Semarang.

Panjaitan, L. 2010. Pemeriksaan dan Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso di

Kota Madya Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Persaud, K.C. 2005. Polymers for chemical sensing. Journal Materials Today.

Vol. 8, No. 4, hal. 38-44.

Pujaatmaka, H. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka

Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi. 2005. Bahan Tambahan pada

Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Francis, R., and A. Rouessac. 2007. Chemical Analysis: Modern Instrumentation

Methods and Techniques Second Edition. West Sussex: John Wiley &

Sons, Ltd.

Saparinto, C dan D. Hidayati. 2011. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta :

Kanisius

Sugiyatmi, S. 2006. Analisis Faktor-faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik

Boraks dan

Pewarna pada Makanan Jajanan Tradisional yang Dijual di Pasar-pasar

Kota

Semarang Tahun 2006. Semarang: Universitas Diponegoro.

Ulansari, R. 2012. Rancangan Modul Praktikum Sistem Tertanam Berbasis

Mikrokontroler Arduino. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Wang, J.2001. Analytical Electrochemistry Second Edition. New York: John

Wiley & Sons, Inc.

Nama: Najwa Wijda Diputri

Nim: 115100613111002

TTL: Situbondo, 22 Oktober 1993