praktikum tpa gunung tugel

28

Click here to load reader

Upload: ganda-edhi

Post on 27-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Praktikum Tpa Gunung Tugel

PRAKTIKUM TPA GUNUNG TUGEL BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup,

zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan

lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan

turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau

tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Pencemaran dapat timbul sebagai akibat

kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam misal gunung meletus, gas beracun

(Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2005).

Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh

aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan manusia,

pencermaran lingkungan pasti terjadi, pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat

dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan

pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap

lingkungannya agar tidak mencemari lingkungan. (Mukono, 2004)

Pencemaran tanah merupakan bagian dari pencemaran lingkungan darat,

pencemaran tanah banyak diakibatkan oleh sampah-sampah rumah tangga, pasar,

industri, kegiatan pertanian, dan peternakan. Sampah dapat dihancurkan oleh jasad-

jasad renik menjadi mineral, gas, dan air, sehingga terbentuklah humus. Sampah

organik itu misalnya dedaunan, jaringan hewan, kertas, dan kulit. Sampah-sampah

tersebut tergolong sampah yang mudah terurai. Sedangkan sampah anorganik seperti

Page 2: Praktikum Tpa Gunung Tugel

besi, alumunium, kaca, dan bahan sintetik seperti plastik, sulit atau tidak dapat

diuraikan.(Mukono, 2004)

Sampah selalu identik dengan barang sisa atau hasil buangan tidak berharga.

Meski setiap hari manusia selalu menghasilkan sampah, manusia pula yang paling

menghindari sampah. Selama ini sampah dikelola dengan konsep buang begitu saja

(open dumping), buang bakar (dengan incenerator atau dibakar begitu saja), gali tutup

(sanitary landfill), ternyata tidak memberikan solusi yang baik, apalagi jika

pelaksanaannya tidak disiplin. Karena itu, tidaklah mengherankan jika pada akhirnya

warga menolak kehadiran TPA ( Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2005 ).

Kehadiran tempat pembuangan akhir (TPA) seringkali menimbulkan dilema.

TPA dibutuhkan, tetapi sekaligus tidak diinginkan kehadirannya di ruang pandang.

Kegiatan TPA juga menimbulkan dampak gangguan antara lain: kebisingan, ceceran

sampah, debu, bau, dan binatang-binatang vektor. Belum terhitung ancaman bahaya

yang tidak kasat mata, seperti kemungkinan ledakan gas akibat proses pengolahan

yang tidak memadai. Lebih lanjut, sampah juga berpotensi menimbulkan konflik

sosial dengan masyarakat yang ada di sekitarnya akibat penguasaan lahan oleh

kelompok orang yang hidup dari pemulungan. Konflik tersebut dapat memicu protes

dari masyarakat kepada pengelola TPA untuk menutupnya dan memindahkannya ke

tempat yang lain (Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2005).

Menurut Damanhuri (2007) Permasalahan sampah di Indonesia, terutama di

berbagai kota besar, mulai terasa memberikan gangguan dan dampak lingkungan yang

merugikan. Persoalan sampah tidak hanya mencakup masalah teknologi saja, tetapi

juga merambah aspek sosial, ekonomi dan budaya. Ketidaktersediaan lahan untuk

lokasi pemusnahan akhir sampah, keterbatasan kemampuan pengumpulan dan

pengangkutan sampah, belum adanya teknologi alternatif yang sesuai dan minimnya

Page 3: Praktikum Tpa Gunung Tugel

kesadaran masyarakat akan sampah, menjadi penyebab ketidakberesan penataan

sistem persampahan di berbagai kota, termasuk Purwokerto.

Salah satu permasalahan sampah di Purwokerto, yang hingga kini dampak

ekologisnya masih terasa adalah pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir

(TPA) Gunung Tugel, selama kurang lebih dua puluh tiga tahun (sejak tahun 1983),

TPA Gunung Tugel hanya sekedar difungsikan untuk menampung sampah, tanpa

dilengkapi sarana dan fasilitas untuk memisahkan sampah organik dan anorganik serta

tidak ada sarana pengolahan dan pembuangan limbah cair sampah atau air lindi

(Koran Sore Wawasan, 2006).

B.  Rumusan Masalah

Bagaimana pengelolaan dan pemrosesan sampah di TPA Gunung Tugel ?

C.  Tujuan

1.    Tujuan umum

Mengetahui secara langsung sistem pengolahan sampah di TPA Gunung Tugel.

2.    Tujuan khusus

a.    Mengetahui volume sampah yang masuk TPA Gunung Tugel.

b.    Mengetahui jenis sampah yang ada di TPA Gunung Tugel.

c.    Mengetahui proses pengumpulan dan pengolahan sampah di TPA Gunung Tugel.

d.   Mengetahui dampak kesehatan yang di rasakan pekerja (pemulung) yang bekerja di

TPA Gunung Tugel.

D.  Manfaat

a.       Bagi Mahasiswa

Page 4: Praktikum Tpa Gunung Tugel

Mahaiswa dapat langsung terjun di lapangan sehingga lebih memahami sistem

pengolahan sampah di TPA Gunung Tugel dan dapat memperkirakan dampak

kesehatan yang mungkin dirasakan masyarakat sekitar TPA.

b.      Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat

Bertambahnya pengetahuan mahasiswa mengenai pengolahan sampah sehingga

diharapkan mahasiswa akan lebih tertarik dengan masalah pengolahan sampah serta

dapat meneliti lebih lanjut mengenai hal tersebut dan dapat membantu jurusan

kesehatan masyarakat dalam melakukan pengabdian terhadap masyarakat.

c.       Bagi masyarakat

Diharapkan dengan bertambahnya pengetahuan mahasiswa mengenai

pengolahan sampah, mahasiswa dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk

mengurangi dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh pengolahan sampah yang tidak

memuaskan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 5: Praktikum Tpa Gunung Tugel

A.         Pengertian Sampah

Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak

disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yangumumnya berasal dari kegiatan yang

dilakukan oleh manusia termasuk kegiatan industri, tetapi bukan biologis karena

human waste tidak termasuk didalamnya dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990).

Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah rumah tangga, pasar,

warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.

Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah perkotaan

mengakibatkan daerah pemukiman semakin luas dan padat. Peningkatan aktivitas

manusia, lebih lanjut menyebabkan bertambahnya sampah. Faktor yang

mempengaruhi jumlah sampah selain aktivitas penduduk antara lain adalah jumlah

atau kepadatan penduduk, sistem pengelolaan sampah, keadaan geografi, musim dan

waktu, kebiasaan penduduk, teknologi serta tingkat sosial ekonomi (Depkes RI,

1987).

B.         Jenis Sampah

Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah

organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia

menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari

sampah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge et al, 1991). Menurut

Murtadho dan Said (1987), sampah organik dibedakan menjadi sampah organik yang

mudah membusuk misalnya sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah, sedangkan

sampah organik yang tidak mudah membusuk misalnya plastik dan kertas. Kegiatan

Page 6: Praktikum Tpa Gunung Tugel

atau aktivitas pembuangan sampah merupakan kegiatan yang tanpa akhir.

Diperlukannya sistem pengelolaan sampah yang baik, sedangkan kenyataannya

penanganan sampah perkotaan mengalami kesulitan dalam hal pengumpulan sampah

dan upaya mendapatkan tempat atau lahan yang benar-benar aman (Suryani et al,

1997). Maka pengelolaan sampah dapat dilakukan secara preventif, yaitu

memanfaatkan sampah salah satunya seperti usaha pengomposan (Damanhuri E,

2007).

Dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, jenis

sampah yang diatur adalah:

1.    Sampah rumah tangga yaitu sampah yang berbentuk padat yang berasal dari sisa

kegiatan sehari-hari di rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik dan

dari proses alam yang berasal dari lingkungan rumah tangga. Sampah ini bersumber

dari rumah atau dari komplek perumahan.

2.    Sampah sejenis sampah rumah tangga yaitu sampah rumah tangga yang bersala

bukan dari rumah tangga dan lingkungan rumah tangga melainkan berasal dari

sumber lain seperti pasar, pusat perdagangan, kantor, sekolah, rumah sakit, rumah

makan, hotel, terminal, pelabuhan, industri, taman kota, dan lainnya.

3.    Sampah spesifik yaitu sampah rumah tangga atau sampah sejenis rumah tangga yang

karena sifat,konsentrasi dan/atau jumlahnya memerlukan penanganan khusus,

meliputi, sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti batere

bekas, bekas toner, dan sebagainya. Sampah yang mengandung limbah B3 misalnya

sampah medis, sampah akibat bencana, puing bongkaran, sampah yang secara

teknologi belum dapat diolah, sampah yang timbul secara periode.

C.         Dampak yang Ditimbulkan oleh Sampah

Page 7: Praktikum Tpa Gunung Tugel

Menurut Suprihatin (1996) sampah menimbulkan berbagai dampak buruk bagi

manusia dan lingkungan disekitarnya, yaitu:

1.      Dampak bagi kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah

yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan

menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan

penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:

a.         Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari

sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam

berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang

pengelolaan sampahnya kurang memadai.

b.         Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

c.         Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah

suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya

masuk ke dalam pencernaaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa

makanan/sampah.

d.        Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang

meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg).

Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi

baterai dan akumulator.

2.      Dampak terhadap Lingkungan

Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan

mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa

spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.

Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan

Page 8: Praktikum Tpa Gunung Tugel

gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam

konsentrasi tinggi dapat meledak.

3.      Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi

a.       Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang

menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk

karena sampah bertebaran dimana-mana.

b.      Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

c.       Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan

masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung

(untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk

kerja, rendahnya produktivitas).

d.      Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan

memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase,

dan lain-lain.

e.       Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak

memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana

penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang

sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan

diperbaiki.

D.      Pengelolaan Sampah

Mekanisme pengelolaan sampah dalam UU N0.18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah meliputi, kegiatan–kegiatan berikut:

1.      Pengurangan sampah

Page 9: Praktikum Tpa Gunung Tugel

Yaitu kegiatan untuk mengatasi timbulnya sampah sejak dari produsen

sampah (rumah tangga, pasar, dan lainnya), mengguna ulang sampah dari sumbernya

dan/atau di tempat pengolahan, dan daur ulang sampah di sumbernya dan atau di

tempat pengolahan. Pengurangan sampah akan diatur dalam Peraturan Menteri

tersendiri, kegiatan yang termasuk dalam pengurangan sampah ini adalah:

a.       Menetapkan sasaran pengurangan sampah

b.      Mengembangkan Teknologi bersih dan label produk

c.       Menggunakan bahan produksi yang dapat di daur ulang atau diguna ulang

d.      Fasilitas kegiatan guna atau daur ulang

e.       Mengembangkan kesadaran program guna ulang atau daur ulang

2.    Penanganan sampah,

Yaitu rangkaian kegiatan penaganan sampah yang mencakup pemilahan

(pengelompokan dan pemisahan sampah menurut jenis dan sifatnya), pengumpulan

(memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS atau tempat pengolahan sampah

terpadu), pengangkutan (kegiatan memindahkan sampah dari sumber, TPS atau

tempat pengolahan sampah terpadu, pengolahan hasil akhir (mengubah bentuk,

komposisi, karateristik dan jumlah sampah agar diproses lebih lanjut, dimanfaatkan

atau dikembalikan alam dan pemprosesan aktif kegiatan pengolahan sampah atau

residu hasil pengolahan sebelumnya agar dapat dikembalikan ke media lingkungan.

3.    Sistem Pengelolaan Sampah

Secara garis besar ada tiga sistem pengelolaan sampah, yaitu dengan cara

kimiawi melalui pembakaran, cara fisik melalui pembuangan di TPA, dan cara

biologis melalui proses kompos. Jumlah volume sampah yang besar dilakukan

pengelolaan sampah dengan cara fisik (S. Rahardjo, 2006)

Page 10: Praktikum Tpa Gunung Tugel

Bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah dengan berbagai

alternative yang tersedia, diantaranya adalah:

a.         Transformasi fisik, meliputi pemisahan komponen sampah (shorting) dan pemadatan

(compacting). Tujuannya adalah mempermudah penyimpanan dan pengangkutan.

b.        Pembakaran (incinerate), merupakan teknik pengolahan sampah yang dapat

mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga volumenya dapat berkurang hingga

90-95%. Meski merupakan teknik yang efektif, tetapi bukan merupakan teknik yang

dianjurkan karena teknik ini berpotensi untuk menumbulkan pencemaran udara.

c.         Pembuatan kompos (composting), kompos adalah pupuk alami atau organik yang

terbuat dari bahan-bahan hijauan dan bahan organic lain yang sengaja ditambahkan

untuk mempercepat proses pembusukan., misalnya kotoran ternak. Berbeda dengan

proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan maupun cara

pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun.

d.      Energy recovery, yaitu transformasi sampah menjadi energi, baik energi panas

maupun energi listrik. Metode ini telah banyak dikembangkan di Negara-negara maju

yaitu pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas kurang lebih 300 ton/haridapat

dilengkapi dengan pembangkit listrik kurang lebih 96.000 MWH/tahun dan hasilnya

dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses pengelolaan (Kartikawan Y, 2007).

E.  Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat untuk menimbun

sampah dan merupakan bentuk akhir dari program pengelolaan sampah (Depkes RI,

1987). Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,

menyatakan bahwa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat

Page 11: Praktikum Tpa Gunung Tugel

dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di

sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah tempat untuk memproses dan

mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan

lingkungan.

TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak

menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga penyediaan

fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik

(Kementerian LH, 2005). Sampah masih mengalami proses penguraian secara

alamiah dengan jangka waktu panjang di TPA. Beberapa jenis sampah dapat terurai

secara cepat, sementara yang lain lebih lambat, bahkan ada beberapa jenis sampah

yang tidak berubah sampai puluhan tahun, misalnya plastik. Hal ini memberikan

gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakan pun masih ada proses yang

berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan

(Kementerian LH, 2005).

Pengelolaan sampah belum bisa dikatakan berhasil keseluruhannya dengan

baik, tanpa menyelesaikan persoalan, mengatasi permasalahan hingga sampai tahap

disposal dengan baik. Kebanyakan TPA di Indonesia masih jauh dari

penyelenggaraan yang saniter, karena masih banyak yang menggunakan metode open

dumping, yaitu metode pembuangan sampah dimana sampah dibuang begitu saja

secara terbuka diatas suatu tanah yang kurang dimanfaatkan (tanah lapang yang

kurang baik keadaannya). Metode ini banyak menimbulkan kondisi yang kurang baik

seperti menimbulkan bau yang tidak sedap, sebagai media yang baik bagi berkembang

biak lalat, tikus maupun parasit (cacing) dan dapat menimbulkan gangguan

Page 12: Praktikum Tpa Gunung Tugel

penyebaran penyakit menular seperti kecacingan pada pekerja yang kontak langsung

dengan sampah (Depkes RI, 1987).

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel berlokasi di RT 04

RW 06 Desa Kedung Randu Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Secara

geologis, lokasi ini terletak di atas cekungan dengan struktur batuan yang disebut

dengan formasi Tapak. Formasi Tapak terdiri dari lapisan bawah berupa pasir berputir

kasar berwarna kehijauan dan Conglomerate yang bercampur batuan breksi andesit

lokal. Sedangkan lapisan bagian atas berupa batuan pasir gampingan dan napal

berwarna hijau yang bercampur dengan kepingan molusca. Formasi Tapak di lokasi

ini diperkirakan memiliki kedalaman hingga 500 meter.

TPA Gunung Tugel mempunyai luas sekitar 5 Ha, namun yang digunakan

sebagai tempat pembuangan sampah hanya sekitar 3 Ha. TPA ini sudah berumur

sekitar 28 tahun dari mulai tahun 1983 sampai sekarang 2011. TPA Gunung Tugel

menampung sampah sebanyak 40 truk per hari, yang masing-masing truk membawa 8

Page 13: Praktikum Tpa Gunung Tugel

kubik sampah organik maupun sampah anorganik. Jumlah pemulung TPA Gunung

Tugel yang tercatat di Unit Persampahan Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata

Ruang Kabupaten Banyumas sebanyak 141 orang. Pemulung tersebut bekerja setiap

harinya mulai pukul 06.30-16.30.

Responden yang diwawancarai yaitu ibu Dariyah yang bekerja sebagai

pemulung, namun responden tidak bekerja selama satu hari penuh, pekerjaannya

dapat ditinggalkan apabila ada kegiatan lain. Ibu Dariyah mengumpulkan semua

sampah khususnya yang memiliki daya jual seperti kantong plastik, botol plastik

bekas air mineral, botol-botol kaca, boneka, besi, dan karet sandal jepit. Sampah-

sampah yang sudah terkumpul kemuadian dipisah-pisahkan sesuai dengan jenisnya.

Kemudian sampah-sampah tersebut diangkut oleh pengepul setiap hari sabtu. Khusus

untuk sampah botol plastik akan diolah menjadi butiran-butiran plastik sebesar biji

beras yang kemudian didaur ulang kembali menjadi barang yang mempunyai daya

guna. Pabrik pengolahan botol plastik tersebut berada di sekitar TPA Gunung Tugel

dan pemiliknya merupakan warga sekitar TPA Gunung Tugel.

Sampah yang tidak laku dijual seperti sampah-sampah organik yang berupa

sisa-sisa makanan dan dedaunan dibiarkan begitu saja, sedangkan sampah kayu

biasanya dibawa pulang oleh pemulung dan digunakan sebagai kayu bakar.

Sebenarnya TPA Gunung Tugel mempunyai sistem pengolahan sampah organik,

sampah organik tersebut diolah menjadi pupuk kompos, namun untuk 5 tahun terakhir

ini hal tersebut tidak lagi dilakukan mengingat sumber dana yang terbatas.

Pengelolaan sampah di TPA Gunung Tugel menggunakan metode open

dumping dan control landfill. Open dumping adalah metode yang dilakukan dengan

membiarkan sampah tersebut terbuka dan terkena sinar matahari. Metode control

landfill atau penimbunan seharusnya dilakukan ketika ketinggian sampah telah

Page 14: Praktikum Tpa Gunung Tugel

mencapai 1 m dengan ketinggian tanah penutupnya 15 cm agar sampah tersebut tidak

menimbulkan pencemaran baik bau, sumber vektor baik lalat maupun nyamuk.

Kenyataanya saat ini di TPA Gunung Tugel control landfill baru dilaksanakan ketika

ketinggian timbunan sampah mencapai 2 m sehingga hal ini menyebabkan dampak

buruk bagi kesehatan khususnya bagi tenaga kerja, pemulung dan warga sekitar TPA

gunung tugel.

Timbunan sampah di TPA Gunung Tugel akan menghasilkan air lindi yaitu air

rembesan yang berasal dari sampah, pembentukan air lindi dipengaruhi oleh

karakteristik sampah yaitu sampah organik atau sampah anorganik. Sampah organik

akan menghasilkan air lindi lebih banyak daripada sampah anorganik.Sampah organik

yang masuk ke TPA Gunung Tugel dalam lima tahun terakhir ini tidak mendapat

pengelolaan sehingga air lindi yang dihasilkan menjadi lebih banyak dari sebelumnya,

keadaan tersebut akan menimbulkan pencemaran air tanah. Penelitian yang dilakukan

Sulinda (2004) di TPA Galuga Bogor Jawa Barat menyatakan bahwa pada musim

hujan kuantitas air lindi lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini

menunjukkan bahwa kondisi iklim akan mempengaruhi kuantitas air lindi yang

dihasilkan. Daerah dengan curah hujan yang tinggi akan membentuk kuantitas air

lindi yang lebih banyak, walaupun konsentrasi kontaminannya akan lebih sedikit

daripada di daerah yang curah hujannya rendah. Purwokerto termasuk kota yang

memiliki curah hujan yang tinggi oleh karena itu air lindi yang dihasilkan di TPA

gunung tugel memiliki kuantitas air lindi yang tinggi dengan konsentrasi kontaminan

yang rendah.

TPA Gunung Tugel memiliki sistem pengelolaan limbah tinja, Pengolahan

limbah tinja ini dilakukan di Instalasi Pembuangan Limbah Tinja (IPLT).

Pengolahannya yaitu setelah limbah tinja diturunkan dari kendaraan pengangkut tinja,

Page 15: Praktikum Tpa Gunung Tugel

tinja tersebut kemudian ditampung dalam sebuah bak khusus penampung tinja. Tinja

yang telah ditampung kemudian diendapkan dan dikeringkan dengan bantuan sinar

matahari selama kurang lebih dua hari hingga berubah warna menjadi hitam tanah,

setelah tinja memadat dan kering, kolam tersebut akan dikuras dan tinja diambil untuk

dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Kemudian sisa air yang ada dialirkan ke kolam

kedua yang berada di bawah kolam pertama, setelah didiamkan beberapa hari

kemudian air dialirkan kembali ke kolam ketiga, di kolam ketiga ini air sudah menjadi

jernih.

Menurut penuturan responden selama responden bekerja sebagai pemulung

sampah di TPA gunung Tugel,tidak pernah mengalami keluhan penyakit yang

dirasakan akibat dari pemaparan sampah sehari-hari, Pemaparan setiap hari

memungkinkan ibu tersebut sudah terbiasa dan kebal terhadap kondisi di TPA, Ibu

Dariyah Sendiri tidak menggunakan alat pelindung diri seperti , sepatu boots,

maupun masker. Responden hanya menggunakan sarung tangan dan penutup kepala

serta alas kaki menggunakan sepatu biasa. Responden menuturkan pernah ada

pemeriksaan kesehatan pemulung yang dilakukan oleh institusi kesehatan setempat.

Pemeriksaan tersebut diselenggarakan secara cuma-cuma tanpa dipungut biaya

apapun. Acara tersebut biasanya diselenggarakan ketika memang ada keluhan

langsung dari pemulung.

B.  Pembahasan

Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar menjadi rusak disebabkan oleh

banyak hal. Penyebab utama tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah.

Dalam konotasi sederhana Limbah dapat diartikan sebagai sampah. Pencemaran pada

umumnya berasal dari sampah yang dikumpulkan pada suatu tempat yang sering

disebut TPA (Mukono, 2004)

Page 16: Praktikum Tpa Gunung Tugel

Sampah yang dihasilkan manusia semakin bertambah banyak, maka luas

tempat pembuangan akhir makin luas. Mengingat akan hal ini maka perlu pemikiran

lebih lanjut bagaimana mengurangi masalah yang akan ditimbulkan oleh sampah

dengan memanfaatkan kembali sampah tersebut untuk kepentingan manusia melalui

suatu metode pengolahan sampah.

Pengolahan sampah yang dilakukan oleh pengelola TPA Gunung Tugel

awalnya menggunakan metode open dumping, metode ini akan mengganggu

lingkungan karena sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan

akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan dengan tanah.  Metode open

dumping sebenarnya bukan metode yang baik untuk pengelolaan sampah karena akan

menimbulkan bau yang tidak sedap dan akan menjadi tempat yang nyaman untuk

lalat, tikus maupun parasit (cacing) berkembang biak, sehingga akan menimbulkan

berbagai macam penyakit pada pemulung maupun warga sekitar TPA.

Sistem controlled landfill yang dilakukan oleh TPA Gunung Tugel merupakan

peningkatan dari metode open dumping. Metode tersebut merupakan amanat dari UU

No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dalam aturan tersebut diamanatkan

bahwa pengelolaan sampah dalam lima tahun setelah diundang-undangkan tidak

boleh lagi dikelola secara open dumping (terbuka), sampah minimal harus dikelola

secara sanitary landfill atau minimal controlled landfill, hal tersebut dimaksudkan

untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan dari sistem open

dumping. Metode controlled landfill dilakukan dengan cara menimbun sampah

dengan lapisan tanah ketika sampah sudah mencapai ketinggian 1 meter, namun

kenyataannya di TPA Gunung Tugel penimbunan baru dilakukan ketika sampah telah

mencapai 2 meter atau sekitar 3 bulan sekali, pengelolaaan system controlled landfill

tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah pencemaran akibat sampah. Seharusnya

Page 17: Praktikum Tpa Gunung Tugel

dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan

kestabilan permukan TPA, maka dilakukan juga perataan dan pemadatan sampah.

Pemerintah Indonesia menganjurkan metode controlled landfill untuk

diterapkan di kota sedang dan kecil. Metode ini dalam pelaksanaannya, memerlukan

penyediaan beberapa fasilitas, di antaranya :

1.    Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan.

2.    Saluran pengumpul air lindi (leachate) dan instalasi pengolahannya.

3.    Pos pengendalian operasional.

4.    Fasilitas pengendalian gas metan

5.    Alat berat

Masih ada sistem yang lebih bagus lagi dari system pengolahan controlled

landfill yaitu sistem sanitary landfill, sistem ini merupakan sarana pengurugan

sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Ada proses

penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan dan penutupan sampah

setiap hari. Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga dilakukan setiap hari.

Gambar 1.1 sistem sanitary landfill (Damanhuri, 1995)

Page 18: Praktikum Tpa Gunung Tugel

Metode ini merupakan metode standard yang dipakai secara internasional.

Tujuannya yaitu meminimalkan potensi gangguan yang dapat timbul, maka penutupan

sampah dilakukan setiap hari. Menerapkan metode ini diperlukan penyediaan

prasarana dan sarana yang cukup mahal. Pemerintah Indonesia menganjurkan agar

metode sanitary landfilled diterapkan di kota besar dan metropolitan. Pelaksanaan

metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas, sama seperti fasilitas dalam

sistem controlled landfill dengan jumlah dan spesifikasi yang berbeda.

Pengelolaan air lindi di TPA Gunung Tugel belum maksimal sehigga dapat

mencemari air tanah yang ada di sekitar wilayah TPA, Seharusnya sebelum dialirkan

air lindi diolah terlebih dahulu seperti yang dilakukan oleh pengelola TPA Gampong

Jawa Banda Aceh, TPA tersebut melakukan pengolahan air lindi dengan cara melapisi

dasar kolam penampungan air lindi dengan HDPE atau semacam lapisan plastik

sehingga tidak akan mencemari lingkungan (Damanhuri, 1995)

Pengelolaan tinja yang ada di TPA Gunung Tugel sudah cukup baik, tinja

dapat dimanfaatkan untuk kompos sehingga memiliki nilai ekonomis, air yang

dihasilkan juga dapat digunakan kembali. Pengelolaan tersebut masih menimbulkan

bau yang tidak sedap serta pemandangan yang kurang menarik, sehingga

pengelolaaan tersebut perlu mendapat modifikasi lebih lanjut seperti pembuatan

taman di sekitar area kolam sehingga terlihat indah dan jauh dari kesan menjijikan.

Pengelolaan sampah yang belum sesuai dengan standar dapat menimbulkan

pencemaran