praktikum 3 penglihatan dan waktu reaksi (1)

24
PRAKTIKUM FISIOLOGI Penglihatan dan Waktu Reaksi Kelompok D8 : Adnan Firdaus (102012105) Ervina Fransiska (102012365) Fransiskus Danny (102012252) Grace Elizabeth Claudia (102012290) Jovian Adinata (102012242) Nur Asmalina Binti Azizan (102012511) Ratih Ratnasari Putri (102012037) Selvina (102012396) Ummu Hanani Athirah Binti Mohd Kamaludin (102012507) 1

Upload: asmalina-azizan

Post on 01-Dec-2015

131 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

PRAKTIKUM FISIOLOGI

Penglihatan dan Waktu Reaksi

Kelompok D8 :

Adnan Firdaus (102012105)

Ervina Fransiska (102012365)

Fransiskus Danny (102012252)

Grace Elizabeth Claudia (102012290)

Jovian Adinata (102012242)

Nur Asmalina Binti Azizan (102012511)

Ratih Ratnasari Putri (102012037)

Selvina (102012396)

Ummu Hanani Athirah Binti Mohd Kamaludin (102012507)

1

Page 2: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

2013

Daftar Hadir

No. NIM Nama Paraf

1. 102012037 Ratih Ratnasari Putri

2. 102012105 Adnan Firdaus

3. 102012242 Jovian Adinata

4. 102012252 Fransiskus Danny

5. 102012290 Grace Elizabeth Claudia

6. 102012365 Ervina Fransiska

7. 102012396 Selvina

8. 102012507 Ummu Hanani Athirah Binti Mohd Kamaludin

9. 102012511 Nur Asmalina Binti Azizan

1. Model mata cenco-ingersoll

Tujuan:

1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata cenco-ingersoll yang

menirukan mata sebagai susunan optik.

2. Mendemonstrasikan berbagai keadaan di bawah ini dengan menggunakan model

mata cenco-ingersoll:

Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi

Mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi

Mata miopi serta tindakan koreksi

Mata hipermetrop serta tindakan koreksi

Mata astigmat serta tindakan koreksi

Mata afakia serta tindakan koreksi

Alat yang diperlukan:

1. Model mata cenco-ingersoll dengan perlengkapannya

2. Optotip snellen

2

Page 3: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

3. Seperangkat lensa

4. Mistar

5. Gambar kipas lancarster regan

6. Keratoskop placido

Cara kerja:

1. Mata sebagai sususan optik

Pelajari model mata cenco-ingersoll dengan perlengkapannya:

1. Sebuah bejana yang terisi air hampir penuh.

2. “kornea”

3. “retina” yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda

4. Benda yang bercahaya(lampu). Perhatikan arah anak panah

5. Kotak yang berisi

a. “iris”

b. 4 lensa sferis masing-masing berkekuatan: +2D, +7D, +20D, -1,75D.

c. 2 lensa silindris masing-masing berkekuatan: +1,75D dan -5,5D.

A. Percobaan Emetrop

Cara kerja :

1. Pasang lensa sferis +20D di tempat lensa kristalina (di L).

2. Pasang retina di R.

3. Arahkan model mata ke sebuah jendela yang jauhnya 25 cm.

Perhatikan bayangan jendela yang terjadi pada lempeng retina.

4. Tempatkan sekarang iris di G1 dan perhatikan perubahan bayangan yang terjadi.

Hasil Percobaan :

Ketika lensa sferis sebesar +20D di tempatkan di lensa kristalina (di L) serta

memasang retina di R dengan menggunakan jarak ke seubuah jendela sejauh 25 cm dan

meletakkan iris di G1 maka bayangan yang tampak sangat jelas.

3

Page 4: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

Pembahasan

Gambar 1.1: Sinar cahaya pada mata emetrop di fokuskan pada retina.1

Ketika sinar cahaya paralel dari objek jauh jatuh pada fokus di retina dengan mata dalam

keadaan beristirahat (yaitu tidak berakomodasi) keadaan refraktif mata dikenal sebagai

emetropia (Gambar 1.1). Individu dengan mata emetrop dapat melihat jarak jauh dengan jelas

tanpa berakomodasi.

B. Hipermetropia

Cara Kerja

1. Arahkan model mata tetap ke jendela dan tetap gunakan sferis +20D sebagai

lensa kristlina.

2. Setelah diperoleh bayangan tegas (no A ad.4) pindahkan retina ke Rh.

Perhatikan bayangan menjadi kabur lagi.

3. Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2

sebagai kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas kembali.

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

4

Page 5: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

Hasil Percobaan

Pembahasan

Penderita hipermetropi atau rabun dekat, hanya mampu melihat jelas benda

yang jaraknya jauh dan tidak dapat melihat benda-benda yang jaraknya dekat.2

Ukuran mata, atau lebarnya mata dari belakang sampai ke depan adalah pendek atau

kecil, sehingga lensa memfokuskan bayangan di belakang retina.3 Pasien yang rabun

dekat (hipermetropi) menggunakan lensa positif (konkaf, cekung) pada kacamatanya.

Rabun dekat disebabkan karena lensa mata terlalu pipih. Dengan lensa cembung, sinar

yang jatuh di belakang retina akan dikembalikan tepat pada retina.4

C. Miopia

Persiapan Alat:

1. Model mata Cenco-Ingersol dengan perlengkapannya.

2. Optotip snellen.

3. Seperangkat lensa.

4. Senter.

Cara Kerja:

1. Tingkat lensa sferis positif dari S1 tau S2. Kembalikan retina ke R. Perhatikan

bayangan yang tetap tegas.

2. Pindahkan retina ke Rm. Perhatikan bayangan menjadi kabur.

3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai

kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas.

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.

5

S1 S2

+2D jelas Jelas

+7D buram buram

Page 6: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

Hasil Percobaan

Koreksi lensa -1,45 D pada S1 dan S2 tampak jelas.

Pembahasan

Sinar lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lain

misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas

cahaya melambat (yang sebaliknya berlaku). Arah berkas berubah jika cahaya

tersebut mengenai permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak lurus.

Lensa dibentuk oleh sekitar 1000 lapisan sel yang menghancurkan nucleus dan

organelnya sewaktu dalam pembentukan, sehingga sel-sel tersebut benar-benar

transparan.

Karena tidak memiliki DNA dan perangkat pembentuk protein maka sel-sel

lensa mature tidak dapat memperbaiki diri atau menghasilkan sel baru. Tidak saja

berusia paling tua, sel-sel ini juga terletak paling jauh dari humor aquosus sumber

nutrisi lensa. Dengan bertambahnya usia, sel-sel di bagian tengah yang tidak dapat

diperbaharui ini mati dan menjadi kaku.

Dengan berkurangnya elastisitas, lensa tidak lagi dapat mengambil bentuk

sferis yang dibutuhkan untuk mengakomodasi bayangan benda dekat.5 Pada miopia

lensa terlalu kuat, maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa

akomodasi (meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat

benda dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak

kabur. Karena itu, orang dengan miopia memiliki penglihatan dekat yang lebih baik

daripada penglihatan jauh, suatu keadaan yang dapat diperbaiki dengan lensa konkaf.6

D. Astigmatisme

Cara kerja:

1. Angkat lensa sferis negative dari s1/s2 dan pindahkan retina ke R

2. Letakkan lensa silindris -5.5d di G2. Perhatikan sebahagian bayangan menjadi

kabur

3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa sesuai di s1 atau s2 dan mengatur

arah sumbunya hingga seluruh bayangan menjadi tegas.

6

Page 7: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

4. Catat jenis, kekuatan dan arah sumbu lensa yang saudara pasang di S1/S2

Hasil percobaan

Ketika lensa sferis yang negatif dari S1 dan S2 diangkat, kemudian retina

dipindahkan ke R, lensa silindris -5,5 D di letakkan di G2 menyebabkan bayangan

menjadi buram. Hal ini disebabkan oleh lensa silindris yang menghasilkan efek

silindris pada lensa kristalina, dimana cahaya dibiaskan tersebar pada retina.

Gangguan silindris ini kemudian dikoreksi dengan lensa silindris dengan kekuatan

+1,75D dengan memutar sumbu lensa untuk menghasilkan bayangan yang paling

jelas.

Pembahasan

Percobaan ketiga adalah menentukan lensa yang paling sesuai untuk

mengoreksi kelainan pada mata astigmatisme. Pada kelainan ini, lensa silindris harus

digunakan untuk mendapatkan bayangan yang jelas karena cahayanya tidak jatuh

pada satu pusat saja.

Gangguan mata silinder disebut juga dengan astigmatisme. Idealnya, mata kita

berbentuk bulat seperti bola sepak, sehingga semua sinar yang dibiaskan dari suatu

objek yang masuk ke dalam mata kita akan bertemu di satu titik retina. Pada kelainan

mata astigmatisma, bola mata berbentuk ellips atau lonjong, seperti bola rugby,

sehingga sinar yang masuk ke dalam mata tidak akan bertemu di satu titik retina.

Sinar akan dibiaskan tersebar di retina. Hal ini akan menyebabkan pandangan menjadi

kabur, tidak jelas, berbayang, baik pada saat untuk melihat jarak jauh maupun dekat.

E. Akomodasi

Cara Kerja

1. Angkat kedua lensa slindris yang dipasang di G2 dan S1 atau S2

2. Tanpa mengubah keadaan model mata Cenco-Ingersoll tempatkan benda yang

bercahaya 25 cm di depan model mata tersebut. Perhatikan bayangannya kabur

7

Page 8: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

3. Ganti lensa sferis +7D (lensa kristalina) dengan sebuah lensa sferis lainnya yang

memberikan bayangan yang tegas pada retina

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara gunakan untuk mengganti lensa

kristalina (+7D)

Hasil Percobaan

Pada percobaan yang dilakukan didapatkan bahwa penggunaan kekuatan lensa

+20D memberikan hasil bayangan yang tampak jelas dan tegas pada retinanya.

Pembahasan

Akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk menambah daya bias lensa

dengan kontraksi otot siliar, yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan

lensa sehingga bayangan benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus di retina.

Dikenal beberapa teori akomodasi seperti:

Teori akomodasi Helmholtz.7 Dimana zonula Zinnii mengendur akibat

kontraksi otot siliar sirkular, mengakibatkan lensa yang elastis mencembung. Ini

merupakan proses aktif. Teori akomodasi Tscherning.7 Dasarnya adalah bahwa

nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuk adalah

bagian lensa superficial atau kortex lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan

pada zonula Zinn sehingga nucleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial menjadi

cembung. Ini merupakan proses pasif.

Pada mata jika terjadi akomodasi, muscllus aillator pupilae akan mengatur

lebarnya pupil geraknya disebut indriasi. Dan muscullus spinter papillae yaitu

mengatur mengecilnya pupil, gerakkan mengecilnya dari otot yang melingkarinya.

F. Mata afakia

Cara kerja:

1. Buat susunan seperti yang didapatkan pada A ad.4

2. Angkat lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia yaitu mata tanpa lensa kristalina

8

Page 9: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

3. Perbaiki mata afakia ini dengan salah satu lensa sferis positif yang dipasang di S1 atau

S2 sehingga terbentuk banyangan yang lebih tajam

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 dan S2.

Hasil percobaan

Setelah lensa kristalina diangkat, bayangan yang terbentuk menjadi tidak jelas, namun

setelah dipasangkan lensa sferis positif +7 dioptri baik di posisi S1 maupun S2, bayangan

yang terbentuk kembali tajam dan jelas.

Pembahasan

Afakia merupakan suatu kondisi dimana mata kehilangan lensa kristalina.8 Keadaan

seperti ini biasanya diakibatkan oleh operasi pengangkatan lensa mata, dan jarang sekali

merupakan suatu gangguan bawaan sejak lahir. Hilangnya lensa mata menyebabkan

Penderita afakia mengalami penurunan kemampuan penglihatan serta kehilangan

kemampuan daya akomodasi atau daya fokus karena lensa telah tiada. Penderita afakia

biasanya mengalami hipermetropi yang sangat parah sehingga dapat dikoreksi dengan

menggunakan lensa sferis positif. Selain menggunakan lensa kontak atau kacamata sferis

positif, afakia juga dapat dikoreksi dengan cara pemasangan lensa intraokular operatif.

Lensa intraokular memberikan hasil optik terbaik. Lensa ini menyerupai posisi lensa

alami. Namun karena lensa ini tidak dapat berubah bentuk, mata tidak dapat

berakomodasi. Mata dengan lensa intraokular disebut sebagai pseudofakia.9

1. Perimeter

Cara Kerja:

1. Orang percobaan duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter.

2. Mata kiri orang percobaan ditutup dengan sapu tangan.

3. Orang percobaan meletakkan dagunya di tempat sandaran dagu yang telah diatur

ketinggiannya sehingga tepi bawah mata kanannya terletak setinggi bagian atas batang

vertikel sandaran dagu.

4. Orang percobaan memusatkan pandangan pada titik fiksasi ditengah perimeter dan selama

pemeriksaan, orang percobaan hanya memandang pada titik fiksasi tersebut.

9

Page 10: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

5. Untuk pemeriksaan lapang pandang, lidi yang ada bulatan berwarna-warni dijadikan

objek untuk digeserkan sepanjang busur perimeter. Bulatan tersebut berwarna putih dan

berukuran diameter sedang (± 5 mm).

6. Bulatan putih itu digerakkan secara perlahan sepanjang busur perimeter dari tepi kiri

orang percobaan sehingga ke tengah. Pada saat orang percubaan dapat melihat benda

putih tersebut, penggeseran dihentikan.

7. Ukuran tempat penghentian itu dibaca dan dicatat di dalam formulir yang disediakan.

8. Tindakan no 6 dan 7 diulang pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah posisi

busur perimeter.

9. Tindakan no 6, 7 dan 8 diulangi tiap kali busur diputar sebanyak 30° sesuai arah jarum

jam dari pemeriksa sehingga busur berada dalam keadaan vertikel.

10. Tindakan no 6, 7 dan 8 diulangi setelah busur diputar tiap kali 30° berlawanan arah jarum

jam dari pemeriksa sehingga tercapai posisi busur 60° dari bidang horizontal.

11. Lapang pandang orang percobaan juga diuji dengan berbagai warna lain seperti merah,

hijau, biru dan kuning dengan cara yang sama dari tindakan no 6 hingga 10.

12. Lapang pandang mata kiri juga diperiksa menggunakan metode yang sama dengan hanya

menggunakan bulatan putih sahaja.

Hasil Pemeriksaan Lapang Pandang

Tabel 1. Data (°) Tempat Penghentian Orang Percobaan dalam Pemeriksaan Perimetri untuk

Mata Kiri

Lapang Pandang Bacaan (°)

Temporal 60

Temporal bawah 75

Bawah 75

Nasal bawah 55

Nasal 50

Nasal atas 45

Atas 50

Temporal atas 52.5

Full field 462.5

10

Page 11: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

Tabel 2. Bacaan (°) Tempat Penghentian Orang Percobaan dalam Pemeriksaan Perimetri

untuk Mata Kanan

Bacaan (°) Putih Merah Biru Hijau Kuning

Temporal 55 55 60 45 60

Temporal bawah 50 40 47.5 22.5 32.5

Bawah 60 35 45 20 40

Nasal bawah 47.5 27.5 27.5 15 32.5

Nasal 55 50 55 55 50

Nasal atas 45 30 37.5 25 32.5

Atas 40 25 35 25 25

Temporal atas 47.5 30 42.5 32.5 37.5

Full field 400 292.5 350 240 310

Pembahasan

Pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan perimeter adalah untuk

menentukan deria visual seseorang berfungsi secara normal. Terdapat dua jenis

lapang pandang yaitu lapang pandang monokuler dan lapang pandang binokuler.

Lapang pandang binokuler akan membantu dalam penglihatan stereoskopik yaitu

kemampuan untuk mata menentukan jarak sesuatu obyek. Hasil dari pemeriksaan

pada orang percobaan didapatkan lapang pandangnya berada dalam keadaan asimetris

dengan bentuk yang lebih sempit pada bagian nasal dan melebar di bagian temporal

dan bawah.

Pada bagian mata kanannya, pemeriksaan ini bukan saja melibatkan bulatan

putih namun juga bulatan berwarna merah, biru, hijau dan kuning ikut diperiksa. Hasil

dari pemeriksaan ini, didapatkan warna hijau mempunyai lapang pandang yang paling

kecil sedangkan warna putih mempunyai lapang pandang yang paling besar.

Pemeriksaan perimetri ini dapat membantu dalam memastikan retina dan sel-sel foto

reseptor pada mata berfungsi secara baik. Lapang pandang seseorang itu tidak

asimetris, dan dapat terjadi gangguan penglihatan selain dari tempat diskus optik,

maka mungkin terjadi kerusakan pada sel-sel foto reseptor pada individu tersebut. Jika

terdapat gangguan lapang pandang untuk objek putih, maka kemungkinan sel

11

Page 12: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

batangnya yang mengalami kerusakan sedangkan gangguan lapang pandang terhadap

objek berwarna-warni menunjukkan sel keruncutnya tidak berfungsi secara normal.10

2. Pemeriksaan Buta Warna

Alat: buku pseudoisokromatik ishihara

Cara Kerja:

1. Suruh orang percobaan mengenaili angka atau gambar yang terdapat di dalam

buku pseudoisokromatik ishihara.

2. Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formulir yang tersedia

Hasil Pemeriksaan

Semua angka yang terdapat pada buku pseudoisokromatik ishohara terjawab

dengan benar.

Pembahasan

Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya yang masuk dari

lingkungan ke sel batang atau sel kerucut yang merupakan sel fotoreseptor retina.

Pada bagian fotoreseptor yang terdapat pada retina sebenarnya bukan merupakan

suatu organ perifer yang terpisah melainkan merupakan kelanjutan dari sistem saraf

pusat. Pada retina terdapat tiga lapisan sel peka rangsangan, yaitu lapisan dalam yang

merupakan sel ganglion, akson-akson sel ganglion ini akan menyatu untuk

membentuk saraf optik.

Lapisan tengah dari retina ialah sel bipolar dan lapisan yang luar, mengandung

sel batang dan kerucut yang ujung peka cahayanya menghadap ke koroid, lapisan ini

juga merupakan lapisan yang paling dekat dengan koroid. Sel batang dan kerucut ini

akan mengubah berkas cahaya menjadi pesan listrik dan diinterpretasikan otak

sebagai penglihatan. 11

12

Page 13: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) terdiri dari tiga bagian:12

1. Segmen luar, merupakan bagian yang terletak paling dekat dengan eksterior

mata(menghadap kekoroid). Bagian ini berfungsi untuk mendekteksi

rangsangan cahaya.

2. Segmen dalam, merupakan bagian yang terletak di bagian tengah dari

fotoreseptor. Bagian ini mengandung perangkat metabolik.

3. Terminal sinaps, merupakan bagian yang paling dekat dengan bagian interior

mata dan menghadap ke sel bipolar. Bagian ini menyalurkan sinyal yang

dihasilkan fotoresptor karena stimulasi cahaya ke sel-sel selanjutnya di jalur

penglihatan.

Setiap retina mengandung sekitar 150 juta fotoreseptor dan lebih dari satu

milyar molekul fotopigmen. Fotopigmen ini terdiri dari dua komponen yaitu opsin

yang merupakan protein dari bagian integral membran diskus, dan retinen, suatu

turunan vitamin A. Retinen ini merupakan bagian fotopigmen yang menyerap cahaya. 12

Terdapat empat fotopigmen yang berbeda yaitu satu pada sel batang dan

sisanya masing-masing satu di ketiga jenis sel kerucut. Keempat fotopigmen ini

berguna untuk menyerap panjang gelombang sinar yang berbeda-beda. Pada

fotopigmen yang terdapat pada sel batang, atau yang kita kenal dengan rodopsin, akan

menyerap semua panjang gelombang cahaya tampak. Dengan menggunakan masukan

visual dari sel batang, otak tidak dapat membedakan antara berbagai panjang

gelombang dalam spectrum sinar tampak. Karena itu, sel batang hanya memberikan

bayangan abu-abu dengan mendekteksi perbedaan intensitas, bukan perbedaan warna.

Sedangkan fotopigmen di sel kerucut yaitu sel kerucut merah, hijau dan biru akan

berespon terhadap panjang gelombang cahaya yang akhirnya menyebabkan kita dapat

melihat warna. Jadi pada sel kerucut yang diaktifkan paling efektif oleh panjang

gelombang tertentu dalam kisaran warna yang ditunjukkan oleh warna biru, hijau dan

merah. Walaupun demikian sel kerucut juga berespon terhadap panjang gelombang

lain dengan derajat bervariasi. Pada panjang gelombang yang terlihat sebagai warna

biru, tidak akan merangsang sel kerucut merah dan hijau, tetapi merangsang sel

kerucut biru secara maksimal.12

13

Page 14: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

Pada penderita buta warna, biasanya mereka tidak memiliki sel kerucut jenis

tertentu sehingga penglihatan warna mereka berasal dari sensitivitas diferensial dua

jenis kerucut, yang menyebabkan gangguan penglihatan warna, mempersepsikan

warna yang berbeda dan tidak mampu membedakan warna yang beragam sebanyak

pada manusia normal lainnya. 12

3. Waktu Reaksi

Cara kerja:

1. Suruh orang percobaan duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangan kanannya

ditepi meja dengan ibu jari dan telunjuk berjarak 1 cm siap untuk menjepit.

2. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada titik hitam dengan

menempatkan garis tebal diantara dan setinggi ibu jari dan telunjuk OP tanpa

menyentuh jari jari OP.

3. Dengan tiba tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan OP harus menangkapnya

selekas lekasnya.Ulangi pecobaan ini sebanyak 5kali

4. Tetapkan waktu reaksi orang percobaan(rata rata dari ke 5 hasil yang diperoleh).

Apa yang menentukan waktu reaksi seseorang?

Hasil percobaan

Rata-rata = (0,17+0,18+0,21+0,21+0,18) / 5

= 0,95 / 5

= 0,19

Pembahasan

Waktu reaksi adalah periode antara diterimanya rangsang (stimuli) dengan

permulaan munculnya jawaban (respon). Semua informasi yang diterima indera baik

dari dalam maupun dari luar disebut rangsang. Indera akan mengubah informasi

tersebut menjadi impuls-impuls saraf dengan bahasa yang dipahami oleh otak. Ketika

14

Percobaan 1 0,17

Percobaan 2 0,18

Percobaan 3 0,21

Percobaan 4 0,21

Percobaan 5 0,18

Page 15: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

penggaris dijatuhkan mata bereaksi dan melihat kejadian itu, kemudian informasi itu

diteruskan sampai ke otak, otak kemudian akan merespon dengan memberi perintah

untuk menjepit penggaris yang jatuh. Perintah ini akan diteruskan sepanjang saraf

eferen untuk sampai ke efektor yaitu otot-otot tangan yang digunakan untuk menjepit

penggaris.

15

Page 16: Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)

Daftar Pustaka

1. James B, Chew C, Bron A. Oftalmologi. Jakarta: EMS; 2008. Hal 34-5.

2. Utami, Hestty P. Mengenal cahaya dan optik. Bekasi: Ganeca Exact; 2007.

3. Pearce, EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama; 2009.

4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta:

Erlangga; 2007.

5. Sherwood, L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Brahm U. Pendit, Penerjemah. Edisi 6.

Jakarta: EGC; 2012. hal. 215-218.

6. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury: oftalmologi umum. Brahm U. Pendit,

Penerjemah. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2010. hal. 393.

7. William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 2008.

8. Elsevier’s health sciences rights department. Essentials of opthalmology. USA: Saunders/

Elsevier, 2007.h.228.

9. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes: oftalmologi. Jakarta: Penerbit Erlangga,

2006.h.36.

10. Guyton A.C, Hall J.E. Textbook of medical physiology. 12th edition. Philadelphia:

Saunders Elsevier, 2011.h.627.

11. Corwin EJ. Buku saku patofiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.359.

12. L Sherwood. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2009.p.218-26.

16