praktik ngasak gabah berdasarkan sebab-sebab kepemilikan … · 2019. 11. 27. · keterangan bahwa...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PRAKTIK NGASAK GABAH BERDASARKAN SEBAB-SEBAB
KEPEMILIKAN MENURUT EKONOMI ISLAM
(Studi Kasus di Desa 28 Purwosari Kecamatan Metro Utara)
Disusun Oleh :
INTAN DANISA
NPM. 13103144
Jurusan : Ekonomi Syari’ah (ESY)
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO LAMPUNG
1440 H/ 2019 M
SKRIPSI
PRAKTIK NGASAK GABAH BERDASARKAN SEBAB-SEBAB
KEPEMILIKAN MENURUT EKONOMI ISLAM
(Studi Kasus di Desa 28 Purwosari Kecamatan Metro Utara)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh
INTAN DANISA
NPM. 13103144
Jurusan : Ekonomi Syari’ah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Pembimbing I : Hj. Siti Zulaikha, S.Ag., MH
Pembimbing II : Suci Hayati, S.Ag.,M.SI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO LAMPUNG
1440 H/2019 M
ABSTRAK
PRAKTIK NGASAK GABAH BERDASARKAN SEBAB-SEBAB
KEPEMILIKAN MENURUT EKONOMI ISLAM
(Studi Kasus di Desa 28 Purwosari Kecamatan Metro Utara)
Oleh:
Intan Danisa
Dalam etika bisnis Islam mengatur cara perolehan atau kepemilikan harta, harta
dapat diperoleh melalui berbagai macam cara antara lain melalui usaha yang halal
dan sesuai dengan aturan Allah SWT. Dalam Islam tidak ada kebebasan
kepemilikan, tetapi tidak ada pula pembatasan secara mutlak, Islam secara tepat
mengatur cara bukan jumlah pemilikan serta cara pemanfaatan kepemilikan, cara
pemilikan yang sah adalah izin dari syari’ah dalam menguasai zat dan manfaat
suatu harta, artinya, melalui hukum Syari’ah Islam, Allah memberikan sejumlah
aturan mengenai cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Pertanyaan dalam
penelitian ini adalah : Bagaimanakah praktik ngasak gabah berdasarkan sebab-
sebab kepemilikan menurut Ekonomi Islam di Desa 28 Purwosari Kecamatan
Metro Utara ?. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui praktik ngasak gabah berdasarkan sebab-sebab kepemilikan
menurut Ekonomi Islam di Desa 28 Purwosari Kecamatan Metro Utara.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan jenis
penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
dengan wawancara, dan observasi. Metode wawancara dipergunakan untuk
mendapatkan informasi yang konkrit mengenai praktik ngasak gabah ditinjau dari
perspektif Ekonomi Islam. Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan
untuk memperoleh data tentang sejarah berdirinya Desa Purwosari, jumlah
penduduk, mata pencaharian penduduk dan struktur organisasi Desa Purwosari
Kecamatan Metro Utara.
Dari pembahasan dan analisa diketahui bahwa praktek ngasak gabah di
Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota Metro tidak bertentangan dengan
ekonomi Islam jika dilihat dari penyebab para pengasak yaitu semata-mata untuk
mencari nafkah kebutuhan hidup sehari-hari dan pemilik sawah sudah merelakan
jika ada pengasak mengambil gabah yang sudah berjatuhan di tanah miliknya.
Selama orang yang melakukan ngasak tidak merugikan pemilik sawah maka
ngasak diperbolehkan jika tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan.
.
MOTTO
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Al-Baqarah :
267).1
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Diponegoro,
2012), h. 72
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, wasyukrillah, terima kasih ya Allah, atas segala kemurahan
dan kemudahan yang Engkau berikan kepada peneliti. Akhirnya penulis dapat
menyelesaikan karya kecil ini. Dengan ketulusan dan kebanggaan, karya ini ku
persembahkan kepada :
1. Kedua orangtua ku, Ayahanda Amirsyah dan Ibunda Ordani Pasaribu, tercinta
yang telah memberikan kasih sayang, dorongan moriil maupun imateriil, do’a
tulus yang tiada henti-hentinya dan segalanya yang tak mungkin dapat dibalas
oleh peneliti, yang selalu menjadi pengobar semangat bagi peneliti dalam
menyelesaikan studi ini, yang selalu menjadi “GURU” terbaik dalam hidup
peneliti. Semoga ada surga yang kelak menjadi balasan bagi kasih sayang,
cinta dan pengorbanan Bapak dan Ibu. Aamin.
2. Kakak-kakakku (fitri farmulia, falita athasari) dan adikku (Laudya
Rahmadani)
3. Teman-teman Jurusan Ekonomi Islam angkatan 2013, terimakasih atas semua
bantuannya dan telah memberikan semangat kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Almamater Institut Agama Islam (IAIN) Metro
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini adalah sebagai salah
satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan Program Strata Satu
(S1) Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Metro guna memperoleh gelar S.E.
Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, peneliti telah menerima banyak
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Metro
2. Ibu Dr. Widhiya Ninsiana, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Bisnis Islam IAIN Metro
3. Bapak Dharma Setyawan, M.A, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syari’ah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro
4. Ibu Hj. Siti Zulaikha, S.Ag., MH, selaku pembimbing I yang telah
memberi bimbingan yang sangat berharga.
5. Ibu Suci Hayati, S.Ag., M.SI, selaku pembimbing II yang telah
mengarahkan dan memberikan motivasi.
6. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu Dosen /
Karyawan IAIN Metro yang telah menyediakan waktu dan fasilitas dalam
rangka pengumpulan data.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN ORISINILITAS PENELITIAN ................................................. v
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................................ viii
HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 6
D. Penelitian Relevan ................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Harta dan Hak Milik................................................................. 9
1. Pengertian Harta dan Hak Milik ....................................... 9
2. Kedudukan dan Fungsi Harta ............................................. 14
3. Jenis-jenis Kepemilikan ..................................................... 16
4. Sebab-Sebab Kepemilikan ................................................ 19
B. Ekonomi Islam ........................................................................ 28
1. Pengertian Ekonomi Islam ................................................. 28
2. Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam ...................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sifat Penelitian ..................................................... 35
B. Sumber Data ........................................................................ 36
C. Teknik Pengumpul Data ...................................................... 37
D. Teknik Analisa Data ............................................................ 39
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... 40
1. Sejarah Singkat Terbentuknya Kelurahan Purwosari ....... 40
2. Visi Misi Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara
Kota Metro ........................................................................ 41
3. Kepada Desa / Lurah yang pernah menjabat di
Desa Purwosari................................................................... 43
4. Jumlah Penduduk Kelurahan Purwosari Kecamatan
Metro Utara Kota Metro .................................................... 43
B. Praktik Ngasak Gabah di Desa Purwosari Kecamatan
Metro Utara .............................................................................. 44
C. Analisis Praktik Ngasak Gabah Menurut Ekonomi Islam ...... 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 65
B. Saran ......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR LAMPIRAN
1. SK Bimbingan Skripsi
2. Surat Izin Pra Research
3. Out Line
4. Surat Izin Research
5. Surat Tugas Research
6. Surat Balasan Research
7. APD (Alat Pengumpulan Data)
8. Kartu Konsultasi Bimbingan Skripsi
9. Surat Keterangan Bebas Pustaka
10. Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam membatasi umatnya dalam mencari nafkah untuk
keluarganya, dan harus sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. Kaidah umum
mencari nafkah adalah, bahwa Islam tidak memperbolehkan para penganutnya
untuk mencari nafkah dengan cara yang semaunya. Islam menegaskan bahwa
ada cara usaha untuk mencari nafkah atau pekerjaan sesuai dengan syari’at
namun ada pula yang tidak sesuai dengan syari’at seiring dengan tegaknya
kemaslahatan bersama. Perbedaan ini mengacu kepada prinsip umum yang
mengatakan bahwa segala cara mendapatkan harta akan mendatangkan
manfaat bagi dirinya dan orang lain.
Dalam mencari nafkah masyarakat terkadang tidak bisa membedakan
antara boleh, tidak boleh dan tradisi. Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian
yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama
dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. “Islam secara
tepat mengatur cara bukan jumlah pemilikan serta cara pemanfaatan
kepemilikan, cara pemilikan yang sah adalah izin dari syari’ah dalam
menguasai zat dan manfaat suatu harta, artinya, melalui Syari’ah Islam, Allah
memberikan sejumlah aturan mengenai cara perolehan dan pemanfaatan
kepemilikan”.2
Sebagaimana yang dijelaskan dalam al-qur’an surat Al-Baqoroh ayat 60.
2 M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, (Bogor: Al-Izzah
Press, 2009), h. 116
Artinya : “dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya,
lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". lalu
memancarlah daripadanya dua belas mata air. sungguh tiap-tiap suku
telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan
minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu
berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan”. (QS. Al-
Baqoroh : 60)3
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah menyuruh
manusia untuk memakan dan meminum dari rezeki yang halal yang telah
Allah berikan, dan Allah melarang manusia untuk membuat kerusakan di
muka bumi ini. Dalam mencari memperoleh rezaki Islam mempunyai
ketentuan-ketentuan tersendiri.
Ekonomi Islam mengatur cara perolehan atau kepemilikan harta, harta
dapat diperoleh melalui berbagai macam cara antara lain melalui usaha yang
halal dan sesuai dengan aturan Allah SWT.4 Dalam Islam tidak ada kebebasan
kepemilikan, tetapi tidak ada pula pembatasan secara mutlak, Islam secara
tepat mengatur cara bukan jumlah pemilikan serta cara pemanfaatan
kepemilikan, cara pemilikan yang sah adalah izin dari syari’ah dalam
menguasai zat dan manfaat suatu harta, artinya, melalui hukum Syari’ah
3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Diponegoro, 2012) h.
9 4 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2012), h. h. 61.
Islam, Allah memberikan sejumlah aturan mengenai sebab kepemilikan dan
pemanfaatan kepemilikan.5
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah : 168 sebagai berikut
:
Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.
(QS. Al-Baqoroh : 168) 6
Berdasarkan Ayat di atas dapat dipahami bahwa dilarang untuk
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, dalam hal ini memakan
dapat diartikan “mengambil atau menguasai” harta milik orang lain, karena hal
itu dilarang oleh Islam. Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya untuk
memakan harta sebagian mereka terhadap sebagian lainnya dengan cara yang
batil, yaitu degan segala jenis penghasilan yang tidak berdasarkan syari’at
Islam.
Syari’at Islam setidaknya ada empat sebab kepemilikan (asbab al-
tamalluk) yang dijadikan sebagai sumber daya ekonomi, Ihrazul Mubahat
(penguasaan harta bebas) yaitu cara pemilikan melalui penguasaan terhadap
harta yang belum dikuasai atau dimiliki pihak lain. Tawaallud (berkembang
5 M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, (Bogor: Al-Izzah
Press, 2009), h, 116 6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya., h. 107
biak) yaitu sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yang lainya. Al-khalafiyah
yaitu penggantian seseorang atau sesuatu yang baru menenmpatai posisi
pemilikan yang lama. Aqad yaitu pertalian antara ijab dan qabul sesuai dengan
kentuan syarah yang menimbulkan pengaruh terhadap objek akad. 7
Bekerja (al’amal) bermacam-macam jenisnya, bentuknya pun
beragam, serta hasilnya pun berbeda-beda, akan tetapi Allah SWT telah
menetapkan dalam bentuk kerja-kerja tertentu yang layak untuk dijadikan
sebagai sebab kepemilikan. Bentuk-bentuk kerja yang disyariatkan, sekaligus
bisa dijadikan sebagai sebab pemilikan harta, antara lain: menghidupkan tanah
mati (ihya’ almawaat), menggali kandungan bumi, berburu, makelar
(samsarah), mudlarabah (bagi hasil), musaqat (paroan kebun) serta ijarah
(kontrak kerja).8
Desa Purwosari merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Metro Utara Kota Metro, sebagian besar penduduk desa Purwosari berprofesi
sebagai petani, karena kebanyakan masyarat desa Purwosari memiliki lahan
pertanian seperti sawah, namun ada juga sebagian penduduk desa Purwosari
yang tidak memiliki sawah. Masyarakat desa Purwosari yang tidak memiliki
sawah selama ini bekerja ngasak di sawah milik orang lain ketika panen padi.
Berdasarkan hasil survey pada tanggal 25 Oktober 2017 diperoleh
keterangan bahwa masyarakat banyak yang memiliki sawah tetapi ada juga
sebagian orang yang tidak memiliki sawah. Ketika masa panen, ada 5 orang
mengasak gabah yang berasal dari Desa Banjarsari dan 2 pengasah dari Desa
7 Isnani Harahap dkk, Hadis-hadis Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 38. 8 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. I, 2000), h. 61
Purwosari, para pengasak mencari padi dari sisa-sisa panen disawah milik
orang lain yang sudah selesai dipanen namun dalam mengambil padi sisa-sisa
panen orang yang mengasak padi tidak meminta izin terlebih dahulu dari
pemilik sawah, hal ini menurut pengasak padi di lakukan karena sampai saat
ini mengambil padi sisa-sisa panen disawah milik orang lain sudah menjadi
hal yang biasa setiap tahunnya mereka lakukan.9
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti apakah
praktek ngasak yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa Purwosari
Kecamatan Metro Utara Kota Metro yang sudah menjadi kebiasaan itu
bertentangan dengan Ekonomi Islam atau tidak. Oleh karena itu peneliti
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “PRAKTIK NGASAK GABAH
BERDASARKAN SEBAB-SEBAB KEPEMILIKAN MENURUT
EKONOMI ISLAM (Studi Kasus di Desa 28 Purwosari Kecamatan Metro
Utara)”.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
pertanyaan penelitian yang dijadikan fokus pembahasan dalam penelitian ini
adalah : “Bagaimanakah praktik ngasak gabah berdasarkan sebab-sebab
kepemilikan menurut Ekonomi Islam di Desa 28 Purwosari Kecamatan Metro
Utara ?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
9 Wawancara dengan Bapak Bambang selaku pengasak gabah pada tanggal 25 Oktober
2017
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pretanyaan penelitian maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : “Untuk mengetahui praktik
ngasak gabah berdasarkan sebab-sebab kepemilikan menurut Ekonomi
Islam di Desa 28 Purwosari Kecamatan Metro Utara”.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
ilmu fiqih.
b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan dan kejelasan kepada masyarakat tentang hukum ngasak
ataupun mengambil padi dari sisa panen di sawah yang sudah
berjatuhan di lahan.
D. Penelitian Relevan
Penelitian relevan adalah “penelitian terdahulu”. Seperti skripsi yang
disusun oleh :
1. Siti Mutoharoh yang berjudul “Analisis Konsep Kepemilikan Harta Dalam
Pandangan Ekonomi Islam”. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa
pemilik hakiki dari segala sesuatu adalah Allah SWT, manusia yang
berlaku sebagai khalifah, hanya merupakan pemilik sementara dari apa
yang dimilikinya. Oleh karena itu dalam segala tindakan ekonomi atau
dalam usaha memperoleh harta kekayaan, manusia harus melalui jalan
yang diridhoi oleh syariat baik dalam perolehan sumber, prosesnya
ataupun pemanfaatan hasil kekayaan tersebut. Karena pada intinnya segala
sesuatu yang dimiliki oleh manusia akan dimintai pertanggung
jawabannya diakhirat kelah oleh Allah SWT.10
2. Muhammad Umar Saifuddin yang berjudul “Konsep Kepemilikan dalam
Islam”. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Islam mengakui fitrah
manusia untuk mencintai harta dan memilikinya. Harta yang ada di tangan
manusia hanyalah titipan dan amanat yang harus ditunaikan sesuai apa
yang diinginkan sang pemilik-Nya. Konsep harta dalam Islam sangat
komprehensif, dimana Islam tidak hanya mengatur bagaimana harta itu
dapat diperoleh dengan cara yang halal, bagaimana harta dapat
dikembangkan, dan didayagunakan, akan tetapi juga mengatur bagaimana
agar harta itu dapat berfungsi mensejahterakan umat, yaitu dengan
menggerakkan para pemilik untuk mendistribusikan guna memenuhi
kebutuhan hidupnya. Justru itu, Islam mengakui adanya kepemilikan
individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Ketiga macam
kepemilikan tersebut diberi batasan wewenang sesuai dengan fungsinya
masing-masing. yang pada intinya agar terjaga keseimbangan untuk
menuju kesejahteraan baik individu, masyarakat dan negara.11
3. Abdul Wahab, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Ngasak (Studi
Kasus Terhadap Praktek Ngasak Daun Tembakau Kering Di Desa
Poncowarno Kec. Batanghari Kab. Lampung Timur). Dari hasil penelitian,
10 Siti Mutoharoh, Analisis Konsep Kepemilikan Harta Dalam Pandangan Ekonomi
Islam”, Prodi Ekonomi Islam, STAIN Jurai Siwo Metro 2004. 11 Muhammad Umar Saifuddin, “Konsep Kepemilikan dalam Islam”. Prodi Ekonomi
Bisnis Islam, IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2010.
peneliti menemukan bahwa praktek ngasak daun tembakau kering di desa
Desa Poncowarno Kec. Batanghari Kab. Lampung Timur sesuai dengan
hukum Islam, karena para pencari daun tembakau kering mengambil
barang yang termasuk dalam barang mubah dan boleh dimiliki oleh semua
orang dengan catatan tidak boleh merusak tanaman lainnya serta tidak
mengganggu petani yang sedang disawah. Menurut pandangan ulama desa
Desa Poncowarno praktek ngasak daun tembakau kering boleh dilakukan,
karena hasil dari ngasak digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya. Hal tersebut boleh dilakukan tetapi, dengan syarat orang
yang ngasak hanya boleh mengambil daun tembakau yang kering saja dan
tidak boleh mengganggu petani yang sedang berada di sawah serta tidak
merusak tanaman yang lainnya.12
Penelitian di atas memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Persamaannya meneliti tentang padi/gabah, sedangkan perbedaan
yang membedakan penelitian sebelumnya membahas tentang jual beli padi
sedangkan penelitian yang akan peneliti garap lebih menekankan kepada
ngasak padi yang tidak meminta izin terlebih dahulu dari pemilik sawah di
tinjau menurut perspektif ekonomi Islam.
12 Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Ngasak (Studi Kasus Terhadap Praktek
Ngasak Daun Tembakau Kering Di Desa Poncorejo Kec. Gemuh Kab. Kendal). Jurusan
Muamalah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2015
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Harta dan Hak Milik
1. Pengertian Harta dan Hak Milik
a. Pengertian Harta
Harta dalam bahasa Arab adalah (المال) yang berarti condong,
cenderung dan miring, dalam hal ini adalah kecenderungan manusia
untuk memiliki dan menguasai materi harta. Dan harta yang dimaksud
disini adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia,
baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-
tumbuhan, maupun yang tidak tampak, yakni manfaat semisal yang
berada pada kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal. Dan sesuatu yang
tidak dikuasai manusia tidak bisa dikatakan harta menurut bahasa,
seperti burung di udara, ikan di lautan lepas, pohon di hutan, dan
barang tambang yang di bumi.13
Harta menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring.
Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan
manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun
manfaat.14 Ada juga yang mengartikan dengan sesuatu yang
dibutuhkan dan diperoleh manusia baik berupa benda yang tampak
seperti emas, perak, binatang, tumbuhan, maupun yang tidak tampak,
13 Wahbah Al-Zuhayli, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adilatuhu, Jilid 4 (Damsyik: Dar Al-Fikr,
2011), h. 40. 14 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 17.
9
yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian dan tempat tinggal. Oleh
karena itu menurut etimologis, sesuatu yang tidak dikuasai manusia
tidak bisa dinamakan harta, seperti burung di udara, ikan di air, pohon
di hutan, dan barang tambang yang ada di bumi.15
Adapun pengertian harta secara terminilogis, yaitu sesuatu
yang diinginkan manusi berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan
memberikannya atau menyimpannya.16
Menurut Wahbah Al-Zuhayli harta dari segi bahasa ialah setiap
barang yang benar-benar dimiliki dan dikuasai (hiyazah) oleh
seseorang, baik dalam bentuk ‘ain ataupun manfaat. Contoh harta ‘ain
adalah emas, perak, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan
contoh harta manfaat adalah seperti menunggang kendaraan, memakai
pakaian dan mendiami rumah. Barang yang tidak dikuasai oleh
seseorang, tidak dinamakan harta dari segi bahasa. Umpamanya
burung di udara, ikan di dalam air, pohon di hutan dan galian di perut
bumi.17
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah al-mal, yaitu: “Segala
yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau
segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan. Harta
memiliki dua unsur:
b. Harta dapat dikuasai dan dipelihara; sesuatu yang tidak
disimpan atau dipelihara secara nyata tidak dapat dikatakan
harta.
15 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 59. 16 Ibid 17 Wahbah Al-Zuhayli, Al-Fiqh Al-Islam., h. 40.
c. Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan; segala sesuatu
yang tidak bermanfaat, seperti daging bangkai atau
makanan yang basi tidak dapat disebut harta, atau
bermanfaat tetapi menurut kebiasaan tidak diperhitungkan
manusia, seperti satu biji gandum, segenggam tanah dan
sebagainya. Hal itu tidak disebut harta sebab terlalu sedikit
hingga zatnya tidak bias dimanfaatkan kecuali jika
disatukan dengan hal lain.18
Menurut Jumhur ulama (selain ulama Hanafiyah), al-mal yaitu:
“Segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dikenakan ganti rugi bagi
orang yang merusak atau melenyapkannya,” Dalam kandungan kedua
definisi tersebut terdapat perbedaan esensi harta. Menurut jumhur
ulama, harta tidak saja bersifat materi melainkan termaksud manfaat
dari suatu benda. Akan tetapi ulama Hanafiah berpendirian bahwa
yang dimaksud dengan harta hanya yang bersifat materi, adapun
manfaat termaksud dalam pengertian milik.19 Manfaat yang dimaksud
pada pembahasan ini adalah faedah atau kegunaan yang dihasilkan dari
benda yang tampak, seperti mendiami rumah atau mengendarai
kendaraan.20 Adpun harta atau amwal menurut Kompilasi Hukum
Islam Pasal 2, adalah banda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan,
dan dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik
benda yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda yang
bergerak maupun yang tidak bergerak, dan hak yang mempunyai nilai
ekonomis.21
18 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 22. 19 Abdul Rahman Ghazaly.,at all, Fiqh Muamalat, h. 17-18. 20 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, h. 23. 21 Mahkamah Agung RI Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum
Islam, 2010, h. 2.
b. Hak Milik
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara
etimologi mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, diantaranya
berarti: milik, ketetapan dan kepastian, menetapkan dan menjelaskan,
bagian (kewajiban), dan kebenaran.22
Pengertian hak secara etimologis terkandung dalam beberapa
ayat Al-Qur’an yaitu ketetapan dan kepastian (QS. Yaasin 36:7),
menetapkan dan menjelaskan (QS. Al-Anfal 8:8), kewajiban yang
terbatas (QS. Al-Baqarah 2:241), dan kebenaran sebagai lawan
kebatilan (QS. Yunus 10:35). Adapun terminology Fiqhi, hak yaitu
suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara’.23
Kamus Istilah Ekonomi disebutkan bahwa hak ialah barang
milik perorangan atau hakatas tanah selain hak milik penuh (tanaman
atau sewa). Sedangkan hak milik ialah hakatas property yang didukung
dengan semua klaim hukum. Setelah memilikinnya maka klaim itu
dilindungi oleh hukum. Dan hak milik pribadi ialah hak seseorang
untuk memperoleh manfaat dari hartabenda secara langsung atau tidak
langsung, misalnya melalui pemakaian sewa-menyewa dan
sebagainya.24
Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara
etimologi berarti penguasaan terhadap sesuatu. Al-milk juga berarti
22 Abdul Rahman Ghazaly.,at all, Fiqh Muamalat, h. 45. 23 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, h. 66. 24 Julian Ifnul Mubaroh, Kamus Istilah Ekonomi, (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 78-
79.
sesuatu yang dimiliki (harta). Milk juga berarti hubungan seseorang
dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang menjadikannya
mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat
melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut kecuali adanya
larangan syara’.Kata milik dalam Bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari kata al-milk dalam bahasa Arab.25
Secara etimologi, kepemilikan seseorang akan materi, berarti
penguasaan terhadap sesuatu (benda). Sedangkan secara terminologis
berarti spesialisasi seseorang terhadap sutu benda yang
memungkinkannya untuk melakukan tindakan hukum atas benda
tersebut sesuai dengan keinginannya, selama tidak ada halangan syara’
atau selama orang lain tidak terhalangi untuk melakukan tindakan
hukum atas benda tersebut.26 Atau sesuatu yang dapat digunakan
secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain.27
Adapun yang dimaksud dengan kepemilikan menurut Islam
adalah pemberian hak milik dari suatu pihak kepada pihak yang
lainnya sesuai dengan ketentuan syariat untuk dikuasai, yang pada
hakikatnya hak itu adalah milik Allah swt. Hal ini berarti bahwa
kepemilikan harta adalah yang didasarkan pada agama. Yang artinya,
kendati manusia sebagai pemilik eksklusif, namun kepemilikan itu
25 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat., h. 47. 26 Fisal Badroen, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 105. 27 Ibid
hanya sebatas amanah dari pemilik yang sesungguhnya yakni Allah
SWT.28
2. Kedudukan dan Fungsi Harta
Harta termaksud salah satu kebutuhan pokok manusia dalam
menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama Ushul Fiqhi
persoalan harta dimasukkan di dalam salah satu al-dhoruriyat al-khamsah
(lima keperluan pokok), yang terdiri dari: agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta. Selain sebagai kebutuhan, harta juga merupakan perhiasan
kehidupan dunia, sarana memenuhu kesenangan, dan sarana untuk
menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.
Adapun fungsi harta bagi kehidupan manusia sangatlah banyak
adanya. Harta dapat menunjang kegiatan manusia baik dalam kebaikan
atau keburukan. Oleh karena itu manusia selalu berusaha untuk memiliki
dan menguasainnya. Biasannya cara memperoleh harta, akan berpengaruh
terhadap fungsi harta.29 Namun dalam pembahasan ini, fungsi harta yang
akan dikemukakan terkait dengan aturan syara’, antara lain untuk:
a. Kesempurnaan ibadah. Sebab dalam beribadah dibutuhkan alat-alat,
seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat, serta bekal
untuk ibadah haji, zakat sedekah dan sebagainya.
b. Memelihara dan meningkatkan keimanan serta ketaqwaan kepada
Allah, sebagaimana kefakiran dekat dengan kekufuran.
28 Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral
Ajaran Bumi (Jakarta: Penebar Plus, 2012), h. 105. 29 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, h. 31.
c. Meneruskan estafet kehidupan agar tiadak meninggalkan generasi
yang lemah. Sebagaimana firman Allah QS An-Nisa : 9:
Artinya : “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang
benar”. (QS. QS An-Nisa : 9)30
d. Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat.
e. Bekal untuk mencari dan mengembangkan ilmu, karena menuntut
ilmu tanpa biaya akan terasa sulit.
f. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya
yang memberikan pekerjaan kepada orang miskin.31
g. Menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan.32
Sebenarnya bisa saja diperluas fungsi harta, akan tetapi tidak boleh
dalam penggunaannya bertentangan dengan syariat Islam, karena harta
akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.
3. Jenis-jenis Kepemilikan.
Islam memiliki pandangan yang khas tentang harta. Bahwa harta
pada hakikatsnya adalah milik Allah. Seseorang yang ingin memiliki
sesuatu harus memiliki proses perpindahan yang sesuai dengan syariat
30 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Diponegoro,
2012), h. 72 31 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah., h. 31-32. 32 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat., h. 23.
Islam.39Islampun mengakui kebebasan pemilikan, dan hak milik pribadi
yang dijadikan sebagai landasan pembangunan ekonomi, apabila
berpegang teguh kepada kerangkannya yang dibolehkan dan sejalan pula
dengan ketentuan-ketentuan Allah. Yakni diperoleh melalui jalan halal,
dan pengembangannya dengan cara yang dihalalkan dan disyariatkan.
Islam mewajibkan atas pemilikan ini sejumlah kewajiban yang bermacam-
macam, seperti kewajiban zakat, sadaqah, dan sebagainya. Demikian pula
Islam melarang kepada pemilik harta menggunakan kepemilikannya untuk
membuat kerusakan di muka bumi, atau melakukan sesuatu yang
membahayakan manusia.33
Kepemilikan di dalam Islam dibagi menjadi empat macam tipe.34 yaitu:
a. Kepemilikan umum (kolektif).
Kepemilikan umum adalah kepemilikan secara kolektif atau
hak milik sosial. Hak kepemilikan seperti ini biasanya diperlukan
untuk kepemilikan sosial. Contoh wakaf, anugrah alam seperti, air,
rumput, dan api. Salah satu alas an dari kepemilikan kolektif terhadap
objek-objek alam itu adalah semua itu diberikan Allah secara gratis,
selain sebagai salah satu distribusi keadilan dan menutup jurang
kesenjangan antara yang kaya dan miskin.Adapun sumber-sumber
kepemilikan umum berkisar pada:
1) Wakaf.
33 Yusuf Qardhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami, diterjemahkan oleh
Didin Hafidhuddin dengan judul, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1997), h. 115. 34 Muhammad Djakfar, Etika Bisnis., h. 111-116.
a) Proteksi, adalah penguasaan terhadap tanah yang tak bertuan
yang diperbolehkan bagi kepentingan kaum muslimin, tidak
dikhususkan penggunaannya bagi orang tertentu.
b) Barang tambang, yaitu yang diperoleh melalui eksploitasi
dengan jalan penggalian.
2) Zakat, merupakan income bebas yang masuk dalam kepemilikan
umum.
3) Pajak dalam konsepsi Islam, merupakan harta yang diambil dari
kelompok masyarakat dewasa yang berada dibawah perlindungan
pemerintah Islam.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 18,
bendadapat diperoleh dengan cara: Pertukaran, pewarisan, Hibah,
pertambahan alamiah, jual beli, Luqathah, wakaf, dan cara lain yang
dibenarkan syariat.35
b. Kepemilikan khusus (individu).
Setiap individu berhak menikmati hak miliknya, menggunakan
secara produktif, memindahkannya den melindungi dari kesia-siaan.
Tetapi haknya dibatasi, yaitu tidak menggunakan diluar dari ketentuan
syariat. Kepemilikan individu adalah izin syariat (Allah SWT) kepada
individu untuk memanfaatkan barang dan jasa.Adapun jenis
kepemilikan khusus, yaitu: Kepemilikan pribadi, kepemilikan
perserikatan, dan kepemilikan kelompok.
35 Mahkamah Agung RI Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum
Islam, 2010, h. 8.
1) Kepemilikan mutlak (absolut). Yaitu Allah SWT sebagai pencipta
segala sesuatu yang ada di muka bumi ini.
2) Kepemilikan relative (sementara). Yaitu manusia sebagai khalifah
Allah SWT di muka bumi yang diamanatkan untuk menggunakan
dan memanfaatkan segala yang telah dititipkan oleh sang maha
pemilik segalanya.
4. Sebab-Sebab Kepemilikan
Adapun maksud dengan sebab-sebab pemilikan harta disini adalah
sebab yang menjadikan seseorang memiliki harta tersebut, yang
sebelumnya tidak menjadi hak miliknya. Sebab pemilikan harta itu telah
dibatasi dengan batasan yang telah dijelaskan oleh syara’. Menurut syari’at
Islam setidaknya ada lima sebab kepemilikan (asbab al-tamalluk) yang
dijadikan sebagai sumber daya ekonomi,36 yaitu:
a. Bekerja (Al’amal)
Kata “bekerja” wujudnya sangat luas, bermacam-macam
jenisnya, bentuknya pun beragam, serta hasilnya pun berbeda-beda,
maka Allah SWT tidak membiarkan “bekerja” tersebut secara mutlak.
Allah SWT juga tidak menetapkan “bekerja” tersebut dengan bentuk
yang sangat umum. Akan tetapi Allah SWT telah menetapkan dalam
bentuk kerja-kerja tertentu yang layak untuk dijadikan sebagai sebab
36 Abdullah Abdul Husain At-Tariqi, Ekonomi Islam : Prinsip, Dasar dan Tujuan,
(Yokyakarta: Magistra Insania Press, 2004), h. 97
kepemilikan. Bentuk-bentuk kerja yang disyariatkan, sekaligus bisa
dijadikan sebagai sebab pemilikan harta, antara lain:
1) Menghidupkan Tanah Mati (ihya’ almawaat)
Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya, dan
tidak dimanfaatkan oleh seorang pun. Sedangkan yang dimaksud
dengan menghidupkannya adalah mengolahnya dengan
menanaminya, baik dengan tanaman maupun pepohonan, atau
dengan mendirikan bangunan di atasnya. Dengan adanya usaha
seseorang untuk menghidupkan tanah, berarti usaha orang tadi
telah menjadikan tanah tersebut menjadi miliknya.
Ketentuan ini berlaku umum, mencakup semua bentuk
tanah; baik tanah dar al-Islam (negara Islam), ataupun tanah dar al-
kufur (negara kufur); baik tanah tersebut berstatus ‘usyriyah (yang
dikuasai negara Islam tanpa melalui peperangan) ataupun
kharajiyah (yang ditaklukkan Islam melalui peperangan).
Kepemilikan atas tanah tersebut agar menjadi hak miliknya, maka
tanah tersebut harus dikelola selama tiga tahun secara terus-
menerus sejak mulai dibuka.
Apabila tanah tersebut belum pernah dikelola selama tiga
tahun berturut-turut sejak tanah itu dibuka, atau setelah dibuka
malah dibiarkan selama tiga tahun berturut-turut, maka hak
pemilikan orang yang bersangkutan atas tanah tersebut telah
hilang.
2) Menggali Kandungan Bumi
Yang termasuk kategori bekerja adalah menggali apa
terkandung di dalam perut bumi, yang bukan merupakan harta
yang dibutuhkan oleh suatu komunitas (publik), atau disebut rikaz.
Adapun jika harta temuan hasil penggalian tersebut merupakan hak
seluruh kaum muslimin, maka harta galian tersebut merupakan hak
milik umum (collective property). Apabila harta tersebut asli,
namun tidak dibutuhkan oleh suatu komunitas (publik), semisal
ada seorang pemukul batu yang berhasil menggali batu bangunan
dari sana, ataupun yang lain, maka harta tersebut tidak termasuk
rikaz, juga tidak termasuk hak milik umum (collective property),
melainkan termasuk hak milik individu (private property).
Termasuk juga dalam pengertian jenis harta galian (hasil
perut bumi) seperti barang yang diserap dari udara, seperti oksigen
dan nitrogen. Begitu juga dengan ciptaan Allah yang telah
diperbolehkan oleh syara’ dan dibiarkan agar bisa dimanfaatkan.
3) Berburu
Berburu termasuk dalam kategori bekerja. Misalnya
berburu ikan, mutiara, batu pemata, bunga karang serta harta yang
dipeloleh dari hasil buruan laut lainnya, maka harta tersebut adalah
hak milik orang yang memburunya, sebagaimana yang berlaku
dalam perburuan burung dan hewan-hewan yang lain.
Demikian harta yang dipeloleh dari hasil buruan darat,
maka harta tersebut adalah milik orang yang memburunya. Allah
Swt. Berfirman dalam surat Al-Ma’idah ayat 96:
Artinya : “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan
makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang
lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang
buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah
kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan. (Q.S. Al-Ma’idah : 96).37
Maksudnya binatang buruan laut yang diperoleh dengan
jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. termasuk
juga dalam pengertian laut disini ialah: sungai, danau, kolam dan
sebagainya. Maksudnya: ikan atau binatang laut yang diperoleh
dengan mudah, Karena Telah mati terapung atau terdampar
dipantai dan sebagainya.
4) Makelar (samsarah)
Simsar (broker/pialang) adalah sebutan bagi orang yang
bekerja untuk orang lain dengan upah, baik untuk keperluan
menjual maupun membelikan. Sebutan ini juga layak dipakai untuk
orang yang mencarikan (menunjukkan) orang lain. Makelar
37 Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Diponegoro,
2012), h.
(samsarah) termasuk dalam kategori bekerja yang bisa
dipergunakan untuk memiliki harta, secara sah menurut syara’.
5) Mudlarabah (bagi hasil)
Mudlarabah adalah perseroan (kerjasama) antara dua orang
dalam suatu perdagangan. Dimana, modal (investasi) finansial dari
satu pihak, sedangkan pihak lain memberikan tenaga (‘amal).
Dalam sistem mudlarabah, pihak pengelola memiliki bagian pada
harta pihak lain karena kerja yang dilakukannya.
Sebab, mudlarabah bagi pihak pengelola termasuk dalam
kategori bekerja serta merupakan salah satu sebab kepemilikan.
Akan tetapi, mudlarabah bagi pihak pemilik modal (investor) tidak
termasuk dalam kategori sebab kepemilikan, melainkan merupakan
salah satu sebab pengembangan kekayaan.
6) Musaqat (paroan kebun)
Musaqat adalah seseorang menyerahkan pepohonan
(kebun) nya kepada orang lain agar ia mengurus dan merawatnya
dengan mendapatkan konpensasi berupa bagian dari hasil
panennya. Dengan demikian, musaqat termasuk dalam kategori
bekerja yang telah dinyatakan kebolehannya oleh syara’.
7) Ijarah (kontrak kerja)
Islam memperbolehkan seseorang untuk mengontrak tenaga
para pekerja atau buruh, agar mereka bekerja untuk orang tersebut.
Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang ajiir (orang yang
dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak
tenaga), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh seorang
ajiir. Sementara ajiir adakalanya bekerja untuk seseorang dalam
jangka waktu tertentu, seperti orang yang bekerja di laboratorium,
kebun, atau ladang seseorang dengan honorarium tertentu, atau
seperti pegawai negeri atau swasta.
b. Pewarisan (al-irts)
Yang termasuk dalam kategori sebab-sebab pemilikan harta
adalah pewarisan, yaitu pemindahan hak kepemilikan dari orang yang
meninggal dunia kepada ahli warisnya, sehingga ahli warisnya menjadi
sah untuk memiliki harta warisan tersebut.
Berdasarkan firman Allah SWT :
Artinya : “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak
lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo
harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(QS. An-Nisaa’:11).38
Dengan demikian, pewarisan adalah salah satu sebab pemilikan
yang disyariatkan. Oleh karena itu, siapa saja yang menerima harta
waris, maka secara syara’ dia telah memilikinya. Jadi waris merupakan
salah satu sebab pemilikan yang telah diizinkan oleh syari’at Islam.
c. Pemberian harta negara kepada rakyat
Pemberian harta negara kepada rakyat yang juga termasuk
dalam kategori sebab kepemilikan adalah pemberian negara kepada
rakyat yang diambilkan dari harta baitul maal, dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup, atau memanfaatkan kepemilikan.
Mengenai pemenuhan hajat hidup adalah semisal memberi mereka
harta untuk menggarap tanah pertanian atau melunasi hutang-hutang.
Umar bin Khaththab telah membantu rakyatnya untuk menggarap
tanah pertanian guna memenuhi hajat hidupnya, tanpa meminta
38 Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya., h.
imbalan. Kemudian syara’ memberikan hak kepada mereka yang
mempunyai hutang berupa harta zakat.
Mereka akan diberi dari bagian zakat tersebut untuk melunasi
hutang-hutang mereka, apabila mereka tidak mampu membayarnya.
d. Harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga
Yang termasuk dalam kategori sebab kepemilikan adalah
perolehan individu, sebagian mereka dari sebagian yang lain, atas
sejumlah harta tertentu tanpa kompensasi harta atau tenaga apa pun.
Dalam hal ini mencakup lima hal:
1) Hubungan pribadi, antara sebagian orang dengan sebagian yang
lain, baik harta yang diperoleh karena hubungn ketika masih hidup,
seperti hibbah dan hadiah, ataupun sepeninggal mereka, seperti
wasiat.
2) Pemilikan harta sebagai ganti rugi (kompensasi) dari kemudharatan
yang menimpa seseorang, semisal diyat orang yang terbunuh dan
diyat luka karena dilukai orang.
3) Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh melalui akad
nikah.
4) Luqathah (barang temuan).
5) Santunan yang diberikan kepada khalifah dan orang-orang yang
disamakan statusnya, yaitu samasama melaksanakan tugas-tugas
termasuk kompensasi kerja mereka, melainkan konpensasi dari
pengekangan diri mereka untuk melaksanakan tugas-tugas negara.
Dengan demikian, Islam melarang seorang muslim memperoleh
barang dan jasa dengan cara yang tidak diridhai Allah SWT,
seperti; judi, riba, pelacuran, korupsi, mencuri, menipu dan
perbuatan maksiat lainnya.
Menurut syari’at Islam setidaknya ada empat sebab kepemilikan
(asbab al-tamalluk) yang dijadikan sebagai sumber daya ekonomi, yaitu:
a. Ihrazul Mubahat (penguasaan harta bebas) yaitu cara pemilikan
melalui penguasaan terhadap harta yang belum dikuasai atau
dimiliki pihak lain. Harta mubahat contohnya tanah mati, ikan
dilaut, hewan dan pohon dihutan.
b. Tawaallud (berkembang biak) yaitu sesuatu yang dihasilkan
dari sesuatu yang lainya. Harta benda yang bersifat produktif
atau benda bergerak yang dapat yang menghasilkan sesuatu
yang lain atau baru seperti binatang yang dapat bertelur,
beranak menghasilkan susu dan kebun yang dapat
menghasilkan buah dan bunga.
c. Al-khalafiyah yaitu penggantian seseorang atau sesuatu yang
baru menenmpatai posisi pemilikan yang lama. Seperti
pewarisan dan pertanggungan ketika seseorang merusak atau
menghilangkan barang orang lain.
d. Aqad yaitu pertalian antara ijab dan qabul sesuai dengan
kentuan syarah yang menimbulkan pengaruh terhadap objek
akad. Akad merupakan sebab kepemilikan yang paling kuat dan
berlaku laus dalam kehiudpan manusia yang membutuhkan
distribusi kekayaan.39
Dengan demikian, Islam melarang seorang muslim memperoleh
barang dan jasa dengan cara yang tidak diridhai Allah SWT, seperti : judi,
riba, pelacuran, korupsi, mencuri, menipu dan perbuatan maksiat lainnya.
B. Ekonomi Islam
1. Pengertian Ekonomi Islam
39 Isnani Harahap dkk, Hadis-hadis Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 38.
Secara etimologi kata ekonomi berasal dari bahasa oikononemia
(Greek atau Yunani), terdiri dari dua kata : oicos yang berarti rumah dan
nomos yang berarti aturan. Jadi ekonomi ialah aturan-aturan untuk
menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah tangga, baik
rumah tangga rakyat (volkshuishouding), maupun rumah tangga negara
(staathuishouding), yang dalam bahasa inggris disebutnya sebagai
economics.40
Sedangkan pengertian ekonomi Islam menurut istilah (terminologi)
terdapat pengertian menurut Yusuf Qardhawi memberikan pengertian
ekonomi Islam adalah “ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Sistem ini
bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan
sarana yang tidak lepas dari syari’at Allah”.41
Berdasarkan dari kutipan-kutipan di atas dapat dipahami bahwa
Ekonomi Islam berdasarkan atas Ketuhan Yang Maha Esa, sistem yang
diterapkan dalam ekonomi islam berangkat dari Allah dan dengan tujuan
yang diakhiri kepada Allah dan kegiatan-kegiatan yang dilandasi dengan
ekonomi islam semua berlandaskan dengan Syari’at Islam.
2. Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Islam
Nilai-nilai dasar ekonomi Islam adalah seperangkat nilai yang telah
diyakini dengan segenap keimanan, dimana ia akan menjadi landasan
paradigma ekonomi Islam. Nilai-nilai dasar ini baik nilai filosofis,
40 Abdullah Zaky Al-Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Pustaka Setia
Pertama Maret 2002), Cet. Ke-1, h.18. 41 Surya Pos, Pengertian Ekonomi Islam, Artikel di akses pada tanggal 29 Januari 2016
dari http://www.suryapost.com/2010/16/pengertian-ekonomi-islam.html
instrumental maupun institusional didasarkan atas Al-Qur’an dan Hadist
yang merupakan dua sumber normative tertinggi dalam agama Islam.
Inilah hal utama yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi
konvensional, yaitu ditempatkannya sumber ajaran agama sebagai sumber
utama ilmu ekonomi. Tentu saja, Al-Qur’an dan Hadist bukanlah
merupakan suatu sumber yang secara instan menjadi ilmu pengetahuan.
Untuk mengubah nilai dan etika Islam menjadi suatu peralatan operasional
yang berupa analisis ilmiah, maka suatu filsafat etika harus disusutkan
(diperas) menjadi sekumpulan aksioma yang kemudian dapat berlaku
sebagai suatu titik mula pembuat kesimpulan logis mengenai kaidah-
kaidah sosial dan perilaku ekonomi yang Islami, inilah yang dimaksud
dengan nilai dasar ekonomi Islam dalam pembahasan ini, yang
sesungguhnya merupakan derivatif dari ajaran Islam dalam bentuk yang
lebih fokus.
Menurut Ahmad Saefuddin, ada beberapa nilai yang menjadi
sumber dari dasar sistem ekonomi Islam, antara lain:
a. Kepemilikan
Nilai dasar pemilikan dalam sistem Ekonomi Islam
1) Pemilikan terletak pada kepemilikan pemanfaatannya dan
bukan menguasai secara mutlak terhadap sumber-sumber
ekonomi.
2) Pemilikan terbatas pada sepanjang umurnya selama hidup
di dunia, dan bila orang itu mati, harus didistribusikan
kepada ahli warisnya menurut ketentuan Islam.
3) Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-
sumber yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi
hajat hidup orang banyak.
b. Keseimbangan
Merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlihat pada berbagai
aspek tingkah laku ekonomi muslim, misal kesederhanaan
(moderation), berhemat (parsimony), dan menjauhi
pemborosan (extravagance). Konsep nilai kesederhanaan
berlaku dalam tingkah laku ekonomi, terutama dalam menjauhi
konsumerisme, dan menjauhi pemborosan berlaku tidak hanya
untuk pembelanjaan yang diharamkan saja, tetapi juga
pembelanjaan dan sedekah yang berlebihan.
c. Keadilan
Secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana terdapat kesamaan perlakuan di mata hukum,
kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara layak, dan hak
menikmati pembangunan.42
Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa nilai dasar
keseimbangan ini selain mengutamakan kepentingan dunia dan
kepentingan akhirat, juga mengutamakan kepentingan perorangan dan
kepentingan umum, dengan dipeliharanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
Nilai-nilai dasar sistem ekonomi Islam terdiri dari empat kata,
yaitu 1. nilai, 2. sistem, 3. Islam, dan 4. ekonomi. Kata “nilai” merupakan
tema baru dalam filsafat Aksiologi (ilmu tentang nilai). Filsafat Aksiologi
merupakan cabang filsafat yang muncul pertama kali pada paruh kedua
abad IX (Tahun 900 Masehi).43 Menurut Riseri Frondizi, nilai merupakan
kualitas yang tidak tergantung pada benda.44 Menurut Munir dalam bahasa
sehari-hari, kata “barang sesuatu mempunyai nilai, maka “barang sesuatu”
yang dimaksudkan di sini dapat disebut barang nilai. Dengan demikian,
mempunyai nilai itu adalah soal penghargaan, maka nilai adalah
42 Ahmad M. Saefuddin, Studi Nilai-Nilai Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta Pusat: Media
Da’wah dan LIPPM), h. 43-49. 43 Riseri Frondizi, Pengantar Filsafat Nilai, terj. Cuk Ananta Wijaya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2001), h. 1. 44 Ibid
dihargai.45 Sejalan dengan itu, Juhaya S. Praja dengan singkat mengatakan,
nilai artinya harga. Sesuatu mempunyai nilai bagi seseorang karena ia
berharga bagi dirinya.46
Notonegoro membagi nilai menjadi tiga. Nilai material, nilai
spiritual, nilai vital.
a. Nilai Material adalah nilai yang berguna bagi jasmani manusia.
Contoh, makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal atau lebih
dikenal sandang, pangan, papan.
b. Nilai Spiritual adalah nilai yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai spiritual dibagi lagi menjadi nilai religi (agama), nilai
estetika (keindahan, seni), nilai etika (moral) dan nilai logika
(kebenaran).
c. Nilai vital, yaitu nilai yang berguna menunjang kegiatan
manusia. Contoh, buat seorang pemikir, cangkul tidak terlalu
bernilai, tapi untuk petani itu sangat bernilai.47
Sistem didefinisikan sebagai suatu organisasi berbagai unsur yang
saling berhubungan satu sama lain. Unsur-unsur tersebut juga saling
mempengaruhi, dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Dengan pemahaman semacam itu, maka kita bisa menyebutkan bahwa
sistem ekonomi merupakan organisasi yang terdiri dan bagian-bagian yang
saling bekerja sama untuk mencapai tujuan ekonomi.48
45 Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002,
h. 26 46 Juhaya S.Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 59. 47 Darji Darmodiharjo, dkk., Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis, Historis dan
Yuridis Konstitutional, (Surabaya: Usaha Nasional, 2014), h. 51. 48 Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana,
2006), h. 2
Ekonomi secara umum didefinisikan sebagai hal yang mempelajari
perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk
memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia.49
Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu
yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi
kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam
kerangka Syariah. Ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam
suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah. Definisi tersebut
mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak
kompatibel (cocok) dan tidak universal (berlaku secara umum). Karena
dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap dalam keputusan
yang apriori (apriory judgement), benar atau salah tetap harus diterima.50
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi
Islam adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan
dan mengelola sumber daya untuk mencapai kebahagiaan, kemenangan
dan kesuksesan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an dan
Sunnah.
Sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang
didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam. Sumber dari keseluruhan nilai
tersebut sudah tentu Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Nilai-nilai
sistem ekonomi Islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan
49 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 14. 50 Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2006), h. 6
ajaran Islam yang komprehensif dan telah dinyatakan Allah SWT sebagai
ajaran yang sempurna (QS. Al-Ma'idah ayat 3).
…
Artinya: “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. Al-Maidah: 3).51
Karena didasarkan pada nilai-nilai Ilahiah, sistem ekonomi Islam
tentu saja akan berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang didasarkan
pada ajaran kapitalisme, dan juga berbeda dengan sistem ekonomi sosialis
yang didasarkan pada ajaran sosialisme. Memang, dalam beberapa hal,
sistem ekonomi Islam merupakan kompromi antara kedua sistem tersebut,
namun dalam banyak hal sistem ekonomi Islam berbeda sama sekali
dengan kedua sistem tersebut. Sistem ekonomi Islam memiliki sifat-sifat
baik dari kapitalisme dan sosialisme, namun terlepas dari sifat buruknya.52
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
dasar sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan
pada ajaran dan nilai-nilai Islam.
51 Depantemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya., h. 11 52 Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam., h. 2
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sifat Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
penelitian lapangan (field research). Penelitian Lapangan (Field Research)
yaitu penelitian yang bertujuan mempelajari secara intensif tentang latar
belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok,
lembaga dan masyarakat.53 Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan
(field research) yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke lokasi
penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan. Penelitian ini
dilakukan di Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif pada hakekatnya
penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,
berinteraksi dengan mereka. Penelitian kualitatif yaitu “Sedangkan
kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti dengan cara
mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata dan bahasa.54 Penelitian
deskriptif pada umumnya dilakukan secara sistematis fakta dan
karakteristik objek atau subjek yang teliti secara tepat.
53 Husain Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2011), h. 24. 54 Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Edisi Revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2016), h. 20
35
Peneliti akan mengungkap fenomena atau kejadian dengan cara
menjelaskan, memaparkan/menggambarkan dengan kata-kata secara jelas
dan terperinci melalui bahasa yang tidak berwujud nomor/angka. Dengan
jenis penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan fenomenologi
maka dapat diasumsikan bahwa sifat dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif lapangan. Sifat penelitian ini akan mendeskripsikan praktik
ngasak gabah ditinjau dari perspektif Ekonomi Islam di Desa Purwosari
Kecamatan Metro Utara.
B. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.55
Pengumpulan sumber data dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan kedalam
sumber data primer dan sekunder. Sumber data dalam penelitian adalah subjek
dari mana data dapat diperoleh. Sumber data yang akan dicari berupa sumber
data primer dan sumber data sekunder.
Adapun sumber data yang dimaksud ialah:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber asli. Dalam hal ini, maka proses
pengumpulan datanya perlu dilakukan dengan memperhatikan siapa
sumber utama yang dijadikan objek penelitian.56 Artinya sumber data
55.Ibid, h. 6. 56 Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008),
h.103.
primer langsung dari sumber pokok penelitian, yaitu 3 orang pemilik
sawah dan 3 orang pengasak gabah dari Desa Purwosari dan 2 orang
pengasak dari Desa Banjarsari.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah “sumber untuk mendapatkan
informasi tambahan yang diperoleh dari sumber kedua/skunder atau
bahan-bahan pelengkap”.57 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
sumber sekunder yaitu buku-buku yang ada di perpustakaan yang relevan
dengan judul skripsi ini seperti buku Daurul Qiyam wal Akhlaq fil
Iqtishadil Islami, karangan Yusuf Qardhawi, diterjemahkan oleh Didin
Hafidhuddin dengan judul, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian
Islam. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat karangan Mardani. Etika
Bisnis Dalam Islam karangan Fisal Badroen serta buku-buku lain yang
dapat menunjang dalam penulisan penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian skripsi ini adalah:
1. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.58
57 Ibid, h. 105 58. Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Ed.Revisi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 186.
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah bebas
terpimpin, yaitu wawancara dengan menggunakan kerangka pertanyaan
yang sudah dipersiapkan sebagai bahan pertanyaan. Hal ini dimaksudkan
agar arah wawancara tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Dengan
metode ini peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada Bapak
Marsidi, Bapak Ponidi dan Bapak Mukani selaku pemilik sawah dan
Bapak Bambang, Bapak Wagino, Ibu Warsini, Ibu Rukini dan Ibu
Tugiyem selaku pengasak gabah. Hal ini dilakukan guna mendapatkan
informasi yang konkrit mengenai praktik ngasak gabah ditinjau dari
perspektif Ekonomi Islam.
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau
peneliti menyelidiki benda-benda seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya”.59
Dari pendapat di atas, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan
dokumentasi adalah merupakan metode pengukur data yang digunakan
dalam suatu penelitian dengan cara mencatat beberapa masalah yang sudah
didokumentasikan oleh pihak kepada desa dan staf-stafnya. Penggunaan
metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh
data tentang sejarah berdirinya Desa Purwosari, jumlah penduduk, mata
pencaharian penduduk dan struktur organisasi Desa Purwosari Kecamatan
Metro Utara
59. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian., h. 201.
D. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang dipakai di dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif lapangan, karena data yang diperoleh merupakan
keterangan-keterangan di dalam bentuk uraian. Analisis data di dalam
penelitian kualitatif adalah proses mensistematiskan apa yang sedang diteliti
dan mengatur hasil wawancara seperti apa yang dilakukan dan dipahami dan
agar supaya peneliti bisa menyajikan apa yang didapatkan pada orang lain.60
Kemudian untuk menganalisis data, peneliti ini menggunakan cara
berfikir induktif, yaitu suatu cara berfikir yang berangkat dari fakta-fakta yang
khusus dan konkret, peristiwa konkrit, kemudian dari fakta-fakta atau
peristiwa-peristiwa yang khusus dan konkrit tersebut ditarik secara
generalisasi yang mempunyai sifat umum.61
Teknik ini digunakan untuk menganalisis data yang telah diperoleh
dalam penelitian, sehingga mendapat kesimpulan atau kejelasan tentang
praktek ngasak gabah ditinjau dari Etika Bisnis Islam di Desa Purwosari
Kecamatan Metro Utara apakah sesuai dengan Etika Bisnis Islam atau syariat
Islam yang ada.
60 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, (Malang: UIN-Malika
Press, 2010), h. 355. 61 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1984),
jilid 1, h. 42.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
D. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5. Sejarah Singkat Terbentuknya Kelurahan Purwosari
Pembentukan Kelurahan Purwosari diawali dengan dibukanya
Desa Purwosari pada tahun 1939 oleh Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda, dengan memindahkan warga Desa Purwosari Kabupaten Blitar
Jawa Timur sebanyak sekitar 400 KK dengan jumlah jiwa 2.057 orang
(Jebol Payung) secara paksa ke daerah penempatan baru di daerah
Lampung.
Setelah mendapat petunjuk tentang lokasi penempatan di daerah
Lampung Tengah, warga membuka hutan belantara yang sama sekali
belum pernah dijamah oleh manusia dan masih banyak dihuni oleh
binatang buas yang sangat membahayakan bagi keselamatan manusia. Para
penduduk mendapatkan jatah pembagian tanah di tanah bukaan baru untuk
dijadikan lahan penghidupan, dan di tanah tersebut para penduduk
bercocok tanam dan membuat gubuk (rumah kecil) dengan atap welit.
Pembagian pemukiman penduduk mengikuti kelompok/dukuh di daerah
asal yang terdiri dan 5 kelompok/dukuh. Purwosari, Basongan, Ngekul,
Kali Grenjeng Selama pembukaan hutan tersebut, para penduduk menemui
kesulitan dan penderitaan yang luar biasa. Banyak sekali warga yang jatuh
sakit dan bahkan ada yang meninggal dunia.
40
Setelah seluruh penduduk menempati rumah masing-masing di
tanah yang baru, mulai dilakukan penyusunan organisasi pemerintahan.
Atas kesepakatan bersama, penduduk memberi nama desa/pemukiman
yang baru tersebut tetap memakai nama desa asalnya yaitu Desa
Purwosari, begitu pula dengan perangkat desanya, tetap perangkat desa
asal, dengan Kepala Desa pertama Bapak Karto Tiran. Seiring dengan
terbentuknya Kota Metro yang terdiri dan Kecamatan Metro Raya dan
Kecamatan Bantul, terpisah dan Kabupaten Lampung Tengah pada tahun
1999, Desa Purwosari masuk ke dalam wilayah Kota Metro. Pada Tahun
2001 dilakukan pemekaran Kecamatan dan Kelurahan, dimana yang
berstatus Desa diubah menjadi Kelurahan dengan dipimpin oleh seorang
Lurah, maka Desa Purwosari berubah menjadi kelurahan Purwosari masuk
ke dalam wilayah Kecamatan Metro Utara dan Kepala Desa Purwosari
ditetapkan sebagai Lurah Purwosari.62
6. Visi Misi Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota Metro
a. Visi
“Mewujudkan masyarakat Purwosari yang produktif, berbudaya dan
sejahtera” (Penjelasan Produktif adalah merupakan pola masyarakat
yang tercermin dalam bentuk kerja keras, kreatif, inovatif dalam
rangka menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Berbudaya adalah merupakan cermin dan kehidupan yang
62 Dokumentasi Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota Metro diambil pada
tanggal 21 Oktober 2018.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, taat hukum, toleransi, cinta
damai, cinta lingkungan yang bersih dan hijau. Sejahtera adalah
merupakan kondisi masyarakat secara umum yang selalu tercukupi
kebutuhan baik lahir maupun batin yang merupakan hasil
pengembangan dan sikap hidup produktif dan secara terus menerus).
b. Misi
Mewujudkan masyarakat yang produktif, berbudaya, dan sejahtera,
melalui:
1) Meningkatkan produktivitas sektor pertanian melalui pola
intensifikasi (memanfaatkan lahan yang ada semaksimal mungkin)
2) Mengembangkan usaha yang dapat menghasilkan barang dan jasa
baik melalui sektor formal (badan usaha) maupun sektor informal.
3) Mengadakan pelatihan bagi remaja/pemuda dibidang
kewirausahaan baik melalui Balai Latihan Kerja (BLK) atau
lembaga-lembaga lain yang berkompeten.
4) Meningkatkan partisipasi bagi generasi muda dan masyarakat
secara umum dibidang pendidikan baik formal maupun non formal.
5) Meningkatkan kegiatan keagamaan terhadap masyarakat dengan
menjalin kerjasama dengan pemerintah (Kemenag) dan lembaga-
lembaga keagamaan yang sudah ada.63
7. Kepada Desa / Lurah yang pernah menjabat di Desa Purwosari
63 Dokumentasi Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota Metro diambil pada
tanggal 21 Oktober 2018.
Kepala Desa / Lurah Purwosari memimpin Desa / Kelurahan
Purwosari sejak dibentuknya Desa Purwosari hingga sekarang adalah :
No Masa Jabatan Nama Keterangan
1 1939-1946 Karto tiran Kades
2 1946-1947 Saimun Kades
3 1947-1969 Marsum Kades
4 1969-1980 Suradji Kades
5 1980-1988 Marsum Kades
6 1988-1996 Marlin Kades
7 1996-1998 Maryanto Pjs. Kades
8 1998-2001 Bambang Japriono Lurah
9 2001-2006 Bambang Japriono Lurah
10 2006-2014 Yudi Handoko, S.Pd.,MM Lurah
11 2014-2015 Amran Syahbani, S.STP.,M.IP Lurah
12 2015-Sekarang Sugiyana, S.IP Lurah64
Sumber : Dokumentasi Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota
Metro
8. Jumlah Penduduk Kelurahan Purwosari Kecamatan Metro Utara
Kota Metro
No RW Jumlah
KK
Jumlah Penduduk
LK PR JML
1 RW 001 352 617 599 1216
2 RW 002 334 490 478 968
3 RW 003 236 393 392 785
4 RW 004 226 322 273 595
5 RW 005 410 714 663 1377
6 RW 006 284 455 477 932
7 RW 007 301 470 413 883
64 Dokumentasi Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota Metro diambil pada
tanggal 21 Oktober 2018.
8 RW 008 263 443 412 855
9 RW 009 191 283 262 545
10 RW 010 251 384 311 695
11 RW 011 203 331 324 955
12 RW 012 165 264 228 492
Jumlah 3216 5166 4932 998
Sumber : Dokumentasi Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota
Metro
E. Praktik Ngasak Gabah di Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara
Pengasak padi di desa Purwosari datang kesawah mulai dari jam 13.00
WIB. Dalam hal ini, biasanya para pengasak padi datang dengan cara
berkelompok dan sediri-sendiri tapi kebanyakan para pengasak padi ini datang
dengan sendiri-sendiri, peralatan yang digunakan cukup sederhana yakni
hanya menggunakan tampah, sapu lidi serta karung sebagai tempat
mengumpulkan padi yang sudah di dibersihkan menggunakan tampah.
Pengasak padi dari desa Purwosari maupun desa banjarsari biasa
pengasak padi berangkat dari rumah sehabis sholat dzuhur yakni jam 13.00
WIB ada juga yang sore hari yakni jam 15.00 WIB, dengan berpakaian
selayaknya orang pergi kesawah dengan membawa peralatan tambahan berupa
karung untuk wadah padi yang sidah dibukumpukan. Setelah sampai di sawah
pengasak padi lansung mengambil padi yang terjatuh di tanah dan dimasukan
kedalam karung tanpa mengetahui siapa pemilik sawah dan tidak meminta izin
kepada pemilik sawah.
Hasil wawancara dengan Bapak Marsidi diperoleh ketarangan bahwa
ketika waktu panen pasti selalu ada orang yang mengasak padi disawah milik
saya65 Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa setiap
tahun pada saat panen padi selalu ada orang yang mengasak gabah di sawah.
Kemudian peneliti melanjutkan wawancara kembali dengan pemilik
sawah yang lain, dari hasil wawancara diperoleh penjelasan bahwa setiap kali
panen selalu ada orang-orang yang mengasak padi di sawah saya.66
Selanjutnya menurut penjelasan pemilik sawah yang lainnya lagi
menerangkan bahwa setiap panen dapat dipastikan selalu ada orang yang
mengasak gabah di sawah milik Bapak Ponidi dan bahkan disawah orang lain
juga.67
Selanjutnya peneliti melanjutkan wawancara kembali dengan pemilik
sawah, dari hasil wawancara diperoleh penjelasan bahwa selama ini orang
yang mengasak gabah tidak pernah meminta izin terlebih dahulu kepada
pemilik sawah.68
Kemudian peneliti melanjutkan wawancara, dari hasil wawancara
diperoleh keterangan bahwa terkait dengan masalah boleh atau tidaknya ada
orang yang mengasak padi di sawah milik saya, saya pribadi tidak keberatan
wapaun mereka tidak meminta izin terlebih dahulu, namun terkadang ketidak
65 Hasil wawacara dengan Bapak Marsidi selaku pemilik sawah pada tanggal 23 Oktober
2018 66 Hasil wawacara dengan Bapak Mukani selaku pemilik sawah pada tanggal 23 Oktober
2018 67 Hasil wawacara dengan Bapak Ponidi selaku pemilik sawah pada tanggal 23 Oktober
2018 68 Hasil wawacara dengan Bapak Marsidi selaku pemilik sawah pada tanggal 23 Oktober
2018
saya berada di sawah dan bertemu dengan para pengasah ada sebagian mereka
meminta izin kepada saya.69
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat peneliti pahami bahwa pada
dasarnya pemilik sawah tidak keberatan jika ada orang yang mengasak padi
disawah miliknya. Selanjutnya peneliti melanjutkan wawancara terkait dengan
masalah menguntungkan atau tidak menguntungan dengan adanya pengasak
gabah pada pemilik sawah, dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa :
Dengan adanya pengasak gabah bagi para pemilik sawah mereka
merasa diuntungkan karena padi-padi yang berjatuhan ataupun tercecer di
sawah dapat banyak berkurang, karena jika tidak ada pengasak padi-padi yang
sudah berjatuhan selalu tumbuh dan menyulitkan para pemilik sawah untuk
membersihkannya, dengan adanya pengasak sedikit menguntungkan pemilik
sawah karena tidak banyak padi yang tertinggal di sawah.70
Terkait dengan hasil wawancara di atas dapat peneliti jelaskan bahwa
keberadaan pengasak gabah membawa keuntungan bagi para pemilik sawah,
karena pemilik sawah tidak pernah mengambil padi yang sudah berjatuhan di
sawah, maka dengan adanya pengasak sangat membantu pemilik sawah
mengurangi padi yang tercecer disawah sehingga padi yang tercecer ini tidak
tumbuh liar terlalu banyak di sawah.
Kemudian peneliti melanjutkan wawancara kembali dengan pemilik
sawah, dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa : bagi para pemilik
69 Hasil wawacara dengan Bapak Marsidi selaku pemilik sawah pada tanggal 23 Oktober
2018 70 Hasil wawacara dengan Bapak Marsidi selaku pemilik sawah pada tanggal 23 Oktober
2018
sawah tidak ada masalah walaupun para pengasak tidak meminta izin terlebih
dahulu kepada pemilik sawah, menurut pemilik sawah justru dengan adanya
pengasak dapat membantu pemilik sawah mengurangi padi-padi yang tercecer
di sawah yang dapat mengakibatkan jika nanti terkena air padi-padi yang
tercecer tersebut tumbuh liar tidak beraturan sehingga mengganggu
pertumbuhan pada yang sengaja di tanam.71
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat peneliti pahami bahwa bagi
pemilik sawah dengan adanya orang yang mengasak padi walaupun para
pengasak tidak meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik sawah namun
pemilik sawah sudah mengiklaskannya.
Selain peneliti melakukan wawancara dengan pemilik sawah peneliti
juga melakukan wawancara dengan para pengasak untuk mengetahui alasan-
alasan mereka memilih mengasak pagi di sawah milik orang lain. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Bapak Bambang selaku pengasak gabah diperoleh
keterangan bahwa Bapak Bambang pada saat mengasak gabah di sawah milik
orang lain tidak meminta izin terlebih dahulu, namun jika ada pemilik
sawahnya dilokasi Bapak Bambang biasanya meminta izin, jika pemiliknya
tidak ada Bapak Bambang hanya meminta izin kepada orang-orang yang
memanen padi.72
Keterangan yang sama juga di sampaikan oleh Bapak Wagito, bahwa
Bapak Wagito ketika mengasak pada di sawah milik orang lain tidak meminta
71 Hasil wawacara dengan Bapak Marsidi selaku pemilik sawah pada tanggal 23 Oktober
2018 72 Hasil wawacara dengan Bapak Bambang selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018
izin terlebih dahulu namun jika pemilik sawah ada dilokasi Bapak Wagito
meminta izin walaupun sebelum pemilik sawah datang Bapak Wagito sudah
mengumpulkan padi-padi yang tercecer dan sudah tidak di ambil oleh
pemanen.73 Begitu juga dengan Ibu Warsini ketika mengasak gabah disawah
orang lain tidak meminta izin terlebih dahulu.74 Tidak jauh berbeda dengan
keterangan yang disampaikan oleh Ibu Rukini bahwa Ibu Rukini ketika
pengasak tidak meminta izin terlebih dahulu dari pemilik sawah, melainkan
meminta izin kepada yang memanen padi di sawah.75
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa para
pengasak ketika mau mengasak tidak meminta izin terlebih dahulu, namun
jika pada saat mengasak kemudian pemilik sawah datang Bapak Bambang dan
Bapak Wagito meminta izin.
Selanjutnya peneliti melanjutkan wawancara kembali dengan Ibu
Warsini yang juga merupakan pengasak gabah, dari hasil wawancara diketahui
Ibu Warsini tidak pernah mendapatkan teguran dari pemilik sawah ketika Ibu
Warsini mengambilin padi-padi yang sudah tercecer dan tertimbun oleh
jerami-jerami yang sudah tidak ada padinya.76 Begitu juga keterangan dari Ibu
73 Hasil wawacara dengan Bapak Wagito selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018 74 Hasil wawacara dengan Ibu Warsini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018 75 Hasil wawacara dengan Ibu Rukini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018 76 Hasil wawacara dengan Ibu Warsini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018
Rukini selama mengasak tidak pernah mendapatkan ketuguran dari pemilik
sawah,77
Begitu juga hasil wawancara dengan Ibu Tugiyem, selama Ibu
Tugiyem ngasak gabang disawah milik orang lain tidak pernah mendapatkan
tegoran dari pemilik sawah maupun dari orang yang sedang kerja memanen
padi, namun disini ibu tugiyem mengasak ketika pemanen sudah selesai
memanen padinya baru ibu tugiyem mengambil padi-padi yang sudah tercecer
di tanah yang sudah tidak diambil lagi.78 Hak yang sama juga disampai oleh
Bapak Wagino bahwa selama mengasak tidak pernah mendapatkan teguran
dari pemilik sawah.79
Senada yang disampaikan oleh Bapak Bambang, bahwa selama
mengasak padi disawah milik orang lain tidak pernah memperoleh teguran
dari pemilik sawah, walaupun pada saat mengasak pemilik sawah ada di
sawah.80 Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat peneliti pahami bahwa
para pengak gabah tidak pernah memperoleh teguran dari pemilik sawah
walaupun mereka tidak meminta izin terlebih dahulu untuk mengasak disawah
miliknya, dengan demikian seolah-olah pemilik sawah sudah mengikhlaskan
kepada para pengasak untuk mengambil padi-padi yang sudah jatuh tercecer
dan padi-padi yang tertimbun jerami.
77 Hasil wawacara dengan Ibu Rukini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018 78 Hasil wawacara dengan Ibu Tugiyem selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018 79 Hasil wawacara dengan Bapak Wagino selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018 80 Hasil wawacara dengan Bapak Bambang selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018
Selanjutnya peneliti kembali melanjutkan wawancara dengan Bapak
Wagito, dari hasil wawancara dapat peneliti pahami bahwa cara-cara yang
digunakan mengasak gabah di sawah orang lain dengan cara mengumpulkan
padi-padi yang sudah tercecer di tanah dengan menggunakan sapu lidi
selanjutnya setelah padi terkumpul tapi masih bercampur dengan kotoran lalu
oleh Bapak Wagito padi-padi yang sudah terkumpul di tapi dengan
menggunakan tampak.81
Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara dengan Ibu Warsini,
selain mengumpulkan padi-padi yang sudah tercecer di tanah, pengasak juga
mencari padi di tumpukan jerami sudah diambil padinya menggunakan alat
yang disebut oleh masyarakat sentok, namun padi yang berhasil dikulpulkan
dari tumpukan jerami juga kotor bercampur daun-daun padi yang sudah
hancur, lalu oleh pengasak dibersihkan menggunakan tampah untuk
memisahkan antara padi dengan sampahnya.82
Kemudian peneliti melanjutkan wawancara dengan Bapak Bambang
terkait dengan alasan-lasan Bapak Bambang mengasak padi disawah milik
orang lain, dari hasil wawancara diketahui bahwa alasan Bapak Bambang
mengasak di sawah milik orang lain karena Bapak Bambang tidak mempunyai
sawah, sehingga bapak bambang memanfaatkan masa panen ini untuk
mengambil padi-padi yang sudah tidak diambil oleh pemilik sawah.83
81 Hasil wawacara dengan Bapak Wagito selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018 82 Hasil wawacara dengan Ibu Warsini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018 83 Hasil wawacara dengan Bapak Bambang selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018
Hal ini juga di sampaikan oleh Ibu Warsini bahwa alasan Ibu Warsini
mengasak gabah di sawah orang lain karena Ibu Warsini juga tidak memiliki
sawah, sehingga Ibu Warsini memanfaatkan waktu dan memanfaatkan masa
panen untuk mencari padi-padi yang tidak dimanfaatkan oleh pemilik sawah.84
Berbeda dengan keterangan Ibu Warsini, alasan Ibu Rukini mengasak gabah
disawah milik orang lain bukan karena Ibu Rukini tidak memiliki sawah, ibu
rukini mengasah gabah dikarenakan Ibu Rukini hanya memiliki sawah sedikit
dan sudah selesai dipanen, sehingga Ibu Rukini memanfaatkan waktu dengan
mengasak gabah disawah orang lain sebagai tambah-tambahan padi dirumah
sebagai persediakan makan bersama keluarganya.85
Berbeda dengan hasil wawancara dengan Bapak Wagito, alasan bapak
wagito mengasak padi disawah oleh lain bukan karena Bapak Wagito tidak
memiliki sawah, Bapak Wagito memiliki sawah namun hanya sedikit sehingga
padi hasil panennya juga sedikit, sehingga Bapak Wagito ikut mengasak padi
disawah milik orang lain untuk tambahan padi yang sudah dipunya dirumah
untuk disimpan sebagai persediaan makan selama kurang lebih satu tahun.
Selanjutnya peneliti kembali melakukan wawancara dengan Bapak
Bambang terkait dengan hasil ngasak padi akan dipergunakan untuk apa, dari
hasil wawancara diperoleh penjelasan bahwa Bapak Bambang mengasak padi
dipergunakan makan keluarganya bukan untuk dijual, karena menurut Bapak
84 Hasil wawacara dengan Bapak Warsini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018 85 Hasil wawacara dengan Ibu Rukini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018
Bambang lebih baik padi hasil ngasak untuk makan dan disimpan untuk
persediaan makan setiap harinya.86
Begitu juga menurut Ibu Warsini bahwa padi hasil ngasak
dipergunakan untuk makan keluarga, bukan untuk dijual.87 Begitu juga yang
diungkapkan oleh Bapak Wagino, walaupun Bapak Wagino sudah mempunyai
panen dari sawahnya sendiri, hasil ngasak Bapak Wagino juga disimpulan
untuk persediaan makan keluarganya.88
Terkait dengan masalah hukum mengambil barang milik orang lain
tanpa meminta izin terlebih dahulu, selanjutnya peneliti melanjutkan
wawancara dengan Bapak Bambang, dari hasil wawancara diperoleh
keterangan bahwa Bapak Bambang tahu hukum mengambil barang milik
orang lain, namun karena kaitannya dengan ngasak padi menurut Bapak
Bambang padi yang sudah terjatuh ataupun tercecer ditanah sudah tidak
mungkin diambil oleh pemilik sawah, sehingga Bapak Bambang
memanfaatkannya.89 Begitu juga dengan keterangan yang disampaikan oleh
Bapak Wagino bahwa pada dasarnya bapak wagino tahu hukum mengambil
barang milik orang lain, namun dalam hal ini menurut Bapak Wagino yang
86 Hasil wawacara dengan Bapak Bambang selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018 87 Hasil wawacara dengan Ibu Warsini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018 88 Hasil wawacara dengan Bapak Wagino selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018 89 Hasil wawacara dengan Bapak Bambang selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018
diambil padi yang sudah tidak mungkin lagi diambil oleh pemanen maupun
oleh pemilik sawah.90
Alasan yang sama juga disampai oleh Ibu Warsini, bahwanya ibu
warsini tahu jika hukum mengambil barang milik orang lain itu tidak
dibenarkan dalam Islam, namun menurut ibu warsini dalam hal ini ibu warsini
memanfaatkan padi yang sudah terjatuh dan tercecer untuk bisa
dimanfaatkan.91 Hak yang sama disampaikan oleh Ibu Rukini bahwa Ibu Runi
tahu hukum mengambil barang milik orang lain, akan tetapi hal ini sudah
biasa dilakukan oleh orang-orang terdahulu dan sampai saat ini sudah menjadi
adat kebiasaan.92
Selanjutkan peneliti kembali melanjutkan wawancara dengan Ibu
Tugiyem, dari hasil wawancara dengan Ibu Tugiyem diperoleh penjelasan
bahwa Ibu Tugiyem tahu jika hukum mengambil barang milik orang lain itu
tidak diperbolehkan, namun dalam hal ini barang yang diambil sudah tidak
dimanfaatkan oleh pemilik sawah bahwa ketika mengambil padi disawah ada
pemilik sawah dan tidak menegur bahkan pemilik sawah pernah mengajak
bercakap-cakap sehingga menurut Ibu Tugiyem mengasak padi yang sudah
berjatuhan diperboleh oleh pemilik sawah.93
90 Hasil wawacara dengan Bapak Wagino selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24
Oktober 2018 91 Hasil wawacara dengan Ibu Warsini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018 92 Hasil wawacara dengan Ibu Rukini selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018 93 Hasil wawacara dengan Ibu Tugiyem selaku Pengasak Gabah pada tanggal 24 Oktober
2018
Berdasarkan hasil wawancarai di atas dapat dipahami bahwa para
pengasak gabah pada dasarnya mengetahui hukum mengambil barang milik
orang lain, namun karena padi yang mereka ambil (para pengasak) buan yang
masih dipohon atupun yang sudah di dalam karung, melainkan mereka
mengambil yang sudah terjatuh tinah dan tertumpuk jerami sudah tidak
mungkin akan diambil oleh pemilik sawah, sehingga mereka memanfaatkan
padi tersebut.
F. Analisis Praktik Ngasak Gabah Menurut Ekonomi Islam
Harta termasuk kebutuhan inti dalam kehidupan dimana manusia tidak
akan bisa terpisah darinya. Secara umum, harta merupakan sesuatu yang
disukai manusia, seperti hasil pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-
barang lain yang termasuk perhiasan dunia. Manusia termotivasi untuk
mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi menambah kenikmatan
materi dan religi. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu
harta dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal
yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat
tempat dia hidup.
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah
SWT. kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk
menguasai harta tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah
memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian
individu tertentu mencakup juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan
kepemilikan harta yang telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah
secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan
mengembangkan hartanya.
Islam memperkenankan setiap orang untuk memiliki harta benda
secara pribadi, akan tetapi seiring itu pula Islam menuntut terhadap harta
bendanya itu untuk dimanfaatkan secara kolektif (bersama), sedekahnya atau
membelanjakan sebagai dari harta tersebut di jalan Allah, mengeluarkan zakat
dan infaq. Cara perolehan harta benda tersebut, haruslah dengan cara jujur dan
bermanfaat sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Aktifitas ekonomi dalam pandangan Islam pada hakekatnya bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana
2. Memenuhi kebutuhan keluarga
3. Memenuhi kebutuhan jangka panjang
4. Menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan
5. Memberikan bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah.94
Dalam rangka pencapaian itulah Islam memberikan panduan dan
aturan tentang bentuk kebebasan aktivitas manusia dalam memperoleh
kekayaan. Kebebasan tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan baik secara
sosial maupun dihadapan Allah SWT.
Tampaklah bahwa antara agama (Islam) dan ekonomi terdapat
ketersinggungan obyek. Dalam kaitan antara keduanya, Islam berperan
sebagai panduan moral terhadap fungsi produksi, distribusi dan konsumsi.95
94 Muh. Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2001), h. 15. 95 Gufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Konstektual, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2002), h. 3
Mencari nafkah sangat wajib untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia, Islam memberi batasan mencari nafkah yakni dengan cara yang
halal. Mencermati permasalah yang terjadi atas praktek ngasak gabah yang
dilakukan oleh Masyarakat di Desa Purwosari serta masyarakat Desa
Banjarsari sekilas tampak bersinggungan dengan ajaran agama Islam, karena
padi yang ditanam, dikelola oleh pemilik dari masa menanam hingga panen
menjadi kurang hasil panennya, jika padi banyak yang ikut terbuang
bersamaan dengan jerami yang sudah selesai dirontok padinya menggunakan
mesin perontok.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, benda
(padi) dapat dikatakan mubah, jika memenuhi dua syarat yaitu:
1. Benda tersebut tidak dikuasai orang lain lebih dahulu.
Padi yang sudah berjatuhan belum diambil oleh orang lain boleh
dimiliki seseorang. Sebagaimana yang terkandung dalam kaidah Fiqih,
siapa pun orang yang mengambil barang mubah sebelum ada orang yang
mengambil lebih dahulu maka ia berhak memilikinya.
Dalam hal ini, padi yang sudah jatuh di tanah dan tidak diambil
oleh pemiliknya dianggap sudah tidak berharga bagi si pemilik sawah.
Orang yang mengambil (ngasak) dapat mengambil padi tersebut untuk
dimanfaatkan dan dijual untuk menafkahi keluarganya.
Walaupun dalam kaidah Fiqih membolehkan seseorang untuk
mengambil barang atau benda yang mubah, akan tetapi orang yang
mengambil barang atau benda tersebut harus memperhatikan beberapa
syarat yang harus dipenuhi. Supaya barang atau benda tersebut menjadi
milik yang sah dalam pandangan Islam. Barang atau benda mubah tersebut
akan menjadi milik seseorang yang sah jika orang tersebut mengambilnya
dengan cara yang baik dan benar.
Orang yang melakukan ngasak juga harus memperhatikan
beberapa syarat yang harus diperhatikan. Mereka tidak boleh semena-
mena dalam mengambil padi karena pada saat pengambilan padi ia hanya
diperbolehkan mengambil barang atau benda yang sudah tidak
dimanfaatkan oleh pemilik tanah dan juga harus memastikan apakah padi
tersebut benar-benar belum ada yang mengambilnya sebelum ia
melakukan ngasak.
2. Tamalluk (untuk memiliki)
Sesorang dapat memiliki padi yang sudah jatuh di tanah dan tidak
diambil oleh pemiliknya tanpa harus meminta izin dari pemilik sawah,
karena padi tersebut sengaja ditinggalkan dengan alasan bahwa rontokan
padi tersebut dianggap sudah tidak ada manfaatnya dan juga sudah jatuh
ditanah. Walaupun padi tersebut masih berada di kebun (sawah).
Jadi untuk memiliki al-mubahat (harta bebas) dapat dilakukan
dengan cara-cara yang lazim, misalnya dengan menempatkannya pada
tempat yang dikuasai atau dengan memberi tanda pemilikan. Ketika
seseorang melakukan ngasak, maka setelah padi tersebut diambil
sebaiknya diletakan dengan baik sebagai tanda bahwa padi itu sudah
menjadi miliknya dan orang lain tidak dapat memilikinya. Hal tersebut
dilakukan supaya tidak ada perebutan hak milik yang sudah dimiliki
seseorang walaupun sebelumnya barang tersebut berasal dari barang atau
benda yang mubah.
Dalam hal ini pihak petani (yang memiliki padi) desa Purwosari
sebagai pihak pertama, dan pihak pencari yang mengambil padi, sebagai
pihak kedua. Pada prosesnya kedua belah pihak yakni, pihak pertama dan
pihak kedua tidak pernah mengucapkan sighat ijab dan qobul karena
dalam pencarian padi shighat yang dimaksud disini adalah meminta izin
terlebih dahulu pada pemilik lahan sebelum ngasak padi. Attawalludu
minal mamluk adalah sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yang lain
dinamakan tawallud.
Prinsip tawallud ini hanya pada harta benda yang bersifat produktif
(dapat menghasilkan sesuatu yang lain atau baru). Dalam hal ini walaupun
padi masuk dalam kategori tumbuhan yang dapat tumbuh. Tapi dilihat dari
kaidah fiqih di atas terdapat syarat yakni adanya kata yang muncul dari
harta milik adalah miliknya. Dalam konteks ini padi yang tumbuh itu
sudah menjadi kering dan jatuh ditanah, maka padi tersebut bukanlah
milik sediri, tetapi sudah masuk dalam harta mubah. Menurut hukum
Islam, setiap barang atau harta yang mubah boleh dimiliki seseorang.
Kebiasaan masyarakat dapat dijadikan adat dalam suatu kelompok,
kebiasaan tersebut telah mereka lakukan dalam menjalakan kehidupan.
Karena hal tersebut telah menjadi salah satu mata pencaharian mereka
pada saat musim panen. Dalam hal ini ’urf telah menjelaskan bahwa
kebiasaan ngasak boleh dilakukan karena telah menjadi tradisi masyarakat
desa Purwosari.
Menurut pendapat dari Imam Al-Qarafi, hukum-hukum yang
ditentukan berdasarkan adat-istiadat itu berputar bersama adat kemanapun
ia berputar, dan batal bersama adat jika ia juga batal. Dengan hal tersebut,
seluruh hukum syari’at yang dibangung di atas adat dapat dijadikan acuan.
Dalam praktek pengambilan padi yang sudah berjatuhan ketanah
dan tidak diambil oleh pemilik sawah yang terjadi di masyarakat Desa
Purwosari Metro Utara, syarat-syarat untuk memiliki secara penuh harta
atau hak milik atas suatu barang sudah terpenuhi secara ekonomi Islam.
Islam memberikan batasan-batasan terhadap pola perilaku manusia
agar dalam setiap tindakannya tidak menimbulkan kemadhorotan baik
bagi diri sendiri maupun bagi pihak lain. Dengan demikian diharapkan
setiap manusia dapat mengambil manfaat antara yang satu dengan yang
lainnya dengan jalan yang lurus sesusai dengan norma-norma agama tanpa
kecurangan dan kebatilan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa’ ayat 29
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”(QS, An-Nisa 29).96
Ayat di atas menegaskan bahwa larangan memperoleh harta
dengan jalan yang batil. Dapat juga dikatakan kelemahan manusia
tercermin antara lain pada gairah yang melampui batas untuk mendapatkan
segala yang ada untuk kesenangan duniawi. Dengan ayat ini Allah
mengingatkan, bahwa orang beriman tidak boleh mencari nafkan dengan
cara yang tidak baik.
Kata (اموالكم) amwalakum yang dimaksud adalah harta yang
beredar dalam masyarakat. Itu menunjukan bahwa harta anak yatim dan
harta siapapun sebenarnya adalah ‘milik’ bersama, dalam arti ia harus
beredar dan menghasilkan manfaat bersama, yang membeli sesuatu dengan
harta itu mendapatkan untung, demikian juga penjual, penyewa
penyedekah, dan lain-lain.
Kemudian kata (بينكم) bainakum, thabatthabai memperoleh kesan
lain dari kata bainakum. Menurutnya kata ini mengandung makna adanya
semacam himpunan diatara mereka atas harta, dan harta itu berada di
tengah mereka yang memberi kesan atau petunjuk bahwa memakan atau
memperoleh harta yang dilarang itu adalah mengelolanya serta
pemindahannya dari seseorang ke orang lain.
96 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung, CV. Diponegoro,
2016), h. 311.
Dengan demikian larangan memakan harta yang berada di tengah
mereka dengan batil itu, mengandung makna larangan melakukan
perpindahan harta yang tidak mengantar masyarakat kepada kesuksesan,
bahkan mengantarnya kepada kejahatan dan kehancuran.
Ayat di atas menekankan juga keharusaan adanya kerelaan kedua
belah pihak (عن تراض منكم) an taraadhin minkum. Walaupun kerelaan
adalah sesuatu yang ada di lubuk hati, tetapi ciri-ciri dan tanda-tandanya
dapat dilihat. Ijab dan qobul, meminta Izin dan diizinkan. Atau apa saja
yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-
bentuk yang dikgunakan hukum untuk menunjukan kerelaan atau
keikhlasan.
Pemilik sawah sudah rela, jika para pengasak mengambil padi
yang sudah berjatuhan di tanah untuk dimanfaatkan oleh para pengasak,
walaupun para pengasak tidak meminta izin terlebih dahulu. Pemilik
sawah merelakan jika pengasak tidak meminta izin dengan alasan bahwa
padi yang sudah berjatuhan di tanah tidak akan di ambili oleh pemilik
sawah. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara kepada pemilik sawah
sebagai berikut:
Bapak Marsidi
“Selama ini orang yang mengasak gabah disawah saya tidak pernah
meminta izin terlebih dahulu kepada saya. Saya pribadi tidak keberatan
wapaun mereka tidak meminta izin terlebih dahulu, namun terkadang saya
berada di sawah dan bertemu dengan para pengasak ada sebagian mereka
meminta izin kepada saya. Karena dengan adanya pengasak gabah saya
diuntungkan, karena padi-padi yang berjatuhan ataupun tercecer di sawah
dapat banyak berkurang, karena jika tidak ada pengasak padi-padi yang
sudah berjatuhan selalu tumbuh dan menyulitkan para pemilik sawah
untuk membersihkannya”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti dapat menganalisis
bahwa pemilik sawah ikhlas walaupun pengasak tidak meminta izin
terlebih dahulu. Karena dengan adanya pengasak mendatangkan
keuntungan bagi pemilik sawah, keuntungan yang diperoleh oleh pemilik
sawah dapat meringkankan pekerjaan pemilik sawah dikemudian hari,
karena jika banyak padi yang tercecer di tanah ketika sawah sudah teraliri
air maka padi-padi yang berjatuhan tumbuh secara liar dan dapat
mengganggu pertumbuhan padi yang secara sengaja ditanam dikumudian
hari.
Pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa penyebab orang
mengasak gabah di Desa Purwosarai Kecamatan Metro Utara adalah
sebagai berikut :
a. Menganggap padi yang sudah berjatuhan tidak berguna bagi pemilik
sawah.
b. Faktor ekonomi yakni bisa dimanfaatkan untuk persediaan makan
keluarganya.
c. Kebutuhan hidup sehari-hari
d. Mengambilnya setelah pemanen selesai memanen
Penyebab orang mengasak di atas menurut peneliti terdapat
kualifikasi untuk dijadikan alasan untuk diperbolehkannya megasak gabah
di Desa Purwasari Kecamatan Metro Utara. Walaupun mayoritas pengasak
gabah masih bisa melakukan pekerjaan yang lain seperti menjadi buruh
tani, dan lain-lain.
Kegiatan mengasak di desa Purwosari jika ditinjau dari dasar
ekonomi Islam, dari segi kepemilikan bahwa kepemilikan dalam sistem
ekonomi Islam pemilik hanya terletak pada kepemilikan pemanfaatannya
saja dan tidak menguasai secara mutlak, maka pengasak padi di sawah
yang dilakukan di Desa Purwosari jika ditinjau menurut dasar ekonomi
Islam diperbolehkan karena padi yang sudah jatuh tercecer di tanah tidak
lagi dimanfaatkan oleh pemilik, dan pemilik juga sudah mengiklaskannya
jika sisa padi yang tercecer di tanah boleh dimanfaatkan oleh para
pengasak.
Ditinjau dari segi keseimbangan dalam sistem ekonomi Islam padi
yang telah selesai dipanen yang jatuh di tanah dan tercecer yang sudah
tidak dimanfaatkan oleh pemilik sawah boleh diambil dan dimanfaatkan
oleh para pengasak, secara tidak langsung padi-padi yang sudah tidak
mungkin lagi dimanfaatkan oleh pemilik sawah disedekahkan kepada para
pengasak agar dapat dimanfaatkan.
Sedangkan ditinjau dari segi keadilan padi-padi yang sudah tidak
dimanfaatkan oleh pemilik sawah diperbolehkan oleh pemilik sawah untuk
diambil para pengasak. Karena para pengasak tidak memiliki lahan sawah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga
untuk memberikan rasa keadilan pemilik memperbolehkan pada-pada yang
sudah tidak mungkin dimanfaatkan oleh pemilik sawah boleh diambil para
pengasak, agar para pengasak memiliki hak hidup secara layak dan cara
yang dipilik oleh para pengasah untuk mengasak padi disawah milik orang
lain dapat meringankan beban hidup keluarganya.
Berdasarkan analisis yang telah peneliti paparkan di atas, maka
dalam praktek ngasak gabah di Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara
Kota Metro tidak bertentangan dengan ekonomi Islam jika dilihat dari
penyebab para pengasak yaitu semata-mata untuk mencari nafkah sebagai
penunjang kebutuhan hidup sehari-hari. Yang terpenting, pemilik sawah
sudah merelakan jika ada pengasak mengambil gabah yang sudah
berjatuhan di tanah miliknya.
Selama orang yang melakukan ngasak tidak merugikan pemilik
sawah, ngasak diperbolehkan jika tidak ada salah satu pihak yang merasa
dikecewakan ataupun menanggung kerugian. Oleh sebab itu, orang yang
ngasak tidak boleh merusak tanaman yang ada di sawah dan tidak boleh
mengganggu aktivitas petani ataupun pemanen yang sedang di sawah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam data yang telah dibahas dan dianalisis pada
bab bab sebelumnya, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa praktek
ngasak gabah di Desa Purwosari dilakukan dengan cara pengasak gabah
mengambil padi-padi yang sudah berjatuhan di tanah dan tidak lagi
dimanfaatkan oleh pemilik sawah, penyebab para pengasak gabah mengasak
disawah milik orang lain karena untuk mencari nafkah kebutuhan hidup
sehari-hari keluarganya. Para pengasak dalam mengasak gabah disawah milik
orang tidak tidak meminta izin terlebih dahulu dari pemilik sawah. Namun
dari pemilik sawah sendiri tidak keberatan jika ada orang yang mengasak
gabah di sawah miliknya walaupun pengasak tersebut tidak meminta izin
terlebih dahulu, karena menurut pemilik sawah adanya pengasak memberikan
keuntungan bagi pemilik sawah. Ngasak gabah diperbolehkan jika tidak ada
salah satu pihak yang merasa dirugikan
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Kepada masyarakat jika ingin ngasak atau mengambil seharusnya meminta
izin kepada pemilik sawah, dengan meminta izin, terjadilah pemindahan
hak milik secara sah dan sesuai dengan ajaran syariat Islam. Sehingga
hasil yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya benar-benar
dari jalan yang sesuai dengan ajaran Islam
2. Kepada para pengasak sebaiknya benar-benar mengambil padi yang sudah
selesai dipanen dan padi yang sudah berjatuhan yang tidak di ambil oleh
pemilik sawah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010
Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, Jakarta: Raja Grafindo, 2011
Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009
Burhanuddin Salam, Etika Sosial Asas Moral Kehidupan Manusia, Jakarta:
Rineka Cipta, 2002
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV.
Diponegoro, 2012
Faisal Badroen,dkk, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007
Fisal Badroen, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Kencana, 2007
Husain Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, Jakarta:
Bumi Aksara, 2011
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar 2, Jakarta: Kalam Mulia, 1995
Julian Ifnul Mubaroh, Kamus Istilah Ekonomi, Bandung: Yrama Widya, 2012
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Ed.Revisi, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009
M. A Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice, diterjemahkan oleh M.
Nastangin dengan judul, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf, 1993
M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, Bogor: Al-
Izzah Press, 2009
Mahkamah Agung RI Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama, Kompilasi
Hukum Islam, 2010
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2012
Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, Malang: UIN-Malika
Press, 2010
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan
Moral Ajaran Bumi Jakarta: Penebar Plus, 2012
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2008
_________, Paradigma, Metodologi dan Aplikasi Ekonomi Syariah, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2008
Muhammad, R Lukman Fauroni, Visi Al- Quran Tentang Etika Dan Bisnis,
Salemba Diniyah, 2004
Nana Herdiana Abdurrahman, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaa,
Bandung: CV Pustaka Setia, 2013
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2016
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islam, Terj. Muhammad, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1984
Yusuf Qardhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami, diterjemahkan
oleh Didin Hafidhuddin dengan judul, Peran Nilai dan Moral dalam
Perekonomian Islam
_________, Malamih Al-Mujtama’ Al-Muslim Alladzi Nansyuduhu, diterjemahkan
oleh Setiawan Budi Utomo dengan judul, Anatomi Masyarakat Islam,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999
PRAKTIK NGASAK GABAH BERDASARKAN SEBAB-SEBAB
KEPEMILIKAN MENURUT EKONOMI ISLAM
(Studi Kasus di Desa 28 Purwosari Kecamatan Metro Utara)
Out line
HALAMAN JUDUL
HALAMAN ABSTRAK
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN
HALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
HALAMAN KATA PENGANTAR
HALAMAN DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
B. Latar Belakang Masalah
C. Pertanyaan Penelitian
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
E. Penelitian Relevan
BAB II LANDASAN TEORI
A. Harta dan Hak Milik
1. Pengertian Harta dan Hak Milik
2. Kedudukan dan Fungsi Harta
3. Jenis-jenis Kepemilikan
4. Sebab-Sebab Kepemilikan
B. Ekonomi Islam
3. Pengertian Ekonomi Islam
4. Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sifat Penelitian
B. Sumber Data
C. Teknik Pengumpul Data
D. Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN
G. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
H. Praktik Ngasak Gabah di Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara
I. Analisis Praktik Ngasak Gabah Menurut Ekonomi Islam
BAB V PENUTUP
C. Simpulan
D. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ALAT PENGUMPUL DATA (APD)
PRAKTIK NGASAK GABAH BERDASARKAN SEBAB-SEBAB
KEPEMILIKAN MENURUT EKONOMI ISLAM
(Studi Kasus di Desa 28 Purwosari Kecamatan Metro Utara)
A. Wawancara
1. Wawancara dengan pemilik sawah
a. Apakah setiap panen padi ada orang yang selalu mengasak di sawah
milik Bapak ?
b. Apakah orang-orang yang mengasak gabah di sawah Bapak meminta
izin terlebih dahulu kepada Bapak ?
c. Bagaimana sikap Bapak ketika ada orang yang mengasak di sawah
Bapak ?
d. Apakah Bapak pernah menegur orang yang mengasak di sawah Bapak
?
e. Menurut Bapak apakah dengan adanya orang yang mengasak padi di
sawah Bapak, menguntungkan Bapak ?
f. Menurut Bapak bagaimana tentang orang yang mengasak tidak
meminta izin terlebih dahulu ?
2. Wawancara dengan pengasak gabah
a. Apakah Bapak/Ibu sebelum mengasak meminta izin terlebih dahulu
kepada pemilik sawah ?
b. Apakah salama Bapak/Ibu mengasak pernah mendapatkan teguran dari
pemilik sawah ?
c. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengasak padi ?
d. Apa penyebab Bapak/Ibu memilih mengasak di sawah orang lain ?
e. Hasil ngasak untuk apa ?
f. Apakah Bapak/Ibu paham tentang hukum mengambil milik orang lain
tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pemiliknya ?
B. Dokumentasi
1. Dokumentasi tentang sejarah berdirinya Desa Purwosari Metro Utara
2. Dokumentasi tentang jumlah penduduk Desa Purwosari Metro Utara
3. Dokumentasi tentang bagan struktur organisasi Desa Purwosari Metro
Utara
Metro, Juni 2019
Peneliti
Intan Danisa
NPM. 13103144
RIWAYAT HIDUP
Peneliti bernama Intan Danisa, dilahirkan di Metro, pada
tanggal 25 Februari 1995 anak ketiga dari empat bersaudara,
pasangan Bapak Amir Syah dan Ibu Ordani Pasaribu
Riwayat pendidikan penulis diawali di Sekolah Dasar di SD Negeri 7 Metro Pusat
selesai pada tahun 2006. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Metro
Pusat, selesai pada tahun 2009. Dilanjutkan Pendidikan Menengah Atas SMA
Negeri 4 Metro Timur, selesai pada tahun 2012. Pada tahun 2013 Peneliti
melanjutkan pendidikan Strata Satu (S1) di STAIN Jurai Siwo Metro sebagai
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri pada
Jurusan Syariah melalui jalur Seleksi Mandiri (SM) dan akan selesai di IAIN
Metro Lampung.