prague school
TRANSCRIPT
Aliran Praha (Prague School)
Aliran Praha diprakarsai oleh salah seorang tokohnya yang bermana Vilem
Mathesius (1882-1945), dan terbentuk pada tahun 1926. Vilem Mathesius
adalah seorang guru besar pada Universitas Caroline. Tokoh-tokoh aliran Praha
yang terkenal lainnya adalah Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson, dan Morris
Halle. Pengaruh mereka terutama dalam bidang fonologi pada tahun tiga
puluhan dapat dikatakan sangat besar.
Tidak ada kelompok linguistik Eropa yang memiliki pengaruh seperti aliran ini.
Kelompok ini dapat dikatakan tidak membatasi bidang linguistik, namun mereka
mampu menghasilkan seperangkat prinsip-prinsip yang ada umumnya disetujui
semua anggota kelompok di mana-mana (Bollinger dalam Alwasillah, 1989: 37).
Menurut Alwasillah aliran Praha ini dicirikan oleh titik berat telaahan pada
fungsi-fungsi bahasa. Baik fungsi bahasa dalam masyarakat, fungsi bahasa dalam
kesusastraan, dan problem aspek-aspek dan tingkatan-tingkatan bahasa ditinjau
dari sudut pandang fungsinya. Garis besarnya bidang garapan aliran ini adalah:
1. Fonologi, yaitu studi pola bunyi yang memiliki arti fungsional.
2. Konsep perspektif kalimat secara fungsional, yaitu pendekatan dengan
orientasi fungsional.
3. Studi fungsi estetik bahasa dan peranannya dalam kesusastraan.
4. Studi fungsi bahasa baku dalam masyarakat modern.
Sumbangan aliran ini terutama dalam bidang fonologi dan sintaksis, sedangkan
dalam bidang morfologi tidak terlalu banyak memberi pengaruh.
Fungsi Bahasa
Teori fungsional bahasa yang paling terkemuka datang dari salah seorang
anggota aliran Praha, yaitu Karl Buhler. Konsep dasarnya adalah apa yang
disebut the organon model of language. Konsep ini menekankan pentingnya
situasi dalam memandang suatu obyek studi. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
memahami bahasa sebagai alat maka dilihat dari tiga faktor yang ada dalam
setiap situasi ujaran: (1) penutur, (2) penanggap tutur, dan (3) sesuatu atau
obyek. Hal ini berguna untuk memahami suatu wacana atau tindak tutur, yaitu
kita juga perlu melihat konteks atau situasi tuturan.
Bagi Buhler hubungan ini dianggap pokok dari bahasa. Hubungan antara tanda
dengan penutur disebut expressive function, antara tanda dengan pendengar
disebut appeal function, sedangkan antara tanda dengan obyek yang dibicarakan
disebut representative function.
Teori Buhler ini yang memengaruhi Trubetzkoy yang terkenal dengan studi
fonologinya, yaitu mengenai pembedaan dua aspek penting dalam studi fonologi,
yaitu :
1. Studi peran bunyi ujaran dalam menjalankan representative function dari
bahasa, yang disebut juga phonologie atau di Amerika disebutnya
phonemics.
2. Studi bunyi-bunyi tersebut dalam menjalankan dua fungsi lainnya yaitu
expressive dan appeal function, yang disebut phonostylistics.
Representative Function: Fonologi dan Fonetik
Dalam bidang fonologi, aliran Praha adalah yang paling pertama membedakan
dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bagian fisik atau
fisiologis bunyi, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam
suatu sistem. Begitupula dengan istilah fonem, para linguis aliran Praha inilah
yang memperkenalkannya dalam analisis bahasa, seperti tertulis dalam buku
Grundzuge der Phonologie yang terbit pada tahun 1939.
Istilah fonem itu sendiri berasal dari bahasa Rusia fonema, lalu digunakan oleh
sarjana Polandia bernama Baudoin de Courtenay untuk membedakan pengertian
fonem dan fon (bunyi). Selanjutnya diperkenalkan oleh Kruzewki, yang sama-
sama sarjana Polandia juga. Akan tetapi, yang memperkenalkan dalam analisis
bahasa adalah linguis dari aliran Praha.
Aliran Praha menjelaskan struktur bunyi dengan menggunakan kontras atau
oposisi yang disebut dengan juga minimal pair. Ukuran untuk menentukan
apakah bunyi-bunyi ujaran itu beroposisi atau tidak adalah maknanya.
Perbedaan bunyi yang tidak menimbulkan perbedaan makna disebut tidak
distingtif, yang berarti bunyi-bunyi tersebut tidak fonemis. Adapun bunyi yang
membedakan makna disebut distingtif, yang berarti bunyi-bunyi tersebut
bersifat fonemis.
Dalam bahasa Indonesia, bunyi /l/ dan /r/ adalah dua buah fonem yang berbeda,
sebab terdapat oposisi di antara /l/ dan /r/ seperti yang terlihat dalam pasangan
kata lupa dan rupa. Berbeda dengan bahasa Jepang, bunyi /l/ dan /r/ itu tidak
distingtif, karena tidak beroposisi satu sama lain yang dapat ditemukan dalam
pasangan kata. Dalam bahasa Jepang, bunyi /l/ dan /r/ hanyalah varian dari
fonem yang sama.
Fonem dapat dikelompokkan ke dalam kelas-kelas sesuai dengan ciri-ciri
pembeda dan hubungan oposisi yang ada. Fonem-fonem p, t, k, b, d, g, m, n, dan
ng dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Labial Dental velar
Hambat p t k
Sengau b d g
m n
Abdul Chaer, 2003: 352
Dari bagan di atas bahwa fonem-fonem hambat tak bersuara p, t, k beroposisi
dengan fonem-fonem hambat bersuara /b/, /d/, dan /g/. fonem-fonem labial
/p/, /b/, dan /m/ beroposisi dengan fonem-fonem dental /t/, /d/, /n/ dan
fonem-fonem velar /k/, /g/, dan / /. Lalu, fonem-fonem hambat /p/ atau /b/,
/t/ atau /d/, dan /k/ atau /g/ beroposisi dengan fonem-fonem sengau /m/, /n/,
dan / /.
Kontras atau oposisi ini tidak selalu terjadi dalam setiap posisi. Dalam bahasa
Indonesia, antara fonem /p/ dan /b/, dan antara /t/ dan /d/ dapat terjadi posisi
awal dan tengah, tapi tidak dapat terjadi pada posisi akhir karena maknanya
tetap sama. Berikut ini adalah contohnya.
Pada posisi awal : paku X baku
Pada posisi tengah : tebas X tepas
Pada posisi akhir tidak dapat dikatakan oposisi karena maknaya tetap sama,
misalnya jawab dan jawap atau abad dan abat. Hal inilah yang dikatakan sebagai
netralisasi, dan varian yang dihasilkan dari netralisasi ini adalah arkifonem yang
dilambangkan dengan huruf besar. Dalam contoh /jawab/ X /jawap/
arkifonemnya dapat dilambangkan dengan huruf /P/ atau /B/.
Morfonologi
Dalam bidang fonologi, aliran Praha ini juga memperkenalkan dan
mengembangkan suatu istilah yang disebut morfonologi, yaitu bidang yang
meneliti struktur fonologis morfem. Bidang ini meneliti perubahan-perubahan
fonologis yang terjadi sebagai akibat hubungan morfem dengan morfem. Sebagai
contoh adalah fonem /p/ dan /b/ tidak berkontras, tetapi apabila kata /jawab/
yang dilafalkan /jawab/ atau /jawap/ diimbuhi sufiks –an maka hasilnya
adalah /jawaban/ bukan /jawapan/.
Setelah perbedaan antara fonetik dan fonologi, bagian yang terpenting dari
aliran Praha ini adalah pandangan fungsional dalam pembicaraan antara
grammar dan style. Oleh karena itu, Vilem Mathesius mengembangkan konsep
sentence-perspective. Inti dari konsep itu adalah sebagai berikut.
1. Pola gramatik kalimat yang disebut juga struktur formal kalimat.
2. Struktur pembawa informasi (information-bearing) dari ujaran.
Expressive and Appeal Function: Struktur Formal dan Struktur Informasi
dalam Kalimat
Struktur formal adalah cara penyusunan kalimat yang terdiri atas unsur-unsur
gramatikal, yaitu subjek dan predikat gramatikalnya. Sedangkan struktur
informasi adalah situasi faktual pada waktu kalimat itu dihasilkan atau yang
menyangkut cara penggabungan kalimat kepada situasi sesungguhnya sewaktu
kalimat itu dibuat. Struktur informasi menyangkut unsur tema dan rema.
Tema adalah apa yang dibicarakan atau apapun yang diketahui merupakan titik
berangkat bagi si penutur dalam situasi tertentu, sedangkan rema adalah apapun
yang dinyatakan penutur mengenai tema. Pada umumnya setiap kalimat selalu
mengandung unsur tema dan rema.
Contohnya dalam kalimat Susi melirik Dhuha. Susi adalah subjek gramatikal, dan
Dhuha adalah objek gramatikal. Subjek tidak selalu berada di depan, seperti
dalam kalimat bahasa Inggris This argument I can’t follow. Subjek gramatikalnya
adalah I dan objek gramatikalnya adalah this argument. Menurut pandangan
aliran Praha, this argument inilah yang disebut tema sedangkan I adalah rema.
Contoh lain misalnya adalah dua kalimat ini, he wrote the book on linguistics dan
the book on linguistics was written by him. Kelompok Praha membaca analisis
untuk kedua kalimat tersebut sebagai berikut:
Kedua kalimat di atas berbeda dalam functional sentence-perspectivenya.
Dalam kalimat pertama, he adalah tema, dan the book on linguistics
adalah rema.
Dalam kalimat kedua, the book on linguistics adalah tema, sedangkan him
adalah rema.
Terdapat cara mudah untuk memahami tema dan rema yaitu dengan
mengajukan pertanyaan yang jawabnya bisa dengan tema dan rema itu. Tema
adalah unsur nomina yang ada dalam pertanyaan itu. Rema adalah yang
dinyatakan oleh kata ganti tanya. Dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Jawaban Pertanyaan
He wrote the book in linguistics. What did he write?
The book on linguistics was written by
him.
Whom was the book on linguistics
written by?
Fungsi Estetika
Konsep fungsi estetika ini pertama lahir pada tahun 1930-an dan awal 1940-an,
dengan tokoh utamanya Jan Mukarovsky. Fungsi estetik itu sendiri menurut
Mukarovsky adalah penyimpangan unsur-unsur linguistik yang sengaja untuk
maksud estetika.
Kelompok aliran Praha ini adalah pengikut de Saussure yang menurunkan
konsep langue dan parole. Sebagai sistem tanda, langue adalah pola yang
fleksibel memungkinkan adanya variasi dalam unit dan pemilihan serta
penyusunan unit-unit sejauh tidak melanggar batas ‘saling-pengertian’.
Distorsi dalam konsep Mukarovsky adalah penyimpangan pola sejauh
merupakan norma sosial, tapi masih dalam batas-batas sistem tanda, karena
unit-unit yang menyimpang itu berasal dari sistem itu-itu juga. Oleh karena itu,
dalam sastra dikenal deautomatization, yang bisa kita lihat dalam bahasa sajak
dan puisi.
Tidak hanya dalam karya sastra, fungsi estetik ini bisa kita temukan dalam
sapaan bahasa Sunda bade ka mana yang merupakan ucapan salam ketika
bertemu di jalan, sejajar dengan ungkapan Hello! Dalam bahasa Inggris. Namun,
seringkali ungkapan Sunda itu diterjemahkan sebagai where are you going?
Tentu saja bagi orang asing, ungkapan ini dianggap tidak sopan karena dirasa
ikut campur urusan pribadi orang.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa terjemahan bahasa adalah automatization,
sedangkan terjemahan harfiah adalah contoh foregrouding yaitu yang dimaksud
adalah kata itu sendiri bukan makna komunikatif pesan yang diberi respon.
Sewaktu mereaksi kata-kata itulah yang dimaksud dengan fungsi estetik.
Fungsi Bahasa Baku
Prinsip utama dalam pendekatan ini baru dirumuskan pada awal tahun 1930-an.
Para sarjana yang mempunyai andil dalam perumusan ini adalah B. Havranek
dan Mathesius. Rumusan itu adalah bahasa baku bisa didefinisikan kurang lebih
sebagai bentuk yang telah dikodifikasikan, disepakati oleh dan berfungsi sebagai
model bagi masyarakat ujaran yang lebih luas.
Aliran Praha ini mewariskan dua ciri pokok dari bahasa, yaitu kestabilan yang
kenyal dan intelektualisasi. Kestabilan yang kenyal adalah tujuan yang akan
dicapai, yaitu bahwa agar berfungsi ecara efisien bahasa baku mesti distabilkan
dengan kodifikasi yang fleksibel seperti halnya perubahan kebudayaan.
Sedangkan intelektualisasi adalah kecenderungan menuju sistematisasi
hubungan yang semakin meluas. Kecenderungan pertama melibatkan grammar
dan yang kedua dalam bidang leksis.
Dalam gagasan mengenai bahasa baku ini, aliran Praha menempatkan bahasa
baku sebagai kebalikan dari ujaran atau bahasa rakyat. Selain mempelajari
prinsip-prinsip bahasa baku, mereka pun meminati hubungan antara bahasa
baku dan bahasa rakyat khususnya dalam studi pola-pola ujaran campuran yang
mengandung kedua unsur tersebut.
Puncak perkembangan aliran Praha ini adalah pada tahun 1930-an. Akan tetapi,
pola acuan teoriti yang mereka kembangkan dalam studi fungsi bahasa masih
menempati tempat penting hingga saat ini.
Daftar pustaka
Alwasilah, Chaedar. 1989. Beberapa Madzhab dan Dikotomi Teori Linguistik.
Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul. 2003. Pengantar Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Davis, Philip. W. 1973. Modern Theories of Language. New Jersey: Prentice-Hall,
Inc.
Vachek, Josef. 1970. The Linguistic School of Prague. Bloomington: Indiana
University Press.