ppn pengkreditan pajak masukan
TRANSCRIPT
LOGO
Pengkreditan Pajak
Masukan
Instruktur :Taripar Doly, SE.,MM
TerminologiPasal 1 UU PPN
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang
yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
Prinsip Pengkreditan PMPasal 9 UU PPN
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
◦ Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
◦ Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
Atas kelebihan Pajak Masukan tsb dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah Masa Pajak saat Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar).
TerminologiPasal 1 UU PPN
Pajak Keluaran( PK )
Pajak Masukan( PM )
Pajak yang dipungut pada
saat penyerahan BKP/JKP
( 10 % x DPP)
Pajak yang dibayar pada saat
perolehan BKP/JKP
PPN Kurang/Lebih/Nihil
Prinsip Pengkreditan PMPasal 9 UU PPN
PK < PM
Lebih Bayar Restitusi
Desember
KECUALI :Eksportir BKP/JKPPenyerahan ke pemungutPenyerahan yg PPN nya tidak dipungut
Kompensasi
Prinsip Pengkreditan PMPasal 9 UU PPN
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). (5) – informasi minimal dalam FP diisi lengkap(9) – FP memenuhi syarat formal dan material
Prinsip Pengkreditan PMPasal 9 UU PPN
Pajak Masukan
Dapat DikreditkanTidak Dapat Dikreditkan
Persyaratan PM dapat dikreditkan :1. Memenuhi syarat formal dan material
Syarat formal : tercantum dlm faktur & belum diperiksaSyarat material : berhubungan langsung dgn usaha & belum menjadi biaya
2. PM harus dikreditkan pada masa yang sama apabila tidak bisa dipenuhi paling lambat 3 bulan sejak berakhirnya masa pajak bersangkutan.
3. PM harus tercantum di faktur pajak yang memenuhi ketentuan.
PM Tidak DapatDikreditkanPasal 9 (8) UU PPN
Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk : a. perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak;b. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
usaha;c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;e. dihapus;f. perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
h. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
i. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
j. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
k. Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang yang tidak terutang PPN atau mendapat fasilitas PPN dibebaskan (pasal 9 ayat (5))
Prinsip Pengkreditan PMPasal 9 UU PPN
Tidak Dapat Dikreditkan
1. Perolehan BKP/JKP yg tdk berhubungan langsung dgn kegiatan usaha.2. PM atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan berupa sedan dan station wagon, kecuali sbg
barang dagangan/disewakan3. Perolehan BKP tak berwujud atau JKP dr luar daerah pabean sebelum dikukuhkan sbg PKP.4. Perolehan BKP/JKP yg FP nya tdk memenuhi ketentuan pasal 13 ayat 5 dan 9.5. PM yg timbul krn diterbitkannya surat ketetapan pajak.6. PM yg tdk dilaporkan di SPT masa PPN yg ditemukan pada saat pemeriksaan.7. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi komersial sbgm Pasal 9
ayat 2a.8. PM atas perolehan BKP/JKP yg atas penyerahanya dibebaskan dari pengenaan PPN (Pasal 16 B
ayat 3)
Ketentuan memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.
Contoh:Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April 2013. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2013 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2013. Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2013 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
Perolehan BKP Atau JKP Sebelum Pengusaha Dikukuhkan Sebagai PKP
Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.
Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat
bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Perolehan BKP Atau JKP Yang Tidak Mempunyai Hubungan Langsung Dengan Kegiatan Usaha
Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak baru membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan pajak.
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas ketetapan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Perolehan BKP Atau JKP Yang Pajak Masukannya Ditagih Dengan Penerbitan Ketetapan Pajak
Pajak Keluaran = Rp10.000.000,00 Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00
Dari hasil pemeriksaan diketahui:
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00 Pajak Masukan = Rp11.000.000,00
Dalam hal ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak sebesar Rp11.000.000,00, tetapi tetap sebesar Rp8.000.000,00 sesuai dengan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Dengan demikian, perhitungan hasil pemeriksaan
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00 Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00 (-) Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan = Rp 7.000.000,00 Kurang Bayar menurut Surat Pemberitahuan
= Rp 2.000.000,00 (-)
Masih kurang dibayar = Rp 5.000.000,00
Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
Yang dimaksud dengan "penyerahan yang terutang pajak" adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Yang dimaksud dengan "penyerahan yang tidak terutang pajak" adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B.
Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.
Pajak Masukan terkait Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak melakukan beberapa macam penyerahan, yaitu:
a. penyerahan yang terutang pajak = Rp25.000.000,00 Pajak Keluaran = Rp2.500.000,00
b. penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai = Rp5.000.000,00 Pajak Keluaran = nihil
c. penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai = Rp5.000.000,00 Pajak Keluaran = nihil
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan:
a. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak = Rp1.500.000,00
b. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai = Rp300.000,00
c. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai = Rp500.000,00
Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sebesar Rp2.500.000,00 hanya sebesar Rp1.500.000,00.
Pajak Masukan terkait Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak
Dalam hal terjadi pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang mengalihkan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima pengalihan, sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi
Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Pemecahan, Dan Pengambilalihan Usaha
I. Bagi PKP yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu
II. Bagi PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu
III. Bagi PKP Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Dan Tidak Terutang Pajak
(diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan)
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKANBAGI PKP YANG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA TIDAK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU
Permenkeu Nomor 74/PMK.03/2010
Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan apabila memenuhi syarat : Mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun
buku sebelumnya tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) untuk setiap 1 (satu) tahun buku;
Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Syarat
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKANBAGI PKP YANG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA TIDAK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU
Permenkeu Nomor 74/PMK.03/2010
Pedoman Pengkreditan PM
PKP dgn Peredaran Usaha Tertentu
PKP Kegiatan Tertentu
1. Omzet < 1,8 M2. PKP baru
1. PKP kendaraan bekas2. PKP perdagangan emas
WajibPilihan PKP
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan (Deemed PM), yaitu sebesar : 60% (enam puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk
penyerahan Jasa Kena Pajak; atau 70% (tujuh puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk
penyerahan Barang Kena Pajak.
PKP dgn Peredaran Usaha Tertentu
60 % dr PKPenyerahan JKP
70 % dr PKPenyerahan BKP
PK (Pajak Keluaran) = 10 % x Penyerahan BKP/JKP
Contoh 1
April 2011
Penyerahan BKP Rp. 100.000.000
Penyerahan JKP Rp. 120.000.000
Pajak Keluaran (PK) BKP 10.000.000
Pajak Keluaran (PK) JKP 12.000.000
Total PK 22.000.000
PM atas BKP 70 % x PK 7.000.000
PM atas JKP 60 % x PK 7.200.000
Total PM 14.200.000
PPN harus dibayar = PK-PM
= 22.000.000 – 14.200.000
= 7.800.000
Contoh 2
Toko Merah, merupakan usaha milik Bapak Postel yang bergerak di bidang perdagangan alat rumah tangga yang sudah dikukuhkan sebagai PKP dan termasuk sebagai PKP tertentu.
Dalam bulan Januari 2011, usaha Bapak Postel memiliki omset penjualan sebesar Rp. 100 juta dengan pajak keluaran (PK) sebesar Rp. 10 juta. Sedangkan pajak masukan (PM) yang telah dibayar oleh Bapak Postel adalah sebesar Rp. 8 juta.
Dengan demikian, Toko Merah untuk bulan Januari 2011 harus membayar ke kas negara sebesar Rp. 3 juta rupiah (PK- (70% x PK)) atau (10 juta – (70% x 10 juta)).
Dalam hal ini meskipun Bapak Postel memiliki PM sebesar Rp. 8 juta, namun PM yang diakui/yang dapat dikreditkan dengan mekanisme deem PM tersebut adalah hanya sebesar Rp7 juta.
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, dalam menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, wajib menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA TERTENTU
Permenkeu No 79/PMK.03/2010
Kegiatan Usaha Tertentu adalah kegiatan usaha yang semata-mata melakukan :◦ penyerahan kendaraan bermotor bekas secara
eceran; atau◦ penyerahan emas perhiasan secara eceran.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar : 90% (sembilan puluh persen) dari Pajak Keluaran,
dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran;
80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran.
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA TERTENTU
Permenkeu No 79/PMK.03/2010
PKP dgn Kegiatan Tertentu
PKP KendaraanBermotor Bekas
PKP PenyerahanEmas Perhiasan
PK (Pajak Keluaran) = 10 % x Penyerahan BKPDPP (Dasar Pengenaan Pajak) = Harga Jual
PM = 80 % PKPM = 90 % PK
PPN setor = 1 % DPP PPN setor = 2 % DPP
Pencabutan Permenkeu No 79/PMK.03/2010 Terkait Penyerahan Emas Perhiasan Diganti Melalui
PMK -30/PMK.03/2014
Terkait Terbitnya PMK-38/PMK.011/2013 Tentang
Nilai Lain Sebegai Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 2 huruf (L) : untuk penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan jasa perbaikan dan modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan adalah 20% (dua puluh persen) dari harga jual emas perhiasan atau nilai penggantian;
Terbit PMK-30/PMK.03/2014 Tanggal 10 Februari 2014 Tentang PPN Atas Penyerahan Emas Perhiasan yang berlaku sejak tanggal 1 Maret 2014.
Pedagang Emas Perhiasan bukan lagi PKP dengan Kegiatan Tertentu melainkan PKP Biasa yang menggunakan Nilai Lain Sebagai DPP.
Contoh :Pengusaha Jemmy Laory dengan merk Toko “Mas Jawa” membukukan omset Rp. 320 juta dalam bulan Januari 2014. Maka PPN yang disetor adalah sebesar Rp. 6.400.000,- yang bersumber dari (Rp. 320.000.000,- X 10% X 20%) dimana dasar penghitungan sebelumnya yang dicabut yaitu diatur dalam PMK-79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu dengan dasar perhitungan sebagai berikut :Penyerahan Emas Perhiasan Rp. 320.000.000,-Pajak Keluaran = Rp. 32.000.000,-Pajak Masukan = Rp. 25.600.000,- (80% dikali PK)PPN KB = Rp. 6.400.000,-
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan
Contoh 1
PKP Kendaran Bermotor Bekas
Cara 1 :
Penyerahan BKP Rp. 1.200.000.000
Pajak Keluaran (PK) BKP 120.000.000
PM atas BKP 90 % x PK 108.000.000
PPN harus dibayar 12.000.000
Cara 2 :
PPN harus disetor = 1 % x Penjualan
= 1 % x 1.200.000.000
= 12.000.000
Contoh 2
PKP Perdagangan Emas Perhiasan
Cara 1 :
Penyerahan BKP Rp. 1.200.000.000
Pajak Keluaran (PK) BKP 120.000.000
PM atas BKP 80 % x PK 96.000.000
PPN harus dibayar 24.000.000
Cara 2 :
PPN harus disetor = 2 % x Penjualan
= 2 % x 1.200.000.000
= 24.000.000
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan : usaha terpadu (integrated), terdiri dari :
• unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak; dan
• unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.
usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak; atau
usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PM BAGI PKP YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
Pasl 9 (6) UU PPN & PMK No. 78/PMK.03/2010
P = PM x Z
dengan ketentuan : P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan; PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah
Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya
Pengkreditan PM pada saat Perolehan BKP/JKP
Pengkreditan PM pada saat Perolehan BKP/JKP
PM atasPenyerahan Terutang & Tidak Terutang PPN
P = PM x Z
P = Pajak Masukan yang dpt dikreditkan
PM = Pajak Masukan Total
Z = Perbandinga penyerahan terutang dgn total penyerahan
Bila belum
dikreditkan
Contoh :Pedoman penghitungan PM yang dapat dikreditkan
Pajak Masukan yg dpt dikreditkan
Pajak Masukan Total Rp. 30.000.000
Penyerahan terutang PPN Rp. 50.000.000
Penyerahan tak terutang PPN Rp.100.000.000
Total Penyerahan Rp.150.000.000
P = PM x Z
= 30.000.000 x 50.000.000
150.000.000
= 10.000.000
Pengusaha Kena Pajak yang telah mengkreditkan Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan, harus menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Lihat Contoh
Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dilakukan dengan menggunakan pedoman penghitungan sebagai berikut :
untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun :
PMP’ = --------------- x Z’
T untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya 1 (satu) tahun
atau kurang :P’ = PM x Z’
dengan ketentuan : P' adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1(satu) tahun buku; PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak. T adalah masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
ditentukan sebagai berikut :• untuk Barang Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh)
tahun;• untuk Barang Kena Pajak selain tanah dan bangunan dan Jasa Kena Pajak
adalah 4 (empat) tahun; Z' adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang
Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.
Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
Pengkreditan PM pada saat Perolehan BKP/JKP
PM atasPenyerahan Terutang & Tidak Terutang PPN
P’ = PM x Z’ T
P’= Pajak Masukan yang dpt dikreditkan
PM = Pajak Masukan Total
Z’ = Perbandingan penyerahan terutang dgn total penyerahan
T = Masa manfaat BKP/JKP- Utk tanah dan bangunan 10 tahun- Selain tanah/bangunan 4 tahun
Bila Telah
dikreditkan
ContohPenghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
PKP bergerak di bidang Perkebunan Jagung (Tidak Terutang PPN) dan Pabrik Minyak Jagung (Terutang PPN).
APRIL 2011 April 2011, PKP membeli truk dengan harga Rp. 200
juta (PPN Rp. 20 juta). Masa manfaat truk sebenarnya 5 tahun, tetapi untuk
tujuan penghitungan PM berdasarkan PMK 78/PMK. 03/2010 ini ditetapkan 4 tahun.
Diperkirakan persentase rata-rata jumlah penyerahan yang terutang pajak terhadap seluruh penyerahan adalah 70%.
PM yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN Masa April 2011: Rp20 juta x 70% = Rp14 juta
Contoh – Tahun (I)Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
MARET 2012 Total peredaran usaha tahun 2011 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp40 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp60 miliar.
Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama tahun buku 2011 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2012 adalah:
Rp60 miliar x Rp20 juta = Rp3 juta
Rp100 miliar 4
PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta
Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi PM untuk Masa Pajak Maret 2012) adalah sebesar Rp3,5 juta – Rp3 juta = Rp500 ribu
Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan setiap tahun sampai dengan masa manfaat truk berakhir.
Contoh – Tahun (II)Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
MARET 2013 Total peredaran usaha tahun 2012 : Rp100 miliar, terdiri dari
penjualan jagung : Rp10 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp90 miliar.
Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama tahun buku 2012 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2013 adalah:Rp90 miliar x Rp20 juta = Rp4,5 jutaRp100 miliar 4
PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta
Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali (menambah PM untuk Masa Pajak Maret 2013) adalah sebesar Rp4,5 juta – Rp3,5 juta = Rp1 juta
Contoh – Tahun (III)Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
MARET 2014 Total peredaran usaha tahun 2013 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp30 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp70 miliar.
Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama tahun buku 2013 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2014 adalah:
Rp70 miliar x Rp20 juta = Rp3,5 juta
Rp100 miliar 4
PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta
Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali adalah:
Rp3,5 juta – Rp3,5 juta = Rp 0
Contoh – Tahun (IV)Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
MARET 2015 Total peredaran usaha tahun 2014 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp50 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp50 miliar.
Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama tahun buku 2014 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2015 adalah:
Rp50 miliar x Rp20 juta = Rp2,5 juta
Rp100 miliar 4
PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta
Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi PM untuk Masa Pajak Maret 2015) adalah sebesar Rp3,5 juta – Rp2,5 juta = Rp 1 juta
Penghitungan PM sebagaimana perhitungan di atas tidak perlu lagi dilakukan pada tahun 2016.
Pedoman Penghitungan PM yang lain
Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan PMK ini tidak berlaku bagi PKP yang telah ditetapkan untuk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) UU PPN (Kegiatan Tertentu dan Jumlah Tertentu).
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku.
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak perlu dilakukan dalam hal masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak telah berakhir.
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang telah dikreditkan diatas dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan
gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai
Ketentuan mengenai penentuan waktu, penghitungan, dan tata cara pembayaran kembali tsb diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.PMK-81/PJ/2010
Gagal Berproduksi
Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Gagal BerproduksiSanksi Pasal 14 ayat (5) UU KUP
Suatu keadaan dari Pengusaha Kena Pajak dengan kegiatan usaha utama sebagai produsen yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan kegiatan: penyerahan Barang Kena Pajak; penyerahan Jasa Kena Pajak; ekspor Barang Kena Pajak; dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak,
yang berasal dari hasil produksinya sendiri.
Gagal Produksi
Suatu keadaan dari Pengusaha Kena Pajak dengan kegiatan usaha utama Pengusaha Kena Pajak selain produsen apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan kegiatan: penyerahan Barang Kena Pajak; penyerahan Jasa Kena Pajak; ekspor Barang Kena Pajak; dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak,
Gagal Produksi
Besarnya Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali adalah sebesar Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian.
Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disetorkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat gagal berproduksi.
Saat gagal berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir dalam jangka waktu: 3 (tiga) tahun untuk produsen 1 (satu) tahun untuk selain produsen
Pembayaran kembali Pajak Masukan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak dengan mencantumkan keterangan "Pembayaran kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian".
Pembayaran kembali Pajak Masukan dilaporkan pada Masa Pajak dilakukan pembayaran
Dalam hal gagal berproduksi disebabkan oleh bencana alam atau sebab lain di luar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak (force majeur), Pengusaha Kena Pajak tidak wajib membayar kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian
LOGOEmail : [email protected] : www.nusahati.com