potensi ternak babi dalam menyumbangkan daging di … · 2017-06-06 · menurut laporan dinas...

18
Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 1 POTENSI TERNAK BABI DALAM MENYUMBANGKAN DAGING DI BALI* Komang Budaarsa Fakultas Peternakan Universitas Udayana HP.08123629838, e-mail: [email protected] ABSTRAK Penduduk pulau Bali mayoritas (83,46%) memeluk agama Hindu, hanya 13,37% yang beragama Islam, sisanya 3,17% beragama Kristen, Budha Konghucu dan aliran kepercayaan lain, oleh karena itu daging babi merupakan salah satu daging yang dikonsumsi cukup banyak oleh masyarakat. Selain itu ternak babi dipelihara tidak semata untuk dikonsumsi dagingnya, tetapi juga untuk keperluan upacara adat dan agama. Babi guling misalnya, digunakan sebagai sesaji pada berbagai upacara adat dan agama. Peternakan babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Sekitar 80% rumah tangga di pedesaan memelihara ternak babi yang jumlahnya antara 1 – 3 ekor. Ternak babi sebagai ternak penghasil daging mempunyai kelebihan dibandingkan ternak lain, antara lain karena karkasnya yang relatif tinggi mencapai 65%, bersifat prolifik (beranak banyak) bisa mencapai 12 ekor sekali beranak, dan mampu beranak dua kali dalam satu tahun. Kalau dilihat perkembangan ternak babi lima tahun terakhir (2009-2013) di Bali tampak terjadi penurunan populasi. Menurut Buku Cacah Jiwa Ternak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali tahun 2013, populasi babi tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 berturut turut 925.290, 918.087, 922.739, 890.197, dan 852.319 ekor. Sementara kalau dilihat jumlah pemotongan babi tahun 2012 sebanyak 1.780.055 ekor, meningkat 10,67% dibandingkan tahun 2011. Kalau dari data tersebut dihitung bobot karkasnya diperoleh angka 115.703,575 ton, dengan asumsi bobot babi yang dipotong adalah 100 kg. Selanjutnya dengan perhitungan komposisi daging adalah 51% dari karkas, maka produksi daging tahun 2012 adalah 59.008,823 ton. Penurunan populasi berdampak pada penurunan produksi daging babi. Turunnya populasi ternak babi antara lain disebabkan oleh rendahnya harga babi di pasaran, dan tingginya harga pakan sehingga banyak peternak yang gulung tikar. Peran pemerintah dalam menstabilkan populasi dengan cara melarang masuknya babi dari luar sangat perlu, sehingga tercapai harga babi yang menguntungkan peternak, di sisi lain harga daging terjangkau oleh konsumen. Peran pemerintah tersebut di Bali sudah dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur Bali Nomor 6 Tahun 2013, tentang Pelaksanaan Kemitraan dan Perlindungan Usaha Peternakan di Provinsi Bali. Perlu ketegasan pemerintah sesuai dengan peranan dan tanggungjawabnya yang telah tertuang dalam pergub tersebut. Peran pemerintah yang lain adalah dalam hal pemetaan wilayah (Zonasi) untuk usaha peternakan yang jelas dan pasti, sehingga peternak bisa beternak dengan nyaman, tidak dipermasalahkan oleh warga, mengingat modal yang ditanam untuk usaha peternakan babi tersebut cukup tinggi. . Kata kunci: Hindu, babi, daging babi dan pemerintah

Upload: others

Post on 09-Mar-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 1

POTENSI TERNAK BABI DALAM MENYUMBANGKAN DAGING DI BALI*

Komang Budaarsa Fakultas Peternakan Universitas Udayana

HP.08123629838, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penduduk pulau Bali mayoritas (83,46%) memeluk agama Hindu, hanya 13,37% yang beragama Islam, sisanya 3,17% beragama Kristen, Budha Konghucu dan aliran kepercayaan lain, oleh karena itu daging babi merupakan salah satu daging yang dikonsumsi cukup banyak oleh masyarakat. Selain itu ternak babi dipelihara tidak semata untuk dikonsumsi dagingnya, tetapi juga untuk keperluan upacara adat dan agama. Babi guling misalnya, digunakan sebagai sesaji pada berbagai upacara adat dan agama. Peternakan babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Sekitar 80% rumah tangga di pedesaan memelihara ternak babi yang jumlahnya antara 1 – 3 ekor. Ternak babi sebagai ternak penghasil daging mempunyai kelebihan dibandingkan ternak lain, antara lain karena karkasnya yang relatif tinggi mencapai 65%, bersifat prolifik (beranak banyak) bisa mencapai 12 ekor sekali beranak, dan mampu beranak dua kali dalam satu tahun. Kalau dilihat perkembangan ternak babi lima tahun terakhir (2009-2013) di Bali tampak terjadi penurunan populasi. Menurut Buku Cacah Jiwa Ternak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali tahun 2013, populasi babi tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 berturut turut 925.290, 918.087, 922.739, 890.197, dan 852.319 ekor. Sementara kalau dilihat jumlah pemotongan babi tahun 2012 sebanyak 1.780.055 ekor, meningkat 10,67% dibandingkan tahun 2011. Kalau dari data tersebut dihitung bobot karkasnya diperoleh angka 115.703,575 ton, dengan asumsi bobot babi yang dipotong adalah 100 kg. Selanjutnya dengan perhitungan komposisi daging adalah 51% dari karkas, maka produksi daging tahun 2012 adalah 59.008,823 ton. Penurunan populasi berdampak pada penurunan produksi daging babi. Turunnya populasi ternak babi antara lain disebabkan oleh rendahnya harga babi di pasaran, dan tingginya harga pakan sehingga banyak peternak yang gulung tikar. Peran pemerintah dalam menstabilkan populasi dengan cara melarang masuknya babi dari luar sangat perlu, sehingga tercapai harga babi yang menguntungkan peternak, di sisi lain harga daging terjangkau oleh konsumen. Peran pemerintah tersebut di Bali sudah dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur Bali Nomor 6 Tahun 2013, tentang Pelaksanaan Kemitraan dan Perlindungan Usaha Peternakan di Provinsi Bali. Perlu ketegasan pemerintah sesuai dengan peranan dan tanggungjawabnya yang telah tertuang dalam pergub tersebut. Peran pemerintah yang lain adalah dalam hal pemetaan wilayah (Zonasi) untuk usaha peternakan yang jelas dan pasti, sehingga peternak bisa beternak dengan nyaman, tidak dipermasalahkan oleh warga, mengingat modal yang ditanam untuk usaha peternakan babi tersebut cukup tinggi.

. Kata kunci: Hindu, babi, daging babi dan pemerintah

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 2

PENDAHULUAN

Kebutuhan daging nasional setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan

meningkatnya jumlah penduduk. Menurut laporan Badan Pusat Statistik tahun 2013

penduduk Indonesia tahun 2010 sudah mencapai anggka 237.6 juta jiwa, dan saat ini

jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 250 juta jiwa. Semetara konsumsi

daging pertahun/kapita masyarakat Indonesia paling rendah dibandingkan dengan negara

ASEAN lain. Menurut laporan FAO tahun 2010, konsumsi daging Indonesia hanya 11,14

kg/kapita/tahun, sementara Thailand 28,31 kg/kapita/tahun, Philipina 31,8 kg/kapita/tahun,

Vietnam 40,65kg/kapita/tahun, Malaysia 48,99kg/kapita/tahun, Brunai 65,12 kg/kapita/

tahun dan Singapura 71,1 kg/kapita/tahun (Igbal, 2011).

Walaupun sumber protein hewani sangat beragam, namun daging masih dipandang

sebagai alah satu sumber protein yang penting mengingat kandungan asam-asam amino

esensialnya sangat lengkap. Disamping itu, daging mempunyai kecernaan yang cukup

tinggi, dan citarasa yang enak, sehingga sangat disukai oleh konsumen. Secara nasional

pemenuhan daging masih didominasi dari ternak sapi dan ayam, dari babi porsinya sangat

sedikit. Data Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) tahun 2007

menunjukan bahwa pangsa konsumsi daging nasional didominasi oleh daging ayam sebesar

56%, sapi 23%, babi 13%, kambing dan domba 5%, dan lainnya sekitar 3%.

Berbicara masalah potensi babi sebagai daging babi di Bali setidaknya ada tiga

aspek yang patut diperhatikan. Pertama adalah aspek produksi, mengingat tradisi beternak

babi di Bali seolah menjadi pekerjaan wajib masyarakat di pedesaan. Kedua dari aspek

pemasaran daging babi di Bali sangat potensial dihubungkan dengan jumlah penduduk,

sosiobudaya dan Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional. Ketiga dari aspek peran

pemerintah dalam membantu peternak babi melalui regulasi dan kewenangannya. Ketiga

aspek tersebut secara bersama-sama akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan

peternakan babi di Bali yang memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan daerah

lain di Indonesia.

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 3

ASPEK PRODUKSI

Kependudukan

Peternakan babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting

dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Sekitar 80% rumah

tangga di pedesaan memelihara ternak babi yang jumlahnya antara 1-3 ekor. Walaupun

bersifat sambilan, namun babi terbukti menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat

diandalkan bagi keluarga. Pemeliharaan ternak babi sangat membantu menstabilkan

ekonomi masyarakat, terutama saat-saat keperluan dana mendadak dalam jumlah yang

cukup banyak. Ternak babi menjadi cadangan dana pengaman dalam sistem keuangan

keluarga. Itulah sebabnya di Bali memelihara babi identik dengan membuat celengan atau

menabung.

Dari aspek kependudukan di Bali sebenarnya sangat mendukung untuk usaha

peternakan babi. Penduduk pulau Bali tahun 2012 tercatat 3.686.665 jiwa dan yang

termasuk dalam usia kerja sebanyak 3.008.973 orang (81,67%) dengan komposisi non

muslim dan muslim adalah 86,63% dan 13,37%, karena itu merupakan potensi yang sangat

besar untuk menggerakkan sektor peternakan babi. Dikaitkan dengan jumlah rumah tangga

usaha pertanian berdasarkan sensus pertanian tahun 2013 tercatat 408.233 rumah tangga,

terdiri atas jasa pertanian 5.257 rumah tangga, kehutanan 141.012 rumah tangga, perikanan

14.869 rumah tangga, perkebunan, 220.893 rumah tangga, pangan 218.591 rumah tangga,

hotikultura 238.834 rumah tangga dan sub sektor peternakan 315.747 rumah tangga.

Berdasarkan data tersebut jelas terlihat bahwa usaha rumah tangga di bidang subsektor

peternakan jumlahnya paling banyak yakni 77,34%. Hal ini merupakan potensi yang luar

biasa dalam pengembangan usaha peternakan di Bali, termasuk peternakan babi di

dalamnya.

Data pada bulan Agustus 2013 menunjukkan penduduk Bali yang bekerja di sektor

pertanian masih menempati urutan teratas, yaitu 545, 83 ribu orang atau 24% dari total

penduduk yang bekerja. Urutan yang kedua adalah mereka yang bekerja di sektor jasa

sebanyak 16,86%. Demikian juga kalau dikaitkan dengan penggangguran, pada bulan

Februari 2013 tercatat tenaga penggangguran di Bali sebanyak 45.38 ribu orang. Dari

jumlah tersebut sangat mungkin ada yang bersedia bekerja di sektor peternakan, khususnya

peternakan babi. Mereka bisa menjadi peternak mandiri, bermitra dengan pengusaha, atau

paling tidak menjadi tenaga kerja di sektor peternakan.

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 4

Produksi Ternak Babi di Bali

Peternak babi di Bali saat ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu peternak

mandiri dan peternak dengan pola kemitraan. Sistem pemeliharaan ternak babi di Bali

khususnya peternak mandiri sebagian besar masih tradisonal, bahkan ada yang masih sangat

sederhana, dengan cara mengikat dengan tali, kemudian diikatkan pada patok. Sama sekali

tidak ada tempat khusus untuk berbaring, tanpa atap penaung panas dan hujan. Jika

musim hujan, maka babi berendam dalam lumpur, mirip kerbau. Babi diberi makan

seadanya (Gambar 1). Namun saat ini sudah banyak juga yang memelihara dengan sistem

semi intensif bahkan modern. Sedangkan peternak dengan pola kemitraan umumnya sistem

pemeliharaannya sudah intensif.

Gambar 1. Sistem pemeliharaan babi secara tradisional dan intensif.

Peternak di Bali lebih banyak memilih babi ras jenis peranakan landrace untuk

diternakan dibandingkan babi bali atau jenis babi lainnya. Alasannya, babi peranakan

landrace pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan babi jenis lain. Selain itu, babi landrace

kandungan lemaknya lebih sedikit dibandingkan dengan babi bali. Kalau dilihat data lima

tahun terakhir (2009- 2013) populasi babi di Bali terus mengalami penurunan (Tabel 1).

Hal ini akibat jatuhnya harga babi dan naiknya harga pakan secara terus menerus. Terutama

pada sekitar tahun 2012 - 2013 ketika harga babi mencapai Rp 13,000/kg. Saat itu

banyak peternak yang merugi dan akhirnya gulung tikar. Padahal tahun-tahun sebelumnya

produksi meningkat. Namun demikian sebenarnya populasi babi tersebut sudah melibihi

dari sasaran yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Tahun 2010, 2011, 2012, dan tahun 2013 sasaran populasi adalah 860.321, 848.586,

833.533 dan 812.092 ekor, sedangkan populasi yang ada adalah 918.087, 922.739, 890.197

dan 852.319. Kalau dihubungkan dengan harga babi hidup di pasaran saat ini yakni Rp

27.000/kg dan populasi yang ada, bisa jadi itulah populasi yang ideal untuk Bali, namun ini

perlu dikaji lebih lanjut.

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 5

Salah satu faktor yang ikut memacu laju produktivitas peternakan babi di Bali adalah

sudah memasyarakatnya kawin suntik atau inseminasi buatan (IB). Peternak babi sekarang

jarang yang mau memelihara kaung (pejantan), karena dianggap tidak efisien. Selain itu,

bagi peternak di perkotaan transportasi untuk membawa pejantan sangat susah. Mereka

lebih praktis menggunakan IB, karena inseminator sudah cukup banyak. Jika mempunyai

bangkung (induk babi) yang buang (birahi), tinggal memanggil melalui HP, maka petugas

inseminator akan datang. Biayanya juga cukup murah, hanya Rp. 70.000 sekali IB.

Selain itu, adanya pola peternakan kemitraan ikut memacu populasi ternak babi.

Pola yang diterapkan sistem kemitraan ini, peternak plasma cukup meyediakan kandang,

kemudian perusahaan inti sebagai mitra memberikan bibit beserta makanan yang diperlukan

selama pemeliharaan. Setelah waktunya panen, diambil oleh pengusaha mitra. Jadi

peternak tidak pusing-pusing memasarkan babinya saat harus dijual. Mereka tinggal

membagi keuntungan sesuai dengan perjanjian yang disepakati sebelumnya. Sistem

kemitraan ini telah terbukti mendongkrak populasi ternak babi di Bali, sehingga tidak ada

alasan lagi memasukkan babi dari luar, yang sering kali menjatuhkan harga babi di Bali.

Tabel 1. Populasi ternak babi di Bali lima tahun terakhir (tahun 2009 – 2013).

Tahun Babi Bali, Babi Saddle Back Peranakan dan Babi Landrace Persilangan

Pejantan Jantan Muda Kebiri Induk Betina

Muda Kucit

Jumlah* Jnt/Kbr Betina

2013 7.486 29.297 227.155 86.296 143.215 189.889 178.325 852.319

2012 9.375 31.631 233.043 94.479 147.646 187.712 186.311 890.197

2011 11.081 31.740 244.856 95.624 149.849 197.411 192.178 922.739

2010 6.655 26.115 252.362 98.158 147.873 195.788 191.136 918.087

2009 5.854 30.119 250.604 99.832 148.949 197.022 192.910 925.290

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Tahun 2013.

Produksi Daging Babi

Menurut laporan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali yang

dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Bali 2013, pemotongan ternak babi di Bali

dari tahun ketahun meningkat. Jumlah ternak babi yang dipotong pada tempat pemotongan

dan perhitungan produksi daging selama lima tahun (2008-2012) disajikan pada Tabel 2.

Pemotongan babi paling banyak tahun 2008 yaitu 1.802,451 ekor. Jumlah pemotongan

babi di rumah potong hewan di Bali paling besar berada di Kota Depasar. Data yang

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 6

dihimpun dari Dinas Peternakan Perikanan d Kelautan Kota Denpasar tahun 2014 jumlah

pemotongan babi di RPH Sanggaran dari bulan Januari – Mei 2014 berturut-turut 3.060,

3.060, 3.287, 2.727 dan 3.135 ekor. Terjadi lonjakan pada bulan Mei, karena pada bulan tersebut

ada hari raya Galungan.

Tabel 2. Pemotongan ternak babi dan perkiraan produksi daging di Bali (Tahun 2008-2012)

Tahun Jumlah babi

yg dipotong (ekor) Perkiraan karkas

(ton) Daging (ton)

2012 1.780.055 115.703,575 59.008,823* 99.683,10**

2011 1.608.362 104.543,53 53.317,200 90.068,28

2010 1.589.882 103.342,33 52.704,590 89.033,37

2009 1.538.082 99.975,33 50.987,418 86.132,58

2008 1.802.451 117.159,315 59.751,251 85.872.23 Sumber : BPS Provinsi Bali 2013 (diolah) Keterangan: * Daging tanpa lemak ** Kemungkinan dengan lemak (BPS Provinsi Bali, 2013)

Babi memiliki persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan ternak potong

lainnya. Persentase karkas babi berkisar 65-70%, sisanya merupakan hasil sampingan dari

penyembelihan (kepela, jeroan, darah, kaki dan bulu). Berbeda dengan ternak sapi, kerbau,

kambing, kulit pada babi termasuk bagian dari karkas. Karkas babi mengandung daging

antara 43-51%, sisanya berupa lemak, kulit dan tulang. Komponen karkas babi (daging,

lemak, kulit dan tulang) sangat terkait dengan umur. Makin bertambah umur babi, maka porsi

daging menurun, sebaliknya porsi lemak meningkat (Tabel 3). Oleh karena itu jika ingin

mendapatkan porsi daging yang lebih banyak, maka sebaiknya babi dipotong pada umur yang tepat

yaitu maksimum umur 6 bulan. Kalau lebih, porsi lemaknya yang akan lebih banyak. Untuk babi

guling yang baik umur di bawah 4 bulan, karena dagingnya banyak, lemaknya sedikit, dan kulitnya

banyak.

Tabel 3 . Pengaruh umur dan komposisi karkas babi

Umur (bulan) Daging (%) Lemak (%) Kulit (%) Tulang (%) 5 50,00 31,00 8,50 10,50

6 48,00 35,00 7,50 9,50 51,00 28,98 9,10 9,92*

7,5 43,00 41,00 7,50 8,50 Sumber: Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan, Fakultas Peternakan UNPAD (2009), sudah diolah, * Budaarsa (1997).

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 7

Mengacu pada populasi babi di Bali lima tahun terakhir (Tabel 1) maka potensi

penghasil daging babi adalah babi yang jantan muda, kebiri, betina muda. Namun yang

paling potensi dipotong adalah babi yang dikebiri, karena babi jantan ada kemungkinan

dijadikan pejantan, sedangkan babi betina muda dijadikan induk.

Tebel 4. Komposisi populasi babi yang potensial penghasil daging di Bali lima tahun Terakhir (2009 – 2013)

Status babi

Tahun (ekor)

2009 2010 2011 2012 2013

Jantan muda 30.119 26.115 31.740 31.631 28.971

Kebiri 250.604 252.362 244.856 233.043 235.701

Betina muda 148.949 147.873 149.849 147.646 146.186

Jumlah 429.672 426.350 426.445 412.320 410.858

Prediksi Karkas (ton)

27.929 27.713 27.719 26.807 26.706

Prediksi daging (ton)

14.243,79 14.133,63 14.136,69 13.671,57 13.620,06

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali 2014 (diolah). Prediksi daging dihitung 51% dari bobot karkas babi umur 5 bulan (Tabel 3 )

Kalau dari jumlah di atas kita asumsikan dipotong pada berat 100 kg dengan

persentase karkas 65%, maka jumlah karkas yang dihasilkan sejak tahun 2009-2013

berturut: 27.929, 27.713, 27.719, 26.807 dan 26.706 ton. Menurut Budaarsa (1997)

komposisi karkas babi landrace terdiri atas daging 51%, lemak 28,98% kulit 9,10% dan

tulang 9,92%. Berdasarkan komposisi tersebut maka total daging yang dihasilkan adalah

tahun 2009 sebanyak 14.243,79 ton, tahun 2010 sebanyak 14.133,63, tahun 2011 sebanyak

14.136,69 ton, tahun 2012 sebanyak 13.671,57 ton dan tahun 2013 sebanyak 13.620,06 ton.

Namun jika jumlah daging yang diproduksi lebih tinggi sangat mungkin babi betina maupun

pejantan yang afkir ikut dipotong. Begitulah gambaran potensi produksi daging di Bali

dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 berdasarkan populasi babi jantan muda, babi

kebiri, dan betina muda yang memang berpotensi dipotong.

Babi Bali Satu Potensi

Babi bali merupakan plasma nutfah yang patut diselamatkan, kalau tidak bisa

punah. Babi bali sebenarnya ada dua jenis, yaitu yang terdapat di Bali bagian timur, yang

diduga nenek moyangnya berasal dari China (Sus vitatus). Ciri-cirinya: warna bulunya

hitam agak kasar, punggungnya melengkung tetapi perutnya tidak sampai menyentuh tanah

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 8

dan cungurnya agak panjang. Jenis yang hidup di Bali bagian utara, barat, tengah dan

selatan mempunyai ciri-ciri: punggungnya melengkung ke bawah (lordosis), perutnya

besar, ada belang putih di bagian perut dan keempat kakinya, moncongnya pendek, telinga

tegak, tinggi badan babi dewasa sekitar 54 cm, panjang badan sekitar 90 cm dan panjang

ekor antara 20-25 cm (Gambar 2). Babi induk (bangkung) perutnya sangat turun ke

bawah, bahkan bisa menyentuh tanah bila berdiri. Puting susunya antara 12-14, bisa

melahirkan mencapai 12 ekor sekali beranak. Babi inilah yang lebih dikenal sebagai babi

bali (Sihombing, 2006). Tahun 2013 babi bali hanya tinggal 253.959 ekor, gambaan

populasi selengkapnya disajikan pada Tabel 5.

Babi bali secara genetik pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan babi ras

impor. Diperlukan waktu 10-12 bulan untuk mencapai berat badan 90-100 kg, sedangkan

babi ras impor hanya 5-6 bulan. Tetapi kelebihannya, babi bali adalah babi yang tahan

menderita, lebih hemat terhadap air, masih mampu bertahan hidup walau diberi makan

seadanya. Sehingga sangat cocok dipelihara di daerah yang kering. Di Kecamatan Kubu,

Karangasem, khususnya di Desa Tianyar Barat, dan beberapa desa di Kecamatan Gerokgak,

Buleleng, masih banyak orang memelihara babi bali. Para peternak di sana memberi istilah

babi bali itu dadi ajak lacur (bisa diajak hidup melarat). Maksudnya, tidak perlu harus

diberikan konsentrat, sebagaimana babi landrace dan babi ras lainnya, masih dapat bertahan

hidup. Hal ini bisa dipahami, karena secara ekonomi sebagian besar mereka kurang

mampu. Tiga kabupaten yang memiliki populasi babi bali terbanyak adalah Karangasem,

Buleleng dan Klungkung masing-masing: 73.677, 34.794 dan 18.613 ekor.

Tabel 5. Populasi babi bali di provinsi Bali tahun 2009-2013

Tahun B a b i b a l i

Pejantan Jantan Muda Kebiri Induk Betina

Muda Kucit Jumlah

Jnt/Kbr Betina

2013 3.886 14.307 56.559 30.760 42.447 52.421 53.579 253.959

2012 5.631 14.924 62.220 37.073 46.839 59.465 58.379 284.531

2011 6.586 17.983 59.806 34.730 44.710 54.093 54.620 272.528

2010 3.241 14.055 65.756 37.546 47.198 57.126 53.847 278.769

2009 2.980 15.075 66.789 36.535 44.804 62.718 58.769 287.670

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bali 2013.

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 9

Dari penelitian pendahuluan diperoleh data bahwa babi bali mempunyai persentase

karkas 56,25%, lebih rendah dibandingkan babi Landrace yaitu 67,47%, (Budaarsa, 1997).

Kalau karkas tersebut diurai menjadi komponen karkas, maka proporsinya adalah sebagai

berikut: daging 48,50%, lemak 13,46%, tulang 16,24% dan kulit 21,80%. Persentase daging

tidak jauh berbeda dengan babi Landrace yaitu 49%. Hal yang menarik pada babi bali,

komposisi kakasnya mempunyai persentase kulit lebih tinggi dari lemaknya. Itulah

sebabnya babi bali lebih disukai untuk babi guling karena kulitnya yang lebih tebal,

umumnya konsumen lebih suka dengan kulit babi guling. Disamping itu bagi masyarakat

pedesaan untuk upacara dan saat hari raya Galungan dan Kuningan masih banyak yang

memotong babi bali. Artinya, babi bali tetap merupakan potensi yang patut diperhitungkan

dalam pemenuhan daging di Bali.

Gambar 3. Babi bali, ada yang hitam dan ada yang belang putih

POTENSI PASAR

Konsumen

Penduduk pulau Bali mayoritas beragama Hindu, oleh karena itu daging babi

merupakan salah satu daging yang sangat diminati oleh masyarakat. Berdasarkan hasil

regestrasi penduduk tahun 2012 tercatat penduduk di Bali sebanyak 3.686.665 jiwa, terjadi

kenaikan 3,19% dari tahun sebelumnya 3.572.831 jiwa. Kalau dilihat komposisi agama

yang dipeluk, berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, sebanyak 3.247.283 jiwa

(83,46%) memeluk agama Hindu, 529.244 jiwa (13,37%) agama Islam, 64.454 jiwa

(1,66%) Kristen Protestan, 31.397 jiwa (0,81%) Kristen Katholok, 21.156 jiwa (0,54%)

agama Budha, 427 jiwa (0,01%) agama Konghucu dan sisanya 282 jiwa (0,01%) menganut

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 10

aliran kepercayaan lainnya. Kalau dilihat komposisi penduduk di atas, mayoritas (86, 63%)

merupakan konsumen daging babi potensial, karena berdasarkan kayakinan mereka

diperbolehkan mengkonsumsi daging babi. Hanya 13,37% yang mengharamkan daging

babi. Tentu ini menjadi pangsa pasar daging babi yang cukup besar.

Kalau diasumsikan bahwa penduduk yang mengkonsumsi daging babi adalah

mereka yang berusia antara 10-64 tahun ternyata jumlahnya sekitar 75% dari jumlah

penduduk. Pada tahun 2012 misalnya konsumen potensial tersebut sekitar 2.395.319 orang,

meningkat 3,19% dari tahun 2011 (Tabel 6). Jumlah tersebut merupakan konsumen yang

sangat potensial untuk mengkonsumsi daging babi.

Tabel.6. Konsumen potensial daging babi di Bali

Tahun Jumlah

Penduduk (or)

Non Muslim (or)*

Konsumen Potensial

(or)**

Produksi daging babi

(ton)

Konsumsi (kg/kapita/th)

2012 3.686.665 3.193.758 2.395.319 59.008,823 24,64

2011 3.572.831 3.095.149 2.321.362 53.317,200 22,97

2010 3.522.375 3.051.433 2.288.575 52.704,590 23.03

2009 3.471.952 3.007.752 2.255.814 50.987,418 22.68

2008 3.409.845 2.953.948 2.215.462 59.751,251 26.98

Keterangan: * 86,63% dari jumlah penduduk ** usia 10-64 tahun, 75% dari jumlah penduduk

Dihubungkan dengan target konsumsi daging masyarakat Bali yang dicanangkan

oleh Pemerintah Provinsi Bali kalau hanya dari daging babi saja memang belum cukup.

Kekurangan tersebut akan tertutupi dari daging ayam, sapi, kambing, dan aneka ternak.

Tetapi jika diacu produksi daging babi versi BPS Provinsi Bali 2013 (Tabel 2), justru

melebihi target tersebut. Kenyataannya realisasi konsumsi daging masyarakat Bali sudah

memenuhi target yang ditetapkan, bahkan tahun 2011 sudah melebihi dari target yang

ditetapkan (Tabel 7). Menurt laporan FAO 2010 konsumsi daging masyarakat Indonesia

hanya 11,14 kg/kapita/tahun,

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 11

Tabel 7. Konsumsi daging, telur dan susu per kapita/tahun di provinsi bali tahun 2007- 2011

Komoditi 2008 2009 2010 2011

Target Reali sasi Target Reali

sasi Target Reali sasi Target Reali

sasi Daging kg/Kap/Th

29,21 30,56 29.98 31,92 30.50 30.49 31,04 32,57

Telur kg/Kap/Th

8,74 9,99 9.98 10,06 10.09 8.45 10,10 11,40

Susu kg/Kap/Th

0,17 1,01 1.23 1,87 1.23 1.69 1.23 1.69

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali 2013

Faktor Harga

Mulai awal tahun 2014 sampai bulan Juni 2014 harga babi hidup cukup baik yakni

bergerak dari Rp 25.000- 28.000/kg. Pada hari raya Galungan dan Kuningan, bulan Mei

2014 harganya sempat naik mencapai Rp30.000/kg. Kalau dibandingkan dengan harga

babi pada hari raya Galungan bulan Oktober 2013 harga tahun 2014 jauh lebih baik. Tahun

2013 harga babi menjelang Galungan Rp 22.000 – Rp 23.000/kg, namun pada hari-hari

biasa sebelumnya harga babi sangat rendah yakni Rp 15.000 – Rp 17.000/kg, bahkan

pernah mencapai Rp 13.000/kg. Tingginya harga babi sesaat menjelang hari raya Galunga

dan Kuningan merupakan fenomena yang biasa dan terjadi secara terus menerus, karena

menjelang hari raya tersebut permintaan daging babi bagi umat Hindu pasti meningkat.

Masyarakat umumnya memotong babi pada hari penampahan (sehari) menjelang Galungan

dan Kuningan. Momen itulah yang digunakan oleh peternak, khususnya peternak mandiri

tradisional untuk menjual babinya. Hanya dengan menjual babi dua ekor, yang dipelihara

antara 5-6 bulan sudah mempunyai uang Rp 5 juta lebih.

Meningkatnya harga babi potong berdampak juga terhadap harga bibit. Kalau

pertengahan tahun 2013 harga bibit (kucit) sempat mencapai Rp 200.000/ekor, tahun 2014

sudah membaik. Pada awal tahun 2014, bulan Februari sampai Maret harga bibit di tingkat

peternak sekitar Rp 400.000 – 450.000/ekor. Namun bergerak naik sejalan dengan naiknya

harga babi potong. Pada bulan Juni harga bibit berkisar antara Rp 600.000 – Rp

650.000/ekor. Kenaikan ini memicu sulitnya mendapatkan bibit bagi peternak, karena

penghasil bibit lebih memilih memelihara sendiri bibitnya, digemukan sendiri dengan

harapan mendapat keuntungan yang lebih banyak.

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 12

Harga daging babi juga merangkak naik mengikuti harga babi hidup. Pada bulan

Januari 2014 harga daging babi Rp 57.000/kg, naik menjadi Rp.58.000 pada bulan Pebruari

dan melonjak Rp 60.000/kg pada saat menjelang hari Raya Galungan dan Kuningan pada

bulan Mei 2014. Harga daging babi di seputar Denpasar sampai bulan Juni 2014 disajikan

pada Tabel 8.

Tebel 8. Harga daging babi di Denpasar dari bulan Januari – Juni 2014

No Bulan Harga Rp/kg

Keterangan

1. Januari 57.000*

2. Pebruari 55.000

3. Maret 58.000

4. April 58.000

5. Mei 60.000 Hari raya Galungan dan Kuningan

6. Juni 58.000

*Rata-rata dari 4 pasar (Pasar Badung, Kreneng, Suung dan Sidakarya)

Kebutuhan Babi untuk Guling

Konsumsi daging babi di Bali tidak semata dalam bentuk daging yang merupakan

bagian dari karkas, tetapi juga dalam bentuk daging utuh yaitu babi guling. Babi guling

yang sebelumnya hanya sebatas sebagai sesaji atau bahan persembahan pada upacara

keagamaan tertentu, sekarang sudah menjadi salah satu kuliner yang sangat digemari oleh

masyarakat. Konsumennya tidak terbatas hanya pada masyarakat Bali, tetapi sudah meluas

pada wisatawan, baik domestik maupun dari mancanegara. Maka rumah makan babi guling

bermunculan dimana-mana. Berdasarkan hasil survei Budaarsa (2012) di Bali terdapat 207

warung babi guling yang tersebar di delapan kabupaten dan satu kota. Jumlah babi yang

dibutuhkan untuk babi guling pada warung makan di masing-masing kabupaten disajikan

pada Tabel 9.

Berdasarkan data tersebut setiap hari rata-rata diperlukan 207 ekor babi muda untuk

babi guling yang dijual oleh rumah makan. Berarti dalam satu bulan diperlukan 6.210 ekor

babi muda atau 74.520 ekor dalam satu tahun. Data di atas hanya keperluan babi di warung

makan, belum termasuk babi yang di guling oleh masyarakat untuk sesaji dalam upacara

tertentu di berbagai pelosok desa di Bali. Kalau diasumsikan babi yang diguling untuk

sesaji 20% saja dari keperluan untuk warung babi guling, berarti dibutuhkan tambahan

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 13

sekitar 41 ekor babi muda setiap hari. Maka sedikitnya dibutuhkan 248 ekor babi muda

setiap hari atau 7.440 ekor setiap bulan, atau 89.280 ekor setiap tahun. Di tambah dengan

jumlah babi guling sebagai sesaji pada upacara Ngusaba Dalem di Desa Timbrah

Karangasem sekitar 1.600 ekor setiap tahun dan ngusaba di Pura Bukit Gumang, Desa

Bugbug, Karangasem ada sekitar 1.000 ekor babi guling sebagai sesaji, maka diperlukan

sekitar 91.880 ekor babi muda untuk babi guling di Bali setiap tahun. Satu angka yang

cukup banyak, dan seharusnya dipenuhi dari peternak lokal (Bali), tidak usah mendatangkan

dari luar Bali. Ini potensi pasar yang luar biasa.

Tabel. 9. Kebutuhan babi untuk babi guling pada warung makan di masing-masing kabupaten/kota se-Bali. N0 Kabupaten/Kota Jumlah warung makan Kebutuhan babi /ekor/hari

1. Jembrana 8 8,00

2. Tabanan 17 20, 00

3. Badung 56 53,00

4. Gianyar 26 34,00

5. Klungkung 6 5,00

6. Bangli 9 7,00

7. Karangasem 22 15,00

8. Buleleng 16 17,00

9. Denpasar 47 48,00

Total 207 207

Sumber: Hasil survei grup riset Kajian Nutrisi Ternak Nonruminansia Unud (2011-2012).

Aktifitas Budaya dan Pariwisata

Beternak babi di Bali tidak bisa dipisahkan dengan budaya. Bahkan beternak babi

sendiri sudah merupakan budaya orang Bali, khususnya yang beragama Hindu. Di Bali

kegiatan adat, budaya dan agama tidak bisa dipisahkan. Bahkan untuk Bali nyaris susah

dibedakan antara kegiatan adat dan kegiatan agama, walau sesungguhnya ke duanya

berbeda. Dari sekian banyak kegiatan adat dan upacara agama di Bali hampir selalu

menggunakan ternak babi. Masyarakat Bali yang memiliki beragam tradisi atau adat di

masing-masing desa adat sangat mungkin setiap hari ada saja yang membuat babi guling,

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 14

misalnya untuk peringatan hari lahir anak (otonan) atau untuk naur sesangi. Babi guling

digunakan sebagai salah satu sarana persembahan sekaligus perlambang kemakmuran yang

telah diwarisi secara turun temurun oleh masyarakat Hindu di Bali. Jadi untuk memenuhi

kebutuhan aktivitas budaya, Bali membutuhkan babi yang cukup banyak setiap tahun,

suatu potensi pasar yang belum banyak terungkap.

Gambar 3. Babi guling yang dipersembahkan saat upacara usaba di Desa Timbrah Karangasem (Foto: Martawan)

Jumlah kunjungan wisatawan dari negara-negara yang potensial mengkonsumsi

daging babi, termasuk babi guling jumlahnya juga cukup banyak (Tabel10). Australia

sebagai pemasok wisatawan yang paling besar ke Bali mengalami peningkatan yang cukup

signifikan pada tiga tahun terakhir. Australia adalah negara yang masyarakatnya sebagian

besar tidak mengharamkan daging babi. China walaupun tahun 2010 kelihatan turun

dibandingkan tahun 2009, namun di tahun 2010 naik menjadi 236.867 orang, dan tahun

2012 sebanyak 317.165 orang.

China adalah salah satu sumber wisatawan yang akan menjadi konsumen daging

babi dan babi guling. Apalagi China dengan Indonesia, khususnya Bali mempunyai

hubungan sejarah yang sangat panjang. Hubungan tersebut terjalin baik sejak abad XII dan

sisa hubungan baik itu ditandai dengan adanya kesenian, tempat suci dan arsitektur

bercirikan khas China. Hubungan yang secara emosional sebenarnya masih terjalin baik

sampai sekarang. Salah satu bukti, uang kepeng China (pis bolong) sampai saat ini masih

digunakan dalam upacara adat maupun keagamaan di Bali. Cerita Sampek Ing Tai sempat

menjadi judul drama gong yang sangat populer di Bali. Sangat mungkin kalau wisatawan

asal China yang berkunjung ke Bali akan menyempatkan diri mencicipi babi guling.

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 15

Tabel 10. Wisatawan mancanegara yang datang langsung ke Bali per bulan tahun 2008- 2012.

No Negara Tahun

2008 (or) 2009 (or) 2010 (or) 2011 (or) 2012 (or) 1 Australia 313.111 446.570 641.679 788.664 799.897 2 China 131.318 206.151 196.925 236.867 317.165 3 Jepang 399.824 333.905 241.212 182.385 188.711 4 Korea Selatan 134.909 124.889 124.752 126.702 123.157 5 Taiwan 130.449 120.445 122.271 129.226 100.447 6 Inggris 82.856 93.688 96.536 102.989 116.462 7 Perancis 77.379 113.453 104.142 111.491 112.447 8 Jerman 82.355 74.849 84.455 84.041 89.924 9 Amerika Serikat 68.934 73.653 68.977 89.573 94.893

Dikutip dari BPS Provinsi Bali (2013).

Gambar 4. Wisatawan dari mancanegara menikmati babi guling di Ubud Gianyar Beberapa Kendala

Kendala utama yang dirasakan oleh para peternak babi adalah harga pakan yang

terus bergerak naik. Harga pakan jadi untuk penggemukan tahun 2013 sekitar Rp

300.000/sak (50 kg) atau Rp 6.000/kg tahun 2014 sudah naik menjadi Rp 350.000 atau Rp

7.000/kg. Bahkan pakan komplit butiran untuk anak babi sapihan harganya mencapai Rp

403.000/sak (50 kg). Bahan pakan yang lain antara lain dedak, polar yang penggunaannya

cukup banyak juga ikut bergerak naik. Dedak padi yang sebelumnya Rp. 2.500, sekarang

harganya Rp 3.500/kg. Polar pada akhir tahun 2013 sampai awal tahun 2014 Rp

180.000/sak atau Rp 3.600/kg, sekarang sudah mencapai Rp 185.000 atau Rp 3.700/kg.

Kenaikan harga pakan dari waktu kewaktu sangat memukul peternak babi, karena 70%

biaya operasional tersedot untuk pembelian pakan. Alasan pihak pabrik menaikan harga

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 16

pakan karena bahan baku diantaranya: jagung, kedelai, dan tepung ikan harga di pasaran

juga terus mengalami kenaikan. Ironisnya bahan pakan tersebut sebagian besar masih

diimpor. Selain itu semakin menyusutnya lahan pertanian di Bali akan menjadi kendala

tersendiri bagi peternak untuk mengembangkan usahanya. Sangat sulit bagi peternakan babi

berskala besar mencari lahan. Harga tanah juga di Bali naik dengan sangat cepat. Alih

fungsi lahan pertanian di Bali diperkirakan mencapai 750 hektar setiap tahunnya. Hal ini

kalau tidak dikendalikan akan mengancam sektor pertanian, termasuk peternakan.

PERAN PEMERINTAH

Seperti halnya dalam sektor-sektor pembangunan lainnya, kehadiran pemerintah

sebagai pihak regulator selalu diharapkan oleh peternakan babi di Bali. Ketika jumlah

populasi babi di Bali sudah mencukupi kebutuhan pasar, pemerintah dengan

kewenangannya semestinya dengan tegas melarang masuknya babi dari luar Bali. Hal ini

pernah terjadi ketika babi dari Jawa membanjiri Bali sehingga harga babi menjadi sangat

murah yaitu sekitar Rp 12.000 – 16.000/kg hidup. Dalam kondisi demikian peternak babi

sangat terpukul, tidak sedikit yang bangkrut.

Peran pemerintah lainnya dalam hal mengawasi pemasaran babi dari peternakan

pola kemitraan yang dituding oleh peternak mandiri mengganggu pasaran babi di Bali.

Peternakan mandiri menuntut agar peternak kemitraan tidak menjual babi di pasar lokal,

tetapi harus ke luar Bali supaya harga babi tidak anjlok. Hal ini harus dimediasi oleh

pemerintah, kalau tidak, bisa menimbulkan keresahan di kalangan peternak. Peran

pemerintah tersebut di Bali sudah dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur Bali Nomor

6 Tahun 2013, tentang Pelaksanaan Kemitraan dan Perlindungan Usaha Peternakan di

Provinsi Bali yang ditetapkan pada tanggal 4 Maret 2013. Perlu ketegasan pemerintah

sesuai dengan peranan dan tanggungjawabnya yang telah tertuang dalam pergub tersebut.

Selain itu, peternak babi, khususnya yang skala besar sering dihadapkan pada

kendala sosial di lapangan dalam bentuk protes warga di sekitar kandang. Padahal ketika

kandang babi didirikan oleh pengusaha di lingkungan sekitar, sama sekali belum ada

perumahan. Menyikapi kondisi tersebut, semestinya pemerintah mempunyai rencana tata

ruang yang jelas. Harus ada pemetaan mengenai zonasi wilayah untuk usaha peternakan

yang jelas dan pasti. Kalau di suatu daerah sudah ditetapkan menjadi kawasan peternakan,

seyogyanya tidak ada ijin untuk membangun perumahan. Dengan demikian pihak

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 17

perusahaan peternakan ada jaminan untuk mengembangkan usahanya, sehingga bisa

beternak dengan nyaman. Kalau tidak, mereka akan selalu dihantui dengan perasaan was-

was, adanya demo atau protes dari warga. Harus disadari bahwa modal yang mereka

tanamkan cukup besar. Sudah cukup banyak kasus yang demikian terjadi, khususnya untuk

peternakan babi dan ayam di Bali.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ternak babi mempunyai potensi dan posisi yang strategis dalam menyediakan

kebutuhan daging untuk mayoritas masyarakat Bali dan wisatawan manca negara, untuk itu

usaha peningkatan kuantitas dan kualitas peternakan babi, termasuk babi bali harus terus di

diorong. Peran pemerintah dalam menata pelaksanaan usaha peternakan babi di Bali perlu

ditingkatkan, serta perlu menetapkan kawasan peternakan dalam bentuk perda sehingga

ada jaminan bagi pengusaha untuk memelihara ternak babi.

Saran

Pengembangan usaha ternak babi di Bali perlu diarahkan menjadi usaha ternak yang

lebih efisien berbasis pada peternakan rakyat dengan memanfaatkan limbah pertanian lokal

secara optimal. Babi bali sebagai plasma nutfah perlu dilindungi dan dikembankan jangan

sampai punah sebab mempunyai potensi yang cukup tinggi sebagai penghasil daging babi.

Perlu adanya ketegasan dari pemerintah dalam memberikan sanksi jika ada pihak yang

melanggar isi dari Peraturan Gubernur Nomor 6 tahun 2013, serta perlu adanya pemetaan

wilayah yang jelas untuk usaha ternak babi sehingga terhindar dari protes masyarakat

sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Bali dalam Angka. 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Penerbit BPS Provinsi Bali.

Budaarsa, K. 1997. Kajian Penggunaan Rumput Laut dan Sekam Padi Sebagai Sumber Serat Dalam Ransum Untuk Menurunkan Kadar Lemak Karkas dan Kolesterol Daging Babi. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Budaarsa, K. 2006. Survei Kebutuhan Babi Guling di Kabupaten Badung. Laporan Penelitian. DIK. Universitas Udayana.

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 18

Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali, dari Beternak, Kuliner Hingga Sesaji. Penerbit Buku

Arti, Denpasar.

Budaarsa. K, N. Tirta. A, K. Mangku Budiasa dan P.A. Astawa. 2013. Eksplorasi hijuan Pakan Babi dan Cara Penggunaannya pada Peternakan Babi Tradisonal Di Provinsi Bali. Makalah Seminar Nasional II Himpunan Ilmuwan Tumbuhan Pakan Indonesia (HIPT), di Denpasar 28-29 Juni 2013.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Rencana Strategis Direktorat

Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2010-2014. Gubernur Bali. 2013. Peraturan Guberur Bali Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan

Kemitraan dan Perlindungan Usaha Peternakan di Provinsi Bali. Igbal, M. 2011. Antara Kecerdasan, Kemakmuran dan Prioritas Pembangunan Peternakan.

http://www.geraidinasingapura.com/. [Diunduh 14 Juni 2014]. Sihombing, D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Yoyakarta, Gajahmada Univesity Press. Tirta A. I.N. 2012. Pemberian Larutan Gula-Garam sebagai Upaya Mengurangi Dampak

Negatif Penundaan Waktu Pemotongan terhadap Karakteristik dan Kualitas Karkas Babi Landrace Persilangan. (Disertasi) Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.