potensi mikroalga laut sebagai bahan baku biodiesel

9
Kelompok 6 BIOFUEL POTENSI MIKROALGA LAUT SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL Felicia 2012 – 080 - 067 FAKULTAS TEKNOBIOLOGI

Upload: felilice

Post on 11-Aug-2015

106 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Paper PTB

TRANSCRIPT

Page 1: Potensi Mikroalga Laut Sebagai Bahan Baku Biodiesel

Kelompok 6

BIOFUEL

POTENSI MIKROALGA LAUT SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL

Felicia

2012 – 080 - 067

FAKULTAS TEKNOBIOLOGI

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA

JAKARTA

2012

Page 2: Potensi Mikroalga Laut Sebagai Bahan Baku Biodiesel

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sekarang ini dunia sedang mengalami penurunan ketersediaan bahan bakar fosil

yang tidak dapat diperbaharui sedangkan permintaan akan energi terus saja meningkat.

Penggunaan bahan bakar selain fosil seperti batu bara sudah diberlakukan di Amerika,

Cina dan India karena persediaannya yang banyak (Campbell 2008).

Indonesia pun tidak luput dari krisis ini. Sebagai negara yang sedang berkembang

permintaan akan bahan bakar fosil terutama bahan bakar minyak sangatlah banyak.

Ketergantungan masyarakat Indonesia akan bahan bakar minyak terlihat dalam aktivitas

sehari-hari yang tidak pernah lepas dari pemakaian bahan bakar, seperti memasak,

penerangan dan transportasi. Oleh karena itu, perlu pengembangan bioenergi untuk

mengurangi ketergantungan tersebut. Salah satunya adalah biofuel dari sumber-sumber

yang dapat diperbaharui. Biofuel yang potensinya sangat besar adalah biodiesel yang

berasal dari mikroalga (Hambali et al. 2007).

Mikroalga sendiri mempunyai beberapa sifat menarik sebagai sumber fotosintetik

yang dapat diperbaharui. Mikroalga menghasilkan minyak dengan kandungan lipid yang

banyak, mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat dan mampu hidup di air yang

mengandung garam yang tidak dapat digunakan untuk agrikultur.

Perumusan Masalah

Kebutuhan akan bahan bakar minyak yang terus meningkat tiap tahunnya

mendesak pemerintah untuk mencari bahan bakar alternatif dengan suplai yang banyak dan

tidak terbatas. Pemrosesan biodiesel dari mikroalga laut merupakan salah satu solusi

terbaik untuk masalah tersebut.

Tujuan dan Manfaat

Makalah ini bertujuan membahas tentang potensi dari mikroalga laut sebagai bahan

baku biodiesel untuk mengatasi masalah persediaan bahan bakar yang terbatas. Gagasan-

gagasan yang dijabarkan diharapkan dapat menjadi inspirasi dalam mencari bahan bakar

alternatif.

1

Page 3: Potensi Mikroalga Laut Sebagai Bahan Baku Biodiesel

PEMBAHASAN

Biodiesel adalah bahan bakar berbentuk cair yang menyerupai solar yang terbuat

dari minyak nabati dan melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, atau transesterifikasi-

esterifikasi (Hambali et al. 2007). Biodiesel mengandung Fatty Acid Metil Ester (FAME)

yang sifat dan viskositasnya menyerupai solar. Biodiesel ada yang berupa biodisel murni

yaitu 100% FAME, disebut B100, ada juga yang merupakan campuran dengan minyak

solar. Hal ini dikarenakan B100 belum dapat digunakan pada kendaraan bermotor.

Pengolahan mikroalga hingga didapatkan hasil biodiesel dilakukan dengan cara

transesterifikasi. Transesterifikasi yang merupakan proses yang dimulai dengan pemanasan

senyawa lipid alga dengan senyawa monoalkohol (metanol atau etanol) dan menggunakan

katalis asam, basa atau enzim. Katalis basa lebih sering dipakai karena menghasilkan

produk lebih banyak dalam waktu singkat tetapi hanya dapat digunakan untuk bahan dasar

minyak yang kandungan asamnya rendah. Kendala tersebut dikarenakan jika digunakan

pada bahan dasar minyak yang kandungan asamnya tinggi dapat bereaksi dan

menghasilkan emulsi sabun yang sulit dipisahkan.

Proses transesterifikasi dapat dilakukan dengan dua cara, ex situ dan in situ

(Gambar 1). Transesterifikasi ex situ dilakukan dengan empat tahap. Pertama

mengekstraksi minyak dari biomassa mikroalga dengan pelarut non polar (biasanya

campuran metanol dengan kloroform). Selanjutnya minyak disintesis dengan metanol

dengan menggunakan katalis asam, basa ataupun enzim. Setelah proses reaksi selesai

dilakukan purifikasi secara bertahap yang meliputi pencucian dengan akuades, netralisasi

dan evaporasi pelarut yang menghsilkan esktrak FAME. Pelarut yang terevaporasi dapat

digunakan kembali untuk proses transesterifikasi. Tahap terakhir yaitu karakterisasi untuk

mengetahui sifat FAME yang dihasilkan.

Transesterifikasi in situ dilakukan dengan tiga tahap yaitu sintesis dengan metanol

dan katalis. Setelah itu dilakukan purifikasi dan pencucian produk serta karakterisasi

FAME sebagai biodiesel. Proses ini tidak melalui proses ekstraksi karena mikroalga laut

tidak berada dalam biomassa yang terlindungi oleh lapisan luar yang keras. Pada kelapa

sawit, kedelai dan biji jarak terdapat lapisan keras yaitu biji atau kayu sehingga harus

dilakukan proses ekstraksi terlebih dahulu sebelum dilanjutkan ke tahap pengolahan

2

Page 4: Potensi Mikroalga Laut Sebagai Bahan Baku Biodiesel

selanjutnya. Dari segi waktu dan biaya, transesterifikasi in situ lebih menguntungkan

dibandingkan transesterifikasi ex situ (Bayu 2010).

Sebelum menggunakan mikroalga untuk bahan baku ada beberapa bahan baku lain

misalnya, biji jarak, kelapa sawit dan jagung. Bahan-bahan baku tersebut mempunyai

banyak kendala seperti jumlah yang dibutuhkan lebih besar daripada jumlah yang

dihasilkan, keterbatasan lahan yang tersedia dan isu kompetisi antara masalah energi dan

pangan. Oleh sebab itu, keuntungan dalam menggunakan mikroalga untuk bahan baku

adalah penggunaan lahan yang sempit karena hanya membutuhkan media air dan lebih

efisien apabila menggunakan fotobioreaktor lalu penggunaan air laut sebagai media tanam

sangat prospektif karena jumlahnya sangat melimpah. Terlebih lagi kadar minyak dalam

mikroalga laut jauh lebih besar daripada biji-bijian (Campbell 2008).

Namun dibalik keuntungan tersebut terdapat kendala biaya produksi yang tinggi.

Kendala tersebut dapat ditanggulangi dengan langkah strategis seperti budidaya untuk

mencari strain alga yang lebih produktif, pengembangan fotobioreaktor agar lebih irit, dan

biorefining (Gambar 2) dengan teknologi ramah lingkungan sehingga semua zat-zat sisa

dapat digunakan untuk produksi hal-hal yang berguna.

Biorefinery merupakan suatu proses produksi berbagai produk kimiawi dan biofuel

dari suatu biomassa menggunakan perpaduan proses biologis (bioprocessing) dengan

teknologi ramah lingkungan yang mengahasilkan sedikit limbah (zerowaste). Penerapan

konsep biorefinery yang menghasilkan sedikit limbah juga dapat dikaitkan dengan konsep

pembangunan bersih (Clean Development Mechanism (CDM)) (Li et al. 2008).

Masa depan biodiesel dari mikroalga di Indonesia mempunyai potensi dan peluang

yang besar dikarenakan area laut yang luas dan keanekaragaman species mikroalga yang

3

Page 5: Potensi Mikroalga Laut Sebagai Bahan Baku Biodiesel

tinggi sehingga krisis BBM dapat dihindari dan penggunaan energi ramah lingkungan

dapat diterapkan di Indonesia (Bayu 2010).

Gambar 2. Konsep biorefinery dari biomassa mikroalga berbasis zerowaste

(Antoni et al. 2007)

Simpulan

Pemanfaatan mikroalga laut sebagai bahan baku biofuel merupakan salah satu cara

tepat untuk mencukupi kebutuhan akan bahan bakar minyak yang kian meningkat.

Mikroalga laut mempunyai lebih banyak keuntungan dibanding bahan baku biodiesel

lainnya.

4

Page 6: Potensi Mikroalga Laut Sebagai Bahan Baku Biodiesel

DAFTAR PUSTAKA

Antoni D, Zverlov V. V, Schwarz W. H. 2007. Biofuel from microbes. Appl Microbiol

Biotechnol 77(1):23-35.

Bayu A. 2010. Biodiesel dari mikroalga laut: potensi dan tantangan. Oseana 25(1): 1-21.

Campbell M. N. 2008. Biodiesel: algae as a renewable source for liquid fuel. Guelph Engin

J 1: 2-7.

Christie W. W. 2003. Lipid analysis: isolation, separation, identification, and structural

analysis of lipids. Bridgwater: PJ Barnes & Associates.

Hambali E, Mujdalifah S, Tambunan H. A, Pattiwiri A. W, Hendroko R. 2007. Teknologi

Bioenergi. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Li Y. , Horsman M, Wu N, Lan C. Q, Calero N. D. 2008. Biocatalysis dan bioreactor

design. Biotechnol Prog 24:815-820.

5