potensi lahan untuk pengembangan ternak...

8

Click here to load reader

Upload: duonganh

Post on 06-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-52.pdf · ... kerikil, batu kapur padat dan batu kapur bernapal ... terdapat

____________________________________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________250 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003

POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK RUMINANSIA BERDASARKAN KARAKTERISTIK BIOFISIK LAHAN

DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

SURATMAN, ENGGIS TUHERKIH dan JOKO PURNOMO

Balai Penelitian Tanah, Jl. Juanda 98, Bogor 16123

ABSTRACT

Lands Potential for Developing Ruminant Husbandry Base on Biophysical Characteristics in West Nusa Tenggara Province

Lands identification and evaluation study to land suitable for forage and husbandry environments were conducted in West Nusa Tenggara Province. Land suitable evaluations for forage were done two criteria, first selected commodities as main forage and ecologies suitable for big ruminants husbandry. Combination of two criteria will be obtained land potential for ruminant’s husbandry developing, for both forage and husbandry. Result of this study showed that high and medium potential land covered about 266.500 ha, low potential land about 108.000 ha, and non-potential covered 769.000 ha. Land which is suitable for developing pasture pattern system 35.500 ha and developing for intensification or integrated crop-livestock system 334.000 ha. The main constrain for developing big ruminants husbandry are dry climate, stone condition, shallow of depth soil, coarse texture, topographic, slope, and social habit.

Keys words: Lands potential, ruminant husbandary, developing, West Nusa Tenggara Province

PENDAHULUAN

Pulau Sumbawa merupakan kawasan timur Indonesia yang beriklim kering, sebagian wilayah mempunyai klimaks vegetasi padang rumput sebagai padang penggembalaan alami. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen termasuk kelas Aw, yaitu wilayah yang mempunyai hujan tropis dengan musim kering yang nyata. Sebagian besar wilayahnya mempunyai curah hujan rata-rata relatif kecil (1.100-2.300 mm/tahun), dengan musim kemarau yang relatif lama, yakni bulan April sampai Nopember. Sementara itu, Pulau Lombok mempunyai iklim yang lebih basah, terutama pada bagian tengah Pulau Lombok sampai Pegunungan Rinjani dengan curah hujan antara 2.300–3.100 mm/th. Pada umumnya baik Pulau Lombok maupun Pulau Sumbawa, daerah yang lebih kering berada di bagian pantai barat dan utara. (PUSLITTANAK, 1998; PRAMUDIA dan SAHBUDIN, 1998).

Ternak ruminansia merupakan salah satu komoditas utama Propinsi Nusa Tenggara Barat Sub sektor peternakan merupakan komoditas kedua terbesar setelah tanaman pangan dalam memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di NTB, dengan penyumbang terbesar dari ternak ruminansia besar (SUKRISTYONUBOWO et al., 1998).

Sebagian besar lahan dalam waktu lama mengalami kekritisan akibat kekeringan, bahan induk tanah berpotensi pembentuk tanah kurang subur, pola bentuk lahan sebagian besar berbukit, bergunung dengan potensi sumberdaya manusia yang relatif kecil dan tidak

merata. Keadaan di beberapa kabupaten, pemukiman penduduk sangat berjauhan, membentuk koloni yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian lahan kering yang relatif luas, yakni 383.474 ha (92,75%), dimana yang digunakan baru 59.255 ha (14,33%) (TUHERKIH et al., 1999). Kondisi lahan yang demikian dapat memacu usaha peternakan sangat kondusif dengan pola pengembangan sederhana yakni penggembalaan alami yang menggantungkan kondisi pakan alami.

MATERI DAN METODE

Materi yang dipakai dalam penelitian ini adalah, a) Peta topografi JOG (Joint Operation Graphic) skala 1:250.000 (Bakosurtanal), b) Peta Geologi skala 1:250.000 Pulau Sumbawa (Dir. Geologi), c) Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) skala 1:500.000 (Intag, Departemen Kehutanan, d) Peta dan data iklim Pulau Sumbawa, Peta Sumberdaya Lahan dan Tanah Pulau Sumbawa, dan (Puslit Tanah), e) Peta Penggunaan Lahan Pulau Sumbawa (BPN-NTB).

Penelitian dilakukan di seluruh Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dengan melakukan pengkajian data sumberdaya lahan (tanah, lingkungan, iklim), informasi keadaan sosial ekonomi dan pola pengembangan peternakan.

Selanjutnya dilakukan analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk pakan ternak ruminansia yang meliputi jenis rumput-rumputan, peperduan dan pepohonan terpilih (SURATMAN dan SOFYAN RITUNG, 1994). Selain

Page 2: POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-52.pdf · ... kerikil, batu kapur padat dan batu kapur bernapal ... terdapat

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner _____________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 251

itu juga dilakukan penilaian kesesuaian lingkungan ternak sapi. Hasil penilaian kesesuaian lahan dibedakan menjadi: lahan Sesuai (S), Sesuai bersyarat (CS), dan Tidak sesuai (N). Selanjutnya dituangkan dalam Peta sebagai data spasial membentuk Peta Potensi Lahan Peternakan sebagai berikut: lahan berpotensi tinggi, sedang, rendah, dan tidak berpotensi. Kriteria pengelompokan potensi lahan ini berdasarkan pada hasil penilaian kesesuaian lahan dengan ketentuan yang mengacu pada SOFYAN RITUNG et al. (1994) (Tabel 1).

Dengan mempertimbangkan kondisi penggunaan lahannya dilakukan analisis untuk membuat Peta Arahan Pengembangan Peternakan yang dibagi menjadi lahan ekstensifikasi, intensifikasi, dan pola terpadu/ terintegrasi. Pengelompokan arahan ini berdasarkan pada ketentuan yang mengacu pada SOFYAN RITUNG et al. (1994) (Tabel 2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik lahan

Kondisi tanah

Tanah yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat berasal dari bahan endapan/aluvium marin maupun sungai, bahan/batuan volkan, batuan sedimen,

dan sebagian kecil batuan terobosan/intrusi. Tanah yang terbentuk bervariasi dari yang belum berkembang sampai berkembang lanjut.

Beberapa tanah yang cukup luas penyebarannya berdasarkan pada klasifikasi taksonomi tanah (SOIL SURVEY STAFF, 1994) adalah tanah belum berkembang yang berupa tanah dangkal, ditemukan tanah Troporthents (Litosols), umumnya dijumpai di daerah perbukitan dan pegunungan. Tanah - tanah yang bertekstur kasar, ditemukan tanah Regosols, terdiri atas: Tropopsamments dalam kondisi kering dan Psammaquents dalam kondisi basah. Tanah ini dijumpai di daerah pengendapan pasir pantai atau aliran lahar gunungapi. Selain itu juga ditemukan tanah yang terbentuk dari pengendapan bahan secara berulang-ulang, belum mengalami perkembangan atau baru berkembang, ditemukan tanah Tropofluvents dalam kondisi kering, Fluvaquents dalam kondisi basah (Aluvials), menempati sekitar jalur aliran sungai dan daerah cekungan pantai.

Tanah yang baru berkembang sampai berkembang lanjut ditemukan sangat beragam. Tanah yang menunjukkan penciri khusus dan mempunyai penyebaran relatif luas antara lain Hapludands (Andosols). Tanah berasal dari bahan volkan, tingkat kesuburan relatif tinggi, tersebar di daerah penyebaran tutupan abu volkan Gunung Rinjani di Lombok dan

Tabel 1. Matriks potensi lahan

Proporsi tingkat kesesuaian lahan (%) Potensi lahan sesuai sesuai bersyarat Tidak sesuai

Lahan berpotensi tinggi >75

50-75

-

25-50

-

- Lahan berpotensi sedang 50-75

25-50

-

50-75

25-50

-

Lahan berpotensi rendah -

-

25-50

>75

50-75

-

-

25-50

50-75

Lahan tidak berpotensi -

-

25-50

-

50-75

>75

Tabel 2. Matriks arahan pengembangan

Keadaan penggunaan lahan Potensi lahan Sentra pengembangan intensif Lahan pertanian Lokasi transmigrasi Penggunaan lainnya

Potensi tinggi Intensifikasi integrasi integrasi ekstensifikasi

Potensi sedang Intensifikasi integrasi integrasi ekstensifikasi

Potensi rendah Intensifikasi integrasi integrasi ekstensifikasi

Tidak berpotensi tidak diarahkan tidak diarahkan tidak diarahkan tidak diarahkan

Page 3: POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-52.pdf · ... kerikil, batu kapur padat dan batu kapur bernapal ... terdapat

____________________________________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________252 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003

Gunung Tambora di Sumbawa. Tanah Hapluderts dan Haplusterts (Vertisols), merupakan tanah yang mempunyai kembang kerut tinggi, terjadi retak-retak bila musim kering, tersebar di dataran dan pelembahan Lombok bagian tengah dan selatan, dan beberapa tempat yang luas di Pulau Sumbawa. Tanah - tanah yang bersifat kering, mengalami tutupan bahan volkan kaya batuapung, sarang/porous, daya sangga air sangat rendah, ditemukan tanah Ustropepts (Kambisols), tersebar di Pulau Lombok bagian utara dan di daerah sekitar Gunung Tambora di Sumbawa.

Tanah - tanah lain yang sudah berkembang, kedalaman tanah sedang sampai sangat dalam, kesuburan rendah sampai tinggi, tersebar di daerah dataran sampai pegunungan, dijumpai tanah Hapludalfs dan Haplustalfs (Mediteran).

Bahan induk pembentuk tanah

Tanah - tanah yang terbentuk di wilayah ini sebagian besar berasal dari bahan/batuan yang berumur Tersier dan Kuarter (EFENDI et al., 1975). Formasi Tersier terdiri dari breksi bersifat andesitik - basaltik hasil gunung api tua dengan lapisan - lapisan tufa pasiran, tufa batu apung dan batu pasir tufaan serta beberapa tempat mengandung lahar, lava andesit dan basal. Di beberapa tempat tertutup oleh abu volkanik dari hasil kegiatan volkanisme Gunung Tambora. (VAN BEMMELEN, 1949).

Formasi Kuarter merupakan endapan permukaan dari bahan aluvian dan koluvium, dari erupsi gunung api. Bahan induk pembentuk tanahnya berupa lempung, pasir, kerikil, batu kapur padat dan batu kapur bernapal dan bahan eruspsi dari gunung api yang terdiri dari breksi gunung api, lahar, tufa, abu dan lava bersifat andestik - basoltik, andesit batu apung.

Topografi

Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat dibedakan menjadi beberapa grup fisiografi yaitu 1) aluvial, 2) dataran, 3) perbukitan, 4) pegunungan, 5) volkan dan 6) grup lain-lain (miscelaneous).

Fisiografi Pulau Lombok, dataran menempati wilayah yang paling luas, sekitar Tanjung, Praya, Batujai, Mataram, sampai Ampenan. Fisiografi tinggi (perbukitan dan pegunungan) sebagian besar terdapat di sisi utara dan sebagian timur Pulau Lombok, membentuk rangkaian perbukitan dan pegunungan Segale, Bonge, Meresik, Jagok, Mareje, sampai Tukatpongok dan Gunung Wangsit di bagian barat Pulau Lombok. Fisiografi volkan tersebar luas merupakan wilayah rendah sampai bergunung,

menyebar di daerah Lajur, Karangbayar, Seganteng, Kotaraja, Lenok, sampai pantai utara, dengan puncak ketinggian G. Rinjani. Diantara grup fisiografi lainnya, terdapat aluvial yang menempati pelembahan dan jalur alitan sungai.

Fisiografi Pulau Sumbawa, grup dataran tidak luas hanya berada di antara perbukitan dan pegunungan. Tersebar di Taliwang, Sumbawa besar, Semamung, Lopok, Lape, Plampang, Ampang, Soriutu, Dompu, Tente, Raba, dan Sape. Pantai utara Pulau Sumbawa terdapat pantai karang, tersebar di Utan, Sumbawa besar, Lape, Wara, juga terdapat di Labangka. Fisiografi perbukitan dan pegunungan menyebar di sepanjang Pulau Sumbawa di bagian tengah pulau. Sementara itu, fisiografi volkan terdapat di dua kompleks yaitu kompleks Gunung Tambora dan Gunung Batubulu.

Iklim

Sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Barat menurut klasifikasi iklim OLDEMAN (1975) tergolong beriklim kering terdiri atas zona C2, C-3, D3, D4,E3, dan E4. Zonasi yang cenderung basah berada di sekitar Pegunungan Rinjani, Lombok yakni zona C2 dan terkering terdapat di beberapa tempat di sekitar pantai barat Pulau Lombok yakni sekitar Tanjung dan Bayan, serta Plampang, Taliwang, dan Moyo Hulu Sumbawa. Di sebagian besar wilayah mempunyai distribusi curah hujan tahunan rata-rata relatif rendah, berkisar antara 1.234 sampai 2.337 mm/tahun. Kecuali di beberapa wilayah, misalnya lereng Gunung Rinjani, paling basah hinggga mencapai >3.000 mm/tahun. Musim penghujan sangat singkat, yakni Desember sampai Maret, sedang musim kemarau antara April sampai Nopember. Pada umumnya semakin ke timur kandungan uap air angin barat makin kering sehingga curah hujan semakin berkurang. Khusus Pulau Sumbawa, berdasarkan zona agroklimat Oldeman seluruh pantai selatan dan sebagian pantai utara bagian tengan pulau lebih kering dari lainnya yakni zona D4 dengan bulan basah berturut - turut 3-4 bulan dan bulan kering >6 bulan. Bahkan pantai ujung timur Pulau lebih kering dengan bulan basah <3 bulan. Bagian lainnya relatif lebih basah, yakni bulan basah 3-4 bulan dengan bulan kering 4-6 bulan.

Hasil penilaian potensi lahan

Berdasarkan penilaian kesesuaian lahan pakan dan ternaknya, diperoleh hasil seperti yang disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 1.

Page 4: POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-52.pdf · ... kerikil, batu kapur padat dan batu kapur bernapal ... terdapat

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner _____________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 253

Tabel 3. Potensi dan kesesuaian lahan

Kesesuaian lahan (luas dalam 000 ha) S S/CS S/N CS/S CS CS/N N/S N/CS N

PL Luas (000 ha)

170 21 73 2.5 3.5 49.5 55 12.5 746.5 841.5 1975

Potensi lahan (luas dalam 000 ha) Tinggi Sedang Rendah Tidak

PL Luas (000 ha)

191 75.5 108 769 841.5 1975

Lahan berpotensi tinggi

Lahan yang mempunyai potensi tinggi seluas 191.000 ha (9,67% dari total luas wilayah propinsi yang dinilai yakni 1.975.000 ha). Berdasarkan penilaian kesesuaian lahan termasuk sesuai (S) 170.000 ha, sebagian sesuai bersyarat (S/Cs) 21.000 ha. Lahan ini sebagian besar berupa dataran, volkan, aluvial dengan bentuk wilayah datar sampai berombak. Faktor pembatas dominan berasal dari kondisi perakaran (tanah dangkal, berbatu) dan daerah rendah yang mempunyai drainase terhambat.

Lahan berpotensi sedang

Lahan yang mempunyai potensi sedang seluas 75.500 ha (3,82%). Kesesuaian lahannya termasuk sebagian tidak sesuai (S/N) 73.000 ha, sebagian besar sesuai bersyarat (CS/S) 2.500 ha. Lahan ini merupakan lahan-lahan daerah pantai, aluvial serta dataran dan volkan, dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit. Faktor pembatas dominan berasal dari kondisi perakaran (tanah dangkal, berbatu), dan wilayah berbukit yang berlereng tinggi.

Lahan berpotensi rendah

Lahan yang mempunyai potensi rendah seluas 108.000 ha (5,47%). Kesesuaian lahannya termasuk

sesuai bersyarat (CS) 3.500 ha, sebagian besar sesuai bersyarat dengan kombinasi tidak sesuai (CS/N) 49.500 ha, dan lahan sebagian besar tidak sesuai (N/S) 55.000 ha. Merupakan lahan di daerah pantai, dataran, volkan, dan perbukitan. Faktor pembatas dominan berasal dari kondisi perakaran (tekstur tanah yang kasar/berpasir dan dangkal).

Lahan tidak berpotensi

Lahan yang berdasarkan penilaian tidak berotensi seluas 759.000 ha (38,94%). Merupakan lahan yang sebagian besar tidak sesuai (N/CS) 12.500 ha dan tidak sesuai sama sekali (N) 746.500 ha. Lahan ini merupakan lahan pantai dan aluvial tergenang, perbukitan dan pegunungan. Faktor pembatas dominan berasal dari kondisi perakaran (tekstur tanah yang kasar, kedalaman tanah sangat dangkal), retensi hara sangat rendah, lereng sangat curam, dan merupakan daerah yang mempunyai ketinggian diatas 1000 meter dpl.

Arahan pengembangan peternakan

Hasil potensi lahan secara spasial dipertimbangkan dengan kondisi penggunaan lahannya diperoleh pola pengembangan peternakan yang sesuai, sebagai arahan untuk pengembangan peternakan. Tabel 4 dan Gambar 1.

Tabel 4. Arahan pengembangan peternakan

Arahan pengembangan (Luas dalam 000 ha) Intensifikasi Ekstensifikasi Terintegrasi

Pt Ps Pr

Luas (000 ha)

Pt Ps Pr Pt Ps Pr Tp Pk Tp Pk Tp Pk

Td PL

- - - 3,5 3,5 28,5 0,5 183,5 - 70,5 2 77,5 759 846,5 1.975

Page 5: POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-52.pdf · ... kerikil, batu kapur padat dan batu kapur bernapal ... terdapat

____________________________________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________254 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003

Gambar 1. Peta Potensi lahan dan arahan untuk pengembangan peternakan ruminansia

Page 6: POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-52.pdf · ... kerikil, batu kapur padat dan batu kapur bernapal ... terdapat

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner _____________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 255

Pola pengembangan intensifikasi

Lahan pengembangan intensifikasi terutama meliputi daerah sentra pruduksi dan pengembangan peternakan. Daerah yang termasuk kategori ini umumnya hanya sesetempat saja, sehingga tidak dapat dilokalisir dalam Peta dan tidak dinyatakan luas wilayahnya.

Pola pengembangan ekstensifikasi

Arealnya terdapat di daerah padang rumput, padang penggembalaan, lahan - lahan kosong yang umumnya berupa semak dan belukar. Lahan ini tidak digunakan untuk usaha pertanian karena kendala iklim yang kering.

Berdasarkan penilaian kesesuaian lahan termasuk berpotensi tinggi sampai rendah. Areal ekstensifikasi yang berpotensi tinggi meliputi luas 3.500 ha. Lahan ini dapat dilakukan perbaikan pengelolaan dengan usaha yang relatif ringan, misalnya dengan pemupukan. Areal ekstensifikasi dengan potesi sedang seluas 3.500 ha, mempunyai kendala yang masih dapat diperbaiki berupa lereng. Lahan seperti ini perlu dihindari dari pola penggembalaan bebas, karena dapat memacu degradasi lahan sehingga dari segi konservasi sangat riskan diarahkan untuk lahan penggembalaan. Areal ekstensifikasi dengan potensi rendah seluas 28.500 ha. Lahan ini mempunyai faktor pembatas ketersediaan air, kondisi media perakaran bagi pengembangan pakan ternak, yakni tekstur tanah kasar/pasir, solum dangkal, dan lahan berlereng. Dengan masukan yang relatih berat lahan ini masih layak untuk lahan penggembalaan

Pola pengembangan terpadu (terintegrasi)

Lahan yang diarahkan untuk pola pengembangan terpadu sudah terpakai untuk usaha pengembangan pertanian. Dari potensinya termasuk berpotensi tinggi sampai rendah. Dari segi penggunaan lahan berupa lahan untuk usaha pertanian tanaman pangan maupun perkebunan. Areal pengembangan terpadu berpotensi tinggi seluas 184.000 ha, berupa lahan terpadu dengan tanaman pangan seluas 183.000 ha dan terpadu dengan tanaman perkebunan seluas 500 ha. Areal pengembangan terpadu dengan potensi sedang seluas 70.500 ha yang terpadu dengan tanaman pangan. Areal pengembangan terpadu dengan potensi rendah luasnya 79.500 ha yang juga terpadu dengan tanaman pangan. Faktor pembatas yang dominan pada areal ini bersifat musiman yaitu faktor kekeringan pada saat musim kemarau.

Areal yang tidak diarahkan untuk pengembangan

Lahan ini tidak disarankan untuk pengembangn peternakan tetapi lebih cocok apabila dipergunakan untuk jenis penggunaan lainnya. Lahan ini mempunyai tingkat potensi sangat rendah, luasnya 759.000 ha. Faktor pembatas sangat berat, berupa kemiringan yang melebuihi 40%, tekstur tanah kasar/berpasir. Selain itu juga terdapat lahan penggunaan lainnya seluas 846.500 ha, berupa lahan dengan status hutan kesepakatan (hutan suaka alam, hutan lindung, dan hutan produksi terbatas), berdasarkan statusnya sulit untuk dialihfungsikan.

KESIMPULAN

1. Keadaan topografi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat sangat bervariasi, terdiri atas fisiografi marin, aluvial, dataran, volkan, karst, perbukitan, dan pegunungan dengan bentuk wilayah datar sampai bergunung terjal. Wilayah yang berpotensi untuk pengembangan peternakan terdapat di dataran, aluvial, dan sebagian marin, volkan, dan perbukitan.

2. Berdasarlan potensinya lahan yang berpotensi tinggi untuk pengembangan peternakan ruminansia seluas 191.000 ha, sedang 75.500 ha, rendah 108.000 ha dan tidak berpotensi 769.000 ha.

3. Lahan yang berpotensi untuk pengembangan peternakan, baik yang berpotensi tinggi, sedang atau rendah yang sudah berupa lahan usaha pertanian diarahkan sebagai lahan pengembangan dengan pola terpadu (terintegrasi) seluas 334.000 ha. Lahan yang belum dimanfaatkan untuk usaha pertanian, sebagai lahan pengembangan dengan pola ekstensifikasi seluas 35.500 ha, dimana lahan yang berpotensi tinggi sampai sedang berpeluang ditingkatkan mutunya.

4. Faktor kendala pengembangan peternakan antara lain di beberapa daerah mengalami kekeringan sehingga sumber pakan dan air minum pada saat tertentu sangat kurang. Kendala faktor tanah untuk pertumbuhan pakan adalah tekstur kasar/ pasir pada lahan deposit marin dan sungai serta lahar gunung api, tanah dangkal, berbatu, dan koral yang umumnya tersebar di perbukitaan dan pantai karang, serta dari segi topografi pada daerah perbukitan dan pegunungan lereng curam/terjal.

5. Dari segi potensi secara umum, wilayah Pulau Lombok lebih sesuai untuk pengembangan peternakan dengan pola intensifikasi. Sementara

Page 7: POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-52.pdf · ... kerikil, batu kapur padat dan batu kapur bernapal ... terdapat

____________________________________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________256 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003

itu, Pulau Sumbawa lebih sesuai untuk pengembangan peternakan dengan pola terpadu dan ekstensifikasi. Hal ini juga didukung oleh luas areal lahan kering, bahwa di Sumbawa 98,8% merupakan wilayah lahan agroklimat kering.

DAFTAR PUSTAKA

ARIS PRAMUDIA dan HARIS SAHBUDIN. 1998. Peta Penyebaran Zona Agroklimat Wilayah Nusa Tenggara, Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

EFFENDI, A.T., dan ADISAPUTRO , K. 1975. Peta Hidrogeologi Pulau Sumbawa. Dinas Geolog Teknik Hidrogeologi. Direktorat Geologi. Bandung.

OLDEMAN, L.R. 1975. An Agroclimatic Map of Nusa Tenggara. C.R.J. Agr. Bogor.

PUSLITTANAK, 1993. Laporan Penelitian Indentifikasi dan Karakterisasi Lahan untuk Menunjang Pengembangan Peternakan (Pakan Ternak) Sapi dan Kerbau Di Kecamatan Plampang, Kebupaten Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

PUSLITTANAK, 1998. Peta Pewilayahan Hujan dan Pola Hujan Wilayah Nusa Tenggara, Puslittanak, Badan Litbang Pertanian.

SOFYAN RITUNG, SURATMAN, SUNARYO, dan CAHAYA

BUDIMAN. 1994. Penelitian Potensi dan Tingkat Kesesuaian Lahan untuk Usaha Pengembangan Ternak Potong (Sapi, Kerbau) di Propinsi D.I. Aceh, Sumatera Utara, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

SUKRISTYONUBOWO, I G.P. WIGENA, E. SANTOSA , dan D. SANTOSO . 1998. Pengelolaan Hutan Pastura Untuk Meningkatkan Produktivitas Padang Penggembalaan di Nusa Tenggara Barat. Pros. Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Puslittanak, Bogor.

SURATMAN dan SOFYAN RITUNG. 1994. Penelitian Potensi dan Tingkat Kesesuaian Lahan untuk Usaha Pengembangan Ternak Kambing dan Domba di Propinsi D.I. Aceh dan Sumatera Utara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

TUHERKIH, E., SURATMAN, SUKRISTYONUBOWO, dan D. SANTOSO , 1999. Karakterisasi dan Evaluasi Lahan Untuk Pengembangan Sistem Hutan Pastura di Nusa Tenggara Barat. Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan dan Agroklimat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

SOIL SURVEY STAFF. 1994. Keys to Soil Taxonomy. United State Department of Agriculture. Sixt Edition Washington DC. Virginia Polytecnic Institute and State University.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Bima memiliki lahan yang subur tetapi kurang air. Berapa kedalaman sumber air artesis?. Status mineralnya bagaimana?

2. Apa sudah dilihat potensi lahan dari jenis hijauan yang tumbuh? Bagaimana dengan kapasitas tampung?

3. Bagimana menyediakan lahan peternakan bila dibuat dari status lahan belum jelas? Bagaimana cara membasmi cromolenaa odorata yang sekarang banyak tumbuh liar?

4. Potensi lahan sudah dilakukan oleh berbagai intansi termasuk dari unversitas dan Pemda, apakah yang dilakukan oleh Balittanak tidak overlapping? Belum ada rekomendasi pemanfaatan lahan. Apakah tidak lebih baik Balittanak hanya mengkaji permasalahan tanah saja?

5. Bima memiliki lahan yang subur tetapi kurang air. Berapa kedalaman sumber air artesis?. Status mineralnya bagaimana?

6. Apa sudah dilihat potensi lahan dari jenis hijauan yang tumbuh? Bagaimana dengan kapasitas tampung?

7. Bagimana menyediakan lahan peternakan bila dibuat dari status lahan belum jelas? Bagaimana cara membasmi cromolenaa odorata yang sekarang banyak tumbuh liar?

8. Potensi lahan sudah dilakukan oleh berbagai intansi termasuk dari unversitas dan Pemda, apakah yang dilakukan oleh Balittanak tidak overlapping? Belum ada rekomendasi pemanfaatan lahan. Apakah tidak lebih baik Balittanak hanya mengkaji permasalahan tanah saja?

Page 8: POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-52.pdf · ... kerikil, batu kapur padat dan batu kapur bernapal ... terdapat

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner _____________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 257

Jawab:

1. Tidak tahu karena belum pernah pergi ke tempat yang ada sumur artesisnya. Status mineralnya yaitu kandungan C organik rendah sehingga perlu diberi pupuk dengan sumber C organik

2. Evaluasi potensi sudah dilihat, dan atas dasar ketersediaan hijauan yang ada dapat diketahui daya dukung/daya tampung padang yang ada.

3. Dalam pemetaan lahan untuk pangonan, lahan perkebunan dan kehutanan sudah tidak diikut sertakan dalam pengamatan. Pemberantasan dapat dilakukan dengan budidaya pasture yang tepat, dan hasilnya menunjukkan produksi pastura introduksi tersebut, 3 kali lebih tinggi dibanding dengan pastura alam

4. Tidak tahu dengan pasti, namun kegiatan ke depan sudah mulai terpadu antar instansi, saat ini sudah mulai didiskusikan dengan Pemda.

5. Tidak tahu karena belum pernah pergi ke tempat yang ada sumur artesisnya. Status mineralnya yaitu kandungan C organik rendah sehingga perlu diberi pupuk dengan sumber C organik

6. Evaluasi potensi sudah dilihat, dan atas dasar ketersediaan hijauan yang ada dapat diketahui daya dukung/daya tampung padang yang ada.

7. Dalam pemetaan lahan untuk pangonan, lahan perkebunan dan kehutanan sudah tidak diikut sertakan dalam pengamatan. Pemberantasan dapat dilakukan dengan budidaya pasture yang tepat, dan hasilnya menunjukkan produksi pastura introduksi tersebut, 3 kali lebih tinggi dibanding dengan pastura alam

8. Tidak tahu dengan pasti, namun kegiatan ke depan sudah mulai terpadu antar instansi, saat ini sudah mulai didiskusikan dengan Pemda.