eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1595/1/fkptpi (potensi buah tanaman lengkuas... · ekstraksi...
TRANSCRIPT
Potensi Buah Tanaman Lengkuas Putih (Alpinia
Galanga L.) sebagai Bahan Obat Topikal Terhadap
Penyakit Panu
Henny Anggreinea, Hesty Heryani
b , Susi
c
abcProdi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Unlam, Jl. Ahmad Yani KM 36, Banjarbaru 70714,Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Buah tanaman lengkuas putih (Alpinia galanga L.) merupakan bagian tanaman lengkuas yang dimanfaatkan
sebagai obat herbal dimasyarakat untuk penyakit panu. Buah tanaman lengkuas putih memiliki sifat sitotoksik sehingga
dapat dijadikan sebagai obat topikal dan memiliki senyawa antifungal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penghambatan dari senyawa aktif buah tanaman lengkuas putih terhadap pertumbuhan Candida albicans sebagai
antifungal dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat topikal untuk penyakit panu. Tahapan yang dilakukan yaitu
ekstraksi (maserasi) dengan pelarut (aquades, etanol, etil asetat dan aseton) selama 48 jam, uji fitokimia secara
kualitatif, uji bioassay dengan metode sumuran (Well Method)dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm menggunakan
mikroorganisme Candida albicans dan analisa menggunakan GC-MS. Hasil ekstraksi dengan rendemen terbaik 28,55%
terdapat pada ekstrak etanol, uji fitokimia secara kualitatif mengidentifikasi golongan senyawa alkaloid, saponin,
terpenoid, flavonoid dan fenol. Uji bioassay terbaik menunjukkan ekstrak etanol dengan konsentrasi 1000 ppm
memberikan zona iradikal sebesar 17,33 mm. Hasil analisa GC-MS terdapat senyawa paling dominan yaitu puncak 1
Benzoic acid, 2,4-dimethyl-, Acetamide, N-2-benzothiazolyl-, o-(Phenacylamino) benzoic acid (asam fenol), puncak 10
Pyridine-3-carboxamide, oxome, N-2-trifluoromethylphenyl)-, N-(3,4-Diclorophenyl) -3,3,3-trifluoro-2-
(trifluoromethyl) propionamide, 7-Pentedecyne (alkaloid piridin) dan golongan asam lemak puncak 2 Oleic acid, 6-
Octadecenoic acid, methyl ester, (Z)–, Oleic acid. Kesimpulan yang didapat yaitu penghambatan senyawa aktif terhadap
pertumbuhan Candida albicans merupakan bioaktifitas dengan tingkat senyawa aktif tinggi dan keberadaan senyawa
alkaloid piridin memperkuat fungsi bioaktif ekstrak sebagai bahan obat topikal khusus untuk penyakit panu.
Kata kunci: Alpinia galanga L., Antifungal, Well Method, Alkaloid Piridin, Panu
Abstract
Fruit plants white galangal (Alpinia galanga L.) is part of the ginger plant used as herbal medicine in the
community for fungus diseases. Fruit white ginger plants have cytotoxic properties that can be used as topical
medications and has antifungal compounds. This study aimed to determine the inhibition of the active compound fruit
white ginger plant to the growth of Candida albicans as antifungal and can be used as a topical medication for skin
fungus disease. Steps being taken, namely extraction (maceration) with a solvent (distilled water, ethanol, ethyl acetate
and acetone) for 48 hours, qualitatively phytochemical test, test pitting bioassay method (Well Method) at a
concentration of 100 ppm and 1000 ppm using microorganisms Candida albicans and using GC-MS analysis. The best
extraction results with 28,55% yield contained in the ethanol extract, phytochemical test qualitatively identify the class
of alkaloids, saponins, terpenoids, flavonoids and phenols. Best bioassay test showed the ethanol extract with a
concentration of 1000 ppm give iradikal zone of 17,33 mm. GC-MS analysis results are the most dominant compound
that peaks 1 Benzoic acid, 2,4-dimethyl-, acetamide, N-2-benzothiazolyl-, o- (Phenacylamino) benzoic acid (phenol
acid), peak 10 Pyridine-3-carboxamide , oxome, N-2-trifluoromethylphenyl) -, N- (3,4-Diclorophenyl) -3,3,3-trifluoro-2-
(trifluoromethyl) Propionamide, 7-Pentedecyne (alkaloid pyridine) and group 2 Oleic fatty acid peaks acid, 6-
octadecenoic acid, methyl ester, (Z) -, Oleic acid. The conclusion that the inhibitory compounds active against Candida
albicans growth is bioactive with high levels of active compounds and the presence of pyridine alkaloid compounds
strengthen the functions of bioactive extract as a topical drug specifically for skin fungus disease.
Keywords: Alpinia galanga L., Antifungal, Well Method, Alkaloids Pyridine, Fungus
I. PENDAHULUAN
Lengkuas atau laos (Alpinia galanga L.) merupakan jenis
tumbuhan umbi-umbian yang bisa hidup di daerah dataran
tinggi maupun dataran rendah. Berdasarkan
etnofarmakologinya tanaman lengkuas sering digunakan
sebagai bahan ramuan tradisional dan peyembuh berbagai
penyakit diantaranya penyakit perut, diare, penyakit kulit,
radang tenggorokan, sariawan, menghilangkan bau mulut
dan herpes [1]-[3].
Selain rimpangnya, biasanya buah lengkuas juga sering
digunakan untuk menghilangkan rasa dingin, kembung,
sakit pada ulu hati, muntah, mual, diare, kecegukan, dan
untuk menambah nafsu makan serta dapat pula digunakan
untuk menyembuhkan bisul. Buah lengkuas mengandung
asetoksichavikol asetat dan asetoksieugenol asetat yang
bersifat anti radang dan antitumor [3]. Juga mengandung
kariofilen oksida, kario- filenol, kuersetin-3-metil eter,
isoramnetin, kaemferida, galangin, galangin-3-metil eter,
ramnositrin, dan 7- hidroksi-3,5-dimetoksiflavon. Biji
lengkuas mengandung senyawa-senyawa diterpen yang
bersifat sitotoksik dan antifungal, yaitu galanal A, galanal
B, galanolakton, 12-labdiena-15,16-dial, dan 17-
epoksilabd-12-ena-15,16-dial [4].
II. METODOLOGI
A. Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan
penelitian adalah buah lengkuas, aquades, etanol, etil
asetat, aseton, kertas saring, HCl, reagen (Dragendorff),
FeCl3 1%, dietil eter, kloroform, H2SO4, BaCl2,
magnesium logam (Mg), NH4OH, CH3COOH, glukosa,
peptone, aluminium foil, media PDA dan biakan murni
Candida albicans.
Alat-alat yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan
penelitian ini adalah gelas beaker, erlenmeyer, tabung
reaksi, cawan petri, jangka sorong, gelas ukur, pipet tetes,
pipet ml, mikropipet, neraca analitis, mortar, rotary
evaporator, batang pengaduk, spatula, pinset, gunting, hot
plate, stopwatch, corong, autoklaf, laminar air flow, alat
GC-MS, dan labu pemisah.
B. Preparsi Sampel dan Ekstraksi
Sortir buah lengkuas putih yang berwarna merah (matang)
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 55°C
selama 72 jam hingga didapat kadar air sampel + 10%.
Dihaluskan ukuran sampel menjadi 60 mesh.
Ekstraksi sampel (maserasi) disiapkan sampel sebanyak
20 gram untuk setiap perlakuan kemudian diekstrak
menggunakan pelarut aquades, etanol, etil asetat dan
aseton dengan perbandingan 1:4 selama 48 jam.
Kemudian dipisahkan filtrat dan residu ekstrak dengan
kertas saring. Diambil filtratnya kemudian dipekatkan
dengan rotary evaporator untuk mendapatkan rendemen.
Rendemen ditentukan dengan rumus :
Rendemen % = (labu dan ekstrak – labu kosong)
Berat sampel (gr) x 100
C. Uji Fitokimia Secara Kualitatif
1) Uji Alkaloid : sebanyak 30 mg ekstrak dilarutkan
dengan 10 ml kloroform dan beberapa tetes NH4OH
kemudian disaring dalam tabung reaksi tertutup. Filtrat
ditambahkan 3-5 tetes H2SO4 2M dalam tabung reaksi dan
dikocok sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam
(terdapat pada bagian atas) dipipet ke dalam tabung reaksi
lain, lalu diteteskan 1 tetes pereaksi Dragendorff. Adanya
alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan jingga
maupun merah atau coklat pada pereaksi Dragendorff [5].
2) Uji Saponin : sebanyak 30 mg ekstrak, diekstrak
dengan 5 ml dietil eter sebanyak 3 kali. Sehingga terbagi
menjadi ada fraksi larut dietil eter dan fraksi tidak larut
dietil eter. Fraksi ekstrak yang tidak larut dengan dietil
eter tersebut ditambahkan aquades 5 ml dalam tabung
reaksi dan dikocok. Ekstrak dinyatakan positif
mengandung saponin apabila terdapat busa setinggi 1-3
cm yang bertahan selama 15 menit.
3) Uji Terpenoid dan Steroid : dipisahkan fraksi ekstrak
yang larut dietil eter pada proses saponin, kemudian
ditambahkan CH3COOH sebanyak 10 tetes dan H2SO4
pekat sebanyak 2 tetes. Kemudian larutan dikocok
perlahan dan dibiarkan selama beberapa menit. Steroid
memberikan warna biru atau hijau, sedangkan untuk
terpenoid memberikan warna merah atau ungu.
4) Uji Flavonoid : sebanyak 30 mg ekstrak ditambahkan
100 ml aquades panas kemudian dididihkan selama 5
menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring.
Sebanyak 5 ml filtrat hasil penyaringan ditambahkan
serbuk Mg (0,05 mg), 1 ml HCl pekat kemudian dikocok
kuat-kuat. Terbentuknya warna merah, kuning dan jingga
pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya golongan
flavonoid.
5) Uji Fenol : sebanyak 30 mg ekstrak ditambahkan
dengan 10 tetes FeCl3 1%. Ekstrak positif mengandung
senyawa fenol apabila menghasilkan warna hijau, merah,
ungu, biru atau hitam pekat.
D. Uji Bioassay dengan Metode Sumuran (Well Method)
1) Persiapan Inokulum : diambil satu ose koloni murni
Candida albicans kemudian disuspensikan dalam larutan
berisi glukosa 2%, peptone 2% dan yeast extract 1%
dalam media PDA sampai mencapai kekeruhan 0,5
McFarland [6].
2) Pembuatan larutan 0,5 McFarland : sebanyak 0,05
ml BaCl2 1% dalam aquades ditambahkan 9,95 ml H2SO4
1% kemudian disimpan dalam tempat yang terhindar dari
cahaya matahari secara langsung [7].
3) Penanaman Candida albicans Pada media PDA
dengan Metode spread plate : medium PDA yang telah
dipanaskan dan dituang ke dalam cawan petri sebanyak 40
ml yang telah dicairkan (suhu 50-55°C ) dicampur dengan
100 µl suspensi Candida albicans. Kemudian
dihomogenkan dan dituang ke dalam cawan petri steril
secara merata dan didiamkan pada suhu kamar hingga
menjadi padat [8].
4) Metode Sumuran : gunakan yellow tip (d = 6 mm)
steril dan letakkan diatas permukaan media PDA untuk
membuat lubang (sumur) sebagai tempat menampung
ekstrak dengan konsentrasi 100 dan 1000 ppm sebanyak
100 µl. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama
2x24 jam dan diamati zona penghambatan ekstrak buah
lengkuas putih terhadap pertumbuhan C. albicans serta
diukur diameter zona bening yang terbentuk.
E. Analisa Menggunakan Gas Chromatography – Mass
Spectrometry (GC-MS)
Sampel yang digunakan sebanyak 1 μl, kemudian
diinjeksikan dalam GC-MS. Karakteristik GC-MS yang
digunakan adalah merk Shimadzu dengan tipe QP2010S,
suhu injektor 280oC, injektor mode split, waktu
pengambilan sampel 1 menit, suhu kolom 40 – 270oC
dengan pengaturan suhu awal 40oC ditahan selama 5
menit, dan waktu 10 menit untuk mencapai suhu 270oC
(23oC/menit) ditahan selama 60 menit, sehingga total
waktu program 88 menit, suhu detektor 280oC, suhu
interval 250oC, gas pembawa He, tekanan utama 500-900,
Flow control mode pressure, tekanan 10,9 Kpa, total flow
58,8 ml/m, aliran kolom 0,55 ml/m, percepatan linier 26,0
cm/dt, aliran pembersihan 3.0 ml/m, split ratio 99,8, jenis
kolom Rtx-5MS, panjang kolom 30.00 m, ketebalan 0.25
µm, diameter 0,25 mm, dan jenis pengion EI (Electron
Impact) 70 eV.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Ekstraksi dan Rendemen
Ekstraksi buah lengkuas putih menggunakan pelarut polar
sampai dengan non polar dilakukan untuk mengetahui
pelarut mana yang dapat menghasilkan rendemen yang
tinggi dan dapat melarutkan senyawa aktif yang
diinginkan. Adapun hasil rendemen yang didapat dari
hasil ekstraksi sebelumnya disajikan pada Tabel I. Tabel I. Hasil rendemen
Sampel Rendemen (%)
Aquades (A) 17,99
Etanol (B) 28,55
Etil asetat (C) 14,87
Aseton (D) 12,44
B. Uji Fitokimia Secara Kualitatif
Uji fitokimia secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui
golongan senyawa yang dapat larut pada masing-masing
ekstrak, yang mana dari golongan senyawa tersebut dapat
melarutkan senyawa antifungal yang diharapkan dapat
menghambat C. albicans (mikroorganisme penyebab
panu). Hasil uji fitokimia disajikan pada Tabel II. Tabel II. Hasil uji fitokimia secara kualitatif
Metabolit
sekunder
Hasil
A B C D
Alkaloid + ++ + +
Saponin + ++ + +
Terpenoid + +++ ++ +
Steroid - - - -
Flavonoid + + + +
Fenol + + + +
Keterangan : (-) = tidak ada golongan senyawa
(+) = ada golongan senyawa (kecil)
(++) = ada golongan senyawa (kuat)
(+++) = ada golongan senyawa (sangat kuat)
Berdasarkan hasil pada Tabel II dapat dilihat bahwa pada
ekstrak etanol (B) terdapat golongan senyawa fitokimia
yang lebih kuat dibandingkan pada ekstrak yang lain. Dari
semua senyawa yang terditeksi pada ekstrak etanol
senyawa golongan terpenoid, saponin, dan flavonoid
memiliki kandungan antifungal yang bersifat lipofilik
yang dapat menghambat pertumbuhan C. albicans karena
dapat mengganggu transport nutrisi yang dapat
menyebabakan kerusakan sel pada mikroorganisme
tersebut [9], [10].
C. Uji Bioassay dengan Metode Sumuran (Well Method)
Uji bioassay dilakukan untuk mengetahui zona
penghambatan ekstrak terhadap mikroorganisme uji
dengan melihat zona penghabatannya baik secara radikal
maupun iradikal. Hasil uji disajikan pada Tabel III. Tabel III. Hasil uji bioassay terhadap C. albicans
Sampel Rata-rata diameter hambat (mm)
100 ppm 1000 ppm
Aquades (A) - -
Etanol (B) - 17,33
Etil asetat (C) - -
Aseton (D) - -
Keterangan : (-) = tidak terbentuk zona hambat.
Suatu ekstrak tanaman memiliki bioaktifitas tinggi apabila
nilai konsentrasi yang digunakan < 1000 ppm [11].
Interpretasi daerah hambatan pertumbuhan
mikroorganisme mengacu pada standar umum yang
dikeluarkan Departemen Kesehatan (1988) disebutkan
bahwa mikroba dikatakan peka terhadap antimikroba base
tanaman apabila mempunyai ukuran diameter daya
hambatan sebesar 1,2-2,4 cm [12].
Berdasarkan hal tersebut ekstrak etanol pada konsentrasi
1000 ppm secara iradikal mampu menghasilkan daya
hambat 17,33 mm yang berarti bioaktifitas tanaman
tinggi.
D. Analisa Menggunakan Gas Chromatography – Mass
Spectrometry (GC-MS)
Berdasarkan hasil uji bioassay ekstrak etanol dilakukan
uji lanjutan menggunakan GC-MS, dimana terdapat 3
senyawa dengan luasan area tinggi yaitu puncak 2 Oleic
acid, 6-Octadecenoic acid, methyl ester, (Z)–, Oleic acid
dengan persentase total 20,40%; puncak 4 Elaidic acid,
isopropyl ester, Pyridine-3-carboxamide, oxome, N-2-
trifluoromethylphenyl)-, Oleic acid persentase total
20,82% dan puncak 10 Pyridine-3-carboxamide, oxome,
N-2-trifluoromethylphenyl)-, N-(3,4-Diclorophenyl) -
3,3,3-trifluoro-2-(trifluoromethyl) propionamide, 7-
Pentedecyne persentase total 18,68%.
Terdapat pula 3 puncak kimia mayor (paling dominan)
yaitu puncak 1 Benzoic acid, 2,4-dimethyl-, Acetamide, N-
2-benzothiazolyl-, o-(Phenacylamino) benzoic acid (asam
fenol), puncak 10 Pyridine-3-carboxamide, oxome, N-2-
trifluoromethylphenyl)-, N-(3,4-Diclorophenyl) -3,3,3-
trifluoro-2-(trifluoromethyl) propionamide, 7-
Pentedecyne (alkaloid piridin) dan golongan asam lemak
puncak 2 Oleic acid, 6-Octadecenoic acid, methyl ester,
(Z)–, Oleic acid.
Alkaloid piridin merupakan nama metaolit sekunder yang
apabila dikonsumsi memiliki efek samping seperti gejala
gugup, gemetaran, dilatasi pupil, koma, kegagalan
pernapasan dan mengakibatkan kecacatan pada janin [13].
Berdasarkan hal tersebut pemanfaatan ekstrak buah
lengkuas putih sebagai obat panu digunakan hanya
sebagai obat topikal (penggunaan pada bagian luar kulit).
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat yaitu penghambatan senyawa
aktif terhadap pertumbuhan Candida albicans merupakan
bioaktifitas dengan tingkat senyawa aktif tinggi yaitu
sebesar 17,33 mm dan keberadaan senyawa alkaloid
piridin memperkuat fungsi bioaktif ekstrak sebagai bahan
obat topikal khusus untuk penyakit panu.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Program Studi Teknologi Industri Pertanian dan
pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini.
Referensi [1]. Atjung. 1990. Tanaman Obat dan Minuman Segar. Yasaguna.
Jakarta. [2]. Itokawa , H dan Takeya, K. 1993. Antitumor Substances from
Higher Plant. Heterocycles. 35 : 1467-1501.
[3]. Sinaga, E. 2000. Lengkuas (Lenguas galanga). Pusat Pengembangan dan Penelitian Tumbuhan Obat UNAS/P3TO.
UNAS.
[4]. Morita, H dan Itokawa, H. 1988. Cytotoxic and Antifungal Diterpenes from the Seed of Alpinia galangal. Planta. Med. 54 :
117 – 120.
[5]. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB. Bandung.
[6]. Garigga, M., Hugas, M., Aymetich, T. dan Monfort, J.M. 1993.
Bacteriocinogenic activity of Lactubacillus fermentedsausages. Journal of Applied.
[7]. Nurhayati, Sri. 2007. Pengaruh Ketuaan dan Konsentrasi Dekok
Daun Salam (Syzygium polyantum (Wight.) Wapl) terhadap Diameter Zona Hambat Salmonella typhi Secara In Vitro. Skripsi.
Tidak Diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang. [8]. Benson. 2001. Microbiological Aplication Laboratory Manual in
General Microbiology. Fifth Edition. The McGraw-Hills
Companies. [9]. Cowan. 1999. Plant Product as Antimicrobial Agents. Clinical
Microbiology Reviews. October. p. 564-582, Vol. 12, No. 4.
[10]. Panda, K. S.S. Brahma and K. Dutta, S. 2010, Selective antifungal action of crude extracts of cassia fistula L.: A preltminary study on
Candida and Aspergillus spesies. Malaysian Journal of
Microbiology. 6(1):62-68. [11]. Meyer, B.N., ferrigni, N.R, Putnam, J.E, Mc Laughlin, J.L. 1982.
Brine Shrimp : a Convenient General Bioassay for Active Plant
Constituents. Plant Medica. 45:31-34. [12]. Hermawan, A., Hana, E., dan Tyasningsi, W. 2007. Pengaruh
ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode difusi disk. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Surabaya.
[13]. Sherman A. R., 2004. Pyridine in Encyclopedia of Reagents for Organic Synthesis (Ed: L. Paquette). J. Wiley & Sons, New York.