posisi 17 asosiasi dalam proses delisting fly ash ... 17...posisi 17 asosiasi dalam proses delisting...
TRANSCRIPT
Posisi 17 Asosiasi dalam Proses Delisting
Fly Ash & Bottom Ash (FABA)
Margaretha Tevania – Yen Yen Maryeni
Jakarta, 22 Juni 2020
OUTLINE
1. Studi Banding Regulasi FABA
2. Analisa Regulasi Limbah B3 di Indonesia
3. Studi Banding Negara Lain
Sumber Energi di Eropa dan Indonesia
Produksi dan Pemanfaatan FABA di Beberapa Negara
Produksi dan Pemanfaatan FABA di Indonesia
Rerata Hasil Uji LD50 Fly Ash di Indonesia
Perbandingan Rate Pemanfaatan FABA
Contoh (Gambar) Pemanfaatan FABA di Beberapa Negara
4. Fakta dan Kendala Industri
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
STUDI BANDING
REGULASI FABA
PERATURAN FABA DI INDONESIA
UU No. 32 Tahun 2009Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 1 Ayat 20 – 22
PP No. 101 Tahun 2014Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Tabel 4 Lampiran I
PERATURAN FABA DI NEGARA LAIN
Sumber: Xing Zhang, 2013
Sumber: Craig Heidrich, Hans
Joachim, dan Anne Wair, 2013
Annex VIII List A
Annex IX List B
Basel Convention
ANALISA REGULASI
LIMBAH B3
DI INDONESIA
Permen LHK P.55 Tahun 2015 Permen LHK P.10 Tahun 2020
Mengatur tentang tata cara uji karakteristik Mengatur: Struktur tim ahli, prosedur uji karakteristik, uji karakteristik LB3
yang akan dikecualikan, uji krakteristik LB3 yang terindikasi memiliki
karakteristik LB3, prosedur penetapan LB3 sebagai produk samping,
pelaporan dan pemantauan.
Limbah B3 yang dapat diajukan permohonan
pengecualian dari Pengelolaan Limbah B3 harus:
a. berasal dari proses produksi yang digunakan
bersifat tetap dan konsisten;
b. menggunakan bahan baku dan/atau bahan
penolong yang bersifat tetap dan konsisten
c. Limbah B3 yang dihasilkan bersifat tetap dan
konsisten.
Limbah B3 yang dapat diajukan permohonan pengecualian dari
Pengelolaan Limbah B3 harus:
a. Limbah B3 dari sumber spesifik khusus dan sumber spesifik
umum
b. berasal dari proses produksi yang bersifat tetap dan konsisten;
c. menggunakan bahan baku dan/atau bahan penolong yang bersifat
tetap dan konsisten
d. Limbah B3 yang dihasilkan bersifat tetap dan konsisten.
Uji Karakteristik beracun dilakukan dengan metode
uji:
1. Mudah meledak
2. Mudah menyala
3. Reaktif
4. Infeksius
5. Korosif
6. Beracun melalui uji TCLP
7. Beracun melalui uji Toksikologi LD50
8. Beracun melalui uji Toksikologi Subkronis
Uji Karakteristik beracun dilakukan dengan metode uji:
1. Mudah meledak
2. Mudah menyala
3. Reaktif
4. Infeksius
5. Korosif
6. Beracun melalui uji TCLP
7. Beracun melalui uji Toksikologi LD50
8. Beracun melalui uji Total Konsentrasi Logam Berat
9. Beracun melalui uji Toksikologi Subkronis
STUDI BANDING
NEGARA LAIN
SUMBER ENERGI DI EROPA & INDONESIA
Batubara menduduki peringkat ke-4 setelah
gas, angin dan energi nuklir (15,01% dari total
276,934 Juta Watt )
Sumber: Vieira and Feuerborn, 2013
EROPA INDONESIA
0%
20%
40%
60%
80%
1992 1999 2020
Perbandingan Pemakaian BBM dan Batubara
BBM Batubara
Kebutuhan Batubara & Potensi FABA di Indonesia (dalam juta Ton)
PRODUKSI DAN PEMANFAATAN FABA DI BEBERAPA NEGARA
Sumber: Xing Zhang, 2013
PRODUKSI & PEMANFAATAN FABA DI BEBERAPA NEGARA
Sumber: Xing Zhang, 2013
Sumber: Kumar, 2017
PRODUKSI & PEMANFAATAN FABA DI EROPA
Sumber: Vieira and
Feuerborn, 2013
PEMANFAATAN FABA DI EROPA
Dari Jumlah Total 13,8 Juta Ton Fly Ash
dan 1,9 Juta Ton Bottom Ash
Sumber: Vieira and Feuerborn, 2013
PRODUKSI & PEMANFAATAN FABA DI AMERIKA
Produk yang mengandung CCPs (FABA) ditemukan
di hampir setiap rumah Amerika.
50% dari wallboard yang diproduksi di AS dibuat
dengan Gypsum sintetis.
2/3 dari CCPs digunakan di konstruksi.
Setiap ton fly ash yang digunakan dalam beton
mengurangi emisi karbon setiap ton nya.
Fly ash meningkatkan kekuatan dan daya tahan
beton.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi AS,
perumahan baru dimulai, dan permintaan untuk
campuran beton diperkirakan meningkatkan
pemanfaatan CCPs sebesar 48%.
Selama 40 tahun terakhir, 1.2 milyar ton CCPs
telah digunakan secara menguntungkan,
daripada dibuang.
PEMANFAATAN FABA DI AMERIKA
Produksi CCPs tumbuh pada average annual rate 1.7 %
Tingkat pemanfaatan CCPs, 1974 hingga 2033
Sumber: Key Findings 2015: Coal Combustion Products
Utilization, U.S. Historical Perspective and Forecast, ACAA.
Forecast Produksi dan Pemanfaatan
CCPs berdasarkan kategori
PEMANFAATAN FABA DI INGGRIS
Sumber: Business and environment report: Environmental outlook
for the combustion sector, http://www.gov.uk/environment-agency
* PFA = Pulverised Fuel Ash
PRODUKSI & PEMANFAATAN FABA DI ISRAEL
Sumber: Israeli National Coal Ash Board (NCAB)
PRODUKSI & PEMANFAATAN FABA DI ISRAEL
Sumber: Israeli National Coal Ash Board (NCAB)
PRODUKSI & PEMANFAATAN FABA DI INDIA
Sumber: Tiwari, 2016
PRODUKSI & PEMANFAATAN FABA DI INDONESIA
Rate Pemanfaatan FABA Di Indonesia
FLY ASH
0% – 0,96%
BOTTOM ASH
0,05% – 1,98%
Peluang Pemanfaatan FABA di Indonesia:
Sebagai backfilling (batuan penutup) untuk
pencegahan air asam tambang, bahan campuran
pengecoran jalan dan lantai bangunan, pembuatan
batako, dan pencampuran semen.
10 – 15 juta ton/ tahun
Jumlah FABA di Indonesia
Persyaratan toxic: tingkat kematian > 50% untuk limbah B3 kategori 2 pada dosis < 5000 mg/kg
Pengamatan selama 8 hari setiap uji melibatkan 60 mencit
RERATA HASIL UJI LD50 FLY ASH DI INDONESIA
Sumber: Dr. Eng. Januarti Jaya Ekaputri (ITS)
PERBANDINGAN RATE PEMANFAATAN FABA
No. Negara Rate Pemanfaatan FABA Tahun
1 Russia 18,8% 2010
2Amerika
Serikat
44% 2012
44,8% 2015
3 Australia 46% 2011
4 Poland 59% 2011
5 Vietnam 60% *
6 Korea 67,8% 2011
7 China 68% 2011
8 India 68,72% Semester 1 Th. 2018 – 2019
9 Jepang 86% 2013
10 Eropa 91,4% 2010
11 Israel 100% 2011
*) Target Pemerintah Vietnam
Rate Pemanfaatan FABA
Di Indonesia:
FLY ASH
0% – 0,96%
BOTTOM ASH
0,05% – 1,98%
Sedangkan,
Sumber: Dr. Eng. Januarti Jaya Ekaputri (ITS) dan Xing Zhang, 2013
CONTOH PEMANFAATAN FABA DI BEBERAPA NEGARA
Produksi beton ringan di lapangan, dengan special desain
molds untuk density 1.000 kg/m3, di India
Rumah dari beton ringan dengan tebal dinding 60 mm - India
Approach embankment
(bahan timbunan atau bahan perkuatan) pada soft soil
Aplikasi Fly Ash untuk Konstruksi Jalan
Pelaksanaan stabilisasi tanah dengan fly ash untuk jalan
Pemanfaatan Fly Ash di Inggris
CONTOH PEMANFAATAN FABA DI BEBERAPA NEGARA
Sebagai media tanaman (di Israel)
Genteng, batubata, keramik
dekorasi rumah
Campuran bahan untuk selokan
PENELITIAN FABA DI INDONESIA
ITB
Substitusi Material Pozolan Terhadap Semen pada Kinerja Campuran Semen
Potensi Semen Alternatif dengan Bahan Dasar Kapur Padalarang dan Fly Ash Suralaya untuk Konstruksi
Rumah Sederhana
Studi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash dalam Pengelolaan Batuan Penutup untuk Pencegahan Air Asam
Tambang
UNDIP
Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly Ash) untuk Stabilisasi Tanah maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya
dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan
Pemanfaatan Abu Batubara (Fly Ash) untuk Hollow Block Yang Bermutu Dan Aman Bagi Lingkungan
UB (Univ. Brawijaya - Malang)
Pemanfaatan Fly Ash Sebagai Pengganti Semen Parsial Untuk Meningkatkan Performa Beton Agregat Daur
Ulang
Pemanfaatan Limbah Bottom Ash sebagai Pengganti Semen pada Genteng Beton Ditinjau dari Segi Kuat
Lentur dan Perembesan Air
FAKTA DAN KENDALA
INDUSTRI
FAKTA DI INDUSTRI
Hasil uji karakteristik mudah meledak, mudah menyala,
reaktif, infeksius, dan/atau korosif, uji toksikologi LD50,
serta TCLP dari beberapa uji petik kegiatan industri
menunjukkan bahwa FABA tersebut telah memenuhi baku
mutu/ambang batas persyaratan, seperti yang tercantum
dalam PP No. 101 Tahun 2014.Sedangkan untuk uji
toksikologi subkronis terkendala oleh jumlah laboratorium
terakreditasi yang sangat terbatas jumlahnya.
PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
PP No. 101 Tahun 2014UU No. 32 Tahun 2009
Izin Pengelolaan Limbah B3 yang berkaitan
dengan kegiatan usaha/penghasil limbah B3:
1. Izin Penyimpanan Limbah B3
2. Izin Pemanfaatan Limbah B3
3. Izin Pengolahan Limbah B3
4. Izin Penimbunan Limbah B3
Untuk memperoleh perizinan-perizinan tersebut, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib memiliki izin
lingkungan; dan adanya persyaratan-persyaratan lain yang harus dipenuhi.
Persyaratan lain tersebut seperti identitas pemohon, akta pendirian badan usaha, nama, sumber, karakteristik, dan
jumlah limbah B3 yang akan dikelola, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan
dimaksud.
Seperti kegiatan pemanfaatan dan pengolahan, harus dilakukan uji coba kegiatan pemanfaatan dan pengolahan
limbah B3 tersebut. Juga, izin pengolahan sulit untuk didapatkan industri karena harus mengubah AMDAL, dll.
KENDALA PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
REKAP KENDALA YANG DIHADAPI INDUSTRI
PERIZINAN
Pengajuan izin pengelolaan (pemanfaatan, penyimpanan, penimbunan, pengolahan) limbah B3
sangat sulit dan perlu proses yang sangat lama. Hal ini juga disebabkan oleh uji coba kegiatan
pemanfaatan limbah B3 yang harus dilakukan tiap entity perusahaan sehingga membutuhkan waktu
tersendiri lagi.
LABORATORIUM
Pengujian laboratorium (sebagai salah satu persyaratan izin) sangat mahal dan lama.
Sulit mencari laboratorium yang terakreditasi dan kredibel.
Kualitas batubara berubah-ubah, tergantung supplier, cuaca, dll mempengaruhi hasil pengujian
PENYERAHAN FABA KE PIHAK KETIGA
Biaya pengelolaan FABA oleh pihak ketiga cenderung naik dari tahun ke tahun.
Sulit mencari vendor yang memiliki izin lengkap.
Prosedur berbelit-belit dan banyak pihak nakal.
Kendala teknis seperti transporter yang tidak sesuai jadwal, dll.
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
KESIMPULAN
1. Dengan kondisi rate pemanfaatan FABA di Indonesia yang masih sekitar 0 – 0,96% untuk fly ash dan 0,05 – 1,98%
untuk bottom ash, maka izin pemanfaatan FABA di Indonesia harus dipermudah dan waktu proses izin
dipersingkat, serta dibutuhkan terobosan kebijakan untuk dapat dilakukan pemanfaatan lintas entity sehingga
peluang pemanfaatan FABA lebih luas dan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai kegunaan.
2. Hasil uji karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau korosif, uji toksikologi LD50, serta
TCLP dari beberapa uji petik kegiatan industri menunjukkan bahwa FABA tersebut telah memenuhi baku
mutu/ambang batas persyaratan, seperti yang tercantum dalam PP No. 101 Tahun 2014. Sedangkan untuk uji
toksikologi subkronis terkendala oleh jumlah laboratorium terakreditasi yang sangat terbatas jumlahnya.
3. Uji laboratorium dan uji coba pemanfaatan dilakukan berdasarkan kelompok industri yang sejenis.
4. Kegiatan-kegiatan pemanfaatan FABA dapat dilakukan berdasarkan referensi-referensi yang sudah ada di dalam
maupun luar negeri.
5. Permen LHK P.10/2020 belum menyelesaikan masalah bagi industri, karena:
a. Proses penyusunannya tidak melibatkan semua pemangku kepentingan, dalam hal ini pelaku kegiatan
usaha/asosiasi industri.
b. Definisi Fly Ash tidak sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2014 serta di Permen tidak mengatur Bottom Ash.
c. Permen ini mengatur/membatasi hal-hal yang bersifat teknis, seperti karakteristik bahan bakar, tipe boiler, dan pola
operasi pemakaian boiler. Serta ada tambahan pengujian total konsentrasi logam berat.
REKOMENDASI
Kebijakan pengelolaan limbah dalam kaitannya untuk melakukan
Delisting FABA dari Tabel 4 Lampiran I PP No. 101 Tahun 2014
merupakan suatu terobosan hukum yang dapat dilakukan, tanpa
harus mengubah batang tubuh PP No. 101 Tahun 2014, tetapi hanya
mengubah Tabel 4 Lampiran I PP No. 101 Tahun 2014 dengan
mengeluarkan FABA dari daftar limbah B3 tersebut.
TERIMA KASIH