politik anggaran pendidikan dalam bingkai politik pendidikan nasional
TRANSCRIPT
1 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 1, diungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.1 Pada pasal 5 ayat 1 “Setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.2 Untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional banyak aspek yang harus terpenuhi, salah satunya
adalah persoalan anggaran atau pembiayaan pendidikan tersebut. Rahmah Setyawati
mengutip al-Zarnuji mengatakan dalam kitabnya “ta’lim al-muta’allim” tidak akan
diperoleh suatu ilmu kecuali dengan enam syarat, salah satu diantaranya adalah “biaya”.3
Anggaran atau pembiayaan pendidikan adalah faktor penting dalam menjamin mutu
dan kualitas proses pendidikan. Meskipun pembiayaan pendidikan bukan satu-satunya
faktor keberhasilan, tanpa adanya pembiayaan yang mencukupi, maka pendidikan yang
berkualitas hanya dalam angan-angan.4 Hal tersebut selaras dengan yang dikemukakan oleh
Mastuhu, bahwa penyelenggaraan pendidikan bermutu memang membutuhkan dana, tanpa
adanya dana tidak dapat diselenggarakan pendidikan yang dimaksud (bermutu), namun
dana bukan satu-satunya unsur yang menentukan keberhasilan usaha penyelenggaraan
pendidikan mutu tersebut.5 Anggaran pendidikan tersebut menjadi salah satu hal yang
terpenting untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas sehingga bangsa Indonesia
dapat mempunyai level yang sama dengan negara-negara maju atau setidaknya sejajar
1Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional,2003), hlm.3. 2Dijelaskan lebih lanjut pada ayat 2 dan 3 bahwa, Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga
negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanan khusus. Undang-Undang., Ibid, hlm.7. 3Rahmah Setyawati, Pembiayaan Pendidikan (Jurnal Pendidikan Islam), Ikatan Mahasiswa Pascasarjana
Kerjasama Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI denga PPs Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol. 2 No. 1 Januari-April 2009, hlm.174 4Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2010), hlm. 5.
5Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21,(Yogyakarta: Safiria Insani Press,
2003), hlm.51.
2 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
dengan negara-negara berkembang lainnya dalam kualitas pendidikannya. Namun ironi
ketika tuntutan Undang-Undang yang mematok anggaran pendidikan di negeri ini,
pemerintah masih setengah hati dan belum maksimal memperjuangkannya. Hal ini menjadi
salah satu potret buram pendidikan di Indonesia.
Jumlah anggaran pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih tergolong sangat
kecil, bahkan dari beberapa sumber anggaran pendidikan di Indonesia merupakan yang
terkecil di negara-negara ASEAN. Meskipun demikian peningkatan anggaran pendidikan
bukanlah perjuangan yang mudah karena menyangkut berbagai kepentingan politik.
Menyangkut anggaran pendidikan yang sangat kecil tersebut menimbulkan pertanyaan,
apakah pemerintah benar-benar menempatkan investasi sumber daya manusia menjadi
prioritas utama dalam meningkatkan daya saing di era global yang sangat kompetitif seperti
sekarang. Namun, jika anggaran pendidikan berhasil ditingkatkan, pertanyaan berikutnya
akan muncul yaitu apakah kenaikan anggaran pendidikan yang tiba-tiba tidak melahirkan
akses buruk, terutama dilihat dari efisiensi penggunaannya, ini belum lagi ketika kita lihat
realitas akan masih tingginya angka korupsi yang sangat kronis bagi bangsa ini.6
Dalam makalah ini akan bertema“Politik Anggaran Pendidikan”, namun pada awal
pembahasan secara singkat diuraikan konsep pendidikan nasional, potret buram pendidikan
nasional, kemauan dan kemampuan pemerintah membiayai pendidikan serta politisasi
anggaran pendidikan. Maka dari pembahasan tersebut kita dapat menemukan benang
merah terkait persoalan pendidikan yang disebabkan anggaran pendidikan yang belum
maksimal yang menjadi faktor terpenting untuk terwujudnya pendidikan yang lebih
berkualitas.
6Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 45-46.
3 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
BAB II
PEMBAHASAN
B. KONSEP PENDIDIKAN NASIONAL
Sudah jelas dasar diadakan pendidikan nasional tidak lain sumbernya adalah
Pancasila dan UUD 1945. Kedua hal tersebut merupakan landasan bagi kita untuk hidup
bersama dalam suatu wadah negara dan bangsa bernama Indonesia, sekaligus sebagai dasar
utama kita dalam melakukan dan menyukseskan pendidikan nasional.7 Dalam UU RI No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana pada bab II disebutkan tentang
fungsi8 dan tujuan pendidikan nasional.
9 Dari dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional
tersebut, salah satu sektor yang perlu mendapatkan prioritas dari pemerintah dalam
rangka mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pembangunan adalah bidang
pendidikan. Pemerintah selalu memperhatikan masukan dari pemangku kepentingan
pendidikan nasional mulai dari daerah hingga pusat dalam merumuskan suatu Kebijakan
Pendidikan Nasional. Kebijakan tersebut disusun dalam sebuah Rencana Strategis
Depdiknas 2005-2009 bertemakan Peningkatan Kapasitas dan Modenisasi; 2010-2015
bertemakan Penguatan Pelayanan; 2015-2020 bertemakan Daya Saing Regional; dan 2015-
2025 bertemakan Daya Saing Internasional. Untuk mencapai hal tersebut, Depdiknas
menetapkan tiga kebijakan nasional yang menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan mulai
dari pusat sampai di daerah, yakni: (1) Kebijakan dalam Pemerataan dan Perluasaan Akses
Pendidikan, (2) Kebijakan dalam Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing, (3)
Kebijakan dalam Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik. Ketiga
kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan jangka menengah dengan
menetapkan kebijakan strategis serta program-program yang didasarkan pada urutan
prioritas. Dalam konteks ini ada dua hal yang perlu dipertimbangkan oleh pengambil
kebijakan, yakni sistem nilai yang berlaku dan faktor-faktor situasionalnya. Sistem nilai
mengarah pada perumusan kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dan
akan terjadi, sedangkan faktor situasional mengarah pada kebijakan pendidikan sesuai
7Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: AR-RUZZ Media, 2011), hlm. 39.
8Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Tim Redaksi, Standar Nasional Pendidikan
(SNP) PP No. 19 Tahun 2005 dilengkapi dengan UU No. 20 Tahun 2003 dan Permendiknas No. 11 Tahun 2005
tentang Buku Teks Pelajaran (Bandung: Fokus Media, 2005), hlm.98 9Yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Undang-Undang., hlm.6.
4 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
dengan situasi dan kondisi masyarakat penggunanya. Oleh karena itu, kedua hal tersebut
menjadi dasar pengambilan keputusan pendidikan dan implementasinya.10
A. POTRET BURAM PENDIDIKAN NASIONAL
Sistem pendidikan yang ideal adalah suatu sistem yang mampu menyerap semua anak
didik dalam suatu kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan latar
belakang sosial, ekonomi, dan budaya, tanpa terjadi diskriminasi dalam penyelenggaraan
sistem pendidikan tersebut.11
Namun ironi dan banyak yang menilai jika pendidikan
nasional yang dicita-citakan masih jauh dari kenyataan, Menurut Ngainun Nain, potret
pendidikan Indonesia masih sarat dengan wajah-wajah buram, bopeng, dan karena itu
menimbulkan berbagai kekecewaan. Ada jurang yang lebar antara tujuan ideal dengan
realitas di lapangan. Hal ini disebabkan karena potret pendidikan Indonesia, selain sebagai
kontribusi positif yang telah dimainkan, juga sarat dengan persoalan yang kian hari kian
kompleks dan sulit diurai. Potret buram pendidikan nasional tersebut, yang pertama,
Sistem pendidikan nasional bersifat parsial, tidak utuh dan tidak sistematis. Implikasi dari
system yang semacam ini adalah dihasilkannya out put yang memiliki karakteristik yang
terpecah.12
Kedua, Kurikulum yang kurang mencerdaskan, kelemahan lain dari sistem
pendidikan nasional dapat kita cermati dari kontruksi kurikulum yang ditawarkan.
Karakteristik kurikulum yang dikembangkan nampaknya kurang progresif. Rumusannya
masih berkisar menjawab berbagai persoalan dalam jangka waktu 5 atau 10 tahun kedepan.
Di Negara-negara maju kurikulum bersifat progresif karena bersifat antisipatif terhadap
tantangan kehidupan dalam jangka panjang.13
Pendidikan nasional dapat dikatakan terkesan
tidak fokus karena ganti menteri pendidikan maka ganti pula kurikulum dan system
pendidikannya. Ketiga, Akses negatif media, Ngainun Naim mengutip H.A.R Tilaar bahwa
salah satu persoalan yang kini harus dihadapi oleh system pendidikan nasional adalah
menurunnya akhlak dan moral siswa (dan mahasiswa) dari media yang negatif.14
Keempat,
10
Suharmin Arfad, Politisasi Pendidikan: Sebuah Telaah Kritis Terhadap Konsep Sekolah Gratis, dalam
website, http://suharmin-arfad.blogspot.com, diakses, 6 November 2012. 11
Lihat Politisasi Pendidikan Indonesia, dalam website http://id.shvoong.com/society-and-news/environment
/2222548, diaksaes, 6 November 2012. 12
Ngainun Naim, Rekonstruksi Pendidikan Nasional Membangun Paradigma yang Mencerahkan,
(Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 25-26. 13
Ngainun Naim, Rekonstruksi., Ibid, hlm. 34. 14
Lebih lanjut dijelaskan, Parameter untuk melihat persoalan ini tidaklah sulit, lihat saja betapa banyak para
siswa yang sekarang ini terlibat dalam tawuran pelajar, penyalahgunaan obat-obat terlarang, pergaulan seks bebas,
serta tindakan kriminal lain yang cukup berat seperti pencurian dan pembunuhan. Ngainun Naim, Rekonstruksi.,
Ibid, hlm. 38.
5 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Buruknya infrastruktur sekolah, potret buram pendidikan Indonesia dalam aspek ini dapat
disimak dalam novel inspiratif “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata sebagai potret
kondisi sekolahnya yang buruk.
“Tak usah melukiskan sekolah kami, karena sekolah kami adalah salah satu dari
ratusan sekolah miskin di seantero negeri ini yang jika disenggol sedikit saja oleh
kambing yang seneweng ingin kawin, bisa rubuh berantakan”.15
Kelima, Kenakalan Pelajar, selain persoalan pornografi, menurunnya akhlak dan
moralitas siswa ditandai dengan semakin meningkatnya perilaku dengan sesama mereka.
Keenam, nalar egoisme16
, pemaksaan terhadap pilihan orang tua yang bukan minat dan
bakat siswa. Ketujuh, Masyarakat mabuk gelar.17
B. KEMAUAN DAN KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MEMBIAYAI
PENDIDIKAN.
Muhammad Abduhzen mengutip Prof. Dr. Boediono, wakil Presiden RI dan yang
(konon) juga pemimpin komite pendidikan, pada tulisannya, dalam Edukasi Kompas edisi
29 Agustus 2012 menyoal subtansi pendidikan yang hingga kini belum jelas konsepsinya.
Namun, tulisan itu−biarpun mengakui pendidikan sebagai kunci pembangunan−secara
keseluruhan mengesankan bahwa pembangunan ekonomi dan politik lebih utama. Usulan
mengenai pendidikan umum dan pendidikan khusus guna membekali murid soft skill dan
hard skill terasa simplistic. Kurang mendasar dibandingkan ide Boediono ketika jadi
Menteri Keuangan. Saat itu ia menekankan ”revolusi pendidikan” dalam strategi
pembangunan baru, dalam (Kompas, 23 Oktober 2003).18
Pada pengalokasian anggaran pendidikan di Indonesia, Syaukani mengemukakan
sebagaimana dikutip Moh. Muslim, bahwa dalam sejarah bangsa Indonesia tahun 1966,
pernah ditetapkan melalui Tap MPRS No.VI/MPRS/1966 untuk mengalokasikan dana
sektor pendidikan 25 persen, karena berbagai hal anggaran tersebut belum pernah terpenuhi
hingga sekarang.19
Namun kemampuan dan usaha pemerintah yang bertahap barulah
kemudian direalisasikan pada tahun 2009. Dalam amandemen Undang-Undang Dasar
15
Andrea Hirata, Laskar Pelangi, (Yogyakarta; Bentang Budaya,2008), hlm. 17. 16
Ngainun Naim, Rekonstruksi., hlm. 80. 17
Ngainun Naim, Rekonstruksi.,Ibid, hlm. 89. 18
Mohammad Abduhzen, dalam website, http://suryowati.guru-indonesia.net/artikel_detail-30199.html,
Diakses, 5 November 2012. 19
Moh. Muslim, Politik Pendidikan Islam Era Reformasi (1998-2003), (Yogyakarta: Tesis UIN Sunan
Kalijaga, 2005), hlm.100-101.
6 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 Ayat 420
dan Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1), cukup menegaskan21
20% anggaran untuk
pendidikan.
Dana pendidikan yang dimaksud yang harus dialokasikan sekurang-kurangnnya 20%
itu adalah dana diluar gaji pendidik, dan biaya pendidikan kedinasan. Dengan memisahkan
gaji pendidik dan biaya kedinasan maka Undang-Undang Sisdiknas sebenarnya hanya
memberi porsi biaya yang cukup layak untuk sektor pendidikan. Namun, penegasan pasal
49 ayat (1) itu dikaburkan dengan penjelasannya sendiri yang menyatakan bahwa
pemenuhan dana pendidikan itu dapat dilakukan secara bertahap. Dengan demikian,
penjelasan pasal 49 ayat (10) ini bukan memperjelas, melainkan justru membuat kabur dan
bahkan cenderung mereduksi amanat konstitusi. Logikanya, jika negara benar-benar harus
memprioritaskan alokasi dana untuk pendidikan, maka tentu saja pemenuhannya tidak
boleh dilakukan dengan cara bertahap. Apalagi konstitusi menegaskan bahwa alokasi dana
sebesar dua puluh persen itu adalah porsi minimal, atau dapat pula dipahami sebagai batas
toleransi yang diberikan oleh konstitusi.22
Disisi lain pada UU No. 33 Tahun 2004, ada
sedikit menyinggung dana fungsi pendidikan, pada pasal 20 tersebut bahwa ada
penambahan alokasi pendidikan pada dana bagi hasil dari pertambangan minyak bumi dan
gas bumi23
untuk (anggaran pendidikan dasar). Belum lagi sumber anggaran lainnya yang
dikelolah oleh pemerintah−daerah.
Berangkat dari hal tersebut maka dapat dipahami bahwa anggaran pembangunan
untuk sektor pendidikan tidaklah sedikit, selain dialokasikan dari APBN dan APBD juga
dialokasikan dari hasil pertambangan, namun ironis pula karena hal itu berimplikasi pada
siapa yang berwenang mengawasi dan bertanggung jawab pada Dana Bagi Hasil tersebut
kedalam pengelolaan fungsi pendidikan. Kendati hal ini wewenang daerah menyikapi
anggaran tersebut namun tidak menutup kemungkinan pengelolaannya tidak riil.
20
Negara mempriotitaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnnya 20% persen dari anggaran pendapatan
dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran
pendidikan nasional. Undang-Undang Negera Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen IV Tahun 2002. 21
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan sektor pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD). Undang-Undang.,hlm.23. 22
Reni Marlinawati, Rumitnya Pengelolaan Anggaran Fungsi Pendidikan, dalam website, http://www.
renimarlinawati.com/index.php/artikel/pedidikan/287, diakses, 5 November 2012,sil 23
Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f angka 2 sebesar 0,5 %
(setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. Undang-undang RI No 32 &.33
Tahun 2004,Tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah,(Yogyakarta: UII Press, 2004) hlm. 196.
7 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Bunyi perundang-undangan tersebut di atas menggarisbawahi perlunya komitmen
pemerintah terhadap pendidikan di tanah air. Banyak pernyataan pemerintah yang terang-
terangan berlawanan dengan amanat UUD maupun Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional, sementara itu pemerintah jalan terus tanpa menghiraukan keberatan-keberatan
dari sejumlah wakil masyarakat (Komisi X DPR), tanggapan-tanggapan dari para
pemerhati dan pelaksana pendidikan. Kurangnya komitmen pemerintah pusat dan daerah
untuk menjadikan pendidikan sebagai titik tolak reformasi masyarakat dan bangsa
Indonesia menuju masyarakat yang cerdas dan demokratis.24
Kebijakan politik republik
yang menetapkan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD sebetulnya
memiliki orientasi yang sangat jelas, yaitu kemandirian dan dan penyediaan SDM, namun
kebijakan politik itu tidak serta merta berwujud realitas karena beberapa alasan25
yang
sangat kompleks.
Masalah anggaran pendidikan di Indonesia memang sangat kompleks. Di dalam
sejarahnya, semenjak republik ini dipimpin oleh Presiden Soekarno, kemudian berturut-
turut digantikan Presiden Soeharto, Habibie, Gusdur, Megawati, dan Susilo Bambang
Yudhoyono, belum pernah pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan yang
memadai26
. Untuk mengukur keseriusan pemerintah dalam meningkatkan Sumber Daya
Manusia pada sektor pendidikan yang berkelanjutan, hal ini dapat dilihat dari segi anggaran
pendidikan yang ditargetkan 20% dari APBN sesuai amanah Undang-Undang, bandingkan
dengan Malaysia misalnya, yang sejak merdeka menyediakan anggaran pendidikan yang
tak pernah kurang dari 20 persen APBN-nya. Pemerintah hanya mampu melakukannya
sesuai dengan prinsip bertahap. Hal tersebut disisi lain bidang pembangunan menuntut
anggaran pada sektor ekonomi, kesehatan, infrastruktur dan lain-lain.
Sebagai perbandingan anggaran pendidikan di Indonesia dengan negara lain menurut
Muhammad Rifai mengutip Ki Suprioko dari hasil penelitiannya 174 negara anggota PBB
adanya pengaruh poisitif anggaran pendidikan terhadap kinerja pendidikan, semakin tinggi
anggaran pendidikan yang disediakan pemerintah, semakin baik kinerja pendidikan di
negara bersangkutan. Sebaliknya, semakin rendah anggaran pendidikan yang disediakan
24
H.A.R, Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006),
hlm.2-3 25
Seperti: pertama, sebagian besar komponen dana dalam struktur APBN 2003 tidak dapat dialokasikan
(unallocated), yaitu 34% untuk pembayaran utang dan 25% untuk dana perimbangan. Kedua, “komitmen
setengah hati” dari wakil-wakil rakyat sendiri secara politis dalam merumuskan kebijakan. Yoyon Bahtiar Irianto,
Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Konsep, Teori, dan Model, (Jakarta: PT. Rajawali Press, 2012), hlm.46-47. 26
Muhammad Rifai, Politik, hlm. 101.
8 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
pemerintah, semakin buruk kinerja pendidikan di negara yang bersangkutan. Jika diukur
dari GNP (Gross National Product), anggaran pendidikan tergolong sangat rendah.
Indonesia hanya mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan pendidikan sebesar 1,4
persen dari GNP.27
Dalam sistem pembiayaan pendidikan, Indonesia termasuk negara paling tidak
kompromis dengan anggaran pendidikannya. Artinya, anggaran yang disediakan untuk
pembiayaan pendidikan di Indonesia tidak pernah mencapai jumlah yang memadai.
Jangankan dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Norwegia, Kanada, AS, dan
New Zealand yang mengalokasikan anggaran pendidikan relatif sangat tinggi dari GNP-
nya, sedangkan dibandingkan dengan negara-negara disekitarnya saja, anggaran
pendidikan di Indonesia tidak pernah mencapai angka lebih tinggi. Malaysia sudah
mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 5,2 persen dari GNP-nya, Singapura 3,0
persen, Thailand 4,1 persen, dan Australia, bahkan sudah 5,6 persen. Angka 1,4 persen
anggaran pendidikan Indonesia tersebut di atas juga relatif terlalu rendah karena angka
rata-rata pada negara-negara berkembang 3,8 persen, dan negara-negara maju mencapai 5,1
persen. Jadi, alokasi anggaran pendidikan di Indonesia angkanya tidak saja lebih rendah
dari rata-rata di negara-negara maju dan negara-negara berkembang, tapi ternyata juga
lebih rendah dari rata-rata angka di negara-negara belum maju atau terbelakang seperti
anggaran pendidikan di Bangladess (2,9), Nepal (3,1), Ethiopia (4,0), Togo (4,7), Cote
d’lvoire (5,0), Malawi (5,5) dan negara-negara terbelakang lainnya yang ada dibenua
Afrika.28
Kecil anggaran pendidikan tersebut di atas membawa dua resiko yang untuk
memilihnya, cukup berat. Seperti seseorang yang sedang sakit disodori obat yang pahit.
Kalau ingin sembuh, obat pahit mesti diminum. Tapi kalau tidak mau pahit, orang tersebut
harus menerima untuk sakit terus, paling tidak ia akan terlambat sembuh.29
Anggaran pendidikan nasional atau pembiayaan pendidikan nasional sebenarnya
juga memberikan bantuan kepada kementerian lain, yaitu Kemenag. Misalkan di Kemenag,
walaupun populasi siswanya hanya 10%-15 dari keseluruhan siswa peserta pendidikan
secara nasional. Mereka tetap mendapatkan anggaran cukup signifikan. Besarannya sekitar
27
Muhammad Rifai, Politik, Ibid, 28
Muhammad Rifai, Politik, Ibid, hlm. 102-103. 29
Artinya, Kalau ingin pendidikan dinikmatinya bermutu baik, mesti ikut berpartisipasi membantu membiayai
pendidikan di tempat putra-putrinya bersekolah atau kuliah. Kalau tidak mau membantu, mesti menerima−dan
jangan mengeluhkan−pendidikan yang kurang bermutu baik. Suyanto dan M.S Abbas, Wajah dan Dinamika
Pendidikan Anak Bangsa, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), hlm.191-192.
9 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
40% dari anggaran pendidikan Kemendiknas.30
Besarnya anggaran pendidikan di Indonesia
yang pernah mengalami hal yang sangat memprihatinkan dapat dilihat sebagian kecil data
pengalokasian anggaran sebagai berikut:
1. Sebagaimana yang pernah dikaji Ace Suryadi yang dikutip oleh Prof. Dr. Agus Irianto
dalam Kompas 24 Juni 2002, bahwa pada tahun 1995/1996 mencapai 13,8 % dari
APBN. Mengalami penurunan pada tahun 2000 menjadi 5,6 % dan turun kembali pada
tahun 2001 menjadi 3,8 %31
atau sebesar Rp.295,113 triliun. Hal ini berarti anggaran
pendidikan pada pada masa pemerintahan orde baru lebih tinggi bila berbanding
dengan kabinet reformasi.
2. Pada tahun 2002 pemerintah menganggarkan 5,8 persen dari APBN. Anggaran
pendidikan pada tahun 2002 mencapai 24,7 % (11,552 triliun) yang diambil dari dana
sektor pembangunan (Rp. 47 triliun) atau 5,8 % dari total APBN, ternyata setelah
dilakukan perhitungan secara cermat tidak ada perubahan atau (kemajuan) bila
dibandingkan dengan anggaran sektor pendidikan pada tahun sebelumnya yaitu tahun
2000 Rp.11,3 triliun dan pada tahun 2001 11,5 triliun.32
Pada tahun 2003 sebanyak 19
triliun atau sekitar 5,4 persen dari total APBN.33
3. Pada tahun 2004 alokasi anggaran hanya 6,6% dan terealisasinya masih sekitar 5,5%34
Pada tahun 2005 berjumlah Rp. 33,8 triliun, atau 20% namun dalam realisasi pada
APBN 2005 hanya mengalokasikan anggaran 24,6 triliun atau 6 % total anggaran.35
4. Untuk tahun 2006 anggaran pendidikan kita baru Rp 41,3 triliun atau sekitar 9,1% dari
APBN, bahkan peningkatan anggaran pendidikan yang diajukan oleh pemerintah untuk
RAPBN 2007 sangat tidak signifikan sekali yakni hanya menjadi Rp.51,3 triliun atau
sekitar 10,3 % dari RAPBN.36
30
Muhammad Rifai, Politik, Ibid, hlm. 90. 31
Agus Irianto, Pendidikan Sebagai Investasi dalam Pembangunan Suatu Bangsa, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2011), hlm.84. 32
Moh. Muslim, Politik., hlm.101. 33
Perpustakaan Bappenas, Target Anggaran Pendidikan 20 Persen APBN Bisa Tercapai, dalam website,
http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F10687/.htm, diakses, 2 Desember 2012. 34
Achedy Penamedia, Anggaran Pendidikan dan Mahalnya Biaya Pendidikann Tinggi, dalam website,
http://achedy.penamedia.com/2010/05/14/20, diakses, 27 November 2012. 35
Mandala Harefa, Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan, Antara Keinginan dan Keterbatasan,
dalam website, www.dpr.go.id, Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan (Masalah Konstitusi dan
Pengelolaan Anggaran Pendidikan 20 persen Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia, Bab 2,
2009_6.pdf-Adobe Raider,), diakses, 2 Desember 2012. 36
Artikel Pendidikan Indonesia, dalam website, http://www.artikelbagus.com/2012/03/.html, diakses, 6
November 2012.
10 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
5. Pada tahun 2008 ditetapkan dengan menganggarkan 11,8% untuk sektor pendidikan
atau sekitar 48,3 triliun dengan total 285,5 triliun APBN. dan pada tahun 2009
mengalami peningkatan hal ini menjadi salah satu catatan penting dalam APBN 2009
adalah terpenuhinya amanat UUD yang menetapkan porsi anggaran pendidikan sebesar
20% dari APBN. Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp.207,4 triliun untuk
anggaran pendidikan dari total APBN 2009 sejumlah 1.037,1 triliun. Dana pendidikan
yang mencapai 20% sebesar 207,4 triliun tersebar pada Departemen Pendidikan
Nasional sebesar Rp.61,5 triliun, Departemen Agama sebesar Rp.23,3 triliun,
Kementerian Negara/Lembaga lainnya sebesar Rp.3 triliun, bagian anggaran 69 sebesar
Rp.1,7 triliun dan melalui transfer ke daerah sebesar 117,9 triliun37
Namun anggaran
pendidikan 20% yang ditetapkan pemerintah dalam RAPBN 2009, tidak menjamin
bahwa seluruh warga negara usia pendidikan dasar bisa mengikuti pendidikan atas
biaya pemerintah sebagaimana amanat konstitusi.38
Pada hal keharusan menetapkan
alokasi anggaran sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD adalah amanah UUD
1945 pada beberapa poin yang menyatakan kewajiban pemerintah membiayai
pendidikan. Selain itu UU Sisdiknas menegaskan pentingnya pendidikan yang bermutu.
Sebenarnya kita patut mencurigai bahwa sejak awal, sebagaimana dirumuskan dalam
RPJM 2005-2009, Presiden SBY menggunakan kebijakan fiskal hanya untuk
mendongkrak popularitas semata. Presiden SBY melupakan sama sekali arti
penting mencerdaskan kehidupan bangsa yang diamanatkan Undang-Undang Dasar
1945.39
Bentuk detail dapat digambarkan realisasi anggaran Depdiknas, Menurut Data
Pokok APBN-P 2008 dan APBN 2009, pada tahun 2005 alokasi anggaran Depdiknas
ini mencapai Rp 23.117,4 miliar atau 19,23% dari total APBN. Selanjutnya terus
mengalami kenaikan, pada tahun 2006 mencapai Rp 37.095,1 miliar atau 22,44% dari
total APBN, Rp 40.476,8 miliar atau 18,95% dari total APBN pada tahun 2007, dan
pada tahun 2008 mencapai Rp 45.296,7 miliar atau 16,67% dari total APBN. Pada
37
Mulyono, Konsep., hlm. 64. 38
Kenaikan anggaran tersebut hanya digunakan antara lain untuk melakukan rehabilitasi gedung sekolah dan
membangun puluhan ribu kelas dan ribuan sekolah baru. Kemudian memberikan hibah dalam bentuk bantuan
operasional langsung ke sekolah yang dikenal dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan memberikan
bantuan langsung tunai kepada keluarga miskin melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Kemudian
untuk menyediakan beasiswa untuk lebih dari satu juta siswa SD/MI, lebih dari 600 ribu siswa SMP/MTs, 900
ribu siswa SMA/SMK/MA, dan lebih dari 200 ribu mahasiswa PT/PTA yang sebagian besar siswa dan mahasiswa
tersebut, berasal dari keluarga tidak mampu. Termasuk untuk membiayai perbaikan kesejahteraan dan kualitas
kompetensi guru, Kusfiardi, Politisasi Anggaran Pendidikan, dalam website, http//.kusfiardi.wordpress.com
/2009/11/18. diakses, 6 November 2012. 39
Kusfiardi, Politisasi., Ibid,
11 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
tahun 2009, alokasi anggaran Depdiknas dalam belanja pemerintah pusat mencapai Rp
62.098,3 miliar atau 19,76% dari total APBN.40
Realisasi anggaran Depdiknas dan
kementerian lainnya dapat dilihat grafik dibawah ini41
:
6. Pada tahun 2010 anggaran pendidikan hanya mencapai 195,6 triliun, Muh. Nuh sebagai
Menteri Pendidikan Nasional mengakui bahwasanya rencana anggaran pendidikan
2010 itu mengalami penyusutan dibandingkan tahun 2009 yang sebanyak Rp.207,4
triliun. Artinya penguasa tidak bekerja secara signifikan dan efisien untuk tiap tahunnya
meningkatkan biaya untuk kemajuan pendidikan nasional. Terlepas dari persoalan
ekonomi dan politik yang mungkin menyebabkan terjadinya penurunan anggaran
tersebut, kiranya penyusutan angka Rp.207,4 triliun terlalu berlebihan untuk dijadikan
alasan.42
7. Pada tahun 2011 dunia pendidikan kembali mengalami peningkatan anggaran.
Anggaran fungsi pendidikan tahun 2011 mencapai Rp. 225,2 triliun atau 20 persen dari
APBN.43
Sedangkan total anggaran pendidikan dalam APBN 2012 adalah Rp 289,957
triliun atau sekitar 20,2% terhadap total belanja negara yang mencapai Rp 1.435,406
triliun. Anggaran pendidikan dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat pada
kementerian/lembaga Rp 102,518 triliun dan melalui transfer ke daerah sebesar Rp
186,439 triliun. Melalui belanja pemerintah pusat, anggaran pendidikan dialokasikan
pada 20 kementerian/lembaga yaitu Kemendikbud Rp 64,350 triliun, Kemenag Rp 32,0
triliun, Kemenkeu Rp 88,385 miliar, Kementan Rp 43,600 miliar, Kemenprin Rp
292,400 miliar, Kemen ESDM Rp 66,819 miliar, Kemenhub Rp 1,795 triliun,
40
Ibnu Purna, Hamidi, Elis, Anggaran Pendidikan Dalam APBN, dalam website, http://www.setneg.go.id/
index.php?option=com_content&task=view&id=3723&Itemid=29, diakses, 27 November 2012. 41
Anggaran., Ibid 42
Muhammad Rifai, Politik, hlm. 88-89. 43
Alokasi Anggaran Pendidikan 2012, dalam website, http://www.kopertis12.or.id/2011/08/17/html, diakses,
5 November 2012.
12 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Kemenkes Rp 1,350 triliun, Kemenhut Rp 41,229 miliar, Kemen KP Rp 230,500
miliar, Kemenparekraf Rp 215,970 miliar, BPN Rp 22,790 miliar, BMKG Rp 18,800
miliar, Badan Tenaga Nuklir Nasional Rp 17,948 miliar, Kemenpora Rp 933,500
miliar, Kemenhan Rp 114,193 miliar, Kemenakertrans Rp 412,0 miliar, Perpustakaan
Nasional Rp 264,492 miliar, Kemenkop dan UKM Rp 215,0 miliar, dan
Kemenkominfo Rp 36,837 miliar.44
Hal senadah pun dikemukakan oleh ketua DPR
Marzuki Ali, Pada Diskusi Tokoh Nasional, dengan tema “Masa Depan Pendidikan
Tinggi Di Indonesia, di Universitas Indonesia, Depok, Senin (7/5/2012) lalu. bahwa
alokasi anggaran APBN 20 % untuk pendidikan tahun 2012 tidak hanya diberikan
kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian
Agama (Kemenag) saja. Bukan hanya itu, universitas di Jawa mendapatkan alokasi
pendanaan lebih besar dibanding dengan alokasi pada daerah-daerah lain. “Negeri ini
memang sungguh memprihatinkan. Ini artinya adanya distribusi dana terjadi
ketidakadilan.45
Adanya permasalahan yang timbul sehingga mengakibatkan kerancuan dan ragam
politisasi anggaran pendidikan tersebut di atas secara umum hal ini dapat dikemukakan
penyebab bahwa nampak jelas perbedaan dalam sistem pengelolaan anggaran, khusus
anggaran pendidikan yang dikelolah oleh pusat dapat dilihat antara lain, perencanaan
nominal anggaran terkadang mengalami perbedaan dengan jumlah nominal alokasi
anggaran yang ditetapkan, demikian pula lain jumlah yang terealisasi dilapangan dan
bahkan terindikasi berbeda hasil laporan.
Dari tahap perkembangan anggaran pendidikan beberapa tahun terakhir ini menjadi
sebuah bukti keseriusan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran pendidikan sesuai
tuntutan Undang-Undang, tentunya sebagai warga negara kita akan merasa puas dengan
usaha pemerintah tersebut. kendati demikian, anggaran pendidikan sekarang ini ternyata
belum cukup untuk mensejahterakan dunia pendidikan karena adanya pihak-pihak tertentu
yang tega memangkas anggaran pendidikan. Peningkatan anggaran pendidikan, menjadi
sebuah polemik dengan besarnya kecenderungan untuk melakukan korupsi besar-besaran,
melihat anggaran pendidikan menjadikan sebuah ladang yang sarat korupsi apabila
penggunaan dana yang sedemikian besar tersebut tidak diawasi dengan baik. Hal tersebut
44Bali Post, Arah Kebijakan APBN 2012 (5) Alokasi Anggaran dan Aksesibilitas Pendidikan, dalam website,
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=58906, diakses, 24 November 2012. 45
Shodiq Ramadhan, Ternyata 19 Kementerian Ikut Nikmati Anggaran Pendidikan dalam website,
http://www.suara-islam.com/mobile/index. diakses, 12 Oktober 2012.
13 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
dapat menjadi potret bahwa pemerintah dalam memperhatikan aspek pendidikan masih
belum maksimal.
C. POTRET POLITISASI ANGGARAN PENDIDIKAN
Gambaran umum pendidikan nasional kita, Abd. Rachman Assegaf, mengutip
Mastuhu menilai bahwa pengelolaan pendidikan kita masih berorientasi pada kepentingan
pemerintah bukan peserta didik, pasar, dan masyarakat. Pelaksanaan pendidikannya pun
masih dilakukan dengan “mental proyek” bukan panggilan hati.46
Disisi lain keperluan untuk penganggaran pendidikan menuntut kemajuan seiring
dengan perkembangan pendidikan guna yang menjawab tantangan global. Pendidikan yang
baik adalah mahal, tenaga yang baik untuk dapat bekerja penuh harus dibayar cukup untuk
hidupnya, gedung dan peralatan diperlukan untuk melaksanakan pendidikan sekolah yang
baik.47
Pepatah barat kaum kapitalis menyebutkan “tidak ada sarapan pagi yang gratis”.
Kecilnya anggaran pendidikan di Indonesia, Menurut Darmaningtiyas, keluhan
tentang kecilnya anggaran itu seakan meniadakan unsur-unsur lain yang cukup signifikan
memberikan kontribusi besar terhadap buruknya system pendidikan nasional; lemahnya
kemampuan manajerial dalam bidang keuangan, sehingga menimbulkan inefesiensi cukup
besar; mentalitas korup di lembaga yang mengurusi pendidikan; makin kerdilnya jiwa
pengelolah pendidikan; kecenderungan kapitalisasi pendidikan; serta hegemoni partai
politik atau penguasa yang mencapai tingkat paling paling bawah.48
Kendati anggaran
pendidikan bukan satu-satunya faktor masalah dalam pendidikan, akan tetapi dalam
wacana publik anggaran pendidikan inilah yang terkadang mendominasi topik pendidikan
nasional saat sekarang ini disisi lain kecilnya anggaran pendidikan ini.
Darmaningtiyas menduga hal tersebut sengaja digulirkan oleh para birokrat yang
orientasi berpikirnya project oriented.49
Wacana itu kemudian diyakini sebagai kebenaran
faktual oleh para pengamat dan pakar pendidikan tanpa sikap kritis. Hampir semua orang
46
Abd. Rachman Assegaf, Ada Apa Dengan Pendidikan Nasional Kita?,: Resensi Karya Mastuhu,
Kependidikan Islam (Jurnal Pemikiran, Riset dan Pengembangan Pendidikan Islam), Jurusan Kependidikan
Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Vol.1, No. 1, Februari-Juli 2003, hlm.96. 47
Ruth Daroesman, dalam pengantar. Pembiayaan Pendidikan di Indonesia, Sebuah Studi Tentang Sumber
dan Penggunaan Pembiayaan, (ttp, PT. Badan Penerbit Indonesia Raya, 1975), hlm.3 48
Darmaningtiyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, (Yogyakarta: LKIS Group, 2011), hlm. 3. 49
Lebih lanjut dijelaskan bahwa, bagi mereka kecilnya anggaran pendidikan berarti berimplikasi pada
sedikinya proyek dan kecilnya uang yang dapat dikorup. Agar proyek tetap besar dan uang yang dikorup besar,
maka isu mengenai kecilnya anggaran pendidikan harus digulirkan terus-menerus. Darmaningtiyas, Pendidikan.,
Ibid, hlm. 4.
14 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
setiap kali berbicara soal pendidikan, larinya pada kecilnya anggaran sebagai biang keladi
bobroknya sistem pendidikan nasional.50
Sehingga factor yang terselubung dari anggaran
pendidikan tersebut, salah satu faktor yang dianggap dominan adalah faktor korupsi terkait
kebocoran anggaran.
Berdasarkan hasil penelitian Indonesian Corruption Watch (ICW) medio 2004-2011,
ada korelasi antara peningkatan anggaran pendidikan nasional dengan potensi korupsi.
Peningkatan anggaran pendidikan selalu diikuti dengan semakin besarnya potensi
terjadinya korupsi dan penyalahgunaan untuk kepentingan politik. Pandangan ini
dipaparkan ICW menyusul hasil pemantauan praktik korupsi di dunia pendidikan selama
hampir sepuluh tahun. Selama masa pemantauan itu, ICW menggunakan data dari 2009-
2011, hal-hal yang menjadi pantauan khusus adalah peningkatan anggaran pendidikan tiap
tahun, dan pencapaian indikator pendidikan yang tidak sebanding dengan anggaran yang
dibelanjakan. Kemudian, masih rendahnya tingkat efisiensi, efektifitas, transparansi,
akuntabilitas, dan partisipasi dalam pengelolaan anggaran pendidikan yang rawan korupsi.
Serta lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum atas kasus korupsi.51
Hal tersebut dapat kita lihat beberapa kasus seperti yang diberitakan ICW (Indonesia
Corruption Watch) tersebut tentang: Sektor Pendidikan Paling Banyak Dikorupsi, (Rabu,
08 Februari 2012), menyatakan bahwa sektor pendidikan merupakan pos anggaran yang
menjadin sasaran empuk para koruptor. Hasil pantauan ICW menyebutkan dari 436 kasus
yang ditangani aparat penegak hukum, sekitar 12 persen atau sebanyak 54 kasus terjadi
pada sektor pendidikan. Sisanya terjadi di sektor keuangan daerah, sosial kemasyarakatan
dan transportasi serta sektor lainnya.52 Berdasarkan catatan ICW tersebut, dari total kasus
korupsi yang terjadi pada 2011, negara mengalami kerugian Rp. 2,1 trilliun. Dalam sektor
pendidikan tersebut ada sekitar 63 tersangka mulai dari Direktorat Jenderal (Dirjen) di
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) hingga kepala sekolah, pelaku paling
banyak adalah kepala dinas pendidikan berjumlah 14 orang, anggota (Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah) DPRD, Bupati, Camat masing-masing 1 orang. Kalau dilihat dari pelaku
50
Darmaningtiyas, Pendidikan., Ibid, 51
Indra Akuntono, Anggaran Pendidikan Naik Potensi Korupsi Besar, dalam website
http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/12/1628220/, diakses, 5 November 2012. 52
Korupsi sektor pendidikan banyak dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah Daerah
hingga pejabat yang berada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu. Mereka dengan leluasa
menyalahgunakan anggaran pendidikan seperti dana bantuan operasional sekolah, dana alokasi khusus dan dana
pendidikan lainnya. Lihat, Sektor Pendidikan Paling Banyak Dikorupsi, dalam website
http://blog.csoft39.com/2012/02/11/sektor-pendidikan-paling-banyak-dikorupsi/, Diakses, 4 November 2012.
15 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
ini berkaitan dengan kewenangan atas kebijakan pendidikan, terutama soal anggaran
pendidikan.53
Hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) setiap tahun terhadap
penggunaan anggaran negara di institusi pemerintah, termasuk Departemen Pendidikan
Nasional, selalu memperlihatkan rendahnya kemampuan pengelolaan anggaran pemerintah,
sehingga terjadi tingkat kebocoran dan inefesiensi yang tinggi.54
Dari hal tersebut di atas
dikatakan bahwa besarnya tingkat kebocoran tersebut menjadi potret yang cukup
mencengangkan terhadap berbagai bentuk politisasi anggaran pendidikan kendati anggaran
pendidikan di Indonesia tergolong rendah.
Jika Indonesia merupakan kategori negara terendah anggaran pendidikannya, namun
bagi Darmaningtiyas tidak ingin berkutat pada rendahnya anggaran pendidikan itu, karena
kenyataan di lapangan banyak membuktikan juga membuktikan bahwa anggaran
pendidikan setiap tahunnya tidak pernah habis, tetapi selalu tersisa mencapai ratusan milyar
rupiah. Kalau memang problemnya adalah kecilnya anggaran, maka logikanya, semua dana
pendidikan yang tersedia dapat terserap. Anggaran yang tinggi itu penting tapi bukan yang
terpenting untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional.55
Dengan kata lain, letak
permasalahannya bukan pada tinggi rendahnya alokasi anggaran untuk pendidikan tapi
sejauh mana dana yang ada itu dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk
pelaksanaan pendidikan.
Kenaikan anggaran pendidikan yang tinggi itu hanya memiliki makna bagi upaya
peningkatan mutu pendidikan nasional, bila seluruh dana tersebut terserap untuk
pengembangan pendidikan secara efektif dan efisien, tidak terlalu banyak dikorup dan
diselewengkan oleh aparat pendidikan.
Kendati anggaran pendidikan dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang
signifikan yang rentang dengan korupsi, maka beban tanggung jawab seluruh kalangan pun
semakin besar, berangkat dari hal tersebut, maka untuk meminimalisir bentuk-bentuk
53
Suharmin Arfad, Politisasi., 54
Dan sebagai contoh menurut Darmaningtiyas, kebocoran dan inefisiensi itu terbesar terjadi pada Direktorat
Pendidikan Dasar dan Menengah, yang secara riil memiliki banyak dan mengurusi pendidikan dasar (SD-SMP),
yang jumlahnya mencapai ratusan ribu unit dan puluhan juta murid. Alokasi anggaran pendidikan terbesar juga
terdapat pada Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Tapi di direktorat ini pula, banyak terjadi korupsi, dan
soal pendirian dan rehabilitasi gedung, penerbitan buku pelajaran, sampai penyaluran beasiswa. Dan orang tidak
begitu peduli terhadap segala bentuk penyelewengan maupun korupsi tersebut. Darmaningtiyas,
Pendidikan.,hlm.5 55
Artinya, anggaran setinggi apa pun tidak tidak menjamin akan mampu memperbaiki system pendidikan
nasional, bila para pengelolanya masih tetap bermental korup, kolusi, dan project oriented, dan kurang memiliki
kemampuan manajerial. Atau bahkan menjadikan pendidikan itu sendiri sebagai tempat untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya, ibarat sekolah sebagai pasar. Darmaningtiyas, Pendidikan.,Ibid, hlm. 4-5.
16 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
penyalahgunaan anggaran pendidikan dan meminimalisir bentuk kecenderungan yang
mengarah pada project oriented para birokrat dan aparat pendidikan, maka pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu membangun sistem anti korupsi.
Sistem anti korupsi tersebut harus terintegrasi dalam sistem perencanaan dan
penganggaran dan juga sistem pengelolaan keuangan dalam pengelolaan anggaran
pendidikan. Sistem anti korupsi dalam perencanaan itu bisa diatasi dengan melibatkan
masyarakat atau membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi
secara aktif dalam perencanaan pendidikan. masyarakat pun diharapkan agar turut berperan
aktif baik melalui paran serta dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah (APBS), maupun dalam hal realisasi atau penggunaannya. Pentingnya pengawasan
atas dana pendidikan agar penerapannya dapat berlangsung dengan baik dan tepat, serta
tidak ada penyelewengan. Setidaknya, ada tiga ukuran ketepatan yang harus dipatuhi bagi
semua pihak terkait dengan dana pendidikan, yaitu; pertama, Ketepatan dari sisi waktu
penyaluran, Kedua, Ketepatan jumlah dana yang disalurkan, Ketiga, Ketepatan dalam sisi
penggunaannya. Ketepatan besaran dana pendidikan dan penggunaannya pun harus
dilakukan dengan cara mengumumkan secara transparan kepada publik sebagai bentuk
pertanggungjawaban pihak sekolah kepada masyarakat melalaui media massa dan
menindak tegas penyelenggara pendidikan yang melakukan korupsi dari tingkat depdiknas,
dinas – dinas pendidikan sampai sekolah.56
Dengan adanya transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan dana pendidikan amat penting dilakukan, sebagai bagian dari bentuk
pertanggungjawaban dan upaya untuk menekan adanya penyelewengan, termasuk di
dalamnya adanya tindak pidana korupsi.
56
. Lihat, Sektor.,
17 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dalam konteks pendidikan nasional terutama dalam Undang Undang No.20 Tahun
2003 Tentang Sisdiknas nampak jelas pentingnya proses pendidikan yang dapat
mewujudkan insan yang memiliki kecerdasan spiritual, akhlak yang sholeh dan
keterampilan bagi seseorang dalam masyarakat.
2. Pendidikan sebagai sebagai sebuah tuntutan dalam perkembangan globalisasi
menawarkan konsep kebijakan pendidikan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang
dan akan terjadi dan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat
3. Sistem pendidikan yang ideal adalah system yang mampu menerima peserta didik dari
berbagai kalangan masyarakat dengan latar belakang social yang berbeda tanpa ada
diskriminasi, namun hal tersebut menjadi ironi ketika yang diharapkan tidak sesuai
realitas. Hal tersebut melahirkan jurang yang lebar dari tujuan ideal dengan realitas
dilapangan. Potret buram itu perlahan menjadi menjadi abstrak ketika pendidikan hanya
dipentingkan pada satu pihak, disisi lain permasalahan yang nampak jelas adalah
infrastruktur dan fasilitas pendidikan yang tidak mendukung, perangkat dan setiap
instrumen pendidikan terkadang tidak menjangkau kemampuan dan kepentingan yang
diharapkan, akses negative media dan kenalakan pelajar yang mewarnai dunia
pendidikan sehingga yang menjadi output pendidikan kini tidak sedikit menjadi
generasi yang tidak berkarakter. Dengan demikian diperlukan segenap komponen
bangsa harus turut melakukan pembenahan sistem pendidikan di Indonesia sehingga
penciptaan kesadaran individu dalam rangka kebebasan berpikir dan bertindak dengan
mengedepankan etika dan norma di masyarakat dapat diwujudkan.
4. Rendahnya anggaran pendidikan yang mengakibatkan ketertinggalan Indonesia dengan
negara lain dalam hal pendidikan. Sesuai amanah Undang-Undang yang mewajibkan
20% dari APBN dan APBD anggaran pendidikan namun dalam implementasinya
tidaklah rapi dan tidak maksimal, pada sisi lain persoalan anggaran diwarnai bentuk-
bentuk politisasi mulai dari pusat hingga daerah. Kendati ditinjau dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan.
5. Timbulnya permasalahan yang mengakibatkan kerancuan dan ragam politisasi
anggaran pendidikan tersebut di atas secara umum dapat dikemukakan penyebab
bahwa nampak jelas perbedaan dalam sistem pengelolaan anggaran, khusus anggaran
pendidikan yang dikelolah oleh pusat dapat dilihat antara lain, perencanaan nominal
anggaran terkadang mengalami perbedaan dengan jumlah nominal alokasi anggaran
yang ditetapkan, demikian pula lain jumlah yang terealisasi dilapangan dan bahkan
terindikasi berbeda hasil laporan.
6. Dalam meminimalisir bentuk penyalahgunaan anggaran pendidikan setidaknya ada tiga
ukuran ketepatan yang harus dipatuhi bagi semua pihak terkait dengan dana
pendidikan, yaitu; pertama, Ketepatan dari sisi waktu penyaluran, Kedua, Ketepatan
jumlah dana yang disalurkan, Ketiga, Ketepatan dalam sisi penggunaannya. Demikian
pula hal utama diperlukan partisipasi masyarakat untuk mengontrol pengalokasian,
penetapan, penyaluran dan penggunaan serta evaluasi yang berkelanjutan tentang
anggaran pendidikan sangat berperan dalam mewujudkan anggaran pendidikan yang
bersih sesuai tujuan bersama untuk pendidikan yang lebih maju.
18 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M.S dan Suyanto, Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa, 2001.
Achedy, Penamedia, , Anggaran Pendidikan dan Mahalnya Biaya Pendidikann Tinggi, dalam
website, http://achedy.penamedia.com/2010/05/14/20.
Abduhzen, Mohammad, dalam website, http://suryowati.guru-indonesia.net/artikel_detail-
30199.html.
Arfad, Suharmin, Politisasi Pendidikan: Sebuah Telaah Kritis Terhadap Konsep Sekolah
Gratis, dalam website, http://suharmin-arfad.blogspot.com.
Assegaf, Rachman, Abd., Ada Apa Dengan Pendidikan Nasional Kita?,: Resensi Karya
Mastuhu, Kependidikan Islam (Jurnal Pemikiran, Riset dan Pengembangan Pendidikan
Islam), Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta: Vol.1, No. 1, Februari-Juli 2003.
Akuntono, Indra, Anggaran Pendidikan Naik Potensi Korupsi Besar, dalam website
http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/12/1628220/,
Alokasi Anggaran Pendidikan 2012, dalam website, http://www.kopertis12.or.id/2011
/08/17/html.
Artikel Pendidikan Indonesia, dalam website, http://www.artikelbagus.com/2012/03/.html.
Bali Post, Arah Kebijakan APBN 2012 (5) Alokasi Anggaran dan Aksesibilitas Pendidikan,
dalam website, http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module= detailberita&kid=
10&id=58906,
Darmaningtiyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, Yogyakarta: LKIS Group, 2011.
Daroesman, Ruth, dalam pengantar. Pembiayaan Pendidikan di Indonesia, Sebuah Studi
Tentang Sumber dan Penggunaan Pembiayaan, ttp, PT. Badan Penerbit Indonesia
Raya, 1975.
Elis, Hamidi, Ibnu Purna, Anggaran Pendidikan Dalam APBN, dalam website,
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3723&Itemid
=29,
Harefa, Mandala, Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan, Antara Keinginan dan
Keterbatasan, dalam website, www.dpr.go.id, Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran
Pendidikan (Masalah Konstitusi dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan 20 persen
Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia, Bab 2, 2009_6.pdf-Adobe
Raider,).
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Hirata, Andrea, Laskar Pelangi, Yogyakarta; Bentang Budaya, 2008.
Irianto, Agus, Pendidikan Sebagai Investasi dalam Pembangunan Suatu Bangsa, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011.
19 Politik Anggaran Pendidikan Dalam Bingkai Politik Pendidikan Nasional
1220410135 Oemar (achmad darwiz) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (Program Studi Pendidikan Islam) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012
Irianto, Bahtiar, Yoyon, Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Konsep, Teori, dan Model,
Jakarta: PT. Rajawali Press, 2012.
Kusfiardi, Politisasi Anggaran Pendidikan, dalam website, http//.kusfiardi.wordpress.com/
2009/11/18.
Marlinawati, Reni, Rumitnya Pengelolaan Anggaran Fungsi Pendidikan, dalam website,
http://www.renimarlinawati.com/index.php/artikel/pedidikan/287.
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21, Yogyakarta: Safiria
Insani Press, 2003.
Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2010.
Muslim, Moh., Politik Pendidikan Islam Era Reformasi (1998-2003), Yogyakarta: Tesis UIN
Sunan Kalijaga, 2005.
Naim, Ngainun, Rekonstruksi Pendidikan Nasional Membangun Paradigma yang
Mencerahkan, Yogyakarta: Teras, 2010.
Perpustakaan Bappenas, Target Anggaran Pendidikan 20 Persen APBN Bisa Tercapai,
http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F10687/.htm,
Politisasi Pendidikan Indonesia, dalam website http://id.shvoong.com/society-and-
news/environment/2222548.
Ramadhan, Shodiq, , Ternyata 19 Kementerian Ikut Nikmati Anggaran Pendidikan dalam
website, http://www.suara-islam.com/mobile/index.
Rifai, Muhammad, Politik Pendidikan Nasional, Yogyakarta: AR-RUZZ Media, 2011.
Sektor Pendidikan Paling Banyak Dikorupsi, dalam website http://blog.csoft39.
com/2012/02/11/sektor-pendidikan-paling-banyak-dikorupsi/.
Setyawati, Rahmah, Pembiayaan Pendidikan (Jurnal Pendidikan Islam), Ikatan Mahasiswa
Pascasarjana Kerjasama Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI denga PPs
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 2 No. 1 Januari-April 2009.
Tilaar, H.A.R,, Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2006.
Tim Redaksi, Standar Nasional Pendidikan (SNP) PP No. 19 Tahun 2005 dilengkapi dengan
UU No. 20 Tahun 2003 dan Permendiknas No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks
Pelajaran, Bandung: Fokus Media, 2005
Undang-Undang Negera Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen IV Tahun 2002.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-Undang ini diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 2003.
Undang-Undang RI No 32 & 33 Tahun 2004,Tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah,Yogyakarta: UII
Press, 2004.