pendidikan politik skripsi bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
PENDIDIKAN POLITIK
A. Pengertian Pendidikan dan Politik
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atai paedagogie berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.
Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seorang atau
kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan
yang lebih tinggi dalam arti mental.1
Kenyataannya, pengertian pendidikan ini selalu mengalami perkembangan,
meskipun secara essensial tidak jauh berbeda. Berikut ini akan dikemukakan sejumlah
pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli pendidikan.
1. Langeveld
Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang
diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang
dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan
dilanjutkan kepada orang yang belum dewasa.
2. John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental
secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesame manusia.
1 Hasbullah, Dasar-dasar ilmu pendidikan. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2006), h. 1.
1
3. Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.
4. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapu
maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.2
Selanjutnya tentang pengertian politik, politik memiliki beberapa definisi. Antara
lain, ia adalah seni pemerintahan dan pengadilan negara, atau ia adalah kekuatam
(kemampuan) untuk mencapai apa yang diinginkan, atau ia adalah seni pergantian
kepemimpinan dan kompromi.3
jika kita melihat Ensiklopedi “Al-Ulum Al-Ijtima’iyah” secara eksplisit dikatakan
bahwa politik adalah “segala aktifitas manusia yang berkaitan dengan penyelesaian
berbagai konflik dan menciptakan keamanan bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, politik tidak bisa dipisahkan dengan kekuatan ataupun usaha lain yang bersifat
keras”.4
Ibnul qoyyim mendefinisikan dalam As-Siyasah Al-Hakimah “Politik adalah suatu
kegiatan yang menjadikan umat manusia mendekat kepada hidup maslahat dan menjauh
2 Hasbullah, Dasar-dasar ilmu pendidika, h. 2-4.3Abdul Hamid Al-Ghazali, Meretas Jalan Kebangkitan Islam: Peta Pemikiran Hasan Al-Banna. (Solo: Era Intermedia,2001), h.187.4 Dr.Yusuf Al-Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik. Pent. Khoirul Amru Harahap, Lc. (Jakarta: Al-Kautsar, 2008), h. 19.
2
dari kerusakan, meskipun Rosulullah tidak meletakkannya dan wahyu tidak
menurunkannya. Jalan apa pun yang ditempuh untuk menciptakan keadilan, maka ia
adalah agama”5
Ibnul Qoyyim dia juga berkata, “Politik yang adil tidak bertentangan dengan
bunyi ketentuan syari’at, justru politik yang demikian sesuai dengan ajaran yang
terkandung di dalamnya. Bahkan politik yang adil adalah bagian dari syari’at, karena itu
kami menyebutnya as-siyasah agar sama dengan idiom yang biasa kalian gunakan. Tetapi
jika dilihat dari karakter dan tanda-tanda lainnya, politik juga bisa disebut sebagai
keadilan Allah dam Rasul-Nya” 6
Menurut Ibnul Miskawaih dalam pembicaraannya tentang al-mulk
(kekuasaan/politik) : “Seorang yang bertugas menjaga sunah dan segala perangkat syariat
agar tidak bergeser dari posisinya yang benar adalah pemimpin. Seorang pemimpin yang
mempunyai wewenang untuk menjalankan kekuasaan atau politiknya. Orang-orang
zaman dulu tidak menyebut politik, kecuali untuk menjaga agamanya, memperhatikan
ajaran perintah dan larangan agama. Sedangkan politik yang tidak dapat digunakan
sebagai sarana untuk menjaga agamanya, mereka sebut sebagai mutaghallib (yang
berkuasa dengan kekerasan), dan sama sekali tidak layak disebut dengan politik. Hal ini
disebabkan agama merupakan hokum Allah yang dapat mengantarkan manusia untuk
mencapai puncak kebahagiaan, dan politik adalah penjaga hukum Tuhan tersebut
sekaligus menjaga ajaran agama yang menjadi pegangan manusia”.7
5 Abdul Hamid Al-Ghazali, Meretas Jalan Kebangkitan Islam: Peta Pemikiran Hasan Al-Banna, h. 187.6 Dr.Yusuf Al-Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, h. 41.7Dr.Yusuf Al-Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, h. 50.
3
B. Pengertian Tarbiyah Siyasiyah (Pendidikan Politik)
Pendidikan politik sering disebut istilah political forming atau politische bildung.
Disebut forming karena didalamnya terkandung intensitas untuk membentuk insane
politik yang menyadari status, kedudukan politiknya ditengah masyarakat. Disebut
bildung (pendidikan diri sendiri) karena istilah ini menyangkut aktivitas membentuk diri
sendiri dengan kesadaran penuh tanggungjawab untuk menjadi insane politik. Pendidikan
politik pada hakekatnya adalah sebagai bagian dari pendidikan orang dewasa, karena hal
ini menyangkut relasi antar individu, antar individu dengan masyarakatdi tengah medan
sosial, dalam situasi-situasi konflik yang ditimbulkan oleh bermacam-macam perbedaan
kemajemukan masyarakat.
Singkatnya, pendidikan politik bagi warga negara adalah penyadaran warga
negara untuk sampai pada pemahaman politik atau aspek-aspek politik dari setiap
permasalahan sehingga dapat mempengaruhi dan ikut mengambil keputusan di tengah
medan politik dan pertarungan konflik-konflik. Pendidikan politik ini diselenggarakan
sebagai upaya edukatif yang sistematis dan intensif untuk memantapkan kesadaran
bernegara.8
Setiap gerakan yang memasuki wilayah politik. Apakah ia wujud dalam bentuk
partai politik, ormas, jama’ah, atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tidak akan
pernah melupakan pendidikan politik. Hal tersebut disebabkan kedudukannya dalam jagat
politik sangat penting dan tidak dapat dipisahkan, yaitu sebagai sarana pembentukan
kader yang berperan aktif dalam bidang politik dan pembentukan kesadaran politik bagi
warga umumnya, sehingga mereka mampu mandiri secara politik, tidak mudah dipatron
8 M. Nur Khoiron, dkk, Pendidikan Politik Bagi Warga Negara (Tawaran Konseptual dan Kerangka Kerja), (Yogyakarta: LKiS, 1999), h. 4.
4
oleh kekuasaan yang ada, selanjutnya mampu berpartisipasi dalam segala kegiatan
politik.
Secara umum, pendidikan politik dipandang sebagai aktivitas pendidikan yang
terlembagakan, yang secara teratur, sistematik, dan intensional melakukan berbagai
upaya mendorong warga di sebuah Negara atau pendukung di sebuah pergerakan untuk
berpartisipasi lebih aktif dalam membangun institusi kemasyarakatan dan politik. Dalam
kaitan ini, pendidikan politik tidak dapat lepas dari proses pembinaan masyarakat, agar
mereka menyadari hak dan kewajiban politiknya terhadap tanah air atau terhadap
gerakannya. 9
Kalangan ahli pendidikan umumnya menilai pendidikan politik sebagai bagian
pendidikan orang dewasa. Dalam jagat politik, masalah kekuasaan menjadi focus gerakan
yang karenanya sangat luas dibicarakan. Sementara itu, dalam Islam, hierarki kekuasaan
dipandang sebagai salah satu batasan utama dalam kristalisasi kepribadian anak dan
perilaku politiknya kelak. Oleh karena itu, menurut Rauf ‘Izzat, institusi keluarga
merupakan Negara mini bagi anak-anak. Pengetahuan tentang kekuasaan yang ada dalam
institusi keluarganya merupakan awal pengetahuannnya terhadap kekuasaan dan
kedudukan dirinya dalam Negara.
Secara umum, kalangan ahli menilai bahwa proses pendidikan politik tidak
diarahkan untuk menjadi intelektual di bidang politik, akan tetapi lebih diarahkan pada
kemampuan hubungan antra individu dan individu lain, atau individu dengan
masyarakatnya di tengah medan sosial; dalam satu konteks politik, dengan kaitannya
pada aspek sosial-ekonomi-budaya; di tengah berbagai situasi konflik yang ditimbulkan
oleh bermacam perbedaan atau pluralitas masyarakat.
9 Abu Ridha, Pengantar Tarbiyah Siyasiyah. (Bandung: PT Syaamil Cipta Mesia, 2002), h..39, 40.
5
Dr. Kartini Kartono mengutip beberapa definisi pendidikan politik yang telah
dikemukakan para ahli:
1. Bentuk pendidikan orang dewasa dengan menyiapkan kader-kader untuk
pertarungan politik dan mendapatkan penyelesaian politik, agar menang
dalam perjuangan politik.
2. Upaya edukatif yang internasional, disengaja dan sistematik untuk
membentuk individu sadar politik, dan mampu menjadi pelaku politik yang
bertanggungjawab secara etis/moral dalam mencapai tujuan politik.
3. Usaha membentuk manusia menjadi partisan yang bertanggungjawab dalam
politik.10
Namum dalam pengertian yang sangat umum, pendidikan politik didefinisikan
sebagai proses belajar, bukan hanya untuk menambah informasi dan pengetahuan,
melainkan juga melatih kecakapan dalam melakukan berbagai aksi. Selain itu, pendidikan
politik juga lebih menekankan kemampuan dalam memahami eksistensi dirinya ditengah-
tengah masyarakat dan menilai segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya secara kritis,
untuk selanjutnya menentukan sikap yang benar terhadapnya. Akhirnya, ia mampu
memberikan kontibusi pada penentuan kebijakan dalam pemecahan masalahyang ada di
masyarakatnnya.
Penjabaran pendidikan politik dalam bahasa edukatif dapat dinyatakan sebagai
upaya belajar dan latihan mensistematikakan aktivitas sosial dan membangun berbagai
kebijakan terhadap sesama manusia di suatu wilayah negara. Juga sebagai pembentukan
hati nurani politik, yang di dalamnya secara implisit mencakup rasa tanggungjawab etik
10 Abu Ridha, Pengantar Tarbiyah Siyasiyah, h.41-42.
6
terhadap sesama warganya, selain sebuah upaya penumbuhan wawasan kearifan politik
sehubungan dengan peristiwa politik dengan segala jaringannya.11
C. Tujuan dan Sasaran
Setiap gerakan, lebih-lebih gerakan politik, dalam pendidikan politik yang
dilakukannya pasti memiliki tujuannya yang khas, yang mencerminkan ideology yang
menjadi dasar pandangan dan pijakan politiknya. Tujuan pendidikan politik sebuah
gerakan tentu saja harus disesuaikan dengan cita-cita dantujuan gerakan itu sendiri. Oleh
karena itu, baik sistem atau metode pendidikan politik yang diterapkan oleh sebuah
gerakan, harus dapat memastikan untuk mengantarkan gerakan kepada pencapaian cita-
cita dan tujuannya, serta membentuk karakteristik para pendukungnya yang merupakan
cermin ideology yang diperjuangkannya.12
Pendidikan politik merupakan kegiatan yang bukan hanya bertujuan membangun
dan mengembangkan pengetahuan politik tertentu pada manusia, tetapi juga bertujuan
untuk membentuk dan mengembangkan orientasi-orientasi politik yang meliputi nilai-
nilai, keyakinan, arah, dan perasaan politik, yang menjadikan individu memiliki
kesadaran terhadap berbagai situasi politik,persoalan-persoalan regional, nasional
maupun internasional, dan menjadikannya mampu, secara sadar dan aktif, berpartisipasi
dalam kehidupan politik masyarakat pada khususnya, dan kehidupan social pada
umumnyapendidikan politik tidak bertujuan untuk menumbuhkan loyalitas pada individu
kepada penguasa sehingga membenarkan semua tindakannya, namun justru merupakan
proses kegiatan yang bertujuan untuk membentuk mentalitas yang kritis dan mampu
11 Abu Ridha, Pengantar Tarbiyah Siyasiyah, h.42,43,44.12 Abu Ridha, Pengantar Tarbiyah Siyasiyah, h.49.
7
melakukan dialogyang konstuktif, dan bertindak dengan sesuatu yang membawa
perubahan ke arah yang lebih baik.
Pada intinya, pendidikan politik bertujuan menanamkan pemahaman politik dan
bermacam aspek yang muncul dari setiap permasalahan yang berkaitan dengan jagat
politik. Secara umum, pendidikan politik dilakukan untuk mempersiapkan kader politik
yang mampu berfungsi baik di tengah perjuangan politik, apakah perjuangan menuju
“kekuasaan” atau setelah memperoleh “kekuasaan”. Selanjtnya mereka mampu pula
menyelesaikan segala macam problematika politik yang mengepungnya, sesuai dengan
konsep dan dasar ideologinya dalam mengantarkan gerakan menuju tujuan politik yang
akan dicapai.13
Oleh karena itu, yang menjadi sasaran utamanya ialah terbentuknya pribadi
muslim dan ketersediaannya kader politik yang mampu mengembangkan kewajiban dan
misi politiknya, serta mampu menyebarkan fikrah. Selanjutnya, para kader tersebut
mampu memantapkan proyek kebangkitan dalam rangka memulai kehidupan yang mulia,
tegak atas dasar-dasar Islam. Tegasnya, munculnya kader yang menjadi representatif
fikrah dan ideologi Islam.
Selain mempersiapkan kader politik andal, pendidikan politik juga diarahkan agar
setiap warga memiliki keberdayaan politik. Dengan keberdayaan politik rakyat mampu
memahami situasi sosial dan politik yang terjadi di lingkungannya, berani bersikap tegas
dalam memberikan kritik, usulan, dan menyuarakan aspirasinya, aktif dalam proses
pembangunan politik, dan sanggup memperjuangkan kepentingan serta ideologinya.14
13 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Tarbiyah Siyasiyah: Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, h.89.14 Ridha, Abu. 2002. Pengantar Tarbiyah Siyasiyah. Hal.50
8
Pendidikan politik juga bertujuan membentuk dan mengembangkan bakat
individu dalam politik, termasuk aspek kognitif dan psikomotoriknya. Dalam kaitan ini,
termasuk pendidikan politik tetap menekankan proses penguatan orientasi politik
termasuk norma, kayakinan, aliran, dan berbagai kecenderungan politik. Dengan
wawasan, ideologi serta pengembangan orientasi tersebut, diharapkan setiap individu
mampu memahami berbagai isu, peristiwa, problematika, dan berbagai maneuver politik
yang yang mencuat ke permukaan, baik yang berskala lokal, regional, maupun
internasional. Dengan kemampuan itu pula, setiap individu dapat menentukan sikap, baik
yang bersifat normatif maupun responsif, dan sekaligus mengambil bagian dalam proses
politik secara positif, yang secara populer disebut partisipasi politik.15
D. Sarana Pendidikan Politik
Lembaga-lembaga pendidikan politik terdiri dari lembaga formal dan informal.
Keluarga, sekolah, partai-partai politik, dan media massa dengan segala jenisnya,
merupakan sarana-sarana pendidikan yang paling esensial. Peran yang dapat dimainkan
oleh lembaga-lembaga tersebut dalam pendidikan politik dapat diuraikan secara ringkas
sebagai berikut:
1. Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan politik yang paling utama dan paling
urgen selama masa kanak-kanak. Keluarga memainkan peran fundamental dalam hal ini.
Pengaruh yang paling nyata adalah bagaimana keluarga dapat membangun afiliasi dan
loyalitas politik dasar anak-anaknya; membentuk rambu-rambu dasar kepribadian yang
15Ridha, Abu. 2002. Pengantar Tarbiyah Siyasiyah. Hal.52
9
nantinya akan memberikan kontribusi dalam menumbuhkan orientasi politik anak-anak,
dan mengembangkan kesadaran serta pemikiran politik mereka.
Keluarga juga berperan dalam membangun persepsi politik, seperti persepsi
tentang kekuasaan, yang nantinya akan berperan dalam membentuk kesadaran politiknya
sebagai warga Negara. Bahkan pengalaman-pengalaman individu dalam berinteraksi
dengan “kekuasaan” orang tuanya, secara parsial akan menentukan cara berinteraksinya
dengan kekuasaan di kemudian hari.
2. Sekolah
Sekolah berpengaruh besar dalam pendidikan politik generasi muda. Ia
memainkan peran tersebut melalui:
Pertama, pengajaran politik. Ini dilakukan melalui mata pelajaran tertentu, seperti
pendidikan kebangsaan, sejarah, qira’ah (pelajaran membaca), dan mahfudzat (hafalan),
tentang sejarah mesir, misalnya. Sementara itu, di Rusia kurikulum sejarah digunakan
untuk melakukan doktrin politik atau pengajaran dan penokohan ideology politik, di
samping berbagai mata pelajaran lain, seperti dasar-dasar konsepsi politik dan ekonomi
politik.
Kedua, karakter system sekolah. Suasana umum di sekolah dengan sistemnya,
memainkan peran penting dalam membentik sensitivitas siswa terhadap dinamika
kepribadian dan mengarahkan pandangan mereka terhadap bangunan politik yang ada.
Hal ini merupakan pengaruh dari:
a. Kualitas pengajar. Manakala ia benar-benar menguasai materi pelajarannya dan
dekatdi hati siswa, yakni dengan ideology yang dianut dan berkomitmen dalam
10
perilakunya, ia akan lebih bisa menanamkan ideologi tersebut dalam akal murid-
muridnya.
b. Hubungan guru dengan muridnya. Terkadang ada guru yang otoriter, yang siswa
tidak berani memberikan kritik atau berbeda pendapat dengannya. Ini jelas
menghalangi pertumbuhan siswa untuk berdiskusi dan mendengar pendapat orang
lain. Yang terjadi adalah sebaliknya, jika iklim demokratis antar guru dengan para
siswanya dapat terbangun
c. Organisasi-organisasi sekolah, seperti ikatan, kelompok, dan asosiasi pelajar.
Sensitivitas siswa akan kemampian diri dan afiliasi komunalnya tergantung
kepada banyak tidaknya organisasi siswa semacam ini, dan tingkat kontribusi
siswa di dalamnya.16
3. Partai dan Pressure Group Politik
Partai-partai politik khususnya di negara-negara berkembang memainkan peran
penting dalam menciptakan dan mengubah kultur politik. Partai menjadi lebih besar dari
sekedar alat pemilu atau perkumpulan yang mengartikulasikan sikap politik bagi
sekelompok manusia, mengingat bahwa ia memainkan peran besar dalam pendidikan
politik. Berdirinya partai-partai dalam suatu masyarakat merupakan media pendidikan
politik yang sesungguhnya.
Partai dan pressure group politik, sampai batas tertentu memainkan perannya
dalam pendidikan politik melalui:
Pertama, pengajaran politik yang benar. Hal ini dilakukan dengan mengadakan
berbagai pertemuan, muktamar, resepsi, program pelatihan politik, pengajaran sejarah
nasional, serta publikasi program dan pandangan politik di berbagai jurnal dan
16Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Tarbiyah Siyasiyah: Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, h. 106-108.
11
buletinnya. Partai termasuk lembaga pendidikan yang memberikan berbagai informasi
politik, ekonomi dan sosial kepada rakyat dengan cara sederhana, namun membangkitkan
kesadaran politik mereka. Di samping itu, partai bekerja untuk memobilisasi rakyat di
belakang berbagai pandangan politik, tujuan, dan program tertentu, melalui penyadaran
politik. Partai merupakan alat untuk menciptakan perubahan orientasi politik dan perilaku
masyarakat.
Kedua, pemberian kesempatan untuk partisipasi politik secara teratur dan dalam
bentuk yang lebih kontinu. Huntington menegaskan bahwa sarana institusional yang
utama untuk mengatur keluasan partisipasi politik adalah partai politik. Ia dapat dapat
member bingkai yang lebih penting dan serasi untuk mewujudkan partisipasi politik.
Partisipasi ini akan menyebabkan semakin kokohnya nilai-nilai yang sudah ada, atau bias
juga menyebabkan tertanamnya nilai-nilai baru. Munculnya partai-partai juga
menumbuhkan keinginan anggota masyarakat untuk melakukan praktek politik dan
berpartisipasi di dalamnya, jika mereka memiliki harapan atau optimisme bahwa
partisipasi tersebut tergantung kepada kemampuan dan kecakapan mereka.
Ketiga, kehidupan partai termasuk media penyiapan dan pelatihan bagi individu
untuk berani mengambil keputusan dan berpikir independen mengenai berbagai masalah
umum, serta kemampuan untuk bersikap kritis dan menentukan pilihan, yang merupakan
kemampuan-kemampuan dasar bagi sebuah partisipasi yang matang.
4. Media Informasi dan Komunikasi Publik
Yang dimaksud dengan informasi adalah berbagai berita, fakta, pemikiran, dan
pandangan, yang diungkapkan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
kerangka yang objektif, jauh dari ambisi dan interes tertentu, menggunakan instrumen
12
dan sarana-sarana yang netral dengan tujuan memberikan kesempatan kepada setiap
orang untuk menyikapi berbagai berita, fakta, pemikiran, dan pandangan itu, agar mampu
membangun pandangan yang khas baginya dan memungkinkan untuk mengambil sikap
yang ia anggap tepat. Media-media informasi yang mempunyai pengaruh kuat adalah
radio, televise, pers, bioskop, teater, buku, mimbar-mimbar masjid, lembaga-lembaga
ilmiah, gelanggang budaya, lembaga pendidikan, asosiasi-asosiasi moral, dan sebagainya.
Banyak studi yang menyatakan bahwa media-media informasi (khususnya radio,
media cetak, dan televisi) memberikan kontribusi peran yang besar dalam sosialisasi
(pendidikan) politik. Penggunaan media-media informasi tersebut mempermudah
sosialisasi berbagai pemikiran, prinsip, dan pengetahuan yang menjadikannya
berpengaruh terhadap orientasi dan pemikiran masyarakat, juga member bekal kepada
mereka dengan pengalaman-pengalaman politik, yang dengannya akan terbentuk opini
public dalam masyarakat. Selain itu, juga menciptakan rasa “ikut berpartisipasi secara
langsung” dalam aktivitas politik pada mereka yang menerima informasi tersebut. Di
samping itu, ia juga ikut andil dalam membentuk nilai-nilai politik mereka.17
17 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Tarbiyah Siyasiyah: Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, h.108-111
13