polimorfisme genetik pada pasien tbc pengguna inh

Upload: celina-manna

Post on 02-Jun-2018

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    1/10

    1

    Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    Celina Manna

    NIM : 102011047

    Kelompok B4

    Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

    Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta

    [email protected]

    Pendahuluan

    Polimorfisme genetik adalah adanya variasi genetik yang menyebabkan perbedaan

    aktivitas dan kapasitas suatu enzim dalam menjalankan fungsinya. Adanya perbedaan ekspresi

    genetik antara tiap individu akan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap nasib obat

    dalam tubuh. Hal ini dapat kita tinjau terutama dari aspek metabolisme tubuh. Proses

    metabolisme terjadi oleh adanya bantuan enzim. Enzim merupakan suatu protein yang

    keberadaanya merupakan hasil dari ekspresi genetik (sintesis protein). Kapasitas enzim yang

    dihasilkan tiap individu berbeda-beda. Hal inilah yang salah satunya yang memacu terhadap

    perbedaan respon yang tubuh terhadap pemakaian obat yang sama.1

    Anamnesis

    Pasien datang dengan keluhan kesemutan. Kesemutan atau parestesia adalah sensasi

    sentuh abnormal seperti rasa terbakar, tertusuk, atau kesemutan, seringkali tanpa adanya

    rangsangan luar. Kesemutan / parestesia merupakan salah satu gejala neuropati. Neuropati dapat

    disebabkan banyak penyebab. Pertanyaan yang harus diajukan pada pasien untuk mengetahui

    penyebab dari neuropati adalah :2

    Apa gejalanya: baal, paku dan jarum, lemah, kaki diseret, kerusakan karena ceroboh

    (misalnya luka bakar karena defisit sensoris), atau pengecilan otot?

    Kapan gejala mulai timbul? Apakah progresif?

    mailto:[email protected]:[email protected]
  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    2/10

    2

    Apa akibat fungsionalnya? (misalnya susah berjalan, memegang pisau, dan sebagainya)?

    Adakah gejala kondisi terkait?

    Riwayat penyakit dahulu

    Tanyakan kondisi medis yang signifikan, khususnya diabetes melitus, keganasan,

    tuberculosis, atau kondisi medis lain.2

    Obat-obatan

    Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat (misalnya vinkristin, INH)?2

    Riwayat keluarga

    Adakah riwayat neuropati dalam keluarga?

    2

    Riwayat soaial2

    Pernahkan ada pajanan neurotoksin potensial yang tidak biasa di tempat kerja (misalnya

    timah)?

    Adakah adaptasi di rumah menggunakan alat bantu untuk berjalan, dan sebagainya?

    Pemeriksaan Fisik2

    Bagaimana keadaan umum pasien? Apakah pasien tampak sakit ringan, sedang atau

    berat?

    Apakah pasien sadar atau tidak sadar?

    Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan

    pernapasan.

    Lakukan pemeriksaan fisik umum dan neurologis lengkap untuk mencari tanda-tanda

    diabetes melitus, keganasan, dan sebagainya.

    Periksa cara berjalan, melangkah tinggi, dan menjejak.

    Lakukan inspeksi; adakah pengecilan otot, postur abnormal, perubahan kulit, fasikulasi,

    atau parut?

    Periksa tonus; normal atau berkurang?

    Adakah penurunan kekuatan? Jika ya, pada kelompok otot mana? Apakah terbatas pada

    distribusi saraf perifer tertentu atau terdapat kelemahan perifer umum pada tangan dan

    kaki?

    Adakah gangguan koordinasi?

  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    3/10

    3

    Periksa reflex; normal atau menurun?

    Periksa sensasi;

    - Raba halus. Adakah gangguan? Jika ya, bagaimana distribusinya: sarung tangan dan

    kaus kaki, mengikuti dermatom, sarafperifer, atau distribusi radiks saraf?

    - Tusuk jarum.

    - Rasa getar.rasa posisi sendi.

    - Nyeri dalam.

    - Panas/dingin.

    - Benang halus.

    Diagnosis Kerja

    Polimorfisme genetik adalah ilmu tentang bagaimana faktor penentu genetik

    mempengaruhi kerja obat. Respons berbagai obat bervariasi antara satu individu dengan individu

    lainnya karena variasi ini biasanya mempunyai distribusi Gaussian. Dalam keadaan normal,

    variasi dalam respon terhadap obat yang paling sering ditemukan dalam observasi ialah yang

    mempunyai distribusi normal atau distribusi Gaussian, atau normal error curve. Variasi respon

    obat sering diobservasi pada orang Caucasia. Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam satu

    populasi, respon terhadap obat-obat tersebut memperlihatkan distribusi kontinu, dan populasi

    tersebut terbagi 2 atau lebih kelompok (dengan variasi kontinu pada tiap kelompok) yangmenunjukkan adanya suatu gen tunggal yang sangat menentukan. Distribusi variasi respon yang

    berbentuk diskontinu ini disebut polimodal (bimodal dan trimodal) dan karena dipengaruhi oleh

    faktor genetik, maka disebut polimorfisme genetik yang menunjukkan adanya polimorfisme gen

    tunggal. Sifat tersebut dipengaruhi oleh satu gen tunggal (monogenik) dalam satu lokus

    kromosom. Dalam hal ini, individu dalam suatu populasi terbagi menjadi 2 atau lebih golongan

    fenotip yang berlainan, seperti yang ditunjukkan oleh respon obat Isoniazid dengan terdapatnya

    fenotip asetilator cepat dan fenotip asetilator lambat.3

    Keragaman genetik umumnya, dan khususnya polimorfisme genetik dalam pengaruh atau

    respons individu terhadap obat terjadi melalui 2 proses utama dalam tubuh, yaitu:

    Proses farmakodinamik, yaitu dengan terjadinya proses interaksi antara molekul obat

    dengan reseptornya, dan terdapat kepekaan yang abnormal dari reseptor obat terhadap

    molekul obat.3

  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    4/10

    4

    Proses farmakokinetik, yaitu proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi

    obat. Proses ini paling banyak ditemukan pada polimorfisme klinik dalam proses

    metabolisme obat, sedangkan polimorfisme genetik yang ditemukan pada proses

    absorbsi, distribusi, dan ekskresi obat tidak banyak dijumpai dan diketahui.3

    Pemeriksaan Penunjang

    Riwayat klinis yang merupakan kunci untuk mendiagnosis neuropati, tapi harus ditunjang

    dengan pemeriksaan laboratorium lainnya. Pemeriksaan laboratorium bertujuan membedakan

    neuropati et causa defisiensi vitamin B6 dan neuropati jenis lain

    1. Pemeriksaan CBC dan serum piridoksin

    Defisiensi Piridoksin (vitamin B 6) : CBC ( complete blood count ) menunjukkan anemia,

    hipokromik mikrositik dengan tingkat zat besi yang normal. Kadar piridoksin serum

    adalah 8 % mengindikasikan diabetes mellitus yang tidak terkendali

    dan pasien berisiko tinggi mengalami komplikasi jangka panjang, seperti nefropati,

    neuropati, retinopati, dan / atau kardiomiopati. Nilai normal HbA1C : non diabetic : 2-5

    %.4

    3. Serum folat

    Pada neuropati et causa defisiensi folat, kadar serum folat akan menurun. Nilai rujukan :

    3-16 ng / mL.4

    4. Studi Konduksi Saraf ( Nerve Conduction Study )

    Studi konduksi saraf (NCS) atau lebih dikenal dengan pemeriksaan kecepatan hantar

    saraf dan elektromiografi (EMG) dapat menampilkan karakteristik neuropati (misalnya,

  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    5/10

    5

    aksonal, demielinasi) dan lokalisasi (misalnya, mononeuropati dibandingkan

    radiculopathy atau neuropati distal) dan, mungkin, tingkat keparahan dan bahkan

    prognosis Studi konduksi saraf (Nerve Conduction Study) tergantung pada pola

    kerusakan serabut saraf. Pada neuropati perifer terjadi penurunan NCS.4

    Diagnosis Banding

    1. Polineuritis

    Segenap saraf perifer terutama pada bagian distal keempat ekstremitas dapat mengalami

    gangguan akibat infeksi, proses umonpatologik, defisiensi makanan dan sebagainya. Istilah

    yang digunakan untuk keadaan itu adalah polyneuritis. Gejala utamanya dapat bersifat

    sensorik atau motorik. Manifestasinya simestris dan terkena terutama bagian-bagian distal

    ekstremitas.5

    Polyneuritis defisiensi makanan meruapakan polyneuritis campuran yang berarti manifestasi

    sensorik dan motorik sama beratnya. Gangguan sensorik berupa hipestesia/parastesia pada

    bagian distal lengan dan tungkau dengan pola sarung tangan dan kaos kaki. Polyneuritis

    lainnya dapat disebabkan oleh intoksikasi As, alcohol, CO, trichloroethylene, dan

    sebagainya. Intoksikasi eksotoksin kuman difteri, intoksikasi Pb, INH, penisilin dan

    sebaginya lebih sering menghasilkan mononeuritis daripada polyneuritis.5

    2. Neuropati Diabetik

    Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering ditemukan pada

    Diabetes Melitus. Risiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara lain ialah infeksi

    berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang

    menyebabkan kematian dan kesakitan.6

    Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya

    peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products(AGEs),

    pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur

    tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasim sehingga aliran darah ke saraf menurun dan

    bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan

    bahwa kejadian ND berhuungan sangat kuat dengan lama dan beratnya DM.6

  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    6/10

    6

    Epidemiologi

    Respon manusia terhadap obat akan bervariasi dari satu individu ke individu yang lain

    yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Perbedaan distribusi obat serta kecepatan metabolisme

    obat dan eliminasi obat dipengaruhi oleh faktor genetik dan variabel non-genetik seperti umur,

    jenis kelamin, ukuran hati, fungsi hati, ritme carcadian, suhu tubuh, faktor-faktor lingkungan

    dan nutrisi Fenotip asetilator lambat terjadi kira-kira 50% dari penduduk kulit hitam dan kulit

    putih di Amerika Serikat, 40-70% pada orang Caucasian, lebih sering pada orang Eropa serta

    jauh lebih sedikit orang Asia (10-20%) dan Eskimo. Distribusi INH pada asetilator lambat dan

    cepat (kira-kira 50% pada tiap kelompok etnik) nilainya sama pada kebanyakan kelompok

    (etnik) manusia, namun pada orang-orang Jepang, lebih 90% populasi Jepang adalah asetilasi

    (inaktivator) cepat.7

    Etiologi

    Isoniazid merupakan contoh popular dari keragaman efek obat yang disebabkan oleh

    faktor genetic. Isoniazid (INH) adalah suatu obat anti-tuberkulosis yang diperenalkan pada tahun

    1952. Pada kira-kira separuh (50%) dari pasien (orang-orang Kaukasia) yang diobati dengan

    INH, diketahui bahwa INH mengalami metabolisme (asetilasi) secara lambat dan kadar INH

    dalam plasma tinggi setelah pemberian suatu dosis INH. Metabolisme INH pada 50% lainnya

    berlangsung dengan cepat dan kadar INH dalam plasma rendah setelah pemberian dosis yang

    sama. Proses metabolisme INH ialah dengan reaksi asetilasi yang dikatalisis oleh enzim N-asetil

    transferase hepar yang memperlihatkan polimorfisme genetik (enzim ini tidak dapat diinduksi

    sehingga perbedaan dalam aktivitas enzim diantara individu bukan disebabkan oleh perbedaan

    dalam pengobatan/pengaruh obat lain). Enzim ini berfungsi memindahkan gugus asetil dari

    donor asetil (asetil koenzim A) ke obat akseptor sehingga terbentuk metabolitN-asetilisoniazid.6

    Analisis keturunan dari 2 fenotip metabolisasi S (slow) dan R (rapid), menunjukkan

    bahwa sifat asetilator cepat pada seseorang individu ternyata ditentukan oleh gen autosom

    dengan sifat asetilatornya dipercepat oleh gen dominan(R) dan asetilator diperlambat oleh gen

    resesif (r). Dengan demikian, genotype seorang asetilator cepat mungkin homozigot dominan

    (RR) atau heterozigot (Rr), sedangkan asetilator lambat adalah homozigot resesif (rr). Perbedaan

    antara kedua fenotipe (asetilator cepat dan asetilator lambat) tersebut terletak pada aktivitas

    (kuantitas, jumlah ezim) dari enzim N-asetil transferase tersebut dalam hepar. Dibandingkan

  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    7/10

    7

    asetilator cepat, asetilator lambat lebih mudah mengalami neuropati perifer yang merupakan

    salah satu penyulit utama yang mungkin terjadi pada pengobatan isoniazid jangka panjang, dan

    yang jelas disebabkan karena pengaruh samping toksik obat tersebut.6

    Patofisiologi

    Pada beberapa kasus, perbedaan yang ditentukan secara genetis dalam aktivitas enzim

    tertentu dapat mengakibatkan perbedaan menyolok antar individu dalam sifatnya untuk

    memetabolisis obat tertentu, meskipun hal ini mungkin tidak dihubungkan dengan akibat klinis

    akut manapun. Ilustrasi mengenai hai ini diberikan oleh perbedaan dalam asetilasi obat isoniazid

    yang diberikan secara luas dalam pengobatan tuberculosis. Dalam bentuk terasetilasi, isoniazid

    untuk pengobatan jauh kurang aktif dan kurang toksik, sehingga obat tersebut secara efektif

    ditidakaktifkan dengan asetilasi.7

    Individu dapat mudah digologkan ke dalam 2 macam kelompok; fenotip cepat yang

    menunjukkan kadarnya dalam darah relative rendah beberapa jam setelah minum obat, dan

    fenotip lambat yang menunjukkan kadarnya dalam darah relative tinggi. Pada fenotip cepat,

    obat dengan proporsi yang jauh lebih besar dikeluarkan dalam bentuk terasetilasi lewat air seni

    dibandingkan pada fenotip lambat yang terutama mengeluarkan obat tak terasetilasi.7

    Kajian keluarga menunjukkan bahwa perbedaan ini ditentukan secara genetis, dan

    hasilnya sebagian besar dapat diterangkan berkenaan dengan 2 alel umum. Dengan 2 alel ini,

    fenotip lambat menggambarkan homozigot untuk 1 alel, dan penidakatif cepat

    menggambarkan baik heterozigot maupun homozigot untuk alel lainnya. Mungkin saja bahwa

    laju penidakatifan obat agak lebih cepat pada fenotip cepat homozigot daripada heterozigot.7

    Asetilasi isoniazid dihasilkan dengan enzim asetil transferase yang terdapat dalam hati

    yang terlibat dalam suatu reaksi pemindahan gugus asetil dari asetil-koenzim A ke isoniazid.

    Pengujian aktivitas asetil transferase dalam sampel hati yang diperoleh dengan biopsi

    menunjukkan perbedaan menyolok antara tingkat aktivitasnya pada penidakatif cepat dan

    lambat. Rata-rata, aktivitasnya jauh lebih tinggi pada kelompok cepat daripada kelompok

    lambat. Hasil serupa juga telah diperoleh dengan contoh otopsi. Sediaan enzim setengah murni

    diperoleh dari fenotip cepat dan lambat tampaknya sangat serupa dalam sejumlah sifat seperti

    tetapan Michaelis dan kekhususan substrat, yang member kesan bahwa perbedaan antara kedua

  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    8/10

    8

    jenis mungkin tergantung pada jumlah protein enzim yang sesungguhnya ada dalam sel hati, dan

    bukan pada perbedaan aktivitas khususnya.7

    Adanya masing-masing perbedaan menyolok dalam fenotipan isoniazid ini menimbulkan

    pertanyaan tentang maknanya dalam penggunaan obat tersebut untuk pengobatan Tuberkulosis.

    Dalam membandingkan kelompok besar penderita pada pengobatan antituberkulosis terbaku

    termasuk isoniazid, biasanya tidak dijumpai perbedaan nyata antara hasil pengobatan pada

    fenotip cepat dan lambat. Tetapi, sementara mungkin ada perbedaan sedikit atau tidak ada

    perbedaan bila skema dosis obatnya optimal, rupanya dosis ini suboptimal, misalnya bila

    isoniazid diberikan terlalu sering, maka mungkin terjadi perbedaan dalam tanggapan.7

    Dibandingkan fenotip cepat, fenotip isoniazid lambat tampaknya agak lebih mudah

    mengalami neuropati tepi yang merupakan salah satu penyulit utama yang mungkin terjadi pada

    pengobatan isoniazid jangka panjang, dan yang jelas disebabkan karen apengaruh samping toksik

    obat tersebut. Tetapi, timbulnya neuritis tepi sebagai penyulit pengobatan isoniazid sekarang

    jarang, karena dapat dicegah dengan pemberian piridoksin bersama-sama.7

    Manifestasi Klinik

    Defisiensi/kekurangan vitamin B6 menimbulkan keluhan dan gejala seperti, gangguan

    neurologis/system saraf, seperti kesemutan atau rasa baal pada ektremitas atas ataupun bawah.

    Pada tingkat yang lebih parah dapat menyebabkan koordinasi tubuh terganggu, gugup, gelisah,

    cemas, emosi-marah, lekas marah, insomnia, depresi, kelelahan, tekanan darah rendah, pusing,

    gangguan kulit seperti jerawat, rambut rontok, cheilosis (retak di sudut mulut), lidah sakit,

    anoreksia dan mual, anemia, gangguan penyembuhan luka, arithitis.8

    Penatalaksanaan

    Medika Mentosa

    Asetilator (inaktivator) lambat dapat menyebabkan obat lebih banyak terakumulasi dan

    lebih jelas memperlihatkan efek toksisitas dibanding dengan asetilator cepat dalam regimen dosis

    yang sama. Untuk pengobatan dengan INH, asetilator lambat akan lebih mudah menderita efek

    samping INH berupa neuropati perifer karena defisiensi vitamin B-6. INH akan menghambat

    pemakaian vitamin B-6 oleh jaringan dan akan memperbesar ekskresi vitamin B-6.9

  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    9/10

    9

    Asetilator cepat umumnya lebih resisten terhadap pengobatan. Asetilator cepat akan

    memerlukan dosis obat yang lebih tinggi dan pemberian yang lebih sering untuk

    mempertahankan suatu level terapi yang efektif dan adekuat.9

    Neuritis perifer paling banyak terjadi dengan dosis isoniazid 5mg/kgBB/hari. Bila pasien

    tidak diberi piridoksin frekuensinya mendekati 2%. Bila diberikan dosis lebih tinggi, pada sekitar

    10 sampai 20% pasien dapat terjadi neuritis perifer.Pemberian vitamin B-6 pada pasien dengan

    pengobatan INH. Vitamin B-6 disarankan lebih baik diberikan juga sebagai profilaksis. Atau saat

    ini juga telah tersedia sediaan obat INH yang telah disertai dengan Vitamin B6.9

    Komplikasi

    Insiden reaksi-reaksi merugikan akibat isoniazid diperkirakan 5,4% pada lebih dari 2000

    pasien yang mendapat obat ini; reaksi yang paling menonjol adalah ruam (2%), demam (1,2%),

    ikterus (0,6%), dan neuritis perifer (0,2%). Hipersensitivitas terhadap isoniazid dapat berakibat

    demam, berhagai erupsi kulit, hepatitis, serta ruam morbiliform, makulopapular, purpuria, dan

    urtikaria. Reaksi-reaksi hematologis juga mungkin terjadi (agranulositosis, eosinofilia,

    trombositopenia, anemia). Vaskulitis yang terkait dengan antibodi antinukleus dapat muncul

    selama pengobatan tetapi akan hilang jika obat ini dihentikan. Gejala-gejala artritis (nyeri

    punggung; dipengaruhinya sendi interfalangeal proksimal bilateral; artralgia pada lutut, siku, dan

    pergelangan tangan; dan sindrom "bahu-tangan") telah dihubungkan dengan obat ini.9

    Prognosis

    Prognosis penyakit ini baik apabila mendapat penanganan yang segera sebelum terjadi

    komplikasi kronik dari penggunaan INH jangka panjang.9

    Kesimpulan

    Pengetahuan mengenai farmakogenetika diperlukan untuk mengetahui adanya

    keanekaragaman pengaruh obat yang ditentukan oleh faktor genetik, sehingga dapat dicegah

    kemungkinan terjadinya pengaruh buruk obat dengan menghindari pemakaian obat tertentu pada

    orang-orang dengan ciri-ciri genetik tertentu.

    Sayangnya, tidak semua bentuk keanekaragaman genetik yang sudah umum diketahui

    dan relatif mudah didiagnosis tidak selalu mempunyai makna klinik secara langsung dalam

  • 8/10/2019 Polimorfisme Genetik Pada Pasien TBC Pengguna INH

    10/10

    10

    praktek. Di luar ini semua masih banyak bentuk keanekaragaman yang belum diketahui secara

    jelas, baik mekanisme terjadinya, cara pewarisannya serta makna kliniknya.

    Pada pasien dengan asetilator lambat, pemberian INH dapat menyebabkan gangguan

    penyerapan Vitamin B6 dan peningkatan ekresi vitamin B6. Hal ini menyebabkan defisiensi

    Vitamin B6 pada tubuh pasien. Pada akhirnya defisiensi vitamin B6 pada tingkat ringan ini

    menyebabkan manifestasi rasa baal atau kesemutan pada pasien. Dapat dilakukan profilaksis

    pada pasien dengan asetilator lambat yang mendapat terapi INH dengan pemberian vitamin B6.

    Atau saat ini juga telah tersedia sediaan obat INH yang telah disertai dengan Vitamin B6.

    Daftar Pustaka

    1. Polimorfisme genetic. Adrian panji. Diunduh dari

    http://moko31.wordpress.com/2010/03/29/pengaruh-faktor-genetik-terhadap-

    metabolisme-dan-respon-obat/;26 September 2014.

    2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h. 182.

    3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat,2008.h.104-5.

    4. Hemoglobin A1C. Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan

    Diagnostik. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2008.h.237

    5. Maria D. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat,2008.h.104-7

    6. Subekti I. Neuropati Diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

    MK, Setiati S. Buku Ajar ilmu Penyaki Dalam, Edisi ke-4. Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbit

    Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2007.h.1902-3.

    7. Katzung, Bertram G. 1998.Farmokologi Dasar dan Klinik Edisi IV. Jakarta: EGC. h.59-

    61.

    8. Hemoglobin A1C. Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan

    Diagnostik. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2008.h.237

    9. Prinsip Farmakogenetik, Syamsuir Munaf, Staf pengajar departemen farmakologi FK

    universitas sriwijaya, Kumpulan kuliah Farmakologi, Rio Rahardjo ed, edisi 2, cetakan 1,

    2009, jakarta, penerbit buku kedokteran (EGC), h311-3.

    http://moko31.wordpress.com/2010/03/29/pengaruh-faktor-genetik-terhadap-metabolisme-dan-respon-obat/http://moko31.wordpress.com/2010/03/29/pengaruh-faktor-genetik-terhadap-metabolisme-dan-respon-obat/http://moko31.wordpress.com/2010/03/29/pengaruh-faktor-genetik-terhadap-metabolisme-dan-respon-obat/http://moko31.wordpress.com/2010/03/29/pengaruh-faktor-genetik-terhadap-metabolisme-dan-respon-obat/