pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

219
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user POLA KOMUNIKASI POLITIK MASYARAKAT TRANSISI PADA PEMILUKADA 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010) Oleh : AIDA NURSANTI D0206030 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: lamminh

Post on 08-Feb-2017

260 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

POLA KOMUNIKASI POLITIK MASYARAKAT TRANSISI

PADA PEMILUKADA 2010

(Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku

Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura

pada Pemilukada Sukoharjo 2010)

Oleh :

AIDA NURSANTI

D0206030

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

pada Program Studi Ilmu Komunikasi

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pembimbing

Prof. Drs. H. Pawito, Ph.DNIP. 19540805 198503 1 002

ii

Page 3: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HALAMAN MOTTO

Self Confidence is The First Secret of Success... (RalphWaldo Emerson)

iv

Page 5: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk kedua orang tuaku,

Bapak Dalimin Harso Siswanto dan Ibu Watik Harso Siswanto.

Terima kasih atas perjuangan tak kenal lelah,

hingga sanggup menghantarkanku sampai di titik berdiri saat ini...

v

Page 6: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi berjudul Pola Komunikasi Politik Masyarakat Transisi pada

Pemilukada 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam

Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan

Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010) dengan segala kurang dan lebihnya

sebagai buah pilihan, kesungguhan dan tekad yang kuat untuk mempersembahkan

yang terbaik bagi kehidupan yang penulis jalani.

Pemilihan tema penelitian ini berawal dari minat penulis akan kajian

komunikasi politik yang juga merupakan salah satu mata kuliah pada program

studi tempat penulis menimba ilmu. Ketertarikan tersebut didasari oleh fakta

bahwa komunikasi politik memainkan peranan yang sangat strategis karena

berada dalam kawasan (domain) politik dengan menempatkan komunikasi pada

posisi yang sangat fundamental. Komunikasi politik berpengaruh dalam sistem

politik sedangkan sistem politik mempengaruhi hajat hidup orang banyak, karena

terkait dengan kebijakan umum.

Kajian ini kemudian penulis implementasikan untuk meneliti kegiatan

Pemilukada Sukoharjo 2010 dengan fokus penelitiannya adalah pola pengaruh

komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di

Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Perilaku memilih sendiri merupakan efek

motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis.

vi

Page 7: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sedangkan masyarakat transisi dipilih sebagai objek penelitian karena

dibandingkan dengan masyarakat perkotaan maupun pedesaan, penelitian tentang

masyarakat transisi cenderung lebih jarang dilakukan. Padahal tipe masyarakat ini

merupakan karakteristik mayoritas masyarakat di negara-negara berkembang

termasuk Indonesia. Bertolak dari pandangan di atas, peneliti melakukan

penelitian ini yang laporannya disusun dalam bentuk skripsi sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS Solo.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan pertolongan baik

moril maupun material dari berbagai pihak. Dengan segenap keikhlasan hati,

kejernihan pikiran, dan kerendahan jiwa, penulis menghaturkan terima kasih

kepada Allah Subhanallahu Wata’ala atas segala nikmat-Nya, terutama dalam

memberi petunjuk, kesempatan dan kesehatan sehingga penulis bisa menjalankan

penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis

haturkan kepada Bapak Drs. H. Supriyadi, SN, SU, Dekan FISIP UNS yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta Ibu Dra.

Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS

sekaligus pembimbing akademik penulis, atas kesabarannya dalam membimbing

penulis selama masa perkuliahan dan motivasinya agar penulis segera

menyelesaikan skripsi.

Terkhusus, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada

pembimbing skripsi, Bapak Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D atas keikhlasannya

membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini, membukakan begitu banyak

cakrawala informasi yang sebelumnya tidak penulis ketahui, serta kemurahan

vii

Page 8: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

hatinya untuk berbagi pengalaman dan pelajaran hidup berharga kepada penulis di

sela-sela kegiatan bimbingan. Terima kasih pula untuk Bapak Sri Herwindya

Baskara Wijaya, S.Sos, M.Si yang bersedia membagi pengalaman tentang

penelitiannya yang berkaitan dengan tema yang diangkat penulis. Tidak lupa

terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Hamid Arifin, M.Si dan Bapak

Budi Aryanto (Mas Budi) yang bersedia direpotkan oleh segala keperluan

administrasi yang diperlukan terkait penelitian ini.

Penelitian tidak akan bisa dilaksanakan tanpa ijin dari Kepala Desa

Ngabeyan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Untuk itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sri Widodo, selaku Kepala Desa

Ngabeyan, Bapak Paryanto, Bapak Gunarto, Ibu Dhian Vita, serta seluruh

aparatur pemerintahan Desa Ngabeyan atas kemudahan dan kelancaran yang

diberikan kepada penulis selama proses penelitian. Juga kepada Komisi Pemilihan

Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa

Ngabeyan, terima kasih atas sambutan hangat dan keleluasaan akses informasi

yang diberikan kepada peneliti terkait proses pengumpulan data sekunder. Penulis

juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh informan penelitian di

Desa Ngabeyan yang bersedia meluangkan waktu, menyediakan tempat, dan

memberikan informasi yang dibutuhkan penulis untuk penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta,

Bapak Dalimin Harso Siswanto, Ibu Watik Harso Siswanto, Yanuar Nur Aqsa,

dan Afrita Nurmawati yang telah memberikan dukungan baik moril maupun

material kepada penulis. Kepada teman-teman yang telah berbaik hati ikut

membantu kelancaran proses penelitian ini, Erlinta Yudantoro, Yaniar Wendy

viii

Page 9: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Astrianto, dan Noviana Manja Ratna, penulis sampaikan ucapan terima kasih

sebanyak-banyaknya. Juga para sahabat yang tidak pernah lelah untuk memotivasi

penulis agar segera menyelesaikan skripsi, terima kasih untuk Kartika Chandra

Dewi Pertiwi, S.Sn, Agung Listianto, SH, Sari Hastuti, A.Md, Hendro Wibowo,

Endro Krisdiyanto, A.Md, Lusiana Wati, dan Rofika Nur Hayati.

Untuk 11 Camar, Five Ads, KAMEO serta teman-teman seperjuangan

Komunikasi FISIP angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan selama masa

perkuliahan dan dukungannya selama pengerjaan skripsi. Terima kasih pula untuk

Narendra Wisnu Karisma, atas segala bentuk bantuan, dukungan moral dan obor

semangat di kala jenuh menerpa. Terakhir, kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan baik lahir maupun batin dari persiapan penelitian hingga

terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima

kasih banyak.

Walaupun dalam melaksanakan penelitian penulis telah berusaha

semaksimal mungkin sesuai batas kemampuan penulis, namun tetap saja tidak ada

gading yang tak retak, pun dengan penelitian ini. Kritik dan saran sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan karya sederhana ini. Terima kasih dan semoga

bermanfaat. Amin.

Surakarta, 2 November 2010

Penulis

ix

Page 10: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ------- i HALAMAN PERSETUJUAN ------- ii HALAMAN PENGESAHAN ------- iii HALAMAN MOTTO ------- iv HALAMAN PERSEMBAHAN ------- v KATA PENGANTAR ------- vi DAFTAR ISI ------- x

DAFTAR GAMBAR ------- xiii DAFTAR TABEL ------- xiv ABSTRAK ------- xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ------- 1 B. Rumusan Masalah ------- 11 C. Tujuan Penelitian ------- 11 D. Manfaat Penelitian ------- 12 E. Telaah Pustaka

1. Komunikasi Politik ------- 14

2. Komunikasi Massa ------- 25 3. Komunikasi Interpersonal ------- 31

4. Iklan Media Luar Ruang ------- 34 5. Perilaku Memilih ------- 37 6. Masyarakat Transisi ------- 44

F. Review Penelitian Terdahulu ------- 50 G. Kerangka Pemikiran ------- 54 H. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian ------- 56 2. Metode Penelitian ------- 56 3. Lokasi Penelitian ------- 59

4. Jenis Data ------- 59 5. Teknik Pengumpulan Data ------- 60

6. Teknik Sampling ------- 64 7. Validitas Data ------- 67 8. Analisis Data ------- 67

x

Page 11: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

I. Keterbatasan Penelitian ------- 71

BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo ------- 73

B. Desa Ngabeyan 1. Geografis ------- 75 2. Administrasi ------- 77 3. Potensi ------- 79

C. Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 80 1. Daftar Pemilih Tetap (DPT) ------- 81 2. Pencalonan ------- 843. Kampanye ------- 90

4. Pemungutan dan Penghitungan Suara ------- 93

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATAA. Komunikasi Politik Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan

Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 100 1. Komunikasi Politik Antar Persona ------- 101 2. Kampanye Pemilukada ------- 108 3. Iklan Politik Media Luar Ruang ------- 113 4. Media Massa ------- 118

B. Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 120 1. Pemilih Sekedar Memilih ------- 122

2. Pemilih Partisan ------- 124 3. Pemilih Rasional ------- 127 4. Pemilih Tidak Memilih (Golput) ------- 132

C. Pola Pengaruh Komuniksi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 135 1. Pengaruh dari Komunikasi Politik Antar Persona ------- 139

1.1 Kandidat Calon ------- 140

1.2 Tim Sukses ------- 145 1.3 Tokoh Masyarakat ------- 151 1.4 Keluarga ------- 158

1.5 Tetangga ------- 162 1.6 Teman ------- 166

xi

Page 12: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Pengaruh dari Kampanye Pemilukada ------- 168 3. Pengaruh dari Iklan Politik Media Luar Ruang ------- 176 4. Pengaruh dari Media Massa ------- 184

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

1. Komunikasi Politik ------- 192 2. Perilaku Memilih ------- 193 3. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk

Perilaku Memilih ------- 194 B. Implikasi ------- 197 C. Saran ------- 199

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

xii

Page 13: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Dispersi cahaya putih menjadi cahaya dengan berbagai warna yang mempunyai harga panjang gelombang ------- 46

Gambar 1.2 Berkas cahaya yang datang pada prisma akan mengalami pembelokan atau deviasi ke bawah ------- 47

Gambar 1.3 Masyarakat model prismatik, memusat, dan memencar ------- 47 Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran Penelitian ------- 55 Gambar 1.5 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif Miles dan

Huberman ------- 70 Gambar 2.1 Peta Administratif Kabupaten Sukoharjo ------- 74 Gambar 2.2 Pasangan Calon Muhammad Toha - Wahyudi ------- 87 Gambar 2.3 Pasangan Calon Titik Suprapti - Sutarto ------- 88 Gambar 2.4 Pasangan Calon Wardoyo Wijaya - Haryanto ------- 89

Gambar 2.5 Suasana di Salah Satu TPS Desa Ngabeyan saat Pencoblosan ------- 95

Gambar 3.1 Kampanye Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto ------- 111 Gambar 3.2 Kampanye Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi ------- 112 Gambar 3.3 Iklan Baliho Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto ------- 114 Gambar 3.4 Iklan Baliho Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi ------- 116 Gambar 3.5 Iklan Spanduk Pasangan Titik Suprapti - Sutarto ------- 117 Gambar 3.6 Debat Kandidat Cabup-Cawabup Sukoharjo 2010 ------- 120

xiii

Page 14: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian ------- 66 Tabel 2.1 Pembagian Administratif Desa Ngabeyan ------- 77 Tabel 2.2 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan dalam Pemilukada

Sukoharjo 2010 ------- 82 Tabel 2.3 Daftar Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati dalam

Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 86 Tabel 2.4 Jadwal Kampanye Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 91

Tabel 2.5 Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilukada Sukoharjo 2010 di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura ------- 96

Tabel 2.6 Hasil Perolehan Suara Kandidat dalam Pemilukada Sukoharjo

2010 ------- 97 Tabel 3.1 Gambaran Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan ------ 121 Tabel 3.2 Gambaran Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk

Perilaku Memilih Masyarakat Transisi ------- 137

xiv

Page 15: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK

AIDA NURSANTI, D0206030, POLA KOMUNIKASI POLITIK MASYARAKAT TRANSISI PADA PEMILUKADA 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010), Skripsi, Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2010.

Sebagai salah satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik, komunikasi politik berperan penting dalam pelaksanaan Pemilukada Sukoharjo 2010, terutama dalam kapasitasnya sebagai strategi yang digunakan kandidat calon untuk menumbuhkan simpati dan mempengaruhi preferensi pemilih agar condong kepada mereka. Berhasil tidaknya upaya tersebut tampak pada perilaku pemilih pada saat pemungutan suara, karena perilaku memilih merupakan efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis.

Berdasarkan uraian di atas, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dengan pertimbangan bahwa desa ini memiliki ciri masyarakat transisi.

Untuk menjawab masalah tersebut, peneliti menggunakan metode studi kasus karena fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview), observasi, dan dokumentasi. Teknik purpossive sampling digunakan untuk memilih 15 orang informan penelitian, sementara validitas data diuji melalui teknik triangulasi sumber (data) dan analisa data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman.

Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa komunikasi politik yang dijalankan kandidat calon melalui saluran komunikasi antar persona, iklan media luar ruang, dan media massa berhasil mempengaruhi preferensi dan perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Akan tetapi, pengaruh tersebut memiliki polanya masing-masing dan tidak sama antara individu satu dengan yang lainnya, sesuai dengan karakteristik masyarakat transisi yang heterogen.

Secara umum, komunikasi antar persona paling berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih dibandingkan saluran lainnya, terutama pada tipikal pemilih partisan dan pemilih sekedar memilih. Sementara pada pemilih rasional, komunikasi politik antar persona berpengaruh dalam memperkuat keyakinan akan preferensi awal pemilih terhadap kandidat tertentu.

Secara khusus, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk perilaku memilih pada situasi dan kondisi di mana pemilih tidak memperoleh akses informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi politik antar persona dan media massa. Pengaruh ini terutama tampak pada perilaku pemilih sekedar memilih yang memiliki kecenderungan untuk memilih kandidat calon

xv

Page 16: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang paling familiar, paling sering dilihat ataupun didengar. Dan dalam konteks inilah iklan media luar ruang memainkan peranannya.

Sedangkan media massa secara khusus berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar serta tidak memiliki kepentingan maupun ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun. Kalaupun ada, komunikasi politik tersebut tidak disisipi adanya kepentingan khusus untuk menggiring opini, melainkan hanya sebatas obrolan seperti biasa pada umumnya dan topik pemilukada yang menjadi muatannya murni karena kegiatan tersebut memang tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kampanye publik ternyata tidak mempengaruhi preferensi pemilih terhadap kandidat tertentu, apalagi membentuk perilaku memilihnya. Hal ini dikarenakan masyarakat menyadari tujuan dilaksanakannya kampanye adalah untuk menggalang dukungan suara sehingga apa yang disampaikan cenderung yang baik-baik saja. Kehadiran masyarakat non-partisan dalam kampanye publik yang diadakan kandidat calon umumnya hanya karena tertarik pada hadiah yang ditawarkan dan juga hiburan yang diberikan.

xvi

Page 17: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT

AIDA NURSANTI, D0206030, THE TRANSITIONAL SOCIETY’S POLITICAL COMMUNICATION PATTERN ON HEAD OF DISTRICT ELECTION 2010 (Case Study about The Pattern of Political Communication Influence in Forms The Transitional Society’s Voting Behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict on Sukoharjo’s Head of District Election 2010), Paper, Communication Science Majors, Social and Political Science Faculty, Surakarta Sebelas Maret University (FISIP UNS), 2010.

As one of prescriptive entry the working of all political system, political communication plays important role on Sukoharjo’s Head of District Election 2010, especially in it’s capacity as a strategy used by candidate for growing sympathy and influence voter’s preference in order to bend to them. Succesful or not that effort appears on voting behavior in vote picking, it’s because voting behavior is motorik’s or behavioral’s effect of political communication that gets mechanistic character.

Based on descriptions upon, appointed problem in this research is how the pattern of political communication influence in forms the transitional society’s voting behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict on Sukoharjo’s Head of District Election 2010. This research located at Ngabeyan’s, Village Kartasura’s Subdistrict with consideration that this village have transitional society’s characteristic.

To answer that problem, researcher use case study methods because the research’s focus is at contemporary phenomenon in the real life context. Meanwhile, the data collection was done using indepth interview, observation, and documentation. Purpossive sampling technique used to choose 15 research’s informant, while data validity is tested by source (data) triangulation and data analysis use Miles and Huberman’s interactive model.

This research results that political communication that carried on by candidate through interpersonal communication channel, outdoor media advertising, and mass media succesfully influence transitional society’s preference and voting behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict. But then, that influence have it’s own pattern and it’s different among one individual to another according to the heteroginity of transitional society’s characterictic.

In common, interpersonal communication have a biggest influence in form voting behavior than another channel, especially on partisan and just-vote voter typical. While on rational voter, interpersonal communication influential in strengthen conviction for voter’s early preference to spesific candidate.

Specially, outdoor media advertising influential forms voting behavior in a situation and condition whereabouts voter doesn’t get information’s access to another affecting source, such as interpersonal communication and mass media. This influence particularly appears on just-vote voting behavior that tend to vote the most familiar candidate, the most often seen or heard. And in it’s context, outdoor media plays it’s role.

xvii

Page 18: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

Meanwhile mass media specially influential forms rational voter’s voting behavior that educated relative and have no spesific importance and also emotional tied up with party or candidate. Beside that, they used to never engage in interpersonal communication with whoever. If even available, that political communication not inserted with spesific importance to dribbling opinion, but it just like a general talk whereabouts the topic around head of district election as a content just because that activity really mean happens and become warming talk in the middle of society.

The results of research also shows that public campaign apparently doesn’t influence voter’s preference to spesific candidate, even less forms voting behavior. It because of the society realize the aim of campaign is to gather voice support so what does it said tend that carefully only. Except partisan voters, the society attendance on public campaign that arranged by candidate just because they interested with the prize which offered and the entertainment which given.

Page 19: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi sebagai esensi dari interaksi antar manusia memegang

peranan penting dalam semua aspek kehidupan, termasuk politik. Politisi

terpilih menduduki jabatan tertentu karena komunikasi politik yang

dijalankannya, sebaliknya, beberapa terpaksa meletakkan jabatannya pun

karena komunikasi politik. Urgensi komunikasi politik dalam sistem politik

ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpanya, manusia tidak akan ada.

Komunikasi politik berkaitan erat dengan sistem politik yang dianut

sebuah negara. Menurut Gabriel A. Almond, komunikasi merupakan salah

satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik.

Komunikasi politik diibaratkan sebagai suatu sistem sirkulasi darah dalam

tubuh yang mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan

dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemrosesan sistem

politik. Ia berperan menyambungkan semua bagian dari sistem politik

sehingga aspirasi dan kepentingan tersebut dikonversikan menjadi

kebijaksanaan. Bila komunikasi berjalan lancar, wajar, dan sehat, sistem

politik akan mencapai tingkat kualitas responsif yang tinggi terhadap

perkembangan aspirasi dan masyarakat sesuai dengan tuntutan zaman

(Cangara, 2009 : 17).

Page 20: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam setiap realitas kehidupan politik bisa dipastikan akan selalu

terjadi komunikasi politik. Setiap hari, para tokoh pemerintahan/aktor politik

menyampaikan pernyataan baik resmi maupun tidak resmi, pendapat, dan

berbagai komentar yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara

keseluruhan, sehingga bentuk kehidupan politik seperti rapat, pidato,

kampanye, debat politik, lobi dan negosiasi menjadi suatu keniscayaan. Hal

ini merupakan salah satu bentuk konkret dari kegiatan komunikasi politik di

mana elit politik bertindak selaku komunikator.

Bentuk konkret lain dari kegiatan komunikasi politik adalah

penyampaian pesan politik yang dilakukan oleh warga masyarakat. Yang

menjadi sasaran biasanya adalah pejabat pemerintahan/politik. Kegiatan di

mana warga masyarakat bertindak selaku komunikator ini dapat berupa

penyampaian tuntutan atau protes yang biasanya dialamatkan kepada DPR RI,

DPRD, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Meski dilakukan oleh masyarakat biasa, komunikasi politik dalam

bentuk tuntutan dan protes ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Kesalahan

penguasa/elit politik yang mengabaikan tuntutan mereka akan membawa

dampak yang berakibat fatal. Aksi-aksi protes dari masyarakat luas yang

kemudian memperoleh penguatan dari media massa dapat memaksa

pemerintah mengubah atau mencabut suatu kebijakan, memaksa pejabat

mengundurkan diri, bahkan mengakibatkan perubahan politik yang besar

termasuk tumbangnya suatu rezim.

Contoh nyata yakni keputusan pemerintah merevisi PP No. 37 Tahun

2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan/Anggota DPRD

2

Page 21: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

di awal 2007 dan penarikan kembali rencana kenaikan Tarif Dasar listrik

(TDL) tahun 2005. Begitu pula pengunduran diri Presiden Soeharto pada

tanggal 21 Mei 1998 sebagai puncak dari rangkaian krisis politik di Indonesia

periode 1997-1999. Keduanya sarat dipengaruhi oleh komunikasi politik

masyarakat yang kemudian mendapat penguatan oleh media massa (Pawito,

2009 : 3).

Komunikasi politik, seperti halnya di sistem politik lainnya, juga

mutlak diperlukan dalam proses pembentukan pemerintahan, baik eksekutif

maupun legislatif, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Pembentukan pemerintahan ini mengacu pada proses penyelenggaraan

pemilihan umum (pemilu), baik pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun

pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) yang rutin diselenggarakan

setiap lima tahun sekali sebagai agenda wajib demokrasi Indonesia.

Terlepas dari segala pro dan kontra yang timbul atas penyelenggaraan-

nya, pemilukada adalah instrumen penting untuk mewujudkan kedaulatan

rakyat di tingkat lokal. Pemilukada merupakan mekanisme demokratis dalam

rangka rekruitmen pemimpin daerah, di mana rakyat sebagai pemegang

kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara memiliki hak dan kebebasan

sepenuhnya untuk memilih calon pemimpinnya secara langsung berdasarkan

kriteria yang jelas dan transparan.

Pemilukada (dulu pilkada) diselenggarakan pertama kali di Indonesia

pada bulan Juni 2005 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah. Akan tetapi, banyaknya kritik terhadap implementasi

UU tersebut mendorong dibentuknya peraturan perundang-undangan baru

3

Page 22: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang secara khusus mengatur penyelenggara pemilihan umum. Terbitnya UU

No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum pun dirasa

sebagai angin segar. Menurut UU ini, secara yuridis formal pilkada telah

dikategorikan sebagai pemilihan umum. Sejak saat itulah, istilah pemilukada

mulai sering dipakai banyak orang, walaupun sebagian yang lain masih sering

pula menyebut pilkada.

Seperti pemilu pada umumnya, pada pemilukada, komunikasi politik

berperan penting untuk menarik simpati dan mempengaruhi perilaku

masyarakat untuk memilih calon tertentu pada saat pemilihan. Kandidat calon

dan tim kampanye selaku komunikator politik melemparkan berbagai pesan

politik untuk mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Terkait hal ini,

Stuart dan Jamias menyatakan bahwa pengaruh atau efek adalah perbedaan

antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh seseorang sebelum

dan sesudah menerima pesan. Pengaruh dapat terjadi pada tingkat

pengetahuan, sikap, maupun perilaku (Cangara, 2009 : 411).

Berhasil atau tidaknya komunikasi politik yang dijalankan kandidat

calon dan tim kampanye akan tampak pada perilaku memilih masyarakat

ketika hari pencoblosan tiba. Perilaku memilih dipahami sebagai tingkah laku

atau atau tindakan seseorang dalam proses pemberian suara serta latar

belakang seseorang melakukan tindakan tersebut. Perilaku memilih seseorang

kepada satu calon tertentu merupakan efek motorik atau behavior dari

komunikasi politik yang bersifat mekanistis. Untuk mewujudkannya perlu

pemilihan saluran komunikasi politik yang tepat sesuai dengan karakteristik

dan pola komunikasi masyarakat setempat.

4

Page 23: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penentuan saluran komunikasi politik erat kaitannya dengan target

sasaran yang hendak dituju, dalam hal ini yaitu masyarakat. Memahami

masyarakat sebagai target sasaran dalam komunikasi politik merupakan hal

yang sangat penting sebab semua aktivitas komunikasi diarahkan kepada

mereka. Merekalah yang menentukan berhasil tidaknya komunikasi politik

karena bagaimana pun besarnya biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan

untuk mempengaruhi mereka, namun apabila mereka tidak mau memberi

suara kepada partai atau kandidat yang diperkenalkan kepada mereka,

komunikasi politik akan sia-sia.

Penggunaan saluran komunikasi massa untuk penyampaian pesan

politik pada saat pemilukada cukup efektif apabila sasaran yang ingin dituju

adalah masyarakat modern/industri yang tinggal di wilayah perkotaan.

Karakteristik mereka yang cenderung individualis dan kompetitif tidak

memberikan ruang dan waktu yang cukup untuk berinteraksi secara langsung

dengan lingkungan di sekitarnya. Pola hidup dengan tingkat kesibukan yang

tinggi juga membatasi ruang gerak mereka untuk hal-hal yang berada di luar

kepentingannya sendiri, termasuk politik. Kehadiran media massa pun

dipandang mampu menjembatani kepentingan komunikator politik.

Penggunaan media massa dalam komunikasi politik sangat sesuai

dalam upaya membangun opini publik serta membentuk citra diri kandidat

calon. Media massa tidak lagi sekedar menyampaikan laporan mengenai

berbagai peristiwa, tetapi juga menjadi panggung bagi para kandidat yang

saling berkompetisi untuk meraih dukungan publik dalam skala masif

mengingat kekuatan media massa dalam menguasai ruang dan waktu. Melalui

5

Page 24: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

media massa pula, publik khususnya masyarakat perkotaan dapat mengetahui

platform kandidat yang ditawarkan sehingga hal itu dapat dijadikan

pertimbangan dalam mengambil keputusan memilih.

Sementara itu, saluran komunikasi antar persona atau interpersonal

lebih tepat diterapkan bagi masyarakat pedesaan/tradisional mengingat

interaksi sosial mereka jauh lebih kental dibandingkan dengan masyarakat

kota. Apalagi, tingkat perkembangan media massa dan tingkat “melek huruf”

masyarakat masih rendah, sehingga pesan politik hanya dapat disampaikan

melalui komunikasi interpersonal. Apabila di masyarakat modern peran

pemuka pendapat (opinion leader) mulai memudar seiring arus informasi yang

kian mudah diakses siapa saja, maka tidak demikian halnya dengan

masyarakat tradisional. Opinion leader masing memegang peranan yang

cukup besar dalam menentukan sikap dan perilaku pengikutnya. Mereka

diikuti bukan karena kedudukan atau jabatan politik tetapi karena

kewibawaan, kharisma, mitos yang melekat padanya, atau karena pengetahuan

dan pengalaman yang dimilikinya.

Dalam pola komunikasi ini, kiai dan ulama merupakan sasaran paling

strategis. Kiai dianggap mempunyai kekuatan yang tinggi dalam mem-

pengaruhi masyarakat karena bisa memahami apa yang dibutuhkan dan

diinginkan masyarakatnya. Dengan ilmu dan keahliannya di bidang agama,

seorang kiai mampu ‘mengasuh’ masyarakat dengan menunjukkan mana yang

benar dan mana yang salah. Kemampuannya dalam menjawab berbagai

persoalan yang ingin diketahui masyarakat pun tidak diragukan lagi.

Sehingga dapat dikatakan, pendekatan yang intens secara interpersonal kepada

6

Page 25: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

opinion leader selaku pengatur lalu lintas opini adalah kunci keberhasilan

komunikasi politik di mana target sasarannya adalah masyarakat tradisional.

Apabila masyarakat modern/perkotaan dan masyarakat tradisional/

pedesaan memiliki pola komunikasi politiknya sendiri, masyarakat transisi

pun demikian. Masyarakat ini mempunyai karakteristik tersendiri yang

membedakannya dari masyarakat modern ataupun masyarakat tradisional

sehingga tidak dapat dimasukkan dalam golongan keduanya. Masyarakat

transisi merupakan masyarakat yang berada pada posisi persimpangan atau

peralihan dari masyarakat tradisional/agraris menuju masyarakat

modern/industri, atau dengan kata lain masyarakat yang tengah mengalami

proses pembangunan.

Perubahan struktur pada masyarakat tradisional merupakan akibat dari

derasnya proses modernisasi dengan berbagai nilai atau teknologi yang

ditawarkan. Perubahan pada masyarakat transisi terlihat jelas pada makna

pribadi yang mengalami transformasi di dalam tatanan dan tata hidup sehari-

hari, misalnya pluralitas mata pencaharian, pengalihan fungsi lahan pertanian

menjadi areal perumahan dan pabrik, banyaknya masyarakat pendatang,

kemajuan teknologi dan transportasi yang digunakan, serta keadaan sosial

ekonomi masyarakat yang semakin meningkat dan pendidikan masyarakat

yang semakin tinggi. Walaupun perubahan yang terjadi membawa dampak

positif yakni dapat meningkatkan kehidupan masyarakat melalui teknologi

yang ditawarkan, akan tetapi dampak negatif juga tidak terelakan, yaitu

potensi munculnya konflik dikarenakan adanya perbenturan dua sistem nilai,

tradisional dan modern.

7

Page 26: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam aspek komunikasi politik, secara umum baik pola komunikasi

politik masyarakat tradisional/pedesaan maupun modern/perkotaan dapat

dijumpai pada masyarakat transisi, karena karakteristiknya memang berada di

antara keduanya, yang membedakan hanyalah seberapa besar porsi masing-

masing. Hal tersebut tentunya berbanding lurus dengan sejauh mana transisi

yang dialami. Inilah yang harus dipahami oleh kandidat calon yang ingin

melakukan komunikasi politik dengan target sasaran masyarakat transisi.

Pemahaman mengenai target sasaran, keinginan, sikap, kepercayaan,

kebiasaan, dan nilai-nilai yang mereka pegang sangat penting dalam

menetapkan langkah-langkah kampanye terutama dalam kaitannya dengan

strategi, pendekatan, tema, penyusunan pesan, dan pemilihan saluran yang

tepat.

Masyarakat transisi, seperti diungkapkan Fred W. Riggs, merupakan

tipikal masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang (dunia ketiga),

termasuk Indonesia. Mayoritas masyarakat di Indonesia mulai menganut nilai-

nilai modernisasi walaupun tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi nenek

moyang mereka. Karakteristik ini pula yang dijumpai pada masyarakat Desa

Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.

Berada di lokasi strategis yang menghubungkan jalur Surabaya-Solo-

Yogyakarta dan Solo-Semarang, Kartasura merupakan kota satelit bagi

Surakarta atau Solo. Selain Solo Baru, Kartasura merupakan wilayah

pengembangan dari Kota Surakarta. Kartasura juga memiliki nilai historis

yang kuat karena di daerah ini dulu pernah berdiri pusat Kerajaan Mataram

Islam sebelum akhirnya Perjanjian Giyanti tahun 1755 membaginya menjadi

8

Page 27: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta (http://id.wikipedia.org/wiki/

Kartasura, Sukoharjo).

Desa Ngabeyan termasuk salah satu desa di wilayah Kecamatan

Kartasura. Pada umumnya dari tahun ke tahun keadaan Desa Ngabeyan terus

mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kondisi masyarakatnya pun

semakin maju seiring dengan semakin mudahnya menerima arus informasi

dari luar. Desa Ngabeyan dapat disebut sebagai desa transisi karena baik

secara fisik maupun psikologis masyarakatnya sedang menuju ke arah

modern. Secara fisik dapat diamati dari banyaknya pembangunan perumahan,

pabrik, terminal bus baru, rumah sakit, jalan-jalan penghubung desa, serta

penggunaan alat transportasi bermotor yang semakin beragam. Gaya hidup

masyarakatnya pun turut berubah, sesuai tingkat pendidikan, pola pekerjaan,

tingkat pendapatan, dan keadaan sosial ekonomi yang juga mengalami

perubahan.

Meskipun demikian, ada beberapa bagian dari kondisi sosial budaya

mayarakat Desa Ngabeyan yang tidak ikut berubah. Hal ini dikarenakan masih

ada karakteristik pedesaan yang terus dipertahankan, misalnya kegiatan kerja

bakti membersihkan lingkungan, pertemuan rutin warga, kegiatan tirakatan

memperingati hari kemerdekaan RI, rewang (membantu tetangga yang punya

hajat), njagong (menghadiri resepsi pernikahan), serta nglayat (mengurusi

pemakaman tetangga yang meninggal dunia).

Termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Sukoharjo,

masyarakat Desa Ngabeyan juga turut berpartisipasi dalam ajang pemilukada

Sukoharjo yang diselenggarakan tahun ini. Pemilihan bupati dan wakil bupati

9

Page 28: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sukoharjo merupakan satu di antara 244 pemilukada yang digelar di Indonesia

sepanjang tahun 2010. Jumlah tersebut terdiri dari tujuh pemilihan

gubernur/wakil gubernur, 202 pemilihan bupati/wakil bupati dan 35 pemilihan

wali kota/wakil wali kota (Kompas, 13 Agustus 2010). Pemilukada Sukoharjo

2010 diikuti oleh tiga pasang calon bupati dan wakil bupati, yakni Drs.

Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd yang diusung oleh

koalisi PKB, Partai Demokrat, dan PAN; Titik Suprapti S.Sos, M.Si – H.

Sutarto yang diusung Partai Golkar dan PBB; serta Wardoyo Wijaya SH, MH

– Drs. Haryanto yang diusung oleh koalisi PDIP, PKS, PPP, dan Hanura.

Dalam pemilihan yang berlangsung Kamis, 3 Juni 2010 tersebut,

pasangan nomor urut tiga Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) berhasil

keluar sebagai pemenang. Pasangan ini meraup 199.612 suara atau 49,33 %

dari suara sah yang ada. Selanjutnya di urutan kedua ditempati pasangan

nomor urut dua, Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) yang mengantongi

121.290 dukungan atau 29,98 % suara sah. Sementara pasangan nomor satu,

Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di) menempati posisi ke tiga dengan

dukungan 83.716 suara atau 20,69 % suara sah. Berdasarkan hasil rekapitulasi

suara, total suara sah pada pemilukada Sukoharjo yakni sebesar 93,4 % atau

404.618 suara. Untuk suara tidak sah jumlahnya mencapai 28.402 suara atau

6,6 %. Sedangkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 66 % atau sebanyak

433.020 suara (Solopos, Rabu, 9 Juni 2010).

Pada penelitian ini fokus utama peneliti adalah mengenai pola

komunikasi politik masyarakat transisi dalam hal ini masyarakat Desa

Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, pada Pemilukada Kabupaten Sukoharjo

10

Page 29: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tahun 2010. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul ”Pola Komunikasi

Politik Masyarakat Transisi pada Pemilukada 2010 : Studi Kasus tentang Pola

Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih

Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada

Pemilukada Sukoharjo 2010”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang

ingin diangkat oleh peneliti adalah:

1. Bagaimana komunikasi politik masyarakat transisi di Desa Ngabeyan

Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010?

2. Bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan

Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010?

3. Bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk

perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan

pada Pemilukada Sukoharjo 2010?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi politik masyarakat transisi

di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo

2010.

2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi di

Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo

2010.

11

Page 30: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Untuk mengetahui bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam

membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan

Kecamatan pada Pemilukada Sukoharjo 2010.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis :

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran bagi

peneliti dalam mengaplikasikan teori-teori komunikasi yang

dipelajari di bangku perkuliahan, serta melatih peneliti untuk

berpikir lebih ilmiah, kritis, dan sistematis. Dengan melakukan

penelitian ini, peneliti juga mendapatkan wawasan dan

pengetahuan lebih mengenai tiga elemen penting dalam bidang

kajian ilmu sosial sekaligus. Pertama komunikasi, dengan meneliti

pengaruh komunikasi politik, kedua sosiologi, yakni dengan

meneliti masyarakat transisi, dan ketiga politik, dengan meneliti

perilaku memilih sebagai bagian dari kegiatan politik Pemilukada

Sukoharjo 2010.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan

di bidang penelitian ilmu komunikasi pada umumnya, serta

menambah pengetahuan dan pemikiran mengenai pola pengaruh

komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih pada

khususnya.

12

Page 31: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Manfaat Praktis :

a. Bagi aktor politik (kandidat calon, pengurus partai politik, aktivis

politik, dan seluruh stakeholders terkait), penelitian ini diharapkan

dapat memberikan gambaran mengenai arti penting merencanakan

komunikasi politik yang baik agar pesan dapat efektif

mempengaruhi perilaku memilih, khususnya dalam konteks

pemilukada di mana target sasarannya adalah masyarakat transisi.

b. Bagi masyarakat selaku komunikan, penelitian ini diharapkan

dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan penting untuk

dijadikan pedoman memperluas pandangan terkait partisipasi

politik dalam ajang pemilukada, komunikasi politik yang

dijalankan kandidat calon dan partai politik, serta perilaku memilih

sebagai unit terpenting keberhasilan kandidat calon dalam

memenangkan pemilukada.

c. Bagi lembaga penyelenggara pemilukada, dengan adanya

penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih rinci

mengenai penyelenggaraan pemilukada di wilayah desa, yang

merupakan unit pemerintahan terkecil, khususnya desa dengan

karakteristik masyarakat transisi, supaya dapat digunakan sebagai

bahan evaluasi dan kedepannya dapat menyelenggarakan

pemilukada secara lebih baik lagi.

13

Page 32: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

E. Telaah Pustaka

1. Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah sebuah studi interdisipliner yang dibangun

diatas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara

proses komunikasi dan proses politik. Menurut Lucian Pye, antara komunikasi

dan politik memiliki hubungan yang erat dan istimewa karena berada dalam

kawasan (domain) politik dengan menempatkan komunikasi pada posisi yang

sangat fundamental. Tanpa adanya suatu jaringan (komunikasi) yang mampu

memperbesar (enlarging) dan melipatgandakan (magnifying) ucapan-ucapan

dan pilihan-pilihan individual, tidak akan ada namanya politik (Cangara, 2009

: 16 ).

Sesuai etimologinya, komunikasi politik (political communication)

adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor

politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan

pemerintah. Walaupun setiap orang yang menyuarakan pesan bermuatan

politik dapat disebut sebagai komunikator politik, namun yang bertindak

sebagai komunikator utama di sini adalah para pemimpin politik atau pejabat

pemerintah karena merekalah yang aktif menciptakan pesan politik untuk

kepentingan politis mereka. Mereka adalah pols, yakni politisi yang hidupnya

dari manipulasi komunikasi, dan vols, yakni warganegara yang aktif dalam

politik secara part timer ataupun sukarela (http://romeltea.com/komunikasi-

politik).

Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan

sehari-hari. Sebab dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak

14

Page 33: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian

komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar

soal kenaikan BBM, merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab,

sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi

politik dengan mendapat persetujuan DPR. Konsep, strategi, dan teknik

kampanye, propaganda, dan opini publik termasuk dalam bidang kajian ilmu

komunikasi politik.

Ada banyak definisi mengenai komunikasi politik, salah satu yang

cukup gamblang dikemukakan Astrid D. Soesanto (1986), bahwa komunikasi

politik adalah komunikasi yang diarahkan pada pencapaian pengaruh

sedemikian rupa sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan

komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui sanksi yang

ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik (Ardial, 2009 : 28). Dengan

demikian, melalui kegiatan komunikasi politik terjadi pengaitan masyarakat

sosial dengan lingkup negara sehingga komunikasi politik merupakan sarana

untuk pendidikan politik/kesadaran warga dalam hubungan kenegaraan.

Sedangkan pakar ilmu politik, seperti Almond dan Powell (1966)

menempatkan komunikasi politik sebagai fungsi politik, bersama-sama

dengan fungsi artikulasi, sosialisasi, dan rekruitmen yang terdapat dalam

sistem politik tertentu. Menurut kedua pakar tersebut, komunikasi politik

merupakan prasyarat yang diperlukan bagi kelangsungan fungsi-fungsi yang

lain (Ardial, 2009 : 28). Dari perspektif berbeda, Nimmo juga memberi

rumusan mengenai komunikasi politik. Dengan memandang inti komunikasi

komunikasi sebagai proses interaksi sosial dan inti politik sebagai konflik

15

Page 34: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sosial, Nimmo merumuskan komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi

yang bersifat politis atas dasar konsekuensi aktual dan potensial, yang

mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik (Nimmo, 1999 : 9).

Sebagai suatu proses, komunikasi politik dapat dipahami dengan

melibatkan setidaknya lima unsur, yakni pelibat (aktor atau partisipan), pesan,

saluran, situasi atau konteks, dan pengaruh atau efek (Pawito, 2009 : 6).

a. Pelibat (Aktor Komunikasi Politik)

Aktor komunikasi politik adalah semua pihak yang terlibat atau

mengambil peran dalam proses penyampaian (komunikator politik) dan

penerimaan pesan (komunikan). Aktor komunikasi politik dapat berupa

individu/perseorangan, kelompok, organisasi, lembaga, maupun

pemerintah. Bapak-bapak yang tengah melakukan kegiatan siskamling

sembari membicarakan pemilukada yang sebentar lagi akan berlangsung

dapat dikatakan sebagai aktor komunikasi politik, begitu pula pemerintah

yang memberikan pengumuman mengenai kenaikan tarif dasar listrik

(TDL).

b. Pesan Politik

Suatu komunikasi dapat dikatakan sebagai komunikasi politik apabila

pesan yang saling dipertukarkan oleh aktor atau partisipan memiliki

signifikasi dengan politik, setidaknya sampai tingkat tertentu. Artinya,

karakter dan pesan komunikasi tersebut memiliki keterikatan dengan

politik. Kata politik mengandung pengertian tentang segala sesuatu yang

menyangkut kepentingan penjatahan sumber daya publik. Pidato politik,

undang-undang pemilu, pernyataan politik, siaran radio dan televisi yang

16

Page 35: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berisi muatan politik, iklan politik, debat politik, dan propaganda dapat

dikategorikan sebagai pesan politik.

c. Saluran atau Media Politik

Saluran atau media politik adalah alat atau sarana yang dipergunakan oleh

para komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya, misalnya

media massa baik cetak maupun elektronik, media format kecil (leaflet,

pamphlet, poster, brosur, stiker, buletin), media luar ruang (baliho,

spanduk, reklame, bendera, kaos oblong), saluran komunikasi kelompok,

saluran komunikasi antarpribadi, dan saluran komunikasi sosial.

d. Situasi atau Konteks

Situasi atau konteks komunikasi politik adalah keadaan dan

kecenderungan lingkungan yang melingkupi proses komunikasi politik.

Atau dalam arti luas, situasi atau konteks pada dasarnya adalah sistem

politik di mana komunikasi politik berlangsung dengan segala

keterikatannya dengan nilai-nilai, baik filsafat, ideologi, sejarah, ataupun

budaya.

e. Pengaruh atau efek Komunikasi Politik

Pertukaran pesan yang terjadi di antara aktor komunikasi politik yang

kemudian direspon oleh pihak-pihak terkait atau yang memiliki

kepentingan dapat dikatakan membawa pengaruh (efek). Pengaruh dapat

berupa perubahan situasi yang sama sebagaimana dikehendaki oleh

pemberi pesan, tidak terjadi perubahan apa-apa, dan mungkin dapat berupa

situasi yang lebih buruk lagi.

17

Page 36: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sedangkan dalam tatanan penyelenggaraan sebuah pemerintahan

negara, komunikasi politik mempunyai dua fungsi yang secara garis besar

terbagi dalam dua macam situasi, yaitu:

a. Fungsi komunikasi politik yang ada pada struktur pemerintahan

(suprastruktur politik) atau disebut pula dengan istilah the government

political sphere.

Pada fungsi ini, komunikasi politik berisikan informasi yang

menyangkut seluruh kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Isi

komunikasi ditujukan pada upaya mewujudkan loyalitas dan integritas

nasional untuk mencapai tujuan negara yang lebih luas. Komunikasi yang

berada pada suprastruktur berisikan antara lain:

1. Seluruh kebijakan yang menyangkut kepentingan umum.

2. Upaya meningkatkan loyalitas dan integritas nasional.

3. Motivasi dalam menumbuhkan dinamika dan integritas mental dalam

segala bidang kehidupan yang menuju pada sikap perbaikan dan

modernisasi.

4. Peraturan dan perundang-undangan untuk menjaga ketertiban dan

keharmonisan dalam hidup bernegara.

b. Fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik) yang

disebut pula dengan istilah the sociopolitical sphere.

Komunikasi politik yang berada pada struktur masyarakat dapat

dilihat dari fungsi agregasi kepentingan dan artikulasi kepentingan.

Agregasi kepentingan merupakan proses penggabungan kepentingan untuk

kemudian dirumuskan dan disalurkan kepada pemerintah selaku pemegang

18

Page 37: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kekuasaan, untuk dijadikan kebijaksanaan umum (policy). Sedangkan

artikulasi kepentingan adalah proses sintesis aspirasi-aspirasi masyarakat

sebagai anggota kelompok, yang berupa ide dan pendapat untuk kemudian

dijadikan pola dan program politik (Ardial, 2009 : 39).

Fungsi yang telah dikemukakan di atas tentu sangat mendukung

berbagai bentuk kegiatan komunikasi politik. Menurut Arifin (2003 : 85-104),

bentuk kegiatan komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan diterapkan

para politikus, aktivis dan komunikator politik lain adalah sebagai berikut :

a. Retorika Politik

Retorika berasal dari bahasa Yunani rhetorica, yang berarti seni

berbicara. Retorika menurut Plato adalah kemampuan untuk

mempengaruhi jiwa manusia secara positif kearah kebenaran. Plato

menekankan bahwa orator atau komunikator dalam mengucapkan kata

atau kalimat, baik secara implisit maupun eksplisit senantiasa harus

berpedoman pada dasar-dasar yang di dalamnya terdapat kebenaran dan

kebajikan.

Sedangkan Aristoteles dalam karyanya Retorika, membagi retorika

politik ke dalam tiga jenis, yaitu retorika diliberatif, retorika forensik, dan

retorika demonstratif. Retorika diliberatif dirancang untuk mempengaruhi

khalayak dalam kebijakan pemerintah di mana pembicaraan difokuskan

pada keuntungan dan kerugian jika kebijakan diputuskan dan

dilaksanakan. Retorika forensik adalah retorika yang berkaitan dengan

pengadilan. Fokus pembicaraan pada masa lalu yang berkaitan dengan

19

Page 38: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keputusan pengadilan. Sedangkan retorika demonstratif adalah retorika

yang mengembangkan wacana, dapat memuji atau menghujat. Retorika

politik pada umumnya menerapkan retorika demonstratif untuk

mempengaruhi khalayak.

b. Agitasi Politik

Agitasi berasal dari bahasa Latin agitare (bergerak, meng-

gerakkan) atau dalam bahasa Inggris yaitu agitation. Menurut Herbert

Blumer (1969) agitasi adalah beroperasi untuk membangkitkan rakyat ke

gerakan tertentu terutama gerakan politik. Dengan kata lain, agitasi adalah

upaya menggerakkan massa dengan lisan atau tulisan, dengan cara

merangsang dan membangkitkan emosi khalayak.

Agitasi menurut Blumer dimulai dengan cara membuat kontradiksi

dalam masyarakat dan menggerakkan khalayak untuk menentang

kenyataan hidup yang dialami selama ini (penuh penderitaan dan

ketidakpastian), dengan tujuan menimbulkan kegelisahan di kalangan

massa. Kemudian massa digerakkan untuk mendukung gagasan baru atau

ideologi baru dengan menciptakan keadaan yang baru.

c. Propaganda Politik

Propaganda yang berasal dari bahasa Latin propagare (menyemai

tunas tanaman) merupakan salah satu bentuk kegiatan komunikasi politik

yang dilakukan secara terencana dan sistemik, untuk tujuan mempengaruhi

seseorang atau kelompok orang, khalayak, atau komunitas yang lebih

besar (bangsa) agar melaksanakan atau menganut ide (ideologi, gagasan,

20

Page 39: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sampai sikap) atau kegiatan tertentu dengan kesadarannya sendiri tanpa

merasa dipaksa/terpaksa.

Beberapa teknik propaganda yang sudah lama dikenal antara lain:

1. Penjulukan (name calling), yaitu memberi nama jelek kepada pihak

lain.

2. Iming-iming (glittering generalities), yaitu menggunakan kata-kata

yang muluk, slogan-slogan, dan memutarbalikkan fakta.

3. Transfer, yaitu melakukan identifikasi dengan lambang-lambang

otoritas.

4. Testimonial, yaitu pengulangan ucapan orang yang dihormati atau

dibenci untuk mempromosikan atau meremehkan suatu maksud.

5. Merakyat (plain foks), yaitu menempatkan diri sebagai bagian dari

rakyat.

6. Menumpuk kartu (card stacking), yaitu memilih dengan teliti

pernyataan yang akurat dan logis.

7. Gerobak musik (bandwagon), yaitu mendorong khalayak untuk

bersama-sama orang banyak bergerak mencapai tujuan atau

kemenangan yang pasti.

Dengan beragam teknik seperti diatas, propaganda politik

dipandang sebagai bentuk kegiatan komunikasi politik yang berbahaya

bagi kemanusiaan. Itulah sebabnya, di negara demokrasi kegiatan

propaganda politik sangat tidak disukai, bahkan ditolak dengan cara

mengembangkan kegiatan yang lain seperti public relations politik dan

penerangan.

21

Page 40: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Public Relations Politik

Public relations adalah usaha atau kegiatan untuk mengadakan

hubungan dengan masyarakat oleh badan/ organisasi secara sadar dan

sistemis. Kegiatan public relations menunjukkan ciri demokrasi, dengan

faktor tekanan pada komunikasi timbal balik, dan memberi penghargaan

kepada khalayak atau masyarakat. Khalayak tidak hanya dipandang

sebagai objek semata melainkan juga subjek. Jadi, public relations politik

bukan hanya mempengaruhi pendapat umum, tetapi juga memupuk

pendapat umum yang sudah terbangun, artinya memelihara tindakan-

tindakan terhadap pendapat tersebut.

Dalam komunikasi politik, usaha membentuk atau membina citra

dan pendapat umum yang positif dilakukan dengan persuasif positif, yaitu

dengan metode komunikasi dua arah dalam arti menghargai pendapat dan

keinginan khalayak.

e. Kampanye Politik

Kotler dan Roberto (1989) mendefinisikan kampanye sebagai

berikut :

“Campaign is an organized effort conducted by one group (to change agent) which intends to persuade others (the target adopters), to accept, to modify, or abandon certain ideas, atitudes, practices and behavior.” [Kampanye adalah sebuah upaya yang dikelola oleh satu kelompok (agen perubahan) yang ditujukan untuk mempersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap, dan perilaku tertentu (Cangara, 2009 : 284)]

Kampanye merupakan salah satu kegiatan komunikasi politik yang

paling semarak dan melibatkan banyak orang. Kegiatan ini biasanya

22

Page 41: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dilakukan menjelang pemilihan umum, baik pemilu legislatif, presiden,

maupun pemilihan kepala daerah (pemilukada). Kampanye politik adalah

bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok

orang atau organisasi politik dalam suatu kurun waktu tertentu untuk

memperoleh dukungan politik dari rakyat.

Salah satu jenis kampanye yang digunakan adalah kampanye

massa, yaitu kampanye politik yang ditujukan kepada massa (orang

bnayak), yang dilakukan baik melalui hubungan tatap muka maupun

dengan menggunkan berbagai media, seperti surat kabar, radio, televisi,

film, spanduk, baliho, poster, pamphlet, serta melalui medium internet.

Penyampaian pesan politik kepada massa, merupakan bentuk kampanye

yang handal.

Selain kampanye massa, dikenal pula kampanye tatap muka atau

kampanye antarpersona (interpersonal), yaitu kampanye yang dilakukan

tanpa media perantara. Kandidat bertemu langsung dengan para calon

pemilih, melakukan dialog, bersalaman, dan bercanda. Hubungan tatap

muka dapat dilangsungkan baik secara formal maupun informal.

f. Lobi Politik

Lobi politik merupakan forum pembicaraan politik yang bersifat

dialogis. Dalam lobi politik, pengaruh pribadi seperti kom-petensi,

penguasaaan masalah, jabatan, dan kepribadian (kharisma) politikus amat

penting, karena lobi politik merupakan gelanggang terpenting pembicaraan

para politikus atau kader partai politik tentang kekuasaan, pengaruh,

otoritas, konflik, dan konsensus.

23

Page 42: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menurut Dan Nimmo, karakteristik percakapan politik dalam lobi

politik antara lain adalah koorientasi, yaitu orang saling bertukar

pandangan tentang suatu masalah. Dalam pertukaran pandangan itu

diperlukan kemampuan negosiasi karena pesan politik yang ingin

disampaikan memiliki dimensi isi maupun dimensi hubungan yang

memerlukan kesepakatan.

Beragam bentuk kegiatan komunikasi politik yang dilakukan

semuanya mengarah pada tujuan-tujuan politik yang hendak dicapai. Tujuan

komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan

komunikator politik. Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka tujuan

komunikasi politik ada kalanya hanya sekadar penyampaian informasi politik,

pembentukan citra politik, pembentukan pendapat umum (public opinion) dan

bisa pula mengahandel pendapat atau tuduhan lawan politik. Dalam pemilihan

umum legislatif, presiden maupun pemilihan kepala daerah (pemilukada),

komunikasi politik bertujuan untuk menarik simpati khalayak dalam rangka

menggalang sebanyak-banyaknya suara rakyat sebagai modal utama

kemenangan kandidat calon.

Dampak komunikasi politik yang dapat diukur adalah hasil

pemungutan suara dalam pemilu dan pemilukada. Kegiatan pemilu dan

pemilukada yang berkaitan langsung dengan komunikasi politik adalah

kampanye dan pemungutan suara. Kampanye adalah usaha untuk

mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa), dengan menggunakan

24

Page 43: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

saluran-saluran antara lain komunikasi antar pribadi, iklan politik, kampanye

terbuka, dan komunikasi massa.

Berdasarkan beberapa temuan penelitian, kampanye ternyata tidak

membawa pengaruh cukup penting dalam pemberian suara, melainkan ikatan

afektif atau hubungan emosional khalayak kepada partai atau kandidat tertentu

yang lebih berpengaruh (Ardial, 2009 : 69). Namun diungkapkan bahwa

ternyata orang yang memberikan suara dalam pemilu adalah mereka yang

terkena komunikasi politik persuasif. Sedang yang paling mudah dipengaruhi

oleh kampanye politik adalah mereka yang kurang minatnya terhadap politik.

Persoalan yang paling esensial dalam komunikasi politik adalah

bagaimana para politikus yang menjadi komunikator politik memanfaatkan

saluran-saluran komunikasi politik untuk membentuk citra dan opini public

yang baik dan positif tentang dirinya. Penggunaan saluran komunikasi tersebut

penting untuk memperoleh dukungan massa. Saluran komunikasi itu lebih dari

sekadar titik sambungan, tetapi terdiri atas pengertian bersama tentang siapa

dapat berbicara kepada siapa, mengenai apa, dalam keadaan seperti apa, dan

sejauh mana dapat dipercaya. Saluran komunikasi politik yang kerap

digunakan untuk menggalang dukungan antara lain dengan menggunakan

komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi.

2. Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan salah satu saluran komunikasi, di

samping komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi, dan komunikasi

publik. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan

25

Page 44: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

oleh para ahli. Ada yang menilai dari segmen khalayaknya, dari segi

medianya, ada pula yang melihat dari sifat pesannya. Tetapi, dari sekian

banyak definisi itu ada sebuah benang merah kesamaan definisi satu dengan

yang lain. Pada dasarnya, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media

massa, baik cetak maupun elektronik. Dalam konteks ini, media massa yang

dimaksud adalah media massa yang dihasilkan oleh teknologi modern, bukan

media tradisional seperti kentongan, gamelan, dan lain-lain (Nurudin, 2003 :

2).

Definisi lebih lengkap dikemukakan oleh Joseph A. DeVito dalam

bukunya Communicology: An Introduction to the Study of Communicatio,

sebagai berikut:

“First, mass communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television, rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/ or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by it forms: television, radio, newspapers, magazines, films, books, and tapes” [Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita (Effendy, 2004 : 21)]

Senada dengan DeVito, Littlejohn (2002 : 303) memberikan definisi

yang hampir serupa, yakni:

26

Page 45: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Mass communication is the process whereby media organization produce and transmit message to large publics and the process by which those messages are sought, used, understood, and influenced by audiences” [Komunikasi massa adalah proses di mana organisasi-organisasi media memproduksi dan menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak luas dan proses di mana pesan-pesan dicari, digunakan, dipahami, dan dipengaruhi oleh khalayak (Pawito, 2007 : 16)]

Seperti dikatakan DeVito, komunikasi massa ditujukan kepada massa

melalui media massa, dikaitkan dengan pendapat Littlejohn bahwa

komunikasi adalah proses media memproduksi dan menyampaikan pesan

kepada massa, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang

disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga.

Komunikator bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang yang

tergabung dari berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam

sebuah lembaga yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan,

menuangkan ide, gagasan, simbol, dan lambang agar menjadi sebuah

pesan yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi.

b. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen.

Komunikan mempunyai heterogenitas dalam komposisi atau susunan-nya.

Misalnya, program televisi satu dengan yang lainnya memiliki penonton

yang berbeda-beda, baik menurut usia, jenis kelamin, status sosial, agama,

maupun jabatan. Antar komunikan bisa jadi tidak saling mengenal satu

sama lain karena tidak adanya interaksi apapun diantara mereka.

27

Page 46: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Pesannya bersifat umum.

Pesan tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyara-kat

tertentu, melainkan ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena

itu, pesan tidak boleh bersifat khusus dalam artian sengaja ditujukan untuk

satu golongan tertentu.

d. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan.

Serempak di sini berarti khalayak bisa memperoleh pesan media massa di

waktu hampir bersamaan. Namun, bersamaan ini sifatnya juga relatif.

Misalnya surat kabar bisa dibaca di kota tempat terbitnya jam 5 pagi,

sementara di luar kota baru bisa dibaca jam 6 pagi.

e. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis.

Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media

elektronik (televisi dan radio), perangkat komputer, modem, dan jaringan

satelit untuk media internet, serta peralatan percetakan untuk surat kabar,

majalah, poster, dan media cetak lainnya.

f. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.

Gatekeeper atau yang sering disebut penyaring informasi/ palang pintu/

penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran

informasi melalui media massa. Gatekeeper berfungsi sebagai orang yang

ikut menambah atau mengurangi, menyederhana-kan, dan mengemas agar

semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Selain itu ia juga

berperan dalam menginterpretasi-kan pesan, menganalisis, serta

menambah data-data yang kurang. Yang termasuk gatekeeper antara lain

28

Page 47: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

reporter, editor film/ surat kabar/ buku, manajer pemberitaan, kameramen,

sutradara, dan lembaga sensor film (Nurudin, 2003 : 16 - 30).

Bennett (2003) telah mengidentifikasi perubahan yang dimudahkan

oleh adanya teknologi komunikasi massa di bidang komunikasi politik.

Menurutnya, pemberitaan dalam saluran media massa merupakan perjuangan

kuat mengubah standar penjagaan sehubungan dengan adanya permintaaan

muatan interaktif oleh audiens.

“Mass media news outlets are struggling mightily with changing gatekeeping standards due to demands for interactive content produced by audiences themselves. Ordinary people are empowered to report on their political experiences while being held to high standards of information quality and community values. In the long run, these trends maybe the most revolutionary aspects of the new media environment”. (Manuel Castells, 2007 : 19).

Sedangkan Ball-Rokeach (1998 : 17) memandang kekuatan media

massa dalam masyarakat modern berlandaskan pada hubungan asimetris

antara individu dan sistem media. Individu dan jaringan antarpribadi tidak

mengatur sumber daya tersebut, yang secara langsung mempengaruhi

kesejahteraan sistem media. Sistem media menggunakan kontrol sumber daya

yang secara langsung mempengaruhi tujuan individu dan jaringan antarpribadi

selayaknya pemahaman atau orientasi. Asimetri ini terjadi terutama pada

periode perubahan sosial atau terjadi konflik dramatis ketika tumbuh

permintaan akan informasi.

“The power of mass media in modern society is based on an asymmetrical relationship between individuals and the media system. Individuals and interpersonal networks do not control those resources, which directly affect the welfare of the media system. The media system exerts control over the resources that directly affect the goals of individuals and interpersonal networks as regards understanding or

29

Page 48: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

orientation. This asymmetry particularly occurs in periods of social change or dramatic conflicts when there is a growing demand for information”. (Nikolaus Georg Edmund Jackob, 2010 : 3).

Dalam konteks politik modern, media massa bukan hanya menjadi

bagian yang integral dari politik, melainkan juga memiliki posisi yang sentral

dalam politik. Media massa merupakan saluran komunikasi politik yang

banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik dikarenakan

sifatnya yang dapat mengangkut pesan-pesan secara massif, salah satunya

pada saat periode pemilihan. Pada periode ini, posisi media massa sangat

istimewa dikarenakan tingkat konsumsinya cenderung mengalami

peningkatan. Hal ini dipicu lantaran pemilih ingin mengetahui pandangan atau

penilaian mengenai kandidat atau partai politik, ingin memperoleh referensi

mengenai prediksi-prediksi, baik berkenaan dengan pemilihan maupun politik

dalam arti yang lebih luas, serta ingin memperoleh informasi mengenai

berbagai hal dari sumber-sumber yang lebih kompeten (Pawito, 2009 : 173).

Beragam studi yang dilakukan terkait pengaruh media massa terhadap

pemilih telah menghasilkan beberapa teori diantaranya model dampak

terbatas, (limited effects model) dan model dampak yang kuat (the powerfull

effects model). Model dampak terbatas bermakna komunikasi massa pada

umumnya mempunyai dampak kecil, yakni sebatas memberikan pengaruh

terhadap penumbuhan pengetahuan, penguatan sikap, keyakinan, dan

predisposisi khalayak sebelumnya (Pawito, 2009 : 178). Kebalikannya, model

dampak kuat menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, media massa bisa

mempunyai dampak yang signifikan pada sejumlah besar orang. Pengaruhnya

bersifat langsung dan kuat terhadap pemilih (Wijaya, 2009 : 52).

30

Page 49: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Komunikasi Interpersonal

Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam

masyarakat. Menurut Theodorson (1969), komunikasi adalah proses

pengalihan informasi dari satu atau sekelompok orang kepada satu atau

sekelompok orang lainnya dengan menggunakan simbol-simbol tertentu.

Proses pengalihan informasi tersebut selalu mengandung pengaruh tertentu.

Pengaruh tersebut merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada

gilirannya membentuk proses sosial. Di sinilah letak keunikan komunikasi

antarpribadi, yakni selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang

kemudian mengakibatkan keterpengaruhan. Benar seperti apa yang

diungkapkan DeVito (1976), bahwa komunikasi antarpribadi merupakan

pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan

umpan balik secara langsung (Liliweri, 1997 : 11).

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan

interaktif antara seorang individu dengan individu lain di mana lambang-

lambang pesan paling efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa

(Pawito, 2007 : 2). Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama

yang bersifat lisan, di dalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa

isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language), seperti tersenyum,

tertawa, menggeleng, atau menganggukkan kepala.

Effendy (1986b) mengemukakan juga bahwa pada hakikatnya

komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seseorang komunikator

dengan seorang komunikan yang dianggap paling efektif untuk mengubah

sikap, pendapat, atau perilaku manusia dikarenakan prosesnya yang bersifat

31

Page 50: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dialogis (Liliweri, 1997:12). Sifat dialogis ini ditunjukkan melalui komunikasi

lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung, sehingga

komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga,

apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak

positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi

kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya. Begitu

seterusnya hingga tercapai kesepahaman (mutual understanding) diantara

keduanya.

Komunikasi antarpribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat

pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face). Sebagian

komunikasi antarpribadi memang memiliki tujuan, misalnya seseorang datang

untuk meminta saran atau pendapat kepada orang lain. Akan tetapi,

komunikasi antar pribadi dapat juga terjadi relatif tanpa tujuan atau maksud

tertentu yang jelas, misalnya ketika seseorang bertemu dengan kawannya di

jalan kemudian mereka bercakap-cakap dan bercanda (Pawito, 1997 : 2).

Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan menjadi

dua macam, yaitu komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi

kelompok kecil (small group communication). Komunikasi diadik ialah proses

komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka.

Komunikasi diadik menurut R. Wayne Pace dapat dilakukan dalam tiga

bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Percakapan berlangsung

dalam suasana yang besahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi

yang lebih intim, lebih dalam, dan lebih personal, sedangkan wawancara

sifatnya lebih serius, yakni adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya

32

Page 51: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan yang lainnya pada posisi menjawab. Sementara komunikasi kelompok

kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih

secara tatap muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama

lainnnya (Cangara, 2005 : 32).

Berdasarkan pengertian dan sifat yang dimiliki tersebut, terdapat

beberapa ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dengan

komunikasi massa dan komunikasi kelompok. Reardon (1987) mengemuka-

kan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai enam ciri sebagai berikut :

a. Dilaksanakan atas dorongan berbagai faktor.

b. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja.

c. Kerapkali berbalas-balasan.

d. Mengisyaratkan hubungan antarpribadi antara paling sedikit dua orang.

e. Berlangsung dalam suasana bebas, bervariasi, dan berpengaruh.

f. Menggunakan pelbagai lambang yang bermakna (Liliweri, 1997 : 13).

Sementara Everet M. Rogers menyebutkan beberapa ciri komunikasi

antar pribadi yaitu :

a. Arus pesan cenderung dua arah.

b. Konteks komunikasi adalah tatap muka.

c. Tingkat umpan balik tinggi.

d. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas (terutama “selectivity

exposure” sangat tinggi).

e. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban.

f. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap (Liliweri, 1997 : 13).

33

Page 52: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Iklan Politik Media Luar Ruang

Kemunculan iklan media luar ruang pada periode pemilihan di

Indonesia bak jamur di musim hujan, khususnya pada pemilihan di tingkat

lokal/daerah di mana pemasangan iklan melalui media televisi tergolong

minim. Ruang publik, jalan-jalan protokol, dinding rumah, batang pohon, gardu

listrik dan tempat-tempat strategis lainnya dipenuhi oleh reklame, baliho, spanduk,

dan poster yang merupakan atribut kampanye kandidat calon. Cara ini dipandang

strategis bagi kandidat calon untuk memperkenalkan diri dan meng-

komunikasikan pesan-pesan, ide, serta program kerja mereka kepada para

calon pemilih, sehingga pada gilirannya upaya untuk menggalang dukungan

pemilih yang diwujudkan dalam bentuk pemberian suara dalam pemilihan pun

dapat tercapai.

Bolland mendefinisikan iklan sebagai bentuk pembayaran yang

dilakukan untuk membeli tempat atau ruang dalam menyampaikan pesan-

pesan atau institisi dalam media. Oleh karena itu, iklan politik didefinisikan

sebagai “Political advertising refers to the purchase and the use of

advertising space, paid for at commercial rates, in order to transmit political

message to a mass audience”. Sementara media yang biasa digunakan adalah

bioskop, billboard (baliho), surat kabar, radio, dan televisi (Cangara, 2009 :

345). Robert Baukus dalam Combs (1993) membagi iklan politik menjadi

empat macam, yakni :

a. Iklan serangan, yang ditujukan untuk mendeskreditkan lawan.

b. Iklan argumen, yang memperlihatkan kemampuan para kandidat untuk

mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi.

34

Page 53: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Iklan ID, yang memberi pemahaman mengenai siapa sang kandidat

kepada pemilih.

d. Iklan resolusi, di mana para kandidat menyimpulkan pemikiran mereka

untuk para pemilih (Cangara, 2009 : 346).

Pemakaian media luar ruang untuk menyampaikan iklan politik

didasari oleh pertimbangan bahwa media ini memiliki karakteristik yang tidak

dimiliki media lainnya, antara lain memiliki kemampuan tinggi sebagai

pengingat khalayak terhadap kandidat yang diiklankan. Selain tentunya

fleksibel secara geografis, dalam artian dapat dipindahkan dari satu tempat ke

tempat lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Selan faktor lokasi atau penempatan, efektivitas pemakaian media luar

ruang sebagai salah satu saluran komunikasi politik ditentukan oleh berbagai

faktor seperti :

a. Jangkauan

Kemampuan media menjangkau khalayak sasaran bersifat lokal,

artinya hanya mampu menjangkau daerah sekitarnya saja.

b. Frekuensi

Pada media luar ruang, frekuensi telah berubah menjadi repetisi, yakni

melihat pesan yang sama pada saat masih ingat. Ini terjadi karena

khalayak sasaran melihat pesan iklan tersebut setiap hari, bahkan

beberapa kali dalam sehari.

c. Kontinuitas

Media luar ruang memiliki kesinambungan yang baik mengingat

lokasinya yang tetap.

35

Page 54: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Ukuran

Media luar ruang, khususnya yang berukuran besar seperti reklame dan

baliho memiliki kemampuan untuk tampil secara mencolok dan tiba-

tiba. Dengan ukuran besar, media tersebut mampu meyakinkan

khalayak bahwa produk pemilu (kandidat calon) benar-benar baik

karena diiklankan secara serius, mahal, dan bonafide.

e. Warna

Media luar ruang sangat membantu menampilkan gambar

produk pemilu (kandidat calon) dalam tata warna hingga mampu

tampil sesuai aslinya. Dan apabila dipadu dengan ukuran yang besar,

media ini mampu menciptakan smash impact yang kuat sekali. Selain

itu, warna juga mencerminkan identitas. Sebagai contoh, dominasi

warna merah menyala pada iklan media luar ruang kandidat calon

merupakan penanda bahwa ia diusung oleh PDI Perjuangan, begitu

pula warna biru yang mewakili Partai Demokrat.

f. Pengaruh

Karena media luar ruang menghadapi khalayak sasaran yang hampir

tidak memiliki kesempatan membaca saat berkendara, maka media ini

harus mudah dibaca. Pesan harus singkat dan ditampilkan secara jelas

serta harus dapat dibaca setidaknya dalam waktu tujuh detik

(diadaptasi dari Kasali, 1992 : 139).

Penelitian tentang pengaruh iklan terhadap pemilih pernah dilakukan

Hofstetter dan Buss (1980) yang menemukan bahwa eksposure iklan

36

Page 55: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kampanye pada menit-menit terakhir cenderung berpengaruh terhadap

keputusan memilih. Sementara Rothschild dan Ray (1974) menyatakan bahwa

iklan kampanye cenderung berpengaruh di kalangan orang-orang yang

memiliki keterlibatan rendah dalam lingkungan politiknya (Pawito, 2009 :

196).

5. Perilaku Memilih

Perilaku memilih (voting behaviour) dalam pemilu merupakan salah

satu bentuk perilaku politik (political behaviour). Perilaku politik merupakan

perilaku yang dapat dipahami sebagai perbuatan, kelakuan, atau tindakan, dan

juga aksi yang dijalankan individu atau kelompok atau masyarakat sebagai

respon terhadap stimulan atau lingkungan politik tertentu, terutama berkenaan

dengan distribusi dan pemanfaatan kekuasaan dalam suatu masyarakat,

bangsa, dan negara yang sering muncul dalam berbagai bentuk.

Studi perilaku memilih menurut Jack C. Plano (1985 : 280) adalah

studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau

kecenderungan pilihan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang

mereka melakukan pilihan itu (Sofiah, 2003 : 18). Sementara itu, Bone dan

Raney (1971 : 2-3) memberikan pandangan mengenai perilaku memilih

sebagai berikut:

“In most study of voting behavior….., voting behavior is pictured as having the two dimension. Preference…. Can be to measure his approval or disapproval of Democratic and Republican Parties, their perceived stands on issues, and teha personal quality of their candidate…. Activity has six main categories: organization activities, organization contributors, opinion leaders, voters, non voters, and apolitical (Sofiah, 2003 : 18).”

37

Page 56: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan dua pandangan di atas, perilaku memilih mengandung

pengertian yakni tingkah laku atau atau tindakan seseorang dalam proses

pemberian suara dalam penyelenggaraan pemilu serta latar belakang seseorang

melakukan tindakan tersebut. Adapun tingkah laku atau tindakan tersebut

meliputi preferensi (orientasi terhadap isu, orientasi terhadap kualitas personal

kandidat, identifikasi partai), aktivitas (keterlibatan dalam partai politik

tertentu, keterlibatan dalam setiap kampanye, kehadiran dalam pemungutan

suara) dan pilihan terhadap salah satu partai politik atau kandidat tertentu.

Untuk memahami perilaku memilih, ada tiga macam pendekatan yang

biasa digunakan, yakni model sosiologi, model psikologi sosial, dan model

pilihan rasional (Dieter Roth, 2008 : 23 - 54).

1. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis atau yang disebut pula dengan pendekatan sosial

struktural untuk menerangkan perilaku memilih secara logis terbagi atas

model penjelasan mikrososiologis dan model penjelasan makrososiologis.

Penjelasan mikrososiologis senantisa dikaitkan dengan sosiolog Paul F.

Lazarfeld dan rekan sekerjanya Bernard Berelson dan Hazel Gaudet dari

Columbia University, oleh karena itu model ini disebut juga mahzab

Columbia. Sedangkan model penjelasan makrososiologis dari Seymour martin

Lipset dan Stein Rokkan didasarkan atas pengamatan perilaku memilih

menurut Lazarfeld. Model ini menelaah perilaku memilih di seluruh tingkatan

atau lapisan masyarakat secara keseluruhan yang merupakan cikal bakal

penjelasan mengenai terbentuknya sistem partai di Eropa Barat.

38

Page 57: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dasar model penjelasan mikrososiologis atau mahzab Columbia

berasal dari teori lingkaran sosial yang diformulasikan oleh Georg Simmel

(1890). Menurut teori ini, setiap manusia terikat di dalam berbagai lingkaran

sosial, contohnya keluarga, teman-teman, rekan kerja, dan lain-lain. Paul F.

Lazarfeld menerapkan pola pikir ini kepada para pemilih. Seorang pemilih

hidup dalam konteks tertentu, misal status ekonominya, agamanya, tempat

tinggal, pekerjaan dan usia yang semuanya mendefinisikan lingkaran sosial

yang mempengaruhi keputusan pemilih. Setiap lingkaran sosial memiliki

normanya tersendiri dan kepatuhan terhadap norma-norma tersebut

menghasilkan integrasi. Konteks ini turut mengontrol perilaku individu

dengan cara memberikan tekanan agar individu tersebut menyesuaikan diri,

karena pada dasarnya setiap orang ingin hidup dengan tentram, tanpa

bersitegang dengan lingkungan sosialnya.

Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial

dan pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam

menentukan perilaku memilih. Pengaruh terbesar berasal dari keluarga dan

lingkungan rekan/ sahabat erat individu terkait. Berdasarkan tingginya relasi

antara predisposisi politis sesuai struktur sosial dan keputusan yang diambil

berkenaan dengan pemilu, mahzab Columbia sampai pada suatu kesimpulan:

seseorang berpikir politis sebagaimana ia berpikir secara sosial. Karakteristik

sosial menentukan kecenderungan politis (A person thinks politically as he is

socially. Social characteristic determine political preference).

Untuk menghindari konflik, tiap orang berusaha mempertahankan

homogenitas sosialnya. Berelson, dkk berhasil menemukan suatu dasar bahwa

39

Page 58: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

individu memilih teman-teman dan rekan yang memiliki pandangan politis

yang kurang lebih sama. Namun, homogenitas lingkaran sosial ini jarang

ditemukan dalam masyarakat modern sebab masyarakat ini memiliki mobilitas

ruang dan sosial yang kuat sehingga cenderung mengakibatkan hilangnya

hubungan-hubungan yang ada.

2. Pendekatan Psikologi Sosial

Pendekatan Psikologi yang dikembangkan oleh sekelompok ahli ilmu

sosial dari University of Michigan ini menjelaskan bahwa perilaku memilih

masyarakat lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan psikologis yang

berkembang dari dalam dirinya sendiri sebagai hasil proses sosialisasi politik.

Persepsi dan penilaian pribadi mengenai sang kandidat berikut tema-tema

yang diangkat sangat berpengaruh terhadap pilihan yang dijatuhkan (pengaruh

jangka pendek). Selain itu, ‘keanggotaan psikologis’ dalam sebuah partai yang

dapat diukur dalam bentuk identifikasi partai turut pula mempengaruhi pilihan

pada saat pemilu (pengaruh jangka panjang).

Pendekatan sosial psikologis berusaha menerangkan faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku memilih melalui trias determinan, yakni identifikasi

partai, orientasi terhadap kandidat dan orientasi terhadap isu/ tema. Sementara

itu, faktor lainnya yang sudah ada terlebih dahulu (misalnya keanggotaan

dalam kelompok sosial tertentu) dianggap memberi pengaruh langsung

terhadap perilaku memilih.

Indentifikasi partai merupakan orientasi yang permanen, tidak berubah

dari pemilu ke pemilu. Namun apabila seseorang mengalami perubahan

40

Page 59: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pribadi yang besar (misalnya menikah, pindah profesi atau tempat tinggal),

atau situasi politik yang luar biasa (seperti krisis ekonomi dan perang), maka

identifikasi partai ini dapat berubah.

Dalam orientasi kandidat pun berlaku ketentuan semakin sering sang

pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, maka

semakin besar pula kemungkinan ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila

posisi/ pandangan pemilih cocok dengan kandidat sebuah partai tertentu, maka

semakin besar pula ia akan memilih kandidat tersebut. Sementara isu/ tema

dapat mempengaruhi pemilih apabila mampu memenuhi tiga persyaratan

dasar, yakni tema tersebut harus dapat ditangkap oleh pemilih, tema tersebut

dianggap penting oleh pemilih, dan pemilih dapat menerima konsep

pemecahan permasalahan yang ditawarkan partai atau kandidat.

3. Pendekatan Rasional

Menurut pendekatan rasional, yang menentukan kemenangan partai

atau kandidat dalam pemilu bukanlah ketergantungan terhadap ikatan sosial

struktural atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional

pemilih. Menurut V.O. Key (1966 : 61) dalam bukunya The Responsible

Electorate, masing-masing pemilih menetapkan pilihannya secara retrospektif,

yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan

sudah baik bagi negara maupun negara ataukah justru sebaliknya (Roth, 2008 :

48).

Penilaian ini juga dipengaruhi oleh pemerintahan di masa lampau.

Apabila hasil penilaian kinerja pemerintah yang berkuasa positif, maka

41

Page 60: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mereka akan dipilih kembali. Begitupun sebaliknya, hasil penilaian yang

negatif tidak akan memberikan kesempatan kedua bagi pemerintahan tersebut

untuk dipilih kembali.

Salah satu teori klasik pendekatan rasional dikemukakan Anthony

Downs. Menurutnya, pemilih yang rasional senantiasa mendahulukan

kepentingannya sendiri di atas kepentingan orang lain, atau istilahnya self-

interest axiom. Manusia bertindak egois untuk mengoptimalkan kesejahteraan

material mereka. Apabila hal ini diterapkan pada perilaku memilih, maka

pemilih yang rasional akan memilih partai atau kandidat yang paling

menjanjikan keuntungan bagi dirinya. Pemilih tidak terlalu tertarik pada

konsep politis sebuah partai, melainkan pada keuntungan terbesar yang ia

dapat apabila partai atau kandidat menduduki pemerintahan.

Dalam konteks pemilih Indonesia, Pawito menggolongkan perilaku

memilih menjadi empat golongan, yaitu pemilih yang sekedar memberikan

suara dalam pemilihan sebagai wujud partisipasi politik, pemilih partisan,

pemilih rasional, dan golongan tidak memilih (golongan putih atau golput)

(Pawito, 2009 : 180).

Golongan pertama, pemilih yang sekedar ikut memberikan suara,

biasanya adalah pemilih yang tidak memiliki cukup referensi tentang politik,

pemilu, kandidat, dan partai. Pada umumnya mereka tidak banyak

mengetahui, sering pula tidak mau tahu tentang politik dan kandidat, termasuk

platform serta program-program kerja yang diusung. Partisipasi golongan ini

dalam pemilu seperti layaknya just to celebrate the election, karena mirip

dengan kehadiran pada upacara bendera.

42

Page 61: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Golongan kedua, pemilih partisan adalah kelompok pemilih yang

memiliki keberpihakan kuat terhadap partai atau kandidat tertentu karena

berbagai alasan. Kandidat, tim sukses, maupun kader partai dengan sendirinya

akan memberikan suara kepada dirinya sendiri atau partai yang bersangkutan.

Selain itu, adanya persamaan ideologis, tradisi, dan ikatan sosio-kultural

termasuk agama dan etnik, dapat menjadi pengikat seseorang untuk

memberikan suara kepada partai atau kandidat tertentu.

Kemudian golongan ketiga, pemilih rasional, terdiri dari orang-orang

yang relatif tidak memiliki ikatan keluarga, ideologis, dan sosio-kultural

dengan partai atau kandidat manapun. Mereka dapat mengambil keputusan

yang logis dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang ada demi

kepentingan umum. Kelompok ini cenderung aktif mencari informasi

mengenai politik maupun pemilu, memiliki pengetahuan relatif luas mengenai

partai dan kandidat yang sedang berkompetisi, serta mampu membuat analisis-

analisis perbandingan di anatra partai maupun kandidat. Pada dasarnya, tipikal

pemilih seperti ini benar-benar bebas (independen) dari kepentingan golongan

dalam mengambil keputusan.

Sedangkan untuk golongan yang sengaja tidak mau memberikan

suaranya dalam pemilu (golput), dalam konteks pemilu 1999 dan 2004,

sebenarnya banyak berasal dari orang-orang yang memiliki pengetahuan dan

kesadaran politik relatif tinggi. Akan tetapi, mereka tidak puas dengan

keadaan yang ada, baik menyangkut sistem dan mekanisme pemilihan, partai

politik, maupun kandidat yang berkompetisi, sehingga dengan kesadaran

penuh memilih untuk tidak memberikan suaranya dalam pemilu.

43

Page 62: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6. Masyarakat Transisi

Salah satu karakteristik masyarakat Indonesia adalah masyarakat

transisi, yaitu masyarakat yang tengah beranjak dari keadaan tradisional

menuju pada kondisi yang lebih modern. J. Useem dan R.H Useem (1968 :

144) mengistilahkan masyarakat transisi dengan modernizing society.

Masyarakat seperti ini berbeda dari traditional society (masyarakat

tradisional) dan modern society (masyarakat modern).

Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang mencoba mengekalkan

nilai-nilai tradisi dari nenek moyang dengan cara mempraktikkan terus adat

istiadat, upacara-upacara dan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku sejak

jaman dulu. Sementara masyarakat modern merupakan masyarakat yang telah

meninggalkan adat, tradisi, dan kebiasaan nenek moyang mereka dengan cara

memungut simbol-simbol budaya dunia baru (http://hamah.socialgo.com/

magazine/read/kajian-kritis-tentang--transisi-masyarakat-tradisional-indonesia-da

lam-budaya-konsumtif_15.html).

Masyarakat transisi, menurut J. Useem dan R. H. Useem adalah

masyarakat yang sedang mencoba untuk membebaskan diri dari nilai-nilai

masa lalu dan menggapai masa depan dengan terus-menerus membuat nilai-

nilai baru. Masa transisi di Eropa misalnya, ditandai dengan mulai

digunakannya teknologi mesin uap, alat fotografi dan listrik, yang bersamaan

dengan terjadinya pergantian sistem monarki menjadi sistem demokrasi

(Kusuma, 2008 : 20).

Dalam masyarakat Indonesia, kemajuan teknologi dan informasi juga

merupakan salah satu faktor pendorong perubahan pola kehidupan

44

Page 63: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

masyarakat. Teknologi mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia.

Dengan adanya teknologi, manusia dibantu mencapai tujuan-tujuan dalam

rangka memenuhi tuntutan kebutuhan, baik kebutuhan jasmani maupun

kebutuhan rohani. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesejahteraan yang

lebih baik, penguasaan dan penggunaan teknologi yang lebih maju adalah

suatu keharusan. Semakin tinggi tingkat kemakmuran suatu masyarakat,

semakin tinggi dan beraneka ragam pula teknologi yang harus dikuasai dan

dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Fred W. Riggs dalam bukunya Administration in Developing

Countries, The Prismatic Society tahun 1964, menggambarkan masyarakat

transisi sebagai masyarakat model prismatik, yaitu masyarakat peralihan

(transisi) dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri. Masyarakat

prismatik dapat dikatakan sebagai masyarakat campuran antara nilai

tradisional dan proses modernisasi, di mana terjadi tumpang tindih

(overlapping) diantara kedua nilai tersebut. Teori ini dikembangkan dengan

berlandaskan filsafat teori positivisme, organisme, dan fenomenologis

(Soelaiman, 1988 : 37).

Paradigma masyarakat prismatik diilhami oleh teori optik tentang

defraksi atau pembelokan cahaya. Teorinya adalah bahwa dalam setiap

masyarakat, proses diferensiasi tidak terjadi secara tiba-tiba dan pada tingkat

kecepatan yang sama. Riggs memberikan penjelasan mengenai hal ini dengan

menggunakan konteks asli teori optik defraksi gelombang cahaya, yakni

apabila seberkas cahaya putih datang pada permukaan sebuah prisma, maka

arah jalar cahaya akan dibelokkan dengan sudut berlainan, atau dengan kata

45

Page 64: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lain mengalami deviasi. Besarnya deviasi tergantung pada sudut puncak

prisma dan indeks bias prisma. Hal ini terjadi karena kecepatan jalar

gelombang cahaya dalam kaca berbeda dengan kecepatan jalar cahaya di

udara. Demikian juga harga indeks bias kaca, selain bergantung pada warna

juga bergantung pada panjang gelombang.

Jika suatu cahaya putih yang terdiri dari beberapa gelombang dengan

berbagai harga panjang gelombang datang miring pada permukaan prisma,

maka tiap warna akan dibelokkan dengan sudut yang berlainan. Peristiwa ini

disebut dispersi atau penyebaran. Akan tetapi Riggs menyebut peristiwa

dispersi dengan difracted atau memencar, karena kata ini secara teknis lebih

tepat digunakan dalam arti kiasan. Lawan kata memencar adalah memusat

(fused), ini digunakan Riggs dalam membeda-bedakan jenis masyarakat.

Cahaya memusat dikiaskan sebagai masyarakat tradisional dan cahaya

memencar dikiaskan untuk masyarakat modern.

Gambar 1.1 Dispersi cahaya putih menjadi cahaya dengan berbagai warna

yang mempunyai harga panjang gelombang.

cv = c / a

Sumber : (Moenandar Soelaiman, 1988 : 39)

46

Page 65: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 1.2 Berkas cahaya yang datang pada prisma akan mengalami

pembelokan atau deviasi ke bawah

Sumber : (Moenandar Soelaiman, 1988 : 39)

Gambar 1.3 Masyarakat model prismatik, memusat, dan memencar

Memusat Prismatik Memencar

Sumber : (Moenandar Soelaiman, 1988 : 40)

Sinar yang memusat terdiri dari semua frekuensi sebagaimana yang

terdapat dalam sinar berwarna putih, sedangkan sinar yang membias

memisahkan komponen frekuensi seperti dalam spektrum. Oleh Riggs,

keadaan teori optik ini dikiaskan pada masyarakat, untuk membedakan

47

Page 66: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

masyarakat tradisional (memusat/ difused), masyarakat transisi (prismatik),

dan masyarakat modern (memencar/ diffracted).

Karakteristik masyarakat transisi dapat dipahami dengan melihat

fenomena-fenomena sosial masyarakat seperti :

a. Terjadinya tumpang tindih antara nilai-nilai tradisional dengan proses

modern.

Hal ini dipertegas oleh Riggs (1998) yang menyebutkan terjadi

pola campuran antara nilai-nilai tradisional dengan proses modern. Di satu

sisi nilai-nilai modern yang mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat

desa untuk meninggalkan nilai-nilai tradisional, di sisi lain nilai-nilai

tradisional yang positif harus bisa dipertahankan dan tidak dihilangkan,

melainkan dikelola secara proporsional dan fungsional.

Contohnya adalah nilai-nilai solidaritas pada masyarakat pedesaan

di Jawa, yaitu tradisi soyo (membantu membangun atau merenovasi rumah

tetangga tanpa dibayar upah), tradisi ngelayat (mendatangi keluarga

tetangga yang ditimpa musibah meninggal), tradisi rewang (membantu

tenaga tetangga yang punya hajatan), tradisi klontang (memberi

sumbangan uang kepada tetangga yang ditimpa musibah kematian

dimasukkan ke dalam kardus aqua atau kaleng), dan tradisi buwuh

(memberikan sumbangan uang pada tetangga/ warga yang

menyelenggarakan hajatan).

b. Masyarakat menjadi heterogen, seperti tingkat pendidikan, perkerjaan,

dan kepercayaannya.

48

Page 67: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Terjadinya pembangunan perumahan baru yang terkadang bisa

menyebabkab terjadinya pertentangan antara nilai-nilai yang dibangun

masyarakarat pendatang dengan masyarakat asli. Selain itu, hal ini dapat

menjadi pemicu adanya kecemburuan sosial.

d. Masyarakat transisi tinggal di kawasan yang terletak di pinggiran kota, di

mana kawasan tersebut semakin tumbuh dan berkembang sebagai kawasan

industri, perdagangan, dan perumahan yang membawa dampak positif,

yakni memberikan kesempatan kerja non pertanian bagi masyarakat di

wilayah tersebut dan sisi negatifnya terjadi konflik antara masyarakat asli

dan pendatang.

e. Masyarakat desa yang mengalami peralihan dari mata pencaharian di

bidang agraris (pertanian) menuju mata pencaharian non pertanian

(http://berkarya.um.ac.id/2010/02/konflik-dan-lunturnya-solidaritas-sosial-

masyarakat-desa-transisi/).

Pola kehidupan masyarakat transisi pada dasarnya dapat dilihat sebagi

akibat dari pertemuan pola kebudayaan yang berbeda, yaitu pola kebudayaan

masyarakat tradisional/ agraris dan pola perangkat industri. Pertemuan dari

dua pola kebudayaan tersebut melahirkan suatu perubahan, baik dilihat dari

segi masyarakat agraris maupun dari perangkat industri. Perubahan yang

dialami tersebut menuju ke arah terbentuknya masyarakat yang lebih majemuk

dan beragam, baik suku bangsa, kebudayaan, agama, mata pencaharian,

keahlian, dan pendidikan. Perubahan pola kehidupan ini dapat mempengaruhi

struktur sosial masyarakat, proses pengambilan keputusan, maupun pola

49

Page 68: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

komunikasi masyarakat setempat, termasuk di dalamnya yaitu komunikasi

politik.

F. Review Penelitian Terdahulu

Komunikasi politik adalah salah satu aspek paling berpengaruh dalam

dunia politik. Begitu vital peranannya hingga komunikasi politik menjadi

bidang kajian yang banyak diminati, baik oleh ilmuwan komunikasi maupun

politik. Hasilnya, berbagai jenis penelitian telah dilakukan dan beberapa

diantaranya berguna sebagai acuan dalam penelitian ini, termasuk di dalamnya

penelitian mengenai masyarakat sebagi subjek maupun objek komunikasi

politik.

Review penelitian terdahulu dapat memberi gambaran dan

pengetahuan bagi peneliti dalam menjalankan penelitian ini. Penelitian

terdahulu yang memiliki tema yang sama dan/atau hampir sama dengan

penelitian kali ini, yaitu mengenai pengaruh komunikasi politik dalam

membentuk perilaku memilih dapat memberikan gambaran awal agar

penelitian ini dapat memberikan nilai tambah bagi penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan Sofiah (2001) menjelaskan peranan terpaan

kampanye pemilu melalui media televisi dalam membentuk perilaku memilih.

Penelitian tersebut dilakukan di Kota Surakarta pada periode pemilihan 1999.

Kajian mengenai terpaan kampanye pemilu melalui media televsi dan perilaku

memilih dipandang sangat penting berkenaan dengan adanya pendapat ahli

yang menyatakan bahwa keberhasilan sosialisasi politik pada akhirnya akan

50

Page 69: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sangat bergantung pada terpaan media (media expossure) (Curran, 1979 : 5).

Hasil penelitian Lasswell (1927), Charles R. Wright (1975), dan Patterson

(1980) menunjukkan hasil bahwa media massa banyak memberikan kontribusi

dalam kehidupan politik terutama dalam tahap pemungutan suara pada

kegiatan pemilu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh hubungan

antara terpaan kampanye pemilu melalui media televisi dengan perilaku

memilih dan adakah hubungan antara sub-sub variabel terpaan kampanye

pemilu melalui media televisi dengan perilaku memilih yang meliputi tingkat

selektivitas terhadap tayangan kampanye, tingkat kesenjangan mengikuti

tayangan kampanye, tingkat kemanfaatan mengikuti tayangan kampanye,

tingkat keterlibatan dalam penggunaan media televisi, dan tingkat keyakinan

terhadap materi kampanye.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksplanatori dengan metode

survei. Populasi penelitian adalah seluruh pemilih Pemilu 1999 di Surakarta,

sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah multi stage cluster (Nazir,

1988 : 370) dengan jumlah sampel 188 orang. Data dikumpulkan dengan

menggunakan angket, sementara validitas atau kesahihan diuji dengan korelasi

Rank Spearman (Al-Rasyid, 1995 : 130) dan reliabilitas diuji dengan

menggunakan metode belah dua melalui alat uji Spearman-Brown (Azwar,

1995 : 183). Teknik analisa data dilakukan secara kuantitatif melalui uji

korelasi Rank Spearman yang dilanjutkan dengan uji Z (Al-Rasyid, 1995 : Loc

Cit).

51

Page 70: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari hasil analisis penelitian Sofiah yang menunjukkan adanya

hubungan yang kecil antara variabel terpaan kampanye pemilu melalui televisi

dengan perilaku memilih adalah indikasi dari rendahnya peranan terpaan

kampanye pemilu melalui televisi dalam mempengaruhi keputusan

masyarakat Surakarta untuk menentukan pilihan terhadap partai politik

tertentu pada pemilu 1999. Hal ini disebabkan oleh adanya fakta bahwa

sebagian besar masyarakat belum memanfaatkan informasi yang diperoleh

dari menonton acara kampanye pemilu sebagai bahan pijakan penentuan

keputusan mereka pada saat pemungutan suara. Media televisi masih sebatas

dimanfaatkan oleh masyarakat pemilih sebagai sarana pemenuhan kebutuhan

hiburan sedangkan hal yang berkenaan dengan pilihan mereka dalam pemilu

cenderung bergantung pada afiliasi kelompok serta loyalitas pada partai lama

yang diidentifikasi. Bagi penelitian kali ini, hasil penelitian Sofiah dapat

memberikan gambaran awal bahwa salah satu saluran komunikasi politik yaitu

komunikasi massa kurang berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih,

khususnya bagi masyarakat perkotaan.

Selain penelitian yang telah dijalankan oleh Sofiah, penelitian lain

yang berkaitan dengan komunikasi politik dan perilaku memilih juga pernah

dilakukan oleh Sri Herwindya Baskara Wijaya (2009). Berbeda dengan

dengan penelitian Sofiah yang mengambil lokasi di perkotaan, penelitian

Herwindya mengambil lokasi di daerah pedesaan, tepatnya di Kecamatan

Karanggede Kabupaten Boyolali, dengan studi kasus pada Pemilihan

Gubernur Jawa Tengah 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

sejauh mana tingkat partisipasi politik masyarakat pedesaan di Kecamatan

52

Page 71: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Karanggede Kabupaten Boyolali dalam Pilgub Jateng 2008, sumber-sumber

informasi yang mempengaruhi partisipasi politik, faktor-faktor yang

mempengaruhi pengambilan keputusan memilih, serta untuk mengetahui

apakah ada hubungan signifikan antara sumber informasi dan latar belakang

sosio-demografis dengan partisipasi politik masyarakat pedesaan di

Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali dalam Pilgub Jateng 2008.

Adapun tujuan yang berkaitan dengan penelitian kali ini adalah tujuan kedua

dan ketiga.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksplanatif. Penelitian deskriptif

bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang

fakta-fakta objek tertentu sementara penelitian eksplanatif berusaha mencari

sebab akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti

(Kriyantono, 2006 : 69). Apabila dilihat dari pendekatan metodologi riset,

penelitian ini tergolong multiple research strategies atau multiple methods

yang merupakan gabungan penelitian kuantitatif dn kualitatif. Pengumpulan

data dilakukan dengan metode survei, wawancara (interview), dan observasi.

Populasi penelitian adalah semua masyarakat pemilih yang terdaftar dalam

Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kecamatan Karanggede sebanyak 36.143

orang. Sampel berjumlah 75 orang yang dipilih berdasarkan quota sampling

dan available sampling/convenience sampling, di mana periset bebas memilih

siapa saja anggota populasi yang mempunyai data berlimpah dan mudah

diperoleh untuk dijadikan sampel sampai jumlah kuota tertentu yang

diinginkan periset. Untuk analisis data, Herwindya menggunakan analisis

53

Page 72: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

statistik Chi Square/Chi Kuadrat (2-sides) yang hasilnya diperkuat atau

dilengkapi dengan data hasil analisis wawancara dan observasi.

Adapun temuan penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah

bahwa tokoh masyarkat merupakan sumber informasi yang paling

mempengaruhi partisipasi politik masyarakat pedesaan. Selain itu, partisipasi

politik secara umum juga banyak dipengaruhi oleh tetangga dan media massa.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa komunikasi politik dalam bentuk

kampanye (terbuka maupun tertutup), iklan baliho, banner, spanduk, dan

media massa sampai derajat tertentu turut mempengaruhi preferensi pemilih

saat mengambil keputusan dalam Pilgub Jateng 2008.

G. Kerangka Pemikiran

Komunikasi politik merupakan salah satu aspek yang paling

berpengaruh dalam sistem politik, tidak terkecuali dalam kegiatan pemilukada.

Dalam sebuah negara demokrasi, pemilukada merupakan mata rantai yang

pokok untuk menentukan orang-orang yang mewakili rakyat dalam

menjalankan pemerintahan eksekutif di daerah. Perubahan konstelasi sistem

pemilukada yang dulu dipilih oleh DPRD dan sekarang dipilih secara

langsung oleh rakyat menyebabkan semua calon kepala daerah harus

memasang kuda-kuda dengan baik jika mau ikut bertarung dalam pemilukada.

Salah satunya adalah dengan mempersiapkan strategi komunikasi politik yang

matang agar dapat memperoleh sebanyak-banyaknya suara rakyat sebagai

syarat mutlak kemenangan calon kepala daerah.

54

Page 73: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penelitian ini mencoba menggambarkan bagaimana komunikasi politik

mempengaruhi pemilih untuk memberikan suaranya kepada satu calon

tertentu, dengan studi kasus pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Adapun

masyarakat yang menjadi objek dari penelitian ini adalah masyarakat transisi

Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Dalam melakukan penelitian ini,

peneliti membuat sebuah kerangka pemikiran yang akan menjelaskan proses

berpikir peneliti dalam menjalankan penelitian. Peneliti menggambarkannya

secara sederhana dalam skema di bawah ini :

Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran Penelitian

Faktor Sosiokultural : Jenis Kelamin UsiaPekerjaanAgama Status Sosial

Afiliasi Politik Identifikasi Partai Orientasi Kandidat Orientasi Isu

Perilaku Memilih

Komunikasi Politik: Komunikasi Antar Persona Kampanye Pemilukada Iklan Media Luar Ruang Media Massa

55

Page 74: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

H. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif, yaitu jenis penelitian yang akan menggambarkan gejala-gejala,

realitas, atau fenomena kontemporer serta memberikan pemahaman

(understanding, verstehen) secara jelas mengenai bagaimana dan mengapa

suatu gejala, realitas atau fenomena tersebut terjadi (Pawito, 2007 : 36).

Penelitian kualitatif merupakan usaha untuk mengungkapkan suatu masalah,

keadaan, atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga hanya bersifat sekadar

mengungkap fakta (fact finding). Hasil penelitian ditekankan untuk

memberikan gambaran obyektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang

diteliti.

Metode penelitian kualitatif tidak mendasarkan bukti-bukti empirik

pada logika matematik, prinsip-prinsip bilangan, ataupun teknik-teknik analisa

statistik, seperti halnya kuantitatif, tetapi lebih mendasarkan diri pada hal-hal

yang bersifat diskursif, seperti transkrip dokumen, catatan lapangan, hasil

wawancara, dokumen-dokumen tertulis, dan data nondiskursif. Pijakan

analisis dan penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah kategori-

kategori substansif dari makna-makna, atau lebih tepatnya adalah interpretasi-

interpretasi terhadap gejala atau fenomena yang diteliti (Pawito, 2007 : 37).

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

kasus. Menurut Robert K. Yin, studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang

56

Page 75: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas

antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di mana multi

sumber bukti dimanfaatkan (Yin, 2000 : 18). Sementara Patton (2002 : 447)

melihat bahwa studi kasus merupakan upaya mengumpulkan dan

mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus-kasus tertentu

berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian

peneliti untuk kemudian data tersebut dibandingkaan atau dihubungkan satu

dengan lainnya dengan tetap berpegang pada prinsip holistik dan konstektual.

Denagn kata lain, metode ini berorientasi pada sifat-sifat unik (casual) dari

unit-unit yang sedang diteliti berkenaan dengan permasalahan-permasalahan

yang menjadi fokus penelitian (Pawito, 2007 : 141).

Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila

pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila

peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa

yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada

fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata. Studi

kasus memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik

dan bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata, seperti siklus

kehidupan seseorang, proses-proses organisasional dan manajerial, perubahan

lingkungan sosial, hubungan-hubungan internasional dan kematangan industri

(Yin, 2000 : 1 - 4).

Berdasarkan karakteristik tersebut, metode studi kasus tepat

diimplementasikan dalam penelitian ini karena tipe pertanyaan penelitian

dalam rumusan masalah penelitian adalah ‘bagaimana’, yakni bagaimana

57

Page 76: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

komunikasi politik masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura

pada Pemilukada Sukoharjo 2010, bagaimana perilaku memilih masyarakat

transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo

2010, serta bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk

perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan pada

Pemilukada Sukoharjo 2010. Selain itu, pola pengaruh komunikasi politik

dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi sebagai fokus

penelitian ini merupakan peristiwa kontemporer dan dalam konteks kehidupan

yang nyata.

Dari keempat tipe desain untuk strategi studi kasus, yakni desain kasus

tunggal holistik, desain kasus tunggal terpancang (embedded), desain multi

kasus holistik, dan desain multi kasus terpancang (Yin, 2000 : 46), penelitian

ini menggunakan desain studi kasus tunggal terpancang (embedded). Studi

kasus tunggal artinya penelitian hanya terarah pada satu karakteristik atau satu

sasaran (satu lokasi atau satu objek). Satu sasaran atau satu objek dalam

pengertian ini bukanlah satu orang, melainkan satu kelompok, satu organisasi,

satu wilayah, satu desa, atau satu bangsa, tergantung kesamaan karakteristik

yang dimilikinya. Sedangkan penelitian terpancang artinya peneliti dalam

rancangan penelitian atau proposalnya telah memilih dan menentukan sendiri

variabel yang menjadi fokus utamanya sebelum memasuki lapangan studinya.

Walaupun demikian, peneliti harus tetap bersifat terbuka dan berpikir secara

holistik dalam menyikapi apapun temuan penelitian, sesuai dengan sifat

penelitian kualitatif yang lentur, fleksibel, dan terbuka.

58

Page 77: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ngabeyan, Kecamatan

Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Peneliti memilih lokasi penelitian ini dengan

alasan sebagai berikut :

a. Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura adalah salah satu wilayah yang

termasuk dalam pemerintahan Kabupaten Sukoharjo, sebuah kabupaten

yang terletak di Jawa Tengah, yang pada tahun ini menyelenggarakan

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pemilukada).

b. Masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo

memiliki karakteristik masyarakat transisi. Hal ini sesuai dengan tema

penelitian yang ingin diangkat oleh peneliti.

c. Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo merupakan

daerah tempat tinggal peneliti, sehingga sedikit banyak peneliti telah

mengetahui dan memahami karakteristik masyarakat di sana. Selain itu,

peneliti dapat memperoleh kemudahan dalam hal birokrasi maupun akses

lain untuk keperluan penelitian. Karena kedekatan geografis ini pula,

peneliti dapat melakukan penelitian lebih intens sehingga data yang

dihasilkan pun lebih valid.

4. Jenis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis data yaitu :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil

wawancara dengan informan yang mengetahui dan berkompeten seputar

tema penelitian ini dan dari hasil observasi yang dilakukan di lapangan.

59

Page 78: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengutip serta

mengumpulkan keterangan dari sumber informasi lain dengan tujuan

untuk melengkapi data-data primer. Data sekunder biasanya berbentuk

sebuah dokumentasi, catatan-catatan, internet atau arsip yang berkaitan

dengan tema penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara mendalam (indepth interview)

Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah

manusia dalam kapasitas sebagai narasumber atau informan penelitian.

Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data inilah diperlukan

wawancara. Wawancara secara garis besar dibedakan menjadi dua, yakni

wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak

terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam (indepth interview),

wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka (open-

ended interview, dan wawancara etnografis. Sedangkan wawancara

terstruktur sering disebut wawancara baku (standarized interview), yang

susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya dan biasanya tertulis

serta disertai pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan

(Mulyana, 2006 : 180).

Untuk menggali data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

wawancara mendalam, yaitu suatu cara mengumpulkan data atau

informasi dengan cara bertatap muka secara langsung dengan informan

60

Page 79: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan maksud untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang

diteliti (Bungin, 2003 : 110). Untuk memudahkan wawancara tersebut

peneliti membuat panduan wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan

dan tersusun dalam bentuk interview guide. Wawancara dilakukan dengan

pertanyaan yang bersifat open-ended, dan mengarah pada kedalaman

informasi guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak

hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasi

secara lebih jauh lagi dan mendalam (H.B. Sutopo, 2002 : 59).

Wawancara mendalam yang dilakukan peneliti dengan informan

penelitian berlangsung selama kurang lebih 1 (satu bulan) yang dimulai

seminggu setelah penyelenggaraan Pemilukada Sukoharjo 2010.

Wawancara pertama berlangsung Jumat, 11 Juni 2010 sementara

wawancara terakhir dilakukan pada Senin 19 Juli 2010.

Wawancara mendalam melibatkan beberapa tahapan yang tidak

harus bersifat linear tetapi memerlukan perhatian karena tidak jarang

dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan kelengkapan data yang

diinginkan. Adapun tahapan atau prosedur wawancara yang dilakukan

peneliti adalah sebagai berikut :

1. Menentukan siapa yang akan diwawancarai, termasuk waktu dan

tempat wawancara.

Pada tahap pertama, peneliti menentukan siapa saja informan

yang akan digali datanya melalui wawancara. Mereka adalah

masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura yang dipandang

memiliki cukup informasi yang bermanfaat untuk menjawab

61

Page 80: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pertanyaan penelitian. Kemudian, peneliti menghubungi mereka satu

per satu dan menjelaskan perihal penelitian ini serta menanyakan

kesediaan mereka untuk dijadikan informan penelitian. Cara ini

dilakukan dengan menelepon calon informan atau mendatangi

langsung rumah mereka. Kepada mereka yang bersedia untuk menjadi

informan, peneliti lantas membuat kesepakatan mengenai waktu dan

tempat wawancara. Sebagian besar informan memilih rumah mereka

masing-masing sebagai tempat wawancara. Hanya satu wawancara

yang dilakukan di tempat lain, yakni di salah satu masjid di Desa

Ngabeyan. Sedangkan waktu wawancara bervariasi antara informan

satu dengan lainnya.

2. Persiapan wawancara.

Setelah menentukan informan, peneliti mempersiapkan diri

untuk memahami pribadi dan peran informan dalam konteksnya, agar

tidak terjadi kesan yang mungkin kurang tepat sehingga berakibat

kurang memperoleh informasi yang diharapkan. Selain itu, peneliti

juga menyiapkan draf tertulis mengenai pokok-pokok pertanyaan

sebagai panduan wawancara (interview guide), yang berguna pula

untuk mencegah agar pembicaraan tidak terlalu melebar.

3. Langkah awal wawancara.

Pada awal pertemuan dengan informan, peneliti tidak langsung

masuk tahap penggalian informasi melainkan berusaha terlebih dahulu

menjalin keakraban dan menciptakan suasana yang santai dengan

informan melalui pembicaraan yang bersifat ‘grand tour’, atau

62

Page 81: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berbicara mengenai hal-hal umum dan menyenangkan. Hal ini

dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang nyaman serta

membiasakan informan dengan kehadiran peneliti, sehingga informan

dapat dengan mudah mengorganisasikan apa yang ada dalam

pikirannya untuk menjawab pertanyaan peneliti.

4. Pengusahaan agar wawancara bersifat produktif dan pembicaraan

semakin terfokus dan mendalam.

Pada tahap ini, peneliti berusaha menjaga irama wawancara

agar tetap lancar serta semakin terfokus dan mendalam. Peneliti

berusaha menunjukkan kesan bahwa informasi yang disampaikan

informan amat penting dan berharga sehingga informan tetap berminat

dan sungguh-sungguh dalam memberikan informasinya.

5. Penghentian wawancara dan penarikan kesimpulan.

Tahap terakhir dari wawancara mendalam adalah penghentian

wawancara dan penarikan kesimpulan. Setelah informasi yang

dibutuhkan berhasil diperoleh atau ketika peneliti menangkap adanya

gejala kelelahan baik pada diri informan maupun peneliti sendiri, maka

peneliti menghentikan wawancara yang tengah berlangsung serta

menarik kesimpulan dan mengklarifikasikannya kepada informan,

apakah telah sesuai dengan apa yang dimaksud olehnya. Peneliti

menyampaikan ucapan terima kasih dan menanyakan kesediaan

informan untuk memberikan informasi tambahan di lain waktu bila

memang dibutuhkan demi kelengakapan dan kejelasan informasi yang

telah diterima sebelumnya.

63

Page 82: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara

melakukan pengamatan secara langsung dan juga pencatatan yang

sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti . Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan metode observasi berperan penuh, artinya peneliti

benar-benar terlibat penuh dalam kegiatan yang diamati. Dalam jenis

observasi ini, selain berperan sebagai “yang melakukan penelitian”,

peneliti juga menjalankan peran sebagai objek penelitian karena kesamaan

daerah tempat tinggal dengan lokasi penelitian. Selain itu, peneliti juga

melakukan observasi tak berperan, di mana kehadiran peneliti hanya untuk

melakukan pengamatan pada objek yang dikaji, tanpa melakukan peran

apapun. Selama pengamatan berlangsung, peneliti seolah-olah hanya

sebagai penonton tanpa memberikan feedback apapun.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari

dokumen-dokumen terkait dengan judul penelitian ini, arsip-arsip dan juga

literatur lainnya. Di sini, peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang

tersurat dalam dokumen/ arsip tetapi juga mencari makna yang tersirat di

dalamnya, untuk itu peneliti dituntut untuk bersikap kritis, analitis dan

teliti.

6. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik purposive sampling, di mana peneliti mempunyai

64

Page 83: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kecenderungan untuk memilih dan menentukan sendiri informan yang

dianggap mengetahui informasi dan masalah penelitian secara mendalam serta

dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (H.B. Sutopo, 2002 :

56). Pemilihan informan oleh peneliti didasari oleh alasan dan pertimbangan-

pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Akan tetapi, dalam

pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai

dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Patton,

1984). Purpossive sampling lebih mendasarkan diri pada alasan atau

pertimbangan-pertimbangan tertentu (purposeful selection) sesuai dengan

tujuan penelitian (Pawito, 2007 : 89). Hal ini sesuai dengan karakteristik

penelitian kualitatif yang lebih membutuhkan keterwakilan substansi dari data

atau informasi dari pada keterwakilan populasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi

politik masyarakat transisi Desa Ngabeyan pada Pemilukada Sukoharjo 2010,

bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan pada

Pemilukada Sukoharjo 2010, serta bagaimana pola pengaruh komunikasi

politik dalam membentuk perilaku memilih pada Pemilukada Sukoharjo 2010,

sehingga informan dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa orang tersebut

adalah pemilih pada Pemilukada Sukoharjo 2010 yang tercantum dalam

Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura, memiliki

keterkaitan atau menjadi bagian dari proses komunikasi politik masyarakat,

baik sebagai komuniktor maupun komunikan, serta memiliki kapabilitas untuk

memberikan informasi berkenaan dengan permasalahan penelitian.

65

Page 84: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Informan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang masyarakat Desa

Ngabeyan Kecamatan Kartasura yang terdiri dari 2 (dua) orang perangkat

Desa, 2 (dua) orang tim sukses kandidat, dan 11 (sebelas) masyarakat umum

dengan kondisi sosio-kultural, keterlibatan dalam proses komunikasi politik,

dan perilaku memilih yang berbeda-beda. Berikut data informan

selengkapnya:

Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian

No. Nama Jenis Kelamin Usia Etnis Pekerjaan

1. LIM Laki-laki 59 Jawa Pensiunan PNS

2. YAN Laki-laki 23 Jawa Mahasiswa

3. AYU Perempuan 28 Jawa Ibu Rumah Tangga

4. WAR Laki-laki 50 Jawa Karyawan Swasta

5. MAN Perempuan 65 Jawa Pedagang

6. YAH Perempuan 50 Jawa Penjahit

7. TAN Laki-laki 44 Jawa Juru Parkir

8. HAR Laki-laki 48 Jawa Karyawan Swasta

9. WID Laki-laki 46 Jawa Perangkat Desa

10. SON Laki-laki 48 Tionghoa Karyawan Swasta

11. CAN Laki-laki 54 Tionghoa Pedagang

12. GUN Laki-laki 50 Jawa Perangkat Desa

13. SUM Laki-laki 56 Jawa Petani

14. RAH Perempuan 44 Jawa Pengusaha

15. CIP Laki-laki 55 Jawa Akademisi

Sumber : Hasil wawancara peneliti (diolah)

66

Page 85: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7. Validitas Data

Validitas (kesahihan) merupakan jaminan bagi kemantapan

kesimpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian. Validitas data akan

membuktikan apakah hasil penelitian yang dilakukan peneliti sesuai dengan

apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Agar data hasil penelitian ini

valid, peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu, selanjutnya ditarik

kesimpulan yang lebih mantap dan paling bisa diterima (H.B. Sutopo, 2002 :

78).

Dari empat macam teknik triangulasi yakni triangulasi data (disebut

juga triangulasi sumber), triangulasi metode, triangulasi teori, dan triangulasi

peneliti, penelitian ini menggunakan triangulasi data, artinya, peneliti

menggunakan berbagai macam sumber data agar data yang diperoleh teruji

kemantapan dan kebenarannya. Dengan demikian akan bisa didapatkan hasil

penelitian yang teruji validitasnya serta dapat dipertanggungjawabkan apabila

suatu saat diperlukan verifikasi.

8. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dikembangkan

untuk memberikan makna (making sense of) terhadap data, menafsirkan

(interpreting), atau mentransformasikan (transforming) data ke dalam bentuk-

bentuk narasi yang kemudian mengarah pada temuan yang bernuansa

proposisi-proposisi ilmiah (thesis) yang akhirnya sampai pada kesimpulan-

67

Page 86: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kesimpulan final. Kunci pokok dalam analisis data kualitatif adalah menjawab

pertanyaan how did the researcher get to these conclusions from these data?

(bagaimana peneliti sampai pada kesimpulan-kesimpulan dengan bertolak

pada data yang ada?) (Pawito, 2007 : 101).

Teknik analisis dan penafsiran data yang digunakan dalam penelitian

ini mengikuti langkah-langkah yang direkomendasikan Miles dan Huberman

(2005), yang lazim disebut dengan interactive model. Teknik analisis ini pada

dasarnya terdiri dari tiga komponen, yakni reduksi data, penyajian data, dan

penarikan serta pengujian kesimpulan.

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan

suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

membuang yang tidak perlu, dengan cara sedemikian rupa sehingga

kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data

dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap pertama, melibatkan langkah-langkah seperti editing,

pengelompokan, dan meringkas data.

2. Tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan

(memo) mengenai berbagai hal, termasuk yang berkenaan dengan

aktivitas serta proses-proses penelitian sehingga peneliti dapat

menemukan teme-tema, kelompok-kelompok, dan pola-pola data.

68

Page 87: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Tahap ketiga, peneliti menyusun rancangan konsep-konsep

(mengupayakan konseptualisasi) serta penjelasan-penjelasan yang

berkaitan dengan tema, pola, atau kelompok-kelompok data yang

bersangkutan.

b. Penyajian Data

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data.

Miles dan Huberman membatasi penyajian sebagai sekumpulan informasi

tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data dimulai dengan proses

mengorganisasikan data, yakni menjalin (kelompok) data yang satu dengan

(kelompok) data yang lain sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar

dilibatkan dalam satu kesatuan. Karena data dalam penelitian kualitatif

biasanya beraneka ragam perspektif dan terasa bertumpuk, maka penyajian

data pada umumnya diyakini sangat membantu proses analisis.

Dalam hubungan ini, data yang tersaji berupa kelompok-kelompok

atau gugusan-gugusan yang kemudian saling dikait-kaitkan sesuai dengan

kerangka teori yang digunakan. Gambar-gambar dan diagram yang

menunjukkan keterkaitan antara gejala satu dengan yang lain sangat

diperlukan untuk kepentingan analisa data.

c. Penarikan dan Pengujian Kesimpulan

Pada komponen terakhir ini, peneliti pada dasarnya meng-

implementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data

yang ada dan atau kecenderungan dari display data yang telah dibuat. Ada

69

Page 88: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kalanya kesimpulan telah tergambar sejak awal, namun kesimpulan final tidak

pernah dapat dirumuskan secara memadai tanpa peneliti menyelesaikan

analisis seluruh data yang ada (Miles dan Huberman, 2007 : 16 - 20).

Peneliti dalam kaitan ini masih harus mengkonfirmasi, mempertajam,

atau mungkin merevisi kesimpulan-kesimpulan final berupa proposisi-

proposisi ilmiah mengenai gejala atau realitas yang diteliti. Ketiga proses

analisis data tersebut merupakan satu kesatuan yang saling menjelaskan dan

berhubungan erat satu dengan yang lainnya. Hubungan ketiganya dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.5 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif

Miles dan Huberman

Pengumpulan data Penyajian

data

Reduksi data

Kesimpulan-kesimpulan:

Penarikan/Verifikasi

Sumber : (Miles & Huberman, 2007 : 20)

70

Page 89: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

I. Keterbatasan Penelitian

Peneliti sangat menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan (idealitas) meskipun peneliti

telah berusaha semaksimal mungkin untuk mereduksi atau meminimalisir

segala bentuk kekurangan dan kelemahan yang ada. Adapun kelemahan dalam

penelitian ini terletak pada teknik pengambilan sampel penelitian. Karena

menggunakan teknik purpossive sampling, maka data yang dihasilkan tidak

bisa digeneralisasikan untuk mewakili keseluruhan populasi. Generalisasi

teoritis dalam hal ini lebih dimungkinkan sebab sumber data yang digunakan

lebih cenderung mewakili informasi. Karena itulah, peneliti merasa penelitian

ini belum cukup representatif untuk mewakili populasi masyarakat transisi di

Desa Ngabeyan.

Selain itu, peneliti juga menghadapi kendala pada aspek pengumpulan

data melalui metode wawancara dan observasi. Peneliti belum mampu

menggali data secara maksimal melalui metode observasi dikarenakan pada

saat pemilukada berlangsung peneliti masih aktif mengikuti perkuliahan

semester delapan dengan jadwal dan tugas kuliah yang sangat padat sehingga

belum mampu memfokuskan diri sepenuhnya pada penelitian. Karena

kesibukan kuliah juga lah, peneliti sempat melewatkan beberapa aktivitas

komunikasi politik yang melibatkan masyarakat transisi Desa Ngabeyan

sehingga hal ini berpengaruh terhadap kelengkapan data yang didapat.

Sedangkan untuk metode wawancara, selain keterbatasan waktu,

peneliti juga dihadapkan pada situasi dan kondisi di mana informan penelitian

kurang terbuka pada saat wawancara. Terlebih, penggalian data mengenai

71

Page 90: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perilaku memilih mengharuskan peneliti untuk menanyakan kandidat pilihan

informan serta latar belakangnya memilih kandidat tersebut. Bagi sebagian

informan, pertanyaan ini dianggap kurang nyaman karena menyangkut sesuatu

yang pada hakekatnya adalah sebuah rahasia pribadi, khususnya mereka yang

dituntut untuk bersikap netral seperti PNS dan aparat pemerintah desa,

meskipun peneliti sebelumnya telah berusaha menjalin keakraban dengan

maksud agar informan lebih terbuka. Keterbatasan data hasil penelitian ini

akhirnya mempengaruhi tingkat ketajaman dan komprehensifitas analisis

penelitian serta penarikan kesimpulan atau konklusi penelitian ini.

72

Page 91: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

DESKRIPSI LOKASI

A. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo

Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah dan

termasuk dalam wilayah eks-Karesidenan Surakarta yang dikenal pula dengan

nama Subosukowonosraten (Surakarta Boyolali Sukoharjo Wonogiri Sragen

Klaten). Memiliki luas wilayah 46.666 hektar, secara administratif Kabupaten

Sukoharjo terbagi menjadi 12 kecamatan, yakni Kartasura (10 desa, 2

kelurahan), Gatak (14 desa), Baki (14 desa), Grogol (14 desa), Sukoharjo (14

kelurahan), Mojolaban (15 desa), Polokarto (17 desa), Bendosari (13 desa, 1

kelurahan), Nguter (16 desa), Tawangsari (12 desa), Bulu (12 desa) dan Weru

(13 desa).

Kabupaten Sukoharjo berbatasan langsung dengan Kota Solo dan

Kabupaten Karanganyar di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar di sebelah

timur, Kabupaten Wonogiri dan Gunungkidul (DIY) di sebelah selatan, serta

Kabupaten Klaten dan Boyolali di sebelah barat. Sungai Bengawan Solo

membelah kabupaten ini menjadi dua bagian. Bagian utara pada umumnya

merupakan dataran rendah dan bergelombang, sedangkan bagian selatan

adalah dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian daerah di perbatasan

merupakan wilayah perkembangan dari Kota Surakarta, diantaranya kawasan

Grogol dan Kartasura. Kartasura merupakan persimpangan jalur Solo-

Yogyakarta dengan Solo-Semarang.

73

Page 92: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 2.1

Peta Administratif Kabupaten Sukoharjo

KAB. KARANGANYAR

KAB. KARANGANYAR

KOTA SOLO

KAB. BOYOLALI

KAB. KLATEN

KAB. WONOGIRI

KAB. GUNUNG KIDUL, DIY

Dalam menjalankan pemerintahannya, pemerintah Kabupaten

Sukoharjo memiliki motto pembangunan MAKMUR, yang merupakan

kependekan dari Maju, Aman, Konstitusional, Mantap, Unggul dan Rapi.

Motto inilah yang ingin dicapai Kabupaten Sukoharjo sehingga tercapai

masyarakat madani yang gemah ripah loh jinawi.

Kabupaten Sukoharjo memiliki potensi besar di bidang pertanian,

perindustrian, dan pariwisata. Di bidang pertanian, Kabupaten Sukoharjo

memiliki potensi budi daya tanaman padi, kedelai, jagung, dan holtikultura.

74

Page 93: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Swasembada padi yang berhasil dicapai bahkan menempatkan kabupaten ini

sebagai lumbung padi Jawa Tengah. Di sektor peindustrian, industri konveksi

merupakan salah satu andalan Kabupaten Sukoharjo. Banyaknya pabrik

konveksi yang didirikan seperti Sritex, Tyfountex, Ambassador, dan Batik

Keris telah memberikan lapangan pekerjaan bagi warga setempat dan produk-

produknya telah dipasarkan bukan hanya untuk kebutuhan Kabupaten

Sukoharjo tetapi juga untuk daerah sekitarnya, bahkan luar negeri. Selain

konveksi, industri lain yang turut andil dalam pembangunan ekonomi

kabupaten ini antara lain industri mebel kayu, industri mebel rotan, industri

jamur lingzi, serta industri gamelan di Desa Wirun, Mojolaban. Sedangkan di

sektor pariwisata, Kabupaten Sukoharjo memiliki sejumlah objek antara lain

Pandawa Water World, Bekas Benteng Kraton Kartasura, Batu Seribu,

Pemandian Air Hangat Langenharjo, serta Karamba Waduk Mulur.

B. Desa Ngabeyan

1. Geografis

Desa Ngabeyan merupakan salah satu desa yang terdapat di Kartasura,

sebuah kecamatan yang terletak di ujung barat laut Kabupaten Sukoharjo.

Lokasinya kurang lebih 25 kilometer dari pusat kota Sukoharjo. Kecamatan

Kartasura memiliki lokasi yang strategis karena dilalui oleh jalan negara yang

menghubungkan jalur Surabaya-Solo-Yogya dan Solo-Semarang. Selain itu,

Kartasura merupakan daerah transit yang menghubungkan wilayah lain

disekitarnya, seperti Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar, dan Kota

75

Page 94: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Solo karena letaknya memang berbatasan langsung dengan ketiga daerah

tersebut.

Walaupun secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten

Sukoharjo, Kartasura memiliki jarak geografis yang lebih dekat dengan Kota

Surakarta atau Solo, yakni sekitar 10 kilometer. Kondisi inilah yang

menyebabkan masyarakat Kecamatan Kartasura pada umumnya serta Desa

Ngabeyan pada khususnya lebih sering melakukan mobilitas ke Kota Solo dari

pada Kabupaten Sukoharjo, baik untuk urusan pekerjaan, pendidikan, maupun

usaha pemenuhan kebutuhan hidup lainnya.

Desa Ngabeyan sendiri merupakan satu diantara 10 desa dan 2

kelurahan lain yang termasuk wilayah Kartasura, yakni Desa Singopuran,

Desa Pucangan, Desa Pabelan, Desa Wirogunan, Desa Kertonatan, Desa

Ngadirejo, Desa Ngemplak, Desa Gonilan, Desa Gumpang, Kelurahan

Kartasura, dan Kelurahan Makamhaji. Jarak pusat pemerintahan Desa

Ngabeyan dengan Kecamatan Kartasura kurang lebih 0,5 kilometer ke arah

selatan, atau waktu perjalanan 1,5 menit dengan kendaraan sepeda motor.

Sedangkan jarak Desa Ngabeyan dengan pusat pemerintahan Kabupaten

Sukoharjo kurang lebih 25 kilometer ke arah tenggara dengan waktu

perjalanan 40 menit. Selanjutnya jarak Desa Ngabeyan dengan ibu kota

Propinsi Jawa Tengah kurang lebih 100 kilometer ke arah barat laut dengan

waktu tempuh sekitar dua jam menggunakan kendaraan sepeda motor.

Secara geografis, Desa Ngabeyan berbatasan dengan Kabupaten

Karanganyar di sebelah utara, Desa Singopuran di sebelah timur, Kelurahan

Kartasura di sebelah selatan, dan Desa Wirogunan di sebelah barat. Adapun

76

Page 95: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

luas wilayah Desa Ngabeyan adalah 136,797 hektar yang terbagi atas sawah

irigasi teknis 49 hektar, tanah pemukiman 71,897 hektar, tanah kas desa 14,2

hektar, tanah lapangan 1,2 hektar, dan perkantoran pemerintah 0,5 hektar.

Desa Ngabeyan memiliki medan yang datar dengan ketinggian 67 meter di

atas permukaan air laut. Sedangkan suhu udara rata-rata 32 derajat Celcius

dengan curah hujan 55 mm/tahun (2009).

2. Administrasi

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Desa Ngabeyan membagi

wilayahnya menjadi 12 dusun yakni Brontowiryan, Tegalan, Blateran,

Ngabeyan, Mangkuyudan, Indronatan, Perumahan Mega Permai I, Perumahan

Mega Permai II, Perumahan Kampung Baru, Perumahan Perhutani,

Perumahan Gedong Baru, dan Perumahan Vila Nusa Indah. Kedua belas

dusun tersebut tergabung dalam 4 Rukun Warga (RW) serta terbagi menjadi

25 Rukun Tetangga (RT) yang dipimpin oleh dua orang kepala dusun

(kadus/bayan). Masing-masing kadus membawahi dua RW, kadus 1

memimpin RW I dan RW II sementara kadus 2 memimpin RW III dan RW

IV.

Tabel 2.1 Pembagian Administratif Desa Ngabeyan

RW RT Dusun

I(7 RT)

123456

BrontowiryanBrontowiryan

TegalanBrontowiryanBrontowiryanBrontowiryan

77

Page 96: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7 Brontowiryan

II(7 RT)

1234567

Blateran NgabeyanNgabeyanNgabeyanBlateran

Perumahan Mega Permai II Perumahan Kampung Baru

III(7 RT)

1234567

MangkuyudanMangkuyudan

IndronatanIndronatan

MangkuyudanPerumahan Vila Nusa Indah

Indronatan

IV(4 RT)

1234

MangkuyudanPerumahan Mega Permai II Perumahan Gedong Baru

Perumahan Perhutani

Sumber : Wawancara dengan Kepala Dusun (Bayan) I Desa Ngabeyan, Kamis, 21 Oktober 2010

Berdasarkan data tahun 2009, jumlah penduduk Desa Ngabeyan adalah

4431 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terdiri dari 2144 jiwa penduduk laki-laki

dan 2287 jiwa penduduk perempuan. Dengan kepadatan penduduk mencapai

3239 jiwa/ km2, dapat dikatakan Desa Ngabeyan merupakan kawasan yang

sangat padat penduduk. Berdasarkan penggolongan umur, penduduk Desa

Ngabeyan yang berusia 0 - 15 tahun sebanyak 507 jiwa sedangkan 16 tahun

ke atas berjumlah 3924 jiwa.

Seperti masyarakat transisi di daerah lainnya, mata pencaharian

masyarakat Desa Ngabeyan bersifat heterogen. Tercatat sebanyak 203

78

Page 97: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penduduk bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jumlah ini lebih

banyak bila dibandingkan dengan penduduk yang memiliki mata pencaharian

pokok sebagai petani yakni 152 orang. Pekerjaan penduduk lainnya adalah

karyawan swasta/ buruh 162 orang, pedagang/ wiraswasta/ pengusaha 147

orang, buruh tani 115 orang, TNI/ Polri 12 orang, dokter 9 orang, guru swasta

7 orang, peternak 9 orang, penjahit 8 orang, serta montir 10 orang.

Heterogenitas tidak hanya ditemukan pada mata pencaharian pokok

penduduk, namun juga tingkat pendidikan. Masyarakat Desa Ngabeyan

memiliki jenjang pendidikan bervariasi satu dengan yang lain, ada yang

selama hidupnya tidak pernah mengenyam bangku pendidikan, ada pula yang

pendidikannya mencapai derajat doktoral (S-3). Jumlah penduduk yang tidak

pernah sekolah berjumlah 46 orang, tidak tamat SD 105 orang, tamat SD 317

orang, tamat SMP 420 orang, dan tamat SMA 723 orang. Di tingkat

perguruan tinggi, lulusan D-1 sebanyak 251 orang, D-2 165 orang, D-3 123

orang, S-1 109 orang, S-2 15 orang, dan S-3 3 orang.

Mayoritas penduduk Desa Ngabeyan merupakan pemeluk agama

islam. Jumlahnya mencapai 3737 orang. Lainnya, 485 orang memeluk agama

kristen, 193 orang beragama katholik, 7 orang menganut ajaran hindu, serta 9

orang penganut budha. Sedangkan perihal etnis, 12 orang keturunan Tionghoa

bermukim di desa ini, sementara sisanya adalah masyarakat Jawa asli.

3. Potensi

Potensi Desa Ngabeyan terletak pada sektor pertanian, perindustrian,

peternakan, dan perdagangan. Di sektor pertanian, Desa Ngabeyan adalah

79

Page 98: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penghasil padi dan kedelai yang setiap tahunnya mampu menghasilkan kurang

lebih 5 ton padi/hektar serta 4 ton kedelai per hektar. Di bidang perindustrian,

di Desa Ngabeyan terdapat industri mebel kayu dan rotan yang berkembang

cukup pesat. Selain industri yang dapat dikategorikan sebagai industri besar

tersebut, terdapat pula industri kecil kerajinan perak dan juga industri pangan.

Di sektor peternakan, ayam, bebek, dan babi merupakan komoditas utama

Desa Ngabeyan, di samping jenis peternakan lain seperti kambing, kerbau,

dan sapi. Sedangkan pada sektor perdagangan, letak Desa Ngabeyan yang

sangat strategis berperan besar dalam mendorong perkembangan sektor ini.

Selain usaha perdagangan skala mikro yang dijalankan oleh penduduk, seperti

toko kelontong dan rumah makan, di desa ini juga terdapat beberapa

swalayan/toserba yang menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari.

C. Pemilukada Sukoharjo 2010

Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

(Pemilukada) Sukoharjo 2010 diselenggarakan dengan berpedoman pada

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum. Peraturan perundangan ini dibuat sebagai revisi dari Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sebelumnya

digunakan sebagai dasar hukum penyelenggaraan pemilukada (dulu pilkada).

Untuk mendukung Pelaksanaan Pemilukada di tingkat teknis, pemerintah

pusat juga mengeluarkan peraturan berupa: (i) Peraturan Pemerintah Nomor 6

tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dan (ii) Peraturan Pemerintah

80

Page 99: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nomor 17 tahun 2005 tentang Perubahan Pertama atas PP Nomor Nomor 6

tahun 2005, serta (iii) Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2007 tentang

Perubahan Kedua atas PP Nomor 6 tahun 2005.

Sesuai ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di atas,

tahapan pemilukada dibagi menjadi dua, yakni tahap persiapan dan tahap

pelaksanan. Tahap pertama, yaitu tahap persiapan, meliputi:

1. DPRD memberitahukan kepada kepala daerah dan KPUD mengenai

berakhirnya masa jabatan kepala daerah yang sedang menjabat.

2. Kepala daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban

penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan

keterangan pertanggungjawaban (LKPj) kepada DPRD.

3. KPUD menetapkan rencana penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan

wakil kepala daerah, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK),

Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara

Pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan pendaftaran

pemantau.

Sedangkan tahap kedua atau tahap pelaksanaan meliputi penetapan

daftar pemilih, pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon,

kampanye, masa tenang, pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan

pasangan calon terpilih, pengesahan serta pelantikan pasangan terpilih.

1. Daftar Pemilih Tetap (DPT)

Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilukada Sukoharjo 2010 yang

tercatat di KPUD setempat adalah sebanyak 657.774 orang, yang tersebar di

81

Page 100: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12 kecamatan di Sukoharjo. Di Desa Ngabeyan sendiri, jumlah DPT

sebanyak 3958 orang. Angka ini ditetapkan oleh Ketua Panitia Pemungutan

Suara (PPS) Desa Ngabeyan, Jumat, 12 Maret 2010, selang tiga bulan sebelum

waktu pencoblosan. Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan

Dalam Pemilukada Sukoharjo 2010

No. TPS DPT

No. Tempat Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 1 Gereja Bethel Injil Sepenuh, Brontowiryan

290 290 580

2. 2 Rumah Bapak Wahyudi, Brontowiryan

281 305 586

3. 3 TK Aisyiyah, Ngabeyan 250 287 537

4. 4 Gedung Pusat Kegiatan Pemuda (PKP), Ngabeyan

251 309 560

5. 5 Rumah Bapak Joko Maryanto, Perum Perhutani

275 292 567

6. 6 Rumah Bapak Saban Joko Purwanto, Mangkuyudan

270 306 576

7. 7 Rumah Bapak Agus, Indronatan

269 283 552

Jumlah 1886 2072 3958

Sumber : Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ngabeyan

82

Page 101: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kegiatan pendaftaran pemilih dilaksanakan dengan berlandaskan pada

Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,

Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang warga negara untuk

dapat menggunakan hak pilihnya adalah sebagai berikut :

a. Warga negara Indonesia yang pada hari dan tanggal pemungutan suara

telah berumur 17 tahun, atau belum berumur 17 tahun tapi sudah pernah

kawin.

b. Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ ingatannya.

c. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

d. Berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan

sebelum disahkan daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan Kartu

Tanda Penduduk (KTP).

Selain untuk mengidentifikasikan masyarakat yang telah mempunyai

hak pilih, pendaftaran pemilih tetap juga bertujuan antara lain untuk

mempersiapkan jumlah logistik utamanya surat suara yang akan

didistribusikan ke seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS), untuk dijadikan

pedoman pengalokasian dana yang dibutuhkan terkait pengadaan logistik

pemilukada, untuk menghindari penduduk luar daerah memilih di daerah

pelaksanaan pemilukada, serta untuk mengantisipasi pemberian suara lebih

dari satu kali dalm pemilukada.

83

Page 102: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Pencalonan

Mekanisme pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara

langsung diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara

berpasangan dengan catatan harus memenuhi persyaratan perolehan sekurang-

kurangnya limabelas persen dari jumlah kursi DPRD Kabupaten atau lima

persen dari akumulasi suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah

yang bersangkutan. Pencalonan dapat pula ditempuh melalui jalur

perseorangan atau independen yang jumlah pendukungnya bisa ditunjukkan

melalui KTP.

Selain harus dapat memenuhi semua persyaratan administratif yang

ditentukan, seorang calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus

memenuhi syarat-syarat berikut ini :

a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar

Negara Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, kepada Negara

Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah.

c. Pendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau

sederajat.

d. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun pada saat pendaftaran.

e. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh dari

tim dokter.

f. Tidak dijatuhi pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak

pidanayang diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau lebih.

84

Page 103: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

g. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap.

h. Mengenal daerah dan dikenal masyarakat di daerahnya.

i. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia diumumkan.

j. Tidak memiliki tanggungan hutang secara perseorangan dan atau secara

badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan

negara.

k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

l. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

m. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum

mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak.

n. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain

riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri.

o. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

p. Tidak dalam status Pejabat Kepala Daerah.

Dalam Pemilukada Sukoharjo 2010, terdapat tiga pasang bakal calon

bupati dan wakil bupati yang mampu memenuhi segala persyaratan yang ada

sehingga KPUD Sukoharjo menetapkan pasangan tersebut sebagai calon

bupati dan wakil bupati. Berikut adalah pasangan calon cabup-cawabup

Sukoharjo 2010-1015 ;

85

Page 104: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 2.3 Daftar Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati

dalam Pemilukada Sukoharjo 2010

No. Pasangan Calon Partai Politik Pengusung

1. Drs. Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd

PKB, Partai Demokrat, PAN

2. Titik Suprapti S.Sos, M.Si – H. Sutarto, STP Partai Golkar, PBB

3. Wardoyo Wijaya, SH, MH – Drs. Haryanto PDIP, PKS, PPP, Hanura

Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo

a. Drs. Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd

Dalam penetapan dan pengundian nomor urut pasangan calon yang

dilakukan KPUD Sukoharjo, Rabu, 12 Mei 2010, pasangan Toha-Wahyudi

mendapatkan nomor urut pertama. Muhammad Toha, pria kelahiran

Sukoharjo, 25 Mei 1964, adalah mantan wakil bupati Sukoharjo yang sebelum

mencalonkan diri telah menjabat sebagai anggota DPR RI, sedangkan

Wahyudi yang lahir di Sukoharjo, 9 Oktober 1957 merupakan seorang PNS.

86

Page 105: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 2.2 Pasangan Calon Muhammad Toha - Wahyudi

Sumber : http://www.solopos.com/2010/tabulasi-pilkada/quick-count-jsi-23965

Dalam pencalonannya, pasangan yang diusung oleh koalisi PKB,

Partai Demokrat, dan PAN ini memiliki tiga visi yakni terwujudnya Sukoharjo

sebagai daerah yang unggul dalam pertanian dan industri; membangun

Kabupaten Sukoharjo dengan penyelenggaraan pemerintahan yang

demokratis, partisipatif, berkeadilan, dan keberagaman; serta terwujudnya

masyarakat Sukoharjo makmur, sejahtera, mandiri, berbudaya, dinamis, dan

berkeadilan dengan tata kepemerintahan yang baik serta tata kelola

pembangunan yang partisipatif, transparan, akuntabel dan merata.

Untuk mencapai visi tersebut, misi yang sedianya akan dijalankan

apabila pasangan ini terpilih sebagai bupati dan wakil bupati adalah

mengembangkan sektor-sektor pertanian dan industri; mewujudkan

masyarakat yang bertaqwa, sejahtera, aman, tenteram, berbudaya dan

berdaulat; serta menciptakan pemerintah daerah yang profesional, produktif,

bersih, berwibawa, demokratis, partisipatif, dan berkeadilan.

87

Page 106: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Titik Suprapti, S.Sos, M.Si – H. Sutarto, STP

Pasangan nomor urut dua dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 adalah

Titik - Tarto. Satu-satunya kandidat wanita dalam bursa cabup-cawabup, Titik

Suprapti, dikenal sebagai istri bupati incumbent yang menjabat selama dua

periode, Bambang Riyanto, karenanya ia sering pula disebut Titik Bambang

Riyanto (TBR). Sebelum mencalonkan diri sebagai bupati, wanita kelahiran

Banda Aceh, 1 Desember 1967 ini aktif sebagai anggota DPRD Kabupaten

Sukoharjo. Ia berpasangan dengan Sutarto, seorang staf sekretariat KPUD

Sukoharjo kelahiran Sukoharjo, 18 Mei 1966. Berbeda dengan Bambang

Riyanto yang menggunakan kendaraan partai PDIP untuk menuju kursi

kekuasaannya, Titik-Tarto diusung oleh koalisi Partai Golkar dan PBB.

Gambar 2.3 Pasangan Calon Titik Suprapti - Sutarto

Sumber : http://www.solopos.com/2010/tabulasi-pilkada/quick-count-jsi-23965

Terwujudnya masyarakat Sukoharjo yang maju, adil, dan makmur

adalah visi yang diusung pasangan ini. Untuk mencapainya, misi yang

dijalankan yaitu :

88

Page 107: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang produktif, cerdas, sehat,

berbudaya, dan religius.

2. Mewujudkan perekonomian masyarakat yang berorientasi pada ekonomi

kerakyatan.

3. Mewujudkan pemerataan pembangunan dalam segala aspek kehidupan.

4. Mewujudkan kondisi daerah yang aman, damai, tertib, dan tentram.

c. Wardoyo Wijaya, SH, MH – Drs. Haryanto

Wardoyo - Haryanto merupakan pasangan cabup-cawabup nomor urut

tiga. Sama seperti Titik, Wardoyo yang lahir di Wonogiri, 8 Juni 1960 adalah

seorang anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo. Pada periode sebelumnya, ia

menjabat sebagai Ketua DPRD. Wardoyo berpasangan dengan Haryanto yang

seorang pensiunan PNS kelahiran Klaten, 28 Desember 1950. Mereka diusung

oleh koalisi PDIP, PPP, PKS, dan Partai Hanura.

Gambar 2.4 Pasangan Calon Wardoyo Wijaya - Haryanto

Sumber : http://www.solopos.com/2010/tabulasi-pilkada/quick-count-jsi-23965

89

Page 108: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Wardoyo - Haryanto mengusung visi terwujudnya masyarakat

Kabupaten Sukoharjo sejahtera, mandiri dan bermartabat dengan

pemerintahan yang profesional. Sementara misinya adalah sebagai berikut :

1. Membangun manajemen pemerintah yang konseptual, profesional dan

demokratis berbasis pada pelayanan masyarakat.

2. Meningkatkan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan, kesejahteraan

masyarakat dan pembangunan infrastruktur yang terukur.

3. Mendorong kemandirian dan partisipasi masyarakat sebagai upaya

meningkatkan sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi.

4. Memanfaatkan dan mengelola potensi daerah berbasis sektor pertanian dan

industri dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

5. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan bermasyarakat.

6. Menciptakan kondisi masyarakat yang aman, tentram, dan dinamis.

3. Kampanye

Kampanye merupakan bagaian dari tahapan pelaksanaan pemilukada.

Pelaksanaaan kampanye dijadwalkan selama empatbelas hari sebagaimana

diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan,

Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah. Setiap pasangan calon maupun juru kampanye pasangan

memberikan materi kampanye yang berisikan visi misi dan program yang

meliputi agenda kebijakan yang diperjuangkan dan strategi untuk mewujudkan

program-program kampanye yang disampaikan dengan cara sopan, tertib,

90

Page 109: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mendidik serta tidak bersifat provokatif sehingga diharapkan tidak

mengganggu stabilitas keamanan.

Jadwal kampanye Pemilukada Sukoharjo berlangsung Senin, 17 Mei

2010 hingga Minggu, 30 Mei 2010. Selanjutnya 31 Mei s/d 2 Juni 2010 adalah

minggu tenang. Terkait dengan teknis pelaksanaan kampanye, KPUD

membagi seluruh wilayah Sukoharjo menjadi tiga zona kampanye. Zona

pertama meliputi Kecamatan Weru, Tawangsari, Bulu dan Nguter, zona kedua

terdiri dari Kecamatan Sukoharjo, Bendosari, Polokarto, dan Mojolaban, serta

zona ketiga yakni Kecamatan Baki, Gatak, Grogol dan Kartasura.

Tabel 2.4 Jadwal Kampanye Pemilukada Sukoharjo 2010

Tanggal Zona I Zona II Zona III

17 Mei 2010 Penyampaian Visi Misi Pasangan Calon di hadapan Sidang

Paripurna DPRD

18 Mei 2010 Kampanye Damai

19 Mei 2010 Toha-Wahyudi Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto

20 Mei 2010 Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi Titik-Tarto

21 Mei 2010 Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi

22 Mei 2010 Toha-Wahyudi Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto

23 Mei 2010 Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi Titik-Tarto

24 Mei 2010 Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi

25 Mei 2010 Toha-Wahyudi Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto

26 Mei 2010 Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi Titik-Tarto

91

Page 110: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27 Mei 2010 Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi

28 Mei 2010 Toha-Wahyudi Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto

29 Mei 2010 Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi Titik-Tarto

30 Mei 2010 Titik-Tarto Wardoyo-Haryanto Toha-Wahyudi

Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Sukoharjo

Jadwal pembagian per zona tersebut berlaku untuk jenis kampanye

terbuka/ rapat umum, di mana setiap harinya berlangsung mulai pukul 09.00

s/d 16.00 WIB. Sedangkan kampanye tertutup dapat dilaksanakan oleh semua

pasangan calon setiap hari selama masa kampanye di seluruh wilayah

Kabupaten Sukoharjo. Semua pelaksanaan kampanye dalam bentuk apapun

harus disertai pemberitahuan secara tertulis kepada KPUD, Polres Sukoharjo,

dan Panwas paling lambat tiga hari sebelum kegiatan kampanye.

Dalam berkampanye, pasangan calon atau tim kampanye harus

mematuhi semua peraturan yang ditetapkan oleh KPUD. Selain larangan

untuk melakukan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan, pasangan

calon dan tim kampanye juga dilarang :

a. Mempersoalkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

b. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah dan

wakil kepala daerah dan partai politik.

c. Menghasut atau mengadu domba perorangan, kelompok masyarakat, dan

partai politik.

92

Page 111: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau menganjurkan

penggunaak kekerasan kepada perorangan, kelompok masyarakat dan

partai politik.

e. Mengganggu keamanan, ketentraman, dan ketertiban umum.

f. Mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil

alih kekuasaan dari pemerintah yang sah.

g. Merusak dan menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon.

h. Menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah daerah.

i. Menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan.

j. Melakukan pawai atau arak-arakan dengan berjalan kaki atau kendaraan di

jalan raya.

k. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk

mempengaruhi pemilih.

l. Memasang alat peraga sebelum masa kampanye, kecuali pada kantor tim

kampanye, dan tempat yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan

KPUD.

4. Pemungutan dan Penghitungan Suara

Puncak pelaksanaan pemilukada adalah pada saat pemungutan dan

penghitungan suara. Tahap ini adalah yang paling menentukan, karena benar-

benar melibatkan seluruh aparat penyelenggara pemilukada, calon kepala

daerah dan wakil kepala daerah, serta masyarakat pemilih. Berdasarkan data

yang ditetapkan KPUD Sukoharjo, hari dan tanggal pemungutan suara jatuh

pada Kamis, 3 Juni 2010.

93

Page 112: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pemungutan suara dilakukan secara serentak mulai pukul 07.00 s/d

13.00 WIB. Sebelum pemilih melakukan pencoblosan, terlebih dahulu

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus melakukan tugas

antara lain membuka kotak suara, mengeluarkan seluruh isi kotak suara,

mengidentifikasikan jenis dokumen dan peralatan, serta menghitung jumlah

setiap setiap jenis dokumen dan peralatan. Semua kegiatan tersebut dapat

dihadiri oleh saksi dari pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan

warga masyarakat. Selanjutnya dibuat berita acara yang ditandatangani oleh

sekurang-kurangnya dua anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi

dari pasangan calon terkait.

Setelah semua prosedur di atas dilaksanakan, maka para pemilih yang

telah terdaftar dalam DPT memberikan suaranya kepada calon pilihan mereka

melalui mekanisme pencoblosan surat suara. Menurut PP No. 6 tahun 2005

Pasal 82, surat suara dinyatakan sah apabila :

a. Ditandatangani oleh ketua KPPS.

b. Tanda coblos hanya terdapat pada satu kotak segi empat yang memuat satu

pasanagn calon.

c. Tanda cobls terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat

nomor, foto, dan nama pasangan calon yang telah ditentukan.

d. Tanda coblos lebih dari satu tetapi masih di dalam satu kotak yang

memuat nomor, foto, dan nama pasanagn calon.

e. Tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak yang memuat nomor,

foto, dan nama pasangan calon.

94

Page 113: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sebagai bukti telah berpartisipasi dalam pemilukada serta untuk

mengantisipasi kemungkinan terjadinya seorang pemilih mencoblos dua kali,

maka KPPS memberikan tanda khusus di salah satu jari pemilih yakni dengan

mencelupkannya ke dalam tinta. Pada prinsipnya, pencoblosan dilakukan

berdasarkan nomor urut kehadiran pemilih, artinya, pemilih yang datang ke

TPS lebih awal akan mendapat giliran awal pula untuk memilih. Akan tetapi,

observasi peneliti di lapangan tidak menemukan adanya antrean yang cukup

panjang dalam pencoblosan pemilukada di Desa Ngabeyan sebagaimana yang

terjadi pada Pemilu Legislatif tahun 2009 lalu. Selain karena alur pencoblosan

yang berlangsung cepat sehingga memperlancar proses pemilihan, hal ini juga

dikarenakan tingginya pemilih golput di desa ini.

Gambar 2.5 Suasana di Salah Satu TPS Desa Ngabeyan saat Pencoblosan

Sumber : Dok. Peneliti (3 Juni 2010)

Usai pencoblosan, dilakukan penghitungan suara yang biasanya

dihadiri pula oleh para saksi dari masing-masing kandidat calon, panitia

95

Page 114: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengawas, pemantau, dan masyarakat umum. Dalam kesempatan ini, pasangan

calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat

mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitingan suara oleh KPPS

apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, sehingga KPPS dapat melakukan pembetulan saat itu

juga. Hasil penghitungan suara di masing-masing TPS selanjutnya

disampaikan kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk kemudian

diteruskan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan KPUD melalui

prosedur yang sama.

Tabel 2.5 Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilukada Sukoharjo 2010

Di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura

No. Pasangan Calon Perolehan Suara Prosentase

1. Mohammad Toha - Wahyudi 602 25,32 %

2. Titik Suprapti - Sutarto 765 32,17 %

3. Wardoyo Wijaya - Haryanto 1011 42,51 %

Jumlah Suara Sah 2378 93,29 %

Jumlah Suara Tidak Sah 171 6,71 %

Jumlah Pemilih yang Menggunakan Hak Pilih

2549 64,40 %

Jumlah Pemilih yang tidak Menggunakan Hak Pilih (Golput)

1409 35,60 %

Jumlah Daftar pemilih Tetap (DPT) 3958 100 %

Sumber : Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ngabeyan

Penetapan calon terpilih biasanya dilakukan terhadap calon yang

mendapatkan suara terbanyak. Namun, menurut PP Nomor 6 tahun 2005,

96

Page 115: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh

suara lebih dari 50 persen jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan

terpilih dan apabila ketentuan sebagaimana dimaksud tidak terpenuhi,

pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30 persen suara sah, yang

mempunyai suara terbanyak dinyatakan sebagai calon terpilih. Selanjutnya

apabila terdapat lebih dari satu pasangan calon yang memperoleh suara yang

sama, maka penentuan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan

suara yang lebih luas. Dalam pemilukada kemungkinan dapat dilakukan

pemilihan putaran kedua, jika pasangan calon tidak memperoleh suara sampai

dengan 30 persen ditambah 1 (satu).

Tabel 2.6 Hasil Perolehan Suara Kandidat dalam Pemilukada Sukoharjo 2010

No. Pasangan Calon Perolehan Suara Prosentase

1. Mohammad Toha - Wahyudi 83.716 20,69 %

2. Titik Suprapti - Sutarto 121.290 29,98 %

3. Wardoyo Wijaya - Haryanto 199.612 49,33 %

Jumlah Suara Sah 404.618 93,4 %

Jumlah Suara Tidak Sah 28.402 6,6 %

Jumlah Pemilih yang Menggunakan Hak Pilih

433.020 65, 83 %

Jumlah Pemilih yang tidak Menggunakan Hak Pilih (Golput)

224745 34, 17 %

Jumlah Daftar pemilih Tetap (DPT) 657.774 100 %

Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo

97

Page 116: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Seperti halnya pada sistem maupun kegiatan politik lainnya,

komunikasi politik memiliki peran vital dalam pelaksanaan pemilukada

Kabupaten Sukoharjo tahun 2010. Ia hadir dalam berbagai bentuk. Jauh

sebelum tanggal 3 Juni yang ditetapkan sebagai hari pencoblosan tiba,

misalnya, bakal calon bupati-wakil bupati telah aktif melakukan lobi,

negosiasi, dan beragam upaya lain yang mengarah pada terkumpulnya

dukungan bagi pencalonan mereka. Bukan hanya bakal calon namun juga

partai, baik partai pengusung maupun partai pendukung aktif melakukan

komunikasi politik demi kemungkinan tercapainya koalisi yang bertujuan

untuk menciptakan pemerintahan yang kuat.

Demikian halnya ketika KPUD telah mengumumkan pasangan calon

secara resmi, komunikasi politik hadir dalam bentuk sosialisasi serta

kampanye politik yang dilakukan oleh kandidat calon dan tim sukses mereka.

Kegiatan ini merupakan sebuah upaya sistematis untuk mempengaruhi

masyarakat, terutama calon pemilih, agar memberikan dukungannya kepada

calon yang bersangkutan melalui mekanisme pemberian suara dalam

pemilihan.

Dari beragam bentuk komunikasi politik di atas, satu yang tidak kalah

penting adalah komunikasi politik yang terjalin di antara masyarakat itu

sendiri. Karena, kadangkala yang terjadi justru kampanye politik tidak

98

Page 117: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memberikan dampak yang signifikan terhadap perolehan suara calon,

melainkan komunikasi antar persona dengan orang-orang terdekatlah yang

mampu melakukannya. Diskusi dan obrolan ringan di warung kopi bersama

tetangga serta masukan dari kerabat dan kolega akan lebih berpengaruh

terhadap keputusan memilih satu calon tertentu.

Sebagaimana masyarakat di daerah lain yang termasuk dalam wilayah

administratif Kabupaten Sukoharjo, masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan

Kartasura juga turut berpartisipasi dalam pemilukada yang dimenangkan oleh

pasangan yang diusung PDIP tersebut. Menjelang pemilihan, masyarakat Desa

Ngabeyan yang memiliki tipikal masyarakat transisi ini juga terlibat dalam

komunikasi politik, baik aktif maupun pasif. Aktif dalam artian turut

menyampaikan pesan dan/ atau memberikan tanggapan (sebagai

komunikator), serta pasif dalam artian hanya mendengarkan pesan yang

disampaikan saja (sebagai komunikan).

Dalam BAB IV ini akan dibahas secara rinci mengenai pola pengaruh

komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat Desa

Ngabeyan, dengan studi kasus pada pemilukada Kabupaten Sukoharjo 2010.

Diharapkan apa yang tertuang dalam BAB IV ini akan mampu memberikan

gambaran mengenai bagaimana masyarakat transisi melakukan komunikasi

politik dan bagaimana komunikasi tersebut mempengaruhi perilaku mereka

dalam memilih salah satu kandidat calon.

99

Page 118: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

A. Komunikasi Politik Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan

Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010

Komunikasi Politik Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura

pada Pemilukada Kabupaten Sukoharjo tahun 2010 –demikian judul sub bab

ini– dalam analisis peneliti memiliki pengertian dan cakupan yang amat luas.

Ketika di tengah mobilitasnya sehari-hari seorang warga masyarakat Desa

Ngabeyan tanpa sengaja melihat spanduk atau baliho pasangan calon

Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) yang marak di pinggir jalan dan lantas

ia memperhatikan pesan politik yang termuat, dapat dikatakan orang tersebut

terlibat dalam proses komunikasi politik. Ketika orang lain menghadiri

pertemuan Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto), mendengarkan pidatonya dan

menerima pesan politiknya, ia juga terlibat dalam proses komunikasi politik.

Pun ketika orang berbicara mengutarakan pendapatnya dalam sebuah forum

diskusi tidak resmi –misalnya obrolan ibu-ibu saat belanja sayur atau bapak-

bapak saat kerja bakti– tentang penilaiannya terhadap calon Muhammad Toha

- Wahyudi (Ha-Di) yang ia rasa layak memimpin Sukoharjo.

Ketiganya merupakan gambaran komunikasi politik yang terjadi di

masyarakat menjelang dilangsungkannya pemilukada. Informasi-informasi

yang diperoleh dari komunikasi politik inilah yang pada gilirannya nanti

memiliki andil dalam menentukan keputusan memilih masyarakat. Karena

komunikasi politik adalah bagian dari komunikasi, dan komunikasi adalah

interaksi. Interaksi terjadi karena seseorang menyampaikan pesan dalam

bentuk lambang-lambang tertentu, diterima oleh pihak yang menjadi sasaran

100

Page 119: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sehingga sedikit banyak mempengaruhi sikap dan tingkah laku pihak

dimaksud.

Untuk menyederhanakan pembahasan, peneliti membagi komunikasi

politik masyarakat Desa Ngabeyan ke dalam empat saluran yang umum

dilakukan pada saat pemilukada, yakni komunikasi politik antar persona,

kampanye pemilukada, iklan politik melalui media luar ruang, dan komunikasi

politik melalui media massa.

1. Komunikasi Politik Antar Persona

Komunikasi antar persona bersifat pribadi (private) dan berlangsung

secara tatap muka (face to face). Penggunaan saluran komunikasi antar

persona untuk menyampaikan pesan politik didasari atas pertimbangan bahwa

saluran ini memiliki tingkat umpan balik yang tinggi dan dianggap paling

efektif mengubah perilaku dikarenakan sifatnya yang dialogis (Effendy :

1986b).

Dengan mempelajari beberapa temuan penelitian maupun referensi

ilmiah, komunikasi antar persona sebenarnya merupakan ciri khas masyarakat

pedesaan atau tradisional karena tipikal masyarakat ini memiliki sistem sosial

di mana kekerabatan masih erat satu dengan yang lainnya. Pada masyarakat

transisi, komunikasi antar persona ternyata masih berperan cukup penting

untuk menyampaikan pesan-pesan politik, baik dari kandidat calon kepada

masyarakat maupun antar sesama masyarakat itu sendiri.

Dalam komunikasi politik antar persona, pasangan cabup-cawabup

bertindak selaku komunikator utama. Hal ini dikarenakan merekalah pihak

101

Page 120: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang memiliki kepentingan hendak maju sebagai kepala daerah, sehingga

kegiatan terjun ke masyarakat untuk menggalang dukungan secara langsung

adalah suatu keharusan. Cara yang ditempuh yakni dengan mengadakan

pertemuan langsung dengan warga, misalnya melalui acara anjangsana,

sarasehan, sosialisasi maupun perekrutan tim sukses pasangan.

Dalam konteks ini, pasangan calon yang memiliki keterkaitan dengan

incumbent agaknya sedikit diuntungkan. Berdasarkan observasi yang

dilakukan peneliti, cabup Titik Suprapti yang notabene adalah istri dari bupati

Bambang Riyanto telah aktif menggalang dukungan jauh sebelum dimulainya

tahapan pemilukada. Melalui beragam acara yang melibatkan dirinya baik

sebagai ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Sukoharjo maupun dalam

kapasitasnya sebagai istri bupati, ia gencar melancarkan pesan politik.

Salah satunya yaitu pada acara Pelatihan Dasawisma (10 Program

Pokok PKK), yang diadakan oleh PKK Desa Ngabeyan, Minggu, 18 April

2010 lalu. Dalam acara yang bertempat di Balai Desa Ngabeyan dan dihadiri

oleh ibu-ibu PKK RT/RW se-Desa Ngabeyan ini, selain memberikan materi

pelatihan, Titik juga sempat meminta dukungan kepada tamu undangan terkait

pencalonannya sebagai bupati Sukoharjo 2010 - 2015.

Hal yang sama pun dilakukan sang suami, Bambang Riyanto, yang

kala itu masih menjabat sebagai bupati. Menjelang akhir masa baktinya, ia

rutin menggelar pertemuan dengan warga masyarakat secara bergilir di tiap-

tiap desa dan kelurahan di wilayah Sukoharjo, sebagaimana diungkapkan oleh

informan penelitian, LIM (Laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS) :

102

Page 121: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Selama ajeng pergantian bupati niku kan Pak Bupatine kan nganaake Sambung Rasa. Lha niku kan Bambang Riyanto niku sakploke pun ajeng lengser niku nganaake Sambung Rasa per desa-desa, per kelurahan. Nek teng mriki ndhisik teng nggene Pak SJP niku. Terus dhisik meleh tenggene Blimbing. Mriko programe nggih ngoten niku, ajeng melanjutkan programe Bambang Riyanto.” [Selama mau pergantian bupati itu kan Pak Bupatinya mengadakan Sambung Rasa. Lha Pak Bambang Riyanto itu semenjak mau lengser itu mengadakan Sambung Rasa per desa-desa, per kelurahan. Kalau di sini dulu di tempat Pak SJP. Terus dulu di Blimbing (Gatak, Sukoharjo) juga. Di sana programnya ya begitu itu, (Titik Suprapti) mau melanjutkan programnya Bambang Riyanto.] (Wawancara, 12 Juni 2010)

Dalam pertemuan yang dinamakan ‘Sambung Rasa’ tersebut,

Bambang mensosialisasikan pencalonan istrinya, Titik Suprapti, sebagai calon

bupati menggantikan dirinya. Ia juga memaparkan program kerja Titik yang

pada intinya meneruskan program kerjanya, seperti sekolah gratis dan

kesehatan gratis. Tidak lupa, Bambang pun meminta dukungan kepada

segenap masyarakat untuk memilih sang istri kelak.

Senada dengan Titik Suprapti dan Bambang Riyanto, komunikasi

antara persona juga diterapkan oleh pasangan calon nomor urut satu,

Muhammad Toha - Wahyudi dalam upaya mereka menggalang dukungan.

Sebagaimana diungkapkan oleh RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha),

Toha dan Wahyudi yang juga merupakan rekan bisnisnya datang kepadanya

bahkan sebelum mereka resmi mendaftarkan diri di KPU. Tujuannya adalah

mencari saran dan masukan tentang pencalonan mereka berdua, memaparkan

visi dan misi, serta meminta dukungan RAH secara pribadi dan meminta

kesediannya untuk menjadi tim sukses. Berikut penuturan RAH :

“Pertama kan dia (Toha) dateng ke sini, terus saya tanya, lha mau maju jadi bupati itu programnya seperti apa, visi dan misinya, kan gitu to, mestinya kan nanya gitu. Kalau kita suruh ndukung nggak tau visinya

103

Page 122: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

misinya apa gitu kan juga ya kurang sreglah, ya karena visi dan misinya itu jelas ya saya dukung.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Selain dari calon bupati kepada masyarakat, komunikasi politik antar

persona juga berlangsung antar sesama masyarakat, baik dengan keluarga,

tetangga, maupun teman. Dalam setiap kegiatan kemasyarakatan seperti kerja

bakti, siskamling, pertemuan rutin warga, pengajian, maupun di dalam

keluarga itu sendiri, isu politik khususnya tentang pemilukada sering kali

hadir di tengah-tengah pembicaraan yang sedang berlangsung.

Peneliti membedakan komunikasi politik antar persona seperti ini

menjadi dua jenis. Pertama adalah komunikasi politik yang dilakukan atas

dasar adanya kepentingan khusus yang menunjukkan keberpihakan kepada

satu calon tertentu. Di sini, komunikasi politik antar persona sengaja

dikendalikan oleh pihak yang dominan untuk menggiring opini orang lain

kepada calon tersebut. Biasanya, pihak yang secara dominan berperan sebagai

komunikator politik tersebut adalah tim sukses yang telah direkrut oleh

pasangan calon maupun kader partai yang aktif, walaupun ada sebagian yang

bukan tim sukses dan bukan pula kader partai, namun karena pertimbangan

tertentu ia aktif mempersuasi pihak lain untuk mengikuti pilihannya.

Dari hasil wawancara peneliti, pertimbangan tersebut antara lain

loyalitas seseorang kepada partai tertentu sehingga siapapun calon yang

diusung oleh partai tersebut sudah pasti akan dipilihnya. Dan bukan hanya itu,

ia pun memberikan saran dan masukan kepada orang lain agar orang tersebut

memiliki pilihan yang sama dengan dirinya. Selain loyalitas terhadap partai,

pertimbangan lainnya didasari oleh keyakinan terhadap ajaran agama yang

104

Page 123: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dianut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan TAN (Laki-laki, 44 tahun,

Juru Parkir), salah satu Informan penelitian :

“Oo… kalo itu justru saya yang nyarankan, harus milih ini, karena istri saya juga harus manut saya tentang pilihan, terus harus mengikut, karena semua yang diajarkan pada saya harus ajarkan pada, terutama pada keluarga dulu, baru tetangga, kalau bisa sampai masyarakat.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

TAN yang merupakan anggota organisasi islam MTA (Majelis Tafsir

Al Qur’an) memiliki keyakinan terhadap calon yang disarankan oleh

pimpinannya sehingga ia merasa wajib meneruskan saran tersebut kepada

orang lain di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan ajaran agamanya yakni bahwa

sesuatu yang ia yakini benar harus disebarkan kepada orang lain, tidak

berhenti sampai dirinya saja.

Jenis komunikasi politik antar persona yang kedua adalah komunikasi

politik yang dilakukan tanpa didasari oleh kepentingan apapun. Berbeda

dengan jenis pertama yang memang diagendakan, komunikasi ini mengalir

apa adanya, selayaknya pembicaraan biasa pada umumnya. Isu politik

pemilukada yang menjadi muatannya murni hanya karena kegiatan tersebut

memang tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah

masyarakat. Biasanya, komunikasi antar persona seperti ini berlangsung dalam

bentuk diskusi ringan atau lebih tepatnya obrolan santai dalam keluarga di

mana tidak ada satu pun anggotanya yang memiliki kepentingan khusus baik

sebagai tim sukses maupun kader partai politik pengusung pasangan calon.

Seperti penuturan YAN (Laki-laki, 23 tahun, Mahasiswa) berikut ini :

“Nek diskusi nggak pernah i. Sama masku juga nggak pernah. Kalo sama bapakku paling cuma ngobrol-ngobrol aja, tanya, ‘nyoblos opo, Yan?’ Nomer 1. Yo wes mandeg, ora disaranke opo-opo. Dadi

105

Page 124: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memang iki ya pilihanku dewe, sak ngertiku dewe. Ngertiku kuwi ya sing tak coblos kuwi.” [Kalau diskusi nggak pernah. Sama kakakku juga nggak pernah. Kalau sama bapakku paling cuma ngobrol-ngobrol saja, tanya, ‘Nyoblos apa, Yan?’ Nomor 1. Ya sudah berhenti, tidak disarankan apa-apa. Jadi memang ini ya pilihanku sendiri, sepengetahuanku sendiri. Tahuku itu ya yang aku coblos itu.] (Wawancara, 12 Juni 2010)

Hal yang sama diungkapkan oleh LIM. Tidak ada komunikasi politik

antar persona yang dibuat mengerucut kepada satu calon tertentu, melainkan

hanya sebatas obrolan biasa mengenai pilihan masing-masing anggota

keluarga dan juga alasan di balik pilihan tersebut. Begitu pula dengan

masyarakat. Informan yang juga menjabat sebagai Ketua RT ini membebaskan

sepenuhnya opini publik berkembang, tanpa ada niat untuk menggiring atau

mengarahkan-nya kepada satu calon tertentu. Berikut pernyataan LIM

selengkapnya :

“Nggih naming kulo tekoki Mbak, lha wong keluargane. Ning kulo mboten nyaranke, kudu milih iki kudu milih kae, mboten. Nggih mung tekon, kowe senenge opo, Le? Aku senenge lentho, Pak, rasane saget kriuk-kriuk. Paribasane niku. Lha nggih ngoten to. Cah enom nggih monggo, senenge opo. Tak tekoki alesane nggih pun nalar. Nggih pun, monggo. Nyoyah nggih nduwe pilihan dewe meleh, Mbak. Dadi diskusine mung sebatas tekon-tekon, Mbak, keputusane nggih kiyambak-kiyambak. Kaleh masyarakat nggih ngoten, sing ngekei usulan nggih kulo terimo. Semua warga pilihannya dianggap baik. Nek milih kan ya tetep awake dewe, wong milih ra ono sing ngerti.” [Ya cuma saya tanya Mbak, orang keluarganya. Tapi saya tidak menyarankan, harus milih ini harus milih itu, tidak. Ya cuma tanya, kamu senangnya apa Le (Thole--panggilan untuk anak laki-laki dalam Bahasa Jawa)? Aku senangnya lentho (camilan dari singkong yang diparut dan dicampur kacang/ kedelai kemudian digoreng), Pak, rasanya bisa kriuk-kriuk. Peribahasanya seperti itu. Lha iya begitu to. Anak muda ya silakan, senangnya apa. Saya tanya alasannya ya sudah nalar. Ya sudah, silakan. Istri ya punya pilihan sendiri lagi, Mbak. Jadi diskusinya cuma sebatas tanya-tanya, Mbak, keputusannya ya sendiri-sendiri. Sama masyarakat juga begitu, yang memberi usulan juga saya terima. Semua warga pilihannya dianggap baik. Kalau milih kan ya tetap diri sendiri, orang memilih tidak ada yang tahu.] (Wawancara, 12 Juni 2010)

106

Page 125: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Komunikasi politik antar persona sebagai upaya penggalangan opini

pada masyarakat pedesaan seringkali efektif dikarenakan ada sebagian warga

yang masih belum melek huruf sehingga pesan hanya dapat disampaikan

melalui pembicaraan. Dalam meneliti masyarakat Desa Ngabeyan yang

memiliki karakteristik masyarakat transisi, ternyata peneliti masih menjumpai

permasalahan seperti itu. Pemilih berusia lanjut (lansia) merupakan sasaran

komunikasi antar persona yang strategis karena ketidakmampuannya dalam

menerima pesan dari sumber lain –misalnya iklan media luar ruang–

menjadikan pesan komunikasi antar persona merupakan satu-satunya sumber

informasi yang sangat menentukan keputusan memilih. Sebagaimana

dikatakan MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang) berikut ini :

“Pokok’e aku wi dodol tahu dijipuk karo tukang daging, podho nang gerejane, ‘Mbah, sesuk ampun lali’, dikei layang, ‘Mbak kulo niku layang mboten saget moco’, ‘Nggih mpun pokok’e nomer telu nggih mbah, ampun lali’, trus tak delok, ‘Mbak, piyayi niki jane yo anu tapi kok ireng mbededeng, lemu’. Tenan tak coblos, trus ndang wes nyoblos, ‘Mbah, njenengan ayu tenan lho mbah, dikon ngene ya ngene’. Woo dielus-elus piyayi-piyayi no Nduk, jarene aku piyayi sepuh, nanging nek dikandhani ki yo nggatekke. Ngono lho Nduk. Mbok aku ditekoni sopo ngono, sing tak coblos yo sing ireng mbededeng lemu.” [Pokoknya aku itu jual tahu diambil sama tukang daging, sama ke gerejanya, ‘Mbah, besok jangan lupa’, diberi surat, ‘Mbak aku itu kalau surat tidak bisa membaca’, ‘Ya sudah pokoknya nomor 3 ya Mbah, jangan lupa’, terus aku lihat, ‘Mbak orang ini (Wardoyo - Haryanto) kok hitam, gagah, gemuk’. Beneran saya coblos, terus begitu sudah mencoblos, ‘Mbah, kamu cantik benar lho Mbah, disuruh begini ya begini’. Wah, disanjung-sanjung orang aku Nduk (Gendhuk--panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa), katanya aku itu orang tua, tapi kalau diberitahu ya memperhatikan. Begitu lho Nduk. Aku ditanya siapa-siapa gitu, yang aku coblos ya itu, hitam gagah gemuk.] (Wawancara, 27 Juni 2010)

Selain menerima pesan politik tersebut, Informan juga

mengungkapkan bahwa dirinya menerima sejumlah uang dari komunikator

107

Page 126: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang juga rekan jualannya di salah satu pasar di Kota Solo tersebut. Peneliti

menilai hal itu tak ubahnya sebagai suatu bentuk money politics yang memang

tidak dapat dinafikkan keberadaannya di masyarakat saat ini. Walaupun tidak

dapat dibenarkan, penggunaan strategi money politics memang kerap

dilakukan untuk menunjang komunikasi politik pra pemilihan agar lebih

mempermudah proses penggalangan dukungan, khususnya dari mereka yang

berpikiran pragmatis dan membutuhkan uang.

2. Kampanye Pemilukada

Kampanye merupakan aktivitas komunikasi yang ditujukan untuk

mempengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap, dan perilaku

sesuai dengan kehendak atau keinginan pemberi informasi. Dalam konteks

pemilukada, kampanye adalah sebuah upaya sistematis untuk mempengaruhi

masyarakat, khususnya calon pemilih, agar memberikan dukungan suaranya

kepada kandidat calon kepala daerah yang sedang berkompetisi.

Memahami pengertiannya, kegiatan kampanye penting dilakukan

menjelang pemilukada, karenanya semua pemilukada selalu menyertakan

kampanye di dalamnya. Kampanye pemilukada Sukoharjo sendiri

dilaksanakan dari tanggal 17 s/d 30 Mei 2010. Selama 14 hari, ketiga

pasangan calon bupati - wakil bupati, Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To,

Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) dan Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-

Di) berlomba-lomba mengeluarkan manuver terbaiknya untuk menggalang

sebanyak-banyaknya dukungan masyarakat Sukoharjo.

108

Page 127: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam konteks politik, data tentang daerah sasaran sangat penting

karena bisa memberi informasi untuk dijadikan acuan dalam menetapkan

langkah-langkah kampanye, terutama dalam kaitannya dengan strategi,

pendekatan, tema, penyusunan pesan, dan pemilihan media yang tepat. Karena

kampanye melalui iklan media luar ruang dan media massa akan dibahas

secara terpisah, di sini peneliti hanya akan membatasi kampanye sebagai suatu

bentuk komunikasi politik dengan menggunakan saluran komunikasi publik,

misalnya kampanye terbuka di alun-alun, rapat terbuka, pertemuan terbatas,

panggung terbuka di pasar swalayan, pagelaran musik di kampung, turnamen

olahraga, pasar murah, iring-iringan motor, dan semacamnya.

Kampanye pemilukada yang dijadwalkan selama 12 hari oleh KPUD

Sukoharjo dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh cabup-cawabup War-To, Titik-

Tarto, dan Ha-Di, meskipun fakta di lapangan menunjukkan kegiatan

kampanye sudah berlangsung sebelum jadwal yang tetapkan. War-To

misalnya. Pada Minggu, 2 Mei 2010, pasangan calon nomor urut tiga ini

menggelar sebuah pertunjukan musik dangdut yang dikoordinir oleh

organisasi masyarakat Brayat Ageng Wisanggeni (Paseduluran Tanpa Henti)

yang juga merupakan relawan pemenangan War-To.

Kampanye terbuka yang mengambil lokasi di areal kosong bekas

terminal lama Kartasura dan berlangsung dari pukul 13.00 s/d 16.00 WIB

tersebut tidak hanya dihadiri oleh tim sukses maupun simpatisan War-To dari

Kartasura saja, namun juga dari kecamatan lain di sekitarnya seperti Gatak

dan Baki. Karena acara bersifat terbuka, dalam artian siapa saja boleh hadir,

tak pelak acara ini turut mengundang atensi masyarakat Desa Ngabeyan,

109

Page 128: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengingat terminal lama memang berlokasi di desa ini. Masyarakat, terutama

bapak-bapak dan pemuda, berbondong-bondong menyaksikan acara ini.

Selain dihadiri oleh Wardoyo Wijaya dan Haryanto, acara tersebut

turut pula dihadiri Ketua Tim Sukses cabup-cawabup War-To sekaligus Ketua

DPRD Sukoharjo, Dwi Jatmiko dan juga dalang kondang Ki Manteb

Sudarsono. Selain membahas sejarah singkat Wisanggeni sebagai salah satu

tokoh pewayangan, Ki Manteb juga menyoroti kondisi Indonesia saat ini yang

kehilangan tiga hal penting, yakni kebangsaan, kebijaksanaan, dan juga sikap

saling tolong menolong sesama. Ia juga meminta audiens untuk bersama-sama

mendukung dan membantu yang benar (War-To).

Sedangkan Dwi Jatmiko dalam orasinya lebih banyak

mensosialisasikan tokoh War-To, partai pengusungnya, kandidat pesaingnya

dan juga klarifikasi atas kasak-kusuk seputar calon ganda yang diusung PDIP.

Ia juga menghimbau kepada seluruh audiens untuk mencoblos pasangan ini

dalam pemilukada.

Selain pertunjukan musik dangdut, kampanye ini dimeriahkan oleh

atraksi reog, organ tunggal, dan penampilan dari ibu-ibu PKK Sehat Ceria

Wisanggeni Makamhaji yang membawakan tarian poco-poco. Kampanye juga

sempat diwarnai oleh arak-arakan sepeda motor oleh massa simpatisan calon,

tepatnya sebelum acara dimulai dan setelah acara berakhir.

110

Page 129: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 3.1 Kampanye Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto

Sumber : Dok. Peneliti (2 Mei 2010)

Apabila War-To melakukan kampanye dengan pertunjukan musik

dangdut, lain halnya dengan Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di). Pasangan

calon nomor urut satu ini menyelenggarakan kampanye dengan format sepeda

santai. Dalam acara yang berlangsung Minggu, 30 Mei 2010 ini, cabup

Muhammad Toha tidak hadir, ia diwakili oleh cawabup Wahyudi yang

memimpin rombongan sepeda santai dengan mengendarai mobil bak terbuka

berwarna merah. Selain mendapatkan kupon undian yang berhadiah doorprize

menarik, peserta sepeda santai juga mendapatkan sebuah kaos, makanan

ringan, dan air mineral. Penampilan band lokal yang membawakan lagu-lagu

yang tengah popular turut pula memeriahkan acara, terlebih cawabup

Wahyudi ikut berpartisipasi menyanyikan beberapa buah lagu.

111

Page 130: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 3.2 Kampanye Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi

Sumber : Dok. Peneliti (30 Mei 2010)

Adapun kampanye politik berupa pertemuan terbatas digelar oleh

pasangan calon nomor urut dua, Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) di rumah

salah seorang tim sukses mereka di Dukuh Brontowiryan RT 02/01 Desa

Ngabeyan, atau di samping terminal lama Kartasura. Berdasarkan observasi

peneliti, acara yang digelar Rabu, 26 Mei 2010 tersebut dimulai pada pukul

10.00 WIB. Cabup Titik Suprapti hadir untuk memberikan sosialisasi dan

arahan langsung kepada undangan yang berjumlah kurang lebih 150 orang dan

dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yakni mereka yang dipandang berpotensi

memberikan dukungan suaranya kepada Titik-Tarto.

Selain pertunjukan musik dangdut, pasangan War-To juga sempat

menyelenggarakan pertemuan terbatas pada masa kampanyenya seperti halnya

yang dilakukan Titik-Tarto. Bedanya, acara tersebut tidak digelar di rumah

112

Page 131: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

salah seorang tim sukses seperti yang dilakukan Titik, melainkan di Gedung

Pusat Kegiatan Pemuda (PKP) Desa Ngabeyan. Acara ini juga dihadiri

undangan dalam jumlah yang terbatas.

3. Iklan Politik Media Luar Ruang

Iklan pasangan calon melalui media luar ruang termasuk jenis iklan

politik, yaitu pembelian dan penggunaan ruang-ruang periklanan untuk

mengirimkan pesan politik kepada khalayak luas. Media luar ruang bisa

dikaitkan dengan dunia estetika dalam bentuk lukisan, dan ditempatkan pada

tempat-tempat yang ramai dilihat banyak orang. Media ini memiliki

keunggulan karena bisa menjangkau semua kalangan, baik dari segi usia

maupun lapisan sosial, dapat bertahan cukup lama dan mudah dipindah-

pindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Kelebihan inilah yang membuat

keberadaan iklan media luar ruang menjadi satu bagian penting yang tidak

dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pemilukada dan juga pemilu lainnya.

Iklan media luar ruang menjadi atribut kampanye yang selalu

digunakan oleh hampir semua kandidat calon untuk mengenalkan diri kepada

masyarakat yang telah atau akan menjadi target konstituen mereka, dengan tujuan

agar masyarakat bersedia memilih mereka dalam pemilihan. Hal ini

diimplementasikan pula oleh ketiga pasangan calon bupati dan wakil bupati

Sukoharjo, Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di), Titik Suprapti - Sutarto

(Titik-Tarto), serta Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) dalam pemilukada

3 Juni lalu.

113

Page 132: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan pengamatan peneliti, iklan media luar ruang pasangan

War-To di wilayah Desa Ngabeyan memiliki kuantitas paling banyak

dibandingkan dua calon lainnya. Penempatannya pun tersebar merata hingga

ke sudut-sudut desa, baik melalui baliho, spanduk, dan banner. Selain itu,

waktu pemasangannya pun paling awal. Beberapa bulan sebelum pemilihan,

bahkan di saat calon lain masih pontang-panting menjalin lobby dengan partai

yang akan mengusungnya, pasangan War-To sudah aktif memperkenalkan diri

kepada masyarakat melalui beberapa buah baliho besar yang dipasang di

pertigaan jalan desa dan juga di tempat strategis lainnya.

Gambar 3.3 Iklan Baliho Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto

Sumber : Dok. Peneliti (2 Mei 2010)

Selain foto diri pasangan yang mengenakan pakaian jas rapi dan

menampilkan ekspresi senyum lebar, baliho tersebut juga memiliki keunikan

karena mencantumkan program kerja calon secara sistematis, sesuatu yang

114

Page 133: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

belum banyak dilakukan oleh kandidat calon lainnya, karena biasanya

program kerja dicantumkan pada iklan media cetak. Adapun program kerja

yang dimaksud meliputi empat aspek perjuangan War-To apabila kelak

terpilih untuk memimpin Sukoharjo, yaitu sekolah dan berobat gratis, dana

pembangunan setiap desa sampai dengan 200 juta per tahun, jaminan sosial

(asuransi dan santunan) untuk rakyat, serta lapangan pekerjaan yang luas.

Pemakaian warna merah menyala sebagai warna dasar baliho

menandakan bahwa pasangan yang mengusung jargon “Cerdas Berbuat Untuk

Rakyat” ini diusung oleh PDI Perjuangan. Bahkan untuk mempertegas hal

tersebut, beberapa baliho War-To lainnya dilengkapi foto Megawati

Soekarnoputri dan Puan Maharani. Tokoh partai yang sudah terkenal secara

nasional biasanya menarik perhatian masyarakat karena menjadi panutan atau

public figure.

Kalau foto diri pasangan War-To dalam balihonya berbalut busana jas

rapi, tidak demikian halnya dengan pasangan Ha-Di. Dengan mengenakan

kemeja batik lengan panjang, celana hitam dan berkopiah, pasangan ini

berpose santai mengendarai sepeda gunung seraya melambaikan tangan.

Dalam baliho yang dipasang di pinggir jalan masuk terminal Kartasura

tersebut, tidak ada program kerja, himbauan mencoblos, atau tulisan lain

kecuali nama pasangan calon dan tagline “Muda yang Kompak Sehat Hemat

Merakyat”.

115

Page 134: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 3.4 Iklan Baliho Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi

Sumber : Dok. Peneliti (2 Mei 2010)

Selain baliho, pasangan Ha-Di juga memasang spanduk di beberapa

lokasi strategis lainnya, salah satunya di depan Lapangan Desa Ngabeyan.

Dibandingkah baliho, spanduk Ha-Di lebih informatif. Selain secara tersurat

menginformasikan dirinya sebagai bakal calon bupati dan wakul bupati

Sukoharjo, pasangan ini juga mengusung jargon “Perubahan, Bersama Kita

Lebih Bisa!”. Tulisan 100 persen asli yang berada di pojok kanan spanduk pun

terasa mempertegas identitas mereka sebagai putra daerah Sukoharjo.

Dibandingkan dua kandidat calon lainnya, Titik Suprapti - Sutarto

adalah yang paling terakhir memasang iklan media luar ruang di wilayah Desa

Ngabeyan. Bila dua calon lain sudah memasang iklan baik lewat media baliho

spanduk maupun banner sejak mereka masih berstatus sebagai bakal calon

bupati dan wakil bupati, maka tidak demikian halnya dengan Titik-Tarto.

Entah disengaja atau tidak, pasangan ini memilih untuk memasang iklan

116

Page 135: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melalui media banner setelah dilakukannya pengundian nomor urut oleh

KPUD Sukoharjo pada Rabu, 12 Mei 2010 dan mereka resmi menyandang

status calon bupati dan wakil bupati.

Gambar 3.5 Iklan Spanduk Pasangan Titik Suprapti - Sutarto

Sumber : Dok. Peneliti (30 Mei 2010)

Melalui visualisasi gambar angka dua (nomor urut Titik-Tarto dalam

pemilukada) yang dicoblos, pasangan ini menyampaikan pesan tersurat

kepada masyarakat untuk memilih mereka dalam pemilihan dengan cara

mencoblos angka dua seperti yang tertera pada iklan. Titik Suprapti yang

dikenal pula dengan nama TBR (Titik Bambang Riyanto) juga menunjukkan

keterkaitannya dengan incumbent melalui jargon ‘Lanjutkan!’ yang berarti ia

hendak melanjutkan pemerintahan terdahulu yang dipegang sang suami, dan

‘Tetap Bersama Rakyat’ yang mempunyai inisial sama dengan dirinya (TBR).

Dalam hal ini, ‘Tetap Bersama Rakyat’ mengandung sebuah pesan bahwa

117

Page 136: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

walaupun bupati incumbent sebentar lagi akan habis masa jabatannya, namun

ia akan tetap bersama rakyat, apabila kelak Titik-Tarto memenangkan

pemilukada dan menjabat sebagai bupati dan wakil bupati.

4. Media Massa

Media massa memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam periode

pemilihan. Orang yang sebelumnya jarang mengikuti dan mencermati

perkembangan politik melalui media massa, tiba-tiba menjadi lebih intensif

membaca koran, menonton televisi, bahkan mengakses situs di internet yang

semuanya menyajikan pemberitaan seputar pemilihan. Melalui media massa

pula, masyarakat khususnya mereka yang memiliki hak pilih dapat

mengetahui siapa saja kandidat yang hendak maju dalam pemilihan, apa saja

program kerja yang diusung, serta bagaimana kandidat menyoroti isu penting

yang menyangkut hajat hidup masyarakat.

Karena mengandung muatan politik, maka dapat dikatakan bahwa

pemberitaan seputar pemilu di media massa merupakan komunikasi politik.

Selain pemberitaan mengenai segala hal terkait pemilihan, komunikasi politik

dapat berupa debat kandidat, kampanye, maupun iklan kandidat di media

cetak maupun elektronik.

Media massa yang memiliki jangkauan nasional menjadi pilihan

strategis untuk menyampaikan pesan politik di mana target sasarannya yakni

masyarakat pemilih di seluruh wilayah Indonesia, seperti pemilu presiden dan

pemilu legislatif sebelum diberlakukannya sistem daerah pemilihan (dapil).

118

Page 137: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Walaupun demikian, hal itu tidak berlaku mutlak, karena ada beberapa

kandidat kepala daerah yang memilih untuk beriklan di televisi nasional.

Dalam konteks Pemilukada Sukoharjo 2010, selain berbagai

pemberitaan mengenai pemilukada di beberapa surat kabar lokal, komunikasi

politik melalui media massa yang melibatkan masyarakat Desa Ngabeyan

sebagai komunikan yakni acara “Debat Kandidat Calon Bupati dan Wakil

Bupati Sukoharjo 2010-2015” yang ditayangkan oleh Terang Abadi Televisi

(TATV), sebuah televisi lokal di Solo yang memiliki jangkauan siaran

meliputi wilayah Solo dan sekitarnya, termasuk Sukoharjo. Acara ini dihelat

oleh KPUD Sukoharjo bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (FISIP) Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo (UNIVET

BANTARA) pada hari Kamis, 20 Mei 2010 di Gedung Auditorium Kampus

UNIVET dan disiarkan secara langsung oleh TA TV mulai pukul 19.30 WIB.

Selain menghadirkan tiga pasang cabup-cawabup Sukoharjo

Muhammad Toha-Wahyudi (Ha-Di), Titik Suprapti-Sutarto (Ti-To), dan

Wardoyo Wijaya-Haryanto (War-To) sebagai peserta debat, panitia juga

mengundang 250 orang dari berbagai elemen masyarakat Sukoharjo termasuk

Tokoh Masyarakat, Akademisi, Anggota DPRD dan lain sebagainya.

119

Page 138: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 3.6 Debat Kandidat Cabup-Cawabup Sukoharjo 2010

Sumber : www.kpu-jateng.go.id

B. Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura

pada Pemilukada Sukoharjo 2010

Perilaku memilih merupakan tindakan seseorang dalam memberikan

suara kepada partai atau kandidat yang mencalonkan diri dalam pemilu, baik

pemilu legislatif, presiden, maupun pemilu kepala daerah, serta alasan atau

latar belakang tindakan tersebut. Perilaku memilih mencakup pula tindakan

tidak memilih salah satu calon atau yang lazim disebut golongan putih

(golput). Berikut ini adalah gambaran perilaku memilih masyarakat Desa

Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 yang diwakili oleh informan

penelitian.

120

Page 139: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 3.1 Gambaran Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan

No. Informan Tipologi Pemilih Kandidat Pilihan

1. LIM Pemilih Rasional Titik - Tarto

2. YAN Pemilih Rasional Toha - Wahyudi

3. AYU Pemilih Rasional Titik - Tarto

4. WAR Pemilih Partisan Titik - Tarto

5. MAN Pemilih Sekedar Memilih Wardoyo - Haryanto

6. YAH Pemilih Rasional Titik - Tarto

7. TAN Pemilih Partisan Wardoyo - Haryanto

8. HAR Pemilih Rasional Titik - Tarto

9. WID Pemilih Partisan Wardoyo - Haryanto

10. SON Pemilih Sekedar Memilih Toha - Wahyudi

11. CAN Pemilih Sekedar Memilih Titik - Tarto

12. GUN Pemilih Rasional Wardoyo - Haryanto

13. SUM Pemilih Rasional Wardoyo - Haryanto

14. RAH Pemilih Partisan Toha - Wahyudi

15. CIP Golongan Putih --

Sumber : Hasil Wawancara Peneliti dengan Informan (diolah)

Sebagai masyarakat dengan karakteristik transisi, masyarakat Desa

Ngabeyan memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam memilih calon

bupati dan wakil bupati Sukoharjo 2010, sesuai dengan karakteristik pribadi,

sosial, dan pengaruh yang ia dapatkan dari luar. Dari hasil wawancara dengan

15 informan, peneliti menggolongkan perilaku memilih masyarakat ke dalam

empat kelompok, sebagaimana dilakukan Pawito dalam penelitiannya pada

periode pemilihan 1999 dan 2004, yakni pemilih sekedar memilih, pemilih

partisan, pemilih rasional, dan golongan tidak memilih (golput).

121

Page 140: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Pemilih Sekedar Memilih

Perilaku memilih yang dilakukan tanpa didasari pertimbangan yang

matang alias sekedar memilih biasanya disebabkan karena informan tidak

mendapatkan informasi yang cukup mengenai kandidat cabup-cawabup,

platform atau program kerja yang ditawarkan, bahkan Pemilukada Sukoharjo

secara umum. Minimnya akses terhadap informasi tersebut disebabkan karena

keterbatasan dalam diri, misalnya orang tua yang tidak melek huruf. Hal ini

diungkapkan oleh MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang). Informan yang

sehari-hari bekerja sebagai pedagang di salah satu pasar di Kota Solo ini

memilih calon nomor urut tiga yakni Wardoyo Wijaya - Haryanto dengan

alasan banyak orang yang menyarankannya untuk memilih pasangan tersebut.

“Lhoh, aku kabeh akon’e kuwi, Nduk. Pokok’e yo kabeh, ora mung wong siji ora wong loro. Pokok’e sing lemu ireng mbededeng kuwi lho, kuwi.” [Lho, aku semua nyuruhnya itu, Nduk (Gendhuk--panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa). Pokoknya ya semua, nggak cuma satu orang dua orang. Pokoknya yang gemuk, hitam, gagah (Wardoyo) itu lho, itu.] (Wawancara, 27 Juni 2010)

Karena ketidakmampuannya dalam membaca dan menulis, MAN tidak

mengerti program-program yang ditawarkan pasangan calon sehingga ia

hanya menggunakan masukan-masukan dari orang lain tersebut sebagai

pertimbangan dalam memilih War-To, terlebih dirinya tidak mendapatkan

masukan lain untuk memilih calon selain War-To. Berikut penjelasan

Informan secara lebih lengkap :

“Programe aku ki ra ngerti ngendhi-ngendhi Nduk, pokok’e aku ki ngertine gur menang, soale aku ki wong tuwo, ora ngrungko’ke ngendhi-ngendhi, mbuh enek opo-opo ki aku ra tak pikir Nduk. Pokok’e aku ki menang, juarane ora elek. Pokok’e mung ngono kuwi, tenan. Aku wis tuwo nangendi-ngendi yo wes gur meneng.”

122

Page 141: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

[Programnya aku nggak tahu apa-apa, Nduk, pokoknya aku itu tahunya cuma menang, soalnya aku itu orang tua, tidak mendengarkan siapa-siapa. Ada apa-apa juga nggak aku pikir. Pokoknya (pilihan) aku ini menang, juaranya nggak jelek. Pokoknya cuma begitu itu, beneran. Aku sudah tua di mana-mana ya cuma diam saja.] (Wawancara, 27 Juni 2010)

Senada dengan MAN, pemilih yang beralamat di Dukuh Ngabeyan,

SON (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta), mengatakan minimnya

informasi serta referensi seputar pemilukada dan kandidat calon menjadi

alasannya berperilaku sekedar memilih. Pria keturunan Tionghoa ini berdalih

bahwa Pemilukada Sukoharjo minim sosialisasi dan kampanye. Selain itu, ia

juga mengaku tidak aktif di kegiatan kemasyarakatan ataupun kelompok-

kelompok lain yang memungkinkannya berinteraksi lebih intens dengan

masyarakat. Mobilitasnya sehari-hari yang cukup tinggi dan kebanyakan

berada di Kota Solo pun semakin membuatnya enggan bersikap aktif mencari

informasi seputar pemilukada. Walaupun demikian, ia tetap menggunakan hak

pilihnya dengan memilih pasangan calon nomor satu, Muhammad Toha -

Wahyudi, dengan pertimbangan nama M. Toha adalah yang paling familiar

baginya. Demikian pernyataan SON :

“Ya kebetulan dia (M. Toha) yang udah dua kali nyalon ya, saya pernah denger gitu aja. Cuma saya belum kenal semua sama calon-calonnya. Hehe... Masalahnya Pilkada di Sukoharjo ini kurang sosialisasi e, kita ndak kenal sama calon-calonnya. Kampanyenya juga kurang juga. Kalau cuma gambar-gambar gitu kan kita nggak tau dia siapa, dia siapa. Haha...” (Wawancara, 14 Juli 2010)

Perilaku sekedar memilih juga dipraktekkan oleh CAN (Laki-laki, 54

tahun, Pedagang). Pria yang juga keturunan Tionghoa ini tidak paham akan

seluk beluk calon yang dipilihnya dalam pemilukada, Titik - Tarto. Ia memilih

pasangan calon nomor urut dua tersebut atas dasar pertimbangan dari pihak

123

Page 142: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

luar, yaitu teman-teman Informan yang kebanyakan memilih pasangan ini

sehingga membuatnya memilih calon yang sama dengan mereka. CAN

mengemukakan alasan memilihnya seperti berikut :

“Ya cuma ikut-ikutan ya (memilih Titik - Tarto). Saya kan masalah kayak gitu kan ndak paham. Ya ikut-ikutan orang-orang sini. Pada milih nomer dua, milih nomer dua, ya wes [ya sudah] nomer dua, hehe...” (Wawancara, 14 Juli 2010)

Pada dasarnya, manusia sebagai makhluk sosial memang tidak

menyukai keterasingan. Ia selalu menginginkan berada di pihak mayoritas.

Hal itu pula yang dilakukan oleh CAN, terlebih mengingat dirinya juga tidak

mempunyai alasan yang tepat untuk berbeda pendapat.

2. Pemilih Partisan

Pemilih partisan atau pemilih fanatik merupakan kelompok pemilih

yang memiliki keberpihakan kuat terhadap kandidat tertentu karena berbagai

alasan. Kandidat cabup-cawabup, kader partai pengusung dan pendukung

maupun tim sukses pasangan calon termasuk dalam kategori ini. Hal demikian

meluas setidaknya kepada cakupan keluarga, sanak famili, dan teman dekat.

Alasan lain yakni adanya kesamaan ideologis, tradisi, dan ikatan sosio-

kultural lain yang sampai tahap tertentu dapat menjadi pertimbangan dalam

memberikan suara kepada kandidat tertentu.

Salah satu pemilih partisan di Desa Ngabeyan adalah WAR (Laki-laki,

48 tahun, Karyawan Swasta). Karena berpartisipasi sebagai tim sukses

pasangan Titik Suprapti - Sutarto, otomatis pasangan inilah yang dipilihnya

dalam pemilukada kemarin. Ia bersedia berpartisipasi menjadi tim sukses

pasangan karena pertimbangan aspek kemanfaatan yang didapatkannya bila

124

Page 143: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kelak pasangan ini memenangkan pemilukada. Mengenai hal ini, WAR

mengutarakan pandangannya sebagai berikut :

“Kene ki milih niku mboten gaco milih, tapi supoyo injoh digondheli. Suk nek enek kesulitan tetep isoh dieloni terus no Mbak. Nek milih yo ra gaco milih tok. Dadi oo… iyo ya aku nduwe anak. Koyo Mamat, Ida, mengko nek Mamat neng SMA 2 jelas injoh. Lha itu kan saya milih tetep ono kegunaane Mbak supoyo disemelehi injoh. Masalah gawean suk pomo dadi tenan titip ponakan ngoten niku, nek ra enek manfaate wegah no Mbak milih koyo ngono kui. Nggih to?” [Sini itu milih tidak asal milih, tapi supaya bisa diikuti. Nanti kalau ada kesulitan tetap bisa diikuti terus, Mbak. Kalau milih ya tidak asal milih. Jadi, o iya ya saya punya anak. Kayak Mamat, Ida, nanti kalau Mamat ke SMA 2 (SMA N 2 Sukoharjo) jelas bisa. Lha itu kan saya milih tetap ada manfaatnya Mbak, biar bisa dijadikan sandaran. Masalah pekerjaan besok kalau (Titik) jadi beneran titip keponakan begitu itu, kalau tidak ada manfaatnya tidak mau Mbak milih kayak gitu itu. Iya kan?] (Wawancara, 15 Juni 2010)

Berbeda dengan WAR yang menjadi tim sukses Titik - Tarto dan

memilih pasangan ini karena kepentingan pragmatis, RAH (Perempuan, 44

tahun, Pengusaha) beralasan bahwa ikatan pertemananlah yang membuatnya

memilih pasangan nomor urut satu, Muhammad Toha - Wahyudi. Bukan

hanya itu, sosok Toha yang ia nilai gentleman serta memiliki program kerja

yang bagus mendorongnya berpartisipasi dengan menjadi tim sukses pasangan

yang juga rekan bisnisnya tersebut. Demikian penjelasan RAH :

“Kalau saya milih yang nomer satu, pertimbangannya kan juga teman sendiri, Pak Toha itu sama Pak Wahyudi. Kalau pribadinya apa kan sudah kenal, ya to, tapi kalau sama yang lainnya itu kan, mungkin kalau dari Pak Bambang sendiri saya juga sudah ngerti sedikit-sedikit pribadinya, terus kalau sama Pak Wardoyo sendiri kan saya nggak tahu siapa beliau, belum kenal, nggak kenal sama sekali kalau sama Pak Wardoyo. Jadi saya ndukungnya ya Pak Toha itu. Kalau menurut saya beliau itu orang baik, ya boleh dibilang orang gentleman, terus punya program yang bagus, kan gitu.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Temuan berbeda peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan TAN

(Laki-Laki, 44 tahun, Juru Parkir). Di sini, tampak sekali bahwa faktor

125

Page 144: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sosiokultural yakni agama turut berperan dalam menentukan perilaku memilih

informan yang juga merupakan anggota MTA (Majelis Tafsir Al Qur’an) ini.

Kondisi ini dapat dikomparasikan dengan apa yang terjadi di kancah

perpolitikan nasional, misalnya pada pemilu 1999 dan 2004 di mana kalangan

NU kebih banyak memberikan suaranya ke PKB dan PPP sedang

Muhammadiyah cenderung memilih PAN dan PKS. Dalam konteks perilaku

memilih TAN, pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto menjadi pilihan

terakhirnya dikarenakan pola pikir Informan yang didasari oleh nilai-nilai

keislaman sehingga membuatnya tidak bisa memilih dua pasangan calon yang

lain. Berikut penuturan TAN terkait perilaku memilihnya :

“Aku milih War-To ada pola pikirnya. Alesannya ada tiga. Satu, saya sebagai orang islam ndak mungkin milih perempuan, karena islam tidak bisa dipimpin oleh perempuan. Itu, satu. Dua, kalau saya milih Toha, Toha itu kalau dengan keyakinan saya, dengan Toha jauh berbeda. Karena dia mempunyai keyakinan dengan lambang, apa, jagad. Peta dunia itu. Lha itu musuh dakwah dalam kajian saya. Saya ngaji di MTA, dia nggak senang dengan MTA (Majelis Tafsir Al Qur’an), adanya islam dengan diajarkan yang benar dia ndak senang, makanya dia musuh bagi saya, ndak mungkin saya milih. Ya terpaksa, milih diantara itu hanya satu tok, lha War-To, karena jelas sebagai orang islam, dia tidak akan menghalangi dakwah saya. Lha itu pilihan saya.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Selain faktor agama, partai politik pengusung pasangan calon

merupakan pertimbangan kuat pemilih partisan dalam memilih cabup-

cawabup Sukoharjo. Banyak orang walaupun dirinya bukan merupakan kader

partai namun memiliki loyalitas dan fanatisme yang tinggi terhadap partai

tersebut. Terlebih Kabupaten Sukoharjo terletak di wilayah eks-Karesidenan

Surakarta yang terkenal dengan tipikal pemilih fanatiknya. Salah satunya

adalah WID (Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa). Informan yang juga

126

Page 145: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berprofesi sebagai dalang ini menjatuhkan pilihannya kepada cabup-cawabup

nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto dengan alasan pasangan ini

diusung oleh PDI Perjuangan. Lebih lanjut, WID menjelaskan pandangannya

seperti ini :

“Nek masalah teng partai, kulo masalahe ngrumaosi sejarah isoh makmur, merdeka, kulo njenengan mangan enak nyandhang utuh, niku sejarahe saking Pak Karno, nggih to? Mulo terus kulo nindhakke partaine Pak Karno, mpun niku. Mongko Pak Karno partaine opo? PDI Perjuangan to. Aku masalahe yo ngrumangsani aku injoh dadi dalang laris, injoh nduwe omah tingkat, montor, sawah, ojo ora Pak Karno le merdheka’ke ora mungkin injoh ngeten niki, mpun. Nggih. Pokok’e sing kulo senengi niku nopo? Mung partaine Pak Karno. Pak Karno nggenah partaine PDIP. Dadi mbok sing maju sinten ning sing baku sing ngajo’ke partaine Pak Karno tetep kulo pilih.” [Kalau masalah partai, saya merasa sejarah bisa makmur, merdeka, saya kamu makan enak pakai pakaian utuh, itu sejarahnya dari Pak Karno (Ir. Soekarno--Presiden Pertama RI), iya kan? Makanya terus saya menjalankan partainya Pak Karno, sudah begitu. Padahal partainya Pak Karno apa? PDI Perjuangan kan. Saya juga merasa saya bisa jadi dalang laris, bisa punya rumah tingkat, mobil, sawah, kalau bukan Pak Karno yang memerdekakan (Indonesia), tidak mungkin bisa seperti ini. Iya. Pokoknya yang saya sukai itu apa? Cuma partainya Pak Karno. Pak Karno jelas partainya PDIP. Jadi mau yang maju siapa tapi yang mutlak yang mengajukan partainya Pak Karno tetap saya pilih.] (Wawancara, 11 Juli 2010)

Walaupun di sisi lain dirinya tetap tidak mengabaikan program kerja

yang ditawarkan War-To seperti sekolah dan berobat gratis serta santunan tiga

juta untuk orang meninggal namun WID mengakui bahwa faktor partai tetap

menjadi pertimbangan utamanya.

3. Pemilih Rasional

Pemilih rasional adalah tipikal pemilih yang mampu mengambil

keputusan yang logis dengan didasari oleh pertimbangan-pertimbangan yang

matang dan analisis-analisis mengenai alternatif yang ada. Kelompok ini

127

Page 146: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cenderung aktif mencari tahu informasi perihal pemilukada, pasangan calon

dan program kerja mereka, serta tidak memiliki ikatan apapun dengan partai

atau kandidat, baik ikatan keluarga, pertemanan, ideologis maupun

sosiokultural.

Nimmo menjelaskan tipe pemilih rasional melalui lima ciri khas.

Pertama, selalu dapat mengambil keputusan apabila dihadapkan pada

alternatif. Kedua, selalu memilih alternatif tersebut secara sadar. Ketiga,

menyusun alternatif dengan cara transitif. Keempat, selalu memilih alternatif

yang peringkat preferensinya tinggi. Dan kelima, selalu mengambil keputusan

yang sama apabila dihadapkan pada alternatif yang sama (konsisten).

YAN (Laki-laki, 23 tahun, Mahasiswa) mewakili tipe pemilih seperti

ini. Mahasiswa tingkat akhir di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota

Solo ini memilih pasangan Ha-Di lantaran kemampuan dan kinerja yang

ditunjukkan Toha selama menjabat sebagai wakil bupati maupun anggota

DPR RI ia nilai positif. Sebelum akhirnya menjatuhkan pilihan pada Ha-Di,

YAN telah membuat analisis perbandingan dari semua alternatif cabup-

cawabup yang ada. Menurut penilaiannya, cabup Titik tidak akan membawa

kemajuan apa-apa bagi Sukoharjo karena ia mengusung program kerja yang

sama dengan pemerintahan incumbent. Sementara War-To tidak dipilihnya

karena memang ia tidak mendapatkan informasi apapun mengenai pasangan

ini, baik track record maupun program kerjanya. Lebih lengkapnya, berikut

penuturan YAN:

“Nek sing liya-liyane kan, koyo istrine bupatine kae nek ngaranku yo bakalane podho wae planninge karo bojone. Ra bakal enek kemajuan opo-opo. Nek sing ketiga kae aku ra reti. Emang blank ra ngerti ngono

128

Page 147: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lho. Nek program kerjane 1, 2, 3 aku blass ra ngerti kabeh malah. Dadi penilaianku gur berdasarkan orangnya, terus britane barang.” [Kalau yang lain, kayak istri bupatinya itu kalau menurutku ya nanti bakalan sama saja perencanaannya sama suaminya. Nggak akan ada kemajuan apa-apa. Kalau yang ketiga aku nggak tahu. Memang sama sekali nggak tahu gitu lho. Kalau programnya 1, 2, 3 aku nggak tahu sama sekali malah. Jadi penilaianku cuma berdasarkan orangnya, sama beritanya juga.] (Wawancara, 12 Juni 2010)

Menurut V.O. key, pemilih rasional menetapkan pilihannya secara

retrospektif, yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan

pemerintahan pada periode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinya sendiri

dan bagi negara, atau justru sebaliknya. Penilaian ini juga dipengaruhi oleh

penilaian terhadap pemerintahan di masa lampau. Apabila hasil penilaian

kinerja pemerintah yang berkuasa positif, maka mereka akan dipilih kembali.

Apabila hasil kerjanya negatif, maka pemerintahan tersebut tidak akan dipilih

kembali.

Apabila YAN memberikan penilaian negatif terhadap pemerintahan

yang sedang berkuasa sehingga membuatnya tidak memilih calon yang

berkaitan dengan incumbent yakni Titik - Tarto, tidak demikian halnya dengan

HAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta). Pria yang juga menjabat

sebagai Ketua RT ini memberikan penilaian positif terhadap pemerintahan

yang sedang berkuasa sehingga dirinya bersedia memilih Titik - Tarto. Inilah

pernyataan Informan :

“Ya karena pertimbangan dari semua calon, lha Bu Titik itu kan ada kaitannya dengan incumbent. Lha harapan saya itu mudah-mudahan program pembangunan di Sukoharjo bisa terus berlanjut.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Pertimbangan yang sama dikemukakan oleh LIM (Laki-laki, 59 tahun,

pensiunan PNS). Citra positif yang melekat pada pemerintahan Bambang

129

Page 148: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Riyanto adalah faktor pendorongnya dalam memilih Titik - Tarto. Dalam

konteks pemilu, citra merupakan kesan atau gambaran tentang suatu objek

terutama partai politik, kandidat, elite politik, dan pemerintah. Citra positif

diyakini sebagai salah satu bagian terpenting dari tumbuhnya preferensi-

preferensi calon pemilih terhadap kandidat. Citra terbentuk oleh perpaduan

antara informasi dan pengalaman. Hal inilah yang dialami oleh LIM.

Pengalamannya selama dua periode dipimpin pemerintahan Bambang Riyanto

menimbulkan persepsi dan citra positif yang menentukan perilakunya memilih

Titik - Tarto. Mengenai hal ini, LIM mengemukakan pandangannya seperti

berikut :

“Kalau memilih itu, saya dasare soko hati nurani saya sendiri, Mbak, nggih. Saya sendiri niku menurut sing wes klakone. Lha, nggih to. Sing wes klakone niku, Bu Titik niku kan bojone Pak Bambang Riyanto, nggih to, Lha Pak Bambang Riyanto niku selama dua periode ternyata pembangunan nggih maju, nggih to.”[Kalau memilih itu (TBR-Tarto), saya dasarnya dari hati nurani saya sendiri, Mbak, iya. Saya sendiri itu menurut yang sudah kejadian. Lha, iya kan? Yang sudah kejadian itu, Bu Titik itu kan istrinya Pak Bambang Riyanto, iya kan? Lha Pak Bambang Riyanto itu selama dua periode ternyata pembangunan ya maju, iya kan?] (Wawancara, 12 Juni 2010)

Menurut penilaiannya, selama dua periode Bambang Riyanto

memimpin Sukoharjo, pembangunan dapat dikatakan maju dan merata, PKK

maju, apabila ada kucuran dana dan juga bantuan untuk masyarakat baik itu

dari APBD, APBN, DAK (Dana Alokasi Khusus), P2KP (Proyek

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) benar-benar sampai ke masyarakat.

Selain itu pendidikan dari SD sampai SMA pun gratis. LIM berharap dengan

memilih Titik Suprapti, pembangunan di Sukoharjo akan terus berlanjut

130

Page 149: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

seperti pada pemerintahan suaminya. Kembali, LIM mempertegas

pernyataannya :

“Lha kulo anane milih Bu Titik, niku mbok menowo mengko Bu Titik ki dadi, pembangunan iso terus koyo dhisik, ngoten lhe. Kan sing ngerti bojone. Iki anu Bu, ngene ngene, programku iki iki iki, kan iso lancar terus.” [Lha saya adanya memilih Bu Titik, itu siapa tahu nanti kalau Bu Titik itu jadi, pembangunan bisa terus seperti dulu, gitu lho. Kan yang tahu suaminya. Ini begitu Bu, begini begini, programku ini ini ini, kan bisa lancar terus.] (Wawancara, 12 Juni 2010)

Pendapat HAR dan LIM diamini oleh seorang pemilih dari Dukuh

Blateran, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga). Ibu satu putri ini

memilih pasangan calon Titik Suprapti - Sutarto dengan alasan karena Titik

akan melanjutkan program kerja suaminya, antara lain pengobatan dan juga

sekolah gratis. Seperti inilah AYU mengutarakan alasan memilihnya :

“Lha kan nglanjutke program suamine. Program suamine kan sekolah gratis, pengobatan gratis, buat KTP/ KK gratis, buat sertifikat tanah gratis. Kok ora liyane, lha cocoke karo kuwi og Mbak, hehehe...” [Lha kan (Titik Suprapti) melanjutkan program suaminya. Program suaminya kan sekolah gratis, pengobatan gratis, membuat KTP/KK gratis, membuat sertifikat tanah gratis. Kenapa tidak yang lain, lha cocoknya itu kok, Mbak, hehehe...] (Wawancara, 11 Juni 2010)

Penilaian retrospektif juga dilakukan oleh SUM (Laki-laki, 56 tahun,

Petani) dalam memilih pasangan nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya -

Haryanto. Kinerja Wardoyo yang dulu pernah menjabat sebagai Ketua DPRD

Sukoharjo memberikan kesan positif di mata Informan ini. Hal ini didasarkan

oleh pengalaman Informan sebagai petani pada saat pembangunan terminal

baru Kartasura. Sebagai informasi, tahun 2004 lalu, terminal Kartasura

dipindahkan dari lokasi sebelumnya di Dukuh Tegalan RT 03/01 Desa

Ngabeyan ke lokasi baru yakni di Dukuh Mangkuyudan, Desa Ngabeyan.

131

Page 150: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Karena pemindahan ini, sejumlah petani terkena dampaknya. Wardoyo

Wijaya, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD melalui lembaganya

berusaha memberikan perhatian intensif kepada petani dengan memberikan

bantuan-bantuan baik berupa tanaman maupun saluran irigasi. Dan SUM

adalah salah satu di antaranya. Hal inilah yang di kemudian hari (sekarang)

menumbuhkan preferensinya terhadap sosok Wardoyo. Sebagaimana

penuturannya kepada peneliti berikut ini :

“Saya pilih Wardoyo. Pertimbangan saya sebagai petani, dulu waktu ada pemugaran terminal baru Kartasura itu yang mendukung kan Wardoyo, saat itu masih jadi Ketua DPRD. Terus petani dapat bantuan-bantuan tanaman, saluran air, itu kan dari Wardoyo, Wardoyo bersama wakilnya dari PAN itu yang mengusulkan. Di sini belum mau pilkada pun Wardoyo sudah kerja sama sama petani untuk mencarikan uang tukar tanaman buat petani-petani yang kena dampak terminal itu, ya termasuk saya. Makanya saya yo punya pikiran buat milih Wardoyo.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Pada intinya, Pawito mengungkapkan bahwa pemilih rasional adalah

orang-orang yang bebas (independen) dari kepentingan golongan dalam

mengambil keputusan. Mereka memiliki loyalitas dan komitmen yang tinggi

terhadap kepentingan bangsa dan negara dibandingkan dengan kepentingan

satu golongan tertentu saja.

4. Pemilih Tidak Memilih (Golput)

Pada setiap ajang pemilihan baik pemilu legilatif, pemilu presiden

maupun pemilukada, perilaku tidak memilih partai maupun kandidat yang

tengah berkompetisi atau yang lazim disebut golongan putih (golput) menjadi

fenomena tersendiri. Golput yang mulai marak sejak tahun 1970-an ini

merupakan sebuah gerakan politik (political movement) yang dimotori Arief

132

Page 151: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tanman sebagai wujud protesnya terhadap rezim Orde Baru yang dinilai tidak

demokratis dalam menyelenggarakan pemilu.

Hingga saat ini, selama hampir 40 tahun semenjak lahirnya gerakan

tersebut, fenomena Golput seolah tidak dapat dipisahkan dari setiap

penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam hal ini Pemilukada Sukoharjo. Hasil

penghitungan suara oleh KPUD Sukoharjo mencatat tingkat partisipasi

pemilih sebesar 66 %. Dengan kata lain, sebanyak 34% masyarakat Sukoharjo

tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilukada (SOLOPOS, Rabu, 9 Juni

2010). Pemandangan serupa juga dijumpai di Desa Ngabeyan Kecamatan

Kartasura yang merupakan lokasi penelitian ini di mana jumlah pemilih

Golput pada Pemilukada Sukoharjo berjumlah 1409 orang atau 36 % dari total

DPT.

Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti menemukan fakta bahwa

alasan pemilih berperilaku Golput adalah rasa tidak puasnya terhadap kandidat

calon yang ditawarkan. Ketiga calon bupati dan wakil bupati yang saling

berkompetisi, Ha-Di, Titik-Tarto, dan War-To dinilai tidak mempunyai

kapabilitas yang cukup untuk membawa Sukoharjo ke arah yang lebih maju.

Mengenai hal ini, CIP (Laki-laki, 60 tahun, Akademisi) mengatakan

pandangannya sebagai berikut :

“Pertimbangan saya tidak menggunakan hak pilih dalam pilkada kemarin karena menurut saya tidak ada calon yang capable. Tidak ada calon yang bisa membawa kemajuan daerah ini menjadi daerah yang memang diinginkan oleh masyarakat.” (Wawancara, 15 Juni 2010)

Temuan peneliti menunjukkan gejala serupa dengan hasil penelitian

Pawito pada pemilu 1999 dan 2004 di mana pemilih Golput sebenarnya

133

Page 152: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berasal dari kalangan relatif terpelajar serta memiliki pengetahuan dan

kesadaran politik cukup tinggi. Akan tetapi, mereka tidak puas dengan sistem

yang ada, terutama mengenai kandidat yang berkompetisi. Pemilih ini

merupakan orang-orang independen yang bebas dari kepentingan apapun.

Selain itu, mereka juga tergolong aktif dalam mencari informasi mengenai

sepak terjang kandidat, terutama melalui media massa, seperti layaknya tipe

pemilih rasional. Hanya saja, sikap skeptis akan kandidat calon yang

ditawarkan membuat pemilih Golput tidak berpartisipasi dengan memilih

salah satu calon tersebut. Menjelaskan hal ini, kembali CIP mengutarakan

pendapatnya :

“Saya melihat track record mereka ketika menjadi tokoh publik. Apa yang mereka lakukan selama ini belum ada untuk rakyat. Karena melihat apa yang sudah dilakukan mereka juga tidak banyak membawa perubahan Sukoharjo, prediksi saya juga nanti tidak akan ada banyak perubahan. Ya sekedar ada pemerintahan berjalan, sesuai dengan apa yang kemarin diprogramkan oleh calon. Saya tidak optimis kalau pilkada kali ini bisa membawa kemajuan Sukoharjo karena ya orang kan bisa dilihat sepak terjangnya sebelum menjabat.” (Wawancara, 15 Juni 2010)

Sementara itu, Firmanzah mengistilahkan pemilih Golput sebagai

pemilih skeptis, yakni pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup

tinggi dengan sebuah partai politik atau sebuah kontestan, juga tidak

menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Mereka beranggapan

bahwa proses pemilihan umum yang akan memilih wakil-wakil mereka atau

memilih presiden dan kepala daerah tidak akan bisa membawa perubahan

yang berarti. Mereka berkeyakinan siapapun dan partai apapun yang

memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa dan daerah ke arah

perbaikan sesuai dengan ekpektasi mereka.

134

Page 153: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sedangkan Miriam Tanarjo menyoroti fenomena Golput yang kian

merebak saat ini sebagai dampak dari penilaian pemilih yang menganggap

bahwa sistem politik yang ada belum bisa menjalankan komunikasi politik

yang baik dalam hal mengagregasi (menampung) dan mengartikulasi

(merumuskan) aspirasi serta kepentingan masyarakat. Akibatnya, masyarakat

“menghukum” dengan berperilaku Golput pada saat momen pemilu atau

pemilukada.

C. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku

Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada

Pemilukada Sukoharjo 2010

Semua peristiwa komunikasi yang dilakukan, termasuk komunikasi

politik mempunyai tujuan, yakni mempengaruhi target sasaran. Stuart dan

Jamias menyatakan pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang

dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah

menerima pesan. Pengaruh sebagai salah satu elemen dalam proses

komunikasi memiliki peranan yang sangat penting untuk mengetahui berhasil

tidaknya komunikasi yang dilakukan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika

perubahan yang terjadi pada penerima informasi sama dengan sama dengan

tujuan yang diinginkan pemberi informasi (Cangara, 2009 : 41). Sedangkan

menurut Pawito, pengaruh dapat berupa perubahan situasi yang sama

sebagaimana dikehendaki pemrakarsa pesan, tidak terjadi perubahan apa-apa,

bahkan perubahan situasi menjadi lebih buruk lagi (Pawito, 2009 : 12).

135

Page 154: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Adapun perubahan yang dimaksud dapat terjadi dalam bentuk

perubahan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude) maupun

perubahan perilaku (behavior). Pada tahap pengetahuan, pengaruh dapat

berupa perubahan persepsi dan pendapat (opinion). Sedangkan perubahan

sikap yaitu perubahan internal pada diri seseorang dalam bentuk prinsip

sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek. Sementara

perubahan perilaku terjadi dalam bentuk tindakan. Perilaku memilih yang

selanjutnya akan menjadi pokok bahasan dalam bab ini merupakan perubahan

yang terjadi dalam tataran perilaku.

Perilaku memilih yang dalam kajian lebih luas termasuk dalam

perilaku politik, tidak berdiri sendiri melainkan memiliki keterkaitan erat

dengan hal-hal lain. Perilaku memilih yang ditunjukkan seseorang merupakan

hasil pengaruh dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.

Sebagai bagian dari perilaku politik, Milbrath menjelaskan adanya empat

faktor utama yang berperan penting dalam membentuk perilaku memilih.

Pertama adalah sejauh mana seseorang menerima perangsang politik. Kedua

karakteristik pribadi seseorang. Ketiga karakteristik sosial dan keempat adalah

keadaan politik atau lingkungan politik di mana orang tersebut tinggal

(Sastroatmodjo, 1995 : 15).

Dalam konteks pemilukada Sukoharjo 2010, komunikasi politik

merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat,

khususnya masyarakat transisi Desa Ngabeyan yang menjadi objek penelitian

ini. Dengan tidak mengecilkan peranan faktor-faktor berpengaruh lainnya,

perilaku memilih dapat dijadikan parameter berhasil tidaknya komunikasi

136

Page 155: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

politik yang dijalankan elite politik pemangku kepentingan, dalam hal ini

mereka yang maju sebagai cabup dan cawabup. Berhubung penelitian ini

bersifat kualitatif, parameter yang dimaksud tidak ditunjukkan melalui angka-

angka pasti, melainkan deskripsi atau gambaran bagaimana komunikasi politik

berpola membentuk pengaruh tertentu di masyarakat.

Berdasarkan data yang telah diperoleh baik dari hasil wawancara

maupun observasi peneliti di lapangan, berikut adalah gambaran pola

pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat

transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo

2010.

Tabel 3.2 Gambaran Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk

Perilaku Memilih Masyarakat Transisi

No. Informan

Sumber Informasi

TipologiPemilih

Tidak Mempengaruhi

Perilaku

MempengaruhiPerilaku

1. LIM Tim Sukses KeluargaMedia Luar Ruang

TokohMasyarakat (memperkuat)

Pemilih Rasional

2. YAN Kampanye Keluarga

Media Massa Pemilih Rasional

3. AYU Media Luar Ruang

KandidatCalon(memperkuat) Kampanye (memperkuat)

Pemilih Rasional

4. WAR Kampanye KandidatCalon

Pemilih Partisan

137

Page 156: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Media Luar Ruang(memperkuat) Media Massa (memperkuat)

5. MAN Teman Media Luar Ruang(memperkuat)

Pemilih Sekedar Memilih

6. YAH Kampanye Media Luar Ruang

Tim Sukses (memperkuat) Tetangga(memperkuat)

Pemilih Rasional

7. TAN Kampanye Media Luar Ruang

Tokoh Agama Pemilih Partisan

8. HAR TetanggaKampanye Media Massa

Media Luar Ruang(memperkuat)

Pemilih Rasional

9. WID Tim Sukses (memperkuat) Media Luar Ruang(memperkuat) Kampanye (memperkuat)

Pemilih Partisan

10. SON Media Luar Ruang

Pemilih Sekedar Memilih

11. CAN Media Luar Ruang

Tetangga Pemilih Sekedar Memilih

12. GUN Media Luar RuangMedia Massa

Pemilih Rasional

13. SUM Tim Sukses (memperkuat) Kampanye (memperkuat)

Pemilih Rasional

138

Page 157: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sumber : Hasil Wawancara Peneliti dengan Informan (diolah)

TokohMasyarakat (memperkuat) Media Luar Ruang(memperkuat)

14. RAH TokohMasyarakat Media Luar Ruang

KandidatCalonMedia Massa (memperkuat)

Pemilih Partisan

15 CIP Media Massa Golongan Putih

Sebagaimana peneliti mengklasifikasikan komunikasi politik ke dalam

saluran-saluran tertentu pada sub bab sebelumnya, dalam membahas pola

pengaruh ini, peneliti akan melakukan hal yang sama, yakni mengkategorikan-

nya sesuai dengan saluran-saluran komunikasi politik yang ada, yakni

pengaruh dari komunikasi antar persona, pengaruh dari kampanye

pemilukada, pengaruh dari iklan media luar ruang, dan pengaruh dari media

massa.

1. Pengaruh dari Komunikasi Politik Antar Persona

Interaksi manusia dalam sebuah masyarakat merupakan proses

pengalihan informasi dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain

dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Proses pengalihan informasi

tersebut selalu disertai adanya pengaruh tertentu. Pengaruh itu sendiri

merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada gilirannya

membentuk proses sosial. Di sinilah letak keunikan komunikasi antar persona

139

Page 158: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

atau antar pribadi, yakni selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis

yang kemudian mengakibatkan keterpengaruhan (Theodorson, 1969).

Komunikasi antar persona merupakan sumber informasi utama yang

mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan

Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Sebagian besar informan yang

peneliti wawancara (interview) menyatakan pernah terlibat dalam komunikasi

antar persona yang di dalamnya mengandung pesan politik pemilukada,

setidaknya dalam kapasitas mereka sebagai komunikan atau penerima pesan.

Adapun yang bertindak sebagai komunikator atau pemberi pesan dalam hal ini

yaitu kandidat calon bupati dan wakil bupati, tim sukses calon, tokoh

masyarakat, keluarga, serta tetangga dan teman. Sumber-sumber inilah yang

mempengaruhi perilaku memilih sebagian besar masyarakat transisi Desa

Ngabeyan Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010.

a. Kandidat Calon

Sebagai pemangku kepentingan dalam pemilukada, sudah barang tentu

keterlibatan kandidat calon dalam komunikasi politik antar persona mutlak

diperlukan. Tabel ... di atas menunjukkan beberapa informan mengatakan

kandidat calon sebagai sumber informasi yang mempengaruhi perilaku

memilih mereka. Hasil observasi peneliti sendiri menunjukkan gejala serupa,

di mana para cabup dan cawabup yakni Muhammad Toha - Wahyudi, Titik

Suprapti - Sutarto, dan Wardoyo Wijaya - Haryanto melancarkan upaya

mempengaruhi pemilih melalui komunikasi politik antar persona atau tatap

muka secara langsung. Terbukti dengan banyaknya acara pertemuan dengan

140

Page 159: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

masyarakat yang digelar pra pemilukada, baik itu sosialisasi, kaderisasi,

anjangsana, dan juga kegiatan-kegiatan lain yang selengkapnya sudah peneliti

bahas pada sub bab awal.

Komunikasi politik antar persona dengan menempatkan kandidat calon

sebagai komunikator tampak berhasil mempengaruhi pemilih tidak hanya pada

level perubahan pengetahuan atau sikap saja, namun sampai pada tahap

perilaku mereka, terutama di kalangan pemilih partisan atau pemilih yang

memang memiliki keberpihakan kuat dengan kandidat tertentu.

Temuan penelitian ini mengatakan bahwa komunikasi politik antar

persona berperan besar untuk menciptakan atau memperkuat keberpihakan

tersebut. Misalnya adalah keberpihakan seorang tim sukses kepada kandidat

calon yang didukungnya. Dalam hal ini, komunikasi politik antar persona

dilakukan pada saat kandidat calon merekrut tim sukses tersebut. Melalui

komunikasi persuasif yang dilakukan secara intensif, kandidat calon berusaha

mempengaruhi calon tim suksesnya, bahkan tidak jarang upaya ini dibarengi

dengan iming-iming keuntungan tertentu apabila kelak sang kandidat terpilih.

Hal demikian diungkapkan oleh informan penelitian yang juga tim sukses

pasangan cabup-cawabup Titik -Tarto, WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan

Swasta). Berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan :

“Lha pas pertemuan kui kan mesti Mbak Titik crito-crito. Pokok’e gilo, dhewe wes nduwe perusahaan, pabrik pohong teng Nguter. Iki. Suk nek nganti dadi koyo kowe barang ngoten ‘gampang’. Nek genah nek kulo tetep pomo dadi titip ponak-ponakane.” [Waktu pertemuan itu pasti Mbak Titik cerita-cerita. Pokoknya ini, kita sudah punya perusahaan, pabrik singkong di Nguter. Ini. Besok kalau jadi, seperti kamu begitu nanti ‘mudah’. Kalau saya jelas kalau jadi titip keponakan-keponakan.] (Wawancara, 15 Juni 2010)

141

Page 160: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sumber informasi dari Titik inilah yang mempengaruhi perilaku

memilih WAR. Dirinya yang sebelum terlibat dalam komunikasi politik antar

persona dengan kandidat calon adalah pemilih independen yang bebas dari

kepentingan manapun, otomatis berubah perilakunya menjadi pemilih partisan

setelah ia menjadi tim sukses calon. Sebagai tim sukses Titik - Tarto,

Wartidak hanya terikat pada keharusan memilih pasangan ini dalam

pemilukada, melainkan juga menggalang massa sebanyak-banyaknya untuk

mendulang perolehan suara pasangan calon.

Fakta di atas sangat sesuai dengan apa yang dikatakan Effendy, bahwa

komunikasi antar persona paling efektif mengubah perilaku dikarenakan

sifatnya yang dialogis. Sifat dialogis ini ditunjukkan oleh komunikasi lisan

dalam percakapan yang menampilkan arus balik secara langsung. Bila pesan

yang disampaikan ternyata belum diterima dengan baik oleh komunikan, ia

diberi kesempatan seluas mungkin untuk bertanya. Proses seperti ini

berlangsung terus menerus hingga tercapai kesepahaman (mutual

understanding) di antara pemberi dan penerima pesan.

Masih dalam konteks pemilih partisan, selain menciptakan,

komunikasi politik antar persona juga berpengaruh dalam memperkuat

keberpihakan. Memperkuat keberpihakan berarti telah ada modal awal

sebelumnya yang mungkin lebih berpotensi. Identifikasi terhadap partai

pengusung pasangan calon, kesamaan ideologi, tradisi, dan etnis merupakan

beberapa contoh modal awal tersebut. Begitu pula dengan ikatan kekerabatan

maupun pertemanan.

142

Page 161: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ikatan pertemanan inilah yang menjadi modal dasar keberpihakan

RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha) terhadap pasangan calon Muhammad

Toha - Wahyudi. Adanya komunikasi antar persona yang terjalin antara

informan dengan kedua tokoh ini semakin memperkuat keberpihakannya

sehingga hal itu berimbas pada perilaku informan memilih pasangan nomor

urut satu tersebut. Bahkan, RAH pun bersedia menjadi tim sukses pasangan

secara suka rela.

Seperti diungkapkan informan yang juga seorang pengusaha sukses

ini, sebelum resmi mendaftar sebagai bupati berpasangan dengan cawabup

Wahyudi, Toha datang ke rumahnya untuk meminta saran. Berikut penuturan

RAH :

“Iya, Pak Toha datang ke sini. Sebelum beliau itu bener-bener mencalonkan gitu lho, istilahnya cari masukanlah, misalnya aku ini mau maju bersama ini, itu menurut panjenengan gimana, kan gitu, ya saya minta dukungannya kalau nanti saya benar-benar maju. Wong belum ndaftar og waktu itu datang ke sini.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Mengenai hal ini, Pawito mengatakan bahwa sebagian komunikasi

antar persona memang memiliki tujuan khusus, misalnya seseorang datang

untuk meminta saran atau pendapat kepada orang lain, meskipun ada pula

yang terjadi relatif tanpa tujuan yang jelas, seperti halnya ketika seseorang

bertemu dengan teman lamanya di jalan lantas mereka bercakap-cakap dan

bercanda.

Dimintai saran dan dukungan oleh teman yang juga rekan bisnisnya

itu, RAH memberikan feedback dengan menanyakan apa program kerja yang

hendak diusung dan apa pula visi misi serta tujuan pencalonan Toha. Sebuah

pertanyaan yang lantas mendapat jawaban yang memuaskan dari sang

143

Page 162: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kandidat. Pascatercapainya kesepahaman di antara mereka melalui komunikasi

antar persona tersebut, RAH lantas memberikan dukungan maksimal

sebagaimana yang dikehendaki Toha, baik melalui perilakunya memilih Toha

- Wahyudi, maupun melalui upayanya mempengaruhi orang lain untuk

memilih pasangan yang sama.

Pengaruh kandidat calon sebagai komunikator dalam komunikasi

politik antar persona tidak hanya dialami oleh pemilih partisan saja, melainkan

juga oleh pemilih rasional. Akan tetapi, pengaruh keduanya berbeda. Pada

pemilih rasional, pengaruh yang dimaksud hanya bersifat memperkuat

pertimbangan-pertimbangan dan analisis-analisis logis yang sebelumnya telah

dilakukan. Sebab, pertimbangan dan analisis itulah penentu pertamanya.

Kesimpulan ini didapat dari hasil wawancara peneliti dengan informan

penelitian, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga). Pertimbangan

utamanya memilih Titik - Tarto adalah program kerja yang diusung pasangan

ini, seperti sekolah gratis, berobat gratis, serta pembuatan KTP dan KK gratis.

Sedangkan informasi mengenai calon Titik - Tarto termasuk program kerjanya

ia dapatkan dari komunikasi antar persona langsung dengan kandidat cabup ini

melalui sebuah acara sarasehan atau pertemuan yang diselenggarakannya.

Penilaian retrospektif seperti dijelaskan oleh V.O. Key tampaknya

dipraktekkan oleh AYU. Hal ini dikarenakan program kerja yang hendak

diusung Titik - Tarto yang informasinya ia peroleh dari komunikasi antar

persona langsung dengan sang kandidat itu adalah program kerja pemerintah

incumbent yang sedang dijalankan oleh suami Titik, Bambang Riyanto. Dan

melalui pencalonannya sebagai bupati menggantikan suaminya, Titik

144

Page 163: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bermaksud melanjutkan kembali apa yang sudah dikerjakan Bambang. Karena

program kerja Titik - Tarto telah terbukti pada pemerintahan Bambang

Riyanto, AYU pun tidak ragu lagi untuk memilih pasangan nomor urut dua

ini. Lebih lanjut, demikian pernyataan langsung informan :

“Ngomonge yo ameh nglanjutke programe Pak Bambang, programe kan sudah terbukti, nek seko liyane kan isih nyobo sek. Ngandhanine pas pertemuan... pertemuan opo kui... temu kangen karo Bu Titik... opo... sarasehan… Waktune sebelum pemilihan kae, sebelum masa kampanye malah. Aku terpengaruh ya kan mergo wes ono buktine.” [Bilangnya ya (Titik) mau melanjutkan programnya Pak Bambang, programnya kan sudah terbukti, kalau yang lainnya kan masih mencoba dulu. Memberitahunya waktu pertemuan... pertemuan apa itu... temu kangen sama Bu Titik... apa... sarasehan. Waktunya sebelum pemilihan, sebelum masa kampanye malah. Saya terpengaruh kan karena sudah ada buktinya.] (Wawancara, 11 Juni 2010)

Pada pemilih rasional seperti AYU, informasi yang diperoleh dari

komunikasi politik antar persona dengan kandidat calon tidak dapat dikatakan

mempengaruhi perilaku memilih, namun hanya sebatas memperkuatnya.

Sebab apabila program kerja yang diusung masih sebatas janji-janji kampanye

dan belum tebukti serta tidak ada keterkaitan antara kandidat calon dengan

incumbent, belum tentu informan memilih pasangan yang sama.

b. Tim Sukses

Sumber informasi komunikasi politik antar persona yang kedua datang

dari tim sukses. Seperti namanya, tim sukses adalah orang-orang yang direkrut

untuk menyukseskan pencalonan kandidat alias memenangkan pemilukada.

Tim sukses direkrut dari tenaga-tenaga potensial sesuai dengan tugas dan

fungsinya. Pengorganisasiannya pun berbeda-beda antara kandidat satu

dengan yang lainnya, mulai dari penasihat, tim ahli, tim riset dan litbang, tim

145

Page 164: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengumpul dana, tim kampanye, tim penggalangan massa, tim pengamat

(intelijen), hingga tim pengumpul suara (vote getter) (Cangara, 2009 : 282).

Namun, untuk kepentingan penelitian ini, peneliti membatasi

pengertian tim sukses hanya sebatas tim penggalangan massa, yakni orang

yang direkrut untuk menggalang massa, baik untuk kepentingan pengumpulan

suara maupun show force untuk menunjukkan kekuatan kandidat calon kepada

masyarakat khususnya calon pemilih. Tim inilah yang biasanya aktif

menggiring opini dan mempengaruhi pemilih di lingkungan sekitarnya untuk

diarahkan kepada calon tertentu.

Begitu pula yang terjadi di lingkungan masyarakat Desa Ngabeyan, di

mana tim sukses memainkan peran yang begitu vital dalam komunikasi politik

antar persona terkait upaya mereka memenangkap cabup-cawabup Sukoharjo

yang didukungnya. Sebagaimana diungkapkan informan penelitian yang juga

tim sukses pasangan Titik-Tarto, WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swata)

berikut ini :

“Kiro-kiro yo diarahke, yo dikei informasi, diarahkan ke tempate Mbak ini. Pomo, nggenah, berpengalaman, potensine enek. Niko nggih mboke, sedulur-sedulur, koncone kan yo mesti enek to Mbak, koyo Pakdhe Gemi, Yu Yah, mboke njenengan, diarahke no supoyo milih no Mbak. Mosok ora. Podho mawon kan mriki niku kan saora-orane koyo kader, dadi nggih kudu golek. Nek ra golek ra oleh bolo ra menang. Genah niku.” [Kira-kira (masyarakat) ya diarahkan, ya beri informasi, diarahkan ke tempatnya Mbak ini (Titik Suprapti). Seumpama jelas, berpengalaman, berpotensi. Itu jelas, ibu saya, saudara-saudara, teman kan juga pasti ada kan Mbak, seperti Pakdhe Gemi, Mbak Yah, ibu kamu, diarahkan supaya milih Mbak. Masak tidak. Sama saja kan saya itu seperti kader, jadi harus mencari (massa). Kalau tidak mencari tidak dapat massa, tidak menang. Jelas itu.] (Wawancara, 15 Juni 2010)

146

Page 165: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Komunikasi politik antar persona yang memposisikan tim sukses

sebagai komunikator biasanya terjadi hampir di semua kesempatan yang

memungkinkan tim sukses bertemu dengan calon pemilih yang menjadi target

sasarannya, seperti pada saat pertemuan rutin warga, kerja bakti, siskamling,

maupun acara pengajian. Terkait hal ini, RAH (Perempuan, 44 tahun,

Pengusaha), informan yang menjadi tim sukses Toha - Wahyudi memberikan

pernyataannya :

“Saya juga pernah menyarankan untuk ke Pak Toha, terutama ke ini ya, kelompok-kelompok pengajian, ke teman-teman dekat gitu kan, sampai main SMS gitu. Walaupun kadang SMS, ayo pilih Pak Toha gitu ya, kadang mbales, ah aku udah ada pilihan, katanya gitu. Terus ada yang bilang, itu jagomu itu nanti kalah, hahaha. Tapi ya memang kita kan namanya berusaha mencari itu kan walaupun balasannya seperti apa ya tetep usaha.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Akan tetapi, betapa pun besarnya usaha yang dilakukan seorang tim

sukses dalam menggalang massa, keputusan akhir tetap berada di tangan sang

pemilih. Bagaimana pengaruh komunikasi politik oleh tim sukses dalam

menentukan perilaku memilih mereka merupakan sebuah pertanyaan besar.

Dan melalui penelitian ini, peneliti berusaha memberikan gambaran yang

diharapkan bisa menjawab pertanyaan tersebut.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti menunjukkan kecenderungan

bahwa peranan tim sukses dalam mempengaruhi pemilih masyarakat transisi

Desa Ngabeyan melalui komunikasi antar persona tidak cukup besar. Ada dua

tipe pemilih yang mendapatkan informasi dari tim sukses, yakni pemilih

rasional dan pemilih partisan. Pada pemilih rasional, pengaruh yang

didapatkan tidak sampai mengubah perilaku, akan tetapi hanya

memperkuatnya. Hal ini terjadi apabila calon yang disarankan oleh tim sukses

147

Page 166: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sama dengan apa yang sebelumnya memang telah menjadi pilihan pemilih,

seperti diungkapkan oleh informan penelitian, YAH (Perempuan, 50 tahun,

Penjahit) berikut :

“Informasine yo ono… seko tim sukses. Ono, neng awake dhewe memang yo dari awale wes seneng Bu Titik sek. Karo seng wingi seng kakung kok apik. Lha berlanjut ngono wae, dadi pengene gur kuwi.” [Informasinya ya ada... dari tim sukses. Ada, tapi aku sendiri memang ya dari awal sudah suka dulu sama Bu Titik. Sama yang kemarin suaminya kok bagus. Lha berlanjut gitu saja, jadi pengennya cuma itu.] (Wawancara, 27 Juni 2010)

Menurutnya, informasi mengenai calon Titik - Tarto yang ia peroleh

dari komunikasi antar persona dengan tim sukses memang menambah

keyakinannya dalam memilih calon ini. Sehingga dapat dikatakan

pengaruhnya di sini hanya sebatas memperkuat perilaku, tidak membentuk

atau pun mengubahnya. YAH, seperti kebanyakan tipe pemilih rasional lain di

Desa Ngabeyan, lebih terpengaruh oleh citra positif pemerintahan Bambang

Riyanto, suami Titik, dalam menentukan keputusan memilihnya.

Pemilih rasional lain yang juga mendapat informasi dari tim sukses

adalah SUM (Laki-laki, 56 tahun, Petani). Berbeda dengan YAH yang

memilih Titik - Tarto, informan ini menjatuhkan pilihannya pada pasangan

nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto. Akan tetapi keduanya sama-

sama terpengaruh oleh citra diri kandidat dalam membentuk perilaku

memilihnya. Sebagai seorang petani di wilayah desa yang sedang mengalami

pembangunan cukup pesat, ia sangat mengapresiasi upaya Wardoyo yang

telah menunjukkan perhatian lebih kepada dirinya dan juga petani lain terkait

proses pemindahan terminal Kartasura beberapa tahun lalu. Sedangkan dari

tim sukses, Sum memperoleh informasi seputar pencalonan Wardoyo,

148

Page 167: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

termasuk program-program kerja yang diusung guna mempengaruhi pemilih.

Citra kandidat dan informasi inilah yang akhirnya berperan dalam menentukan

perilaku memilihnya. Berikut SUM mengutarakan informasi yang

diperolehnya dari tim sukses :

“Lha bicaranya dari timnya Wardoyo sendiri kan datang ke PKP (Gedung Pusat Kegiatan Pemuda, Desa Ngabeyan) itu kan sekolahan mau dibebaskan, terus sama berobat itu kan gratis. Jadi kan ya akhirnya kan bisa berapa persen masyarakat kan ya ndukung itu to. Yang pokok utama kan ya pendidikan, kesehatan.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Dalam konteks YAH dan SUM, saran yang diberikan oleh tim sukses

memang menambah keyakinan akan preferensi awal mereka dalam memilih

kandidat pilihan masing-masing, akan tetapi, kondisinya akan berbeda ketika

calon yang disarankan oleh tim sukses berbeda dengan preferensi awal

informan. Hal ini dialami oleh LIM (laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS). Tim

sukses yang menyarankannya calon lain selain Titik - Tarto tidak sedikitpun

mengubah pendiriannya. Ia tetap teguh pada keputusannya sendiri, sedangkan

masukan dari tim sukses tersebut hanya sebatas menambah pengetahuannya

saja. Inilah penjelasan lengkap LIM :

“Nek dikandhani nggih monggo, kulo rungok’ke. Kowe miliho iki, dasare ngene ngene ngene. Wardoyo, dasare jaringane tekan Bu Mega, nggih to? Mpun masalah dana gampang nek Wardoyo dadi. Sijine kuwi. Lagi kondang-kondange kuwi, programe kuwi iki, mengko lapangan pekerjaan luas, per taun satu desa dapat 200 juta, terus sekolah gratis. Ra popo, itu juga baik. Ning nek pengaruh nggih mboten, kulo dewe no, Mbak. Umpamane njenengan sampun duwe pemikiran sendiri, nggih to, lha kulo nggih ngoten. Monggo itu hak anda. Nggih mang milih dewe, mang nglakoni dewe. Kulo nggih milih dewe. Kan ngoten.” [Kalau diberitahu ya silakan, saya dengarkan. Kamu pilihlah ini, dasarnya begini begini begini. Wardoyo, dasarnya jaringan-nya sampai Bu Mega (Megawati Soekarnoputri--Ketua Umum DPP PDIP), iya kan? Sudah, masalah dana gampang kalau Wardoyo jadi. Pertama itu.

149

Page 168: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Baru terkenal-terkenalnya itu, programnya itu ini, nanti lapangan pekerjaan luas, per tahun satu desa dapat 200 juta, terus sekolah gratis. Tidak apa-apa, itu juga baik. Tapi kalau pengaruh ya tidak, saya sendiri Mbak. Seumpama kamu sudah punya pemikiran sendiri, iya kan, lha saya juga begitu. Silakan itu hak anda. Ya silakan memilih sendiri, silakan menjalani sendiri. Saya juga milih sendiri. Kan begitu.] (Wawancara, 12 Juni 2010)

Informasi dari tim sukses melalui komunikasi antar persona tidak

hanya diperoleh pemilih rasional, melainkan juga pemilih partisan. Tidak

seperti pemilih rasional yang menggunakan penilaian terhadap pemerintah

incumbent maupun citra kandidat sebagai pertimbangan utama, fanatisme atau

ikatan tertentu dengan partai/ kandidat calon berperan penting dalam

pengambilan keputusan pemilih partisan. Sehingga hampir dapat dipastikan

bahwa komunikasi politik antar persona dengan tim sukses tidak membawa

pengaruh yang cukup untuk mengubah perilaku memilih, khususnya tim

sukses yang menyarankan calon lain selain apa yang sudah dipertimbangkan-

nya. Sedangkan informasi dari tim sukses kandidat calon pilihannya

berpengaruh dalam menambah keyakinan akan keputusan memilih pemilih

partisan. Bukan hanya informasi, namun cara tim sukses mengkomunikasikan

pesan pun ternyata dapat mempengaruhi penilaian seseorang terhadap

kandidat yang didukung tim sukses tersebut. Sebagaimana penuturan WID

(Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa) berikut ini :

“Kulo angsal informasi saking tim’e sukses Pak Wardoyo. Dados tim-tim kan do ngendhiko ngeten-ngeten. Ngertos kulo saking niku. Apike niku mboten ngandhani bengok-bengok turut dalan ngoten mboten. Kulo seneng sing ngoten niku. Dadi wes alus-alusan, do milih monggo, mboten monggo. Niki programe, dikandhak’ke niku wau.” [Saya dapat informasi dari tim suksesnya Pak Wardoyo. Jadi tim-tim kan pada bicara begini-begini. Tahu saya dari situ. Bagusnya itu tidak memberitahu teriak-teriak di jalan begitu tidak. Saya suka yang begitu

150

Page 169: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

itu. Jadi ya sudah, halus-halusan, mau milih silakan, tidak silakan. Ini programnya, diberitahu itu tadi.] (Wawancara, 11 Juli 2010)

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik

antar persona di mana komunikatornya adalah tim sukses kandaidat calon,

ternyata tidak mampu membawa pengaruh yang dapat mengubah perilaku

memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan. Pada pemilih rasional,

pertimbangan dan analisis kritis pemilih ternyata lebih menentukan perilaku,

sedangkan komunikasi politik antar persona hanya berpengaruh dalam

memperkuat perilaku tersebut. Begitu pula dengan pemilih partisan,

komunikasi politik antar persona tidak sanggup mengalahkan kuatnya

pengaruh dari ikatan yang menyebabkan keberpihakan kuat pemilih terhadap

partai/kandidat tertentu.

c. Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat selaku opinion leader (pemuka pendapat)

merupakan salah satu aspek yang tidak bisa dipisahkan saat mengkaji

komunikasi politik. Hasil wawancara peneliti dengan sejumlah informan

menguatkan pendapat tersebut. Tokoh masyarakat termasuk salah satu sumber

informasi yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa

Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Yang dimaksud tokoh

masyarakat di sini antara lain bupati, camat, kepala desa, perangkat desa,

ketua RW, ketua RT serta orang-orang yang mempunyai pengaruh lainnya

seperti tokoh agama (ustadz).

Tokoh masyarakat dalam kerangka masyarakat transisi seperti halnya

masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura telah mengalami banyak

151

Page 170: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pergeseran peran bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Pada

masyarakat pedesaan, tokoh masyarakat lebih banyak berperan dalam

meneruskan informasi dari media massa kepada masyarakat. Bukan hanya

meneruskan, ia pun berperan memilah dan menyaring setiap informasi

sebelum akhirnya disampaikan kepada masyarakat. Terlebih, tingkat konsumsi

media massa masyarakat pedesaan umumnya tergolong masih rendah,

sehingga keberadaan dan peran tokoh masyarakat masih begitu tinggi.

Dalam konteks pemilihan umum, tokoh masyarakat bertindak sebagai

sumber informasi untuk kepentingan mensukseskan jalannya pemilu, seperti

sosilasisasi pelaksanaan pemilu, kandidat calon yang berkompetisi, ajakan

untuk mengunakan hak pilih, dan sebagainya. Karena kebijaksanaan yang

dimilikinya pula, biasanya informasi tersebut tidak disertai dengan anjuran

untuk memilih kandidat calon tertentu.

Kondisi tersebut seakan kontras dengan apa yang terjadi pada

masyarakat transisi. Karena pengaruhnya yang demikian besar di masyarakat,

tidak jarang tokoh-tokoh masyarakat menjadi pilihan strategis bagi cabup dan

cawabup yang berkompetisi dalam ajang pemilihan, tidak terkecuali dalam

Pemilukada Sukoharjo. Tokoh-tokoh masyarakat ini digalang oleh kandidat

calon maupun partai pengusung calon untuk menjadi pengumpul suara (vote

getter). Dengan mengikutsertakan mereka dalam setiap kampanye maupun

sosialisasi yang dilakukan, kandidat akan dengan mudah mendulang banyak

suara, karena tokoh masyarakat sangat berperan dalam menentukan perilaku

pengikutnya.

152

Page 171: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Observasi peneliti di lapangan menunjukkan tokoh-tokoh masyarakat

yang menjadi pemuka pendapat di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura

dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 berasal dari kalangan struktural maupun

kultural. Pemuka pendapat struktural adalah pemuka pendapat yang memiliki

status sosial formal dalam kehidupan bermasyarakat. Pengurus RT, RW,

aparatur pemerintah desa, maupun aparatur kecamatan termasuk dalam

kategori ini. Sedangkan pemuka pendapat kultural adalah pemuka pendapat

yang tidak menyandang status sosial formal tertentu dalam masyarakat, namun

memiliki kemampuan dalam suatu bidang tertentu hingga mampu

mempengaruhi masyarakat. Termasuk dalam kelompok ini yaitu tokoh agama,

tokoh pendidikan, dan tokoh budaya (Wijaya, 2009 : 147-148).

Pengamatan peneliti diperkuat oleh pernyataan informan penelitian,

SUM (Laki-laki, 56 tahun, Petani) yang mengungkapkan bahwa para tokoh

masyarakat menjadi pemuka pendapat (opinion leader) bagi masyarakat

transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Bukan hanya

memberikan sosialisasi mengenai tata cara pemilihan bupati dan wakil bupati,

namun juga menggiring opini masyarakat, khususnya pemilih, kepada satu

kandidat tertentu. Berikut penuturan SUM :

“Ada. Ada tokoh masyarakat yang menyarankan. Kan timnya semua kandidat tadi nyari tokoh, RT itu khususnya. Ya tinggal itu, pilkada itu kan LUBER, ya ajak-ajak terserah, kalau mau tapi, kalau ndak mau ya sudah. Tokoh masyarakat ya ada, RT, tokoh, itu ada.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Pernyataan senada juga dilontarkan oleh RAH (Perempuan, 44 tahun,

Pengusaha). Menurutnya, fungsi strategis tokoh masyarakat dalam pemilukada

banyak dimanfaatkan oleh kandidat untuk mengatrol perolehan suara mereka.

153

Page 172: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam hal ini, tokoh masyarakat yang ia maksud adalah tokoh masyarakat

struktural. Demikian pernyataannya :

“Ada. Itu juga ada. Ya kalau di sini tokoh masyarakat kan sudah sebagian ke Pak BR (mendukung Titik-Tarto) ya. Tapi kan sebagian juga ke Pak Toha.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Bagi kedua informan ini, informasi yang diberikan tokoh masyarakat

tersebut tidak membawa pengaruh apapun terhadap perilaku memilih mereka.

Karena sebagai pemilih rasional dan partisan, SUM dan RAH lebih

mempertimbangkan analisis-analisis logis dan juga keberpihakan dengan

kandidat dalam membentuk perilaku memilihnya.

Pernyataan berbeda dikemukakan oleh LIM (Laki-laki, 59 tahun,

Pensiunan PNS), informan yang mendapatkan pengaruh dari tokoh

masyarakat yaitu Bupati Sukoharjo, Bambang Riyanto. Diungkapkan LIM,

menjelang berakhirnya masa jabatan Bambang sebagai bupati, ia kerap

menyelenggarakan pertemuan dengan warga masyarakat yang bertujuan untuk

mensosialisasikan pencalonan Titik Suprapti yang juga merupakan istri

Bambang sebagai calon bupati menggantikan dirinya. Terlibat sebagai

komunikan dalam komunikasi antar persona dengan Bambang Riyanto, LIM

mengaku semakin yakin untuk memilih Titik dalam pemilukada. Pengaruh

komunikasi antar persona dengan tokoh masyarakat pada diri pemilih rasional

ini bisa dikatakan memperkuat perilaku memilihnya, karena pertimbangan

utama preferensinya terhadap Titik adalah penilaian positifnya terhadap

kinerja Bambang selama menjabat sebagai bupati, khususnya kemajuan dalam

bidang pembangunan.

154

Page 173: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selain menemukan pengaruh tokoh masyarakat struktural, peneliti juga

menemukan adanya pengaruh yang kuat dari tokoh masyarakat kultural.

Pengaruh tokoh masyarakat kultural, dalam konteks ini yaitu tokoh agama,

tampak pada perilaku memilih TAN (Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir).

Bergabung dalam kelompok pengajian Majelis Tafsir Al Qur’an, TAN

mendapatkan informasi yang mampu mempengaruhi perilaku memilihnya dari

sang pimpinan Majelis. Ia mengutarakan alasan memilihnya sebagai berikut :

“Saya mempunyai pimpinan, apapun yang dipilih yang disarankan oleh pimpinan saya harus ikuti. Lha nyarankene War-To. Lha itu tadi, dakwah saya itu di situ. Jadi emang harus. Saya apapun itu dari dulu sampai pilihan presiden, saya juga harus nunggu dari pimpinan pusat. Kalau dari pimpinan pusat belum memberi informasi saya juga belum punya pilihan.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Pemuka pendapat (opinion leader), khususnya tokoh agama,

mempunyai otoritas tinggi serta mampu menentukan sikap dan perilaku

pengikutnya. Mereka diikuti bukan karena kedudukan atau jabatan politiknya

akan tetapi karena kewibawaan, ketundukan, kharisma, dan mitos yang

melekat padanya atau karena pengetahuan serta pengalaman yang dimilikinya

(Ardial, 2009:199-200). Karena kuatnya pengaruh inilah, TAN yang

merupakan pemilih partisan tidak kuasa untuk tidak melaksanakan apa yang

disarankan oleh pimpinannya, walaupun sebenarnya dirinya memiliki

pendapat lain mengenai kandidat calon yang disarankan. Terkait hal ini, TAN

mengemukakan pandangannya seperti berikut :

“Contoh, nggak masuk akal, sekolah swasta gratis. Ya kalo swasta gratis itu terus, apa, biayanya dari mana? Wong swasta kok digratiskan, ya pihak swasta nggak mau, wong pihak swasta itu nyari keuntungan dari hasil swastanya sendiri kok mosok pemerintah mau menggratiskan sekolah swasta. Itu janji itu ndak masuk akal. Coba, njenengan nduwe sekolahan swasta, terus pemerintah ngongkon, kowe

155

Page 174: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kudu gratis, terus njenengan nggaji guru keng pundhi? Pemerintah ndak mungkin nggaji guru swasta. Janjine War-To kan seperti itu kemarin saya dengar, swasta gratis, ndak mungkin. Dia tu dari mana punya janji seperti itu, sistem kerjane piye.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Kekuatan tokoh agama sebagai pemimpin opini setidaknya dapat

dilihat dari dua hal, pertama, memiliki perasaan kemasyarakatan yang dalam

dan tinggi (highly developed social sense), kedua, selalu melandaskan sesuatu

kepada kesepakatan bersama (general concencus). Tokoh agama mempunyai

kekuatan yang tinggi dalam mempengaruhi masyarakat karena bisa

memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakatnya. (Soelaiman,

1998 : 147-148).

Dalam hal ini, pemahaman akan kebutuhan masyarakat tersebut

diimplementasikan dalam bentuk memberikan saran untuk memilih kandidat

tertentu kepada pengikutnya, termasuk kepada TAN, dengan didasari oleh

pertimbangan-pertimbangan yang telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya.

Sehingga walaupun menyadari kalau pilihannya bukanlah calon yang ideal,

Tan tetap memilih kandidat calon nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya -

Haryanto sesuai saran sang pimpinan. Secara lebih lengkap, berikut penjelasan

TAN :

“Milih ya karena saya punya pimpinan, memang harus seperti itu. Selain itu, kalau saya tidak tahu pribadi War-To itu gimana, Pak Wardoyo itu gimana, mosok pimpinan seperti itu, dulu juga tukang judi. Ndak mungkin kalau pimpinan saya nggak nyuruh nggak mungkin saya milih itu. Dulu kan pernah ketangkep Wardoyo itu, lha, itu kan dia judi. Lho kalau saya ndak manut pimpinan saya, ndak mungkin saya milih dia.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Apabila dikaitkan dengan perspektif teoritis, bentuk komunikasi politik

antar persona dengan tokoh masyarakat sebagai komunikator ini merupakan

156

Page 175: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

komunikasi kelompok kecil (small group communication), yaitu proses

komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka

di mana anggotanya saling berinteraksi satu dengan yang lainnya (Cangara,

2007 : 32).

Nurudin menyebutkan salah satu ciri komunikasi antar persona

mempunyai struktur jaringan tertentu (misalnya kerabat, suku, maupun

kelompok lainnya) yang sangat kuat karena ikatan yang telah lama ada atau

kebiasaan-kebiasaan yang telah lama tertanam. Setiap struktur ini memiliki

pemuka pendapatnya masing-masing. Adanya garis hierarki yang ketat

sebagai ciri sistem tradisional membuat pemuka pendapat sudah barang tentu

mempunyai pengaruh yang amat jelas (Nurudin, 2004 : 184).

Severin dan Tankard (2005 : 244-245) mengatakan bahwa pemuka

pendapat dan pengikutnya biasanya memiliki perilaku yang sangat mirip

karena mereka menjadi bagian dari kelompok yang sama. Sangat tidak

mungkin bahwa pemimpin opini akan sangat jauh dari pengikutnya dalam

minat terhadap topik tertentu. Hubungan antar persona bukan hanya

merupakan jaringan komunikasi semata melainkan juga sumber tekanan sosial

untuk menyesuaikan diri kepada norma-norma kelompok serta merupakan

sumber dukungan sosial untuk nilai-nilai dan opini yang dipercaya individu

(Wijaya, 2009 : 152).

Dalam konteks pengaruhnya terhadap perilaku memilih masyarakat

transisi Desa Ngabeyan pada Pemilukada Sukoharjo, tokoh masyarakat

kultural dalam hal ini tokoh agama lebih berpengaruh bila dibandingkan

dengan dengan tokoh masyarakat struktural baik itu perangkat desa, pengurus

157

Page 176: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

RT/RW, maupun pejabat pemerintah yang lebih tinggi. Tokoh masyarakat

struktural hanya berpengaruh dalam memperkuat perilaku sementara tokoh

masyarakat kultural mampu mengubahnya.

d. Keluarga

Ada dua saluran utama komunikasi antar persona yang membantu

seseorang belajar politik, yakni keluarga dan lingkungan yang terdiri atas

kawan-kawan dekat dan akrab yang dikenal sebagai teman sebaya.

Kebijaksanaan konvensional pernah mengatakan bahwa bukan fakta yang

diragukan lagi bahwa keluarga adalah lembaga sosial primer di semua negeri.

Keluarga merupakan sumber terpenting dalam belajar politik. Hal ini

ditunjang oleh temuan tentang banyaknya kesamaan di antara orientasi politik

orang tua dan anaknya (Nimmo, 2000 : 110).

Sosialisasi dan juga informasi politik dari keluarga turut membantu

proses belajar anak untuk mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok

maupun partai politik tertentu. Riset yang dilakukan di Amerika menunjukkan

bahwa separuh dari jumlah anak-anak yang telah mencapai usia tujuh tahun

cenderung mengidentikkan dirinya sebagai Demokrat atau Republikan. Di

Indonesia, fakta bahwa keluarga merupakan sumber informasi penting yang

pada gilirannya berpengaruh dalam membentuk perilaku politik seseorang,

juga tampak pada perilaku yang ditunjukkan banyak elit politik. Pada level

nasional, nama Eddie Baskoro Yudhoyono dan Puan Maharani cukup

representatif. Keduanya merupakan politikus yang duduk sebagai anggota

DPR RI mewakili fraksi partai orang tua masing-masing, Demokrat dan PDI

158

Page 177: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Perjuangan. Peran Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri

dalam mempengaruhi perilaku politik Eddie dan Puan, tentu tidak dinafikkan

lagi adanya.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta yang kurang lebih

sama. Keluarga merupakan salah satu sumber informasi penting yang

mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan

Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Dalam lingkungan

keluarga, pengaruh tersebut datang dari orang tua yang merupakan pemilih

partisan. Keberpihakan kuat terhadap partai dan kandidat tertentu mendorong

mereka merancang sebuah pembicaraan persuasif yang tujuannya adalah

mengarahkan anak, suami/ istri maupun anggota keluarga yang lain agar

mempunyai perilaku memilih yang sama. Terkait hal ini, informan yang

merupakan pemilih partisan kandidat calon Wardoyo Wijaya - Haryanto, WID

(Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa), memberikan pernyataannya sebagai

berikut :

“Nggih nek anak bojo tetep kulo kandhani no, programe sing apik iki ngoten tetep no. Anak bojo, keluarga niku kulo kandhani. Programe iki, gilo tujuane koyo ngene apike, mikirke nyang rakyat tenan. Pilihane nggih niku sedoyo keluargo kulo, mboten mungkin nyoblos liyane. Mboten mungkin.” [Ya kalau anak istri tetap saya beritahu, programnya yang bagus ini, tetap begitu. Anak, istri, keluarga itu saya beritahu. Programnya ini, ini lho tujuannya seperti ini bagusnya, memikirkan rakyat benar. Pilihannya ya itu semua keluarga saya, tidak mungkin nyoblos yang lain. Tidak mungkin.] (Wawancara, 11 Juli 2010)

Sejalan dengan apa yang disampaikan WID, seorang pemilih lain yang

berasal dari Dukuh Mangkuyudan RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha),

yang juga pemilih partisan pasangan Muhammad Toha - Wahyudi

159

Page 178: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengatakan bahwa dirinya dan sang suami memang menganjurkan seluruh

anggota keluarga untuk memilih pasangan nomor urut satu tersebut. Sebagai

bagian dari pengaruhnya, ia juga mengkomunikasi-kan pertimbangan politik

mengenai alasan mengapa Toha - Wahyudi layak dipilih, apa program kerja

yang diusung, dan apa terobosannya untuk Sukoharjo. Walaupun demikian,

komunikasi politiknya memang hanya sebatas anjuran. Setelah memberikan

informasi lengkap perihal kandidat serta memberikan pandangannya, ia

menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada anggota keluarga yang lain.

Demikian penuturan RAH lebih lengkapnya :

“Ya kalau kita satu rumah itu kita sudah masing-masing ya, yang penting aku ini, ya kamu apa monggo, gitu. Nek di sini saya nggak harus, kamu harus gini, misalnya sama Manja (Noviana Manja Ratna--putri Rah) ya, atau sama siapa saja ya monggo, itu hak mereka. Cuman seandainya menurut pandangan saya itu yang baik ini, kan gitu, ya tetep kasih pengaruh to mbak, namanya kita punya, punya pilihan kan mestinya kan kita punya pendapat ya, bahwa ini pilihan saya itu visinya seperti ini, misinya seperti ini. Tapi ya kebetulan kalau di rumah ini semua setuju (memilih Ha-Di), nggak ada apa, itu lho sampai kontroversi, debat masalah itu, gitu nggak ada. Ya udahlah, apa yang disarankan kepala keluarga, ya udah, gitu.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Besarnya pengaruh komunikasi antar persona sampai tingkat tertentu

sejalan dengan pendapat Dan Nimmo yang menekankan bahwa semakin

personal suatu media, semakin efektif pula dalam mengubah opini, baik

karena orang percaya kepada informan personal, ingin sesuai dengan opini

rekan dekat dan anggota kelompok yang menjadi anggota favorit, atau semata-

mata lebih nyaman memperhatikan media informal daripada media formal

(Nimmo, 2000 : 147). Senada dengan Nimmo, Katz (1957 : 63) menyatakan

bahwa pengaruh hubungan antar pribadi dalam kelompok primer, seperti

160

Page 179: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keluarga, efektif dalam memelihara tingkat homogenitas opini dan tindakan

dalam kelompok.

Pengaruh dari komunikasi politik antar persona dengan keluarga tidak

hanya timbul ketika komunikasi tersebut memang sengaja diagendakan untuk

mempengaruhi, seperti halnya yang terjadi pada keluarga WID maupun RAH,

namun pengaruh juga timbul dari pembicaraan spontan yang relatif tanpa

tujuan jelas. Kepercayaan yang tinggi terhadap pilihan orang-orang terdekat

menimbulkan pengaruh yang dapat mengubah perilaku, khususnya pada

pemilih yang belum menentukan pilihannya. Mengenai hal ini, YAH

(Perempuan, 50 tahun, Penjahit) memberikan penjelasannya sebagai berikut :

“Ora diskusi, Mbak, yo mung tekon-tekon tok. Lha arep nyoblos we Sulis tekon, ‘kowe nyoblos opo Bu mengko?’ ‘Aku Bu Titik wi’, lha kowe opo?’ ‘Opo, aku yo bingung, haha… Aku yo bingung og, ah yo wes podho Ibu wae neknu’. ‘Terserah, kuwi kowe, hakmu dhewe, dadi sak senengmu meh milih opo, aku yo ngono.’” [Tidak diskusi, Mbak, ya cuma tanya-tanya saja. Lha mau mencoblos saja Sulis (putra Yah) tanya, ‘Kamu nyoblos apa Bu nanti?’, ‘Aku Bu Titik, lha kamu apa?’, ‘Apa, aku juga bingung, haha... Aku juga bingung, ya sudah sama seperti Ibu saja kalau begitu’, ‘Terserah, itu kamu, hakmu sendiri, jadi terserah kamu mau milih apa, aku juga begitu’.] (Wawancara, 27 Juni 2010)

Apabila dalam keluarga pemilih partisan komunikasi politik antar

persona memiliki tujuan khusus yaitu untuk menciptakan keterpengaruhan,

tidak demikian halnya dengan yang terjadi dalam keluarga pemilih rasional.

Karena tidak memiliki kepentingan apapun, perbincangan dalam keluarga

tidak bertujuan untuk mengarahkan anggota keluarga kepada satu calon

tertentu. Perbincangan yang berlangsung sekedar bermaksud ingin mengetahui

pilihan anggota keluarga yang lain serta alasan memilihnya, tanpa disertai

161

Page 180: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

muatan persuasif, sebagaimana yang terjadi dalam keluarga GUN (laki-laki,

50 tahun, Perangkat Desa). Berikut keterangan informan:

“Masing-masing kan sudah punya pendirian sendiri-sendiri. Anak saya ya gitu. Tapi kalau cuma sekedar tanya-tanya ya ada. Tanya-tanya, rasan-rasan [membicarakan]. Tapi soal memilih semuanya sudah punya pilihan sendiri-sendiri. Aku ngono sing programe apik kok, ngoten [Kalau aku yang programnya bagus, begitu]. Kalau anak kan bisa milih sendiri, wong [orang] sudah besar, sudah mahasiswa masak diarahkan.” (Wawancara, 14 Juli 2010)

Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dengan karakteristik

transisinya memiliki heterogenitas baik dalam hal nilai, kepercayaan,

pendidikan, status sosial, dan pekerjaan sebagai ciri khasnya, sehingga

komunikasi politik antar persona khususnya dalam lingkup keluarga

menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.

Komunikasi politik antar persona mempengaruhi perilaku memilih sebuah

keluarga di mana salah satu anggotanya merupakan pemilih partisan.

Sedangkan pada keluarga pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan berbeda-

beda, ada yang pengaruhnya sampai pada level mengubah perilaku seperti

halnya yang terjadi pada keluarga YAH, ada pula yang tidak membawa

pengaruh sama sekali, sebagaimana dialami keluarga GUN.

e. Tetangga

Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berinteraksi dan

berkomunikasi dengan manusia lain di sekitarnya, termasuk dengan tetangga

yang notabene merupakan orang-orang yang memiliki kedekatan dari segi

geografis tempat tinggal. Data penelitian menunjukkan bahwa komunikasi

antar persona dengan para tetangga masih sering dilakukan oleh masyarakat

162

Page 181: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Walaupun intensitasnya tidak

sesering masyarakat pedesaan, namun tidak jarang pula sebagaimana yang

terjadi pada masyarakat perkotaan. Biasanya, proses komunikasi terjadi pada

saat berlangsung kegiatan sosial kemasyarakatan yang melibatkan partisipasi

warga, seperti siskamling, kerja bakti, pengajian, ataupun ketika acara-acara

santai seperti berkumpul di rumah salah seorang warga hanya untuk sekedar

ngobrol bersama.

Komunikasi antar persona dengan para tetangga terjadi dalam bentuk

komunikasi diadik (diadyc communication) maupun komunikasi kelompok

kecil (small group communication). Informasi seputar penyelenggaraan

Pemilukada Sukoharjo 2010 termasuk cabup-cawabup yang berkompetisi

tidak terlepas menjadi salah satu substansi komunikasi antar persona ini.

Tidak jarang pula, pertukaran informasi dalam komunikasi tersebut mampu

memberikan pengaruh terhadap perilaku memilih seseorang, terutama kepada

pemilih yang sekedar ikut memberikan suara dalam pemilihan sebagai wujud

partisipasi politik. Tipe pemilih ini tidak memerlukan pertimbangan yang

matang dalam menentukan keputusan memilihnya, tidak mengetahui program

kerja kandidat, serta tidak bersikap aktif mencari informasi. Karena itulah,

perilaku memilih kelompok ini lebih banyak dipengaruhi oleh informasi yang

didapat dari komunikasi politik antar persona, terutama dengan sesama warga

kelompok di mana mereka berada, termasuk tetangga.

Seorang pemilih asal Dukuh Ngabeyan Desa Ngabeyan, CAN (Laki-

laki, 54 tahun, Pedagang) mengatakan preferensinya terhadap kandidat Titik

Suprapti - Sutarto juga banyak dipengaruhi oleh komunikasi politik antar

163

Page 182: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

persona dengan tetangganya. Pria keturunan Tionghoa ini mendapat informasi

dari tetangganya pada kesempatan ketika dirinya berkumpul dengan mereka,

misalnya saat acara kerja bakti atau rapat warga. Demikian penuturan CAN :

“Pas kumpul-kumpul warga itu kan sok omong. Pas ronda, rapat warga, pas kerja bakti, atau pas ketemu apa-apa kan sok omong. Piye-piye milih opo? Nek aku milih nomer dua gitu, yowes cuma gitu ya, jadi nggak pernah ada sosialisasi atau apalah.” [Waktu kumpul-kumpul dengan warga itu kan kadang bicara. Waktu ronda, rapat warga, kerja bakti, atau waktu ketemu kan kadang bicara. Bagaimana-bagaimana, milih apa? Kalau aku milih nomer dua. Ya sudah cuma begitu ya, jadi tidak pernah ada sosialisasi atau apapun.] (Wawancara, 14 Juli 2010)

Sejalan dengan apa yang disampaikan CAN, informan lain, YAH

(Perempuan, 50 tahun, Penjahit) mengatakan obrolan antartetangga

merupakan hal yang biasa dilakukannya sehari-hari, begitu pula ketika

pemilukada tengah berlangsung. Komunikasi antar persona ia jadikan ajang

untuk bertukar pendapat dengan tetangganya perihal calon pilihan masing-

masing. Berikut penjelasan informan :

“Yo enek tonggo, ngandhani tentang Bu Titik. ‘Kowe milih opo, Yah? Aku kok koyone mathuk Bu Titik, mengko nek dadi iki yo berlanjut koyo sing kakung’, ngono.” [Ya ada tetangga, memberitahu tentang Bu Titik. ‘Kamu milih apa Yah? Aku sepertinya setuju Bu Titik, nanti kalau jadi ini ya berlanjut seperti suaminya’, begitu.] (Wawancara, 27 Juni 2010)

Komunikasi politik antar persona dengan tetangga membawa pengaruh

yang berbeda bagi CAN maupun YAH. Bagi CAN, informasi yang diperoleh

berhasil mengubah perilakunya, sedangkan bagi Yah informasi tersebut hanya

berpenagruh memperkuat perilakunya, karena ia adalah tipikal pemilih

rasional yang sebelumnya telah memiliki preferensi terhadap kandidat calon

yang sama.

164

Page 183: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Walaupun demikian, pandangan yang disampaikan mereka berdua

memberikan kesan adanya pengaruh pribadi dalam komunikasi antar persona

yang dilakukan dengan para tetangga. Kuatnya pengaruh ini dibuktikan oleh

penelitian Paul Lazarfeld mengenai pemilih di Erie Country, Ohio pada tahun

1940 dan Elmira, New York tahun 1948. Temuan penelitian Lazarfeld

menyatakan bahwa media massa memainkan peranan lemah dalam pembuatan

keputusan memilih dibandingkan dengan pengaruh antar pribadi. Penelitian

ini juga memperlihatkan kecenderungan kuat bagi orang untuk memberikan

suara sama dengan para anggota kelompok primer. Barelson, Lazarfeld, dan

McPhee (1954) menyebut konsistensi kuat ini sebagai ‘homogenitas politik

kelompok primer’ (Severin dan Tankard dalam Wijaya, 2009 : 156).

Derajat homogenitas tergolong tinggi pada sistem tradisional seperti di

daerah pedesaan, sedangkan norma-norma desa yang lebih modern

mendorong homogenitas ini berubah perlahan menjadi lebih hetero. Ciri ini

dimiliki oleh Desa Ngabeyan yang memiliki masyarakat dengan karakterstik

transisi. Komunikasi politik antar persona bisa jadi sangat berpengaruh

terhadap satu individu, tapi tidak sama sekali bagi individu lainnya. Apa yang

dikatakan salah satu informan penelitian, HAR (Laki-laki, 48 tahun,

Karyawan Swasta) sepertinya cukup merepresentasikan fakta tersebut. Ia

menjelaskan pandangannya sebagai berikut :

“Ya ada obrolan dengan tetangga, kadang pas siskamling, terus pas lagi kumpul dengan tetangga, cuma ya itu sebatas masukan sebagai bahan referensi, untuk pilihan saya sudah mempunyai gambaran tetap. Saya kalau dengan tetangga itu cuma sebatas diskusi kok Mbak. Kalau pengaruh yo tidak, masalahnya saya tidak mempunyai kepentingan apapun, jadi ndak ada pengaruhnya sama sekali. Yang jelas saya sudah

165

Page 184: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ada penilaian sendiri, dan itu jatuh pada Bu Titik.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Sama dengan YAH, HAR merupakan pemilih rasional yang

menggunakan penilaian retrospektif sebagai dasar pertimbangan memilihnya.

Oleh sebab itu, pesan komunikasi politik antar persona tidak berhasil

mempengaruhi perilakunya, sekalipun hal itu dilakukan oleh orang-orang

yang termasuk lingkaran dekatnya seperti para tetangga.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilih sekedar

memilih adalah orang yang paling kuat mendapat pengaruh dari komunikasi

politik antar persona yang berlangsung dengan para tetangga. Sedangkan pada

pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan cenderung lebih lemah, bahkan

tidak berpengaruh sama sekali.

f. Teman

Di samping keluarga, lingkungan yang terdiri dari teman-teman dekat

merupakan saluran utama komunikasi antar persona yang membantu

seseorang belajar politik (Nimmo, 2000 : 110). Teman-teman dekat atau yang

biasa disebut pula dengan teman sebaya ini biasanya mempunyai status sosial,

tingkat kemakmuran, dan kegiatan yang relatif sama. Oleh karena itu, melalui

komunikasi politik antar persona, mereka mampu memberikan pengaruh

terhadap pandangan politik seseorang, sebuah fondasi yang pada akhirnya

membentuk perilaku politik orang tersebut.

Kelompok sebaya mampu mempengaruhi pandangan politik dengan

cara memberikan bimbingan melalui keanggotaan dalam asosiasi sukarela,

perhimpunan kewarganegaraan, atau dengan rekan kerja di perusahaan, serikat

166

Page 185: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

buruh, atau tempat kerja yang lain. Karena orang biasanya masuk dalam

pandangan sendiri, maka kemungkinan asosiasi seperti ini mengubah opini

publik menjadi berkurang. Meskipun tidak selalu demikian, kecenderungan

yang umum ialah bahwa orang menyesuaikan kepercayaan, nilai, pengharapan

politiknya dengan teman sebaya untuk memelihara persahabatan yang

ditunjukkan dengan menjadi teman sebaya (Nimmo, 2000 : 113).

Teori di atas menjadi acuan peneliti dalam membahas pengaruh

komunikasi politik antar persona dengan teman dalam membentuk perilaku

memilih. Seperti diungkapkan oleh informan penelitian dari Dukuh

Brontowiryan, MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang), perilaku memilihnya

merupakan buah dari komunikasi antar persona yang ia lakukan dengan

teman-temannya. Dengan kata lain, komunikasi tersebut mampu memberikan

pengaruh terhadap perilakunya. Informan ini memberikan pernyataan

lengkapnya sebagai berikut :

“Pokok’e aku wi dodol tahu dijipuk karo tukang daging, podho nang gerejane, ‘Mbah, sesuk ampun lali’, dikei layang, ‘Mbak kulo niku layang mboten saget moco’, ‘Nggih mpun pokok’e nomer telu nggih mbah, ampun lali’, trus tak delok, ‘Mbak, piyayi niki jane yo anu tapi kok ireng mbededeng, lemu’. Tenan tak coblos, trus ndang wes nyoblos, ‘Mbah, njenengan ayu tenan lho mbah, dikon ngene ya ngene’. Woo dielus-elus piyayi-piyayi no Nduk, jarene aku piyayi sepuh, nanging nek dikandhani ki yo nggatekke. Ngono lho Nduk. Mbok aku ditekoni sopo ngono, sing tak coblos yo sing ireng mbededeng lemu.” [Pokoknya aku itu jual tahu diambil sama tukang daging, sama ke gerejanya, ‘Mbah, besok jangan lupa’, diberi surat, ‘Mbak aku itu kalau surat tidak bisa membaca’, ‘Ya sudah pokoknya nomor 3 ya Mbah, jangan lupa’, terus aku lihat, ‘Mbak orang ini (Wardoyo - Haryanto) kok hitam, gagah, gemuk’. Beneran saya coblos, terus begitu sudah mencoblos, ‘Mbah, kamu cantik benar lho Mbah, disuruh begini ya begini’. Wah, disanjung-sanjung orang aku Nduk (Gendhuk--panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa), katanya aku itu orang tua, tapi kalau diberitahu ya memperhatikan. Begitu lho

167

Page 186: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nduk. Aku ditanya siapa-siapa gitu, yang aku coblos ya itu, hitam gagah gemuk.] (Wawancara, 27 Juni 2010)

MAN yang termasuk kategori pemilih sekedar memilih ini mengaku

dirinya juga mendapatkan pesan yang sama dari beberapa temannya yang lain,

baik itu rekan jualannya di pasar maupun temannya di gereja. Semua

komunikasi berlangsung dalam bentuk komunikasi diadik, di mana informan

bertatap muka secara langsung hanya dengan komunikator. Adanya pesan

yang sama dari beberapa sumber yang berbeda memantapkan hati Arjo untuk

memilih pasangan nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto, meskipun ia

tidak mengerti betul siapa sosok yang ia pilih dan apa pula program kerja yang

diusung mereka (tidak rasional).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik

antar persona dengan teman efektif mempengaruhi perilaku memilih

masyarakat transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010,

khususnya bagi pemilih yang tidak memiliki referensi cukup mengenai

kandidat yang berkompetisi sehingga mereka berperilaku sekedar memilih.

2. Pengaruh dari Kampanye Pemilukada

Dalam konteks pemilukada, kampanye adalah periode yang diberikan

oleh panitia pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik atau

perorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi

opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara

kepada mereka sewaktu pencoblosan (Lilleker dan Negrine, 2000). Kampanye

dapat dilihat sebagai suatu aktivitas pengumpulan massa, parade, orasi politik,

pemasangan atribut partai (misalnya umbul-umbul, baliho, poster) dan

168

Page 187: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengiklanan partai. Kampanye jenis ini akan diakhiri dengan pemungutan

suara untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan dukungan terbanyak

untuk disahkan sebagai pemenang pemilu (Firmanzah, 2007 : 268).

Untuk kebutuhan penelitian ini, peneliti membatasi pembahasan

kampanye pemilukada hanya mengenai aktivitas penggalangan massa melalui

saluran komunikasi publik, sedangkan kampanye atau komunikasi politik

melalui iklan media luar ruang dan media massa akan dibahas dalam bagian

terpisah. Adapun saluran komunikasi publik yang biasa digunakan sebagai

media kampanye dalam pemilukada antara lain kampanye terbuka di alun-

alun, rapat terbuka, pertemuan terbatas, panggung terbuka di pasar swalayan,

pagelaran musik di kampung, turnamen olahraga, pasar murah, termasuk

iring-iringan atau pawai kendaraan bermotor.

Periode kampanye Pemilukada Sukoharjo yang dijadwalkan selama 12

hari terhitung dari tanggal 17 s/d 30 Mei merupakan ajang bagi ketiga

kandidat cabup-cawabup untuk saling mengeluarkan manuver politiknya demi

dukungan segenap rakyat Sukoharjo, tidak terkecuali masyarakat Desa

Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Berdasarkan observasi peneliti, saluran

komunikasi publik yang dimanfaatkan sebagai media kampanye kandidat di

Desa Ngabeyan yakni pertemuan terbatas oleh pasangan calon Titik Suprapti -

Sutarto dan Wardoyo Wijaya - Haryanto, kampanye terbuka yang diawali

dengan kegiatan sepeda santai oleh Muhammad Toha - Wahyudi, serta

pertunjukan musik dangdut yang disertai iring-iringan kendaraan bermotor

oleh Wardoyo Wijaya - Haryanto.

169

Page 188: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kegiatan kampanye ini mendapat tanggapan berbeda-beda dari

masyarakat Desa Ngabeyan selaku publik sasaran. Akan tetapi, dari

kesemuanya dapat ditarik satu benang merah bahwa pada umumnya,

masyarakat menyadari tujuan dari dilaksanakannya kampanye itu sendiri

adalah penggalangan massa sehingga apa yang diutarakan kandidat maupun

juru kampanye cenderung hal-hal yang positif saja. Sementara di sisi lain,

masyarakat juga masih sangsi apakah janji-janji kampanye tersebut benar-

benar terealisasi bila sang kandidat terpilih.

Salah satu informan penelitian yang beralamat di Dukuh Indronatan,

LIM (Laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS) mengemukakan pandangannya

terkait aktivitas kampanye pemilukada yang berlangsung di desanya sebagai

berikut :

“Nggih sae, Mbak. Kampanye tujuane kan ngge penggalangan massa, cari massa sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan program-program kerjanya. Nggih to? Dadi aku nduwe program ngene, tak tawarke ben do seneng karo aku. Lha sak niki Wardoyo sing wis kepilih programe netes po ra. Nek kados lapangan kerja luas, niku mungkin saget ditampung. Ning nek 200 juta per desa niku, lha kiro-kiro yo wes mbuh. Nek kampanye tujuane nggih baik, Mbak, ngetokke program-programe. Aku gen oleh massa okeh i piye, nek perlu yo nyoh tak kei duit, kan ngoten niku. Nggih ngerti kulo nggih pun ngoten niku.”[Ya (kampanye) bagus, Mbak. Kampanye tujuannya kan untuk penggalangan massa, mencari massa sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan program kerjanya. Iya kan? Jadi saya punya program begini, saya tawarkan biar pada suka sama saya. Lha sekarang Wardoyo yang sudah terpilih programnya bisa terlaksana apa tidak. Kalau seperti lapangan kerja luas, itu mungkin bisa ditampung. Tapi kalau 200 juta per desa itu, lha kira-kira ya sudah tidak tahu. Tapi kampanye tujuannya ya baik, Mbak, mengeluarkan program-programnya. Saya biar dapat massa banyak itu gimana, kalau perlu ini saya kasih uang, kan begitu itu. Ya tahu saya ya sudah cuma begitu] (Wawancara, 12 Juni 2010)

170

Page 189: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Informan lain, TAN (Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir) menilai bahwa

kampanye yang marak dilakukan sebelum pemilukada tak ubahnya sebagai

suatu bentuk hura-hura politik, khususnya kampanye dengan arak-arakan atau

sepeda motor di jalan raya. Selain membahayakan, ia menilai bentuk

kampanye seperti itu sudah bukan jamannya lagi dilakukan pada saat pemilih

sudah lebih pintar dalam merumuskan keputusan memilihnya seperti sekarang

ini. TAN memberikan penjelasan lengkapnya sebagai berikut :

“Kalau menurut pendapat saya kampanye itu bukan mendidik suatu politik. Itu adalah termasuk hura-hura dari pihak yang mau mimpin. Dengan begitu kan dia menghambur-hamburkan uang.Kalau itu tertib, bagus, kui [itu] ndak masalah. Tapi kenyataannya di jalan malah menakutkan orang. Di jalan dar der dar der sepeda motor bagaimana dilihat kebisingannya, tapi pimpinan (calon bupati) itu ndak mau tau, yang penting aku punya massa, itu tok. Padahal massa itu belum tentu memilih dia. Jadi untuk pimpinan kalau mau kampanye itu ndak seperti itu, sebenarnya bisa ditempuh dengan cara lain, dengan pendekatan secara personal begitu mungkin. Kalau seperti yang ada sekarang itu saya kira ndak ada pengaruhnya bagi pemilih, sekarang pemilih udah pinter-pinter kok. Udah tau, oo… itu orangnya gimana, ini orangnya gimana, itu udah tau.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Sejalan dengan TAN, informan yang juga tim sukses Titik - Tarto,

WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta) mengungkapkan bahwa dirinya

tidak menaruh respek sama sekali terhadap jalannya kampanye. Menurutnya,

kampanye dapat memicu timbulnya hal-hal negatif semisal cek-cok dan

perkelahian. Berikut Warmengutarakan pendapatnya :

“Kulo mboten seneng blas Mbak. Alesane tepat yo, mesti kan ngeten Mbak, nek nganti dumpyuk kan hal yang tidak diinginkan kan bisa terjadi, perkelahian, nggih to, terus perang mulut itu kan udah biasa. Kulo mboten seneng Mbak nek kampanye.” [Saya tidak suka (kampanye) sama sekali Mbak. Alasan tepat ya, pasti kan begini Mbak, kalau sampai konflik kan hal yang tidak diinginkan kan bisa terjadi, perkelahian, iya kan, terus perang mulut itu kan sudah biasa. Saya tidak suka Mbak kalau kampanye.] (Wawancara, 15 Juni 2010)

171

Page 190: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berbicara mengenai pengaruh kampanye pemilu terhadap perilaku

memilih (voting behavior), penelitian yang ada selama ini tidak berhasil

menghasilkan suatu kesepakatan. Penelitian yang dilakukan Huckfeldt dkk

(2000) menunjukkan bahwa kampanye pemilu meningkatkan keterjangkauan,

kepastian, dan akurasi pesan politik yang disampaikan kontestan kepada

pemilih. sementara studi-studi yang lain menunjukkan hasil yang berbeda.

Kampanye pemilu hanya diungkapkan berdampak kecil, kalau tidak mau

dibilang tidak berdampak, terhadap perilaku memilih. Gelman dan King

(1993) serta Bartels (1993) menunjukkan bahwa preferensi pemilih terhadap

kontestan telah ada jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilu dimulai.

Sehingga siapa yang akan memenangkan pemilu dapat ditentukan sebelum

pemilu dilaksanakan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemilih mengevaluasi

layak atau tidaknya suatu kandidat tidak hanya sebatas pada kampanye

pemilu, melainkan berdasarkan atas reputasi masa lalu (Firmanzah, 2007 :

269).

Temuan penelitian ini cenderung mengarah pada teori yang terakhir

disebutkan, di mana berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada seluruh

informan, peneliti menemukan bahwa kampanye Pemilukada Sukoharjo,

khususnya yang menggunakan saluran komunikasi publik, nyaris tidak

membawa pengaruh apapun terhadap perilaku memilih masyarakat transisi

Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Kalaupun ada pengaruh, hal itu hanya

sebatas memperkuat atau memperkokoh perilaku yang ada dan bukan

mengubah perilaku tersebut. Fakta ini tentu tidak terlepas dari bagaimana

172

Page 191: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

masyarakat mempersepsikan kegiatan kampanye pemilu itu sendiri, seperti

yang sudah dijelaskan di atas.

Pernyataan informan yang juga seorang Ketua RT, HAR (Laki-laki, 48

tahun, Karyawan Swasta) merepresentasikan temuan ini. Sadar akan tujuan

dari dilaksanakannya kampanye itu sendiri, informan tidak serta-merta

terpengaruh untuk memilih kandidat yang dikampanyekan. Terlebih, dirinya

adalah pemilih rasional yang memberikan penilaian positif terhadap kinerja

pemerintahan masa lalu, sehingga janji-janji kampanye yang belum tentu

terealisasi itu tidak sedikitpun mengubah opini maupun perilakunya. Terkait

hal ini, berikut penuturan informan :

“Kalau saya tidak pengaruh apa-apa kampanye itu. Karena ya sudah saya katakan tadi, kampanye itu biasane cuma ajak-ajak untuk memilih, istilahnya menggiring massa agar memilih calon tertentu. Lha biasanya yang diutarakan itu yang baik-baik, program ini ini ini, biasanya ya tidak cuma calon bupati tok ya, wakil rakyat juga begitu, masa kampanye yang dikemukakan ya yang baik-baik, gini gini gini, tapi kalau jadi yaa… biasanya lupa, ndak ada, istilahnya ya ndak ada yang ditepati, cuma janji-janji kosong.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Pendapat senada dikemukakan oleh YAN (Laki-laki, 23 tahun,

Mahasiswa). Walaupun secara objektif mengaku salut terhadap cara

berkampanye Muhammad Toha - Wahyudi yang terkesan lebih tertib dengan

bersepeda santai, informan ini mengaku tidak juga terpengaruh oleh kampanye

tersebut. Memang benar pasangan calon nomor urut satu itu adalah pilihannya

dalam pemilukada, akan tetapi preferensinya sudah terbentuk jauh-jauh hari

sebelum dilaksanakan kampanye karena ia adalah tipe pemilih rasional yang

menyimak track record kandidat dari media massa. Sehingga dapat dikatakan

bahwa kampanye yang dilakukan Ha-Di tidak membawa pengaruh apapun

173

Page 192: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bagi perilakunya, terlebih ia hanya mengetahui sepintas acara itu, tidak

mengikuti penuh jalannya acara. Demikian YAN mengutarakan

pandangannya:

“Wingi aku reti sing terakhir bupati sing nomer siji kae. Kuwi kan ndek wingi sepeda santai neng lapangan. Yo nek ngaranku, kan koyo sepeda santai kan semua kalangan, mungkin efektif. Lebih efektif daripada konser dangdut. Nek konser-konser kan paling gur dewasa karo wong tuo kan, cah cilik kan ra enek. Tur nggak mengganggu lingkungan, ra koyo arak-arakan pake sepeda motor, bising. Tapi kalau pengaruh nggak sih, kan aku sebelumnya wes pengen milih kuwi. Salut aja sama cara berkampanyenya, nggak pake motor, nggak brutal, lebih tertib.”[Kemarin aku tahu yang terakhir bupati yang nomor satu itu. Itu kan kemarin sepeda santai di lapangan. Ya kalau menurutku, kan seperti sepeda santai kan semua kalangan, mungkin efektif. Lebih efektif daripada konser dangdut. Kalau konser-konser kan paling cuma dewasa sama orang tua kan, anak kecil kan tidak ada. Lagian tidak mengganggu lingkungan, tidak seperti arak-arakan pakai sepeda motor, bising. Tapi kalau pengaruh ya tidak, kan aku sebelumnya sudah ingin milih itu. Salut saja sama cara berkampanyenya, tidak pakai motor, tidak brutal, lebih tertib.] (Wawancara, 12 Juni 2010)

Sementara itu, informan yang berasal dari Dukuh Blateran, AYU

(Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga) mengatakan dirinya sedikit

terpengaruh oleh kampanye pasangan Titik Suprapti - Sutarto yang dilakukan

melalui saluran pertemuan terbatas di salah satu rumah warga. Akan tetapi,

pengaruh tersebut hanya memperkokoh atau memperkuat perilaku menilihnya

terhadap pasangan nomor urut dua tersebut karena seperti pemilih rasional lain

yang melalukan penilaian retrospektif, pengaruh citra positif pemerintahan

incumbent lebih kuat dalam membentuk perilakunya. AYU menyatakan

pendapatnya seperti berikut :

“Kampanyene yo pas ngandhani programe Bu Titik. Pokoe programe nglanjutke suamine lah. Nek masyarakat kan ngertine sing wes terbukti to Mbak, sing liyane kan yo rung ngerti. Kampanye ya mung neng Brontowiryan, nggone Pak TRI, ya mung pengarahan ngono,

174

Page 193: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

diomongilah program-programe ngene-ngene tok. Tertarik iya, lha udah sreg itu og.”[Kampanyenya ya waktu memberitahu programnya Bu Titik. Pokoknya programnya melanjutkan suaminya. Kalau masyarakat kan tahunya yang sudah terbukti kan Mbak, yang lainnya kan ya belum tahu. Kampanye ya cuma di Brontowiryan, di rumahnya Pak Trimo, ya cuma pengarahan begitu, diberitahu programnya begini-begini. Tertarik (pengen mencoblos) iya, lha sudah cocok itu.] (Wawancara, 11 Juni 2010)

Kecilnya pengaruh kampanye dalam membentuk perilaku memilih ini

diakui oleh informan yang juga menjadi tim sukses Muhammad Toha -

Wahyudi, RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha). Menurutnya, kampanye

pemilu dengan menggunakan saluran komunikasi publik memang efektif

untuk mengumpulkan massa, tetapi tidak untuk menciptakan keterpengaruhan,

apalagi hingga taraf perilaku. Karena kadangkala yang terjadi pemilih

berpartisipasi menghadiri kampanye publik semata-mata hanya karena tergiur

iming-iming tertentu. Uang, sembako, hadiah dan bingkisan-bingkisan lain

misalnya, sudah bukan rahasia umum lagi hal itu menjadi magnet tersendiri

yang mampu menarik kehadiran massa dalam setiap kampanye publik yang

dilakukan kandidat calon. Inilah yang menjadikan kampanye publik tidak

begitu efektif dalam mengubah perilaku. Kembali, informan ini

mengemukakan pendapatnya :

“Kalau menurut saya itu ya gimana ya Mbak ya, dibilang ya (kampanye) kayak bohong-bohongan ajalah, misalnya di sana semua kaos minta semua ya, padahal yang minta itu belum tentu nyoblos dia, gitu. Sekarang itu sulit Mbak untuk memprediksi bahwa itu bener-bener ke pihak kita itu sulit. Kadang udah nerima kaos, udah nerima uang, ee… mbalik. Karena apa? Dia udah punya pilihan itu. Jadi (kampanye) itu kurang efektif.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

kampanye pemilukada oleh kandidat cabup-cawabup Sukoharjo, khususnya

175

Page 194: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan menggunakan saluran komunikasi publik, nyaris tidak memberikan

pengaruh apapun terhadap perilaku memilih masyarakat transisi Desa

Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Sesuai dengan teori Gelman dan King (1993)

serta Bartels (1993), preferensi masyarakat Desa Ngabeyan telah terbentuk

sebelum kampanye pemilukada dimulai. Pada pemilih rasional, kampanye

publik sebatas berpengaruh dalam memperkokoh atau memperkuat perilaku

memilih, tidak mengubahnya, itupun dengan catatan kandidat yang

berkampanye sama dengan kandidat yang sebelumnya telah menjadi

preferensi pemilih. Pada situasi dan kondisi yang sebaliknya, kampanye

publik tidak memberikan pengaruh apapun dalam perilaku memilih.

3. Pengaruh dari Iklan Media Luar Ruang

Keberadaan iklan media luar ruang (outdoor media) sebagai salah satu

saluran komunikasi politik seolah menjadi fenomena tak terpisahkan dalam

setiap penyelenggaraan pemilihan umum (termasuk pemilukada) di Indonesia,

terlebih pascadilaksanakannya sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat.

Iklan media luar ruang menjadi atribut kampanye yang selalu digunakan oleh

hampir semua kandidat calon untuk mengenalkan diri kepada masyarakat yang

telah atau akan menjadi target konstituen mereka, dengan tujuan agar masyarakat

bersedia memilih mereka dalam pemilihan. Adapun bentuk-bentuk media luar

ruang antara lain spanduk, baliho, reklame, electronic board, bendera, umbul-

umbul, balon, dan banner.

Seperti halnya kampanye melalui saluran lain, penggunaan iklan media

luar ruang dalam pemilukada dimaksudkan untuk mempengaruhi pemilih agar

176

Page 195: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menjatuhkan pilihannya kepada kandidat yang beriklan. Pada umumnya,

kajian mengenai pengaruh iklan berkisar pada tingkatan pengaruh kognitif,

yakni pengaruh iklan terhadap pengetahuan pemilih mengenai partai politik

atau kandidat, afektif yaitu pengaruh iklan terhadap persepsi-persepsi serta

penilaian-penilaian pemilih terhadap kandidat, dan perilaku yakni pengaruh

iklan terhadap preferensi atau keputusan memilih (Pawito, 2009 : 193).

Dalam penelitian yang mengkaji pengaruh iklan media luar ruang

terhadap perilaku memilih masyarakat transisi ini, peneliti menemukan fakta

bahwa pengaruh iklan media luar ruang bervariasi antara satu pemilih dengan

pemilih yang lain. Pertama, iklan media luar ruang berpengaruh dalam

membentuk perilaku memilih. Kedua, iklan media luar ruang berpengaruh

memperkokoh atau memperkuat perilaku memilih, sedangkan yang ketiga,

iklan media luar ruang tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku

memilih.

Perilaku memilih informan penelitian dari Dukuh Mangkuyudan, GUN

(Laki-laki, 50 tahun, Perangkat Desa) merepresentasikan variasi pengaruh

yang pertama. Iklan media luar ruang diakuinya sebagai sumber informasi

yang mempengaruhi perilaku memilihnya. Gun yang seorang pemilih rasional

memang menjadikan program kerja kandidat sebagai dasar pertimbangannya

dalam memilih Wardoyo Wijaya - Haryanto. Sementara informasi mengenai

program kerja War-To diperolehnya dari baliho. Setelah melihat, mengamati,

dan mencermati program kerja yang tertulis di dalamnya, informan akhirnya

mengambil keputusan untuk memilih pasangan nomor urut tiga tersebut dalam

pemilukada. Lebih lengkapnya, berikut penjelasan GUN :

177

Page 196: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Ya nggih [iya] no pengaruh. Buktinya ini sudah ada, dengan adanya baliho dulu yang paling besar hanya Pak Wardoyo, di mana-mana kan ada. Lha di situ juga sudah dicantumke, tertulis program kerjanya. Jadi ya mempengaruhi, lha di situ, di baliho, di pamflet-pamflet kan saya bisa lihat program kerjanya. Yang dicantumkan program kerjane kan hanya Pak Wardoyo, yang lain kan ndak ada, hehe...” (Wawancara, 14 Juli 2010)

Berdasarkan observasi peneliti, kandidat calon Wardoyo Wijaya -

Haryanto memang paling agresif berkampanye melalui iklan media luar ruang

seperti baliho, spanduk, pamflet, dan reklame. Selain pemasangan-nya paling

awal dan jumlahnya paling banyak, iklannya pun lebih informatif, yakni

mencantumkan program kerja secara sistematis. Diferensiasi inilah yang

menyebabkan preferensi GUN terhadap pasangan War-To. Temuan ini

menguatkan kesimpulan penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan oleh

Pinkleton (1998 : 24-36). Menurutnya, iklan yang memberikan penonjolan

perbedaan kandidat (comparative political advertising) mempengaruhi

preferensi-preferensi individu terhadap kandidat. Selain itu, iklan komparatif

juga berpengaruh terhadap meningkatnya keterlibatan situasional dalam

pemilihan (Pawito, 2009 : 196).

Selain efektif mempengaruhi perilaku memilih pemilih rasional seperti

Gun, iklan media luar ruang juga efektif mempengaruhi pemilih yang sekedar

memberikan suaranya dalam pemilihan alias pemilih sekedar memilih. Akan

tetapi, adanya pengaruh ini lebih disebabkan karena terbatasnya informasi dari

sumber-sumber yang lain. Hal ini dikemukakan oleh SON (Laki-laki, 48

tahun, Karyawan Swasta). Informan ini berpendapat bahwa pada idealnya

iklan media luar ruang sebenarnya kurang efektif sebagai sarana kampanye

karena gambar saja tidak cukup merepresentasikan kepribadian dan sepak

178

Page 197: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terjang calon serta menjawab pertanyaan di benak pemilih apakah calon

tersebut layak untuk memimpin daerahnya.

Menurutnya, alangkah lebih baik bila cabup-cawabup menunjukkan

prestasinya terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum akhirnya

mencalonkan diri. Dengan demikian, masyarakat mempunyai pengetahuan

dan referensi yang cukup tentang sosok calon bupati sehingga dapat memilih

dengan penuh keyakinan. SON mengutarakan pandangannya seperti berikut :

“Ya sering liat (media luar ruang), kalau pas jalan gitu ngeliat ya. Tapi kalau buat kampanye itu kurang efektif ya. Yang lebih bagus kan sebetulnya kalau mereka terjun langsung, berkarya dulu ya baru nyalon. Sebelum nyalon itu kan mestinya dia cari prestasi dulu lah, apa, cari gebrakan apa gitu. Selama ini kan calon-calonnya cuma gitu-gitu aja ya. Minim prestasi.” (Wawancara, 14 Juli 2010)

Akan tetapi, ketika kondisi ideal itu tidak juga tercipta dan ketika

prestasi yang diharapkan tak kunjung ada, maka calon yang paling familiar,

paling sering di lihat, dan paling sering didengarlah yang menjadi opsi terakhir

informan keturunan Tionghoa ini, terlebih mobilitasnya yang tinggi di Kota

Solo membatasi ruang geraknya untuk mencari informasi dari sumber lain.

Sehingga pada kondisi ini dapat dikatakan, iklan media luar ruang

berpengaruh dalam membentuk perilaku SON memilih pasangan Muhammad

Toha - Wahyudi. Demikian informan memberikan pernyataannya :

“Sedikit banyak terpengaruh (media luar ruang) ya. Paling ndak kan karena saya pernah ngeliat, terus juga pernah denger orang ngomong, orang cerita. Yang waktu itu yang inget ya cuma itu. Mungkin yang kali ini saya ndak begitu memperhatikan kampanye saya malahan, jadi dari baliho-baliho itu ndak seberapa ngamati. Ya waktu hari H pilkadanya itu kan saya ngeliat, oo… ini, saya yang pernah denger, pernah tau ceritanya, jadi pernah denger-denger nama yang paling sering disebut, kok itu. Yang familiarlah. Kalau yang dua belum pernah denger malah, hahaha...” (Wawancara, 14 Juli 2010)

179

Page 198: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pengaruh iklan media luar ruang terhadap perilaku memilih SON

sesuai dengan pendapat Rothschild dan Ray (1974) yang menyatakan bahwa

keputusan memilih di kalangan orang-orang yang memiliki keterlibatan

rendah dalam lingkungan politiknya, cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh

iklan kampanye (Kaid, 2004 : 171).

Variasi pengaruh yang kedua, iklan media luar ruang tidak

berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih, melainkan memperkuat

atau memperkokohnya. Pemilih rasional, pemilih partisan, dan pemilih

sekedar memilih adalah tipe pemilih yang terkena pengaruh seperti ini. HAR

(Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta) salah satunya. Pemilih rasional yang

menjatuhkan pilihan kepada Titik Suprapti - Sutarto ini mengatakan dirinya

mendapatkan informasi bahwa Titik hendak melanjutkan kembali program

kerja Bambang Riyanto dari media luar ruang yakni baliho. Tagline

‘Lanjutkan!’ yang diusung Titik - Tarto dipersepsikan oleh informan bahwa

pasangan ini hendak melanjutkan program kerja pemerintahan incumbent

yang dipegang suami Titik Suprapti. Berikut penuturan informan :

“Saya taunya (Titik hendak melanjutkan program Bambang) dari baliho, lha itu kan ada kata ‘Lanjutkan!’, Lha mungkin sok representasi dari program Pak Bambang, karena calon Bu Titik itu ada kaitannya dengan incumbent, yo Pak Bambang itu.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Pada suatu kampanye iklan produk, dikenal istilah tagline atau slogan

produk, demikian halnya dalam iklan politik. Pawito (2009:244) menyatakan

bahwa dilihat dari karakter pesannya, iklan politik dapat digolongkan menjadi

dua macam, yakni iklan yang lebih mengutamakan penyampaian persoalan-

persoalan serta posisi-posisi partai atau kandidat terhadap persoalan-persoalan

180

Page 199: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bersangkutan (issue oriented) dan iklan yang lebih mengutamakan penampilan

kandidat dengan maksud terutama untuk menumbuhkan citra (image

oriented). Dalam hal ini, tagline ‘Lanjutkan!’ yang diusung Titik - Tarto

termasuk dalam ketegori image oriented, di mana melalui jargon tersebut,

Titik - Tarto dicitrakan sebagai pasangan yang mampu melanjutkan kembali

kesuksesan pemerintahan Sukoharjo sebagaimana dijalankan oleh pemerintah

sebelumnya.

Pengaruh yang sama juga dialami oleh MAN (Perempuan, 65 tahun,

Pedagang). Pemilih sekedar memilih yang mendapat pengaruh utama dari

komunikasi antar persona dengan teman ini mengaku semakin yakin untuk

memilih Wardoyo Wijaya - Haryanto setelah dirinya mengamati iklan

pasangan ini melalui media baliho dan spanduk yang marak di pinggir jalan.

Informan ini mengutarakan pandangannya sebagai berikut :

“Gambar-gambar calone kuwi aku yo ngerti, wong kebak neng dalan-dalan. Yo, neng kae lho, arep gerejo. Gerejoku sing nang Ngabeyan kae lho. Sing okeh i nomer telu, sing nomer liyane enenge gur sithik. Trus nek aku ki arep numpak montor i yo tak awaske neng dalan akeh. Yo ngetke-ngetke wong dike’ke neng dalan-dalan, neng wit-wit ngono kuwi lho nduk, yo tak ngetke. Wah suk bakale sing ireng mbededeng kuwi.”[Gambar-gambar calonnya itu aku ya tahu, orang penuh di jalan-jalan. Ya, di itu lho, mau ke gereja. Gerejaku yang di Ngabeyan itu lho. Yang banyak itu nomor 3, yang nomor lainnya adanya cuma dikit. Terus kalau aku mau naik kendaraan ya aku lihat di jalan-jalan banyak. Ya lihat-lihat, orang dipasang di jalan-jalan, di pohon-pohon itu lho Nduk, ya aku lihat. Wah, besok bakal yang hitam gagah itu (yang jadi)] (Wawancara, 27 Juni 2010)

Apa yang dikatakan MAN sejalan dengan pemikiran WID (Laki-laki,

46 tahun, Perangkat Desa). Informan ini memandang iklan media luar ruang

cukup berperan dalam mensosialisasikan pencalonan kandidat. Ia menyoroti,

181

Page 200: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pada situasi dan kondisi di mana pemilih tidak mendapatkan informasi dari

sumber lain, di situlah iklan media luar ruang memberikan pengaruhnya. Hal

ini juga berlaku untuk kalangan pemilih berusia lanjut, di mana informasi

paling mudah diberikan melalui media gambar. Secara lengkap, demikian

penjelasan WID :

“Niku karepe yo kampanye og, nggih to, golek massa golek jeneng og. Nek niku jane nggih rodo pengaruh. Nggih to. Oo… enek gambare kae, nomer kae, jenenge kae. Oo… kae programe ndhek mben kae, kan gampang to niku, saget niteni. Niku jane nggih pengaruh, masalah baliho utowo kaos-kaos niku to, saget ngerti, oo Pak Wardoyo i gambare koyo ngono kae to, nomere kae. Soale wong tuwo-tuwo mboten mudeng nek mboten enten gambar, mboten enten nomer ngoten lhe. Nggih to, lak an.” [Itu (media luar ruang) maksudnya ya kampanye kok, iya kan, mencari massa mencari nama kok. Kalau itu sebenarnya ya agak pengaruh. Iya kan? Oo... ada gambarnya itu, nomor itu, namanya itu. Oo... itu programnya dulu itu, kan mudah kan itu, bisa diingat. Itu sebenarnya ya pengaruh, masalah baliho atau kaos-kaos itu kan bisa tahu, oo... Pak Wardoyo itu gambarnya kayak begitu itu, nomornya itu. Soalnya orang tua-tua kan tidak paham kalau tidak ada gambar, tidak ada nomor, begitu lho. Iya kan?] (Wawancara, 11 Juli 2010)

Di kalangan masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura,

iklan media luar ruang dapat pula tidak memberikan penagruh apapun

terhadap perilaku memilih. Demikian variasi pengaruh yang ketiga.

Sebagaimana pengaruh kedua seperti yang telah dibahas sebelumnya,

pengaruh ini juga dialami baik oleh pemilih partisan, rasional, maupun

pemilih sekedar memilih.

Seorang pemilih partisan pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto, TAN

(Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir) mengungkapkan dirinya tidak terpengaruh

sama sekali oleh iklan media luar ruang karena ia telah mendapatkan

182

Page 201: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

informasi dari sumber lain, yaitu tokoh masyrakat yang juga pimpinannya

dalam pengajian Majelis TAfsir Al’Quran. Berikut penjelasan TAN :

“Ndak bisa pengaruh, tetep ndak bisa, cuma sebatas informasi saja, oo ini to calonnya ini ini, nanti yang memberi informasi yang mengarahkan kepada calon ini, itu dari pimpinan saya sendiri punya. Itu ndak bisa, saya harus pilih sendiri ndak bisa. Memang saya itu, saya sudah masuk harakah seperti itu, harus mengikuti apa yang dikatakan pimpinan.” (Wawancara, 28 Juni 2010)

Senada dengan TAN, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah

Tangga) berpendapat bahwa iklan media luar ruang hanya efektif untuk

memberikan pengetahuan dan informasi tentang kandidat berikut program-

program kerja kandidat kepada calon pemilih saja, bukan untuk

mempengaruhi. Sebagai pemilih rasional yang menjatuhkan pilihannya

terhadap pasangan Titik Suprapti - Sutarto, perilaku memilih AYU adalah

buah penilaian retrospektifnya terhadap pemerintahan incumbent yang

kemudian memperoleh penguatan dari komunikasi antar persona dengan

kandidat calon. Demikian pernyataan langsung informan :

“Yo efektif mungkin, kan ditulisi janji-janjine, program-programe. Tapi aku ora terpengaruh, lha ya yen terbukti, yen janji-janji tok?” [Ya mungkin efektif, kan dituliskan janji-janjinya, program-programnya. Tapi aku tidak tepengaruh, lha iya kalau terbukti, kalau cuma janji-janji saja?] (Wawancara, 11 Juni 2010)

Dari pembahasan mengenai pengaruh iklan media luar ruang, dapat

ditarik kesimpulan, pertama, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk

perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura

pada situasi dan kondisi di mana masyarakat tersebut tidak memperoleh akses

informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi antar

persona dan media massa. Kedua, pengaruh iklan media luar ruang hanya

183

Page 202: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sebatas memperkuat dan memperkokoh perilaku memilih terjadi pada kondisi

di mana pemilih sebelumnya telah memiliki preferensi awal terhadap kandidat

yang diiklankan tersebut karena pertimbangan faktor lain. Sedangkan

pengaruh yang ketiga, iklan media luar bisa jadi tidak memberikan pengaruh

apapun terhadap perilaku memilih ketika pemilih telah mendapatkan informasi

dari sumber lain yang lebih berpengaruh mengubah perilakunya, misalnya dari

komunikasi antar persona dengan tokoh masyarakat ataupun kandidat calon.

4. Pengaruh dari Media Massa

Hubungan saling pengaruh antara masyarakat dan media massa telah

berlangsung sejak lama. Perkembangan pesat di bidang teknologi komunikasi

yang berhasil mengubah dunia bak sebuah kampung kecil (global village)

semakin menguatkan pengaruh tersebut. Kemunculan, perkembangan, bahkan

kematian suatu media menjadi sangat dipengaruhi oleh perkembangan

ekomomi, politik, budaya, dan berbagai kekuatan yang mengitarinya. Begitu

pula sebaliknya, perkembangan dan kemunduran ekomoni, politik, budaya,

dan sosial suatu komunitas amat bergantung pada informasi yang diakses

melalui media massa.

Pada era globalisasi ini, kapital (modal) bukan lagi dianggap sebagai

satu-satunya sarana menggenggam dunia, melainkan juga arus informasi

dengan media massa sebagai tansformatornya. Kekuatan informasi dianggap

sangan efektif untuk mempengaruhi kognitif (pikiran), afektif (sikap) hingga

behavioral (perilaku) publik dunia sampai tingkat tertentu. Dengan begitu,

khalayak (audiens) secara sadar maupun tidak sadar telah digiring untuk

184

Page 203: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengikuti kepentingan komunikator melalui pesan media massa (Herwindya,

2009 : 47).

Uraian di atas melatarbelakangi digunakannya media massa sebagai

salah satu saluran komunikasi politik. Dalam konteks pemilu, peranan media

massa amat penting untuk menyebarluaskan informasi-informasi berkenaan

dengan pemilu serta menyediakan perspektif dan citra yang jelas dari partai-

partai peserta pemilu kepada masyarakat luas. Terkait hal ini, Severin (1977) ,

Tankard (1981), dan Wright (1986) menyatakan bahwa media massa

merupakan suatu bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media)

dalam menghubungkan komuniktor dengan komunikan secara massal,

bejumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh, sangat heterogen, dan

menimbulkan efek-efek tertentu (Sofiah, 2003 : 16).

Studi tentang pengaruh atau efek media massa terhadap pemilih telah

banyak dilakukan. Teori Peluru (The Bullet Theory) atau Jarum Suntik (The

Hypodermic Needle) misalnya, mengatakan bahwa media massa berpengaruh

langsung atau kuat terhadap khalayak pemilih. Pengaruh ini seperti peluru

yang dapat langsung mengenai sasaran atau seperti jarum suntik yang secara

otomatis dapat menyembuhkan pasien. Adapula Model Efek-efek Terbatas

(Limited Effects Theory) yang menyatakan bahwa pengaruh media massa

bersifat terbatas, artinya, media massa sebatas memberikan pengaruh terhadap

penumbuhan pengetahuan, penguatan sikap, keyakinan, dan predisposisi

khalayak sebelumnya (Pawito, 2009 : 178). Demikian halnya beberapa teori

spesifik yang menjelaskan dampak media massa seperti Teori Kultivasi

(Cultivation Theory), Pendekatan Uses and Gratification, dan Agenda Setting.

185

Page 204: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pengaruh media massa terhadap pemilih beragam dan bersifat tidak

langsung. Pengaruh ini ditentukan sejumlah variabel perantara seperti

persepsi, karakteristik pribadi pemilih, serta nilai-nilai dan norma-norma yang

berlaku di dalam masyarakat terpat pemilih tersebut tinggal. Dalam penelitian

ini, peneliti menemukan fakta yang sama. Media massa cukup berpengaruh

dalam membentuk perilaku pemilih rasional yang relatif terpelajar dan tidak

memiliki tendensi terhadap satu pasangan calon tertentu.

Hal ini tampak dalam perilaku memilih YAN (Laki-laki, 23 tahun,

Mahasiswa). Informan ini mengatakan perilakunya memilih pasangan

Muhammad Toha - Wahyudi banyak dipengaruhi oleh informasi mengenai

track record kandidat yang ia peroleh dari media massa, terlebih ia juga tidak

pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun. YAN

mengemukakan pernyataannya sebagi berikut :

“Iya pengaruh sih. Kayak berita seputar Pak Toha, gimana dia di partai, terus yaa… kayak semacam track recordnya dia gitu. Tapi itu di luar masa kampanye lho. Kalo berita-berita pas kampanye malah aku enggak tahu. Dadi emang menilaine aku soko mbiyen. Ora pas kampanye. Kampanye kan biasalah, wes jelas tujuane opo to, mesti sing diomongke sing apik-apik tok.” [Iya (terpengaruh) sih. Seperti berita seputar Pak Toha, gimana dia di partai, terus yaa... kayak semacam track recordnya dia gitu. Tapi itu di luar masa kampanye lho. Kalau berita-berita pas kampanye malah aku nggak tahu. Jadi memang menilainya aku dari dulu. Bukan pada waktu kampanye. Kampanye kan biasalah, sudah jelas tujuannya apa kan, pasti yang dibicarakan yang baik-baik saja.] (Wawancara, 12 Juni 2010)

Terkait hal ini, Harrop memberikan penegasan bahwa pengaruh media

terhadap pemilih lebih menonjol pada pemilih yang memang tergolong jarang

melakukan perbincangan atau menjalin komunikasi dengan orang lain

mengenai persoalan politik secara luas dan persoalan pemilihan secara lebih

186

Page 205: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

khusus. Hasil temuan peneliti juga memperkuat pandangan mengenai jenis

pengaruh media massa sebagaimana dikemukakan Pawito. Menurutnya,

secara umum media massa memang kurang berpengaruh terhadap

pembentukan sikap-sikap khalayak pemilih terhadap partai dan kandidat serta

terhadap perilaku memilih. Akan tetapi, secara khusus media massa tetap

berpengaruh dalam dua hal, yakni sikap-sikap dan perilaku memilih

khususnya, terutama bagi khalayak pemilih golongan menengah perkotaan

yang relatif terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan partai atau

kandidat manapun.

Selain pemberitaan-pemberitaan mengenai kandidat calon di media

massa, terutama surat kabar, sumber informasi yang mempengaruhi perilaku

memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan adalah acara debat kandidat

Calon Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo 2010-2015. Acara ini dihelat oleh

KPUD Sukoharjo bekerjasama dengan FISIP Universitas Veteran Bangun

Nusantara Sukoharjo (UNIVET BANTARA) pada hari Kamis, 20 Mei 2010

di Gedung Auditorium Kampus UNIVET dan disiarkan secara langsung oleh

TA TV mulai pukul 19.30 WIB.

Seorang informan penelitian yang berasal dari Dukuh Mangkuyudan,

GUN (Laki-laki, 50 tahun, Perangkat Desa) mengaku acara tersebut sedikit

mempengaruhi keputusan memilihnya karena melalui acara itu ia bisa

memperoleh informasi perihal kandidat Wardoyo Wijaya - Haryanto. Akan

tetapi, pengaruh yang dimaksud tidak sampai mengubah perilakunya,

melainkan hanya memberikan penguatan. Hal ini dikarenakan sebelum

187

Page 206: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menyaksikan acara tersebut, informan memang telah memiliki preferensi

terhadap War-To. Berikut penjelasan informan :

“Kalau bagi saya pribadi yang melihat ya ada pengaruhnya, kan di situ dipaparkan visi misi calon-calonnya, jadi ya ada pengaruhnya lah sedikit. Tapi ya itu tertentu tok Mbak, yang melihat kan tidak semua, tapi yen baliho itu kan hampir semua masyarakat mengetahui.” (Wawancara, 14 Juli 2010)

Klapper (1960) memberikan penjelasan mengenai jenis pengaruh yang

ditimbulkan media massa. Menurutnya, media massa dapat memberikan enam

jenis pengaruh terhadap perilaku individu. Pertama, media dapat

menyebabkan perubahan yang diinginkan (konversi). Kedua, media mampu

menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan. Ketiga, media menyebabkan

perubahan kecil. Keempat, media memperlancar perubahan baik sesuai yang

diinginkan ataupun sebaliknya. Kelima, media memperkuat apa yang ada

(tidak ada perubahan). Dan keenam, media berpengaruh dalam mencegah

perubahan (Dennis McQuail, 1996 : 231). Berdasarkan teori ini, bentuk

pengaruh media massa terhadap terhadap perilaku memilih GUN adalah tipe

kelima, yakni media massa memperkuat apa yang ada, yakni preferensi awal

informan terhadap pasangan War-To.

Senada dengan GUN, acara debat kandidat juga memperkuat perilaku

memilih informan lainnya, RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha). Selain

dapat mengetahui visi misi yang ditawarkan kandidat calon, ia juga bisa

menilai kepribadian, karakter dan pembawaan mereka dengan cara mengamati

ekspresi dan bahasa tubuh yang ditampilkan tatkala menjawab pertanyaan dari

panelis. RAH menyatakan pendapatnya seperti berikut ini :

188

Page 207: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Itu (debat kandidat) ya mengikuti, tau seperti apa. Ya seperti itu kan justru media yang terbaik ya, langsung kita menilai, oh orangnya emosinya begini, oo... ini begini, oo... ini begini, kan enak malahan, langsung gitu malah justru lebih enak, dari pada pasang-pasang itu (iklan media luar ruang) kan, lebih pengaruh debat itu.” (Wawancara, 19 Juli 2010)

Pada saat ini, media massa yang dianggap memiliki daya tarik lebih

adalah media televisi. Menurut Gerbner dan Conoly dalam artikelnya yang

berjudul “Television as a New Religion” menyebutkan bahwa televisi

memiliki memiliki karakteristik istimewa sebagai berikut :

a. Televisions consumes more time attention of more people than other media

and lisure activities combined. In the average American home, the

television set is on for six and one-quarter hours a day.

b. Television requires no mobility. Unlike movies or theater, you do not have

to go out to watch televisions. It is there in the home, available at any

time.

c. Television does not required literacy. Unlike print, it provide information

about the world to pporly educated and illiterate. In fact for those who do

not read (by choice or inability), televisions is a major source of

information, much of which comes from what is called entertainment.

Sedangkan McLuhan melalui teori Sense Extention Theory-nya

menyatakan bahwa media massa, termasuk televisi merupakan alat

perpanjangan mata sehingga ia dapat menyebabkan demokrasi kolektif.

Televisi juga merangsang seluruh alat indera, mengubah persepsi dan akhirnya

mempengaruhi perilaku (Sofiah, 2003 : 16).

189

Page 208: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sebagaimana diungkapkan RAH, televisi merupakan media yang

cukup representatif sebagai saluran komunikasi politik. Walaupun secara

tersurat mengaku mendapatkan informasi tidak hanya seputar visi misi namun

juga karakter kandidat calon, debat kandidat yang ditayangkan di televisi tetap

tidak dapat memberikan pengaruh yang mampu mengubah perilaku RAH,

melainkan memperkuat keputusan memilihnya. Hal ini disebabkan karena

dirinya adalah salah seorang tim sukses kandidat Toha - Wahyudi, sehingga

keputusan memilihnya telah terbentuk jauh-jauh hari sebelum berlangsungnya

debat kandidat. Walaupun demikian, RAH menyatakan bahwa seandainya

dirinya bukan seorang tim sukses dan belum mempunyai keputusan memilih,

tentu debat kandidat tersebut akan dapat berpengaruh mengubah perilaku

memilihnya.

Apabila media massa berpengaruh dalam memperkuat perilaku

memilih GUN dan RAH, maka tidak demikian halnya dengan HAR (Laki-

laki, 48 tahun, Karyawan Swasta). Pada diri informan ini, media massa tidak

berpengaruh apapun terhadap perilaku memilihnya. Seperti yang sebelumnya

telah dijelaskan pada sub bab kedua, pemilih yang menjatuhkan pilihannya

pada kandidat Titik Suprapti - Sutarto ini terpengaruh oleh citra positif

pemerintahan sebelumnya, sebagaimana dijelaskan oleh V.O. Key tentang

pemilih rasional yang melakukan penilaian retrospektif dalam menetapkan

pilihannya. Berikut HAR mengutarakan pendapatnya.

“Kalau saya juga tidak begitu pengaruh, soalnya kan saya penilaiannya masalah program, jadi misalnya program bagus dan sudah teruji lha mungkin bisa saya pertimbangkan, iso tak pertimbangke [bisa saya pertimbangkan].” (Wawancara, 28 Juni 2010)

190

Page 209: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa

ada tiga jenis pengaruh yang ditimbulkan media massa terhadap perilaku

memilih masyarakat transisi. Pertama, media massa dapat berpengaruh dalam

membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar dan tidak

memiliki ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu,

mereka cenderung tidak pernah pernah terlibat dalam komunikasi politik antar

persona dengan siapapun, baik tim sukses, keluarga, atau teman. Kedua, pada

pemilih partisan dan juga pemilih rasional, media massa berpengaruh

memperkuat perilaku memilih mereka terhadap kandidat yang sebelumnya

telah menjadi preferensi awal. Pengaruh media massa bersifat memperkuat

pengaruh yang datang dari sumber lain, seperti komunikasi antar persona dan

iklan media luar ruang. Sedangkan pengaruh ketiga, media massa tidak

memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih. Tidak mengubah,

tidak pula memperkuatnya. Hal ini berlaku untuk pemilih rasional yang

melakukan penilaian retrospektif terhadap kandidat calon yang berkaitan

dengan incumbent, sehingga informasi yang berasal dari media massa tidak

sanggup menyaingi pengaruh citra positif sang incumbent.

191

Page 210: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Dari serangkaian analisa data yang diperoleh di lapangan terkait pola

pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat

transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Komunikasi Politik

a. Menjelang diselenggarakannya pemungutan suara Pemilukada Sukoharjo

2010, masyarakat Desa Ngabeyan terlibat dalam komunikasi politik baik

sebagai komunikan maupun komunikator dengan saluran utamanya yakni

komunikasi antar persona, kampanye terbuka, iklan politik melalui iklan

media luar ruang, serta media massa.

b. Dalam komunikasi politik antar persona, sumber informasi yang

berpotensi menciptakan keterpengaruhan yaitu kandidat calon, tim sukses,

tokoh masyarakat, keluarga, tetangga, dan teman.

c. Ada dua jenis komunikasi politik antar persona yang berlangsung di

tengah-tengah masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Pertama,

adalah komunikasi politik yang dilakukan atas dasar adanya kepentingan

khusus untuk menggiring opini orang lain kepada satu calon tertentu.

Sedangkan komunikasi politik antar persona yang kedua adalah

komunikasi politik yang terjadi relatif tanpa tujuan. Berbeda dengan jenis

192

Page 211: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pertama yang memang diagendakan, komunikasi ini mengalir apa adanya,

selayaknya pembicaraan biasa pada umumnya. Isu politik pemilukada

yang menjadi muatannya murni hanya karena kegiatan tersebut memang

tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah

masyarakat.

d. Kampanye publik yang dilakukan oleh kandidat calon di Desa Ngabeyan

Kecamatan Kartasura berupa kegiatan konser musik dangdut, sepeda

santai, dan rapat/pertemuan terbatas.

e. Media luar ruang yang paling banyak digunakan sebagai sarana sosialisasi

dan kampanye kandidat calon adalah baliho dan spanduk.

f. Selain pemberitaan-pemberitaan di media cetak, komunikasi politik

melalui media massa yang melibatkan masyarakat Desa Ngabeyan

Kecamatan Kartasura sebagai komunikan adalah debat kandidat Calon

Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo 2010-2015 yang ditayangkan secara

live oleh TATV Kamis, 20 Mei 2010 mulai pukul 19.30 WIB.

2. Perilaku Memilih

a. Perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan

Kartasura dapat digolongkan menjadi empat kategori, yaitu pemilih

sekedar memilih, pemilih rasional, dan pemilih partisan (64,40 %); serta

pemilih tidak memilih (golongan putih/golput) (35,60 %).

b. Kandidat pilihan mayoritas masyarakat transisi Desa Ngabeyan

Kecamatan Kartasura adalah pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto (42,51

193

Page 212: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

%), di susul oleh Titik Suprapti - Sutarto di posisi kedua (32,17 %), serta

Muhammad Toha - Wahyudi di posisi ketiga (25,32 %).

3. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku

Memilih

a. Dalam konteks penelitian, komunikasi politik merupakan faktor eksternal

yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan,

di samping faktor sosiokultural dan karakteristik pribadi sebagai faktor

internalnya.

b. Di kalangan masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura,

keempat saluran utama komunikasi politik yang ada semuanya

mempengaruhi perilaku memilih, kecuali komunikasi politik dengan

menggunakan saluran kampanye publik. Pengaruh tersebut memiliki

polanya masing-masing dan tidak sama antara individu satu dengan yang

lainnya, sesuai dengan karakteristik masyarakat transisi yang heterogen.

c. Komunikasi politik antar persona dengan kandidat calon sebagai

komunikator berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih pemilih

partisan, yaitu tim sukses kandidat. Sementara pada pemilih rasional,

komunikasi antar persona dengan kandidat calon hanya berpengaruh

dalam memperkuat keputusan memilih, tidak mengubahnya.

d. Dari komunikasi politik antar persona dengan tim sukses, ada dua macam

pengaruh yang ditimbulkan. Pertama, pengaruh tim sukses bersifat

menambah keyakinan pemilih rasional terhadap preferensi awal mereka.

Kedua, tim sukses tidak memberikan perubahan apapun pada perilaku

194

Page 213: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memilih pemilih partisan dan pemilih rasional yang tidak memiliki

preferensi awal terhadap kandidat yang sama seperti yang disarankan oleh

tim sukses.

e. Tokoh masyarakat struktural sebagai komunikator politik di Desa

Ngabeyan menciptakan dua pola pengaruh. Pertama, tidak berpengaruh

sama sekali terhadap perilaku memilih atau tidak memberikan perubahan

apapun pada keputusan memilih pemilih partisan dan rasional. Kedua,

tokoh masyarakat struktural berpengaruh memperkuat keyakinan pemilih

rasional yang memiliki preferensi awal sama dengan apa yang

disarankannya. Sementara itu, tokoh masyarakat kultural dalam hal ini

tokoh agama sanggup memberikan informasi yang mampu membentuk

perilaku pemilih partisan.

f. Komunikasi politik antar persona mempengaruhi perilaku memilih sebuah

keluarga di mana salah satu anggotanya merupakan pemilih partisan.

Sedangkan pada keluarga pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan tidak

membawa perubahan sama sekali karena pada umumnya komunikasi antar

persona yang dilakukan hanya sebatas bertukar pikiran saja, tidak untuk

menggiring opini.

g. Pemilih sekedar memilih adalah pihak yang paling kuat mendapat

pengaruh dari komunikasi antar persona dengan lingkaran terdekat mereka

seperti tetangga dan teman. Pengaruh yang ditimbulkan mampu

merumuskan preferensi dan membentuk perilaku mereka memilih satu

kandidat tertentu.

195

Page 214: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

h. Kampanye publik Pemilukada Sukoharjo 2010 tidak memberikan

pengaruh apapun dalam perilaku memilih masyarakat transisi, baik

membentuk perilaku memilih, ataupun memperkuat keputusan memilih.

Hal ini disebabkan karena rata-rata masyarakat Desa Ngabeyan paham

akan tujuan dari kampanye itu sendiri yakni menggalang massa untuk

mendongkrak perolehan suara kandidat calon sehingga apa yang

disampaikan cenderung yang baik-baik saja. Kehadiran masyarakat dalam

kampanye publik semata-mata hanya ingin memperoleh hiburan serta

hadiah yang ditawarkan oleh sang kandidat.

i. Iklan media luar ruang sebagai saluran komunikasi politik memberikan

tiga macam pola pengaruh terhadap perilaku memilih masyarakat transisi

Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Pertama, iklan media luar ruang

berpengaruh membentuk perilaku pemilih sekedar memilih pada situasi

dan kondisi di mana mereka tidak memperoleh akses informasi terhadap

sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi antar persona. Kedua,

pengaruh iklan media luar ruang sebatas memperkuat dan memperkokoh

preferensi awal pemilih terhadap kandidat yang diiklankan. Sedangkan

pengaruh ketiga, iklan media luar tidak memberikan pengaruh apapun

terhadap perilaku memilih ketika pemilih telah mendapatkan informasi

dari sumber lain yang lebih berpengaruh terhadap perilakunya. Jenis

pengaruh kedua dan ketiga berlaku baik untuk pemilih rasional, partisan,

maupun pemilih sekedar memilih.

j. Sama seperti iklan media luar ruang, pengaruh media massa terhadap

perilaku memilih juga beragam. Pertama, media massa dapat berpengaruh

196

Page 215: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif

terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan partai atau kandidat

manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah terlibat dalam

komunikasi politik antar persona. Kedua, pada pemilih partisan dan

pemilih rasional, media massa berpengaruh memperkuat keyakinan

mereka terhadap kandidat yang sebelumnya telah menjadi preferensi awal.

Sedangkan pengaruh ketiga, media massa tidak memberikan pengaruh

apapun terhadap perilaku memilih. Hal ini berlaku untuk pemilih rasional

yang melakukan penilaian retrospektif.

B. Implikasi

Gambaran mengenai pola pengaruh komunikasi politik dalam

membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan

Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 sebagaimana

telah diuraikan pada bab sebelumnya memberikan implikasi bagi

perkembangan teori-teori dan studi komunikasi, khususnya mengenai

komunikasi antar persona, komunikasi massa (media massa), komunikasi

politik, dan perilaku memilih. Berikut adalah implikasi yang dimaksud :

1. Komunikasi politik antar persona adalah salah satu faktor berpengaruh

dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi Desa

Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Temuan ini sesuai dengan pendapat

Theodorson (1969) yang menyatakan bahwa komunikasi antar persona

selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang pada

gilirannya mampu mengakibatkan keterpengaruhan. Sementara studi

197

Page 216: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang pernah dilakukan Wijaya (2009) melihat hubungan antar persona

bukan hanya sekedar jaringan komunikasi semata melainkan juga

sumber tekanan sosial untuk menyesuaikan diri kepada norma-norma

kelompok serta merupakan sumber dukungan sosial untuk nilai-nilai

dan opini yang dipercaya individu.

2. Kampanye pemilukada, khususnya dengan menggunakan saluran

komunikasi publik tidak berpengaruh terhadap perilaku memilih,

senada dengan teori yang dikemukakan Gelman dan King (1993) serta

Bartels (1993). Menurut mereka preferensi pemilih terhadap kandidat

telah ada jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilu dimulai, sehingga

kampanye pemilu tidak memberikan pengaruh apapun dalam

membentuk perilaku memilih. Sedangkan Ardial (2009) dalam

bukunya yang berjudul ‘Komunikasi Politik’ menyatakan bahwa

kampanye ternyata tidak membawa pengaruh cukup penting dalam

pemberian suara, melainkan ikatan afektif atau hubungan emosional

pemilih terhadap partai atau kandidat tertentu.

3. Iklan media luar ruang cenderung berpengaruh dalam membentuk

perilaku memilih masyarakat transisi pada situasi dan kondisi di mana

individu tidak memperoleh akses informasi dari sumber pengaruh yang

lain, seperti komunikasi antar persona dan media massa. Temuan ini

membuktikan kebenaran teori Rothschild dan Ray (1974) yang

menyatakan bahwa keputusan memilih di kalangan orang-orang yang

memiliki keterlibatan rendah dalam lingkungan politiknya, cenderung

lebih mudah dipengaruhi oleh iklan kampanye. Dilihat dari sudut

198

Page 217: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kemasan iklan, Pinkleton (1998) menyatakan bahwa iklan yang

memberikan penonjolan perbedaan kandidat (comparative political

advertising) mempengaruhi preferensi-preferensi individu terhadap

kandidat.

4. Penelitian Pawito (2002) yang menyatakan bahwa media massa secara

khusus berpengaruh pada pembentukan sikap-sikap dan keputusan

memilih masyarakat golongan menengah perkotaaan yang relatif

terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan kandidat

tertentu terbukti dalam penelitian ini. Selain karena faktor tersebut,

masyarakat transisi Desa Ngabeyan yang terpengaruh oleh media

massa cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar

persona dengan siapapun, baik keluarga, tetangga maupun teman.

Hasil penelitian diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Lazarfeld

(1944) yang berkesimpulan bahwa pengaruh media massa terhadap

khalayak, terutama berkenaan dengan sikap-sikap dan perilaku

memilih ternyata bersifat tidak langsung dan sangat terbatas.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat peneliti

berikan agar dapat menjadi kontribusi konstruktif bagi peneliti yang

tertarik dengan tema penelitian sama/hampir sama yakni :

1. Mengingat adanya keterbatasan penelitian ini dalam aspek

pengumpulan data, bagi peneliti yang berminat untuk melakukan

penelitian dengan tema yang sama/hampir sama dengan penelitian ini,

199

Page 218: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ada baiknya mencoba menggunakan multiple research strategies atau

multiple methods. Metode ini merupakan gabungan penelitian

kualitatif dan kuantitatif di mana data digali melalui metode survei,

wawancara, dan observasi. Penggabungan dua metode seperti ini

memiliki keuntungan bahwa temuan dari tiap-tiap metode dapat saling

melengkapi dan/atau menguji sehingga secara keseluruhan hasil

penelitian lebih komprehensif dan lebih valid. Karena menggunakan

metode survei, hasil penelitian dapat digeneralisasikan mewakili

populasi yang diteliti, sementara informasi lebih mendalam dapat

digali melalui wawancara.

2. Dari segi keterbatasan mekanisme pengumpulan data melalui metode

wawancara, sebaiknya peneliti berusaha untuk lebih akrab dengan

informan dengan cara memberikan alokasi waktu yang lebih lama lagi

pada tahap langkah awal wawancara, yakni pembicaraan mengenai

hal-hal yang umum dan menyenangkan (grand tour questions).

Keakraban ini bisa menyebabkan orang yang diwawancara merasa

semakin bersahabat dan ‘lupa’ bahwa ia sedang diwawancara.

3. Sedangkan mengenai keterbatasan dalam hal pengumpulan data

melalui observasi, peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian

dengan tema yang sama/hampir sama dengan penelitian ini hendaknya

menyediakan waktu tersendiri khusus untuk melaksanakan

keseluruhan proses penelitian agar penelitian menjadi fokus dan

terarah. Kelengkapan data akan mempertajam validitas dan

200

Page 219: pola komunikasi politik masyarakat transisi pada pemilukada 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

komprehensifitas analisis data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan

atau konklusi yang mantap.

4. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa money politics telah

menjadi salah satu faktor yang juga mempengaruhi perilaku pemilih

terhadap kandidat calon tertentu, terutama bagi pemilih sekedar

memilih. Money politics biasanya hadir menyertai komunikasi antar

persona, baik dalam bentuk komunikasi diadik maupun komunikasi

kelompok kecil. Oleh karena itu, bagi peneliti yang akan datang sangat

disarankan juga untuk meneliti tentang money politics apabila masalah

penelitian berkaitan dengan perilaku memilih.

201