pola dukungan mahasiswa fakultas ilmu sosial...
TRANSCRIPT
POLA DUKUNGAN MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TERHADAP PEMILU
LEGISLATIF 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
WAHYU DWI HIDAYAT
NIM : 100565201021
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
1
POLA DUKUNGAN MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TERHADAP PEMILU
LEGISLATIF 2014
WAHYU DWI HIDAYAT
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Kaum intelektual, mahasiswa berpeluang untuk berada pada posisi terdepan dalam
proses perubahan masyarakat. Sebagai agen of control, mahasiswa boleh saja terlibat
dalam berbagai dunia lain selain dunia kampus, salah satunya yaitu dunia politik.
Namun fenomena yang terjadi saat ini banyak mahasiswa yang menjadi tim sukses
salah satu partai bahkan ada beberapa dari mereka yang mencalonkan diri. Kalangan
mahasiswa menjadi target para partai politik untuk dijadikan kader instan yang
didesain berbentuk organisasi sayap partai. Intelektualitas mahasiswa dianggap
mumpuni menjadi kekuatan yang dapat digerakkan untuk menghancurkan massa
tertentu. Mahasiswa sebagai kader instan partai ditugaskan memberikan pengaruh
kepada masyarakat, baik dengan sosialisasi langsung dengan mendatangi rumah
warga, maupun hanya dengan memasang atribut-atribut kampanye di sudut-sudut
desa/pemukiman.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah mengetahui untuk mengetahui
Pola Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji Terhadap Pemilu Legislatif 2014. Adapun yang dijadikan
informan adalah 8 orang. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Pola
Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim
Raja Ali Haji Terhadap Pemilu Legislatif 2014 cenderung berdasarkan pola
pendekatan sosiologis. Namun masih adanya mahasiswa yang belum memiliki
kesadaran mahasiswa sehingga berdampak pada tidak aktifnya mereka dalam setiap
kegiatan politik. Hal yang menjadi faktor utamanya adalah kurangnya pemahaman
dan pendidikan politik bagi mahasiswa di Umrah Kota Tanjungpinang
Kata Kunci : Pola Dukungan, Mahasiswa, Pemilihan Legislatif
2
A B S T R A C T
Intellectuals, college students a chance to be in the leading position in the
process of changing society. As an agent of control, students may engage in various
other world besides the world campus, one of which, namely the world of politics.
But the phenomenon that occurs when many students who become successful teams
one party there was even some of those who nominate themselves. Among the
students became the target of a political party to become instant cadres who
designed the shape of the wings of the party organization. Students deemed
intellectually capable of being the force that can be driven to destroy a certain mass.
Instant party cadres as students assigned to exert influence to society, either by
direct socialization with came up to the House, or simply by placing attributes the
campaign at the corners of the village/locality.
The purpose of this research is basically know to figure out the patterns of
Student Support, Faculty of social and political sciences of the University of Raja Ali
Haji Against Maritime legislative elections of 2014. As for the Foundation of the
informant is 8 people. Data analysis techniques used in this research is descriptive
qualitative data analysis techniques.
Based on the research results then can be drawn the conclusion that the pattern
of Student Support, Faculty of social and political sciences of the University of
Maritime Raja Ali Haji Towards 2014 legislative elections tend to be based on the
sociological approach pattern. But still the presence of students who do not yet have
the consciousness of students so that they do not affect the active in any political
activities. The main factor is the lack of understanding and political education for
university students in the city of Umrah Tanjungpinang.
Keywords: Pattern, College Students, Support Legislative Elections
3
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maraknya aksi-aksi politik
yang dilakukan oleh mahasiswa
menjadikan mahasiswa sebagai
sesuatu yang patut diperhitungkan
pada era reformasi ini. Perannya
dalam menyuarakan aspirasi dan
tuntutan masyarakat menjadikan
mahasiswa selalu berada pada posisi
terdepan dalam menentukan,
mengantisipasi dan menjawab setiap
persoalan maupun perubahan sosial.
Ketajaman menganalisis masalah,
kepekaan memandang realitas dan
keteguhan memegang etika akademik
yang ilmiah merupakan citra diri
yang melekat pada pribadi seorang
mahasiswa. Mahasiswa menjadi
obyek yang menarik. Hal ini
disebabkan mahasiswa mempunyai
ciri khas tersendiri yang membuat ia
menjadi berbeda dengan masyarakat
lainnya. Ciri khas dari mahasiswa
adalah selain ia mempunyai
pendidikan relatif tinggi, mahasiswa
juga dianggap sebagai orang yang
kreatif dalam perilakunya, dinamis
dalam melakukan pencarian dan
pengembangan potensi diri, kritis
dalam melihat dan merespon
realitasnya dan memiliki idealisme
yang cukup tinggi. sehingga ia selalu
sensitif terhadap apa yang terjadi
pada lingkungan dimana ia hidup.
Mahasiswa sering melakukan
aktivitas politik. Aktivitas politik
yang dimaksud adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menegakkan kondisi
dan situasi lingkungan masyarakat.
Aktivitas politik berkaitan erat
dengan aktualisasi diri yang
dipahami sebagai pengaktualan
kemampuan, sehingga bisa
berkembang kemudian menjadi aktif
kreatif dan berkarya. Aktualisasi diri
dapat di realisasikan melalui
pemahaman mahasiswa mengenai
persoalan-persoalan sosial politik
yang sedang terjadi, dengan cara
berfikir secara kritis dan analitis,
serta dapat menentukan sikap dalam
menghadapi suatu permasalahan
politik.
Tugas pokok seorang
mahasiswa menurut Andrias
Darmayadi (2011 : 61) adalah studi
untuk mendapatkan keahlian dan
ketrampilan berdasarkan suatu ilmu
tertentu. Namun untuk menikmati
hasil dari penerapan keahlian dan
ketrampilan tersebut secara optimal,
maka mahasiswa perlu melengkapi
diri dengan pemahaman akan kondisi
manusia dan masyarakat
lingkungannya. Pemahaman akan
kondisi tersebut disalurkan melalui
keterlibatan dalam berbagai kegiatan
di atas. Hal ini menunjukkan bahwa
mahasiswa tidak saja peduli dengan
kegiatan dan kepentingannya dalam
menuntut ilmu tetapi ia juga peduli
terhadap masalah sosial politik yang
berkembang di masyarakat. Melalui
Kelompok studi dan LSM mahasiswa
mandapatkan wadah untuk dapat
menyumbangkan pemikirannya
dalam menyelesaikan permasalahan
sosial politik yang ada disekitarnya,
dengan cara ikut berbuat aktif dengan
arah dan tujuan yang pasti, dengan
mengikuti berbagai kegiatan pada
organisasi intra/ekstra universitas.
Hak dan kewajiban
mahasiswa menurut pasal 109 dan
110 Peraturan Pemerintah Nomor 60
4
Tahun 1999 adalah menggunakan
kebebasan akademik secara
bertanggung jawab untuk menuntut
dan mengkaji ilmu sesuai dengan
norma dan susila yang berlaku dalam
lingkungan akademik. Memperoleh
pengajaran sebaik-baiknya dan
layanan bidang akademik sesuai
dengan minat, bakat, kegemaran dan
kemampuan. Memanfaatkan fasilitas
perguruan tinggi dalam rangka
kelancaran proses belajar.
Mendapatkan bimbingan dari dosen
yang bertanggung jawab atas
program studi yang diikuti serta hasil
belajarnya. Memperoleh layanan
informasi yang berkaitan dengan
program studi yang diikutinya serta
hasil belajarnya. Menyelesaikan
studi lebih awal dari jadwal yang
ditetapkan sesuai dengan persyaratan
yang berlaku. Memperoleh layanan
kesejahteraan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
Memanfaatkan sumber daya
perguruan tinggi melalui
perwakilan/organisasi
kemahasiswaaan untuk mengurus
dan mengatur kesejahteraan, minat
dan tata kehidupan bermasyarakat.
Pindah ke perguruan tinggi lain atau
program studi lain, bilamana daya
tampung perguruan tinggi atau
program yang bersangkutan
memungkinkan. Ikut serta dalam
organisasi mahasiswa pada
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Kewajiban mahasiswa adalah
mematuhi semua peraturan atau
ketentuan yang berlaku pada perguruan
tinggi yang bersangkutan. Ikut
memelihara sarana dan prasarana serta
kebersihan, ketertiban dan keamanan
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Ikut menanggung biaya
penyelenggaraan pendidikan kecuali
bagi mahasiswa yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Menghargai
ilmu pengetahuan, teknologi dan atau
kesenian. Menjaga kewibawaan dan
nama baik perguruan tinggi yang
bersangkutan. Menjunjung tinggi
kebudayaan nasional.
Kaum intelektual, mahasiswa
berpeluang untuk berada pada posisi
terdepan dalam proses perubahan
masyarakat. Sejalan dengan posisi
mahasiswa di dalam peran
masyarakat atau bangsa, dikenal dua
peran pokok yang selalu tampil
mewarnai aktivitas mereka selama
ini. Pertama, ialah sebagai kekuatan
korektif terhadap penyimpangan
yang terjadi di dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Kedua, yaitu
sebagai penerus kesadaran
masyarakat luas akan problema yang
ada dan menumbuhkan kesadaran itu
untuk menerima alternatif perubahan
yang dikemukakan atau didukung
oleh mahasiswa itu sendiri, sehingga
masyarakat berubah ke arah
kemajuan.
Mahasiswa pada dasarnya
memiliki persepsi politik yang
terbentuk dari arus informasi yang
dicernanya sehari-hari, melalui
proses pertukaran pikiran dengan
sesama rekan yang berlangsung
secara tidak sengaja dalam kehidupan
sehari-hari, realita kehidupan
kemasyarakatan yang dapat
direkamnya. Ekspresi atau ungkapan,
dan persepsi politik yang dimiliki
seseorang tergantung dari individu
yang bersangkutan. Mereka dapat
saja menjadi reluctant, bahkan apatis
sekalipun dengan kehidupan politik.
5
Salah satu ekspresi politik mahasiswa
dalam bentuk aktif adalah
keikutsertaan mahasiswa pada
organisasi kemahasiswaan.
Organisasi mahasiswa sangat penting
artinya sebagai arena pengembangan
nilai-nilai kepemimpinan. Masalah
kepemimpinan bukan sekedar bakat
yang secara alami melekat pada
seseorang. Kepemimpinan juga tidak
dapat dikursuskan. Pengembangan
kepemimpinan memerlukan latihan-
latihan.
Berdasarkan penelitian
terdahulu oleh M.Denni Irawan
dalam Perilaku Pemilih Pemula
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Umrah Menjelang Pemilu Legislatif
2014, penelitian tersebut melihat
partisipasi politik perilaku pemilih
pemula di Fisp Umrah dengan
anggapan bahwa Pemerintahan
memahami ilmu politik serta
setidaknya dapat mempresentasikan
displin ilmu yang ada di Universitas
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UMRAH, dan selain itu Ilmu
Pemerintahan lebih mengerti
tentunya mengetahui proses
pemilihan umum dan bagaimana
mekanisme kampanye, sosialisasi
hingga ke bilik suara, namun
mahasiswa Ilmu Pemerintahan lebih
cendrung tidak berperan aktif dalam
terselenggaranya pilkada. Penelitian
ini tidak meneliti tentang perilaku
pemilih pemula namun perilaku
politik mahasiswa yang tidak hanya
pemilih pemula, dalam penelitian ini
akan dilihat perilaku politik
mahasiswa saat pemilihan umum
dilaksanakan pada tahun 2014 secara
individual yang meliputi orientasi
kognitif, afektif, serta evaluatif
mahasiswa.
Sebagai agen of control,
mahasiswa boleh saja terlibat dalam
berbagai dunia lain selain dunia
kampus, salah satunya yaitu dunia
politik. Contoh paling nyata adalah
ketika sebuah kegiatan mahasiswa
yang bersifat akademis dilakukan
tanpa keikhlasan dan didukung dana
memadai yang tak jelas asalnya.
Perpolitikan model sekarang ini juga
mulai mewabah di tengah-tengah
mahasiswa. Maraknya parpol yang
masuk kampus rasanya adalah suatu
hal yang tidak asing lagi. Bahkan
tidak jarang mahasiswa yang ikut
serta aktif dalam menyukseskan
partai aksi perpolitikan. Organisasi
mahasiswa yang independen harus
dapat membuktikan bahwa mereka
tidak bisa dipengaruhi begitu saja
oleh parpol dengan iming-iming
memperoleh suntikan dana demi
kelancaran acara. Artinya mahasiswa
seharusnya tidak bisa dijadikan
sebagai bahan untuk mendapatkan
jumlah suara bagi parpol.
Idealnya mahasiswa
seharusnya tidak terlibat dengan
parpol, apabila berusaha untuk
menjadi tim sukses sebuah parpol.
Mahasiswa harus kembali ke
idealismenya sebagai agen
perubahan. Belajar untuk
memperkuat eksistensi Negara demi
kemakmuran dan keadilan bagi
seluruh masyarakat bukan untuk
eksistensi parpol. Namun fenomena
yang terjadi saat ini banyak
mahasiswa yang menjadi tim sukses
salah satu partai bahkan ada beberapa
dari mereka yang mencalonkan diri.
Kalangan mahasiswa menjadi target
6
para partai politik untuk dijadikan
kader instan yang didesain berbentuk
organisasi sayap partai.
Intelektualitas mahasiswa dianggap
mumpuni menjadi kekuatan yang
dapat digerakkan untuk
menghancurkan massa tertentu.
Mahasiswa sebagai kader instan
partai ditugaskan memberikan
pengaruh kepada masyarakat, baik
dengan sosialisasi langsung dengan
mendatangi rumah warga, maupun
hanya dengan memasang atribut-
atribut kampanye di sudut-sudut
desa/pemukiman. Semua itu
dilakukan hanya karena diberi
imbalan rupiah malah hanya sebuah
menunjukkan eksistensi diri dengan
kedekatan pada figur-figur politik
tertentu yang telah memiliki nama
besar.
Berdasarkan latar belakang
permasalahan maka penelitian ini
mengambil judul penelitian yaitu :
POLA DUKUNGAN
MAHASISWA FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA
ALI HAJI TERHADAP PEMILU
LEGISLATIF 2014
B. Perumusan Masalah
Dari identifikasi
permasalahan dalam latar belakang.
Maka penulis berupaya mengangkat
masalah yang sesuai dengan rumusan
masalah di atas sebagai berikut:
“Bagaimana Pola Dukungan
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji Terhadap
Pemilu Legislatif 2014?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui Pola
Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji Terhadap Pemilu
Legislatif 2014
2. Kegunaan Penelitian
a. Memberikan sumbangan secara
ilmiah dan akademis terhadap
pengembangan teori politik
terkait prilaku politik
mahasiswa.
b. Sebagai bahan informasi bagi
penelitian yang akan datang
terkhusus mengenai Pola
Dukungan Mahasiswa Fakultas
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali
Haji Terhadap Partai Politik Di
Pemilihan Legislatif 2014.
D. Konsep Operasional
Konsep operasional merupakan
unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu
variabel, sedangkan fungsinya yakni
sebagai alat untuk mengidentifikasi
fenomena yang diamati dengan jelas,
logika atau penalaran yang digunakan
oleh peneliti untuk menerangkan
fenomena yang diteliti atau dikaji.
Konsep yang dioperasionalisasikan
dalam penelitian ini menurut Menurut
Nursal (2004 : 59), yaitu :
1. Pendekatan Sosiologis.
Pendekatan sosiologis untuk
menerangkan perilaku pemilih,
merupakan pendekatan yang
menekankan pada peranan
faktor-faktor sosiologis dalam
membentuk perilaku politik
seseorang. Seseorang tidak ikut
dalam pemilihan dijelaskan
sebagai akibat dari latar
belakang sosiologis tertentu,
7
seperti agama, pendidikan,
pekerjaan, ras dan sebagainya.
Faktor jenis pekerjaan juga
dinilai bisa mempengaruhi
keputusan orang ikut pemilihan
atau tidak seperti adanya
kepercayaan mahasiswa
terhadap calon legislatif .
2. Pendekatan Psikologis,
pengaruh faktor psikologis
seseorang dalam menentukan
perilaku politik. Pendekatan
psikologi ini mengembangkan
konsep psikologi, khususnya
konsep sikap dan sosialisasi
dalam menjelaskan perilaku
sesorang. Makin dekat
seseorang dengan partai atau
kandidat tertentu makin besar
kemungkinan seseorang terlibat
dalam pemilihan. Hal ini dapat
dilihat dari indikator :
a. Sikap politik mahasiswa
terhadap pemilu 2014
b. Pengetahuan mahasiswa
terhadap pemilu
c. Kedekatan dengan salah
satu partai
3. Pendekatan rasional.
Pendekatan ini muncul untuk
menjelaskan tentang pergeseran
prilaku pemilih dari satu pemilu
ke pemilu yang lain dari orang
yang sama dengan status sosial
yang sama,yang tidak bisa di
jelaskan oleh dua pendekatan
diatas. Inti dari politik menurut
mereka adalah individu sebagai
aktor terpenting dalam dunia
politik. Hal ini dapat dilihat dari
indikator :
a. Mahasiswa terlibat aktif
dalam kampanye politik,
sosialisasi pemilu dari
KPUD, dan Kampanye
calon atau figur yang
akan maju dalam
pemilihan umum.
b. Mahasiswa terlibat
dalam kegiatan politik
yang dilakukan di
lingkungan kampus
c. Evaluasi, artinya
mahasiswa mengikuti
pemilukada yang ada di
daerahnya dari awal
hingga akhir Pemilu
dilakukan.
E. Metode Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriftif
kualitatif. Penelitian deskriftif kualitatif
adalah upaya untuk memahami suatu
fenomena sosial sesuai dengan dunia
pemahaman para pelakunya itu sendiri.
Penelitian ini menjelaskan dan
memahami secara mendetail tentang
Pola Dukungan Mahasiswa Fakultas
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Terhadap Partai Politik Di Pemilihan
Legislatif 2014.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh sepenuhnya, data
-data tersebut akan dianalisa, dengan
menggunakan analisa data kualitatif.
Data yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan mahasiswa yang
menjadi informan kemudian dianalisa
kembali dikaitkan dengan teori
pendukung, untuk memperjelas temuan
di lapangan berkaitan dengan
bagaimana pola dukungan mahasiswa
tersebut.
II. LANDASAN TEORI
1. Perilaku
Umar (2004:25) menjelaskan
bahwa : “perilaku seseorang dapat
dilihat dari response kognitif,
afektif dan perilaku yang berkaitan
8
erat dengan tiap-tiap tahap
pengambilan keputusan seseorang.
Response kognitif, seseorang
berada dalam tahap mempelajari
sesuatu, selanjutnya seseorang itu
akan berusaha untuk mencari
alternatif-alternatif untuk
memecahkan masalah-masalah
tersebut, tahap ini disebut apektif,
setelah alternatif-alternatif dipilih
atau ditetapkan maka seseorang
atau pegawai tersebut akan
menggunakan pilihan-pilihan yang
telah ditetapkan tersebut untuk
bertindak”.
Pendapat tersebut
menunjukkan bahwa, perilaku itu
dilihat dari response atau
tanggapan seseorang terhadap
sesuatu dalam pengambilan
keputusan, baik itu pikirannya
dalam mempelajari sesuatu hal,
perasaannya dalam mencari
alternatif jalan keluar yang ada,
maupun perilaku-perilaku yang
akan ditampilkannya setelah itu.
Perilaku manusia merupakan
hasil dari segala macam
pengamalan serta interaksi manusia
dan lingkungannya yang terwujud
dalam bentuk pengetahuan, sikap
dan tindakan. Dengan kata lain,
perilaku merupakan respon seorang
individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari
dalam dirinya. Respon ini dapat
bersifat pasif (tanpa tindakan,
berfikir, berpendapat, bersikap) dan
perilaku aktif dapat dilihat (overt)
sedangkan perilaku pasif tidaklah
nampak seperti pengetahuan,
persepsi atau motivasi”.
2. Perilaku politik
Menurut Budiarjo yang dikutip
Upe (2008:95) dimana sosiologi
perilaku memusatkan perhatian
pada hubungan antara pengaruh
perilaku seorang aktor terhadap
lingkungan dan dampak lingkung,an
terhadap perilaku aktor. Hubungan
ini adalah dasar untuk
pengkondisian operan (operant
condisioning) atau proses belajar
melaluinya perilaku diubah oleh
konsekuensinya. Dalam teori
behavioral dikenal pemahaman
reinforcement yang dapat diartikan
sebagai reward (ganjaran).
Perulangan atas suatu tindakan tidak
dapat dirumuskan terlepas dari
efeknya terhadap tindakan itu
sendiri.Perulangan ini dirumuskan
dalam pengertian terhadap aktor.
Dimana suatu ganjaran yang
tidak membawa pengaruh terhadap
aktor, maka tindakannya tidak akan
diulang. Perspektif pilihan rasional
selanjutnya Ritzer (2007:357)
menjelaskan Prinsip dasar teori
pilihan rasional berasal dari
ekonomi klasik. Berdasarkan
berbagai jenis yang berbeda,
menghimpun apa yang mereka
sebut sebagai model kerangka teori
pilihan rasional. Teori pilihan
rasional memusatkan perhatian pada
aktor.Aktor dipandang sebagai
rnanusia yang mempunyai
maksud.Hal tersebut dimaksudkan
aktor mempunyai tujuan dan
tindakannya tertuju pada upaya
untuk mencapai tujuan itu.
Aktorpun dipandang mempunyai
pilihan (atau nilai, keperluan).
Teori pilihan rasional tidak
rnenghiraukan apa yang menjadi
pilihan atau apa yang menjadi
sumber pilihan aktor. Hal terpenting
adalah kenyataan bahwa tindakan
9
dilakukan untuk mencapai tujuan
yang sesuai dengan tingkatan
pilihan aktor. Kemudian Ritzer
menerangkan meskipun teori
pilihan rasional berawal dari tujuan
atau maksud aktor, namun teori ini
memperhatikan sekurangkurangnya
dua pemaksa utama tindakan.
1. Pertama adalah keterbatasan
sumber. Aktor mempunyai
sumber yang berbeda-beda
maupun akses yang berbeda
terhadap sumberdaya yang lain.
Bagi aktor yang mempunyai
sumberdaya yang besar,
pencapaian tujuan mungkin
relatif mudah. Tetapi bagi aktor
yang mempunyai sumberdaya
sedikit, pencapaian tujuan akan
sukar atau sulit. Aktor
dipandang berupaya mencapai
keuntungan maksimal dan
tujuan mungkin meliputi
gabungan antara peluang untuk
mencapai tujuan utama dan apa
yang telah dicapai pada peluang
yang tersedia untuk mencapai
tujuan kedua yang paling
bernilai.
2. Sumber pemaksa kedua atas
tindakan aktor individual adalah
lembaga sosial. Hambatan
kelembagaan ini menyediakan
baik sanksi positif maupun
sanksi negatif yang membantu
mendorong aktor untuk
melakukan tindakan tertentu dan
menghindarkan tindakan lain.
Selanjutnya, Friedman dan
Hecthter dalam Ritzer
(2007:358) mengemukakan dua
gagasan lain yang menjadi dasar
teori pilihan rasional. Pertama,
adalah kumpulan mekanisme
atau proses yang
menggabungkan tindakan aktor
individual yang terpisah untuk
menghasilkan akibat sosial.
Kedua, bertambahnya
pengertian tentang pentingnya
informasi dalam membuat
pilihan rasional. Reward dalam
bentuk pemberian dukungan
(memilih seorang kandidat)
sangat dipengaruhi oleh
stimulus yang ada.
Stimulus sebagai sebuah produk
politik bagi pemilih menurut Kotler,
Peter dan Olson sebagaimana yang
dikutip oleh Nursal (2004:23), memiliki
beberapa tahap respon. Pertama,
awareness yakni bila seseorang bila
seseorang dapat mengingat atau
menyadari bahwa sebuah pihak tertentu
merupakan sebuah konstestan pemilih.
Dengan jumlah kontestan Pemilu
legislatif yang banyak, membangun
awareness cukup sulit lakukan
khususnya bagi partai-partai baru,
secara umum para pemilih tidak akan
menghabiskan waktu dan energi untuk
menghapal nama kontestan tersebut.
Kontestan yang tidak memiliki brand
awareness. Kedua, knowledge. Kedua
hal tersebut diartikan ketika seseorang
pemilih mengetahui beberapa unsur
penting mengenai produk kontestan
tersebut, baik subtansi maupun
referensi. Unsur - unsur itu akan
diinterpretasikan sehingga bentuk
makna tertentu dalarn pikiran
pernerintah. Ketiga liking, yakni tahap
dimana seorang pemilih menyukai
kontestan tertentu karena satu atau
beberapa makna politis yang terbentuk
dalam pikirannya sesuai dengan
aspirasinya. Keempat, preference, yakni
tahap dimana pemilih menganggap
bahwa satu atau heberapa makna politis
yang terbentuk sebagai interpretasi
10
terhadap produk politik seorang,
kontestan tidak dapat dihasilkan secara
lebih oleh kontestan lainnya. Ada
kecenderungan pemilih memilih
kontestan tersebut. Kelima, conviction,
yakni pemilih tersebut sampai pada
keyakinan untuk memilih kontestan
tertentu.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku pemilih Adnan
Nursal (2004:37) menguraikan
sejumlah orientasi pemilih dalam ajang
pemilihan umum, antara lain : Sosial
imagery atau citra sosial
(pengelompokan sosial), menunjukan
streotip kandidat atau partai untuk
menarik pemilih dengan menciptakan
asosiasi antar kandidat atau partai
dengan segmen - segmen tertentu dalam
masyarakat. Social imagery adalah citra
kandidat dalam pikiran pemilih
mengenai “berada” didalarn kelompok
sosial mana atau tergolong sebagai apa
sebuah partai atau kandidat politik.
Social imagery dapat terjadi
berdasarkan banyak faktor antara lain :
a. Demografi 1) Usia (contoh : partai
anak muda) 2) Gender (contoh : calon
pemimpin dari kelompok hawa) 3)
Agama (contoh : partai bercorak Islam,
Katolik) b. Sosio ekonomi 1) Pekerjaan
(contoh : partai kaum buruh) 2)
Pendapatan (contoh : partai wong cilik)
c. Kultur dan etnik 1) Kultur (contoh :
kandidat adalah seniman, santri) 2)
Etnik (contoh : orang Jawa, Sulawesi)
d. Politis-ideologi (contoh : partai
nasionalis, partai agamis, partai
konservatif, partai moderat).
Identifikasi partai, bisa menjadi
salah satu faktor yang cukup signifikan
dalam menentukan pilihan politik
sesuai dengan kedekatan terhadap suatu
partai yang dihubungkan dengan
kandidat. Identifikasi kandidat :
a. Emosional feelings, dimensi
emosional yang terpancar dari
sebuah kontestan atau kandidat
yang ditunjukan oleh police
making yang ditawarkan.
b. Kandidat personality, mengaju
pada sifat-sifat pribadi yang
penting yang dianggap sebagai
karakter kandidat.
Isu dan kebijakan politik, pengaruh
isu dan program bisa memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap
perilaku pemilih. Semakin tingginya
pendidikan pemilih, yang bisa
meningkatkan daya kritis, semakin
menyebabkan pentingnya peranan isu
dan program.
Peristiwa-peristiwa tertentu a.
Current events, mengacu pada
himpunan peristiwa, isu, dan kebijakan
yang berkembang menjelang dan
selama kampanye. b. Personal events,
mengacu pada peristiwa pribadi dan
peristiwa yang pernah dialami secara
pribadi oleh seorang kandidat.
Misalnya, skandal seksual, skandal
bisnis, menjadi korban rezim, pernah
ikut berjuang dan lain-lain
Selanjutnya Lipset (2007:181) juga
mengemukakan, perilaku pemilih akan
dipengaruhi oleh struktur sosial seorang
individu, seperti kelompok politik dan
sistem politik yang melekat pada
individu berdasarkan etnis, agama, atau
sistem ekonomi regional. Kemudian
Upe (2008:205) menurut hasil
penelitiannya menyimpulkan terdapat
enam variabel atau faktor sebagai
stimulus politik yang mempengaruhi
11
perilaku pemilih dalam memilih
kandidat, antara lain :
Identifikasi figur dalam proses
pemilu legislatif langsung disebut juga
sebagai pemilihan perorangan, hanya
saja proses pencalonan melalui seleksi
partai politik yang memiliki persentase
kursi legislatif yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Bahkan
saat ini sudah dimungkinkan
pencalonan diluar partai atau lebih
dikenal dengan calon independent. Oleh
sebab itu, harapan dari momentum ini
adalah terpilihnya figur yang
berkualitas, sehingga mampu membawa
perubahan kearah yang lebih baik, tentu
dengan melihat sosok calon pemimpin
yang berkemampuan dan profesional.
Pertimbangan insentif (hibah
politik) Fenomena menarik dalam
pemilu legislatif adalah maraknya
kapitalisme pemilu legislatif. Pertama,
sebuah partai memiliki kewenangan
untuk menuntut kontribusi kepada
partai politik yang akan mengusungnya.
Kedua, dalam kondisi pemilih yang
masih sangat terbatas baik aspek
ekonomi maupun politik, bisa
dimanfaatkan para pihak kandidat untuk
mendapatkan suara, dalam hal ini
disebut hibah politik.
Faktor kelompok penekan
(pressure group) Ajang Pemilu
legislatif langsung merupakan sebuah
ajang demokratis, namun juga tidak
menutup kemungkinan terjadinya
praktek premanisme atau apapun
bentuknya yang menekan pemilih untuk
memilih kandidat tertentu. Selain itu
juga ada tekanan dari kelompok dimana
masing-masing individu berada seperti
keluarga, pertemanan, lingkungan
pekerjaan dan sebagainya.
Tipe perilaku pemilih popkin
dalam Nursal (2004:37) membedakan
antara pilihan potitik sebagai wujud
perilaku politik dengan pilihan pribadi
tethadap produk-produk konsumtif
sebagaimana dalam perilaku
ekonomi.Menurutnya ada empat hal
yang membedakan perilaku tersebut.
Pertama, memilih kandidat politik,
secara tidak Iangsung dirasakan
manfaatnya sebagaimana pilihan
terhadap produk konsumtif, melainkan
manfaatnya diperoleh di masa depan.
Kedua, pilihan politik merupakan
tindakan kolektif dimana kemenangan
ditentukan oleh perolehan suara
terbanyak. Jadi pilihan seseorang
senantiasa mempertimbangkan pilihan
orang lain. Ketiga, pilihan politik
senantiasa diperhadapakan dengan
ketidakpastian utamanya untuk
memenuhi janji politiknya. Keempat,
pilihan politik membutuhkan informasi
yang intensif demi tereapainya manfaat
dimasa depan.
Kemudian juga secara umum
tipe perilaku pemilih sebagaimana yang
dikemukakan oleh Newman dalam
Nursal (2004:126). Terdiri atas segmen-
segmen sebagai berikut :
1. Segmen pemilih rasional
Yaitu kelompok
pemilihan yang
mernfokuskan
perhatiannya pada faktor
isu dan kebijakan
kontestan dalam
menentukan pilihan
politiknya.
2. Segmen pemilih
emosional Yaitu
kelompok pemilih yang
12
dipengaruhi oleh
perasaan-perasaan
tertentu seperti
kesedihan,
kekhawatiran, dan
kegembiraan terhadap
harapan tertentu dalam
menentukan pilihan
politiknya. Faktor
emosional ini sangat
ditentukan o1eh
personalitas kandidat.
3. Segmen pemilih sosial
Yaitu kelompok pemilih
yang mengasosiasikan
kontestan dengan
kelompokkelompok
sosial tertentu dalam
menentukan pilihan
politiknya.
4. Segmen pemilih
situasional Yaitu
kelompok pemilih yang
dipengaruhi oleh faktor-
faktor situasional
tertentu dalam
menentukan pilihan
politiknya.
Identifikasi partai politik yang
mengusung Secara sosiologis ada
kemungkinan faktor ini dapat
memberikan kontribusi yang cukup
signifikan. Dimana pemilih mengaitkan
pilihannya dengan kelompok sosialnya,
dalam hal ini partai politik. Isu
kampanye, kampanye merupakan
proses penyampaian program dari
masing-masing pasangan calon melalui
pesan-pesan politik yang bertujuan
untuk mempengaruhi persepsi, sikap
dan perilaku pemilih. Faktor juru
kampanye Juru kampanye yang
dimaksud yakni siapa saja yang aktif
menyampaikan program-program
pasangan calon, baik pada saat
kampanye maupun diluar kampanye.
Tentu saja para juru kampanye tersebut
memiliki ikatan yang lebih dekat
dengan konstituen di sekitar mereka.
Selanjutnya Nimmo dalam Upe
(2008:112) menurunkan pemberian
suara ke dalam empat alternatif
tindakan yakni :
1. Pemberian suara rasional
Tindakan pemberi suara
yang rasional
memperhitungkan cara
atau alat yang tepat
untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Pemberi suara yang
rasional selalu
dimotivasi untuk
bertindak jika
dihadapkan pada pilihan
politik, disamping itu,
berminat secara aktif
terhadap politik,
sehingga memperoleh
informasi. Pemilih
rasional cukup
pengetahuan mengenai
berbagai alternatif,
bertindak berdasarkan
prinsip bukan secara
kebetulan atau
kebiasaan. melainkan
bertindak dengan
mempertimbangakan
bukan hanya untuk diri
sendiri tetapi juga untuk
kepentingan orang lain.
Pemilih rasional
cenderung memilih
altematif yang peringkat
preferensinya paling
tinggi.
2. Pemberian suara reaktif
Bersumber dari asumsi
fisikalistik bahwa
13
manusia bereaksi
terhadap rangsangan
dengan cara pasif dan
terkondisi terhadap
kampanye politik oleh
partai dan kandidat yang
menyajikan isyarat
dengan maksud
menggerakan arah
perilaku pemilih dalam
memberikan suara.
Ikatan emosional kepada
partai politik merupakan
konstruk yang paling
penting yang
menghubungkan
pengaruh sosial dengan
pemberian suara bagi
pemilih yang reaktif.
Sumber utama aksi dari
pemberi suara yang
reaktif yaitu sekedar
mengasosiasikan
lambang partai dengan
nama kandidat
mendorong mereka yang
mengidentifikasikan diri
dengan partai atau
kandidat untuk
mengembangkan citra
yang lebih
menguntungkan tentang
catatan dan
pengalamannya,
kemampuannya dan
atribut personalnya.
Oleh karena itu,
identifikasi dengan
partai meningkatkan
tabir perseptual yang
melalui tabir itu individu
melihat apa yang
menguntungkan bagi
kepartaiannya.
3. Pemberi suara responsif
yaitu pemberi suara yang
inpermanen, berubah
mengikuti waktu,
peristiwa, politik dan
pengaruh yang berubah-
ubah terhadap pilihan
para pemberi suara.
Terdapat perbedaan
antara pemberi suara
responsif dengan reaktif
antara lain, 1) meski
suara responsif
dipengaruhi oleh
karakter sosial dan
demografis mereka,
pengaruh yang pada
hakikatnya merupakan
atribut yang permanen
ini tidak deterministik.
2) pemberi suara
responsif memiliki
kesetiaan terhadap
partai, tetapi afiliasi ini
tidak menentukan
perilaku pemilihan
karena ikatan kepada
partai tidak emosional.
3) pemberi suara yang
responsif lebih
dipengaruhi oleh faktor-
faktor jangka pendek
yang penting dalam
pemilihan umum,
ketimbang oleh
kesetiaan jangka panjang
kepada kelompok atau
kcpada partai. Pemberi
suara yang responsif
bukanlah gambaran
pemilih yang dibelenggu
oleh determinan sosial
atau didorong oleh alam
bawah sadar yang dipicu
oleh propaganis yang
luar biasa terampilnya.
Ia lebih merupakan
gambaran tentang
14
pemilih yang digerakan
oleh perhatiannya
terhadap masalah pokok
dan relevan tentang
kebijakan umum,
tentang prestasi
pemerintah dan tentang
kepribadiaan eksekutif.
4. Pemberi suara aktif
Manusia bertindak
terhadap suatu objek
yang dilihatnya,
memberinya makna dan
menggunakan makna itu
untuk mengarahkan
tindakannya. Bila
pandangan demikian,
individu yang aktif itu
menghadapi dunia yang
harus diinterpretasikan
dan diberi makna untuk
bertindak bukan hanya
lingkungan pilihan yang
telah diatur sebelumnya,
yang terhadapnya orang
menanggapi karena silat
atribut dan sikap
individu atau jangkauan
rangsangan yang
terbatas. Keterlibatan
aktif mencakup orang
yang.
menginterpretasikan
peristiwa, isu, partai dan
personalitas.
Dengan demikian menetapkan
dan menyusun maupun menerima
serangkaian pilihan yang diberikan.
Kemudian Upe (2008:255) berdasarkan
hasil penelitianya menjelaskan bahwa
dari berbagai varian stimulus politik
yang menjadi motivasi pemilih
menentukan pilihannya, ternyata dapat
disatukan oleh visi misi pemilih itu
sendiri. Faktor atau variable yang dapat
dijadikan sebagai kategorisasi pemilih
pada pola yang sama adalah masalah
waktu percapaian tujuan. Stimulus
politik tidak secara langsung
mempengaruhi perilaku politik
melainkan terilebih dahulu melewati
atau melalui variabel antara yakni visi
misi pemilih yang menjadi
pertimbangan utama dalam mencapai
tujuan politiknya yang dalam penelitian
ini disebut sebagai rasionalitas
diakronik. Sintesa teoritis yang
didasarkan pada realitas locus
penelitian menurut Upe (2008 :255)
menunjukan bahwa, perilaku politik
pemilih mencirikan model diakhronik,
yaitu rasionalitas perilaku pemilih
dengan mempertimbangkan jangka
waktu percapaian tujuan. Derajat
rasionalitas tersebut tersusun dalam tiga
rentang waktu, yakni rasionalitas
retrospektif, rasionalitas pragmatis-
adaptif, dan rasionalitas prospektif.
1. Model rasional
retrospektif Yaitu
kemampuan pemilih
untuk memilih
berdasarkan
penilaiannya pada
penampilan kontestan
pada masa yang lalu.
Perilaku memilih
retrospektif (retro,
spektif, voting) tidak
ubahnya seperti
memberikan ganjaran
atau hukuman kepada
kontestan. Rasionalitas
retrospektif diarahkan
pada figur dan partai
politik. Dalam artian,
reward maupun
punishment diarahkan
pada kandidat, parpol
15
mengusung, dan juru
kampanye.
2. Model rasionalitas
pragmatis-adaptif Tipe
rasionalitas ini
didasarkan atau
disesuaikan pada
stimulus politik yang
muncul pada momen
pemilihan. Perilaku
pragmatisme-adaptif
muncul akihat
pesimisme masa depan
dan janji kampanye yang
sekadar “isapan jempol”
akhirnya mendorong
pemilih menjadi
pragmatis (pragmatic
voting). Belum lagi
adanya anggapan
siapapun yang berkuasa
tidak akan mampu
melakukan perubahan
signifikan. Rasionalitas
model ini tidak
mengikuti tradisi model
prospektif (masa depan)
dan tidak pula
didasarkan pada model
retrospektif (pandangan
masa lalu). Melainkan
sifatnya flekksibel dan
kondisional. Atau
dengan kata lain model
pragmatis-adaptif, yaitu
perilaku pemilih yang
diorientasikan pada
waktu sekarang, pemilih
hanya semata melihat
kepentingan sesaat.
3. Model rasionalitas
prospektif Model
rasionalitas yang
dimaksud adalah
perilaku pemilih yang
didasarkan pada
orientasi masa depan
yang lebih panjang
(prospective voting).
Perilaku pemilih dalam
model prospektif dalam
menentukan pilihannya
didasarkan pada visi
misi kandidat, rekam
jejak kandidat (track
record), integritas,
keahlian, dan program
yang ditawarkan.
Motivasi utama atau tujuan yang
ingin dicapai oleh pemilih dari
pemberian suaranya pada salah satu
pasangan calon yaitu menginginkan
pemimpin yang benar-benar dengan
dianggap kapabel dalam menjalankan
roda pcmerintahan yang good
governance and clean governance.
Rasionalitas perilaku pemilih paling
tinggi berdasarkan semangat dan makna
pemilu legislatif langsung. Dimana
pemilih tipe ini adalah pemilih yang
aktif mengakses dan mencari informasi-
informasi tentang apa yang akan
dilakukannya.
3. Perilaku Pemilih
Perilaku merupakan sifat alamiah
manusia yang membedakannya atas
manusia lain dan menjadi ciri khas
individu atas individu yang lain.
Berbicara tentang perilaku pada proses
Pemilu legislatif, tidak lepas dari
seorang pemilih, karena pemilih yang
melakukan aktifitas memilih dalam
proses Pemilu legislatif.
Prihatmoko (2005:46) menyatakan
“ defenisi pemilih adalah sebagai semua
pihak yang menjadi tujuan utama para
kontestan untuk mereka pengaruhi dan
yakinkan agar mendukung dan
16
kemudian memberikan suaranya kepada
kontestan yang bersangkutan”. Pada
pendapat tersebut menunjukkan bahwa,
pemilih dalam hal ini dapat berupa
konstituan (kelompok masyarakat yang
merasa terwakili oleh suatu ideologi
tertentu yang kemudian termanifestasi
dalam institusi politik seperti partai
politik) dan masyarakat pada umumnya,
yang akan dipengaruhi supaya mereka
(pemilih) dapat tertarik, sehingga pada
akhirnya memberikan suaranya bagi
kontestan yang bersangkutan.
Perilaku merupakan sifat alamiah
manusia yang membedakannya atas
manusia lain, dan menjadi ciri khas
individu atas individu yang lain. Dalam
konteks politik, perilaku dikategorikan
sebagai interaksi antara pemerintah dan
masyarakat, lembaga-lembaga
pemerintah, dan diantara kelompok dan
individu dalam masyarakat dalam
rangka proses pembuatan, pelaksanaan,
dan penegakkan keputusan politik pada
dasarnya merupakan perilaku politik.
Nursal (2004:54-60) menyatakan
bahwa : “pendekatan yang dapat
digunakan untuk melihat perilaku
pemilih ada 4 (empat pendekatan) yaitu
:
1. Pendekatan sosiologis.
Pendekatan ini pada
dasarnya menjelaskan
bahwa karakteristik sosial
dan pengelompokan-
pengelompokan sosial
mempunyai pengaruh yang
cukup signifikan dalam
menentukan perilaku
pemilih. Pengelompokan
sosial ini misalnya
berdasarkan umur (tua-
muda), jenis kelamin (laki-
laki dan perempuan),
agama dan semacamnya,
dianggap mempunyai
peranan cukup menentukan
dalam membentuk perilaku
pemilih.
2. Pendekatan psikologis
Psikologi adalah ilmu sifat,
dimana fungsi-fungsi dan
fenomena pikiran manusia
dipelajari. Setiap tingkah
laku dan aktivitas
masyarakat dipengaruhi
oleh akal individu.
Sedangkan ilmu politik
mempelajari aspek tingkah
laku masyarakat umum
sehingga ilmu politik
berhubungan sangat dekat
dengan psikologi.
Pendekatan ini muncul
merupakan reaksi atas
ketidakpuasan mereka
terhadap pendekatan
sosiologis. Secara
metodologis, pendekatan
sosiologis dianggap sulit
diukur, seperti bagaimana
mengukur secara tepat
jumlah indikator jumlah
sosial, tingkat pendidikan,
agama dan sebagainya.
Pendekatan ini
menggunakan dan
mengembangkan konsep
psikologi terutama konsep
sikap dan sosialisasi untuk
memperjelaskan perilaku
pemilih. Disini para
pemilih menentukan
pilihannya karena
pengaruh kekuatan
psikologis yang
berkembang dalam dirinya
sebagai produk dari proses
sosialisasi, artinya sikap
seseorang merupakan
17
refleksi dari kepribadian
dan merupakan variabel
yang menentukan dalam
mempengaruhi perilaku
politiknya.
3. Pendekatan pilihan rasional
Pendekatan pilihan rasional
mencoba menjelaskan
bahwa kegiatan memilih
sebagai kalkulasi untung
dan rugi yang di
pertimbangkan tidak hanya
“ongkos” memilih dan
kemungkinan suaranya
dapat mempengaruhi hasil
yang diharapkan, tetapi
juga perbedaan dari
alternatif berupa pilihan
yang ada. Pertimbangan ini
digunakan pemilih dan
kandidat yang hendak
mencalonkan diri untuk
terpilih untuk wakil rakyat
atu pejabat pemerintah.
Bagi pemilih,
pertimbangan untung dan
rugi digunakan untuk
membuat keputusan
tentang partai atau kandidat
yang dipilih, terutama
untuk membuat keputusan
apakah ikut memilih atau
tidak ikut memilih.
4. Pendekatan domain
kognitif (pendekatan
marketing)
Dalam pengembangan
model tersebut, mereka
menggunakan sejumlah
kepercayaan kognitif yang
berasal dari berbagai
sumber seperti pemilih,
komunikasi dari mulut ke
mulut, dan media masa.
Model ini dikembangkan
untuk menerangkan dan
memprediksi perilaku
pemilih. Menurut model
ini, perilaku pemilih
ditentukan oleh domain
kognitif yang berbeda dan
terpissah, yaitu (a) isu dan
kebijakan politik (issues
and policies), yaitu
mempresentasikan
kebijakan atau program
(flatform) yang
diperjuangkan dan
dijanjikan oleh partai atau
kandidat jika menang, (b)
citra sosial (social
imagery), yaitu
menunjukkan stereotip
kandidat atau partai untuk
menarik pemilih dengan
menciptakan asosiasi
antara kandidat atau partai
dan segmen-segmen
tertentu dalam masyarakat.
Citra sosial bisa terjadi
berdasarkan banyak faktor
antara lain demografi,
sosial ekonomi, kultur dan
etnik, serta politis-
ideologis, (c) perasaan
emosional (emotional
feelings), yaitu dimensi
emosional yang terpancar
dari sebuah kontestan atau
kandidat yang ditujukan
oleh kebijakan politik yang
ditawarkan, (d) citra
kandidat (candidate
personality), yaitu
mengacu kepada sifat-sifat
pribadi yang penting dan
dianggap sebagai karakter
kandidat, (e) peristiwa
mutakhir (current events),
yaitu mengacu pada
peristiwa, isu, dan
kebijakan yang
18
berkembang menjelang dan
selama kampanye, (f)
peristiwa personal
(personal events), yaitu
mengacu kepada
kehidupan pribadi oleh
seorang kandidat, misalnya
skandal seksual, skandal
bisnis, menjadi korban
rezim tertentu, menjadi
tokoh perjuangan, ikut
berperang dan sebagainya,
serta (g) faktor-faktor
epistemik (epistemic
issues), yaitu isu-isu
pemilihan yang spesifik
yang dapat memicu
keingintahuan para pemilih
mengenai hal-hal baru”.
Berdasarkan pendapat tersebut
dapat dijelaskan bahwa, ada
beberapa pendekatan yang dapat
digunakan dalam mengidentifikasi
perilaku politik pemilih, seperti
pendekatan sosial yang
menekankan lingkungan seperti
sosial ekonomi, afiliasi etnik,
tradisi keluarga, keanggotaan
terhadap organisasi, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, tempat tinggal
dan lain-lain. Pendekatan psikologi
yang lebih menekankan kepada
sikap dan perilaku pemilih,
pendekatan pilihan rasional lebih
menekankan kepada orientasi isu
dan orientasi kandidat, serta
pendekatan kognitif yang
menekankan pada beberapa domain
yang terkait dengan pemasaran atau
marketing.
Selanjutnya Nursal (2004:61)
menyatakan bahwa : “masing-
masing ke empat pendekatan
perilaku pemilih tersebut di atas
saling menguatkan atau
melengkapi satu sama lain, untuk
memudahkan kepentingan praktis
maka keempat pendekatan tersebut,
dapat disederhanakan menjadi
sebuah rangkuman tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi
perilaku pemilih. Yaitu (1) sosial
image atau citra sosial, (2)
identifikasi partai, (3) kandidat, (4)
isu dan kebijakan politik, (5)
peristiwa tertentu, (6) faktor
epistemik”.
Pendapat tersebut
menunjukkan bahwa, faktor yang
mempengaruhi perilaku pemilih,
seperti faktor kebijakan atau
program (platform) yang
diperjuangkan dan dijanjikan oleh
partai atau kandidat jika menang,
faktor demografi, sosial ekonomi,
kultur dan etnik serta politis-
ideologis, faktor kebijakan politik
yang ditawarkan, faktor sifat-sifat
pribadi yang penting dan dianggap
sebagai karakter kandidat, faktor
peristiwa, isu, dan kebijakan yang
berkembang menjelang dan selama
kampanye dan lainnya.
Menurut Prihatmoko (2005:
46) Pemilih adalah semua pihak
yang menjadi tujuan utama para
kontestan untuk mereka pengaruhi
dan yakinkan agar mendukung dan
kemudian memberikan suaranya
kepada kontestan yang
bersangkutan. Pemilih dalam hal
ini dapat berupa kontestan maupun
masyarakat pada umumnya.
Kontestan adalah kelompok
masyarakat yang merasa diwakili
oleh suatu idiologi tertentu yang
kemudian termanifestasi dalam
institusi seperti partai politik.
19
Perilaku pemilih merupakan
realitas sosial politik yang tidak
terlepas dari pengaruh faktor
eksternal dan internal. Secara
eksternal perilaku politik
merupakan hasil dari sosialisasi
nilai-nilai dari lingkungannya,
sedangkan secara internal
merupakan tindakan yang
didasarkan atas rasionalitas
berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku pemilih. Misalnya saja
isu-isu dan kebijakan politik, tetapi
pula sekelompok orang yang
memilih kandidat karena dianggap
representasi dari agama atau
keyakinannya, sementara
kelompok lainnya memilih
kandidat politik tertentu karena
dianggap representasi dari kelas
sosialnya bahkan ada juga
kelompok yang memilih sebagai
ekspresi dari sikap loyal pada
ketokohan figur tertentu. Sehingga
yang paling mendasar dalam
mempengaruhi perilaku pemilih
antara lain pengaruh elit,
identifikasi kepartaian sistem
sosial, media massa dan aliran
politik.
Menurut Affan Gaffar (2005:4-
9), untuk menganalisa perilaku
pemilih, maka terdapat dua
pendekatan yaitu pendekatan
sosiologis (dikenal pula dengan
mahzab Columbia) dan pendekatan
psikologis (dikenal dengan mahzab
Michigan). Pendekatan sosiologis
menyatakan bahwa preferensi
politik termasuk preferensi
pemberian suara di kota pemilihan
merupakan produk dari
karakteristik sosial ekonomi seperti
profesi, kelas sosial, agama, dan
lain-lain. Dengan kata lain latar
belakang seseorang atau kelompok
orang seperti jenis kelamin, kelas
sosial, ras, etnik, agama, idiologi,
dan asal daerah merupakan variabel
independen yang mempengaruhi
keputusan memilih. Selanjutnya
untuk pendekatan psikologis,
mengungkapkan bahwa keputusan
memilih terhadap partai politik atau
kandidat didasarkan pada respon
psikologis, seperti kualitas personal
kandidat, performa pemerintah
yang saat itu berkuasa, isu-isu yang
dikembangkan oleh kandidat, dan
loyalitas terhadap partai.
Dalam memilih sebuah partai
politik maupun kontestan, pemilih
memiliki perilaku dalam
mengambil keputusan dalam
menentukan pilihannya. Perilaku
ini berasal dari persepsi pemilih
dalam melihat profil maupun trade
record dari partai politik maupun
kandidat/caleg. Terkadang perilaku
pemilih ini rasional dan
nonrasional dalam menentukan
keputusannya. Firmanzah (2007 :
115) membagi kesamaan yang akan
dalam menilai kedekatan dengan
partai politik atau kontestan, yaitu
pertama, kesamaan akan hasil akhir
yang ingin dicapai (policy-
problem-solving), dan kedua,
kesamaan akan faham dan nilai
dasar idiologi (ideology) dengan
salah satu partai politik atau
seorang kandidat
4. Pendidikan Politik
Pendidikan politik dilakukan agar
masyarakat dapat menyadari arti
penting partisipasi politik mereka dalam
20
negara ini. Pendidikan politik juga
dapat memberikan pemahaman bahwa
masyarakat sebagai warga negara
memiliki peran yang signifikan
terhadap kehidupan bangsa dan negara
ini. Di dalam Ilmu Pemerintahan maka
pendidikan politik masuk ke dalam
politik pemerintahan.
Politik Pemerintahan menurut
Ndraha (2003:489) adalah, “proses
pembentukan kekuasaan (authority)
pemerintahan melalui interaksi dan
kompromi dengan lingkungan,
menggunakan dan
mempertanggungjawabkan
penggunaannya kepada consumer tidak
dengan menggunakan kekuasaan itu
sendiri, tetapi melalui proses dan siklus
pemerintahan”.
Di dalam pasal 11 point (a)
Undang-Undang No. 2 Tahun 2008
tentang fungsi partai politik disebutkan,
“partai politik berfungsi sebagai sarana
pendidikan politik bagi anggota
masyarakat luas agar menjadi warga
negara Indonesia yang sadar akan hak
dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara”.
Menurut Kartini Kartono
(2009:78) menyatakan bahwa
pendidikan politik adalah upaya belajar
dan latihan mensistematikkan aktivitas
sosial, dan membangun kebajikan-
kebajikan terhadap sesama manusia di
suatu wilayah negara.
Pendidikan politik yaitu upaya
untuk meningkatkan pengetahuan
politik rakyat dan agar mereka dapat
berpartisipasi secara maksimal dalam
sistem politiknya.Pendidikan politik
dalam tulisan ini dipahami sebagai
perbuatan memberi latihan, ajaran, serta
bimbingan untuk mengembangkan
kapasitas dan potensi diri manusia,
melalui proses dialogik yang dilakukan
dengan suka rela antara pemberi dan
penerima pesan secara rutin, sehingga
para penerima pesan dapat memiliki
kesadaran berdemokrasi dalam
kehidupan bernegara.
Pendidikan dan politik adalah dua
elemen penting dalam sistem sosial
politik di suatu negara, baik negara
maju maupun negara berkembang.
Keduanya bahu-membahu dalam proses
pembentukan karakteristik masyarakat
di suatu negara. Lebih dari itu,
keduanya satu sama lain saling
menunjang dan saling mengisi.
Lembaga-lembaga dan proses
pendidikan berperan penting dalam
membentuk perilaku politik masyarakat
di negara tersebut. Begitu juga
sebaliknya, lembaga-lembaga dan
proses politik di suatu negara membawa
dampak besar pada karakteristik
pendidikan yang ada di negara tersebut.
Di Indonesia, kepedulian terhadap
hubungan pendidikan dan politik sudah
mulai herkembang dalam wacana
publik. Walaupun belum menjadi satu
bidang kajian akademik. Publikasi
berbagai seminar ataupun diskusi yang
mengangkat tema tentang pendidikan
dan politik masih kurang terdengar.
Andaipun ada, fokus bahasannya belum
begitu menyentuh aspek-aspek
substantif hubungan politik dan
pendidikan, hanya masih di seputar
aspek-aspek ideologis politik
pendidikan. Walaupun demikian,
keyakinan akan adanya hubungan yang
tak terpisahkan antara politik dan
pendidikan sudah mulai terbentuk.
21
Mochtar Buchori (M. Shirozi,
2005:30) mengemukakan bahwa
terdapat beberapa pemikiran yang
mendukung mulai berkembangnya
kesadaran masyarakat terhadap
hubungan antara pendidikan dan politik
yaitu:
Pertama, adanya kesadaran tentang
hubungan yang erat antara pendidikan
dan politik. Kedua, adanya kesadaran
akan peran penting pendidikan dalam
menentukan corak dan arah kehidupan
politik. Ketiga, adanya kesadaran akan
pentingnya pemahaman tentang
hubungan antara pendidikan dan
politik. Keempat, diperlukan
pemahaman yang lebih luas tentang
politik. Kelima, pentingnya pendidikan
kewarganegaraan (civic education).
Penjelasan Muchtar Buchori di
atas menggambarkan suatu keyakinan
terhadap hubungan erat antara
pendidikan dan politik. Terdapat
keyakinan yang sangant kuat bahwa
melalui pendidikan dapat menghasilkan
pemimpin politik yang berkualitas.
Melalui pendidikan seorang siswa akan
paham secara tidak langsung mengenai
seluk beluk politik. Begitu pula
sebaliknya, bahwa dunia politik adalah
salah satu sarana untuk
rnengaplikasikan berbagai ilmu yang
telah didapat siswa melalui dunia
pendidikan. Para siswa tidak dapat acuh
tak acuh terhadap segala sesuatu yang
terjadi di luar dunia sekolahnya.
Pendidikan politik merupakan
suatu sarana untuk meningkatkan
kesadaran berbangsa dan hernegara
yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dan terencana.
Pelaksanaan pendidikan politik, harus
berpegang teguh pada falsafah dan
kepribadian bangsa Indonesia. Secara
tidak langsung pendidikan politik
merupakan bagian integral dari
keseluruhan pembangunan bangsa yang
dilaksanakan sesuai dengan landasan
yang telah mendasari kehidupan bangsa
Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Partai Politik dijelaskan bahwa
Pendidikan Politik adalah proses
pembelajaran dan pemahaman tentang
hak, kewajiban, dan tanggung jawab
setiap warga negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pendidikan
Politik sebagaimana dimaksud
berkaitan dengan kegiatan: pendalaman
mengenai empat pilar berbangsa dan
bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggal Ika dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
pemahaman mengenai hak dan
kewajiban warga negara Indonesia
dalam membangun etika dan budaya
politik; dan c. pengkaderan anggota
Partai Politik secara berjenjang dan
berkelanjutan.
Dalam penelitian Estu Miyarso
(2009) tentang Pendidikan Politik
Mahasiswa (Studi Kasus Netralitas
Ormawa UNY dalam Pemilu 2009)
dijelaskan bahwa Dari hasil penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa:
Pendidikan politik yang dilaksanakan
oleh ormawa (organaisasi mahasiswa)
intra UNY kepada mahasiswa pada
hakekatnya merupakan kampanye
politik yang bersifat laten. Bentuk atau
format yang digunakan adalah
indoktrinasi dengan teknik propaganda
untuk mendapatkan kaderkader
ideology, melalui ormawa ekstra
22
kampus (KAMMI) maupun parpol
(PKS), baik secara kuantitas maupun
kualitasnya. Meski ormawa intra secara
eksplisit tidak pernah menyatakan
dukungan atau keberpihakannya pada
partai politik tertentu dalam pemilu
2009, namun indikator keberpihakan
yang dilakukan aktifisnya merupakan
fakta dan fenomena nyata. Dampak
negatif yang terjadi adalah pemahaman
(pengetahuan), sikap, dan perilaku
mahasiswa, ormawa bahkan lingkungan
kampus yang lebih sempit, puritan, dan
partisan
III. GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
A. Sejarah FISIP UMRAH
Sejarah keberadaan FISP di
Umrah cukup unik, hal ini dikarenakan
berawal dari niat pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau untuk membentuk
sebuah perguruan tinggi (universitas)
negeri.Pada dasarnya pemerintah dalam
hal Departemen Pendidikan Nasional
memberikan sinyal baik selama
pendirian perguruan tinggi baru ini
merupakan gabungan dari perguruan
tinggi-perguruan tinggi yang ada di
Provinsi Kepulauan Riau.Dalam hal ini
diajaklah Stisipol Raja Haji dan
Politeknik Batam untuk bergabung.
Pada saat izin Umrah Nomor
124/D/O/2007 tanggal 1 Agustus 2007
dikeluarkan, Stisipol Raja Haji belum
bergabung dikarenakan telah
melaksanakan izin pelaksanaan
pendidikan Strata-1 (S-1) sedangkan
Politeknik Batam hanya Diploma-III
(D-III). Dan pada akhirnya
dikeluarkanlah SK Mendiknas RI
Nomor : 06/D/O/2008 tanggal 14
Januari 2008 tentang Pemberian Ijin
Penggabungan Sekolah Tinggi Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL)
Raja Haji di Tanjungpinang ke dalam
Universitas Maritim Raja Ali Haji
(UMRAH) di Batam diselenggarakan
oleh Yayasan Pendidikan Provinsi
Kepulauan Riau, dimana salah satu
butir memutuskan dan menetapkan ayat
pertama bahwa memberikan ijin
penggabungan STISIPOL Raja Haji di
Tanjungpinang (dengan program studi
Sosiologi, Ilmu Pemerintahan, dan Ilmu
Administrasi Negara jenjang program
Sarjana (S-1) ke dalam Universitas.
Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) di
Batam (dengan program studi Ilmu
kelautan, Manajemen Sumberdaya
Perairan, Teknik Elektro, Teknik
Perangkat Lunak, Akuntansi,
Pendidikan Bahasa Indonesia jenjang
program sarjana (S-1), Teknik
Informatika, Teknik Elektro dan
Akuntansi jenjang program Diploma III
(D-III) yang diselenggarakan oleh
Yayasan Pendidikan Provinsi
Kepulauan Riau. Lantas pada tahun
2009 keluar kembali SK Mendiknas RI
nomor 55/D/O/2009 tentang Perubahan
atas Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 06/D/O/2008 tentang
Pemberian Ijin Penggabungan Sekolah
Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(STISIPOL) Raja Haji di
Tanjungpinang ke dalam Universitas
Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) di
Batam diselenggarakan oleh Yayasan
Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
menyatakan bahwa Dengan berlakunya
Keputusan Menteri ini maka Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor
235/D/O/2000 tentang Pendirian
Politeknik Batam di Batam dan
Pemberian Status Terdaftar kepada 3
(tiga) Program studi untuk jenjang
pendidikan Program DIII di
Lingkungan Politeknik Batam di Batam
dinyatakan Tetap Berlaku, sementara
Keputusan mengenai STISIPOL Raja
23
Haji dinyatakan Tidak Berlaku. Seiring
berjalannya waktu, ternyata pasca
bergabungnya Stisipol Raja Haji yang
telah menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik (FISP) Umrah ternyata tidak
berjalan dengan mulus, gonjang-
ganjing, riak-riak sering terjadi, yang
kemudian menjadi gelombang besar
dengan terbitnya Nota Kesepahaman
(MOU) antara Yayasan Pendidikan
Provinsi Kepulauan Riau yang
menaungi Universitas Maritim Raja Ali
Haji (UMRAH) dengan Yayasan Raja
Haji Fisabilillah yang menaungi
Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (STISIPOL) Raja Haji
tertanggal 06 Oktober 2009 yang
berisikan tentang Pemisahan Kembali
STISIPOL Raja Haji dan Umrah
terhitung sejak tanggal 05 September
2009 sehingga diberikanlah kesempatan
dan hak yang seluas-luasnya kepada
seluruh Dosen, Pegawai, dan
Mahasiswa untuk memilih FISP
UMRAH ataupun STISIPOL Raja Haji.
Kesempatan untuk memilih ini
hanya diberikan waktu selama 5 (lima)
hari kerja terhitung sejak Hari Selasa
tanggal 06 Oktober 2009 sampai
dengan tanggal 10 Oktober 2009.
Disela-sela waktu ini maka pada
tanggal 07 Oktober 2009 dilakukan
pelantikan di gedung Graha Kepri oleh
Gubernur Provinsi Kepulauan Riau
Bapak Ismeth Abdullah terhadap Dr.
Djaka Permana selaku Dekan Fisip,
dibantu oleh 3 orang Pembantu Dekan,
yaitu Pembantu Dekan I : Drs. Ganda
Upaya, MA., Pembantu Dekan II :
Suryaningsih, S.Sos., M.Si., dan
Pembantu Dekan III : Agus
Hendrayady, S.Sos., M.Si. Usai
pelantikan kelima orang ini diminta
untuk segera melakukan pembenahan
dan mengambil langkah-langkah
selanjutnya agar proses belajar-
mengajar mahasiswa FISP Umrah tidak
terganggu.
Sampai berakhirnya batas
waktu MOU maka ternyata ada 5 orang
dosen yang memilih tetap bertahan di
FISP Umrah yaitu Agus Hendrayady,
S.Sos., M.Si., Edy Akhyary, S.Sos.,
M.Si., Rumzi Samin, S.Sos., M.Si.,
Padang Rihim Siregar, S.Sos., MA.,
dan Suryaningsih, S.Sos., M.Si. serta 5
orang pegawai yaitu Darmawan, M.
Luthfi Andreanto, Murni, Nong M.
Amin, B.Sc., dan Zubir serta diikuti
oleh 397 orang Mahasiswa yang
menyatakan untuk ikut bergabung
dengan Fisip Umrah. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji pada awal
mulanya adalah Sekolah Tinggi Ilmu
Sosial & Ilmu Politik (STISIPOL) Raja
Haji yang melebur kedalam UMRAH
untuk memperkuat UMRAH di Bidang
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tahun
2008. Kemudian di tengah-tengah
perjalanan FISIP UMRAH, STISIPOL
Memisahkan diri untuk berdiri kembali
menjadi Perguruan Tinggi Swasta. Visi
misi FISIP Umrah adalah sebagai
berikut :
Visi : “Menjadi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Terkemuka di
Indonesia Berbasis Kemaritiman Tahun
2035”
Misi:
a. Menyelenggarakan Pendidikan
dan Pengajaran Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Berbasis
Kemaritiman secara
professional
b. Menyelengarakan Penelitian
untuk pengembangan ilmu yang
24
bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat
c. Melaksanakan pengabdian
kepada masyarakat
d. Menyelenggaraan Pengelolaan
Pendidikan Tinggi yang
profesional dan akuntabel untuk
meningkatkan citra perguruan
tinggi
e. Menghasilkan lulusan yang
cakap dan profesional, kreatif
dan Inovatif yang mamapu
bersaing di tingkat nasional
Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas
utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Atau
dengan kata lain, Dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan
dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan,
dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
Dalam suatu organisasi,
pimpinan yang bertanggungjawab akan
pelaksanaan tugas-tugas organisasi
sebaik-baiknya. Bertanggungjawab
tidak berarti ia sendiri yang harus
melaksanakan, tetapi seluruh pegawai
yang ada di organisasi tersebut.
Demikian juga halnya di FISIP Umrah,
pelaksanaan tugas sehari-harinya
dilaksanakan oleh pegawai secara
keseluruhan.
B. Struktur Organisasi FISIP Umrah
Struktur organisasi sangat
diperlukan agar organisasi tersebut
dapat berjalan baik dan teratur. Struktur
organisasi menggambarkan tugas dan
fungsi dimana terdapat pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab antara
masing-masing bagian atau antara
atasan dan bawahan. Dengan adanya
struktur organisasi yang jelas dan tepat
diharapkan terdapat pembagian tugas,
fungsi dan wewenang yang jelas pula,
sehingga apa yang telah direncanakan
dapat terlaksana dengan baik.
Berdasarkan pengertian itu,
dapat dikatakan bahwa, untuk mengatur
pola hubungan kerjasama dan
menyampaikan arus informasi dari atas
sampai pada satuan kerja terbawah serta
pelimpahan wewenang maupun
tanggungjawab pada masing-masing
personil yang ada dilingkungan
organisasi, maka diperlukan suatu
sistem organisasi sesuai dengan bentuk
atau struktur organisasi yang
diinginkan.
Struktur organisasi yang jelas
akan dapat menghindari adanya
ketimpangan-ketimpangan dalam
pekerjaan. Struktur organisasi juga
bergantung pada besar kecilnya
organisasi, pembagian tugas dan
wewenang serta tanggungjawab, yang
juga dimaksudkan untuk menghindari
pemusatan kekuasaan atas perangkapan
jabatan didalam suatu tangan unsur
pimpinan dan menghindari pelepasan
tanggungjawab dari unsur pimpinan.
C. Sarana dan Prasarana FISIP
UMRAH Pelayanan yang baik harus
diikuti oleh tersedianya sarana dan
prasarana yang mendukung kecepatan,
ketepatan, dan keakuratan pekerjaan.
Sarana dan prasarana yang dimiliki juga
harus dioperasikan oleh manusia yang
berkualitas pula. Disamping itu sarana
dan prasarana yang dimiliki juga
haruslah lengkap dan nyaman. Karena
kelengkapan dan kenyamanan sarana
dan prasarana ini akan membuat orang-
25
orang yang berurusan merasa betah
untuk berurusan dengan organisasi
sehingga mampu mengusir rasa bosan.
IV. ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
1. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis masih
menjadi faktor penting bagi sebagian
mahasiswa untuk memilih. Apalagi di
kondisi Kepulauan Riau yang sangat
kuat memegang agama dan budaya,
pemilih tentu saja melihat faktor
tersebut. Faktor agama menjadi hal
yang dipercaya sangat berpengaruh
dalam konteks pendekatan sosiologis.
Setiap individu memiliki sistem nilai,
keyakinan dan kepercayaan yang
berbeda-beda dan mewarisi
kemampuan yang berbeda-beda pula.
Kondisi ini jelas sangat mempengaruhi
individu ketika mengambil keputusan
politik
2. Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis tidak
begitu mempengaruhi dukungan
mahasiswa untuk berperan serta dalam
pemilu legislatif 2014. Karena
pendekatan psikologis menekankan
pada tiga aspek utama yaitu, ikatan
emosional pada partai politik atau
kandidat, orientasi terhadap isu-isu, dan
orientasi pada kandidat, untuk ketiga
hal tersebut diakui oleh mahasiswa
hanya menjadi faktor kecil dalam
menentukan mahasiswa mendukung
atau tidak dalam pemilu legislatif lalu.
3. Pendekatan Rasional
Pendekatan rasional ditemukan
bahwa masih adanya mahasiswa yang
belum memiliki kesadaran mahasiswa
sehingga berdampak pada tidak
aktifnya mereka dalam setiap kegiatan
politik. Hal yang menjadi faktor
utamanya adalah kurangnya
pemahaman dan pendidikan politik bagi
mahasiswa di Umrah Kota
Tanjungpinang.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat diambil kesimpulan bahwa Pola
Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji Terhadap Pemilu
Legislatif 2014 cenderung berdasarkan
pola pendekatan sosiologis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan di atas diketahui bahwa
pendekatan sosiologis masih menjadi
faktor penting bagi sebagian mahasiswa
untuk memilih. Apalagi di kondisi
Kepulauan Riau yang sangat kuat
memegang agama dan budaya, pemilih
tentu saja melihat faktor tersebut.
Faktor agama menjadi hal yang
dipercaya sangat berpengaruh dalam
konteks pendekatan sosiologis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
seluruh informan maka dapat dianalisa
bahwa pendekatan sosiologis
mempengaruhi mahasiswa untuk
mendukung dan memilih calon
legislatifnya. Agama dan suku menjadi
salah satu faktor penentu. Mahasiswa
yang dikenal sebagai kaum intelektual
masih berpedoman pada nilai-nilai yang
ada di masyarakat, menurut mereka
agama, suku, dan pendidikan yang ada
melekat di para calon legislatif akan
mempengaruhi kepribadian seseorang.
Dari hasil penelitian di atas ditemukan
fakta bahwa faktor alasan sosiologis
berpengaruh besar dalam prilaku
memilih masyarakat. Pendekatan ini
lebih menekankan faktor-faktor
sosiologis dalam membentuk perilaku
politik seseorang. Pendekatan ini pada
dasarnya menjelaskan bahwa
26
karakteristik sosial dan
pengelompokkan-pengelompokkan
sosial mempunyai pengaruh yang cukup
signifikan dalam menentukan perilaku
memilih seseorang. Karakteristik sosial
seperti pekerjaan, pendidikan,
organisasi dan sebagainya serta
karakteristik sosiologis seperti agama,
umur, jenis kelamin, dan sebagainya
merupakan faktor penting untuk
menjelaskan pilihan politik. Pendeknya,
perilaku memilih dapat dijelaskan
akibat pengaruh identifikasi seseorang
terhadap suatu kelompok sosial dan
norma-norma yang dianut oleh
kelompok atau organisasinya
B. Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya ada pendidikan
politik yang lebih baik yang
disampaikan bagi mahasiswa
sehingga bisa merubah pola
pikir para mahasiswa agar dapat
mendukung setiap kegiatan
politik yang ada, seperti
diadakan pendidikan pengantar
ilmu politik oleh kampus yang
bekerja sama dengan partai
politik, kemudian membuat
suatu kegiatan seperti debat
politik agar pengetahuan
mahasiswa dapat lebih luas lagi.
2. Sebaiknya ada sosialisasi
tentang pemilihan umum
legislatif yang datang langsung
ke Universitas Maritim Raja Ali
Haji Tanjungpinang seperti tata
cara, prosedur, mekanisme
hingga pengawasan dalam
perhitungan yang melibatkan
mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Nursal. 2004. Political
Marketing : Strategi
Memenangkan Pemilu. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar
Ilmu Politik. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka utama.
Davis, Keith, dan Jhon W. Newstrom.
2005. Perilaku Dalam
Organisasi Terjemahan.
Jakarta : Erlangga. Edisi ke
tujuh.
Gaffar, Affan. 2005. Politik Indonesia :
Transisi Menuju Demokrasi,
Yogyakarta : Pustaka. Pelajar.
Firmanzah. 2007. Mengelola Partai
Politik: Komunikasi dan
Positioning. Ideologi Politik di
era Demokrasi. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia
Kartini, Kartono. 2009. Pendidikan
Politik Sebagai Bagian Dari
Pendidikan Orang Dewasa.
Bandung : CV. Mondar Maju.
Komarudin, Sahid, 2011. Memahami
Sosiologi Politik. Bogor.
Ghalia Indonesia.
Lipset. 2007. Political Man.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
27
Nasikun, 2006. Sistem Sosial
Indonesia.PT. RajaGrafindo
Persada.Jakarta
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology
(Ilmu Pemerintahan Baru)
Jilid 1. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Philipus, Ng & Aini, Nurul. 2006.
Sosiologi dan Politik. PT.
RajaGrafindo Persada,Jakarta.
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis
dalam Studi Kebijakan Publik.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Prihatmoko, 2005, Pemilihan Kepala
Daerah Langsung, Pustaka
Pelajar,. Yogyakarta.
Rivai, Veitzhal. 2006. Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi.
Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Ritzer, George. 2007. Sosiologi: Ilmu
Pengetahuan Berparadigma
Ganda. Diterjemahkan oleh
Tim Penerjemah. Jakarta:
Rajawali Grafindo Persada.
Shirozi, Muhammad. 2005. Politik
Pendidikan: Dinamika
Hubungan antara Kepentingan
Kekuasaan dan Politik
Penyelenggaraan Pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sitepu, P.Anthonius, 2012, Studi Ilmu
Politik, Graha ilmu,
Yogyakarta.
Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta.
Sugiyono. 2005 Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung:
ALFABET.
Surbakti, Ramlan. 2007. Memahami
Ilmu Politik. PT. Grasindo,
Jakarta.
Sugiono, Arif. 2013. Strategic Political
Marketing. Yogyakarta:
Ombak
Umar, Husein. 2004. Sumber Daya
Manusia Dalam Organisasi,
Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Upe, Ambo. 2008. Sosiologi Politik
Kontemprer , Jakarta : Prestasi
Pustakarya
B. Jurnal :
Bismar, Arianto. 2013. Polarisasi
dukungan dalam pemilihan
pasangan walikota
Tanjungpinang 2012. Jurnal.
Vol 6, No 6, Oktober 2013.
Universitas Maritim Raja Ali
Haji Tanjungpinang.
Darmayadi, Andrias. 2011. Pergerakan
Mahasiswa Dalam Perspektif
Partisipasi Politik: Partisipasi
Otonom atau Mobilisasi,
Majalah Ilmiah UNIKOM,
Vol. 9, no.1.
M.Denni Irawan. 2014. Perilaku
pemilih pemula mahasiswa
28
Ilmu pemerintahan FISIP
umrah menjelang Pemilu
legislatif 2014. SKRIPSI
Estu Miyarso. 2009. Pendidikan Politik
Mahasiswa (Studi Kasus
Netralitas Ormawa UNY
dalam Pemilu 2009). Artikel
Penelitian: Pendidikan Politik
Mahasiswa