pola asuh orang tua dalam mendidik agama anak pada keluarga tukang ojek (studi kasus pada keluarga...

101
POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENDIDIK AGAMA ANAK PADA KELUARGA TUKANG OJEK (Studi Kasus pada Keluarga Tukang Ojek yang Mangkal di Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam Oleh: FAISAL NUR HIDAYAT NIM. 073111045 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011

Upload: rickbrosnan

Post on 20-Jan-2016

308 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENDIDIK AGAMA ANAK

PADA KELUARGA TUKANG OJEK (Studi Kasus pada Keluarga Tukang Ojek yang Mangkal

di Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh:

FAISAL NUR HIDAYAT

NIM. 073111045

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Faisal Nur Hidayat

NIM : 073111045

Jurusan / Program Studi : Pendidikan Agama Islam

menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian / karya

saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 19 Desember 2011

Saya yang menyatakan,

Faisal Nur Hidayat

NIM. 073111045

iii

iv

NOTA PEMBIMBING Semarang, November 2011

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan

koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENDIDIK AGAMA

ANAK PADA KELUARGA TUKANG OJEK (Studi Kasus

pada Keluarga Tukang Ojek yang Mangkal di Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang)

Nama : FAISAL NUR HIDAYAT

NIM : 073111045

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang munaqasah.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Pembimbing I

Drs. Widodo Supriyono, M.A.

NIP. 19591025 198703 1003

v

NOTA PEMBIMBING Semarang, November 2011

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan

koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENDIDIK AGAMA

ANAK PADA KELUARGA TUKANG OJEK (Studi Kasus

pada Keluarga Tukang Ojek yang Mangkal di Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang)

Nama : FAISAL NUR HIDAYAT

NIM : 073111045

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang munaqasah.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Pembimbing II

Ismail SM, M.Ag.

NIP. 19711021 199703 1002

vi

ABSTRAK

Judul : POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENDIDIK AGAMA ANAK

PADA KELUARGA TUKANG OJEK (Studi Kasus pada Keluarga

Tukang Ojek yang Mangkal di Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang)

Penulis : Faisal Nur Hidayat

NIM : 073111045

Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana

pola asuh orang tua dalam mendidik agama anak pada keluarga tukang ojek yang

mangkal di Kelurahan Mangkang Kulon Kec. Tugu Kota Semarang?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh orang tua dalam

mendidik agama anak pada keluarga tukang ojek yang mangkal di Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Jenis

penelitiannya adalah kualitatif, teknik pengumpulan datanya dengan

menggunakan observasi, wawancara dan telaah dokumen. Setelah data-data

penelitian terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis induktif.

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa tukang ojek yang mangkal

di Kelurahan Mangkang Kulon yang cenderung memiliki pola asuh otoriter adalah

20%, dengan ciri-ciri: orangtua memiliki peraturan dan pengaturan yang keras

(kaku), pemegang semua kekuasaan adalah orangtua, anak tidak mempunyai hak

untuk berpendapat, hukuman dijadikan alat jika anak tidak menurut, seringkali

memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orangtua). Tukang ojek yang

mangkal di Mangkang Kulon memiliki pola asuh demokratis adalah 40% , dengan

ciri-ciri: peraturan dari orangtua lebih luwes, mereka (orangtua) menggunakan

penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi dengan anak, adanya sikap terbuka

antara orangtua dan anak, adanya pengakuan orangtua terhadap kemampuan anak-

anaknya, memberi kesempatan untuk tidak tergantung dengan orangtua. Dan

tukang ojek yang mangkal di Mangkang Kulon yang memiliki pola asuh otoriter

adalah 40%, dengan ciri-ciri: mereka (orangtua) tidak memberikan aturan atau

pengarahan kepada anak, kontrol orangtua cenderung sangat lemah, mendidik

anak secara bebas, mereka (orangtua) Tidak memberikan bimbingan yang cukup,

mereka menganggap semua yang dilakukan anak sudah benar tidak perlu

diberikan teguran.

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan informasi bagi

mahasiswa, para pendidik, dan orangtua dalam rangka memaksimalkan

pendidikan keluarga yang ideal.

vii

TRANSLITERASI ARAB LATIN

Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada

SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor:

158/1987 dan Nomor: 0543b/Untuk1987. Penyimpangan penulisan kata sandang

(al-) disengaja secara konsisten agar sesuai teks Arabnya.

a t}

b z}

t ‘

s| gh

j f

h} q

kh k

d l

z| m

r n

z w

s h

sy ’

s} y

d}

Bacaan madd: Bacaan diftong:

a> = a panjang = au

i> = I panjang = a

u> = u panjang

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih,

tercurahkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah, dan taufik serta

inayah-Nya Dan tidak lupa pula penulis panjatkan shalawat serta salam kepada

sang revolusioner Muhammad Rasulullah SAW, yang dengan keteladanan,

keberanian dan kesabarannya membawa risalah Islamiyah yang sampai sekarang

telah mengangkat derajat manusia dan bisa kita rasakan buahnya.

Dengan kerendahan hati dan penuh kesadaran, peneliti sampaikan bahwa

skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya dukungan dan bantuan dari

semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu

penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang

telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Adapun ucapan terima kasih secara

khusus penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Suja’i, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam

Negeri Walisongo Semarang, yang telah memberikan ijin penelitian dalam

rangka penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Widodo Supriyono, M.A selaku dosen pembimbing I dan Ismail SM,

M.Ag selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

penulisan skripsi ini.

3. Nasirudin, M.Ag sebagai wali studi penulis yang turut memberi masukan dan

arahan selama belajar di kampus hijau.

4. Dosen, pegawai, dan seluruh civitas akademika di lingkungan Fakultas

Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

5. Ayahanda Nur Husen dan Ibunda Rumini selaku orang tua penulis yang telah

berjuang dengan jiwa dan raganya demi menghidupi putra-putrinya.

6. Semua guru-guru penulis yang telah memberikan pendidikan yang baik

sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

ix

7. Semua keluarga penulis dan teman-teman penulis yang telah memberikan

motivasi dan keceriaan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Kepada semuanya, peneliti mengucapkan terima kasih semoga budi

baiknya diterima oleh Allah SWT dan mendapat balasan berlipat ganda dari Allah

SWT. Peneliti juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena

itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dan

evaluatif dari semua pihak demi kesempurnaan. Akhirnya semoga skripsi ini

bermanfaat dan barakah bagi semua pihak, khususnya peneliti sendiri. Amin.

Semarang, 19 Desember 2011

Penulis

Faisal Nur Hidayat

NIM. 073111045

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................. ii

PENGESAHAN ...................................................................................... iii

NOTA PEMBIMBING ........................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................. vi

TRANSLITERASI .................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ............................................................................ viii

DAFTAR ISI .......................................................................................... x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Fokus dan Rumusan Masalah ................................................ 3

C. Pembatasan Istilah ................................................................ 4

D. Tujuan Penelitian .................................................................. 3

E. Kajian Pustaka ...................................................................... 8

F. Metode Penelitian ................................................................. 9

G. Analisis Data ........................................................................ 14

BAB II : POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK AGAMA

ANAK PADA KELUARGA TUKANG OJEK

A. Pendidikan Agama Dalam Keluarga ..................................... 17

1. Pengertian Pendidikan Keluarga ..................................... 17

2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga .... 20

3. Tujuan Pendidikan Agama dalam Keluarga ..................... 21

4. Aspek-aspek Pendidikan Agama dalam Keluarga ............ 22

B. Keluarga Tukang Ojek .......................................................... 26

1. Keluarga Tukang Ojek .................................................... 26

2. Fungsi Keluarga bagi Anak Keluarga Tukang Ojek ......... 28

C. Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik Anak .......................... 30

1. Pengertian Pola Asuh ...................................................... 30

xi

2. Tipe-tipe Pola Asuh ........................................................ 31

a. Pola Asuh Otoriter .................................................... 31

b. Pola Asuh Demokratis ............................................... 35

c. Pola Asuh Permisif.................................................... 38

BAB III : ANALISIS DATA TENTANG POLA ASUH ORANGTUA

DALAM MENDIDIK AGAMA ANAK PADA KELUARGA

TUKANG OJEK KELURAHAN MANGKANG KULON

KECAMATAN TUGU KOTA SEMARANG

A. Kondisi Umum Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota

Semarang .............................................................................. 41

1. Data Statis ...................................................................... 41

2. Data Dinamis .................................................................. 42

3. Struktur Organisasi Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan

Tugu Kota Semarang ...................................................... 44

B. Deskripsi Data tentang Pola Asuh Orangtua dalam mendidik Anak

pada Keluarga Tukang Ojek yang Mangkal di Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang .......................................... 45

1. Pola Asuh Otoriter .......................................................... 45

2. Pola Asuh Demokratis .................................................... 47

3. Pola Asuh Permisif ......................................................... 50

BAB IV : ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL SEKOLAH ALAM DI

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI AR-RIDHO SEMARANG

DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Analisis Data tentang Pola Asuh Otoriter dalam Mendidik Agama

Anak pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang .......................................... 56

B. Analisis Data tentang Pola Asuh Demokrasi dalam Mendidik Agama

Anak pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang .......................................... 57

xii

C. Analisis Data tentang Pola Asuh Permisif dalam Mendidik Agama

Anak pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang .......................................... 60

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 62

B. Saran-Saran ......................................................................... 62

C. Penutup ................................................................................ 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama di mana individu berada dan

akan mempelajari banyak hal penting dan mendasar melalui pola asuh dan binaan

orangtua atau anggota keluarga lainnya. Keluarga mempunyai peran penting bagi

pertumbuhan jiwa anak agar seorang anak tersebut dapat sukses di dunia dan di

akhirat. Namun disisi lain, keluarga juga bisa menjadi killing field (ladang

pembunuh) bagi perkembangan jiwa anak jika orangtua salah mengasuhnya.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa keluarga memegang tanggungjawab dan

peran penting dalam perjalanan hidup seseorang di masa yang akan datang. Keluarga

juga menjadi pusat pendidikan pertama dan utama yang mempunyai tugas

fundamental dalam mempersiapkan anak bagi kehidupannya di masa depan. Hal itu

dikarenakan dasar-dasar perilaku, sikap hidup, dan berbagai kebiasaan ditanamkan

kepada anak dimulai sejak lingkungan keluarga.1

Oleh karena itu di sinilah terletak suatu tanggung jawab moril yang berat tapi

mulia bagi orang tua dan lingkungan keluarga sebagai pendidik yang pertama dan

utama. Hal itu juga dikarenakan anak merupakan anugerah yang sangat besar yang

diberikan Allah SWT kepada orang tua. Oleh karena itu orang tua harus memelihara

anak dengan baik. seperti diibaratkan tumbuhan, apabila diberi perawatan dengan

baik dengan cara rajin memupuknya, menyirami dan memelihara dengan sebaik-

baiknya maka tumbuhan itu akan menjadi tumbuhan yang bagus, tetapi apabila

tumbuhan itu dibiarkan saja dan tidak dipelihara dengan baik maka tumbuhan

tersebut tidak akan tumbuh menjadi tumbuhan yang baik bahkan tumbuhan itu akan

layu dan mati.

Begitu juga dengan anak, jika anak dididik dengan baik maka kelak dia akan

menjadi seseorang yang baik tetapi sebaliknya jika seorang anak dibiasakan dengan

hal yang buruk dan kurangnya perhatian orang tua maka bersiaplah untuk menunggu

1 Mahfud Junaedi, Kyai Bisri Mustofa, (Pendidikan Keluarga Berbasis Pesantren), (Semarang:

Walisongo Pres, 2009 ), cet.1, hlm 8.

2

anak tersebut menjadi orang yang buruk tingkah lakunya. Karena sesungguhnya

seorang anak secara fitrah diciptakan dalam keadaan siap untuk menerima kebaikan

dan keburukan. Tiada lain hanya kedua orang tuanyalah yang membuatnya

cenderung pada satu diantara keduanya.2 Sehubungan dengan hal ini Rasulullah

pernah bersabda:

“Setiap anak dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya kedua orang

tuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, seorang Nasrani atau

seorang Majusi.” (HR. Al-Aswad bin Sari‟)3

Oleh karena itu orang tua harus mengarahkan anaknya ke jalan yang benar

agar menjadi anak yang baik dan berguna bagi agama, masyarakat, Bangsa dan

Negara. Selain itu para ulama mengatakan bahwa seorang anak merupakan amanat

bagi kedua orang tuanya. Kalbunya yang masih suci bagai permata yang begitu

polos, bebas dari segala macam pahatan dan gambaran, mereka siap menerima setiap

pahatan apa pun serta cenderung pada kebiasaan yang diberikan kepadanya. Jika ia

dibiasakan untuk melakukan kebaikan maka ia akan tumbuh menjadi orang yang

baik. Tetapi apabila ia dibiasakan melakukan hal-hal yang jelek niscaya dia akan

menjadi seorang yang celaka.4 Oleh karena itu harus ada pola asuh yang baik yang

diberikan orang tua untuk membimbing anak ke jalan yang benar agar anak sukses di

dunia dan akhirat.

Namun pada masa sekarang ini banyak orangtua yang kurang dapat

memberikan pendidikan agama kepada anaknya hal itu antara lain dikarenakan

karena mereka sibuk dengan pekerjaannya atau pola asuh yang kurang tepat. Oleh

karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang pola asuh orang tua dalam

mendidik anak pada keluarga yang mempunyai kesibukan yang relatif tinggi seperti

2 Jamal Abdurrrahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah, Terj. Bahrun Abubakar

Ihsan Zubaidi, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005), cet. 1, hlm 36.

3 Sayyid Ahmad Hasyimi, Mukhtar Al-Hadits An-Nabawiyyah, (Surabaya: Al-Haromain Jaya

Indonesia, 2005), Cet. I, hlm.130

4 Jamal Abdurrrahman, op.cit., hlm 22-23.

3

halnya tukang ojek, karena selama ini sebagian orang menganggap bahwa tukang

ojek merupakan orang yang dicap sebagai orang yang berpendidikan rendah dan

bekerja sibuk sepanjang hari. Dari sini muncul pertanyaan bagaimana sebenarnya

pola asuh orang tua dalam mendidik anaknya pada keluarga tukang ojek yang dicap

sebagai orang yang berpendidikan rendah dan bekerja sibuk sepanjang hari.

Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti tentang pola asuh orang tua dalam

mendidik agama anaknya khususnya pada keluarga tukang ojek yang menjadikan

profesi sebagai tukang ojek sebagai pekerjaan tetapnya.

Peneliti memilih lokasi penelitian di Kelurahan Mangkang Kulon karena

masyarakat Kelurahan Mangkang Kulon memiliki kesibukan dalam bekerja relatif

tinggi khususnya tukang ojek yang bekerja mulai dari pagi hari sampai sore hari,

Semua itu dilakukan hanya untuk menghidupi keluarganya. Selain itu Peneliti juga

sudah menetap di Kelurahan Mangkang Kulon selama kurang lebih tiga tahun

sehingga diharapkan dalam penelitian ini dapat lebih intensif.

Dari latar belakang itulah peneliti tertarik untuk meneliti pola asuh orangtua

dalam mendidik agama anak pada keluarga tukang ojek khususnya di Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang.

B. Fokus dan Rumusan Masalah

1. Fokus

Penelitian ini difokuskan pada pola asuh orangtua dalam mendidik agama

anak pada keluarga tukang ojek yang mangkal di Kelurahan Mangkang Kulon Kec.

Tugu Kota Semarang.

2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, rumusan masalahnya adalah: bagaimanakah pola asuh

orangtua dalam mendidik agama anak pada keluarga tukang ojek yang mangkal di

Kelurahan Mangkang Kulon Kec. Tugu Kota Semarang?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: Mengetahui pola asuh orangtua

dalam mendidik agama anak pada keluarga tukang ojek yang mangkal di Kelurahan

Mangkang Kulon Kec. Tugu Kota Semarang.

4

D. Pembatasan Istilah

1. Pola Asuh Orangtua

Menurut Elizabeth B. Hurlock, pola asuh orangtua adalah cara orangtua

dalam mendidik anak.5 Sedangkan menurut Chabib Thoha, pola asuh orangtua

berarti cara yang dilakukan orangtua dalam mendidik anaknya sebagai bentuk

tanggung jawabnya kepada anak.6

Kemudian menurut Kohn, seperti dikutip Chabib Thoha, pola asuh orangtua

adalah bagaimana cara mendidik orangtua terhadap anak, baik secara langsung

maupun tidak langsung.7

Pola asuh dibagi menjadi tiga yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis,i

dan pola asuh permisif.8 Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak

dengan aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berprilaku seperti dirinya

(orangtua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang

diajak berkomunikasi dan bertukar fikiran dengan orangtua, orangtua menganggap

bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan dengan

anak.9 Sedangkan pola asuh demokrasi ditandai dengan adanya pengakuan orangtua

terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung

dengan orangtua dan diberi kesempatan untuk mengatur hidupnya.10

Dan pola asuh

permisif ditandai dengan cara orangtua mendidik anak secara bebas, anak dianggap

sebagai orang dewasa/muda, ia diberi kebebasan seluas-luasnya untuk melakukan

apa saja yang dikehendaki. Kontrol orangtua terhadap anak sangat lemah.11

2. Mendidik

Mendidik merupakan seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dan sikap

yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi/mengasuh anak didik. Atau

5 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jilid I, terj. Meitasari Tjandiasa, (Jakarta:

Erlangga, 1989), cet. 6, hlm. 258.

6 Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), cet. 1,

hlm. 109.

7 Ibid., hlm 110.

8 Ibid., hlm 110.

9 Ibid., hlm 111.

10 Ibid., hlm 112.

11 Ibid., hlm 112.

5

dengan istilah yang lain yaitu sikap atau tindakan menuntun, membimbing,

memberikan pertolongan dari seseorang pendidik untuk menuju ke tujuan

pendidikan.12

3. Agama

Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu

agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Beberapa persamaan arti kata

“agama‟‟ dalam berbagai bahasa:

a. Ad din (Bahasa Arab dan Semit)

b. Religion (Inggris)

c. La religion (Perancis)

d. De religie (Belanda)

e. Die religion (Jerman)

Secara bahasa, perkataan „‟agama‟‟ berasal dari bahasa Sansekerta yang erat

hubungannya dengan agama Hindu dan Budha yang berarti „‟tidak pergi‟‟ tetap di

tempat, diwarisi turun temurun‟‟. Adapun kata din mengandung arti menguasai,

menundukkan, kepatuhan, balasan atau kebiasaan.

Din juga membawa peraturan-peraturan berupa hukum-hukum yang harus

dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa

larangan yang harus ditinggalkan.

Menurut Abu Ahmadi agama menurut bahasa:

a. Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang diartikan dengan haluan, peraturan,

jalan atau kebaktian kepada Tuhan.

b. Agama itu terdiri dari dua perkataan yaitu A. berarti tidak, Gama berarti kacau

balau, tidak teratur. Jadi agama berarti tidak kacau balau yang berarti teratur.

Agama menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang

mengikat manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia

dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang

12 Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997),

cet.1, hlm 18.

6

beragama adalah orang yang teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik

dengan dirinya maupun dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya.13

4. Anak

Anak adalah manusia yang masih kecil (sebelum sampai umur/ aqil baligh).

Ketika sudah aqil baligh, disebut dewasa.14

Menurut Imam Al- Ghozali anak merupakan amanah Allah yang harus dijaga

dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri pada

Allah.15

Kemudian, Aristoteles membagi perkembangan anak menjadi tiga tahap yang

lamanya masing-masing tujuh tahun.

Tahap I : dari 0;0 sampai 7;0 masa anak kecil atau masa bermain

Tahap II : dari 7;1 sampai 14;0 masa anak, masa sekolah rendah

Tahap III : dari 14;1 sampai 21;0 masa remaja atau pubertas; masa peralihan dari

anak menjadi orang dewasa.16

Namun Zakiah Daradjat membagi perkembangan agama pada anak menjadi

dua masa, yaitu:

a. Kanak-kanak tahun pertama (0,1 – 6).

b. Anak-anak pada umur sekolah (6,1 – 12).17

5. Studi Kasus

Studi kasus adalah mempelajari secara intensif tentang latar belakang

keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok,

lembaga atau masyarakat.18

13 http://dewon.wordpress.com/2007/11/04/kategori-20/, diakses tanggal 3 Oktober 2011 pukul

14.15 WIB.

14 Mursid, Kurikulum dan Pedidikan Anak Usia Dini (PAUD) Sebuah Harapan Masyarakat, (Semarang: AKFI Media, 2010), cet 2, hlm 2.

15 Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, op.cit., hlm 101.

16 Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta,

2005), cet 1, hlm 29.

17 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), cet. 15, hlm. 109-111.

18 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), cet. 13,

hlm 22.

7

6. Keluarga

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan

hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan

yang diikat oleh hubungan darah antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam

dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan yang diikat oleh

adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu

dengan yang lainnya, walaupun di antara mereka tidak terdapat hubungan darah.19

Sedangkan yang dimaksud keluarga di sini adalah keluarga yang ditinjau dari

hubungan darah yaitu suatu unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri

atau suami-istri dan anaknya.

7. Tukang Ojek

Tukang ojek merupakan seseorang yang mengais rezeki dengan memberikan

jasa angkut dengan menggunakan sepeda motor.

8. Kelurahan Mangkang Kulon

Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk

sebagai satu kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan

berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.20

Sedangkan Mangkang Kulon adalah sebuah kelurahan yang terletak di

sebelah paling ujung barat Kota Semarang yang berbatasan langsung dengan

Kabupaten Kendal.

Jadi yang dimaksud dengan judul dalam penelitian ini adalah cara yang

diterapkan orangtua dalam mendidik (menuntun, membimbing, memberikan

pertolongan kepada anak supaya anak tersebut dapat mencapai tujuan pendidikan

agama khususnya pendidikan agama Islam) pada keluarga tukang ojek di Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang.

19 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga (Sebuah

Perspektif Pendidikan Islam ), (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2004), cet. 1, hlm 16.

20 M. Fadjri, Individu, Keluarga dan Masyarakat, dalam Darmansyah M. (eds), Ilmu Sosial

Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), cet. 1, hlm 212.

8

E. Kajian Pustaka

Pendidikan bagi anak sangat penting sekali terutama yang berkaitan dengan

pendidikan keagamaan yang berlangsung dalam keluarga. Karena keluarga

merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak sehingga pola

asuh orangtua yang terjadi di dalamnya sangat berperan penting dalam proses

perkembangan dan pembentukan kepribadian anak dan tingkat keagamaan anak.

Di antara penelitian yang meneliti tentang pola asuh/pola pendidikan antara

lain dilakukan oleh Zakiyatul Fakhiroh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo tahun 1993 dengan judul skripsi “Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap

Kreativitas Anak di MA Miftahul Falah Cendono Kabupaten Kudus.” Menurut hasil

penelitiannya bahwa orangtua berpengaruh sekali terhadap perkembangan dan

kemampuan anak dalam bidang kreativitas terutama yang berkaitan dengan bakat

dan minat anak.

Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Choirul Ridlo mahasiswa Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo tahun 1999 dengan judul skripsi “Pengaruh Pola Asuh

Orangtua terhadap Tingkah Laku Keagamaan Siswa MTs Husnul Khatimah

Kelurahan Rowosari Kec. Tembalang Kota Semarang.” Menurut hasil penelitian pola

asuh yang diberikan oleh orangtua kepada anaknya mempunyai pengaruh positif bagi

tingkah laku keagamaan anak. Dalam arti semakin tinggi perhatian yang diberikan

orangtua, maka akan semakin baik dalam tingkah laku keagamaannya, baik di

lingkungan formal maupun di lingkungan non formal.

Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Untung Susanto mahasiswa

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo tahun 2005 dengan judul skripsi ”Pola

Pendidikan Agama Islam bagi Anak dalam Keluarga Penyadap Nyiur Studi Kasus di

Kelurahan Binangun Kec. Bantarsari Kab. Cilacap.” Menurut hasil penelitiannya

pola pendidikan agama Islam yang digunakan oleh orangtua penyadap nyiur dalam

mendidik anaknya terdiri dari tiga macam, yaitu: pola pendidikan yang memiliki

kecenderungan otoriter, pola pendidikan yang memiliki kecenderungan demokratis,

dan pola pendidikan yang memiliki kecenderungan permisif. Tetapi mayoritas

penyadap nyiur dalam mendidik anaknya yang memiliki kecenderungan otoriter.

9

Sedangkan penelitian yang akan peneliti kaji berjudul “Pola Asuh Orangtua

dalam Mendidik Anak pada Keluarga Tukang Ojek yang Mangkal di Kelurahan

Mangkang Kulon Kec. Tugu Kota Semarang.” Penelitian ini lebih memfokuskan

pada pola asuh yang dilakukan keluarga tukang ojek di Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang dalam mendidik anaknya.

F. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu

sebuah pendekatan yang digunakan untuk memahami dan menafsirkan makna suatu

peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam suatu peristiwa interaksi tingkah laku

manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.21

Selain itu

penelitian ini dikatakan menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini

mempunyai ciri khas yang terletak pada tujuannya, yakni mendeskripsikan tentang

segala sesuatu yang berkaitan dengan pola asuh tukang ojek dalam mendidik

anaknya.

Sedangkan jenis penelitian ini adalah jenis penelitian studi kasus karena pada

penelitian ini meneliti secara intensif tentang keadaan latar belakang keadaan

sekarang dan interaksi lingkungan keluarga tukang ojek Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang.

2. Fokus Penelitian

Penelitian ini lebih memfokuskan pada pola asuh orangtua dalam mendidik

agama anak pada keluarga tukang ojek yang mangkal di Kelurahan Mangkang

Kulon Kec. Tugu Kota Semarang, yakni:

a. Pola asuh otoriter, dengan indikator:

1) Peraturan dan pengaturan yang keras (kaku).

2) Pemegang semua kekuasaan adalah orangtua.

3) Anak tidak mempunyai hak untuk berpendapat.

4) Hukuman dijadikan alat jika anak tidak menurut.

21 Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2009) , Cet. 2, hlm 78.

10

5) Seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya.

b. Pola asuh demokratis, dengan indikator:

1) Peraturan dari orangtua lebih luwes.

2) Menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi dengan anak.

3) Adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak.

4) Adanya pengakuan orangtua terhadap kemampuan anaknya.

5) Anak diberi kesempatan untuk tidak tergantung dengan orangtua.

c. Pola asuh permisif, dengan indikator:

1) Orangtua cenderung tidak memberikan aturan dan pengarahan kepada anak.

2) Kontrol orangtua sangat lemah.

3) Orangtua mendidik anak secara bebas.

4) Orangtua tidak memberikan bimbingan yang cukup.

5) Orangtua menganggap bahwa semua yang dilakukan anak sudah benar tidak

perlu diberikan teguran, arahan atau bimbingan.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat

diperoleh.22

Sedangkan menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian

kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti

dokumen dan lain-lain.23

Oleh karena itu sumber data utama dalam penelitian ini

kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan.

Sumber penelitian sebagai sumber data utama untuk menggali informasi tidak

hanya manusia, akan tetapi juga peristiwa dan situasi yang diobservasi dapat juga

dijadikan sebagai sumber informasi sesuai dengan masalah yang diteliti. Sedangkan

sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:

a. Informan (Narasumber)

Dalam penelitian kualitatif posisi informan sangat penting sebagai

individu yang memiliki informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Oleh karena itu

22 Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,( Jakarta: Rineka

Cipta, 1998), cet. 11 hlm 114.

23 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),

cet. 26, hlm 157.

11

peneliti memilih tukang ojek yang mangkal di Kelurahan Mangkang Kulon

sebagai informan.

Dalam penelitian ini peneliti akan mencari informasi yang tepat dan detail

sesuai dengan kriteria tema yang ada. Yaitu tentang pola asuh orangtua dalam

mendidik agama anak pada keluarga tukang ojek yang mangkal di Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang.

b. Peristiwa dan Aktivitas

Dalam penelitian kualitatif sumber data yang digunakan selain informan

adalah peristiwa atau aktivitas. Dalam penelitian ini peneliti akan mengamati

kehidupan tukang ojek Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota

Semarang dalam mendidik anaknya.

4. Instrumen Penelitian

Pada prinsipnya meneliti adalah pengukuran terhadap fenomena sosial atau

alam. Karena prinsip meneliti adalah mengukur, maka harus menggunakan alat ukur

yang biasa disebut Instrumen Penelitian.

Instrumen Penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi

sistematis dan dipermudah olehnya.24

Dalam penelitian ini yang menjadi Instrumen Penelitian adalah peneliti

sendiri dengan menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara, observasi dan

telaah dokumen.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pada dasarnya pengumpulan data dasar dilakukan melalui beberapa teknik

dan untuk menghasilkan data yang objektif diperlukan teknik pengumpulan data

yang relevan.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

24 Suharsimi, Arikunto, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet. 6 hlm

134.

12

a. Observasi (pengamatan)

Menurut S. Nasution observasi diartikan sebagai pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.25

Sedangkan menurut Sutrisno Hadi mengatakan bahwa observasi diartikan

pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang

diselidiki.26

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan observasi terus terang

dan tersamar yaitu peneliti dalam melakukan penelitian menyatakan terus terang

kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Jadi mereka

yang diteliti mengetahui tentang aktivitas peneliti. Tetapi pada suatu saat peneliti

juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk menghindari

kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan.

Kemungkinan kalau dilakukan terus terang, maka peneliti tidak akan diizinkan

untuk melakukan observasi.27

Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan

manusia secara nyata. Dengan observasi dapat diperoleh gambaran yang lebih

jelas tentang kehidupan sosial yang sukar diperoleh dengan metode lain. Oleh

karena itu teknik pengumpulan data dengan observasi sangat diperlukan dalam

penelitian ini antara lain bertujuan untuk memperoleh informasi (data) dari

keluarga tukang ojek yang tidak bisa diungkapkan secara verbal karena data

tersebut sensitif atau ingin ditutupi. Selain itu teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data di luar persepsi responden

sehingga peneliti dapat memperoleh data yang komprehensif.

Oleh karena itu metode observasi sangat diperlukan oleh peneliti untuk:

1) Mengamati aktivitas (kesibukan) tukang ojek sehari-hari.

2) Mengamati pembinaan agama Islam pada anak keluarga tukang ojek.

25 S. Nasution, Metodologi Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 11, hlm 106.

26 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, (Yogyakarta: Andi, 2002), cet. 27, hlm 136.

27 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008),

cet. 5, hlm 228.

13

3) Mengamati metode yang digunakan oleh tukang ojek dalam mendidik agama

anaknya.

4) Mengamati pola asuh yang digunakan oleh tukang ojek dalam mendidik

anaknya.

5) Mengamati secara lebih dekat situasi dan kondisi Desa Mangkang Kulon

khususnya yang berkaitan dengan tukang ojek.

b. Wawancara

Wawancara adalah pertanyaan yang dilakukan secara lisan. Ini dapat

digunakan untuk menilai satu atau banyak sikap atau aneka ragam sikap,

kepercayaan dan pendapat pada satu atau beberapa hal.28

Teknik pengumpulan data dengan wawancara sangat dibutuhkan dalam

penelitian ini karena dalam teknik ini peneliti dapat berinteraksi langsung dengan

informan dan dapat menggali informasi secara langsung dengan informan secara

verbal. Oleh karena itu peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan

cara wawancara dengan tujuan untuk memperoleh data tentang:

1) Aktivitas (kesibukan) tukang ojek sehari-hari.

2) Pembinaan agama Islam pada anak keluarga tukang ojek.

3) Metode yang digunakan oleh tukang ojek dalam mendidik anaknya.

4) Pola asuh yang digunakan oleh tukang ojek dalam mendidik agama anaknya.

5) Situasi dan kondisi Desa Mangkang Kulon khususnya yang berkaitan dengan

tukang ojek.

c. Telaah Dokumen

Telaah dokumen merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

mengumpulkan data-data seperti foto, catatan, transkrip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, leger dan lain sebagainya.29

Teknik telaah

dokumen akan sangat membantu sekali dalam penelitian ini karena dapat

digunakan sebagai penguat kevalidan data yang telah ada.

28 Daniel .J. Mueller, Measuring Social Attitudes, terj. Eddy Soewardi Karta Widjadja,

Mengukur Sikap Sosial Pegangan untuk Peneliti dan Praktisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. 1,

hlm 108.

29 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi VI),

(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. 13, hlm. 231.

14

Oleh karena itu teknik pengumpulan data dengan telaah dokumen

sangatlah penting dalam penelitan ini karena digunakan untuk memperoleh data

yang berkaitan dengan foto-foto aktivitas tukang ojek sehari-hari dalam bekerja

maupun dalam mendidik anaknya.

G. Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis

secara induktif yakni suatu pengambilan keputusan dengan menggunakan pola pikir

yang berangkat dari fakta-fakta yang bersifat khusus, kemudian digeneralisasikan

kepada hal-hal yang bersifat umum.30

Dengan analisis induktif, data yang diperoleh

secara sistematis dan objektif melalui observasi, wawancara dan telaah dokumen

akan diolah dan dianalisis secara induktif.

Dalam penelitan ini peneliti akan menganalisis data tentang bagaimana pola

asuh orangtua dalam mendidik anak pada keluarga tukang ojek di kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang. Oleh karena itu peneliti akan

berusaha mengumpulkan data secara sistematis dan objektif melalui observasi ,

telaah dokumen dan wawancara terhadap keluarga tukang ojek kelurahan Mangkang

Kulon tentang pola asuh yang diterapkan dalam mendidik anaknya. Kemudian data

tersebut akan diolah dan dianalisis secara induktif.

H. Sistematika Penelitian

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

B. Fokus dan Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Pembatasan Istilah

E. Kajian Pustaka

F. Metode Penelitian

G. Analisis Data

30 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), cet. 1, hlm 47.

15

H. Sistematika Penelitian Skripsi

Bab II POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENDIDIK AGAMA ANAK

PADA KELUARGA TUKANG OJEK

A. Pendidikan Agama pada Keluarga

1. Pengertian pendidikan pada keluarga

2. Dasar pendidikan pada keluarga

3. Tujuan pendidikan pada keluarga

4. Aspek-aspek pendidikan pada keluarga

B. Keluarga Tukang Ojek

1. Keluarga tukang ojek

2. Fungsi keluarga bagi anak pada keluarga tukang ojek

C. Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik Agama Anak pada Keluarga

Tukang Ojek

1. Pengertian pola asuh

2. Tipe-tipe pola asuh

a. Pola asuh otoriter

b. Pola asuh demokratis

c. Pola asuh permisif

Bab III Deskripsi Data tentang Kondisi Umum dan Khusus Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang

A. Deskripsi Data tentang Kondisi Umum dan Khusus Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang

1. Data Statis

2. Data Dinamis

B. Deskripsi Data tentang Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik

Anak pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang

1. Pola asuh otoriter

2. Pola asuh demokrasi

3. Pola asuh permisif

16

Bab IV Analisis Data tentang Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik Agama

Anak pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang

A. Analisis Data tentang Pola Asuh Otoriter dalam mendidik Agama

Anak pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang

B. Analisis Data tentang Pola Asuh Demokratis dalam mendidik

Agama Anak pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang

Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang

C. Analisis Data tentang Pola Asuh Permisif dalam mendidik Agama

Anak pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon

Kecamatan Tugu Kota Semarang

Bab V Penutup

A. Kesimpulan

B. Saran-saran

C. Penutup

17

BAB II

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK AGAMA ANAK

PADA KELUARGA TUKANG OJEK

A. Pendidikan Agama Dalam Keluarga

1. Pengertian Pendidikan Keluarga

Istilah keluarga dan pendidikan adalah dua istilah yang tidak bisa dipisahkan.

Sebab, di mana ada keluarga di situ ada pendidikan. Di mana ada orang tua di situ

ada anak yang merupakan suatu kemestian dalam keluarga. Ketika ada orang tua

yang ingin mendidik anaknya, maka pada waktu yang sama ada anak yang

menghajatkan pendidikan dari orang tua. Dari sini muncullah istilah “pendidikan

keluarga”. Artinya, pendidikan yang berlangsung dalam keluarga yang dilaksanakan

oleh orang tua sebagai tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik anak dalam

keluarga.1

Dengan demikian, pendidikan keluarga adalah usaha sadar yang dilakukan

orang tua, karena mereka pada umumnya merasa terpanggil (secara naluriah) untuk

membimbing dan mengarahkan, pengendali dan pembimbing (direction control and

guidance, konservatif (mewariskan dan mempertahankan cita-citanya), dan

progressive (membekali dan mengembangkan pengetahuan nilai dan ketrampilan

bagi putra-putri mereka sehingga mampu menghadapi tantangan hidup di masa

datang.2

Selain itu keluarga juga diharapkan dapat mencetak anak agar mempunyai

kepribadian yang nantinya dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya,

sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa

yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengkombinasikan antara pendidikan

keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut, sehingga masjid, pondok pesantren,

dan sekolah merupakan tempat peralihan dari pendidikan keluarga.

1 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang tua dan Anak dalam Keluarga (Sebuah

Perspektif Pendidikan Islam, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2004), hlm. 2

2 Mahfud, Junaedi, Kyai Bisri Mustofa, Pendidikan Keluarga Berbasis Pesantren, (Semarang:

Walisongo Press, 2009), hlm. 13.

18

Namun demikian, orang tua perlu bekerja sama dengan pusat pendidikan

tempat mengamanatkan pendidikan anaknya, seperti belajar di madrasah dan

pesantren. Tujuannya adalah tetap memantau setiap perkembangan pendidikan anak

dan tidak melepaskan tanggungjawab. Hal itu merupakan bentuk tanggung jawab

orang tua terhadap pendidikan anaknya apabila ia sendiri merasa tidak mampu untuk

memberikan pendidikan yang dibutuhkan anaknya.

Pada posisi ini fungsi dan peran madrasah, pesantren, da pusat pendidikan

lainnya hanya membantu kelanjutan pendidikan yang telah dimulai dalam keluarga.

Artinya, bahwa tanggung jawab pendidikan anak pada akhirnya kembali kepada

orang tua juga.3

Hal itu dikarenakan orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam

keluarga. Bagi anak, orang tua adalah model yang harus ditiru dan diteladani.

Sebagai model, orang tua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak

dalam keluarga. Sikap dan perilaku orang tua harus mencerminkan akhlak yang

mulia. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan

sesuatu yang baik-baik saja kepada anak mereka.

Pembentukan budi pekerti yang baik adalah tujuan utama dalam pendidikan

Islam. Karena dengan budi pekerti itulah tercermin pribadi yang mulia. Sedangkan

pribadi yang mulia itu adalah pribadi yang utama yang ingin dicapai dalam mendidik

anak dalam keluarga. Namun sayangnya, tidak semua orang tua dapat melakukannya.

Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, misalnya orang tua yang sibuk dan

bekerja keras siang malam dalam hidupnya untuk memenuhi kebutuhan materi anak-

anaknya, waktunya dihabiskan di luar rumah, jauh dari keluarga, tidak sempat

mengawasi perkembangan anaknya, dan bahkan tidak punya waktu untuk

memberikan bimbingan, sehingga pendidikan akhlak bagi anak-anaknya terabaikan.

Dalam kasuistik tertentu sering ditemukan sikap dan perilaku orang tua yang

keliru dalam memperlakukan anak. Misalnya, orang tua membiarkan anak-anaknya

nongkrong di jalan dan begadang hingga larut malam. Mereka menghabiskan

waktunya hanya untuk bermain atau guyon, mengejek satu sama lain, dan saling

3 Ibid., hlm. 11

19

berlomba melempar kata-kata kotor. Padahal semestinya waktu-waktu tersebut bisa

dimanfaatkan oleh orang tua untuk mendidik anak-anaknya untuk mengaji Al-Qur’an

di rumah. Meski orang tua memiliki kemampuan yang kurang baik dalam membaca

Al-Qur’an, tetapi upaya orang tua itu dapat mempersempit ruang gerak anak untuk

hal-hal yang kurang baik dalam pandangan agama.

Dalam keluarga yang broken home sering ditemukan seorang anak yang

kehilangan keteladanan. Orang tua yang diharapkan oleh anaknya sebagai teladan,

ternyata belum mampu memperlihatkan sikap dan perilaku yang baik. Akhirnya anak

kecewa terhadap orang tuanya. Anak merasa resah dan gelisah. Mereka tidak betah

tinggal di rumah. Keteduhan dan ketenangan merupakan hal yang langka bagi anak.

Hilangnya keteladanan dari orang tua yang dirasakan anak memberikan

peluang bagi anak untuk mencari figur yang lain sebagai tumpuan harapan untuk

berbagi perasaan dalam duka dan lara. Di luar rumah, anak mencari teman yang

dianggapnya dapat memahami dirinya; perasaan dan keinginannya. Kegoncangan

jiwa anak ini tidak jarang dimanfaatkan oleh anak-anak nakal untuk menyeretnya ke

dalam sikap dan perilaku jahiliyah. Sebagian besar kelompok mereka tidak hanya

sering mengganggu ketenangan orang lain seperti melakukan pencurian atau

perkelahian, tetapi juga tidak sedikit yang terlibat dalam penggunaan obat-obat

terlarang atau narkoba. Pergi ke tempat-tempat hiburan merupakan kebiasaan

mereka. Menggoda wanita muda atau pergi ke tempat prostitusi adalah hal yang

biasa dalam pandangan mereka.

Sikap dan perilaku anak yang asosial dan amoral seperti di atas tidak bisa

dialamatkan kepada keluarga miskin, bisa saja datang dari keluarga kaya. Di kota-

kota besar misalnya, sikap dan perilaku anak yang asosial dan amoral justru datang

dari keluarga kaya yang memiliki kerawanan hubungan dalam keluarga. Ayah, ibu

dan anak sangat jarang bertemu dalam rumah. Ayah atau ibu sibuk dengan tugas

mereka masing-masing, tidak mau tahu kehidupan anak. Kesunyian rumah

memberikan peluang bagi anak untuk pergi mencari tempat-tempat lain atau apa saja

yang dapat memberikan keteduhan dan ketenangan dalam kegalauan batin.

Akhirnya, apa pun alasannya, mendidik anak adalah tanggung jawab orang

tua dalam keluarga. Oleh karena itu, sesibuk apa pun pekerjaan yang harus

20

diselesaikan, meluangkan waktu demi pendidikan anak adalah lebih baik. Bukankah

orang tua yang bijaksana adalah orang tua yang lebih mendahulukan pendidikan anak

daripada mengurusi pekerjaan siang dan malam.4

2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga

Dalam Al-Qur’an ada banyak ayat yang menyiratkan keharusan sang

orangtua untuk selalu menjaga dan mendidik seluruh anak-anaknya. Seperti yang

ditegaskan dalam surat At-Tahrim ayat 6:

Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api

neraka, dimana (neraka) itu bahan bakarnya dari manusia dan batu-batuan,

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang keras, yang tidak mendurhakai

Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan.

Menjaga dan mendidik anak dengan persepsi ayat tersebut memberikan

pemahaman yang sangat luas dan fleksibel, yaitu memberi perhatian maksimal

dengan melakukan stimulasi edukatif yang berorientasikan kepada peningkatan

potensi daya intelektual, sensasi perasaan atau psikis, menguatkan potensi daya

intelektual, sensasi perasaan atau psikis, menguatkan daya fisik atau jasmani,

memberi makanan dan minuman yang thayyibah, halal dan bergizi tinggi, dan

aktivitas-aktivitas lainnya yang bermanfaat bagi anak. Serta menghindarkan anak

dari marabahaya yang berdampak pada fisik maupun psikisnya.5

Pembentukan budi pekerti yang baik adalah tujuan utama dalam pendidikan

Islam. Karena dengan budi pekerti itulah tercermin pribadi yang mulia. Sedangkan

pribadi yang mulia itu adalah pribadi yang utama yang ingin dicapai dalam mendidik

anak dalam keluarga.6

4 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 29-31

5 Mursid, Kurikulum dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Sebuah Harapan Masyarakat,

(Semarang: AKFI Media, 2010), hlm. 75.

6 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 29-3

21

3. Tujuan Pendidikan Agama dalam Keluarga

Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok

orang yang melakukan suatu kegiatan.7 Oleh karena itu tujuan pendidikan keluarga

adalah sasaran yang akan dicapai oleh orang tua dalam mendidik keluarganya

khususnya mendidik anaknya. Sedangkan tujuan utama pendidikan keluarga adalah

untuk mencapai keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah sehingga keluarga

tersebut sejahtera di dunia dan akhirat.

Dengan demikian orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang

memberikan pengetahuan pada keluarganya khususnya pada anaknya, mempunyai

sikap dan ketrampilan yang memadahi, memimpin keluarga dan mengatur

kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, dan bertanggung

jawab dalam kehidupan keluarga, baik jasmani maupun rohani.

Pendidikan yang diberikan kepada anak didik dari orang tuanya memiliki

beberapa tujuan, yakni sebagai berikut:

a. Memberikan dasar pendidikan budi pekerti yaitu, norma pandangan hidup tertentu

walaupun masih dalam bentuk yang sederhana kepada anak didik.

b. Memberikan dasar pendidikan sosial yaitu, melatih anak didik dalam tata cara

bergaul yang baik terhadap lingkungan sekitarnya.

c. Memberikan dasar pendidikan intelek yaitu, anak diajarkan kaidah pokok dalam

percakapan, bertutur bahasa yang baik, kesenian disajikan dalam bentuk

permainan.

d. Memberikan dasar pembentukan kebiasaan yaitu, pembinaan kepribadian yang

baik dan wajar dengan membiasakan kepada anak untuk hidup teratur bersih,

tertib, disiplin, rajin yang dilakukan secara bertahap tanpa unsur paksaan.

e. Memberikan dasar pendidikan kewarganegaraan yaitu, memberikan norma

nasionalisme dan patriotisme, cinta tanah air dan berperikemanusiaan yang

tinggi.8

7 Nur Unbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm.

33.

8 Mahfud Junaedi, Kyai Bisri Mustofa, op.cit., hlm. 17-18.

22

4. Aspek-aspek Pendidikan Agama dalam Keluarga

Sebagai realisasi tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak, ada

beberapa aspek yang sangat penting untuk diperhatikan orangtua, yakni:

a. Pendidikan ibadah

b. Pokok-pokok ajaran Islam dan membaca Al-Qur’an

c. Pendidikan akhlakul kharimah

d. Pendidikan aqidah islamiyah

Keempat aspek inilah yang menjadi tiang utama dalam pendidikan Islam.

a. Pendidikan ibadah

Pendidikan ibadah, khususnya sholat disebutkan dalam QS. Luqman ayat

17, sebagai berikut:

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia untuk mengerjakan

yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu termasuk diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqman: 17).

Pendidikan sholat dalam ayat ini tidak terbatas tentang kaifiyah untuk

menjalankan sholat yang lebih bersifat fiqhiyah, melainkan termasuk

menanamkan nilai-nilai di balik ibadah sholat. Mereka harus mampu tampil

sebagai pelopor amar ma’ruf dan nahi mungkar serta jiwanya teruji menjadi orang

yang sabar.9

Dalam sabda Rasulullah Muhammad SAW, juga disebutkan tentang

pendidikan sholat untuk keluarga yakni:

عليها

9 Habib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm.

105-106

10 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Maktabah asy-Syamilah, Juz 2, hlm. 88.

23

Perintahkanlah anak-anakmu untuk menjalankan ibadah sholat ketika

mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika telah berusia

sepuluh tahun (belum mau menjalankan sholat). (HR. Abu Dawud).

Dengan mendidik anak tentang ibadah sejak dini diharapkan agar anak

dapat mempelajari hukum-hukum ibadah sejak masa pertumbuhannya, sehingga

ketika tumbuh besar ia terbiasa melakukan dan terdidik untuk menaati Allah,

melaksanakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, berpegang pada-Nya, bersandar

dan berserah diri pada-Nya. Anak akan mendapatkan kesucian ruh, kesehatan

jasmani, kebaikan akhlak, perkataan dan perbuatan dalam ibadah.11

b. Pokok-pokok ajaran Islam dan membaca Al-Qur’an

Pendidikan dan pengajaran Al-Qur’an serta pokok-pokok ajaran Islam

telah disebutkan dalam Hadist Nabi:

“Sebaik-baik dari kamu sekalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an

dan kemudian mengajarkannya.” (HR. Al-Baihaqi).

Mengenai pendidikan nilai dalam Islam sebagaimana juga disebutkan

dalam firman Allah:

“(Lukman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu

perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di

dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).

Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi maha Mengetahui.” (QS. Luqman:

16).

Penanaman nilai-nilai baik yang bersifat universal, kapanpun dan

dimanapun sangat dibutuhkan oleh manusia. Menanamkan nilai-nilai baik tidak

hanya berdasarkan pertimbangan waktu dan tempat meskipun kebaikan itu hanya

11 Mursid, op.cit, hlm. 66-67

12 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 3, (Indonesia:

Maktabah Dahlan), hlm. 2084.

24

sedikit jika dibandingkan dengan kejahatan, ibarat sebiji sawi dengan seluas

langit dan bumi, maka yang baik akan tampak baik dan yang jahat akan tampak

sebagai kejahatan. Penanaman pendidikan ini harus disertai contoh konkrit yang

masuk pemikiran anak, sehingga penghayatan mereka didasari dengan kesadaran

rasional.13

c. Pendidikan akhlakul karimah

Akhlakul karimah merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan

dalam pendidikan keluarga. Yang paling utama ditekankan dalam pendidikan

Islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal

yang baik, menghormati kepada kedua orang tua, bertingkah laku yang sopan

baik dalam perilaku keseharian maupun dalam bertutur kata.14

Sebagaimana disebutkan dalam surat Lukman ayat 14, 18 dan 19 sebagai

berikut:

Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk (berbuat baik) kepada dua

orangtua ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan

lemah yang bertambah- lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun.

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya

kepada-Kulah kamu akan kembali. (Lukman, 14).

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena

sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi

membanggakan diri.(Lukman, 18).

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.

Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara khimar. (Lukman, 19).

13 Mahfud Junaedi, op.cit., hlm. 37-38

14 Ibid., hlm 39

25

Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa tekanan utama pendidikan

keluarga dalam Islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih anak

membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada kedua orangtua,

bertingkah laku yang sopan baik dalam perilaku keseharian maupun dalam

bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik,

melainkan disertai contoh-contoh konkret untuk dihayati maknanya. Dicontohkan

kesusahan ibu yang mengandung, serta jeleknya suara khimar bukan sekedar

untuk diketahui, melainkan untuk dihayati apa yang ada dibalik yang nampak

tersebut. Kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya.15

Dengan demikian, orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan

akhlakul karimah pada anak-anaknya, karena akhlak merupakan alat yang dapat

membahagiakan seseorang di dalam kehidupan baik di dunia maupun di

akhirat.16

d. Pendidikan aqidah islamiyah

Pendidikan Islam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan

akidah Islamiyah di mana akidah ini merupakan inti dari dasar keimanan

seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Hal ini tersirat dalam

firman Allah SWT:

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman: 13).

Ayat tersebut menggambarkan dan sekaligus menjadi dasar pedoman

hidup setiap muslim bahwa pola umum pendidikan keluarga menurut Islam

dikembalikan pada pola yang dilaksanakan Luqman pada anaknya. Setiap

muslim dan seluruh kaum muslim wajib menjalani kehidupannya sesuai dengan

aturan-aturan yang ada dalam hukum syar’i. Dengan demikian menjadi jelas

15 Chabib Thoha, op.cit., hlm. 108

16 Mahfud Junaedi, op.cit., hlm. 39

26

bahwa Islam bukan hanya sekedar agama ritual belaka, dan bukan pula sekedar

ide-ide teologi atau kepastoran akan tetapi Islam adalah suatu metode kehidupan

tertentu.17

B. Keluarga Tukang Ojek

1. Keluarga Tukang Ojek

Definisi tentang keluarga sangatlah beragam dan dapat ditinjau dari berbagai

sudut pandang. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dapat ditinjau dari dimensi

hubungan darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah

merupakan suatu kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara yang satu dengan

yang lainnya. Dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan

yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi

antara satu dengan yang lainnya, walaupun di antara mereka tidak terdapat hubungan

darah.18

Sedangkan menurut Soeleman secara psikologis, keluarga adalah sekumpulan

orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing

anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi,

saling memperhatikan, saling menyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian

pedagogis, keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang

antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang

bermaksud untuk saling menyempurnakan diri.19

Pada dasarnya keluarga itu adalah sebuah komunitas dalam “satu atap”.

Kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami-istri dan saling

interaksi dan berpotensi punya anak dan akhirnya membentuk komunitas baru yang

disebut keluarga. Karenanya keluarga pun dapat diberi batasan sebagai sebuah group

yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit

banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi,

17 Mahfud Junaedi, op.cit., hlm. 39-40

18 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm 16.

19 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), cet. 2, hlm 17

27

keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari

suami, istri dan anak-anak.20

Sedangkan tukang ojek adalah seseorang yang mengais kehidupan (mencari

nafkah) dengan memberikan jasa angkut dengan menggunakan sepeda motor. Jadi

yang dimaksud keluarga tukang ojek disini adalah sebuah komunitas sosial yang

terdiri dari suami, istri dan anak dimana mata pencaharian kepala keluarganya adalah

sebagai tukang ojek (memberikan jasa angkut dengan menggunakan sepeda motor).

Sebagai kepala keluarga yang berprofesi sebagai tukang ojek, selain harus

mencari rezeki dengan memberikan jasa angkut dengan ditemani sepeda motor

sepanjang hari, “sang ayah” juga berkewajiban mendidik anaknya. Hal itu

dikarenakan tugas mendidik anak adalah kewajiban setiap orang tua agar buah

hatinya selamat di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu sesibuk apapun tukang ojek dalam mengasi rezeki, mereka

tetap dituntut untuk mendidik buah hatinya. Kalaupun toh mereka beralasan sibuk

atau tidak bisa mendidik karena kurang pandai dalam ilmu, mereka wajib untuk

menyekolahkan dan memasukkannya ke madrasah. Hal itu merupakan bentuk

tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya apabila ia sendiri tidak

mampu untuk memberikan pendidikan yang dibutuhkan anaknya.

Selain pendidikan yang kondusif di dalam sebuah keluarga khususnya

keluarga tukang ojek juga penting sekali diciptakan lingkungan keluarga yang

agamis (baik), dalam arti menguntungkan bagi kemajuan dan perkembangan pribadi

anak serta mendukung tercapainya tujuan yang dicita-citakan.

Sebab lingkungan keluarga yang kondusif akan memberikan suasana

emosional yang baik bagi anak-anak seperti perasaan senang, aman, disayangi, dan

dilindungi. Suasana yang demikian bisa tercipta manakala kehidupan rumah tangga

(suami istri) sendiri diliputi suasana yang sama. Rasa kasih sayang dan ketentraman

yang diciptakan bersama oleh kedua orang tua akan membuat anak bertumbuh dan

berkembang dalam suasana bahagia.21

20 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 17

21 Mahfudz Junaedi, op.cit., hlm 9

28

2. Fungsi Keluarga bagi Anak Keluarga Tukang Ojek

Pada kehidupan setiap keluarga merupakan suatu komunitas yang sangat

vital. Begitu juga dengan keluarga tukang ojek, keluarga merupakan bagian yang

sangat penting dalam kehidupan keluarga tukang ojek karena di mulai dari komunitas

keluargalah, keluarga tukang ojek belajar sesuatu. Keluarga merupakan tempat

pendidikan pertama dan utama seseorang.

Pada kehidupan setiap orang, keluarga merupakan suatu komunitas yang

sangat vital karena keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama.

Begitu juga dengan keluarga tukang ojek, keluarga merupakan bagian yang sangat

penting dalam kehidupan mereka karena dari komunitas keluargalah mereka mulai

belajar sesuatu.

Selain itu keluarga juga mempunyai berbagai macam fungsi, yakni:

a. Fungsi Ekonomis

Keluarga merupakan satuan sosial yang mandiri yang disitu anggota-

anggota keluarga mengkonsumsi barang-barang yang diproduksinya.

b. Fungsi Sosial

Keluarga memberikan prestise dan status kepada anggota-anggotanya.

c. Fungsi Edukatif

Keluarga memberikan pendidikan kepada anggota keluarganya khususnya

kepada anak-anaknya.

d. Fungsi Protektif

Keluarga melindungi anggotanya dari ancaman fisik, ekonomi dan psikososial.

e. Fungsi Religius

Keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggotanya.

f. Fungsi Afektif

Keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan.22

Selain dari keenam fungsi tadi di atas, keluarga juga memiliki fungsi strategis

dalam pembentukan kepribadian anak. Hal itu dikarenakan sejak kecil anak sudah

mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan

22

Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. 10, hlm. 121

29

hidup sehari-hari dalam keluarga. Baik tidaknya keteladanan yang diberikan dan

kebiasaan hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga akan mempengaruhi

perkembangan jiwa anak. Karena keteladanan dan kebiasaan yang orang tua

tampilkan dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari dalam keluarga tidak terlepas

dari perhatian dan pengamatan anak. Dan meniru kebiasaan hidup orang tua adalah

suatu hal yang sering anak lakukan, karena memang pada masa perkembangannya,

anak selalu ingin meniru apa-apa yang orang tua lakukan. Anak selalu ingin meniru

dalam pendidikan dikenal dengan istilah anak belajar melalui imitasi.

Pendapat di atas juga diperkuat oleh sajak Dorothy Law Nolte. Melalui

sajaknya yang berjudul “Anak belajar dari kehidupan,” dia mengatakan bahwa: Jika

anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan

permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar

rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika

anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan

dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia

belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia

belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh

kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan

cinta dalam kehidupan.

Dalam kehidupan sehari-hari orang tua tidak hanya secara sadar, tetapi juga

terkadang secara tidak sadar memberikan contoh yang kurang baik kepada anak.

Misalnya, meminta tolong kepada anak dengan nada mengancam, tidak mau

mendengarkan cerita anak tentang sesuatu hal, memberikan nasihat tidak pada

tempatnya dan tidak pada waktu yang tepat, berbicara kasar kepada anak, terlalu

mementingkan diri sendiri, tidak mau mengakui kesalahan padahal apa yang telah

dilakukan adalah salah tetapi mengaku serba tahu, padahal tidak mengetahui banyak

tentang sesuatu, terlalu mencampuri urusan anak, membeda-bedakan anak, kurang

memberikan kepercayaan kepada anak untuk melakukan sesuatu, dan sebagainya.

30

Beberapa contoh sikap dan perilaku dari orang tua yang dikemukakan di atas

berimplikasi negatif terhadap perkembangan jiwa anak. Anak telah belajar banyak

hal dari orang tuanya. Anak belum memiliki kemampuan untuk menilai, apakah yang

diberikan oleh orang tuanya itu termasuk sikap dan perilaku yang baik atau tidak.

Yang penting bagi anak adalah mereka telah belajar banyak hal dari sikap dan

perilaku yang didemonstrasikan oleh orang tuanya. Efek negatif dari sikap dan

perilaku orang tua yang demikian terhadap anak misalnya, anak memiliki sifat keras

hati, keras kepala, manja, pendusta, pemalu, pemalas, dan sebagainya. Sifat-sifat

anak tersebut menjadi rintangan dalam pendidikan anak selanjutnya.23

Oleh karena itu harus ada sederetan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh orang

tua sebagai seorang pemimpin dalam keluarga, yaitu energi jasmani dan mental,

kesadaran akan tujuan dan arah pendidikan anak, antusiasme (semangat, kegairahan,

dan kegembiraan yang besar), keramahan dan kecintaan, integritas kepribadian

(keutuhan, kejujuran, dan ketulusan hati), penguasaan teknis mendidik anak,

ketegasan dalam mengambil keputusan, cerdas, memiliki kepercayaan diri, stabilitas

emosi, kemampuan mengenal karakteristik anak, objektif, dan ada dorongan

pribadi.24

C. Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik Anak pada Keluarga Tukang Ojek

1. Pengertian Pola Asuh

Menurut Elizabeth B. Hurlock, pola asuh orangtua adalah cara orangtua

dalam mendidik anak.25

Sedangkan menurut Chabib Thoha, pola asuh orangtua

berarti cara yang dilakukan orangtua dalam mendidik anaknya sebagai bentuk

tanggung jawabnya kepada anak.26

Menurut Kohn, seperti dikutip Chabib Thoha,

pola asuh orangtua adalah bagaimana cara mendidik orangtua terhadap anak, baik

23 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 24-26

24 Ibid., hlm. 27

25 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jilid I, terj. Meitasari Tjandiasa, (Jakarta:

Erlangga, 1989), cet. 6, hlm. 258.

26 Chabib Toha, Op.cit, hlm 109.

31

secara langsung maupun tidak langsung.27

Pola asuh orangtua dalam mendidik anak

terdiri dari tiga macam yaitu pola asuh otokratik/otoriter, pola asuh demokratik dan

pola asuh permisif.28

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan

aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berprilaku seperti dirinya

(orangtua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang

diajak berkomunikasi dan bertukar fikiran dengan orangtua, orangtua menganggap

bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan dengan

anak.29

Sedangkan pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orangtua

terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung

dengan orangtua dan diberi kesempatan untuk mengatur hidupnya.30

Dan pola asuh

permisif ditandai dengan cara orangtua mendidik anak secara bebas, anak dianggap

sebagai orang dewasa/muda, ia diberi kebebasan seluas-luasnya untuk melakukan

apa saja yang dikehendaki. Kontrol orangtua terhadap anak sangat lemah.31

2. Tipe-tipe Pola Asuh

a. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-

aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya

(orangtua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak

jarang diajak berkomunikasi dan bertukar fikiran dengan orangtua, orangtua

menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu

dipertimbangkan dengan anak.32

27 Ibid, hlm 110.

28 H. Zahara Idris dan H. Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan I, (Jakarta: Grasindo, 1995), Cet.

2, hlm 87

29 Chabib Toha, Op.cit, hlm 111.

30 Ibid., hlm 112.

31Ibid

32 Ibid., hlm 111.

32

Dalam pola otoriter, hukuman merupakan sarana utama dalam proses

pendidikan, sehingga anak melaksanakan perintah atau tugas dari orang tua atas

dasar takut memperoleh hukuman dari orang tuanya.33

Sedangkan indikator dari pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:

1) Peraturan dan pengaturan yang keras (kaku)

Salah satu Indikator dari pola asuh otoriter adalah peraturan yang

diberikan orangtua kepada anak sangat ketat. Kebebasan untuk bertindak atas

nama dirinya dibatasi bahkan cenderung memaksa dan terkadang keras. Anak

harus mematuhi segala peraturan orangtua dan tidak boleh membantah dan

apabila membantah maka anak tersebut dianggap memberontak dan akan

menimbulkan masalah. Orangtua yang seperti ini biasanya hanya cenderung

memberikan perintah dan larangan, orangtua cenderung menentukan segala

sesuatu untuk anak sehingga anak hanya sebagai pelaksana. Dengan

peraturan yang kaku anak merasa terkekang di rumah sehingga bisa bersifat

agresif di luar rumah.

2) Pemegang semua kekuasaan adalah orangtua

Indikator dari pola asuh otoriter berikutnya adalah pemegang semua

kekuasaan adalah orangtua yaitu orangtua menjadikan dirinya di dalam

keluarga sebagai seorang pemimpin yang absolut. Orangtua juga cenderung

menentukan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana

(orangtua sangat berkuasa). Semua kegiatan yang akan dilakukan oleh anak

ditentukan oleh orangtua, bahkan sampai ke hal-hal yang kecil misalnya

selalu mengatur jadwal kegiatan anak, cara membelanjakan uang, teman-

teman bermain dan lain-lain. Anak-anak yang dibesarkan dalam suasana

seperti ini, jika mereka dewasa akan memiliki sifat rendah diri dan tidak bisa

memikul suatu tanggung jawab.

33

H. Zahara Idris dan H. Lisma Jamal, op.cit., hlm. 88.

33

3) Anak tidak mempunyai hak untuk berpendapat

Indikator dari pola asuh otoriter lainnya adalah anak tidak mempunyai

hak untuk berpendapat. orangtua merasa bahwa dirinya paling benar,

sehingga orangtua sedikit atau bahkan tanpa melibatkan pendapat dan inisiatif

anak. Kalau terdapat perbedaan pendapat antara orangtua dan anak, maka

anak dianggap sebagai orang yang suka melawan dan membangkang.

Sehingga anak menjadi tidak berani mengeluarkan pendapat, pasif, dan

kurang sekali berinisiatif bahkan cenderung ragu-ragu dalam mengambil

keputusan (tidak berani mengambil keputusan) dalam hal apa saja. Sebab

anak terbiasa bertindak harus dengan persetujuan dari orangtua dan tidak

terbiasa mengambil keputusan sendiri.34

4) Hukuman dijadikan alat jika anak tidak menurut

Salah satu ciri-ciri orangtua yang otoriter adalah selalu menghukum

anaknya ketika anaknya berbuat salah bahkan hukuman tersebut terkadang

cenderung keras dan mayoritas hukuman tersebut sifatnya hukuman badan.

Orangtua seringkali mengancam dan menghukum anaknya ketika anak

tersebut tidak menurut dengan orangtua.

5) Seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orangtua)

Salah satu indikator orangtua yang otoriter adalah seringkali memaksa

anak untuk berperilaku seperti dirinya (orangtua). Hal ini disebabkan karena

orangtua merasa dirinya yang paling benar dan anak harus mencontoh

(meniru) segala perilaku yang dilakukan orangtua. Walaupun terkadang

perilaku orangtua salah, akan tetapi orangtua merasa hal itu benar dan anak

harus menurutinya.

Perilaku orang tua otoriter, antara lain:

1) Anak harus mematuhi peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.

2) Orang tua cenderung mencari kesalahan anak dan kemudian menghukumnya.

3) Perbedaan pendapat pada anak, dianggap sebagai perlawanan dan

pembangkangan pada orang tua.

34

Zahara Idris dan Lisma Jamal, op.cit., hlm. 88-89.

34

4) Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan terhadap anak, serta

cenderung memaksakan disiplin pada anak tanpa memandang situasi dan

kondisi.

5) Orang tua cenderung menentukan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya

sebagai pelaksana perintah (orangtua sangat berkuasa).35

Akibat-akibat negatif dalam pola asuh otoriter adalah:

1) Anak pasif dan kurang berinisiatif.

2) Anak tertekan dan merasa ketakutan, kurang pendirian dan mudah

dipengaruhi.

3) Anak ragu-ragu, bahkan tidak berani mengambil keputusan dalam hal

apapun, karena dia terbiasa mengambil keputusan sendiri.

4) Di luar lingkungan rumah, anak menjadi agresif, karena anak merasa bebas

dari kekangan orang tua.

5) Pelaksanaan perintah dari orang tua oleh anaknya, atas dasar takut pada

hukuman.

6) Anak suka menyendiri dan mengalami kemunduran kematangan.

Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz Al-Qussy, menolong anak dalam

memenuhi kehidupan mereka merupakan kewajiban setiap orangtua, akan tetapi

tidak boleh berlebih-lebihan dalam menolong anak sehingga anak tidak

kehilangan kemampuan untuk berdiri sendiri nanti. Lebih lanjut dijelaskan bahwa

ada orangtua yang suka mencampuri urusan anak sampai masalah yang kecil-

kecil. Misalnya mengatur jadwal perbuatan anak, jam istirahat, cara

membelanjakan uang, warna pakaian yang cocok, memilihkan teman untuk

bermain, macam sekolah yang harus dimasuki. Anak yang dibesarkan dalam

suasana semacam ini akan besar dengan sifat yang ragu-ragu, lemah kepribadian

dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja.36

35 G. Tembong Prasetya, Pola Pengasuhan Ideal, (Jakarta: Flex Media Koputindo, 2003), hlm.

29

36 Ibid, hlm 111

35

Walaupun pola asuh otoriter cenderung banyak yang berdampak negatif,

akan tetapi pola asuh otoriter juga mempunyai dampak positif dalam hal

penanaman aqidah pada anak kecil. Sebab apabila penanaman aqidah kepada

anak kecil dilakukan dengan pola asuh demokratis atau permisif maka

dikhawatirkan anak kecil tersebut dapat melenceng dari aqidah Islamiyah.

Demikian pula terhadap hal-hal yang sangat prinsip mengenai pilihan

agama, pilihan nilai hidup yang bersifat universal dan absolut, orangtua dapat

memaksakan kehendaknya terhadap anak karena anak belum memiliki alasan

cukup mengenai hal itu. Karena itu tidak semua materi pelajaran agama

seluruhnya diajarkan secara demokratis terhadap anak.

Jika dikembalikan dengan kisah Luqman sebagaimana yang termaktub

dalam Al-Qur'an, dapat diambil pelajaran bahwa pendidikan akidah Islam dan

ketauhidan tidak harus diajarkan secara demokratis. Akan tetapi harus dengan

otoriter karena hal tersebut menyangkut dogmatis.37

b. Pola Asuh Demokratis

Pola pendidikan demokratis adalah suatu cara mendidik/mengasuh yang

dinamis, aktif dan terarah yang berusaha mengembangkan setiap bakat yang

dimiliki anak untuk kemajuan perkembangannya.

Pola ini menempatkan anak sebagai faktor utama dan terpenting dalam

pendidikan. Hubungan antara orang tua dan anaknya dalam proses pendidikan

diwujudkan dalam bentuk human relationship yang didasari oleh prinsip saling

menghargai dan saling menghormati. Hak orang tua hanya memberi tawaran dan

pertimbangan dengan segala alasan dan argumentasinya, selebihnya anak sendiri

yang memilih alternatif dan menentukan sikapnya.38

Anak diberi kesempatan mengembangkan kontrol internalnya sehingga

sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.

Selain itu anak juga dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam

37 Mahfud Junaedi, op.cit., hlm. 55. 38 M. Arief Hakim, Mendidik Anak Secara Bijak, Panduan Keluarga Muslim Modern,

(Bandung, Marjal, 2002), hlm. 19.

36

mengatur hidupnya.39

Sehingga memungkinkan anak dapat belajar secara aktif

dalam mengembangkan dan memajukan potensi bawaannya. Serta anak dapat

kreatif dan inovatif.

Akan tetapi tidak semua pendidikan yang diberikan oleh orang tua harus

disajikan dengan demokratis tetapi harus dogmatis seperti penanaman akidah

Islam pada anak, orang tua harus mengajarkan dengan dogmatis apalagi ketika

anak masih kecil.

Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz el-Qussy, Contoh perilaku orang tua yang

demokratis dalam mendidik anaknya, yaitu orang tua mengutamakan

musyawarah dalam keluarga, mengedepankan hubungan saling menghormati,

menentukan aturan dan disiplin dengan mempertimbangkan keadaan, perasaan

dan pendapat anak serta memberikan alasan yang dapat diterima dan dimengerti

oleh anak. Adanya komunikasi dua arah, orang tua memperhatikan pendapat dan

keinginan anak, serta membimbing dan mengarahkannya.40

Sedangkan indikator dari pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:

1) Peraturan dari orangtua lebih luwes

Salah satu ciri-ciri pola asuh demokratis adalah peraturan dari

orangtua lebih luwes yaitu orangtua menentukan peraturan-peraturan dan

disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan, perasaan

dan pendapat si anak serta memberikan alasan-alasan yang dapat dipahami,

diterima dan dimengerti anak.41

Selain itu semua larangan dan perintah yang disampaikan kepada anak

menggunakan kata-kata yang mendidik, bukan menggunakan kata-kata kasar,

seperti kata tidak boleh, wajib, harus dan kurang ajar. Dan memberikan

pengarahan, perbuatan yang baik perlu dipertahankan dan yang jelek supaya

ditinggalkan.42

39 Mahfud Junaedi, op.cit., hlm. 55

40 Zahara Idris dan Lisma Jamal, op.cit., hlm. 87-88

41 Ibid., hlm. 87.

42 Ibid., hlm. 88.

37

2) Menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi dengan anak

Indikator dari pola asuh demokratis adalah orangtua menggunakan

penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi dengan anak. Artinya ketika

terjadi suatu masalah dalam keluarga maka orangtua dan anak

mendiskusikannya dan mencari jalan keluarnya dengan berdiskusi. Dan

ketika sang anak berbuat salah maka orangtua tidak langsung menghukum

anak tersebut akan tetapi menjelaskan terlebih dahulu bahwa apa yang telah

dilakukannya salah dan menasehatinya supaya tidak mengulanginya lagi.

Selain itu juga terjadi komunikasi dua arah yang baik sehingga antara

orangtua dan anak terjalin keakraban.

3) Adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak

Sikap terbuka antara orangtua dan anak adalah ketika orangtua

melakukan sesuatu dalam keluarga secara musyawarah dan kalau terjadi

sesuatu pada anggota keluarga selalu dicarikan jalan keluarnya (secara

musyawarah), juga dihadapi dengan tenang, wajar, dan terbuka.43

4) Adanya pengakuan orangtua terhadap kemampuan anak-anaknya

Orangtua yang baik adalah orangtua yang mengakui kemampuan

anak, ia memandang anak sebagai individu yang sedang berkembang

sehingga memberikan kesempatan kepadanya untuk mengembangkan dirinya

dengan segala kemungkinan yang dimilikinya. Orangtua seperti ini

memahami hakekat perkembangan anak yakni mencapai kedewasaan fisik,

mental, emosional dan sosial. Orangtua yang memahami hal ini akan

menanggapi secara positif seluruh ekspresi anak dalam bentuk apapun,

memberi kebebasan kepada anak untuk berkreasi, mengembangkan bakatnya,

serta mendukung seluruh keinginan anak yang positif dengan terus memantau

dan mengarahkan anak agar jangan menyusuri jalan hidup yang sesat.

5) Memberi kesempatan untuk tidak tergantung dengan orangtua

Indikator dari pola asuh demokratis berikutnya adalah orangtua

memberi kesempatan kepada anak untuk tidak tergantung dengan orangtua.

43

Ibid., hlm. 87.

38

Dengan kata lain orangtua melatih anak untuk mandiri yaitu dengan memberi

anak kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit

demi sedikit anak berlatih untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Selain itu anak juga dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi

mengatur hidupnya.44

Sehingga anak dapat belajar secara aktif dalam

mengembangkan dan memajukan potensi bawaannya serta anak dapat

inovatif dan kreatif.

Adapun manfaat pola demokratis bagi pembentukan pribadi anak adalah:

1) Anak menjadi kreatif dan mempunyai daya cipta (mudah berinisiatif).

2) Anak patuh dengan sewajarnya.

3) Anak mudah menyesuaikan diri.

4) Anak tumbuh percaya diri.

5) Bertanggungjawab dan berani mengambil keputusan.

Memang pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang paling banyak

memiliki sisi positif dibandingkan dengan pola asuh yang lain. Bahkan pola asuh

demokratis merupakan pola asuh yang ideal yang baik digunakan untuk mendidik

anak. Akan tetapi setiap hal pasti memiliki sisi negatif, begitu juga pola asuh

demokratis juga memiliki sisi negatif, yaitu jika diterapkan dalam penanaman

aqidah pada anak kecil. Dikhawatirkan anak kecil tersebut akan melenceng dari

aqidah karena anak kecil tersebut belum mengerti secara pasti mana yang benar

dan mana yang salah tentang ketauhidan.

c. Pola Asuh Permisif

Pola permisif diartikan sebagai cara mendidik dengan membiarkan anak

berbuat sekehendaknya, jadi orang tua tidak memberi pimpinan, nasehat maupun

teguran terhadap anaknya.45

Orang tua tidak memperdulikan perkembangan

psikis anak tetapi memprioritaskan kepentingan dirinya dan anak diabaikan serta

dibiarkan berkembang dengan sendirinya.46

44 M. Arief Hakim, Mendidik Anak Secara Bijak, Panduan Keluarga Muslim Modern,

(Bandung: Marjal, 2002), hlm. 19.

45 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1998), cet. 8 hlm. 49

46 G. Tembong Prasetya, op.cit., hlm. 31

39

Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat

sesuka hati dengan sedikit kekangan, sehingga menciptakan suatu rumah tangga

yang berpusat pada anak.47

Orang tua dalam keluarga hanyalah sebagai orang tua

yang tidak memiliki kewajiban atau tanggung jawab mendidik anak.

Pola pendidikan ini ditandai dengan pemberian kebebasan tanpa batas

pada anak, anak berbuat menurut kemauannya sendiri, tidak terarah dan tidak

teratur sehingga keluarga sebagai lembaga pendidikan informal tidak memiliki

fungsi edukatif.

Cara mendidik ini tidak tepat jika dilaksanakan secara murni di

lingkungan keluarga karena dapat mengakibatkan anak berkepribadian buruk.

Bentuk perilaku permisif, antara lain membiarkan anak bertindak sendiri

tanpa monitor (mengawasi) dan membimbingnya, mendidik anak secara acuh tak

acuh, bersifat pasif atau bersifat masa bodoh, dan orang tua hanya mengutamakan

pemberian materi semata bagi anak.48

Sedangkan indikator dari pola asuh permisif adalah sebagai berikut:

1) Orangtua tidak memberikan aturan atau pengarahan kepada anak

Salah satu indikator pola asuh permisif adalah tidak memberikan

aturan atau pengarahan kepada anak dengan membiarkan apa saja yang

dilakukan anak. Dengan kata lain orangtua terlalu memberikan kebebasan

kepada anak untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan

norma-norma yang digariskan oleh orangtua.49

2) Kontrol orangtua sangat lemah

Maksud dari kontrol orangtua sangat lemah adalah orangtua

membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan

membimbimbingnya.50

Seperti orangtua membiarkan anak bermain sampai

47 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 2. Terj. Med. Meitasari Tjandrasa, (Jakarta:

Erlangga, 1993), cet. 4, hlm. 204.

48 Zahara Idris dan Lisma Jamal, op.cit., hlm. 89-90

49 Ibid., hlm. 89.

50 Ibid.

40

larut malam tanpa pengawasan. Sikap orangtua yang seperti ini sangat

berbahaya dan menjadikan anak bersikap sesuka hati.

3) Orangtua mendidik anak secara bebas

Pola asuh permisif juga ditandai dengan orangtua mendidik anaknya

secara bebas yaitu dengan mendidik acuh tak acuh, bersifat pasif atau bersifat

masa bodoh. Hal tersebut menyebabkan kurang sekali keakraban dan

hubungan yang hangat dalam keluarga.51

Sehingga anak merasa kurang

menikmati kasih sayang orangtua.

4) Orangtua tidak memberikan bimbingan yang cukup

Pola asuh permisif juga ditandai dengan orangtua tidak memberikan

bimbingan yang cukup kepada anaknya, sehingga anak merasa kurang

mendapat perhatian yang cukup dari orangtuanya. Oleh karena itu,

pertumbuhan jasmani, rohani dan sosial sangat jauh berbeda atau bahkan di

bawah rata-rata jika dibandingkan dengan anak-anak yang diperhatikan

orangtuanya.

Biasanya orangtua bersikap demikian karena orangtua terlalu sibuk

dengan pekerjaan, karir dan urusan sosial.52

Oleh karena itu walaupun sibuk,

orangtua harus memberi perhatian dan bimbingan yang cukup kepada anak

agar anak tersebut merasa mendapat kasih sayang dan tumbuh berkembang

menjadi anak yang baik.

5) Semua yang dilakukan anak sudah benar tidak perlu diberikan teguran

Indikator dari pola asuh permisif berikutnya adalah orangtua

menganggap semua yang dilakukan anak sudah benar dan tidak perlu

diberikan teguran. Biasanya orangtua bersikap demikian karena menganggap

bahwa anak tersebut sudah dewasa sehingga sudah bisa memilih mana yang

baik dan mana yang buruk. Akan tetapi sikap demikian tidak cocok

diterapkan pada anak-anak, karena kalau diterapkan pada anak-anak atau

remaja maka anak tersebut akan bertindak sesuka hati dan sangat berbahaya

sekali terhadap perkembangan anak.

51 Ibid.

52 Ibid., hlm. 90.

41

Dampak negatif pola permisif bagi pembentukan pribadi anak, adalah:

1) Anak merasa kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang

tuanya.

2) Anak sering mogok bicara dan tidak mau belajar, serta bertingkah laku

menentang.

3) Anak mudah berontak dan keras kepala.

4) Anak kurang memperhatikan disiplin, baik di lingkungan keluarga, sekolah

maupun dalam pergaulan di masyarakat.53

Walaupun pola asuh permisif memiliki banyak dampak negatif,

khususnya bagi anak, akan tetapi pola asuh permisif juga memiliki dampak

positif khususnya jika diterapkan dengan anak yang sudah dewasa dan sudah

matang pemikirannya. Sebab dengan pola asuh permisif itu akan melatih anak

yang sudah dewasa dan sudah matang pemikirannya menjadi insan yang mandiri.

Selain itu anak tersebut juga akan merasa hidupnya tidak terkekang oleh aturan-

aturan dari orangtua.

Akan tetapi, apabila pola asuh permisif tidak sesuai jika diterapkan pada

remaja, apalagi pada anak kecil sangat tidak sesuai. Hal ini dikarenakan apabila

pola asuh permisif diterapkan pada remaja atau anak kecil maka dikhawatirkan

dapat mengakibatkan anak berkepribadian buruk.

Dari ketiga pola asuh yang telah diterangkan tadi, dapat disimpulkan

bahwa pola asuh yang paling baik dan paling ideal digunakan untuk mendidik

anak adalah pola demokratis. Akan tetapi tidak semua pendidikan yang diberikan

oleh orang tua harus disajikan dengan demokratis tetapi harus dogmatis seperti

penanaman akidah Islam pada anak, orang tua harus mengajarkan dengan

dogmatis apalagi ketika anak masih kecil. Selain itu orangtua juga harus

memberikan pola asuh dengan dilandasi kasih sayang dan bimbingan dan

keamanan karena dengan pola asuh yang dilandasi dengan kasih sayang,

bimbingan dan keamanan diharapkan bisa berkesan baik pada masa kanak-kanak

dan mampu mempengaruhi kecenderungan anak untuk berperilaku ihsan.

53

Ibid, hal. 90

42

BAB III

DESKRIPSI DATA TENTANG KONDISI UMUM DAN KHUSUS

KELURAHAN MANGKANG KULON KECAMATAN TUGU

KOTA SEMARANG

A. Kondisi Umum Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota

Semarang

1. Data Statis

a. Keterangan Umum

1) Tinggi Pusat Pemerintahan Wilayah Kelurahan

dari permukaan air laut : 5 M

2) Suhu maximum / minimum : 32o C

3) Jarak Pusat Pemerintahan Wilayah Kelurahan dengan :

a) Kecamatan : 6 Km 0,10 Jam

b) Kota : 15 Km 0,25 Jam

c) Ibukota Propinsi : 17 Km 0,50 Jam

4) Curah hujan

a) Jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak : 130 hari

b) Banyaknya curah hujan: 500 – 800 mm / thn

5) Bentuk Wilayah

a) Datar sampai berombak : 100 %

b. Luas Daerah / Wilayah

1) Tanah sawah : 125 ha

a) Irigasi teknis : 84 ha

b) Irigasi setengah teknis : --- ha

c) Irigasi sederhana : --- ha

d) Tadah hujan / sawah rendengan : 41 ha

2) Tanah basah : - ha

a) Tambak : 210 ha

b) Rawa / pasang surut : - ha

43

2. Data Dinamis

a. Kependudukan

1) Jumlah Kepala Keluarga : 1523 KK

2) Penduduk menurut jenis kelamin : Orang

a) Jumlah laki-laki : 1723 Orang

b) Jumlah Perempuan : 1394 Orang

3) Penduduk menurut Kewarganegaraan : 3538 Orang

a) WNI laki – laki : 1733 Orang

b) WNI Perempuan : 1805 Orang

c) WNA laki –laki : - Orang

d) WNA Perempuan : - Orang

4) Penduduk menurut Agama

a) Islam : 3529 Orang

b) Katholik : 6 Orang

c) Protestan : 3 Orang

d) Hindu : 0 Orang

e) Budha : 0 Orang

5) Penduduk menurut usia

a) 0 – 4 tahun : 254 Orang

5 – 9 tahun : 298 Orang

10 – 14 tahun : 270 Orang

15 – 19 tahun : 270 Orang

20 – 24 tahun : 281 Orang

25 – 29 tahun : 299 Orang

30 – 34 tahun : 241 Orang

35 – 39 tahun : 282 Orang

40 – 44 tahun : 251 Orang

45 – 49 tahun : 230 Orang

50 – 54 tahun : 214 Orang

55 – 59 tahun : 201 Orang

60 – 64 tahun : 178 Orang

65 tahun ke atas : 155 Orang

44

b. Pemerintahan Kelurahan

1) Jumlah Pegawai Kantor Kelurahan : 8 Pegawai

a) Pegawai golongan IV : - Pegawai

b) Pegawai golongan III : 5 Pegawai

c) Pegawai golongan II : 2 Pegawai

d) Pegawai golongan I : - Pegawai

e) Pegawai TPHL : - Pegawai

f) Pegawai Wiyata Bakti : 1 Pegawai

2) Jumlah Pegawai Instansi Vertikal dan Otonom

di tingkat Kelurahan non Pegawai Kelurahan : - Pegawai

a) Pegawai golongan IV : - Pegawai

b) Pegawai golongan III : - Pegawai

c) Pegawai golongan II : - Pegawai

d) Pegawai golongan I : - Pegawai

3) Sarana kerja Kantor Kelurahan

a) Telepon Otomat / non otomat : 1 buah

b) Komputer : 3 buah

c) Faximile : - buah

d) Radio Telekomunikasi : - buah

e) Jumlah Mesin Tik : 2 buah

f) Meja Kerja : 14 buah

g) Kursi Kerja : 18 buah

h) Meja kursi tamu : 6 buah

i) Lemari : 5 buah

j) Ruang Rapat : 1 buah

k) Ruang Data/ Operation Room : 1 buah

l) Gedung Serbaguna : 1 buah

m) Balai Pertemuan : 1 buah

n) Kendaraan Dinas Roda 2 : 3 buah1

1 Data Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, diambil pada 23

September 2011.

45

3. Struktur Organisasi Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang

Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu kota Semarang

Perda No. 14 tahun 2008 Tanggal 07 Nopember 20082

2 Data Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, diambil pada 23 September 2011.

LURAH ADUL MALIK, SH

NIP : 19591129 198703 1 007

SEKRETARIS KELURAHAN

SAIFUDIN MUCHTAR

NIP. 19640919 198712 1 001

KA.SEKSI

PEMERINTAHAN

KUSWANTO

NIP.19640705 199303 1 007

KA. SEKSI

PEMBANGUNAN

LIBRAYANTI DWI A.

NIP.19760923200901 2 001

KA. SEKSI

KESEJ.SOSIAL

SITI KOMARIYAH

NIP.19760229 199703 2 001

KA. SEKSI

TRANTIBUM

PURNOMO

NIP.19590425 199308 1 001

STAF

FARIDA ARYANI

NIP. 19620526 200801 2 001

STAF

Y U H R I

NIP.19701229 200901 1 001

STAF

ABD.WAKHID

WIYATA BHAKTI

STAF

-

KELOMP.

JABATAN

FUNGSIONAL

45

46

B. Deskripsi Data tentang Pola Asuh Orangtua dalam mendidik Anak pada

Keluarga Tukang Ojek yang Mangkal di Mangkang Kulon Kecamatan

Tugu Kota Semarang

Pangkalan Ojek Mangkang Kulon sudah berdiri sejak tahun 1979. Sebenarnya

ada sekitar 33 orang yang terdaftar sebagai anggota, akan tetapi dari ke-33 tukang

ojek tersebut banyak yang menjadikan pekerjaan tukang ojek hanya sebagai

pekerjaan “samben” (sampingan). Bahkan ada sebagian yang sudah tidak menjadi

tukang ojek lagi.3 Dan yang menjadikan profesi tukang ojek sebagai pekerjaan tetap

adalah Bapak Suharsono, Bapak Sulis, Bapak Rohimin, dan Bapak Sholikhin. Oleh

karena itu, peneliti memutuskan hanya meneliti pola asuh dari kelima orang tersebut

dalam mendidik agama anak-anak mereka. Dan kriteria pola asuh yang diterapkan

mereka adalah sebagai berikut:

1. Pola Asuh Otoriter

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek

Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, ternyata keluarga tukang

ojek Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang yang memiliki pola

asuh otoriter adalah sebagai berikut:

a. Bapak Sholikhin

Bapak Sholikhin merupakan seorang tukang ojek yang telah ditinggal

wafat oleh orang tuanya sejak masih kecil. Beliau adalah anak nomor dua dari

tujuh bersaudara, selain itu beliau juga menjadi satu-satunya anak laki-laki dari

tujuh bersaudara. Sehingga tidak heran jika sejak kecil beliau sudah menjadi

tulang-punggung keluarga dan mempunyai sifat keras.

Sekarang beliau tinggal bersama istri beliau yang bernama Siti dan kedua

anaknya yang bernama Khoirul Anam dan Maftuhatus Sa’adah. Sebenarnya putra

3 Wawancara dengan Bapak Mulyono pada tanggal 8 November 2011 di rumah Bapak

Mulyono.

47

beliau ada tiga tetapi putra yang nomor satu yang bernama Ida Astuti sudah

menikah dan ikut bersama suaminya yang bernama Ahmad.4

Bapak Sholikhin berangkat mengojek setiap hati sekitar pukul 06.30 WIB

dan dzuhur terkadang pulang untuk istirahat. Kemudian maghrib terkadang

berangkat mengojek lagi.

Di dalam keluarganya, Bapak Sholikhin ternyata masih menggunakan

peraturan dan pengaturan yang keras. Menurut penuturan beliau, beliau berbuat

seperti itu agar ditakuti anak. “Supaya diwedeni anak.”5 Setelah ditakuti anak

maka akan muncul aura kewibawaan dan ketika orangtua telah memiliki aura

kewibawaan maka akan mudah untuk mengatur anak.

Walaupun dalam lingkungan keluarga Bapak Sholikhin terlihat agak kaku

(peraturan yang keras) tetapi keharmonisan di dalam keluarga tetap dijaga oleh

Bapak Sholikhin. Seperti yang terjadi ketika peneliti berkunjung ke rumah

keluarga Bapak Sholikhin. Seperti peristiwa berikut ini: “Nduk, ndamelke

unjukan!” perintah Bapak Sholikhin. “Nggih, Pak,” jawab Maftuhatus Sa’adah

yang baru saja pulang dari sekolah.6

Selain itu di dalam keluarga Bapak Sholikhin pemegang semua kekuasaan

di dalam keluarga adalah orangtua. Hal itu dibuktikan dengan anak Bapak

Sholikhin harus patuh terhadap segala ucapannya seperti jika anak belum belajar

maka Bapak Sholikhin menyuruhnya belajar. Seperti teguran beliau kepada

anaknya, “Durung sinau? Sinau sik!” (“Apakah kamu belum belajar? Belajar

dulu!”)7

Bapak Sholikhin juga menganggap dirinya paling benar sehingga anak

tidak mempunyai hak untuk berpendapat. Dan hukuman dijadikan beliau sebagai

alat ketika seorang anak tidak menurut kepada beliau. Seperti contohnya ketika

4 Wawancara dengan Bapak Sholikhin pada tanggal 16 Oktober 2011 di rumah Bapak

Sholikhin.

5 Wawancara dengan Bapak Sholikhin pada tanggal 16 Oktober 2011 di rumah Bapak

Sholikhin.

6 Observasi di rumah Bapak Sholikhin pada tanggal 16 Oktober 2011 di rumah Bapak

Sholikhin.

7 Observasi di rumah Bapak Sholikhin pada tanggal 16 Oktober 2011 di rumah Bapak

Sholikhin.

48

anak disuruh untuk mengaji atau shalat tidak mau maka Bapak Sholikhin

menghukumnya.

Bapak Sholikhin juga terkadang memaksa anak untuk berperilaku seperti

dirinya seperti harus selalu mencontoh rutinitas ibadah Bapak Sholikhin. Akan

tetapi hal itu dilakukan beliau agar anak-anak beliau berakhlakul karimah. Dan

Bapak Sholikhin juga berusaha untuk menjadi teladan yang baik bagi anak-

anaknya agar dapat dicontoh anak-anaknya8

2. Pola Asuh Demokratis

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek

Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, ternyata keluarga tukang

ojek Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang yang memiliki pola

asuh otoriter adalah sebagai berikut:

a. Bapak Rohimin

Bapak Rohimin adalah salah seorang tukang ojek yang mangkal di

Mangkang Kulon. Bahkan ketua tukang ojek Mangkang Kulon adalah beliau.

Penghasilan Beliau setiap bulannya tergolong cukup besar jika dibandingkan

dengan tukang ojek lainnya yaitu minimal berpenghasilan Rp.1.400.000. Hal itu

dikarenakan beliau dikontrak 14 anak untuk mengantar ke sekolah setiap hari.

Sekarang beliau tinggal bersama dengan istri tercinta bernama Suparmi dan tiga

orang anak. Anak sulung Bapak Rohimin bernama Fandi Hermawan sedangkan

yang nomor dua bernama Reza Arvian dan yang bungsu bernama Heni Firdiani.

Dalam lingkungan sosial internal keluarga Bapak Rohimin telah terjadi

komunikasi dua arah yang baik. Dan salah satu contoh implementasinya yaitu

dengan mengupayakan sikap saling terbuka ketika terjadi suatu masalah, dan

diusahakan orangtua harus tahu, seperti yang diungkapkan beliau ketika

diwawancarai. “Nek ono masalah ojo diendem kalau ada masalah diusahakan

8 Wawancara dengan Bapak Sholikhin pada tanggal 16 Oktober 2011 di rumah Bapak

Sholikhin.

49

curhat dengan Bapak”9 (jika ada masalah jangan disembunyikan di dalam hati,

diusahakan curhat dengan Bapak).

Memang Bapak Rohimin adalah seorang tukang ojek, walaupun

demikian, beliau tetap mendidik anak-anaknya supaya bekerja keras dan mandiri

dengan memberi kesempatan untuk tidak tergantung dengan orangtua.

Dan ternyata didikan kerja keras dan mandiri yang diberikan oleh Bapak

Rohimin ternyata membuahkan hasil. Hal itu terbukti dengan kedua anaknya

sekarang telah bekerja, Fandi Hernawan putra sulung beliau sekarang bekerja

sebagai penjual pulsa, sedangkan putra beliau yang nomor dua yang bernama

Reza Arvian sekarang bekerja di pabrik mie.10

Dan ketika ada sebuah masalah dalam keluarga Bapak Rohimin juga

berusaha memecahkan masalah tersebut dengan jalan berdiskusi. Salah satu

contohnya adalah ketika anak nomor tiga Bapak Rohimin yang bernama Heni

Firdiani ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, Bapak Rohimin

tidak langsung memutuskan sendiri akan melanjutkan ke mana Heni itu, tetapi

Bapak Rohimin terlebih dahulu mendiskusikannya dengan Heni dan hasil dari

diskusi itulah yang menentukan akan melanjutkan ke mana Heni itu. Dan

ternyata kedua belah pihak memutuskan Heni untuk melanjutkan ke SMK

Texmaco. Itu menunjukkan bahwa Bapak Rohimin adalah orang yang bijaksana.

Kebijaksanaan Bapak Rohimin juga bisa dilihat ketika anak berbuat salah maka

Bapak Rohimin tidak langsung menghukumnya akan tetapi menasehatinya

dengan penjelasan-penjelasan. Salah satu contoh konkretnya adalah ketika sang

anak bergaul dengan lawan jenis secara berlebihan maka Bapak Rohimin tidak

langsung memukulnya akan tetapi terlebih dahulu menasehatinya dengan halus.11

Peraturan dari Bapak Rohimin juga cukup luwes. Hal ini dapat dibuktikan

dengan tidak langsung memaksa anak-anak beliau agar selalu mengikuti

9 Wawancara dengan Bapak Rohimin pada tanggal 14 Oktober 2011 di rumah Bapak

Rohimin.

10 Wawancara dengan Bapak Rohimin pada tanggal 14 Oktober 2011 di rumah Bapak

Rohimin.

11 Wawancara dengan Bapak Rohimin pada tanggal 14 Oktober 2011 di rumah Bapak

Rohimin.

50

perintahnya dan memaksa anak agar selalu berperilaku seperti dirinya akan tetapi

beliau terlebih dahulu mengarahkan dan membimbing anaknya ke jalan yang

lurus. Seperti ketika beliau mengarahkan anaknya untuk shalat berjamaah dan

untuk belajar Al-Qur'an, beliau tidak langsung memaksa dan menyeret anaknya

agar menuruti perintahnya akan tetapi terlebih dahulu beliau membimbing dan

mengarahkan anaknya agar mau berjama’ah ke masjid dan untuk belajar Al-

Qur'an.

Bapak Rohimin juga ternyata mengakui adanya kemampuan lebih pada

anaknya. Salah satu contoh konkretnya adalah dengan mengakui kemampuan

lebih putri bungsunya dalam hal berorganisasi sehingga mempercayai anak

bungsunya yang bernama Heni Firdiani mengikuti kegiatan remaja dan aktif

dalam karang taruna di desanya yaitu IRKA (Ikatan Remaja Kauman).12

b. Bapak Mulyono

Bapak Mulyono adalah salah satu tukang ojek yang mangkal di

Mangkang Kulon.Walaupun Bapak Mulyono adalah seorang tukang ojek tetapi

beliau ternyata memiliki peraturan dan pengaturan yang luwes dalam keluarga

beliau. Hal itu ditandai dengan prinsip beliau yang diterapkan kepada anaknya

yaitu “Bebas tapi terbatas” artinya anaknya boleh melakukan hal apa saja asalkan

hal tersebut positif. Salah satu contohnya yaitu dengan memberikan izin keluar

(bermain) pada hari libur asal “tidak macem-macem” (melakukan hal yang

negatif).13

Bapak Mulyono adalah seseorang yang terbuka dengan anak-anaknya.

Hal ini dapat dibuktikan dengan anak beliau yang bernama Danang sering curhat

kepada beliau. Selain itu komunikasi beliau dengan anaknya tersebut juga

termasuk baik yaitu dengan mengajak “ngobrol bareng” ketika ada masalah.

Salah satu contohnya yaitu ketika Danang meminta motor, akan tetapi Bapak

Mulyono tidak langsung menurutinya kemudian Danang diajak diskusi dan

12 Wawancara dengan Bapak Rohimin pada tanggal 14 Oktober 2011 di rumah Bapak

Rohimin.

13 Wawancara dengan Bapak Mulyono pada tanggal 8 November 2011 di rumah Bapak

Mulyono.

51

akhirnya terjadi kesepakatan yaitu Bapak Mulyono akan membelikan Danang

motor apabila Danang sudah menjadi karyawan tetap.14

Bapak Mulyono juga mengakui adanya kemampuan lebih yang dimiliki

anaknya dan salah satu contohnya adalah beliau menganggap Danang sudah

dewasa sehingga sudah mampu memilih mana yang baik dan yang buruk bagi

dirinya. Dan salah satu contoh konkretnya adalah dengan tidak menyalahkan

Danang tidak meneruskan mengajinya di Ponpes Al-Ishlah karena alasan sibuk

dan waktunya tersita untuk bekerja di gudang Indomaret. Bapak Mulyono

beranggapan bahwa Danang sudah dewasa dan sudah mampu memilih mana

yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya, selain itu Bapak Mulyono juga

beranggapan bahwa walaupun sudah tidak mengaji lagi, akan tetapi Danang

masih menjalankan syari’at Islam seperti shalat wajib dan puasa Ramadhan.

Selain itu Bapak Mulyono juga memberi kesempatan kepada anaknya

untuk tidak tergantung pada beliau dan salah satu contohnya adalah dengan

memberi kesempatan anaknya untuk mencuci pakaiannya sendiri agar

pakaiannya bersih dan suci.15

3. Pola Asuh Permisif

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek

Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, ternyata keluarga tukang

ojek Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang yang memiliki pola

asuh permisif adalah sebagai berikut:

a. Bapak Suharsono

Bapak Suharsono merupakan tukang ojek yang paling aktif di antara

tukang ojek lain. Selain itu beliau juga memiliki “jam terbang terlama” di antara

14 Wawancara dengan Bapak Mulyono pada tanggal 8 November 2011 di rumah Bapak

Mulyono.

15 Wawancara dengan Bapak Mulyono pada tanggal 8 November 2011 di rumah Bapak

Mulyono.

52

tukang ojek lain. Beliau berangkat sekitar pukul 08.00 sampai malam hari.16

Sekarang beliau tinggal hanya dengan anak bungsu beliau yang bernama Heru

Tri Pujiono. Hal itu dikarenakan istri beliau telah lama meninggal dunia. Oleh

karena itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan khususnya yang berkaitan

dengan “pekerjaan wanita”, seperti mencuci dan bersih-bersih rumah, beliau

lakukan sendiri demi kebahagiaan keluarga. Bahkan sampai-sampai memasak

pun beliau lakukan karena ingin menjadi “ibu” bagi anaknya.

Putra Bapak Suharsono berjumlah tiga orang yang sulung bernama Andik

Haryanto, kemudian yang kedua bernama Tedi Kuntoro dan yang terakhir

bernama Heru Tri Pujiono. Dari ketiga putra beliau ada satu orang yang “spesial

dan rada mbalelo” yaitu Heru Tri Pujiono. Dia sering bolos sekolah, bahkan

sampai dikeluarkan dari SMA 8 Semarang. Hal itu dikarenakan karena Bapak

Suharsono kurang dapat memberikan aturan dan pengarahan yang baik terhadap

Heru sehingga Heru bertindak sesuka hati. Seperti kata beliau, “Putra sing niki

(Heru) rada mbalelo.” (Anak ini [Heru] agak nakal)17

Kontrol dari Bapak Suharsono juga sangat lemah sehingga Heru sering

“keluyuran malam”, bahkan ketika peneliti berkunjung ke rumah Bapak

Suharsono sekitar pukul 21.00 WIB, dia belum menunjukkan batang hidungnya

di rumah.18

Didikan yang diberikan kepada anaknya juga sangat bebas yaitu dengan

membiarkan anaknya bebas bermain sesuka hati bahkan sampai larut malam

belum pulang. Beliau juga menganggap semua yang dilakukan oleh anaknya

sudah benar sehingga tidak perlu memberikan teguran, arahan dan bimbingan.

Hal itu dapat dilihat dari pandangan beliau yang menganggap anaknya sudah

dewasa sehingga sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang

buruk. Dan contoh konkretnya adalah dengan membiarkan anak bungsunya yang

bernama Heru Tri Pujiono keluyuran sampai larut malam tanpa pengawasan dari

16 Wawancara dengan Bapak Suharsono pada tanggal 19 Oktober 2011 di rumah Bapak

Suharsono.

17 Wawancara dengan Bapak Suharsono pada tanggal 19 Oktober 2011 di rumah Bapak

Suharsono.

18 Observasi di rumah Bapak Suharsono pada tanggal 19 Oktober 2011.

53

beliau. Selain itu Bapak Suharsono juga kesulitan untuk memberikan bimbingan

tentang agama khususnya yang berkaitan dengan shalat.

Sebenarnya dahulu pengarahan yang dilakukan Bapak Suharsono

terhadap anak-anaknya sudah cukup baik sehingga putra beliau yang sulung yang

bernama Andik bisa menjadi marinir. Akan tetapi sekarang sudah berubah.

Beliau sekarang kurang memberikan pengarahan kepada anaknya khususnya

kepada Heru karena dia tidak menggubris ucapannya, akhirnya Bapak Suharsono

membiarkan Heru bertindak sesuka hati.

b. Bapak Sulis

Bapak Sulis merupakan salah satu dari sekian banyak orangtua yang

berprofesi sebagai tukang ojek. Beliau tinggal bersama istri tercinta beliau yang

bernama Purwanah dan putra tunggal beliau yang bernama Muhammad Riki.

Bapak Sulis mulai berangkat mengojek biasanya pukul 06.30 WIB kemudian

sekitar pukul 12.00 WIB istirahat dan pulang sekitar pukul 16.00 WIB sampai

pukul 18.00 WIB.19

Sedangkan putra beliau sekarang bersekolah di MI Miftahul Athfal kelas

5. Beliau memilih sekolah tersebut sebagai tempat menimba ilmu bagi putra

beliau karena MI Miftahul Athfal dekat dengan rumah beliau.20

Beliau mendidik anak beliau secara bebas. Hal itu dapat dilihat dari

komunikasi yang mereka jalin terkadang terlalu over (berlebihan), sehingga

terkadang melewati batas-batas norma kesopanan seperti saling ejek (bercanda)

yang berlebihan antara bapak dengan anak. Seperti penuturan beliau, “Ya,

kadang poyok-poyokan” (Ya, terkadang saling ejek/bercanda). Hal tersebut

menggambarkan hubungan antara Bapak Sulis dan anaknya melampaui batas

norma kesopanan yang seharusnya dipegang oleh setiap keluarga. Peraturan dan

pengaturan yang diberikan oleh Bapak Sulis kepada anaknya juga agak kurang

(longgar) sehingga anaknya terkadang bebas menggunakan waktu semaunya.

Salah satu contohnya adalah dengan membiarkan anaknya bermain dan nonton

TV tanpa batas waktu sehingga jarang-jarang belajar.

19 Wawancara dengan Bapak Sulis pada tanggal 7 Oktober 2011 di rumah Bapak Sulis.

20 Wawancara dengan Bapak Sulis pada tanggal 7 Oktober 2011 di rumah Bapak Sulis.

54

Selain itu kontrol dari Bapak Sulis juga sangat lemah. Hal itu terbukti

dengan membiarkan anaknya bermain tanpa batas waktu. Salah satu contohnya

adalah dengan membiarkan Riki bermain sepak bola sampai sore bahkan sampai

maghrib.

Riki juga senang sekali menonton TV tanpa batas waktu. Hal itu

dikarenakan Riki kurang mendapat bimbingan dan motivasi dari Bapak Sulis.

Seperti kata beliau, “Jarang-jarang belajar. Nonton TV thok, biasa.”21

Hal

tersebut juga dikarenakan Bapak Sulis menganggap bahwa anak sudah besar dan

semua yang dilakukan anak sudah benar dan tidak perlu diberikan teguran,

arahan atau bimbingan. Bapak Sulis juga jarang memberikan bimbingan agama

yang cukup pada anaknya khususnya bimbingan tentang shalat. Walaupun

demikian ternyata ada sifat positif dari beliau yaitu terkadang beliau menyuruh

anaknya untuk belajar agama yaitu dengan mengaji di madrasah diniyah.22

Demikianlah penelitian yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek

yang mangkal di Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang. Dari penelitian

yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek yang mangkal di Mangkang

Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, ternyata tukang ojek yang terdaftar sebagai

anggota adalah 33 orang akan tetapi yang aktif terkadang 12, terkadang 5 dan

bahkan hanya 2 orang saja. Hal itu dikarenakan pekerjaan tukang ojek dijadikan

“samben” (sampingan ). Dari 33 ojek yang terdaftar menjadi anggota, ternyata yang

menjadikan profesi tukang ojek sebagai pekerjaan tetap adalah Bapak Sholikhin,

Bapak Rohimin, Bapak Mulyono, Bapak Suharsono dan Bapak Sulis. Dan dari

kelima tukang ojek itu yang cenderung memiliki pola asuh otoriter adalah Bapak

Solikhin. Kemudian yang cenderung memiliki pola asuh demokratis adalah Bapak

Rohimin dan Bapak Mulyono. Sedangkan yang cenderung memiliki pola asuh

permisif adalah Bapak Suharsono dan Bapak Sulis.

21 Wawancara dengan Bapak Sulis pada tanggal 7 Oktober 2011 di rumah Bapak Sulis.

22 Wawancara dengan Bapak Sulis pada tanggal 7 Oktober 2011 di rumah Bapak Sulis.

55

Instrumen Wawancara tentang Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik

Anak pada Keluarga Tukang Ojek

No Bapak

Sholikhin

Bapak

Rohimin

Bapak

Mulyono

Bapak

Sulis

Bapak

Suharsono

1. A B B B B

2. A B B B B

3. A B B B B

4. A B B B B

5. A B B B B

6. B B B B B

7. A B B B B

8. A B B B B

9. B B B B B

10. A B B B B

11. A A A B A

12. A A A B A

13. A A A B A

14. A A A A A

15. A A A B A

16. A A A B B

17. A A A B A

18. A A A B A

19. A A A B B

20. A A A B A

21. B B B A A

22. B B B A B

23. B B B A A

24. B B B A A

25. B B B A B

26. B B B A B

27. B B B A B

28. B B B A A

29. B B B A B

30. B B B A B

Kesimpulan Demokratis Demokratis Demokratis Permisif Demokratis

NB: 1. Jawaban A = Ya dan B = Tidak

2. Soal nomor 1 – 10 adalah kriteria Pola asuh Otoriter

3. Soal nomor 11 – 20 adalah kriteria Pola asuh Demokratis

4. Soal nomor 21 – 30 adalah kriteria Pola asuh Permisif

56

BAB IV

ANALISIS DATA TENTANG POLA ASUH ORANGTUA DALAM

MENDIDIK AGAMA ANAK PADA KELUARGA TUKANG OJEK

KELURAHAN MANGKANG KULON KECAMATAN TUGU

KOTA SEMARANG

A. Analisis Data tentang Pola Asuh Otoriter dalam Mendidik Agama Anak

pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu

Kota Semarang

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek

Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, ternyata keluarga tukang

ojek Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang yang memiliki pola

asuh otoriter adalah sebagai berikut:

1. Bapak Sholikhin

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek

Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, ternyata keluarga Bapak

Sholikhin cenderung memiliki pola asuh otoriter, hal itu dapat dibuktikan dengan

realitas sebagai berikut:

a. Bapak Sholikhin memiliki peraturan dan pengaturan yang keras dan kaku. Hal itu

dapat dilihat dari prinsip beliau yaitu “Supaya diwedeni anak.”. Setelah ditakuti

anak maka akan muncul aura kewibawaan dan ketika orangtua telah memiliki

aura kewibawaan maka akan mudah untuk mengatur anak.

b. Pemegang semua kekuasaan dalam keluarga adalah orangtua. Hal ini dibuktikan

dengan anak Bapak Sholikhin harus patuh terhadap segala ucapannya, seperti jika

anak belum belajar maka Bapak Sholikhin menyuruhnya belajar. Seperti teguran

beliau kepada anaknya, “Durung sinau? Sinau sik!” (“Apakah kamu belum

belajar? Belajar dulu!”)

c. Anak tidak mempunyai hak untuk berpendapat. Hal ini dilakukan oleh Bapak

Sholikhin karena Beliau menganggap dirinya paling benar dan anak harus patuh

terhadapnya.

57

d. Hukuman dijadikan alat jika anak tidak menurut. Seperti contohnya ketika anak

disuruh untuk mengaji atau shalat tidak mau maka Bapak Sholikhin

menghukumnya.

e. Bapak Sholikhin terkadang memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya

seperti harus selalu mencontoh rutinitas ibadah Bapak Sholikhin. Hal itu

dilakukan beliau agar anak-anak beliau berakhlakul karimah. Dan Bapak

Sholikhin juga berusaha untuk menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya agar

dapat dicontoh anak-anaknya.

Dari fakta-fakta di atas maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa Bapak

Sholikhin memiliki pola asuh yang cenderung otoriter. Walaupun pada data

instrumen wawancara menunjukkan bahwa beliau mempunyai pola asuh yang

cenderung demokratis, akan tetapi kalau dilihat dari fakta yang ada yang

menunjukkan bahwa Bapak Sholikhin mempunyai pola asuh yang cenderung

otoriter. Maka peneliti lebih condong mempercayai fakta yang ada dan

menyimpulkan bahwa Bapak Sholikhin cenderung memiliki pola asuh yang otoriter.

B. Analisis Data tentang Pola Asuh Demokrasi dalam Mendidik Agama Anak

pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu

Kota Semarang

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek

Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, ternyata keluarga tukang

ojek Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang yang memiliki pola

asuh demokratis adalah sebagai berikut:

1. Bapak Rohimin

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek

Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, ternyata keluarga Bapak

Rohimin cenderung memiliki pola asuh demokratis, hal itu dapat dibuktikan dengan

realitas sebagai berikut:

a. Peraturan dari Bapak Rohimin cukup luwes. Hal ini dapat dibuktikan dengan

beliau tidak langsung memaksa anak-anak beliau agar selalu mengikuti

perintahnya dan memaksa anak agar selalu berperilaku seperti dirinya, akan

58

tetapi beliau terlebih dahulu mengarahkan dan membimbing anaknya ke jalan

yang lurus. Seperti ketika beliau mengarahkan anaknya untuk shalat berjamaah

dan untuk belajar Al-Qur'an, beliau tidak langsung memaksa dan menyeret

anaknya agar menuruti perintahnya akan tetapi terlebih dahulu beliau

membimbing dan mengarahkan anaknya agar mau berjama’ah ke masjid dan

untuk belajar Al-Qur'an.

b. Menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi. Salah satu

contohnya adalah ketika anak nomor tiga Bapak Rohimin yang bernama Heni

Firdiani ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, Bapak Rohimin

tidak langsung memutuskan sendiri akan melanjutkan ke mana Heni itu, tetapi

Bapak Rohimin terlebih dahulu mendiskusikannya dengan Heni dan hasil dari

diskusi itulah yang menentukan akan melanjutkan ke mana Heni itu. Dan

ternyata kedua belah pihak memutuskan Heni untuk melanjutkan ke SMK

Texmaco. Selain itu ketika anak berbuat salah Beliau tidak langsung

menghukumnya tetapi menjelaskan bahwa perbuatan itu salah dan kemudian

menasehatinya agar tidak mengulanginya lagi. Seperti ketika sang anak bergaul

dengan lawan jenis secara berlebihan maka Bapak Rohimin tidak langsung

memukulnya akan tetapi terlebih dahulu menasehatinya dengan halus.

c. Adanya sikap terbuka antara Bapak Rohimin dan Anaknya. Hal itu dapat

dibuktikan dengan adanya komunikasi dua arah yang baik diantara Bapak

Rohimin dengan anaknya. Dan salah satu contoh implementasinya yaitu dengan

mengupayakan sikap saling terbuka ketika terjadi suatu masalah, dan diusahakan

orangtua harus tahu

d. Adanya pengakuan Bapak Rohimin terhadap kemampuan anaknya. Salah satu

contoh konkretnya adalah dengan mengakui kemampuan lebih putri bungsunya

dalam hal berorganisasi sehingga mempercayai anak bungsunya yang bernama

Heni Firdiani mengikuti kegiatan remaja dan aktif dalam karang taruna di

desanya yaitu IRKA (Ikatan Remaja Kauman).

e. Bapak rohimin memberi kesempatan terhadap anaknya agar tidak tergantung

kepada Beliau yaitu dengan mendidik mereka agar berlatih kerja keras dan

mandiri.

59

2. Bapak Mulyono

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap tukang ojek Mangkang

Kulon khususnya terhadap keluarga Bapak Mulyono, ternyata Bapak Mulyono

cenderung memiliki pola asuh yang demokratis. Hal itu dapat dibuktikan dengan

realitas yang ada yakni:

a. Peraturan dari Bapak Mulyono terhadap keluarga Beliau cukup luwes. Hal itu

ditandai dengan prinsip beliau yang diterapkan kepada anaknya yaitu “Bebas tapi

terbatas” artinya anaknya boleh melakukan hal apa saja asalkan hal tersebut

positif. Salah satu contohnya yaitu dengan memberikan izin keluar untuk bermain

pada hari libur asal melakukan hal yang negatif.

b. Bapak Mulyono menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi

dengan anaknya. Salah satu contohnya yaitu ketika Danang meminta motor, akan

tetapi Bapak Mulyono tidak langsung menurutinya kemudian Danang diajak

diskusi dan akhirnya terjadi kesepakatan yaitu Bapak Mulyono akan membelikan

Danang motor apabila Danang sudah menjadi karyawan tetap.

c. Bapak Mulyono mempunyai sikap terbuka dengan anaknya. Hal ini dapat

dibuktikan dengan anak beliau yang bernama Danang sering curhat kepada

beliau. Selain itu komunikasi beliau dengan anaknya tersebut juga termasuk baik

yaitu dengan mengajak “ngobrol bareng” ketika ada masalah.

d. Bapak Mulyono mengakui adanya kemampuan lebih yang dimiliki anak-anak

Beliau, salah satu contohnya adalah beliau menganggap Danang sudah dewasa

sehingga sudah mampu memilih mana yang baik dan yang buruk bagi dirinya.

Dan salah satu contoh konkretnya adalah dengan tidak menyalahkan Danang

tidak meneruskan mengajinya di Ponpes Al-Ishlah karena alasan sibuk dan

waktunya tersita untuk bekerja di gudang Indomaret. Bapak Mulyono

beranggapan bahwa Danang sudah dewasa dan mampu untuk mengatur dirinya

sendiri sehingga dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk bagi

dirinya.

e. Bapak Mulyono memberi kesempatan kepada anaknya untuk tidak tergantung

pada beliau dan salah satu contohnya adalah dengan memberi kesempatan

anaknya untuk mencuci pakaiannya sendiri agar pakaiannya bersih dan suci.

60

C. Analisis Data tentang Pola Asuh Permisif dalam Mendidik Agama Anak

pada Keluarga Tukang Ojek Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu

Kota Semarang

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap keluarga tukang ojek

Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, ternyata keluarga tukang

ojek Desa Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang yang memiliki pola

asuh permisif adalah sebagai berikut:

1. Bapak Suharsono

Menurut pandangan peneliti, Bapak Suharsono cenderung memiliki pola

asuh permisif dalam mendidik anak-anak beliau. Hal itu terbukti dari realitas yang

ada antara lain:

a. Bapak Suharsono kurang dapat memberikan aturan dan pengarahan yang cukup

terhadap anak Beliau, khususnya kepada Heru. Hal tersebut menimbulkan Heru

terlalu bebas untuk mengatur dirinya dan bertindak sesuka hati. Bahkan karena

terlalu bebas dia sering bolos sekolah dan berkelahi sehingga dia dikeluarkan dari

SMA 8 Semarang.

b. Kontrol dari Bapak Suharsono juga sangat lemah. Hal itu membuat anak-anak

beliau merasa kurang mendapat perhatian dari Beliau sehingga anak-anak Beliau

sering lepas kontrol dari beliau, seperti Heru sering “keluyuran malam”, bahkan

ketika peneliti berkunjung ke rumah Bapak Suharsono sekitar pukul 21.00 WIB,

dia belum pulang.

c. Didikan yang diberikan oleh Bapak Suharsono kepada anaknya sangat bebas.

Salah satu contohnya adalah dengan membiarkan anaknya bebas bermain sesuka

hati, bahkan dibiarkan keluar sampai larut malam belum pulang tanpa

pengawasan Beliau.

d. Bapak Suharsono kesulitan untuk memberikan bimbingan tentang agama

khususnya yang berkaitan dengan shalat. Beliau sangat jarang sekali memberikan

bimbingan tentang shalat kepada anaknya.

e. Bapak Suharsono menganggap semua yang dilakukan oleh anaknya sudah benar

sehingga tidak perlu memberikan teguran, arahan dan bimbingan. Hal itu dapat

dilihat dari pandangan beliau yang menganggap anaknya sudah dewasa sehingga

61

sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dan contoh

konkretnya adalah dengan membiarkan anak bungsunya yang bernama Heru Tri

Pujiono keluyuran sampai larut malam tanpa pengawasan dari beliau.

Dari fakta-fakta di atas maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa Bapak

Suharsono memiliki pola asuh yang cenderung permisif. Walaupun pada data

instrumen wawancara menunjukkan bahwa beliau mempunyai pola asuh yang

cenderung demokratis, akan tetapi kalau dilihat dari fakta yang ada yang

menunjukkan bahwa Bapak Suharsono mempunyai pola asuh yang cenderung

permisif. Maka peneliti lebih condong mempercayai fakta yang ada dan

menyimpulkan bahwa Bapak Suharsono cenderung memiliki pola asuh yang

permisif.

2. Bapak Sulis

Dari penelitian yang peneliti lakukan, Bapak Sulis ternyata mempunyai pola

asuh yang cenderung permisif. Hal itu dapat dilihat dari realitas yang ada antara lain

a. Bapak Sulis kurang memberikan peraturan dan pengaturan kepada anaknya.

Sehingga anaknya terkadang bebas menggunakan waktu semaunya. Salah satu

contohnya adalah dengan membiarkan anaknya bermain dan nonton TV tanpa

batas waktu sehingga jarang-jarang belajar.

b. Kontrol dari Bapak Sulis terhadap anaknya sangat lemah. Hal itu terbukti dengan

membiarkan anaknya bermain tanpa batas waktu. Salah satu contohnya adalah

dengan membiarkan Riki bermain sepak bola sampai sore bahkan sampai

maghrib.

c. Bapak Sulis mendidik anak beliau secara bebas. Hal itu dapat dilihat dari

komunikasi yang mereka jalin yang terkadang melewati batas-batas norma

kesopanan, seperti bercanda yang berlebihan antara Bapak Sulis dengan anaknya.

d. Bapak Sulis juga jarang memberikan bimbingan agama yang cukup pada

anaknya khususnya bimbingan tentang shalat. Walaupun demikian ternyata ada

sifat positif dari beliau yaitu terkadang beliau menyuruh anaknya untuk belajar

agama yaitu dengan mengaji di madrasah diniyah.

e. Riki juga senang sekali menonton TV tanpa batas waktu. Hal itu dikarenakan

Riki kurang mendapat bimbingan dan motivasi dari Bapak Sulis. Seperti kata

62

beliau, “Jarang-jarang belajar. Nonton TV thok, biasa.” Hal tersebut juga

dikarenakan Bapak Sulis menganggap bahwa anak sudah besar dan semua yang

dilakukan anak sudah benar dan tidak perlu diberikan teguran, arahan atau

bimbingan.

Dari penelitian yang peneliti lakukan dari tanggal 23 September sampai 9

Nopember, ternyata yang menjadikan profesi tukang ojek sebagai pekerjaan tetap

adalah Bapak Sholikhin, Bapak Rohimin, Bapak Mulyono, Bapak Suharsono dan

Bapak Sulis. Dan dari kelima tukang ojek itu yang cenderung memiliki pola asuh

otoriter adalah Bapak Solikhin. Kemudian yang cenderung memiliki pola asuh

demokratis adalah Bapak Rohimin dan Bapak Mulyono. Sedangkan yang cenderung

memiliki pola asuh permisif adalah Bapak Suharsono dan Bapak Sulis. Dan ternyata

tukang ojek yang cenderung menggunakan pola asuh demokratis dalam mendidik

anaknya memiliki kedekatan emosi yang baik dan keterbukaan antara orangtua dan

anak dan berakhlaq cenderung baik. Hal itu disebabkan karena tukang ojek yang

cenderung demokratis dalam mendidik anaknya menggunakan peraturan yang lebih

luwes, mereka (orangtua) menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi

dengan anak, adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak, adanya pengakuan

orangtua terhadap kemampuan anak-anaknya, memberi kesempatan untuk tidak

tergantung dengan orangtua.

Sedangkan tukang ojek yang cenderung menggunakan pola asuh otoriter dan

permisif dalam mendidik agama anak ternyata ada semacam sekat atau

kerenggangan hubungan antara orangtua dengan anak. Bahkan tukang ojek yang

cenderung menggunakan pola asuh permisif dalam mendidik anaknya, ternyata

anaknya cenderung brutal (nakal). Hal itu disebabkan karena tukang ojek yang

memiliki pola asuh otoriter menggunakan peraturan dan pengaturan yang keras

(kaku), orangtua memegang semua kekuasaan, anak tidak mempunyai hak untuk

berpendapat, hukuman dijadikan alat jika anak tidak menurut, seringkali memaksa

anak untuk berperilaku seperti dirinya (orangtua). Sedangkan tukang ojek yang

cenderung menggunakan pola asuh permisif tidak memberikan aturan atau

pengarahan yang cukup kepada anak, kontrol orangtua sangat lemah, mendidik anak

secara bebas, mereka (orangtua) tidak memberikan bimbingan yang cukup, semua

63

yang dilakukan anak sudah benar tidak perlu diberikan teguran. Sehingga tukang

ojek yang cenderung menggunakan pola asuh otoriter dan permisif dalam mendidik

agama anak ternyata ada semacam sekat atau kerenggangan hubungan antara

orangtua dengan anak. Bahkan tukang ojek yang cenderung menggunakan pola asuh

permisif dalam mendidik anaknya, ternyata anaknya cenderung brutal (nakal).

Oleh karena itu peneliti menghimbau kepada semua orangtua, khususnya

kepada tukang ojek Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang

agar menggunakan pola asuh demokratis dalam mendidik agama pada anak. Akan

tetapi tidak semua pendidikan yang diberikan oleh orang tua harus disajikan dengan

demokratis tetapi harus dogmatis seperti penanaman akidah Islam pada anak, orang

tua harus mengajarkan dengan dogmatis apalagi ketika anak masih kecil. Karena

dikhawatirkan anak yang masih kecil belum mengerti secara pasti mana yang benar

dan mana yang salah dalam hal ketauhidan.

64

BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang telah disajikan dalam bab sebelumnya dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Tukang ojek yang mangkal di Mangkang Kulon yang cenderung memiliki pola

asuh otoriter dalam mendidik agama anaknya adalah 20%, dengan ciri-ciri:

a. Orangtua memiliki peraturan dan pengaturan yang keras (kaku)

b. Pemegang semua kekuasaan adalah orangtua

c. Anak tidak mempunyai hak untuk berpendapat

d. Hukuman dijadikan alat jika anak tidak menurut

e. Seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orangtua)

2. Tukang ojek yang mangkal di Mangkang Kulon yang cenderung memiliki pola

asuh demokratis dalam mendidik agama anaknya adalah 40%, dengan ciri-ciri:

a. Peraturan dari orangtua lebih luwes

b. Mereka (orangtua) menggunakan penjelasan dan diskusi dalam

berkomunikasi dengan anak

c. Adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak

d. Adanya pengakuan orangtua terhadap kemampuan anak-anaknya

e. Memberi kesempatan untuk tidak tergantung dengan orangtua

3. Tukang ojek yang mangkal di Mangkang Kulon yang cenderung memiliki pola

asuh permisif dalam mendidik agama anaknya adalah 40%, dengan ciri-ciri:

a. Mereka (orangtua) tidak memberikan aturan atau pengarahan kepada anak

b. Kontrol orangtua sangat lemah

c. Mendidik anak secara bebas

d. Mereka (orangtua) Tidak memberikan bimbingan yang cukup

e. Semua yang dilakukan anak sudah benar tidak perlu diberikan teguran

65

B. SARAN

Setelah selesai penyusunan skripsi ini penulis dapat mengemukakan saran-

saran sebagai berikut:

1. Bagi orangtua, orangtua merupakan pendidik yang pertama dan utama oleh

karena itu orangtua harus mendidik anak dengan baik agar anak sukses di dunia

dan akhirat.

2. Bagi anak, seorang anak harus selalu menghormati dan taat kepada orangtua serta

berusaha untuk “Mikul dhuwur mendem jero”. Karena bagaimanapun juga

orangtua telah berjasa banyak kepada seorang anak seperti melahirkan dan

membesarkan anak tersebut.

3. Bagi para tukang ojek, ayo tunjukkan bahwa profesi sebagai tukang ojek

bukanlah profesi yang jelek yang selalu diremehkan masyarakat.

C. PENUTUP

Dengan rasa syukur yang tak terhingga penulis ucapkan Alhamdulillah

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayat dan inayahnya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun belum mencapai hasil

yang sempurna. Semua itu dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman

serta hal-hal yang lain, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih baik

berupa pikiran, tenaga maupun do’a, penulis ucapkan terima kasih, dan penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Dan semoga kita

selalu mendapat ridlo dan rahmat Allah SWT agar senantiasa mendapat bimbingan

dari-Nya baik di dunia maupun di akhirat. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrrahman, Jamal, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah, Terj. Bahrun

Abubakar Ihsan Zubaidi, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005, cet. 1.

Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta,

2005, cet 1.

Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, Juz 3, Indonesia:

Maktabah Dahlan . 1984.

Arikunto, Suharsimi, Manajemen Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, cet. 6.

_________, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI, Jakarta:

Rineka Cipta, 2006, cet. 13.

Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, cet. 15.

Djamarah, Syaiful Bahri, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga

Sebuah Perspektif Pendidikan Islam , Jakarta: Asdi Mahasatya, 2004. 16.

Fadjri, M,. Individu, Keluarga dan Masyarakat, dalam Darmansyah M. eds, Ilmu

Sosial Dasar, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, cet. 1.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 2004, cet. 1.

_________, Metodologi Research Jilid II, Yogyakarta: Andi, 2002, cet. 27.

Hakim, M. Arief, Mendidik Anak Secara Bijak, Panduan Keluarga Muslim Modern,

Bandung, Marjal, 2002.

Hasyimi, Sayyid Ahmad, Mukhtar Al-Hadits An-Nabawiyyah, Surabaya: Al-

Haromain Jaya Indonesia, 2005, Cet. I.

Hurlock, Elizabeth B., Perkembangan Anak Jilid 2. Terj. Med. Meitasari Tjandrasa,

Jakarta: Erlangga, 1993, cet. 4.

Idris, Zahara dan H. Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan 1, Jakarta: Grasindo, 1995,

cet. 2.

Junaedi, Mahfud, Kyai Bisri Mustofa, Pendidikan Keluarga Berbasis Pesantren,

Semarang: Walisongo Pres, 2009 , cet.1.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,

2009, cet. 26.

Mueller, Daniel .J., Measuring Social Attitudes, terj. Eddy Soewardi Karta Widjadja,

Mengukur Sikap Sosial Pegangan untuk Peneliti dan Praktisi, Jakarta: Bumi

Aksara, 1992, cet. 1.

Mursid, Kurikulum dan Pedidikan Anak Usia Dini PAUD Sebuah Harapan

Masyarakat, Semarang: AKFI Media, 2010, cet 2, .

Nasution, S., Metodologi Research, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, cet. 11..

Prasetya, G. Tembong, Pola Pengasuhan Ideal, Jakarta: Flex Media Koputindo,

2003.

Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1998, cet. 8.

Rahmat, Jalaludin, Islam Alternatif, Bandung: Mizan, 1999, Cet. 10.

Shochib, Moh., Pola Asuh Orang Tua, Jakarta : Rineka Cipta, 2010, cet. 2.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,

2008, cet. 5..

Sulaiman, Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Al-Mutawaf Mauqu’ul Islam, 275 H.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002,

cet. 13.

Toha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996,

cet. 1.

Uhbiyati, Nur, dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia,

1997, cet.1.

Usman, Husaini, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta:

Bumi Aksara, 2009 , Cet. 2.

Observasi di rumah Bapak Sholikhin pada tanggal 16 Oktober 2011.

http://dewon.wordpress.com/2007/11/04/kategori-20/, diakses tanggal 3 Oktober

2011 pukul 14.15 WIB.

Wawancara dengan Bapak Mulyono pada tanggal 8 November 2011 di rumah Bapak

Mulyono.

Wawancara dengan Bapak Rohimin pada tanggal 14 Oktober 2011 di rumah Bapak

Rohimin.

Wawancara dengan Bapak Sholikhin pada tanggal 16 Oktober 2011 di rumah Bapak

Sholikhin

Wawancara dengan Bapak Suharsono pada tanggal 19 Oktober 2011 di rumah Bapak

Suharsono.

Wawancara dengan Bapak Sulis pada tanggal 7 Oktober 2011 di rumah Bapak Sulis.

AKTIVITAS TUKANG OJEK PADA MALAM HARI DI PANGKALAN

OJEK MANGKANG KULON KECAMATAN TUGU KOTA SEMARANG

1

INSTRUMEN WAWANCARA

1) Apakah di dalam keluarga anda menggunakan peraturan dan pengaturan yang

keras/ kaku?

a. Ya

b. Tidak

2) Apakah anak Anda dalam belajar agama dipaksa?

a. Ya

b. Tidak

3) Apakah anak Anda harus patuh terhadap segala ucapan Anda?

a. Ya

b. Tidak

4) Apakah di dalam keluarga Anda pemegang semua kekuasaan adalah

orangtua?

a. Ya

b. Tidak

5) Apakah anak anda tidak mempunyai hak untuk berpendapat di dalam

keluarga?

a. Ya

b. Tidak

6) Dalam menentukan tempat belajar agama anak, apakah Anda tidak meminta

pendapatnya?

a. Ya

b. Tidak

7) Apakah anak Anda dihukum jika anak tidak mau disuruh untuk mengaji?

a. Ya

b. Tidak

8) Apakah Anda menghukum anak Anda ketika disuruh sholat dia tidak mau?

a. Ya

b. Tidak

9) Apakah anda seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti anda?

a. Ya

b. Tidak

10) Apakah anak Anda harus selalu mencontoh rutinitas ibadah yang Anda

lakukan?

a. Ya

b. Tidak

2

11) Apakah Anda sering mengarahkan anak Anda untuk sholat berjamaah di

masjid?

a. Ya

b. Tidak

12) Apakah Anda sering mengarahkan anak Anda untuk belajar Al-Qur’an?

a. Ya

b. Tidak

13) Apakah anda menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi

dengan anak?

a. Ya

b. Tidak

14) Apakah anak Anda dinasehati ketika anak Anda bergaul dengan lawan jenis

secara berlebihan?

a. Ya

b. Tidak

15) Apakah anda mempunyai sikap terbuka dengan anak?

a. Ya

b. Tidak

16) Apakah anak Anda sering curhat kepada Anda mengenai masalah agama?

a. Ya

b. Tidak

17) Apakah anda mengakui adanya kemampuan lebih pada anak?

a. Ya

b. Tidak

18) Apakah Anda sering mengikutsertakan anak Anda pada lomba-lomba

keagamaan?

a. Ya

b. Tidak

19) Apakah anda memberi kesempatan kepada anak untuk tidak tergantung

dengan orangtua ?

a. Ya

b. Tidak

20) Apakah Anda memberi kesempatan anak Anda untuk mencuci pakaiannya

sendiri agar pakaiannya itu bersih dan suci?

a. Ya

b. Tidak

3

21) Apakah Anda tidak memberikan pengarahan kepada anak Anda ketika anak

Anda makan sambil berjalan?

a. Ya

b. Tidak

22) Apakah anda membiarkan anak Anda ketika berbicara kotor?

a. Ya

b. Tidak

23) Apakah Anda membiarkan anak Anda ketika bergaul dengan lawan jenis

secara berlebihan?

a. Ya

b. Tidak

24) Apakah Anda membiarkan anak Anda berkelahi?

a. Ya

b. Tidak

25) Apakah Anda membiarkan anak Anda tidak berangkat mengaji ke TPQ?

a. Ya

b. Tidak

26) Apakah Anda membiarkan anak Anda ketika anak Anda minum minuman

keras?

a. Ya

b. Tidak

27) Apakah Anda tidak memberikan bimbingan tentang sopan santun yang cukup

kepada anak?

a. Ya

b. Tidak

28) Apakah Anda jarang memberikan tentang sholat kepada anak?

a. Ya

b. Tidak

29) Apakah semua yang dilakukan anak sudah benar dan tidak perlu diberikan

teguran, arahan atau bimbingan?

a. Ya

b. Tidak

30) Apakah Anda dibiarkan tidak mengaji karena dianggap sudah pintar?

a. Ya

b. Tidak

4

INSTRUMEN OBSERVASI

1. Mengamati aktivitas (kesibukan) tukang ojek sehari-hari.

2. Mengamati pembinaan agama Islam pada anak keluarga tukang ojek.

3. Mengamati metode yang digunakan oleh tukang ojek dalam mendidik anaknya

dalam bidang agama Islam.

4. Mengamati pola asuh yang digunakan oleh tukang ojek dalam mendidik anaknya

dalam bidang agama.

5. Mengamati secara lebih dekat situasi dan kondisi Desa Mangkang Kulon

khususnya yang berkaitan dengan tukang ojek.

INSTRUMEN WAWANCARA

1) Apakah di dalam keluarga anda menggunakan peraturan dan pengaturan

yang keras/ kaku?

a. Ya

b. Tidak

2) Apakah di dalam keluarga pemegang semua kekuasaan adalah orangtua?

a. Ya

b. Tidak

3) Apakah anak tidak mempunyai hak untuk berpendapat di dalam keluarga?

a. Ya

b. Tidak

4) Apakah anak dihukum jika anak tidak menurut?

a. Ya

b. Tidak

5) Apakah anda seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti anda?

a. Ya

b. Tidak

6) Apakah peraturan dari anda lebih luwes?

a. Ya

b. Tidak

7) Apakah anda menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi

dengan anak?

a. Ya

b. Tidak

8) Apakah anda mempunyai sikap terbuka dengan anak?

a. Ya

b. Tidak

9) Apakah anda mengakui adanya kemampuan lebih pada anak?

a. Ya

b. Tidak

10) Apakah anda memberi kesempatan kepada anak untuk tidak tergantung

dengan orangtua?

a. Ya

b. Tidak

11) Apakah anda tidak memberikan aturan dan pengarahan kepada anak?

a. Ya

b. Tidak

12) Apakah kontrol dari anda sangat lemah?

a. Ya

b. Tidak

13) Apakah anda mendidik anak secara bebas?

a. Ya

b. Tidak

14) Apakah anda tidak memberikan bimbingan yang cukup?

a. Ya

b. Tidak

15) Apakah semua yang dilakukan anak sudah benar tidak perlu diberikan

teguran, arahan atau bimbingan?

a. Ya

b. Tidak

44

Instrumen Wawancara tentang Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik Anak

pada Keluarga Tukang Ojek

No Bapak

Sholikhin

Bapak

Rohimin

Bapak

Mulyono

Bapak

Sulis

Bapak

Suharsono

1. A B B B B

2. A B B B B

3. A B B B B

4. A B B B B

5. A B B B B

6. B B B B B

7. A B B B B

8. A B B B B

9. B B B B B

10. A B B B B

11. A A A B A

12. A A A B A

13. A A A B A

14. A A A A A

15. A A A B A

16. A A A B B

17. A A A B A

18. A A A B A

19. A A A B B

20. A A A B A

21. B B B A A

22. B B B A B

23. B B B A A

24. B B B A A

25. B B B A B

26. B B B A B

27. B B B A B

28. B B B A A

29. B B B A B

30. B B B A B

Kesimpulan Demokratis Demokratis Demokratis Permisif Demokratis

NB: 1. Jawaban A = Ya dan B = Tidak

2. Soal nomor 1 – 10 adalah kriteria Pola asuh Otoriter

3. Soal nomor 11 – 20 adalah kriteria Pola asuh Demokratis

4. Soal nomor 21 – 30 adalah kriteria Pola asuh Permisif

Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu kota Semarang

Perda No. 14 tahun 2008

Tanggal 07 Nopember 2008

LURAH ADUL MALIK, SH

NIP : 19591129 198703 1 007

SEKRETRIS KELURAHAN

SAIFUDIN MUCHTAR

NIP. 19640919 198712 1 001

KA.SEKSI

PEMERINTAHAN

KUSWANTO

NIP.19640705 199303 1 007

KA. SEKSI

PEMBANGUNAN

LIBRAYANTI DWI A.

NIP.19760923200901 2 001

KA. SEKSI

KESEJ.SOSIAL

SITI KOMARIYAH

NIP.19760229 199703 2 001

KA. SEKSI

TRANTIBUM

PURNOMO

NIP.19590425 199308 1 001

STAF

FARIDA ARYANI

NIP. 19620526 200801 2 001

STAF

Y U H R I

NIP.19701229 200901 1 001

STAF

ABD.WAKHID

WIYATA BHAKTI

STAF

-

KELOMP.

JABATAN

FUNGSIONAL

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN KELURAHAN MANGKANG KULON

KECAMATAN TUGU KOTA SEMARANG

Perda No. 14 tahun 2008

Tanggal 07 Nopember 2008

LURAH

AKHMAD MUNIF, SH NIP. 19620417.199003.1.006

KASI PEMBANGUNAN

-

NIP.

KASI KESEJ. SOSIAL

AGUS SUNAIDI

NIP.19570819.198003.1.007

KELOMPOK

JABATAN FUNGSIONAL

KASI PEMERINTAHAN

SUBANDIYAH

NIP.19550202.198003.2.004

SEKLUR

-

NIP

STAF

FARIDA ARYANI

NIP.19620526.200801.2.001

STAF

THORIQ RIMARO

NIP. 19820526.200901.1004

STAF

ABD. WAKHID YASIN

NIP.

-

NIP.

KASI TRANTIBUM

STAF

YUHRI

NIP.19701209.200901.1.001

1

INSTRUMEN WAWANCARA

1) Apakah di dalam keluarga anda menggunakan peraturan dan pengaturan yang

keras/ kaku?

a. Ya

b. Tidak

2) Apakah anak Anda dalam belajar agama dipaksa?

a. Ya

b. Tidak

3) Apakah anak Anda harus patuh terhadap segala ucapan Anda?

a. Ya

b. Tidak

4) Apakah di dalam keluarga Anda pemegang semua kekuasaan adalah

orangtua?

a. Ya

b. Tidak

5) Apakah anak anda tidak mempunyai hak untuk berpendapat di dalam

keluarga?

a. Ya

b. Tidak

6) Dalam menentukan tempat belajar agama anak, apakah Anda tidak meminta

pendapatnya?

a. Ya

b. Tidak

7) Apakah anak Anda dihukum jika anak tidak mau disuruh untuk mengaji?

a. Ya

b. Tidak

8) Apakah Anda menghukum anak Anda ketika disuruh sholat dia tidak mau?

a. Ya

b. Tidak

9) Apakah anda seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti anda?

a. Ya

b. Tidak

10) Apakah anak Anda harus selalu mencontoh rutinitas ibadah yang Anda

lakukan?

a. Ya

b. Tidak

2

11) Apakah Anda sering mengarahkan anak Anda untuk sholat berjamaah di

masjid?

a. Ya

b. Tidak

12) Apakah Anda sering mengarahkan anak Anda untuk belajar Al-Qur’an?

a. Ya

b. Tidak

13) Apakah anda menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi

dengan anak?

a. Ya

b. Tidak

14) Apakah anak Anda dinasehati ketika anak Anda bergaul dengan lawan jenis

secara berlebihan?

a. Ya

b. Tidak

15) Apakah anda mempunyai sikap terbuka dengan anak?

a. Ya

b. Tidak

16) Apakah anak Anda sering curhat kepada Anda mengenai masalah agama?

a. Ya

b. Tidak

17) Apakah anda mengakui adanya kemampuan lebih pada anak?

a. Ya

b. Tidak

18) Apakah Anda sering mengikutsertakan anak Anda pada lomba-lomba

keagamaan?

a. Ya

b. Tidak

19) Apakah anda memberi kesempatan kepada anak untuk tidak tergantung

dengan orangtua ?

a. Ya

b. Tidak

20) Apakah Anda memberi kesempatan anak Anda untuk mencuci pakaiannya

sendiri agar pakaiannya itu bersih dan suci?

a. Ya

b. Tidak

3

21) Apakah Anda tidak memberikan pengarahan kepada anak Anda ketika anak

Anda makan sambil berjalan?

a. Ya

b. Tidak

22) Apakah anda membiarkan anak Anda ketika berbicara kotor?

a. Ya

b. Tidak

23) Apakah Anda membiarkan anak Anda ketika bergaul dengan lawan jenis

secara berlebihan?

a. Ya

b. Tidak

24) Apakah Anda membiarkan anak Anda berkelahi?

a. Ya

b. Tidak

25) Apakah Anda membiarkan anak Anda tidak berangkat mengaji ke TPQ?

a. Ya

b. Tidak

26) Apakah Anda membiarkan anak Anda ketika anak Anda minum minuman

keras?

a. Ya

b. Tidak

27) Apakah Anda tidak memberikan bimbingan tentang sopan santun yang cukup

kepada anak?

a. Ya

b. Tidak

28) Apakah Anda jarang memberikan tentang sholat kepada anak?

a. Ya

b. Tidak

29) Apakah semua yang dilakukan anak sudah benar dan tidak perlu diberikan

teguran, arahan atau bimbingan?

a. Ya

b. Tidak

30) Apakah Anda dibiarkan tidak mengaji karena dianggap sudah pintar?

a. Ya

b. Tidak

4

INSTRUMEN OBSERVASI

1. Mengamati aktivitas (kesibukan) tukang ojek sehari-hari.

2. Mengamati pembinaan agama Islam pada anak keluarga tukang ojek.

3. Mengamati metode yang digunakan oleh tukang ojek dalam mendidik anaknya

dalam bidang agama Islam.

4. Mengamati pola asuh yang digunakan oleh tukang ojek dalam mendidik anaknya

dalam bidang agama.

5. Mengamati secara lebih dekat situasi dan kondisi Desa Mangkang Kulon

khususnya yang berkaitan dengan tukang ojek.

INSTRUMEN WAWANCARA

1) Apakah di dalam keluarga anda menggunakan peraturan dan pengaturan

yang keras/ kaku?

a. Ya

b. Tidak

2) Apakah di dalam keluarga pemegang semua kekuasaan adalah orangtua?

a. Ya

b. Tidak

3) Apakah anak tidak mempunyai hak untuk berpendapat di dalam keluarga?

a. Ya

b. Tidak

4) Apakah anak dihukum jika anak tidak menurut?

a. Ya

b. Tidak

5) Apakah anda seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti anda?

a. Ya

b. Tidak

6) Apakah peraturan dari anda lebih luwes?

a. Ya

b. Tidak

7) Apakah anda menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi

dengan anak?

a. Ya

b. Tidak

8) Apakah anda mempunyai sikap terbuka dengan anak?

a. Ya

b. Tidak

9) Apakah anda mengakui adanya kemampuan lebih pada anak?

a. Ya

b. Tidak

10) Apakah anda memberi kesempatan kepada anak untuk tidak tergantung

dengan orangtua?

a. Ya

b. Tidak

11) Apakah anda tidak memberikan aturan dan pengarahan kepada anak?

a. Ya

b. Tidak

12) Apakah kontrol dari anda sangat lemah?

a. Ya

b. Tidak

13) Apakah anda mendidik anak secara bebas?

a. Ya

b. Tidak

14) Apakah anda tidak memberikan bimbingan yang cukup?

a. Ya

b. Tidak

15) Apakah semua yang dilakukan anak sudah benar tidak perlu diberikan

teguran, arahan atau bimbingan?

a. Ya

b. Tidak

44

Instrumen Wawancara tentang Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik Anak

pada Keluarga Tukang Ojek

No Bapak

Sholikhin

Bapak

Rohimin

Bapak

Mulyono

Bapak

Sulis

Bapak

Suharsono

1. A B B B B

2. A B B B B

3. A B B B B

4. A B B B B

5. A B B B B

6. B B B B B

7. A B B B B

8. A B B B B

9. B B B B B

10. A B B B B

11. A A A B A

12. A A A B A

13. A A A B A

14. A A A A A

15. A A A B A

16. A A A B B

17. A A A B A

18. A A A B A

19. A A A B B

20. A A A B A

21. B B B A A

22. B B B A B

23. B B B A A

24. B B B A A

25. B B B A B

26. B B B A B

27. B B B A B

28. B B B A A

29. B B B A B

30. B B B A B

Kesimpulan Demokratis Demokratis Demokratis Permisif Demokratis

NB: 1. Jawaban A = Ya dan B = Tidak

2. Soal nomor 1 – 10 adalah kriteria Pola asuh Otoriter

3. Soal nomor 11 – 20 adalah kriteria Pola asuh Demokratis

4. Soal nomor 21 – 30 adalah kriteria Pola asuh Permisif

Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan

Mangkang Kulon Kecamatan Tugu kota Semarang

Perda No. 14 tahun 2008

Tanggal 07 Nopember 2008

LURAH ADUL MALIK, SH

NIP : 19591129 198703 1 007

SEKRETRIS KELURAHAN

SAIFUDIN MUCHTAR

NIP. 19640919 198712 1 001

KA.SEKSI

PEMERINTAHAN

KUSWANTO

NIP.19640705 199303 1 007

KA. SEKSI

PEMBANGUNAN

LIBRAYANTI DWI A.

NIP.19760923200901 2 001

KA. SEKSI

KESEJ.SOSIAL

SITI KOMARIYAH

NIP.19760229 199703 2 001

KA. SEKSI

TRANTIBUM

PURNOMO

NIP.19590425 199308 1 001

STAF

FARIDA ARYANI

NIP. 19620526 200801 2 001

STAF

Y U H R I

NIP.19701229 200901 1 001

STAF

ABD.WAKHID

WIYATA BHAKTI

STAF

-

KELOMP.

JABATAN

FUNGSIONAL

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN KELURAHAN MANGKANG KULON

KECAMATAN TUGU KOTA SEMARANG

Perda No. 14 tahun 2008

Tanggal 07 Nopember 2008

LURAH

AKHMAD MUNIF, SH NIP. 19620417.199003.1.006

KASI PEMBANGUNAN

-

NIP.

KASI KESEJ. SOSIAL

AGUS SUNAIDI

NIP.19570819.198003.1.007

KELOMPOK

JABATAN FUNGSIONAL

KASI PEMERINTAHAN

SUBANDIYAH

NIP.19550202.198003.2.004

SEKLUR

-

NIP

STAF

FARIDA ARYANI

NIP.19620526.200801.2.001

STAF

THORIQ RIMARO

NIP. 19820526.200901.1004

STAF

ABD. WAKHID YASIN

NIP.

-

NIP.

KASI TRANTIBUM

STAF

YUHRI

NIP.19701209.200901.1.001