pokok kajian ruu provinsi berbasis kepulauan

Upload: ivana-pattiruhu

Post on 16-Jul-2015

85 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

I.POSISI GEOGRAFIS1. Posisi geografis provinsi ini adalah 150' - 310' LS dan 105 - 108 BT. 2. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mempunyai batas wilayah: Sebelah utara dengan Laut Natuna Sebelah timur dengan Selat Karimata Sebelah selatan dengan Laut Jawa Sebelah barat dengan Selat Bangka.

Jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2006 sebesar 1.074.775 jiwa (hasil Susenas 2006) menunjukkan peningkatan 1,19 persen dari tahun 2000 dengan jumlah penduduk sebesar 899.095 jiwa (hasil Sensus Penduduk 2000). Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditinjau menurut kabupaten/kota untuk periode tahun 1990/2000, laju pertumbuhan tertinggi terdapat di Kabupaten Bangka 1,06 persen, diikuti Kota Pangkalpinang 1,03 persen dan Kabupaten Belitung 0,59 persen. Tingkat kepadatan penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencapai 64 orang per km2, apabila dilihat menurut kabupaten/kota, Kota Pangkalpinang memiliki tingkat kepadatan tertinggi yaitu sebesar 1.683 orang per km2 dan Kabupaten Belitung Timur memiliki tingkat kepadatan terendah yaitu 35 orang per km2.

JUMLAH PENDUDUK DI PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG KAB/KOTA Bangka Bangka Barat Bangka Tengah Bangka Selatan Belitung Belitung Timur Pangkalpinang Jumlah RUMAH TANGGA 62.832 38.944 33.216 36.320 34.832 22.896 35.872 PENDUDUK LAKI-LAKI PEREMPUAN 134.081 80.219 71.410 79.902 68.816 45.115 77.226 122.143 72.077 66.851 73.972 66.003 42.518 73.442 JUMLAH 256.224 152.296 138.261 153.874 134.819 88.633 150.668

264.912

557.769

517.006 1.074.775

LANDASAN OPERASIONAL KEBIJAKAN KELAUTAN PROVINSI BERBASIS KEPULAUAN

SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 1928 PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945 UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 DEKLARASI JUANDA TAHUN 1957

KONVENSI HUKUM LAUT INETRNASIONAL TAHUN 1982 UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 YANG DIROBAH DENGAN UU NO. 12 TAHUN 2008

UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

UNDANG-UNDANG 33 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

ASAS PENYELENGGARAN PEMERINTAHAN ( ASAS UMUM ) (UU NO. 32 TAHUN 2004 )

I. LANDASAN KEBIJAKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PROVINSI BERBASIS KEPULAUAN

Sebagai Landasan dalam penyusunan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan berbagai potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh provinsi yang berbasis kepulauan, maka diperlukan berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur dan menata kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 1. Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia 1945 Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang telah diakui secara internasional memililiki hukum dasar yang memuat bebagai aturan dasar dalam menyusun berbagai peraturan perundangundangan nasional. Pasal 25 A dikatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undan-undang, pasal ini mengandung makna bahwa sebagai Negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang cukup luas perlu dipagari dengan berbagai peraturan perundang-undangan untuk mengantisipasi bebagai pelanggaran baik yang datang dari luar maupun lintas sektoral antar bebagai provinsi.

Pasal 27, Pasal 28, Pasal 30 dan Pasal 33 secara garis besar mengatur tentang hak-hak sebagai wargan Negara dalam kedudukan yang sama dalam hukum , berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak , hak untuk ikut dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara maupun ikut menikmati hasil pembangunan nasional yang diselenggarakan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pasal-pasal di atas merupakan rujukan dalam membahas lebih lanjut tentang hak-hak pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki oleh provinsi yang berbasis kepulauan. 2. Deklarasi Djuanda 1957 Pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu pernyataan ( Deklarasi ) mengenai wilayah Perairan Indonesia yang bebunyi sebagai berikut: Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indoensia. ( Mochtar. Kusumaatmadja ) Dasar pertimbangan yang mendorong Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah Perairan Indonesia adalah; (1) bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan tersendiri, (2) bahwa bagi kesatuan wilayah (territorial) Negara Republik Indonesia semua kepulauan serta

laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat, (3) bahwa penetapan batas- batas lauta teritorial yang diwarisi dari pemerintah kolonial sebagaimana termaktub dalam Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 Stbl 1939 No. 442 pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi dengan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia. ( 4 ) bahwa setiap Negara yang berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakantindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya, Pertimbangan tersebut di atas telah meletakan dasar dalam memagari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menyampaikan prinsip sebuah Negara kepulauan sebagai satu kesatuan wilayah, hukum, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan. Kemudian dimasukan ke dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab IXA pasal 25A yang berbunyi " Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batasnya dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai implementasi dari deklarasi Djuanda, Indonesia mengeluartkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4/ 1960 tentang Perairan Indonesia yang terdiri dari 4 pasal dimana pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut selebar dua belas mil laut yang garis luarnya diukur tegak lurus atas garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah daripada pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang terluar dalam wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi dua puluh empat mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-atunya negara tepi, maka garis batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat. Dengan demikian laut wilayah ( laut territorial ) adalah jalur laut yang terletak pada sisi luar daripada garis pangkal atau garis

dasar yang lebarnya 12 mil laut. Peraturan Pemerintah ini sekaligus memberikan makna bahwa Negara Indonesia berdaulat atas laut wilayah baik mengenai lajur laut yang terdiri dari air, dasar laut ( seabed) dan tanah dibawahnya ( subsoil ), maupun udara yang ada dia tasnya. 3. Konvensi Hukum Laut 1982. Pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaika. Konperensi Hukum Laut III terlah berhasil menyusun United Nations Convention on the Law of the Sea 9 UNCLOS ) 1982 yang kemudian ditandatangani oleh 117 negara termasuk Indonesia UNCLOS 1982 dan pada tanggal 16 November 1994 berlaku untuk seluruh dunia setelah ratifikasi oleh 60 Negara. Setelah diberlakukan maka Indonesiapun ,meratifikasi UNCLOS 1982 dengan dikeluarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut ) UNCLOS 1982 ini mengatur rejim-rejim hukum laut , termasuk hukum Negara Kepulauan secara menyeluruh dengan demikian rejim hukum Negara Kepulauan mempunyai arti dan peranan yang penting untuk memantapkan kedudukan Indonesia sebagai Negara Kepulauan termasuk hak dan kewajibannya yang melekat pada Negara kepulauan sekaligus dalam rangka implementasi wawasan Nusantara. 4. Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang dirubah dengan UndangUndang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undangn No. 12 Tahun 2008 merupakan salah satu dasar untuk membicarakan Provinsi Kepulauan karena undangundangn ini mengatur berbagai kepentingan daerah yang perlu diatur lebih lanjut. Di dalam pasal 18 ayat (4) dijelaskan bahwa kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 mil laut

diukur dari garis pantai kea rah laut lepas dan /atau kearah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten kota. Ketentuan ini tentunya perlu ditindak lanjuti oleh masing-masing pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam menentukan batas-batas wilayah administrative untuk mempermudah pemerintah daerah dalam pengelolaan, pemanfaatan maupun pengamanan wilayah laut yang menjadi tanggungjawabnya. Ketidakjelasan dalam penetapan batan-batas wilayah laut dengan sendirinya akan juga berpengaruh bagi masyarakat pesisir dalam pemanfatan dan pengelolaan sumber daya alam kelautan yang mereka miliki, terutama masyarakat pada wilayah pesisir pulau pulau kecil. Kewenangan daerah dalam mengelola sumberdaya di wilayah laut telah dijelaskan dalam Undang-Undang lebih lanjut meliputi : a. Eksplorasi, esploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut; b. Pengaturan administratif; c. Pengatura tata ruang; d. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; e. Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan f. Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan Negara. Apabila dikaji secara mendalam hak-hak tersebut perlu ditindaklanjuti dengan berbagai ketentuan yang diatur oleh daerah sehingga menjadi dasar bagi pemerintah daerah dalam melakanakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang tersebut di atas. Sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi dan menghindari konplik kepentingan antar daerah, pusat dan darah maupun daerah dengan daerah bahkan dengan sektor. Apabila dikaji lagi lebih dalam terlihat bahwa pemberian kewenangan pengelolaan kepada pemerintah provinsi 12 mil

laut tidak merupakan kewenangan mutlak, dimana didalamnya terdapat kewenangan pemerintah Pusat. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan dalam pemberian izin berdasarkan PP No. 54 Tahun 2003 tentang Perikanan Tangkap dijelaskan bahwa dalam hal pemberian izin pengelolaan perikanan, Gubernur dibatasi hanya pada kapal-kapal perikanan yang bertonage tidak lebih dari 30 GT dan kekuatan mesin tidak lebih dari 90 DK dan berpangkalan di wilayah administratif serta tidak menggunakan modal asing. Dengan demikian secara struktural terjadi pembagian kewenangan dengan memfungsionalkan dinas-dinas aparat penegak hukum dengan ketentuan yang telah diatur oleh pemerintah pusat. Atau dapat dikatakan bahwa pemberian kewenangan oleh pemerintah pusat kepada pemerntah daearh tidak sepenuhnya. Kajian ini tentunya harus menjadi perhatian pemerintah pusat dalam pemberian kewenangan sehingga makna pemberian kewenangan bagi pemerintah daerah dapat dilaksanakan sepenuhnya, sekaligus menghindari adanya ketidak pastian hukum dan keadilan bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan dan pemanfaatn sumberdaya yang menjadi kewenangannnya. Karena itu hukum yang dibuat harus sesuai dan harus memperhatikan dimika hukum dalam masyarakat dan dapat berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat menunju pencapapain masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

I. POKOK KAJIAN YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA MEMPEROLEH MASUKAN

BAGI PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG PROVINSI BERBASIS KEPULAUAN

No.

POKOK KAJIAN

SOROTAN KAJIAN

KETERANGAN

1

Ekonomi

Ekonomi Provinsi /Kabupaten berbasis kepulauan

PDRB, Income perkapita, presentase penduduk miskin, sector yang menyumbang PAD terbesar dll

2

Sumber Daya Alam

Pengelolaan Pemanfaatan Pengamanan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah maupun pihak swasta

Peran intansi/dinasdinas terkait ( Pertanian, Perikanan, Pertambangan dll. )

3

Administrasi

Pengawasan wilayah berdasarkan geografi yang ditetapkan melalui undangundang

4

Wewenang Pemerintah

Konflik perundang-undangan menyangkut : Kewenangan pemerintah dalam wilayah administrative Kewenangan masyarakat hukum adat Kewenangan masyarakat pesisir.

5

Infrastruktur dalam hubungan dengan sumber daya alam

Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengamanan sumber daya wilayah provinsi berbasis kepulauan

6

Yurisdiksi

Sistem penguasaan wilayah oleh pemerintah di provinsi/kabupaten/kota berbasis kepulauan

Misalnya Kota Tual di Provinsi Maluku.

7

Antropologi Budaya

Karakter etnik local bergadapan dengan etnik migrant dalam bidang perdagangan, pertanian dll. Masalah kebijakan pemerintah terhadap susku-suku tradisional di wilayah kepulauan.

Pemerintah sering menganggap sebagai suku-suku terasing sehingga dimasukan dalam program PKMT

8

Ketahanan Idiologi dan Pertahanan serta Keamanan

Proteksi masyarakat kepulauan terhadap pengaruh pertumbuhan dan perkembangan Negara terhadap negera tetanggaa

9

Ketahanan Pangan

Pemeliharaan kearifan lokal masyarakat

kepulauan dalam memanfaatkan sumber daya local untuk mempertahankan hidup.

Review atas kebijakan pemerintah yang mengubah potensi lahan garapan local menjadi persawahan di wilayah kepulauan

Misalnya mengubah lahan sagu menjadi sawah.

Mengubah karakter masyarakat berburu (hunting ) dan pengumpul (collecting ) sumber kehidupan, menjadi masyarakat yang trampil budi-daya ( cultivating )

10

Pendekatan Sejarah

Memajukan hubungan positif etnik yang sama pada Negara yang berdekatan

Rumpun Melayu ( Kepulauan Riau- Malaysia) Rumpun Sangir ( di Sangir TalaudMindanao, Pilipina ) Rumpun etnik di Luang, Leti, Moa, Lakor, Kisar- Timor Timur )

11

Transportasi dan Komunikasi antar Pulau

Pengembangan transportasi antar pulau

Penambahan jumlah alat angkut melalui

laut. Dermagadermaga Pengembangan infrastruktur jaringan transportasi 12 Kerentaan iklim/cuaca Pengembangan kearifan local menghadapi cuaca ekstrim; Pengembangan kearifan local dalam mempertahankan hidup dalam musim berontak besar Tsunami Kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global

13

Masalah Hukum dan Hak Asasi Manusia

Pengakuan dan pemberlakuan ha-hak masyarakat adat di wilayah kepulauan. Pandangan masyarakat kepulauan atas perairan dan daratan kepulauan

14

Kesejahteraan Rakyat

Penyediaan infrastruktur pelayanan public antar pulau

15

Geografi

Undang-Undang pembentukan provinsi maupun kabupaten/kota bebasis kepulauan

16

Perdagangan dalam wilayah kepulauan

-Perdagangan antar pulau -Perdagangan local dalam satu

pulau dengan system barter

17

Masalah-masalah lain

(Masalah-masalah khas berdasarkan karakter provinsi /kabupaten/kota berbasis kepulauan.

KEBIJAKAN KELAUTAN

1. Undang-Undang Dasar 1945 ( yang diamandemen ) Kovensi Hukum laut internasional 1982 ( United Nations Convention on the Law of the Sea ( UNCLOS )2. Deklarasi Juanda 1955 (

diawali dengan TZMKO 1939 Produk Pemerintah Kolonial ) melahirkan UU No. 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia 3. Undang-Undang No. 32 Tahun

PASAL-PASAL ACUAN PROVINSIPemerintah 2004 Tentang( UU No. 12 Tahun 2008 )

Daerah yang Dirubah Dengan BERBASIS KEPULAUAN4. Undang-Undang No. 17 Tahun

HUKUM INTERNASIONAL

1985 tentang Pengesahan

HUKUM International Convention onThe Law NASIONAL of the Sea 19821996 tentang Perairan Indonesia.5. Undang-Undang No. 6 Tahun

Pasal 46 ayat 1 dan 2 Konvensi Hukum Laut 1982UNCLOS : defenisi Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain dalam wujud alamiah yang berhubungan satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud tanah alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi,ekonomi dan politik yang hakiki,atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.

1. Undang- Undang Dasar 1945: - Pasal 25 A UUD 1945. ( Negara Kepulauan ) - Pasal 33 ayat 3 (Bumi dan air dan kekayaan ) - Pasal 18 ayat (1) ( Pembagian wilayah ) - Pasal 18 ayat (2) (Pemerintahj Daerah mengatur sendiri dan mengurus sendiri menurut asas otomi dan tugas pembantuan )

2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 18 ayat (1) : Kewenangan meneglola sumber daya di wilayah laut ayat (2) : bagi hasil pengelolaan SDA ayat (3) : kewenangan mengelola sumber daya diwilayah laut ayat (4) : mengelola sampai 12 mil untuk provinsi dan 4 mil untuk Kabupaten/Kota 3. UU No. 6Tahun 1996 ttg Perairan Indonesia 4. UU No. 33 Tahun 1999 tentang HAM 5. UU No. UU No. 33 tentang